PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN UANG DAN PENGEDAR UANG PALSU DI KOTA BANDAR LAMPUNG ERNA DEWI
Dosen Fakultas Hukum Universitas lampung Jl. Soemantri Brojonegoro No. 1 Gedung Meneng Bandar Lampung
ABSTRACT Counterfeiting a criminal offense has developed quite complex and because the object is forged money as a legitimate means of payment in a country it will have a negative impact on the economy of a country. The research problem is: How do law enforcement against criminal counterfeiting and counterfeit currency dealers ?, method used is normative and empirical, the data used are primary data and secondary data. The data were analyzed qualitatively. The results of the research and discussion that law enforcement against counterfeiting and fake currency circulation in the law enforcement officers executed the criminal justice system with the threat of 15 years imprisonment under Article 244 of the Criminal Code. Suggestion is the law enforcement officers should develop law enforcement for perpetrators to unfold its network and provide the maximum punishment to the perpetrators. Keywords: Law Enforcement, Crime, Counterfeit Money
I.PENDAHULUAN Tindak pidana pemalsuan uang mengalami perkembangan yang cukup kompleks karena memiliki dimensi yang luas dan saling berkaiatan, di antaranya adalah pelaku pemalsuan uang yang melibatkan para pelaku yang lebih dari satu orang, modus pemalsuan uang, motivasi dan faktor pendukung pemalsuan uang dan wilayah pemalsuan dan peredaran uang palsu yang luas. Selain itu, karena objek yang dipalsukan adalah uang sebagai alat pembayaran sah pada suatu negara maka akan berdampak negatif pada perekonomian suatu negara. Mengingat fungsi uang yang sangat vital sebagai alat pembayaran, maka tindak pidana pemalsuan uang berdampak besar dan merugikan negara. Dampak pemalsuan dan
peredaran uang palsu adalah dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap mata uang yang dicetak Bank Indonesia. Uang palsu merupakan hasil perbuatan tindak pidana melawan hukum berupa meniru dan/atau memalsukan uang yang dikeluarkan sebagai satuan mata uang yang sah. Masyarakat menaruh kepercayaan yang besar atas kebenaran suatu nilai mata uang, oleh karena itu atas kebenaran dari nilai mata uang harus dijamin dari pemalsuan. Penyerangan terhadap kepercayaan atas kebenarannya adalah perbuatan yang patut dipidana, yang oleh undang-undang ditentukan sebagai suatu kejahatan. Berdasarkan informasi dari media, maraknya tindak pidana pemalsuan uang didukung oleh beberapa faktor, di antaranya adalah perkembangan
teknologi komputer, alat pemindai (scanner) dan alat pencetak (printer) yang makin canggih dan dapat diperoleh dengan mudah di toko-toko komputer, sehingga semakin membuka peluang bagi para pelaku untuk melaksanakan kejahatannya. Selain itu faktor motivasi seseorang atau sekelompok orang (sindikat) untuk mendapatkan keuntungan pribadi dengan jalan pintas meskipun perbuatan tersebut termasuk dalam kategori kejahatan menjadi pemicu maraknya tindak pidana pemalsuan uang. Mengingat pentingnya fungsi dan kedudukan mata uang, setiap negara mempunyai kebijakan berkaitan dengan peredaran mata uang. Tujuan kebijakan pengedaran mata uang adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang dalam jumlah yang cukup, menjaga kualitas uang layak edar dan menanggulangi pemalsuan uang. Pemalsuan uang akan terus berkembang selama uang masih masih dipakai sebagai alat transaksi. (Tim Perundang-Undangan dan Pengkajian Hukum. Paradigma Baru dalamMenghadapi Kejahatan Mata Uang Pola Pikir, Pengaturan, dan Penegakan Hukum. Direktorat Hukum Bank Indonesia. Jakarta. 2005. hlm. 2). Untuk menanggulangi per masalahan yang semakin kompleks terhadap kejahatan pemalsuan diperlu kan pengetahuan dan pemahaman yang sejalan dengan ketentuan yang ada dalam KUHP. Hal ini dikarenakan masalah tindak pidana pemalsuan yang beragam tersebut dipahami melalui satu sudut pandang tertentu, yang meliputi
pengertian, ruang lingkup serta sanksi yang perlu diketahui dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hukum pidana yang berupa aturan tertulis itu disusun, dibuat dan diundangkan untuk diberlakukan sebagai hukum positif (ius constitutum), namun akan menjadi efektif dan dirasakan dapat mencapai keadilan serta kepastian hukum apabila penerapannya sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pembentuk undangundang mengenai apa yang tertulis dalam kalimat-kalimat itu. Hukum pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana untuk social defence dalam arti melindungi masyarakat terhadap kejahatan dengan memperbaiki atau memulihkan kembali (rehabilitatie) si pembuat tanpa mengurangi keseimbangan ke penting an. Selain dilakukan secara ter organisasi atau sindikat, tidak menutup kemungkinan bahwa pelaku telah melakukan pengulangan tindak pidana pemalsuan uang (residive), sehingga perlu diperhatikan pula rumusan Pasal 486 KUHP. Namun, apabila terhadap pelaku belum pernah mendapatkan penjatuhan pidana terhadap perbuatannya tersebut, maka hal ini adalah termasuk gabungan perbuatan. Bank Indonesia (BI) mengharapkan pemidanaan terhadap pemalsu uang diperberat sebab pemalsuan uang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana khusus karena berhubungan dengan stabilitas dan keamanan negara. Dalam teori hukum pidana, ketentuan di atas disebut asas perlindungan, yang
72 KEADILAN PROGRESIF Volume 5 Nomor 1 Maret 2014
mengandung arti bahwa setiap negara dianggap mempunyai wewenang untuk memutuskan tindakan mana yang membahayakan keamanannya atau keuangannya. (Tim PerundangUndangan dan Pengkajian Hukum. Paradigma Baru dalamMenghadapi Kejahatan Mata Uang Pola Pikir, Pengaturan, dan Penegakan Hukum. Direktorat Hukum Bank Indonesia. Jakarta. 2005. hlm. 2). Asas perlindungan membuktikan bahwa mata uang adalah suatu hal yang penting, oleh karena itu sepakat untuk dilindungi baik dari perbuatanperbuatan yang dilakukan di dalam negaranya sendiri, maupun di negara lain selama kepentingan negara tertentu terganggu. Kejahatan terhadap mata uang yang dilakukan di dalam Negara Republik Indonesia, dalam KUHP dicantumkan dalam Bab X, dengan ancaman pidana tertinggi 15 tahun. Unsur-unsur kejahatan terhadap mata uang RI tersebut adalah meniru, memalsukan, mengedarkan, menyuruh mengedarkan, menerima, menyimpan, memasukkan ke Indonesia, mengurangi nilai, merusak, mempunyai persediaan bahan atau alat untuk memalsu, dan bahan-bahan logam (perak) yang dapat digunakan sebagai bahan untuk uang logam RI. Adapun sanksi bagi pelaku tindak pidana pemalsuan uang dinyatakan dalam Pasal 244 KUHP yang menyatakan bahwa barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedar
kan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Selanjutnya Pasal 245 KUHP menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau Bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barangsiapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan uang dan pengedar uang palsu di Kota Bandar Lampung. II. PEMBAHASAN Penegakan Hukum Penegakan hukum dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang
Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang......
(Erna Dewi)
73
meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana (Reksodiputro, Mardjono. Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi. Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta. 1994. hlm.76). Penegakan hukum sendiri harus diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu: a. Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada dibelakang norma hukum tersebut ditegak kan tanpa terkecuali b. Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individual Konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan saranaprasarana, kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundangundangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat (Reksodiputro, Mardjono. Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi.
Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta. 1994. hlm.76). Hal yang mendasari penegakan hukum adalah pemahaman bahwa setiap manusia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa dengan akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Selain untuk mengimbangi kebebasan tersebut, manusia memiliki kemampu an untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya di hadapan hukum yang diakui bersama. Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggung jawabkan perbuatannya melalui penegakan hukum. Hukum dalam hal ini merupakan sarana bagi penegakan hukum. Penegakan hukum mengandung makna bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, di mana larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu sebagai pertanggung jawabannya. (Arief, Barda Nawawi. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan PenanggulanganKejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001. hlm. 23). Pemalsuan Uang
74 KEADILAN PROGRESIF Volume 5 Nomor 1 Maret 2014
Kejahatan mengenai pemalsuan atau di singkat kejahatan pemalsuan adalah kejahatan yang mana di dalamnya mengandung sistem ke tidakbenaran atau palsu sesuatu (objek) yang sesuatunya itu tampak dari luar seolah-olah benar adanya, padahal sesungguhnya bertentangan denganmyangmsebenarnya. Jadi secara umum tindak pidana pemalsuan uang adalah kegiatan menirukan keaslian dari suatu nilai mata uang yang didalamnya mengandung ketidak benaran untuk diedarkan luas di masyarakat. (Tim Perundang-Undangan dan Pengkajian Hukum. Paradigma Baru dalam Menghadapi Kejahatan Mata Uang Pola Pikir, Pengaturan, dan Penegakan Hukum.Direktorat Hukum Bank Indonesia. Jakarta. 2005. hlm.1). Uang palsu adalah hasil perbuatan tindak pidana melawan hukum berupa meniru dan/atau memalsukan uang yang dikeluarkan sebagai satuan mata uang yang sah. Kejahatan pemalsuan uang Rupiah merupakan kejahatan yang serius karena selain bertujuan untuk memperkaya diri sendiri secara ekonomis, juga bertujuan untuk menghancurkan perekonomian negara secara politis. Kejahatan tersebut juga semakin canggih karena kemajuan dan kebaruan teknologi. Tanggung jawab terhadap kejahatan pemalsuan uang Rupiah tentu saja bukan tugas dari Bank Indonesia dan pihak kepolisian semata, melainkan tugas dari seluruh lapisan masyarakat untuk secara bersama-sama memerangi kejahatan
tersebut. (Tim Perundang-Undangan dan Pengkajian Hukum. Paradigma Baru dalam Menghadapi Kejahatan Mata Uang Pola Pikir, Pengaturan, dan Penegakan Hukum.Direktorat Hukum Bank Indonesia. Jakarta. 2005. hlm. 2). Untuk mengamankan uang Rupiah, maka dalam rangka melakukan pemberantasan terhadap peredaran uang Rupiah palsu, masyarakat secara langsung perlu dilibatkan untuk turut berperan aktif dalam menanggulangi nya. Mengingat semua kegiatan transaksi ekonomi di suatu negara, keberadaan uang palsu merupakan suatu hal yang sulit untuk dihindari, karena uang memiliki fungsi yang strategis dalam kelangsungan suatu pemerintahan atau negara. Sifat strategis tersebut disebabkan karena selain uang dapat dijadikan sebagai alat transaksi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat, uang juga dapat dijadikan sebagai alat politik untuk menjatuhkan perekonomian suatu negara. Agar keberadaan uang di suatu negara tetap selalu dalam fungsinya sesuai dengan tujuannya, maka pencegahan uang palsu perlu diupayakan baik secara preventif maupun represif. Pemalsuan uang dilatarbelakangi oleh situasi perekonomian yang terpuruk, me nyebabkan banyak masyarakat yang ingin mendapatkan uang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang mudah. Hal itu menjadi salah satu motivasi yang kuat bagi para pemalsu dalam melakukan perbuatan
Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang......
(Erna Dewi)
75
nya, di samping motivasi lainnya seperti motivasi politis untuk mengacaukan perekonomian negara. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa untuk menanggulangi kejahatan mata uang, dari segi hukum material yang berlaku saat ini sebenarnya sudah cukup mengantisipasi kejahatan mata uang baik yang terdapat dalam KUHP maupun dalam Undang-Undang Bank Indonesia. Akan tetapi dari segi hukum formal perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan profesionalisme aparat, sarana dan prasarana. Dalam rangka penanggulang an preventif kejahatan mata uang, khususnya yang berkaitan dengan pemalsuan dan pengedarannya, Bank Indonesia adalah institusi yang memegang peranan penting. Sebab, yang berhak dan mempunyai kewenangan penuh untuk menentukan palsu atau tidaknya uang yang beredar adalah Bank Indonesia. Secara materiil pengaturan tentang macam dan harga mata uang di dalam UU Bank Indonesia dan KUHP dirasakan telah mencukupi, akan tetapi dalam perkembangannya pengaturan yang demikian itu dianggap kurang pas dan tidak sesuai dengan semangat UUD 1945 yang mengamanatkan pengaturannya dengan Undang-Undang tersendiri yang secara khusus mengatur materi tersebut. Ada alasan-alasan baik secara yuridis normatif, sosiologis maupun historis yang dapat digunakan sebagai dasar agar pengaturan mata uang dituangkan dalam Undang-
Undang tersendiri, terlepas dari UU Bank Indonesia. Salah satu upaya penegakannya adalah dengan menegaskan bahwa rupiah adalah satu-satunya legal tender untuk seluruh wilayah Republik Indonesia, yang berarti penggunaannya adalah wajib dalam transaksi apapun dan siapapun selama di wilayah Indonesia dengan konsekuensi pidana bagi yang melanggar. Pengecualian terhadap prinsip “Rupiah satu-satunya legal tender di Indonesia” hanya dibenarkan untuk wilayah perbatasan, transaksi international, dan daerah wisata, dengan pembatasan yang diatur dalam peraturan pemerintah. Terkait dengan penegakan hukum atas kewajiban penggunaan uang rupiah, tidak hanya mengenai sanksi pidana terhadap penolakan untuk menerima Rupiah tetapi juga mengenai ancaman pidana terhadap pelanggaran atas kewajiban untuk menggunakan Rupiah di wilayah Republik Indonesia dan larangan pembawaan uang rupiah dalam jumlah tertentu ke luar dan masuk wilayah pabean Indonesia tanpa izin BI. Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang dan Pengedar Uang Palsu di Kota Bandar Lampung Kejahatan pemalsuan uang merupakan kejahatan yang serius karena selain bertujuan untuk memperkaya diri sendiri secara ekonomis, dapat berdampak pada menurunnya kestabilan perekonomian negara. Kejahatan tersebut juga semakin canggih karena kemajuan dan
76 KEADILAN PROGRESIF Volume 5 Nomor 1 Maret 2014
kebaruan teknologi. Tanggung jawab terhadap kejahatan pemalsuan uang Rupiah tentu saja bukan tugas dari Bank Indonesia dan pihak kepolisian semata, melainkan tugas dari seluruh lapisan masyarakat untuk secara bersama-sama memerangi kejahatan tersebut. Pada dasarnya perangkat hukum yang mengatur tentang aspek-aspek mata uang dan kejahatan terhadap mata uang terdiri dari 2 (dua) undangundang, yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pengaturan tentang mata uang dalam hukum positif yang berlaku saat ini secara ringkas adalah: 1. Pengaturan dalam Undang-Undang BI, yaitu pada PasalPasal 2, 3, 19 s.d 23, serta 65 dan 66 sebagai berikut: a. Pasal 2 Undang-Undang BI mengatur mengenai (i) satuan mata uang RI adalah Rupiah; (ii) uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender); (iii) kewajiban untuk menggunakan uang rupiah untuk pembayaran dan larangan untuk menolak uang rupiah untuk pembayaran bagi setiap orang atau badan yang berada di wilayah NKRI; serta (iv) Pengecualian penggunaan uang rupiah. b. Pasal 3, larangan pembawaan uang rupiah dalam jumlah
tertentu ke luar atau masuk wilayah pabean. Pasal ini oleh Pasal 77 A Undang-Undang BI tidak diamanatkan untuk diatur dalam Undang-Undang ter sendiri. c. Pasal-pasal 19, 20, 22 dan 23 Undang-Undang BI mengatur mengenai kewenangan BI untuk: (i) menetapkan macam, harga, ciri, bahan, dan tanggal mulai berlakunya; (ii) mengeluarkan, mengedarkan, mencabut, menarik, dan memusnahkan uang; (iii) tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang/musnah; (iv) memberikan penggantian dengan nilai yang sama terhadap uang yang dicabut dari peredaran dalam batas waktu tertentu. Selain itu Pasal 21 Undang-Undang BI mengatur pembebasan uang dari bea materai. d. Pasal 65 dan Pasal 66 UndangUndang BI merumuskan bentuk pelanggaran serta ancaman pidana dan sanksi administratif, yaitu: (i) pelanggaran dengan sengaja terhadap kewajiban penggunaan uang rupiah diancam dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama3 (tiga) bulan, serta denda paling sedikit Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah); dan (ii) pelanggaran karena sengaja menolak uang rupiah diancam dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu)
Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang......
(Erna Dewi)
77
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). e. Pasal 2 Ayat (2) UndangUndang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar yang mengatur penggunaan devisa untuk keperluan transaksi dalam negeri, wajib memperhatikan ketentuan mengenai alat pembayaran yang sah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang BI. 2. KUHP dalam Bab X tentang pemalsuan mata uang dan uang kertas pada Pasal- Pasal 244 s.d 252 yang mengatur delik kejahatan terhadap mata uang dan ancaman pidana, sebagai berikut: a. Pasal 244: Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh edarkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. b. Pasal 245: Sengaja mengedar kan, menyimpan, memasukkan, dan menyuruh mengedarkan uang palsu, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. c. Pasal 246: Mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh edarkan, diancam karena merusak uang, diancam dengan
d.
e.
f.
g.
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. Pasal 247: Sengaja mengedar kan mata uang yang di kurangi nilainya atau menyimpan atau memasukkan dengan maksud mengedarkan atau menyuruh edarkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. Pasal 249: Sengaja mengedar kan uang yang dipalsu atau dirusak, diancam, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 245dan 247, dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda terbanyak tiga ratus rupiah. Pasal 250: Membuat atau mempunyai persediaan bahan atau benda untuk meniru, memalsu atau mengurangkan nilai mata uang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Pasal 250: Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini, maka mata uang palsu, dipalsu atau dirusak; uang kertas negara atau bank yang palsu atau dipalsu; bahan-bahan atau benda-benda yang menilik sifatnya digunakan untuk meniru, memalsu atau mengurangkan nilai mata uang atau uang kertas, sepanjang dipakai untuk atau menjadi obyek dalam melakukan kejahatan, dirampas juga
78 KEADILAN PROGRESIF Volume 5 Nomor 1 Maret 2014
apabilabarang-barang itu bukan kepunyaan terpidana. h. Pasal 251: Dengan sengaja tanpa izin Pemerintah, menyimpan atau memasukkan ke Indonesia keping-keping atau lembar-lembar perak untuk dianggap sebagai uang, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak sepuluh ribu rupiah. i. Pasal 252: Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 244-247 itu, dapat dicabut hak-hak tersebut pada Pasal 35 Nomor 1 – 4 yaitu: (i) hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; (ii) hak memasuki angkatan bersenjata; (iii) hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum; (iv) hak menjadi penasihat atau pengurus menurut hukum, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas orang yang bukan anak sendiri. Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan uang dan pengedar uang palsu di Bandar Lampung pada dasarnya dilakukan setelah dilaksanakan upaya penanggulangan secara non penal (tindakan preventif atau pencegahan). Upaya pencegahan tindak pidana pemalsuan uang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara penggantian
desain uang Rupiah secara berkala dengan menggunakan teknologi pengaman uang (security features) yang mutakhir dan terkini pada desain barunya. Upaya ini dilakukan untuk membatasi potensi pemalsuan uang, karena penggantian desain uang Rupiah secara berkala tersebut menggunakan teknologi pengaman uang yang tinggi sehingga mempersulit para pelaku untuk memalsukan uang tersebut. Bank Indonesia, sebagai satusatunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan, mencabut, menarik, serta memusnah kan uang Rupiah dari peredaran, berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi yang layak edar. Dalam implementasinya, pe laksanaan kewenangan dimaksud menghadapi berbagai tantangan, yang salah satunya adalah terdapatnya risiko peredaran uang Rupiah palsu di masyarakat. Peredaran uang Rupiah palsu yang tinggi, selain berpotensi mengurangi psikologis kepercayaan masyarakat dalam menggunakan uang Rupiah juga merugikan masyarakat yang memilikinya, mengingat tidak adanya penggantian terhadap uang palsu yang dimiliki. Upaya pencegahan yang dilakukan oleh Bank Indonesia ini sesuai dengan amanat Pasal 19, 20, 22 dan 23 Undang-Undang BI mengatur mengenai kewenangan BI untuk menetapkan macam, harga, ciri, bahan, dan tanggal mulai berlakunya;
Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang......
(Erna Dewi)
79
mengeluarkan, mengedarkan, men cabut, menarik, dan memusnahkan uang; tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang/musnah dan memberikan penggantian dengan nilai yang sama terhadap uang yang dicabut dari peredaran dalam batas waktu tertentu. Selain itu upaya non penal pencegahan tindak pidana peredaran uang palsu merupakan langkah preventif yang ditempuh Bank Indonesia dalam mengantisipasi maraknya peredaran uang palsu. Upaya ini ditempuh dengan cara menyosialisasikan keaslian uang kertas dengan slogan 3D (dilihat, diraba, dan diterawang), secara intensif dengan menggunakan berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik. Keaslian uang Rupiah dapat dikenali melalui ciri-ciri yang terdapat baik pada bahan yang digunakan untuk membuat uang (kertas, plastik, atau logam), desain dan warna masingmasing pecahan uang, maupun pada teknik pencetakannya. Sebagian ciriciri yang terdapat pada uang Rupiah tersebut, selain berfungsi sebagai ciri untuk membedakan antara satu pecahan dengan pecahan lainnya, dapat berfungsi juga sebagai alat pengaman dari ancaman tindak pidana pemalsuan uang. Alat pengaman tersebut terdiri dari alat pengaman yang kasat mata, kasat raba, dan pengaman yang baru terlihat dengan menggunakan alat bantu berupa sinar ultra violet (UV lights), sinar infra merah (infra red lights), kaca pembesar (loupe), dan alat
plastik tertentu untuk melihat scramble image. Sosialiasi keaslian mata uang rupiah tersebut bertujuan untuk lebih mengenalkan mata uang rupiah yang asli kepada masyarakat, serta meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap kemungkinan menjadi korban pemalsuan uang dan peredaran uang palsu. Bagi masyarakat, khususnya pedagang atau orang-orang yang bekerja dengan kegaiatan transaksi uang secara langsung dapat bisa membeli alat khusus yang bermanfaat untuk mendeteksi keaslian uang. Upaya preventif lain yang dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan tatap muka dengan berbagai lapisan masyarakat dan instansi berwenang dalam rangkaian acara sosialisasi keaslian uang rupiah dan membangun pusat database uang Rupiah Palsu yang dinamakan Bank Indonesia Counterfeit Analysis Center (BI-CAC). Bank Indonesia tetap bekerja sama dengan berbagai instansi untuk pencegahan dan penanggulangan uang palsu seperti Botasupal, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan masyarakat secara luas, dengan tetap berpedoman kepada fungsi dan peran masing-masing instansi penegak hukum tersebut. Kepolisian selaku ujung tombak penegakan hukum berupaya se maksimal mungkin menanggulangi dan menangani tindak pidana pemalsuan uang dan peredaran uang palsu sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai alat negara di bidang keamanan
80 KEADILAN PROGRESIF Volume 5 Nomor 1 Maret 2014
dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum. Upaya penal penanggulangan tindak pidana pemalsuan uang dan peredaran uang palsu yang dilakukan oleh kepolisian adalah dengan melaksanakan penyelidikan untuk mendapatkan bukti-bukti yang kuat dalam menentukan apakah suatu perbuatan termasuk sebagai tindak pidana atau bukan. Dalam penyelidikan ini, rangkaian tindakan penyelidik bertujuan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, tidak untuk mencari/menemukan tersangka. Ketika pihak kepolisian sudah mendapat cukup bukti bahwa suatu perbuatan termasuk dalam tindak pidana maka dilakukan penyidikan. Penyelidikan merupakan proses dalam hukum acara pidana yang mengatur tindakan dan cara-cara mengungkap bukti-bukti agar dari suatu peristiwa pidana dapat diketahuhi tersangkanya dan juga bagaimana agar orang yang disangka telah melanggar hukum pidana materil tersebut dapat dikenakan sanksi pidana. Setiap melakukan penyidikan sesungguhnya penyidik membuat hipotesa yang merupakan interpretasi dari data dan fakta yang siperoleh selanjutnya disusun dan dirangkai hingga dapat disimpulkan pelakunya. Pada waktu melakukan penyidikan, pihak kepolisian dituntut untuk bekerja secara obyektif dan jujur, menafsirkan temuan fakta secara obyektif untuk kemudian disusun secara sistematis, sehingga
secara obyektif pula dapat ditentukan terbukti atau tidak. Bagian-bagian penyidikan yang berkaitan dengan acara pidana meliputi berbagai ketentuan tentang data penyidikan, diketahuinya terjadinya delik, pemeriksaan di tempat kejadian, pemanggilan tersangka atau terdakwa, penahanan sementara, penggeledahan, pemeriksaan atau investegasi, berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat), penyitaan dan pelimpahan perkara. Pemeriksaan penyidikan adalah pemeriksaan dimuka pejabat penyidik dengan menghadirkan tersangka, saksi atau ahli. Pemeriksaan berarti, petugas penyidikan berhadapan langsung dengan tersangka, para saksi, atau ahli. Penyidikan merupakan rangkaian tindakan penyidik dalam hal dan dengan cara yang diatur dalam undangundang untuk mencari serta mengumpulkan bukti. Dengan bukti yang dikumpulkan, tindak pidana yang terjadi akan menjadi terang dan jelas dapat menemukan tersangka yang menjadi pelaku tindak pidana yang sedang disidik. Pemeriksaan di muka penyidik baru dapat dilaksanakan penyidik, setelah dapat mengumpulkan bukti permulaan serta telah menemukan orang yang diduga sebagai tersangka. Penyidik yang mengetahui sendiri terjadinya peristiwa pidana atau oleh karena berdasar laporan atau berdasar pengaduan dan menduga peristiwa itu merupakan tindak pidana, penyidik wajib melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan dan rangkaian akhir
Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang......
(Erna Dewi)
81
tindakan yang diperlukan itu adalah pemeriksaan langsung tersangka dan saksi-saksi maupun ahli. Tindak pidana pemalsuan uang merupakan tindak pidana khusus, sehingga penyidik perlu menghadirkan seorang atau lebih saksi ahli untuk turut membantu kelancaran proses penyidi kan. Oleh karena itu pihak kepolisian meminta bantuan saksi ahli dari Kepala Bank Indonesia Cabang Lampung untuk menunjuk stafnya, guna dimintai keterangan sebagai saksi ahli tindak pidana pemalsuan uang. Beberapa tahapan penyidikan yang dilakukan untuk mengungkap kasus tindak pidana pemalsuan uang, yaitu: a) Pemeriksaan di tempat kejadian, yaitu memeriksa tempat kejadian perkara terjadinya tindak pidana pemalsuan uang b) Pemanggilan atau penangkapan tersangka, setelah jelas dan cukup bukti awal maka pihak kepolisian melakukan pemanggilan atau penangkapan terhadap tersangka pelaku tindak pidana pemalsuan uang c) Penahanan sementara, setelah dilakukan penangkapan terhadap tersangka maka dilakukan penahanan terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan uang d) Penyitaan, melakukan kegiatan penyitaan berbagai barang bukti yang akan memperkuat pemberkasan atau berita acara . e) Pemeriksaan, dilakukan untuk menambah atau memperkuat bukti-bukti bahwa telah terjadi
tindak pidana pemalsuan uang. Pemeriksaan penyidikan adalah pemeriksaan di muka pejabat penyidik dengan jalan menghadirkan tersangka, saksi atau ahli. Pemeriksaan berarti, petugas penyidikan berhadapan langsung dengan tersangka, para saksi, atau ahli. f) Pemeriksaan di muka penyidik baru dapat dilaksanakan penyidik, setelah dapat mengumpulkan bukti permulaan serta telah menemukan orang yang diduga sebagai tersangka. Penyidik yang mengetahui sendiri terjadinya peristiwa pidana atau oleh karena berdasar laporan ataupun berdasar pengaduan dan menduga peristiwa itu merupakan tindak pidana, penyidik wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan dan rangkaian akhir tindakan yang diperlukan itu adalah pemeriksaan langsung tersangka dan saksi-aksi maupun saksi ahli. g) Pembuatan Berita Acara, yang meliputi berita acara penggeledah an, interogasi, dan pemeriksaan di tempat. h) Pelimpahan perkara kepada penuntut umum untuk dilakukan tindakan hukum lebih lanjut sesuai dengan hukum yang berlaku. Setelah proses penanggulangan tindak pidana pemalsuan uang selesai dilaksanakan oleh kepolisian, yaitu dengan pelimpahan perkara oleh pihak
82 KEADILAN PROGRESIF Volume 5 Nomor 1 Maret 2014
kepolisian kepada kejaksaan maka selanjutnya kejaksaaan akan menindak lanjuti perkara tersebut sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum yang berlaku, yaitu dengan melaksanakan penuntutan. Jaksa Penuntut Umum memiliki wewenang untuk melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili. Setelah penuntut umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, maka penuntut umum menentukan apakah berkas perkara tersebut sudah memenuhi persyaratan untuk dapat atau tidak dapat dilimpahkan ke pangadilan. Jaksa Penuntut Umum menentu kan surat dakwaan dan melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut. Surat dakwaan diberi tanggal dan ditanda tangani serta berisi nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka. Selain itu terdapat pula uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. Selanjutnya Pasal 245 KUHP: “Barangsiapa dengan sengaja mengeluarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang ditirunya atau dipalsukannya sendiri atau yang ada waktu
diterimanya diketahui akan palsu atau dipalsukan itu, sebagai mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank asli dan yang tidak dipalsukan ataupun yang menyimpan atau memasukkan ke daerah Republik Indonesia mata uang dan uang kertas negara atau uang kertas bank yang demikian, dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh mengeluarkan sebagai yang asli dan tidak dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun”. Setelah berkas perkara tindak pidana pemalsuan uang dilimpahkan oleh penuntut umum ke pengadilan maka, sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan maka dilaksanakanlah proses pengadilan terhadap terdakwa pelaku tindak pidana pemalsuan uang. Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Bandar Lampung semaksimal mungkin menegakkan keadilan melalui proses pengadilan, di mana berdasarkan bukti-bukti secara sah dan meyakinkan, hakim menjatuhkan hukuman kepada terdakwa tindak pidana pemalsuan uang. Dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa seorang hakim tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya (Pasal 183 KUHAP). Alat bukti sah yang dimaksud adalah: (a). Keterangan Saksi; (b). Keterangan Ahli; (c). Surat; (d). Petunjuk; (e).
Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang......
(Erna Dewi)
83
Keterangan Terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu dibuktikan. Pasal 185 Ayat (2) KUHAP menyebutkan bahwa keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya, sedangkan dalam ayat 3 dikatakan ketentuan tersebut tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya (unus testis nullus testis). Saksi korban juga berkualitas sebagai saksi, sehingga apabila terdapat alat bukti yang lain sebagaimana dimaksud dalam Ayat 3, maka hal itu cukup untuk menuntut pelaku tindak pidana pemalsuan uang. Sebagai contoh kasus tindak pidana pemalsuan uang dan peredaran uang palsu sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor: 770/PID/B/ 2009/PNTK, bahwa Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada tingkat pertama, pada amarnya telah menjatuhkan putusan dalam perkara terdakwa yang bernama Taufik Jaya Bin Sukirno (26 tahun), warga Jl. Padang Ratu Kampung Baru Gunung SugihLampung Tengah. Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: “Bersama-sama dengan saksi Kamarudin Bin Tanjaran dengan sengaja mengedarkan uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau Bank sebagai uang kertas asli dan tidak palsu padahal waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsukan
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 245 Jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP. Hakim Pengadilan mengambil suatu keputusan dalam sidang pengadilan, melihat dari beberapa aspek, yaitu: a) Kesalahan pelaku tindak pidana Hal tersebut merupakan syarat utama untuk dapat dipidananya seseorang. Kesalahan di sini mempunyai arti seluas-luasnya, yaitu dapat dicelanya pelaku tindak pidana tersebut. Kesengajaan dan niat pelaku tindak pidana harus ditentukan secara normatif dan tidak secara fisik. Untuk menentukan adanya kesengajaan dan niat harus dilihat dari peristiwa demi peristiwa, yang harus memegang ukuran normatif dari kesengajaan dan niat itu adalah hakim. Hakim harus menilai suatu perbuatan in concreto dengan ukuran norma penghati-hati atau pendugaduga, seraya memperhitungkan di dalamnya segala keadaan dan juga keadaan pribadi pelaku tindak pidana. Jadi segala keadaan yang objektif dan yang menyangkut pelaku sendiri harus diteliti dengan seksama. Untuk menentukan niat dari pelaku tindak pidana dapat digunakan ukuran apakah ia ada kewajiban untuk berbuat lain. Kewajiban ini dapat diambil dari ketentuan Undang-Undang atau dari luar Undang-Undang, yaitu dengan memperhatikan segala keadaan apakah yang seharusnya dilakukan maka hal tersebut menjadi dasar untuk dapat mengatakan bahwa terdapat
84 KEADILAN PROGRESIF Volume 5 Nomor 1 Maret 2014
unsur sengaja. Misalnya di dalam KUHP ada ketentuan bahwa dalam tindak pidana harus ada niat. Di luar Undang-Undang pun ada aturan-aturan yaitu berupa kebiasaan atau dalam pergaulan hidup masyarakat yang harus diindahkan oleh seseorang. Dalam kasus tersebut bahwa perbuatan yang dilakukan oleh pelaku harus berdasarkan atas bukti pemeriksaan perkara dan keterangan saksi-saksi bahwa pelaku melakukan tindak pidana dan sebagaimana diatur dalam KUHP. Motif dan tujuan dilakukannya suatu tindak pidana Dalam kasus tindak pidana diketahui bahwa perbuatan tersebut mempunyai motif dan tujuan untuk dengan sengaja melawan hukum a) Cara melakukan tindak pidana Bahwa pelaku melakukan perbuatan tersebut ada unsur yang direncana kan terlebih dahulu untuk melakukan tindak pidana tersebut. Memang terapat unsur niat di dalamnya yaitu keinginan si pelaku untuk melawan hukum. b) Sikap batin pelaku tindak pidana Bahwa sikap batin itu tidak dapat diukur dan dilihat. Tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin seseorang yang sesungguhsungguhnya, maka haruslah ditetapkan dari luar bagaimana seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran sikap batin orang pada umumnya, apabila ada dalam situasi yang sama dengan pelaku tersebut. Hal ini dapat diidentifikasi kan dengan melihat pada rasa bersalah dan rasa penyesalan atas perbuatannya, serta berjanji tidak
akan mengulangi perbuatan tersebut. Pelaku juga memberikan ganti rugi atau uang santunan pada keluarga korban dan melakukan perdamaian secara kekeluargaan yang baik. Hal tersebut juga menjadi faktor pertimbangan hakim dalam hal penjatuhan pidana. c) Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pelaku tindak pidana juga sangat mempengaruhi putusan hakim yaitu dan memperingan hukuman bagi pelaku, misalnya belum pernah melakukan perbuatan tidak pidana apa pun, berasal dari keluarga baik-baik, tergolong dari masyarakat yang berpenghasilan sedang-sedang saja (kalangan kelas bawah). d) Sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan tindak pidana Pelaku dalam dimintai keterangan atas kejadian tersebut, ia menjelaskan dengan tidak berbelitbelit, ia menerima dan mengakui kesalahannya, maka hal yang di atas juga menjadi pertimbangan bagi hakim untuk memberikan keringanan pidana bagi pelaku. Karena hakim melihat pelaku berlaku sopan dan mau bertanggung jawab, juga mengakui semua perbuatannya dengan cara berterus terang dan berkata jujur, karena mempermudah jalannya persidangan. e) Pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku Pidana juga mempunyai tujuan yaitu selain membuat jera kepada
Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang......
(Erna Dewi)
85
pelaku tindak pidana, juga untuk mempengaruhi pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya tersebut, membebaskan rasa bersalah pada pelaku, memasyarakatkan pelaku dengan mengadakan pembinaan, sehingga menjadikannya orang yang lebih baik dan berguna. Penjatuhan pidana terhadap pelaku dilakukan untuk memperbaiki kesalahan yang diperbuat. f) Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku Dalam kasus ini masyarakat menilai bahwa tindakaan pelaku adalah suatu perbuatan tercela, jadi wajar saja kepada pelaku untuk dijatuhi hukuman, agar pelaku mendapatkan ganjarannya dan menjadikan pelajaran untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Hal tersebut dinyatakan bahwa ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran dan keadilan juga kepastian hukum bagi seseorang. Penegakan hukum tersebut dilaksanakan oleh aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksanaan dan pengadilan, sesuai dengan sistem peradilan pidana di Indonesia yang melibatkan berbagai institusi atau badan hukum yang masing-masing memiliki fungsi sendiri-sendiri. Dalam kerangka kerja sistematik ini tindakan badan yang satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya. Sistem peradilan pidana dilaksana kan untuk menanggulangi kejahatan, dengan tujuan mencegah
masyarakat menjadi korban kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat merasa puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana dan mengusahakan pelaku yang melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya atau dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana pemalsuan uang dan peredaran uang palsu. III. P E N U T U P Penegakan hukum terhadap pelaku pemalsuan uang dan pengedaran uang palsu di Kota Bandar Lampung dilaksanakan oleh aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksanaan dan pengadilan dalam tahapan sistem peradilan pidana di Indonesia yang bertujuan menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan uang dan mencegah serta menanggulangi masyarakat menjadi korban pemalsuan uang, menyelesaikan kasus kejahatan dan menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana pemalsuan uang dan peredaran uang palsu. Sanksinya adalah penjara selama-lamanya lima belas tahun (Pasal 244 dan 245 KUHP). DAFTAR PUSTAKA A.BUKU Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001.
86 KEADILAN PROGRESIF Volume 5 Nomor 1 Maret 2014
__________________. Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2001 Boediono. Ekonomi Moneter. BPFE. Yogyakarta. 1990. Mardjono Reksodiputro. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi) Pusat Keadilandan Pengabdian Hukum UI. Jakarta. 1994. Reksodiputro, Mardjono. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi) Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum UI. Jakarta. 1994. Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1983. ______________. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta.1983. A. UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN LAINNYA Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1981 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Pem berantasan Uang Palsu Beserta Protokol.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1971 Tentang Pembentukan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal). Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Peraturan Pemerintah Nomor: 27 Tahun 1985 Tentang Perusahaan Umum Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/14/PBI/2004 Tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pen cabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah B. SUMBER LAIN Tim Perundang-Undangan dan Pengkajian Hukum. Paradigma Baru dalam Menghadapi Kejahatan Mata Uang (Pola Pikir, Pengaturan, dan Penegakan Hukum). Direktorat Hukum Bank Indonesia. Jakarta. 2005.
Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang......
(Erna Dewi)
87