6
Penentuan Kedalaman ........... (Nurul Priyantari & Agus Suprianto)
Penentuan Kedalaman Bedrock Menggunakan Metode Seismik Refraksi di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember The Determination of Bedrock Depth Using Seismic Refraction Method in Kemuning Lor Village, Sub District of Arjasa, Jember Nurul Priyantari & Agus Suprianto Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember ABSTRACT A research has been done using seismic refraction method to determine the depth of bedrock in the Village of Kemuning Lor, sub district of Arjasa, Jember. The Data acquisition was done by using 12 geophones and using weight drop vibrations sources. The distance between the vibration source and the first geophone is 10 meters away, while the distance among geophones is 2 meter away each. This Data acquisitions used two tracks (the first track was about 90 meters and the second track was about 40 meters). The first and second track were crossing each other, the first track lied from the main road to crevasse, while the second track lied in line with the crevasse. The result was that we were able to obtain three layers having the depth of 3,03-6,76 m; 4,37-9,93 m and 10,68-13,32 m, and having spreading speed 168,9-198,8 m; 425,1-511,7 m and 909,1-972,2 m. The obtained bedrock profile had declivity toward the crevasse and is assumed to have the potential of soil movement. Keywords: seismic refraction, bedrock depth PENDAHULUAN Bencana tanah longsor adalah salah satu bencana alam kebumian yang disebabkan oleh faktor geologi atau ulah manusia (Surono 2002). Para ilmuwan mengkategorikan tanah longsor sebagai salah satu bencana geologis yang bisa diprediksi (Mustofa 2005). Fenomena ini merupakan fenomena kompleks, melibatkan lapisan-lapisan dengan sifat fisika kontras, yang mengakibatkan kegagalan struktur pada suatu kemiringan lapisan, dan lapisan tersebut meluncur ke bawah akibat gaya gravitasi (Bogoslovsky et al. 1977). Tanah longsor biasanya bergerak pada suatu bidang tertentu yang disebut dengan bidang gelincir. Bidang gelincir berada diantara bidang yang stabil (bedrock) dan bidang yang bergerak (bidang yang tergelincir). Investigasi lapisan batuan dasar/bedrock yang selama ini banyak dilakukan adalah dengan metode konvensional yaitu dengan jalan melakukan pengeboran secara sampling terhadap daerah yang diteliti, kemudian dilakukan analisa terhadap hasil bor tersebut.
Metode ini sangat teliti, akan tetapi sangat mahal dan tidak bisa melihat kelanjutan dari lapisan yang diteliti karena dilakukan dengan cara sampling, sehingga diperlukan metode lainnya sebagai alternatif diantaranya metode seismik. Beberapa penerapan metode seismik diantaranya adalah untuk mengamati kestabilan lereng (Hack 2000), untuk mengamati litologi bawah permukaan (Walker et al. 2005). Berdasarkan penjalaran gelombangnya, metode seismik dibedakan menjadi 2 metode yaitu metode seismik refraksi dan metode refleksi. Seismik refraksi efektif digunakan untuk penentuan struktur geologi yang dangkal sedang seismik refleksi untuk struktur geologi yang dalam. Metode seismik refraksi inilah yang efektif digunakan guna mengetahui nilai kedalaman lapisan relatif kedap air (bedrock) sebagai parameter kelongsoran suatu daerah. Desa Kemuning Lor terletak di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember dengan luas kurang lebih 1275, 740 ha (Bapemas 2003). Desa ini rentan terhadap bahaya tanah longsor sehingga desa ini tergolong pada zona kekuatan rendah.
Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 1. 2009 : 6 – 12
7
V1 H2 H1 V2
Gambar 1. Peta lokasi penelitian. Karena alasan inilah daerah tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian untuk mengetahui nilai kedalaman lapisan relatif kedap air (bedrock) yang berada di bawah permukaan tanah. Metode seismik refraksi digunakan di lokasi ini untuk mengetahui kedalaman lapisan bedrock, sehingga diharapkan secara efektif dapat memperoleh hasil yang menunjang penelitian sebelumnya. METODE Penelitian ini merupakan penelitian lapangan. Pada gambar 1 dapat dilihat peta lokasi penelitian. Lintasan yang diambil untuk mendapatkan data seismik refraksi adalah lintasan horisontal dan vertikal. Lintasan horisontal ditarik dari titik H1 ke H2 merupakan lintasan seismik yang diambil dari jalan raya sampai tepi jurang dan merupakan jalan setapak sepanjang 90 meter. Sedangkan lintasan vertikal yang ditarik dari titik V1 ke V2 diambil dari lintasan pada tepi jurang dengan arah utara ke selatan yang berjarak 40 meter.
Desain survei seismik refraksi Dalam survei seismik refraksi dilakukan desain survei konfigurasi peralatan yang disusun seperti pada Gambar 2. Geophone dan sumber gelombang ditempatkan pada suatu garis lurus (line seismik). Near offset, far offset, dan jarak antar geophone ditentukan berdasarkan kondisi lapangan tempat melakukan survei. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan sumber getar yang dalam penelitian ini menggunakan weightdrop seberat 50 kg untuk jarak 10 meter dari geophone yang pertama. Sistem perekaman dilakukan oleh 12 geophone dalam satu garis lurus dengan sumber getar. Pasangan geophone ditempatkan dengan masing-masing spasi geophone yang telah ditentukan yaitu 2 meter. Pengukuran dilakukan dengan memberikan impuls vertikal pada permukaan tanah dan merekam sinyal yang terjadi, sensor diletakkan sepanjang garis lurus dari sumber impuls. Sensor yang digunakan adalah seismometer darat yaitu geophone. Akuisisi dalam pengambilan data seismik menggunakan cara end-on (Common Shot). Dari akusisi data ini akan didapatkan data mentah seismik, berupa trace-trace seismik dari geophone yang merekam waktu tempuh gelombang seismik.
8
Penentuan Kedalaman .......... (Nurul Priyantari & Agus Suprianto)
Shot-point
Geophone Spacing
Near Offset
Far Offset
Gambar 2. Desain akuisisi data seismik refraksi. HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh dari penelitian merupakan hasil perekaman receiver seismik yang hanya bisa ditampilkan pada seismograf. Data tersebut diperoleh dari tiap konfigurasi pasangan geophone dan sumber impuls. Getaran yang dihasilkan sumber getar akan diterima oleh geophone dan direkam oleh McSEIS-SX Model 1125E dalam bentuk time series berformat OYO (*.org). Setelah data yang berformat OYO (.*org) dari pengukuran lapangan diperoleh, data tersebut dikonversi dengan menggunakan software Visual SUNT 10 sehingga data tersebut dapat ditampilkan dalam format .*SU. Format tersebut memungkinkan data berupa trace-trace gelombang seismik lintasan horisontal dan lintasan vertikal. Selanjutnya diambil nilai first arrival time pada masing-masing gelombangnya dari data trace setiap lintasan. Sehingga konversi data hasil penelitian terdiri dari tabel data first arrival time (Tabel 1-2) serta grafik konversiannya (Gambar 3 – 4). Hasil analisis grafik yang terbentuk dari datadata nilai first arrival time maka didapatkan nilai kecepatan dari masing-masing lapisan yang ditunjukkan oleh nilai kebalikan dari nilai gradien. Penarikan gradien yang dilakukan dari masing-masing lintasan dapat diketahui bahwa pada keempat jenis lintasan yang diambil telah menunjukkan tingkat medium lapis yang sama yaitu tiga lapis horisontal. Kecepatan lapisan pertama yang terbaca dari keempat lintasan adalah antara 168,9 m/s sampai 198,8 m/s, lapisan kedua mempunyai kecepatan yang berkisar 425,1 m/s sampai 511,7 m/s dan lapisan ketiga mempunyai nilai kecepatan antara
909,1 m/s sampai 972,2 m/s. Data yang lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini. Interpretasi data penelitian di atas kemudian dilanjutkan dengan proses perhitungan guna mengetahui nilai kedalaman bedrock pada masing-masing lapisan. Perhitungan yang dilakukan tentunya dengan memasukkan nilai kecepatan yang telah didapatkan sebelumnya pada persamaan gelombang yang menggunakan medium tiga lapis horisontal. Sehingga kedalaman pada lapisan pertama (h1) dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan (1) dan kedalaman lapisan 2 diselesaikan menggunakan persamaan (2).
h1 =
TV1V2
2 (V2 ) − (V1 ) 2
2
....................................(1)
⎡ 2h V2V3 2 2⎤ h2 = ⎢T2 − 1 (V2 ) − (V1) ⎥ 2 2 ⎣ V1V3 ⎦ 2 (V3 ) + (V2 ) ………………………………………………...(2) Setelah dilakukan perhitungan dengan persamaan rumus di atas maka dapat diketahui besarnya nilai kedalaman bedrock setiap lapisan pada masingmasing lintasan. Pada kedalaman lapisan bedrock pertama mempunyai nilai 3,03 m sampai 6,76 m. Sedangkan untuk lapisan bedrock kedua mempunyai kedalaman sebesar 4,37 m sampai 9,93 m.
Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 1. 2009 : 6 – 12
9
Tabel 1. Nilai First Arrival Time: Data lintasan horisontal 1 dan 2. Geophone
Jarak (m)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32
a)
Time (ms) Horisontal 1 0 50.3 54 58.7 63.4 68.4 73.5 75.5 78.4 80.4 82.6 84.1 86.7
Time (ms) Horisontal 2 0 53.4 57 60.6 64.3 68.1 72.4 76.5 78.6 80.6 82.4 84.6 86.7
b)
Gambar 3. Grafik kecepatan lintasan horisontal 1 (a) dan 2 (b).
10
Penentuan Kedalaman .......... (Nurul Priyantari & Agus Suprianto)
Tabel 2. Nilai First Arrival Time: Data lintasan vertikal 1 dan 2. Geophone
Jarak (m)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32
a)
Time (ms) Vertikal 1 0 58.6 62.9 66.8 71.4 76.2 80.7 85.6 90.7 95 97 98.6 100.2
Time (ms) Vertikal 2 0 59.2 64 69.4 73.4 78.5 82 87.7 92.6 94.2 96.1 98.4 100.8
b)
Gambar 4. Grafik kecepatan lintasan vertikal 1 (a) dan 2 (b).
Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 1. 2009 : 6 – 12
11
Tabel 3. Data kecepatan seismik refraksi. V1 (m/s)
V2 (m/s)
V3 (m/s)
HORISONTAL 1
198,8
427,1
918,02
HORISONTAL 2
184,5
511,7
972,2
VERTIKAL 1
170,6
442,34
909,1
VERTIKAL 2
168,9
425,1
970,87
Tabel 4. Data nilai kedalaman Bedrock dengan metode seismik refraksi. h1(m)
h2 (m)
h3 (m)
HORISONTAL 1
3,03
7,65
10,68
HORISONTAL 2
6,76
4,37
11,13
VERTIKAL 1
3,3
9,3
12,6
VERTIKAL 2
3,39
9,93
13,32
Secara keseluruhan bila masing-masing nilai tersebut dimasukkan tabel seperti pada Tabel 4 maka dapat dilihat hasil yang mempunyai ketidakseksamaan yaitu pada lintasan horisontal 2. Sehingga pada lintasan horisontal 2 ini kedalaman lapisan bedrock pertamanya mempunyai kemiringan dua kali lipat lebih besar dari lintasan yang lain. Penggambaran kondisi kedalaman bedrock pada lintasan horisontal lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5. Pada lintasan vertikal yang mengambil posisi lapangan di sekitar tepi jurang dengan arah utara ke selatan merupakan lintasan dengan kemiringan bedrock di bawah permukaan tanahnya stabil. Kestabilan kedalaman bedrock pada lintasan vertikal ditunjukkan oleh Gambar 6. Nilai kedalaman yang diberikan cenderung tidak mempunyai interval yang jauh dengan didukung nilai kecepatannya yang mempunyai interval yang hampir sama pula.
Jadi dalam penelitian ini kemampuan metode seismik refraksi untuk mendeteksi kedalaman bedrock di daerah rawan longsor yaitu Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember mampu menjangkau kedalaman 13,32 m. KESIMPULAN Penelitian yang dilakukan pada salah satu lokasi rawan longsor di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember berhasil menunjukkan posisi lapisan bedrock. Proses pengolahan data lapangan yang telah dilakukan dari lintasan horisontal maupun lintasan vertikal telah didapatkan tiga lapis horisontal pada lokasi penelitian. Dari hasil data kecepatan dianalisa nilai kedalaman bedrock yang terdiri dari kedalaman lapisan bedrock pertama (h1) dan kedalaman lapisan bedrock kedua (h2) baik lintasan horisontal maupun lintasan vertikal.
12
Penentuan Kedalaman ........... (Nurul Priyantari & Agus Suprianto)
Horisontal 2
Horisontal 1 3,03 m
184,5 m/s – 198,8 m/s
7,65 m
6,76 m
427,1 m/s – 511,7 m/s 4,37 m
918,02 m/s – 972,2 m/s
Gambar 5. Kedalaman Bedrock pada lintasan horisontal. Vertikal 1
Vertikal 2
Gambar 6. Kedalaman Bedrock pada lintasan vertikal. Nilai kedalaman bedrock pada lapisan pertama berada pada 3,03 m sampai 6,76 m di bawah permukaan tanah, lapisan bedrock kedua sebesar 4,37 m sampai 9,93 m. Sedangkan pada lapisan bedrock ketiga terletak antara 10,68 m di bawah permukaan tanah. Data yang mempunyai ketidakseksamaan adalah pada lapisan bedrock kedua dari lintasan horisontal. Hal tersebut dapat terjadi karena kemungkinan adanya topografi kemiringan di lokasi penelitian pada lintasan horisontal. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa potensi pergerakan tanah berupa kelongsoran di daerah penelitian terutama di lokasi antara jalan ke tepi jurang masih sangat memungkinkan terjadi. DAFTAR PUSTAKA Abramson LW, Lee TS, Sharma S, Boyce GM. 2002. Slope Stability and Stabilization Methods. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Bapemas. 2003. Profil Desa Kemuning Lor. Jember: Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Jember. Bogoslovsky VA & Ogilvy AA. 1977. Geophysical Methods for The Investigation of Landslides. California: Geophysics. Hack, R. 2000. Geophysics for Slope Stability, Surveys in Geophysics. 21:432-448 Mustofa AJ. 2005. Tanah Longsor: Pemantauan dan Mitigasinya (On line). www.beritaiptek.com. [30 November 2006]. Narwold CF & Owen WP. 2005. Seismic Refraction Analisis of Landslides. California: California Department of Transportation.
Surono. 2002. Variasi Tahanan Jenis 2-D pada Daerah Bencana Gerakan Tanah di Mega Mendung dan Ciputat. Jurnal Geofisika. Walker R & Wong C. 2005. Seismic multi-attribute analysis for lithology discrimination in Ganso Field, Oficina Formation, Venezuela, The Leading Edge. p. 1160 - 1162