PENDIDIKAN TAUHID PERSPEKTIF NEUROSAINS DAN IMPLIKASINYA DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN SPIRITUAL (TELAAH PEMIKIRAN TAUFIQ PASIAK)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas IlmuTarbiyah & Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan Islam
Disusun oleh :
Eko Gunawan 11410232
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2015
HALAMAN MOTTO
َ ُ َ ْ َ ُ َ َ َ ُ ْ َ ً إ َذا ِ ِ ُ َو إ َذا َ" َ َ ْت َ" َ َ ا َ َ ُ ُ! ﱡ ِ َ َ َ َ َ ُ% ْ &'ا (ِ أ و
ﱠ َو ِإن ِ ا ُ َ َ ُ ُ! ﱡ
ََ أ ا
“Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik maka seluruh tubuh juga akan baik. Dan jika ia rusak, maka seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati”. HR. Muslim.
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya sederhana ini kepada : Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
vi
KATA PENGANTAR
ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ اﻟﺤﻤﺪ ﷲ رب اﻟﻌﺎﻟﻤﻴﻦ أﺷﻬﺪ أن ﻻ إﻟﻪ إﻻ اﷲ و أﺷﻬﺪ أن ﻣﺤﻤﺪا ﻋﺒﺪﻩ و رﺳﻮﻟﻪ اﻟﻠﻬﻢ ﺻﻞ و ﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺧﺎﺗﻢ اﻟﻨﺒﻴﻴﻦ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ اﻟﻤﺒﻌﻮث رﺣﻤﺔ ﻟﻠﻌﺎﻟﻤﻴﻦ و ﻋﻠﻰ : أﻣﺎ ﺑﻌﺪ، اﻟﻪ و أﺻﺤﺎﺑﻪ أﺟﻤﻌﻴﻦ Segala puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw., semoga dengan bacaan sholawat yang kita tujukan kepada beliau, di yaumul qiyamah kelak kita bisa mendapatkan syafa’atnya dan termasuk ke dalam umatnya, Amin. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Tasman Hamami M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2.
Bapak H. Suwadi, M.Ag.M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
3.
Bapak Drs. Radino, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
vii
4.
Bapak Dr. Karwadi, M.Ag., selaku Pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktunya dan memberikan arahan serta masukan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5.
Bapak Drs. H. Sabarudin, M. Si., selaku Pembimbing Akademik penulis dalam menyelesaikan kuliah di Jurusan Pendidikan Agama Islam.
6.
Segenap dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
7.
Ayahanda Margono dan Ibu Mas’amah di rumah yang selalu memberikan cinta dan dukungan berupa moril maupun materil kepada ananda. Terima kasih atas segala yang telah dilakukan demi ananda dan terima kasih atas setiap cinta yang terpancar serta doa dan restu yang selalu mengiringi tiap langkah ananda.
8.
Keluarga besar Panti Asuhan Muhammadiyah Ajibarang dan Ustadz Syamsuddin, S. Ag yang selalu memberi motivasi untuk terus berjuang maju.
9.
Seluruh guru-guru SMK Muhammadiyah Ajibarang yang selalu memberikan motivasi untuk menjadi lebih baik lagi.
10. Buat adik Masliah, S.Pd.I., terima kasih atas canda tawa, nasehat, dan dukungannya. 11. Sahabat-sahabat senasib seperjuangan yang saya cintai, Amin Maghfuri, Nurul Hidayah, Suliana, Miftahur Rohmah, Mika Mulyasari, Fajri Rahmawati, Tini Nurmilasari dan Masita Arum yang saling memotivasi, semoga silaturahmi kita tetap terjaga.
viii
ABSTRAK Eko Gunawan. Pendidikan Tauhid berdasarkan Neurosains dan Implikasinya dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual (Kajian terhadap Pemikiran Taufiq Pasiak). Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2015. Latar belakang penelitian ini adalah pendidikan Tauhid yang belum dapat menjadi solusi degradasi moral yang terjadi pada masyarakat. Pendidikan Tauhid yang berjalan selama ini hanya menekankan pada kognisi peserta didik. Perlunya perspektif baru untuk mengembalikan pentingnya pendidikan Tauhid dalam menghadapi degradasi moral. Sudut pandang ilmu neurosains digunakan sebagai cara baru membuat konsep pendidikan yang memandang pentingnya pengembangan seluruh potensi manusia. Taufiq Pasiak sebagai neurosaintis memiliki pandangan baru tentang pendidikan dan pentingnya otak sebagai alat belajar. Pengembangan seluruh potensi otak berarti pula pengembangan terhadap potensi spiritual yang diyakini dapat menjawab kekeringan moral yang terjadi dalam masyarakat. Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif yang menekankan pada kajian kepustakaan (library research). Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode dokumentasi. Adapun metode analisisnya adalah menggunakan metode analisis deskriptif dan deduksi untuk memperoleh sebuah kesimpulan penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan neurobiologi. Pendekatan neurobiologi adalah pendekatan untuk mengetahui kondisi psikologi seseorang dengan mengaitkan tingkah laku individu dengan kejadian-kejadian di dalam otak dan sistem syaraf. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan Tauhid berdasarkan neurosains sangat memperhatikan otak dan kesiapannya untuk belajar. Perkembangan otak, cara kerja, dan kondisi otak menjadi pertimbangan utama dalam proses pendidikan. Meskipun berdampak kepada seluruh aspek pendidikan seperti tujuan, materi, pendidik, peserta didik dan lainnya, strategi dan metode pembelajaran adalah terpenting dalam konsep pendidikan yang didasarkan pada neurosains. Strategi dan metode pembelajaran yang tepat akan memaksimalkan masuknya materi ataupun nilai-nilai yang ditanamkan kepada peserta didik. Meningkatnya spiritualitas seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan memori kuat yang tertanam dalam otaknya. Yang terpenting tetaplah pengetahuan, namun pengembangan yang utuh adalah kunci utama untuk mendapatkan pengetahuan secara menyeluruh. Kata Kunci: Kecerdasan Spiritual, Pendidikan Tauhid, Taufiq Pasiak.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN SURAT PERNYATAAN .........................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..........................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ....................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vii
ABSTRAK .....................................................................................................
x
DAFTAR ISI ..................................................................................................
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ........................................
xiv
BAB I
BAB II
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Rumusan Masalah ....................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
7
D. Kegunaan Penelitian .................................................................
7
E. Kajian Pustaka ..........................................................................
8
F. Landasan Teori .........................................................................
12
G. Metode Penelitian .....................................................................
26
H. Sistematika Pembahasan ..........................................................
32
: BIOGRAFI TAUFIQ PASIAK A. Masa Kecil dan Pendidikan Taufiq Pasiak ..............................
34
B. Kiprah Bidang Organisasi dan Kemasyarakatan .....................
38
xi
BAB III
C. Karya Ilmiah dan Penelitian ....................................................
42
D. Kepribadian Taufiq Pasiak ......................................................
43
: HASIL PENELITIAN A. Konsep
Pendidikan
Tauhid
Perspektif
Neurosains
Analisis Pemikiran Taufiq Pasiak.........................................
46
1. Otak dan Fungsinya a. Pentingnya Otak ................................................................
46
b. Perbedaan Biologis Otak ...................................................
49
c. Fungsi Komunikasi ...........................................................
52
d. Pembagian Otak ................................................................
54
e. Neurosains dalam Alquran ................................................
56
f. Tuhan dalam Otak Manusia ..............................................
61
2. Spiritualitas Perspektif Neurosains a. Kecerdasan Spiritual ..........................................................
68
b. Spiritualitas Perspektif Neurosains ....................................
78
c. Spiritualitas dalam Kedokteran .........................................
84
d. Pluralitas Agama Perspektif Neurosains ...........................
87
B. Konsep Pendidikan Tauhid Perspektif Neurosains dan Implikasinya bagi Kecerdasan Spiritual 1. Pemikiran Taufiq Pasiak tentang Pendidikan ....................
91
2. Pemikiran Taufiq Pasiak tentang Kecerdasan ...................
97
3. Strategi Pembelajaran Berbasis Neurosains ......................
106
xii
4. Konsep Pendidikan Tauhid Perspektif Neurosains dan Implikasinya bagi Kecerdasan Spiritual ............................
115
BAB IV : PENUTUP A. Kesimpulan ...............................................................................
132
B. Saran-saran ...............................................................................
133
C. Kata Penutup ............................................................................
134
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
136
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................
139
xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Penulisan transliterasi Arab-Latin yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama Republik Indonesia dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 158 Tahun 1987 dan No. 0543 b/U/1987. Secara garis besar uraiannya adalah sebagai berikut: A. Konsonan Tunggal Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf dan sebagian dilambangkan dengan tanda dan sebagian lain lagi dilambangkan dengan huruf dan tanda sekaligus. Di bawah ini daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf latin: Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Nama
ا
Alif
Tidak dilambangkan
tidak dilambangkan
ب
Ba
B
Be
ت
Ta
T
Te
ث
ṡa
ṡ
es (dengan titik di atas)
ج
Jim
J
Je
ح
Ha
ḥ
ha (dengan titik di bawah)
خ
Kha
Kh
ka dan ha
د
Dal
D
De
ذ
Żal
Ż
zet (dengan titik di atas)
xiv
ر
Ra
R
Er
ز
Zai
Z
Zet
س
Sin
S
Es
ش
Syin
Sy
es dan ye
ص
ṣad
ṣ
es (dengan titik di bawah)
ض
Dad
ḍ
de (dengan titik di bawah)
ط
ṭa
ṭ
te (dengan titik di bawah)
ظ
ẓa
ẓ
zet (dengan titik di bawah)
ع
‘ain
.. ‘..
koma terbalik di atas
غ
Gain
G
Ge
ف
Fa
F
Ef
ق
Qaf
Q
Ki
ك
Kaf
K
Ka
ل
Lam
L
El
م
Mim
M
Em
ن
Nun
N
En
و
Wau
W
We
ھـ
Ha
H
Ha
ء
Hamzah
..’..
Apostrof
ي
Ya
Y
Ye
xv
B. Vokal Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal (monoftong) dan vokal rangkap (diftong). 1. Vokal tunggal Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat transliterasinya sebagai berikut:
Nama
Huruf Latin
Nama
Fatḥah
A
A
――ِ―
Kasrah
i
I
___ُ___
Ḍammah
u
U
Tanda ___َ___
2. Vokal rangkap Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf, yaitu: Tanda dan Huruf
Nama
Gabungan Huruf
Nama
ي ْ َ―
Fatḥah dan ya
Ai
a dan i
―َ ْو
Fatḥah dan wau
Au
a dan u
3. Maddah Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:
xvi
Harkat dan Huruf
Nama
―َ ا ―َ ي
fatḥah dan alif atau ya
―ِ― ي
Kasrah dan ya
___ُ___ و
ḍammah dan wau
Huruf dan Tanda
Nama
ā
a dan garis di atas
ī
i dan garis di atas
ū
u dan garis di atas
4. Ta Marbuṭah a. Ta marbuṭah hidup Ta marbuṭah yang hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah dan ḍammah, transliterasinya adalah /t/. b. Ta marbuṭah mati Ta
marbuṭah
yang
mati
atau
mendapat
harkat
sukun,
transliterasinya adalah /h/. Kalau pada suatu kata yang akhirnya katanya ta marbuṭah yang diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbuṭah itu ْ َ َروْ َ ُ ا- rauḍah al-aṭfāl / ditransliterasikan dengan /h/. Contoh: ْط َ ل rauḍatul aṭfāl. 5. Syaddah (Tasydid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, tanda syaddah atau tanda tasydid. Dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Contoh: َ – َر ﱠrabbanā.
xvii
6. Kata Sandang Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu : ال. Namun dalam sistem transliterasinya kata sandang itu dibedakan antara kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah dengan kata sandang yang diikuti oleh huruf qomariah. a) Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditranslitersikan sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf /I/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang mengikuti kata sandang itu.Contoh: ُ ُ – ا ﱠar-rajulu b) Kata sandang yang diikuti oleh huruf qomariah Kata sandang yang diikuti oleh huruf qomariah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan atau sesuai dengan bunyinya. Contoh: !ُ َ"َ# –اal-qalamu Baik diikuti oleh syamsiah maupun qomariah, kata sandang ditulis terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sambung/ hubung. 7. Hamzah Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof, itu hanya terletak di tengah dan di akhir kata. Bila hamzah terletak di awal kata, maka tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif. Contoh: َ $َ َ ا- akala
xviii
8. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata, baik fi’il, isim maupun huruf ditulis terpisah. Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkna maka dalam transliterasinya ini penulisan kata tersebut bisa dilakukan dengan dua cara: bisa dipisah perkata dan bisa pula dirangkaikan. Contoh: َ%&ْ ِ(ﱠاز ِ *َ ْ& ُ ا+َُ ,َ ََو اِ ﱠن ﷲ -
Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn
-
Wa innallāha lahuwa khairur rāziqīn
9. Huruf Kapital Penggunaan huruf kapital dalam tulisan Arab berlaku seperti dalam EYD, di antaranya huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri dan permulaan kalimat. Bila mana didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh: ْ ُل+ُ/ﱠ َر0ِ ا2ٌ 4ّ 5َ 6َ 6َ َو -
Wa mā Muhammadun illā rasūl
Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak dipergunakan.
xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan tauhid dalam Islam dipandang sebagai pendidikan yang paling dasar untuk diberikan kepada seseorang. Tauhid adalah dasar dari segala ilmu pengetahuan. Seseorang yang bertauhid dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan baik, benar dan lurus. Begitu pun sebaliknya, jika tauhidnya salah dan melenceng maka akhlaknya pun tidak benar. Ketidakberesan dan adanya keresahan yang selalu menghiasi manusia timbul sebagai akibat dari penyelewengan terhadap akhlak-akhlak yang diperintahkan Allah dan rasulNya. Berbagai macam penyelewengan ini tidak akan terjadi jika tidak ada kesalahan dalam pemahaman bertauhid.1 Hal tersebut dapat terjadi karena pendidikan tauhid mengajarkan kepada manusia agar semua perilakunya diorientasikan kepada Allah Swt. Ketika ketauhidan sudah tertanam dengan baik dalam jiwa individu niscaya perilaku yang muncul dari individu tersebut adalah kebaikan. Pendidikan tauhid telah diajarkan secara konsisten di sekolah-sekolah melalui mata pelajaran Agama. Akan tetapi, realita yang kita lihat sekarang banyak tindakan-tindakan yang tak berakhlak. Sederet kasus korupsi, bunuh diri, pembunuhan serta tindak kejahatan lainnya adalah contoh menurunnya moral masyarakat. Realita tersebut tidak menunjukkan bahwa pendidikan 1
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hal. 85.
1
tauhid telah diajarkan pada peserta didik ataupun masyarakat. Berdasarkan pengamatan dan beberapa buku pendidikan, penulis menyimpulkan bahwa pendidikan yang dilakukan di negara kita masih bersifat parsial. Pendidikan yang
seharusnya
mengembangkan
seluruh
potensi
manusia,
hanya
mengembangkan potensi kognitif. Potensi spiritual dan emosi peserta didik kurang
mendapatkan
perhatian
untuk
dikembangkan.
Hal
tersebut
menyebabkan esensi dari pendidikan tauhid tidak tersampaikan secara utuh. Penyempitan makna pendidikan terjadi pada konsep pendidikan di negara kita. Pendidikan yang seharusnya mengembangkan seluruh potensi manusia (kognisi, emosi, dan spiritual) hanya mengembangkan aspek kognisi. Akibatnya, pendidikan hanya menghasilkan siswa-siswa yang berpengetahuan. Begitu juga dengan pendidikan Agama yang seharusnya lebih menekankan pada perubahan perilaku. Mereka tahu doktrin-doktrin yang begitu banyak, namun kurang memiliki emosi dan jiwa spiritual untuk mengamalkannya. Pendidik tidak dapat langsung disalahkan sebagai penyebab dari penurunan moral masyarakat. Kurikulum yang diterapkan ketika di sekolah justru mendukung model pendidikan tersebut untuk dilanggengkan. Ketiadaan landasan filosofis yang jelas dalam pendidikan agama Islam dan kontaminasi dari filsafat barat disebut sebagai salah satu akar permasalahannya.2 Landasan filosofis yang digunakan dalam pendidikan agama Islam masih diadopsi dari ilmu lain. Misalnya fiqh dan pembelajarannya diadopsi dari hukum Islam
2
Suyadi, “Integrasi Pendidikan Islam dan Neurosains dan Implikasinya Bagi Pendidikan Dasar (PGMI)” dalam Jurnal Al-Bidaayah, Vol. 4 No. 1 (Juni 2012), hal. 117.
2
(Syari’ah), hadits dan pembelajarannya diadopsi dari ilmu hadits (Ushuluddin) dan lain sebagainya. Pendidikan agama Islam –dalam hal ini pendidikan tauhid- perlu memiliki landasan filosofis yang jelas, agar konsep pendidikan yang digunakan dapat membawa esensi secara utuh. Masalah degradasi moral yang ada pada masyarakat ditengarai sebagai keringnya spiritualitas di dalamnya. Pendidikan tauhid sebagai dasar pendidikan dalam Islam memiliki kesesuaian dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Pendidikan tauhid mengajarkan seseorang untuk menemukan makna hidupnya. Ketika seseorang paham akan makna hidupnya, niscaya hidupnya lebih terarah dan terhindar dari penurunan moral. Oleh karena itu, pendidikan tauhid merupakan langkah preventif yang paling ampuh dalam mengatasi penurunan moral ini. Kehilangan makna hidup yang diyakini sebagai penyebab menurunnya moral tersebut memiliki kaitan yang erat dengan spiritualitas. Selama ini spiritualitas dipahami oleh kebanyakan orang sebagai sesuatu yang hanya berhubungan dengan ritual, mistik atau hal lain yang bersifat transenden. Spiritualitas adalah menekankan substansi nilai-nilai luhur keagamaan dan cenderung memalingkan diri dari formalitas keagamaan.3 Oleh karenanya, spiritualitas bersifat ukhrawi dan tidak memiliki implikasi bagi kehidupan dunia. Spiritualitas menjadikan seseorang dapat melihat sesuatu yang tersembunyi atau makna dibalik yang tampak. Kemampuan memaknai
3
Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna; Falsafah Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Nuhalitera, 2010), hal. 29.
3
kehidupan itulah yang disebut sebagai kecerdasan spiritual. Tidak hanya sampai disitu, spiritualitas berdasarkan penelitian mutakhir juga memiliki dampak bagi kesehatan manusia. Orang yang memiliki spiritualitas yang baik memiliki tingkat kesehatan yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak memilikinya. Korelasi antara spiritual dan kesehatan sudah dibahas dalam disertasi Taufiq Pasiak yang berjudul “Spiritualitas Perspektif Neurosains”4. Disertasi yang kemudian dicetak dalam buku dengan judul “Tuhan dalam Otak Manusia” itu telah mengupas bagaimana spiritual memiliki dampak pada kesehatan. Berkat disertasinya tersebut, Taufiq mendapat gelar doktor dan penemu istilah baru dalam dunia kesehatan yaitu kesehatan spiritual. Spiritualitas menjadi menarik ketika dibahas melalui sudut pandang neurosains, bahkan ia bisa menjadi topik segar bagi dunia kesehatan. Neurosains selain sebagai bidang kepakaran Taufiq, adalah ilmu yang sedang mendapat perhatian serius dari ilmuwan diberbagai belahan dunia. Munculnya brain era (1990-2000) yang ditetapkan oleh pemerintah Amerika5 menjadi bukti keseriusan terhadap penelitian dibidang neurosains. Meskipun sudah ditemukan fakta-fakta baru yang menarik tentang otak, termasuk spiritualitas, masih banyak rahasia otak yang belum terungkap dan menimbulkan pertanyaan baru. Neurosains yang memiliki pembahasan tentang kemampuan dan fungsi otak juga menarik ketika dikaitkan dengan dunia pendidikan. Pendidikan
4
Taufiq Pasiak. Tuhan Dalam Otak Manusia. (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2012), hal.
470. 5
Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ antara Neurosains dan Alquran, (Bandung: Mizan, 2002), hal. 23.
4
memiliki tujuan untuk mengembangkan seluruh potensi manusia, sedangkan seluruh potensi manusia bertumpu pada otaknya.6 Kesesuaian antara neurosains dan pendidikan membuka peluang untuk menjadikannya sebagai perspektif baru dalam dunia pendidikan. Neurosains adalah ilmu yang memiliki basic dunia kedokteran, tetapi itu tidak menutup kemungkinan para pendidik untuk melintas bidang pada dunia kedokteran. Hal tersebut bukanlah hal mustahil karena sudah dicontohkan oleh para ilmuwan seperti Howard Gardner, Munif Chatib, Bobbi de Porter, Taufiq Pasiak, dan tokoh lintas bidang lainnya. Neurosains sebagai paradigma baru pendidikan memiliki cakupan yang luas termasuk juga pendidikan tauhid. Harus diakui bahwa intensitas kajian Neurosains di Indonesia masih rendah, pengetahuan dan keterbatasan dana mungkin menjadi alasannya. Namun bukan berarti tidak ada, sekitar dekade terakhir ini seorang dokter sekaligus doktor revolusioner dari kota Manado bernama Taufiq Pasiak, menulis buku-buku yang terfokus kedalam kajian neurosains. Buku yang ia tulis memberikan pengetahuan tentang perkembangan ilmu neurologi kepada masyarakat Indonesia. Penemuannya banyak berbicara tentang pendidikan, hal ini memberi opsi baru untuk mengkaji kembali kurikulum pendidikan di Indonesia. Selain itu, kajian neurosainsnya juga membahas tentang hubungan otak dengan spiritualitas manusia. Kepercayaan terhadap Tuhan ternyata memiliki korelasi yang positif terhadap spiritualitas seseorang. Berdasarkan alasan tersebut,
6
Suyadi, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini dalam Kajian Neurosains, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hal. 5.
5
penulis menemukan adanya hubungan antara kepercayaan kepada Tuhan, spiritualitas, dan neurosains. Latar belakang Taufiq Pasiak sebagai seorang dokter dan aktifis di berbagai organisasi Islam turut menyumbang kemampuannya dalam mengintegrasikan antara ilmu kedokteran dan kajian Islam dengan baik. Latar belakang di atas menunjukkan bahwa perkembangan neurosains memiliki hubungan dibidang pendidikan dan spiritualitas. Berkaitan dengan masalah degradasi moral yang erat kaitannya dengan kecerdasan spiritual, diperlukan adanya pendidikan untuk menjadi benteng masalah tersebut. Berdasarkan tujuannya, pendidikan tauhid memiliki kesesuaian sebagai solusi masalah ini. Namun pendidikan tauhid yang berjalan sekarang, belum dapat menunjukkan “keampuhannya” sebagai solusi dan langkah preventif. Oleh karena itu penulis menganggap penting adanya perspektif baru dalam pendidikan tauhid untuk meningkatkan kecerdasan spiritual. Pemaparan tersebut menjadi alasan bagi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul, “Pendidikan
Tauhid
Perspektif
Neurosains
dan
Implikasinya
dalam
Meningkatkan Kecerdasan Spiritual (Telaah Pemikiran Taufiq Pasiak)”. B. Rumusan Masalah Dalam rangka mengetahui jawaban dalam penelitian, peneliti perlu merumuskan permasalahan untuk mengetahui jawaban yang dirumuskan dengan bentuk pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep pendidikan Tauhid dalam perspektif neurosains menurut Taufiq Pasiak?
6
2. Apa implikasi pendidikan Tauhid berdasarkan neurosains dalam meningkatkan kecerdasan spiritual? C. Tujuan Penelitian Untuk mencapai hasil yang baik, maka peneliti menetapkan tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui konsep pendidikan Tauhid dalam perspektif neurosains menurut Taufiq Pasiak. 2. Untuk mengetahui implikasi pendidikan Tauhid berdasarkan neurosains dalam meningkatkan kecerdasan spiritual. D. Kegunaan Penelitian Setelah adanya data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini, maka harapan dari penelitian ini akan berguna baik bersifat teoritik maupun praktis: 1. Bersifat Teoritik a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan akademik dalam bidang pendidikan tauhid bagi para pendidik bidang Pendidikan Agama Islam khususnya maupun bagi para pembaca pada umumnya. b. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah khasanah keilmuan tentang konsep pendidikan tauhid secara komprehensif dan mendalam dalam rangka memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.
7
2. Bersifat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada penyusun, pembaca, orang tua, guru-guru Pendidikan Agama Islam dan pendidik pada umumnya dalam proses pembelajaran tauhid untuk meningkatkan kecerdasan spiritual anak-anaknya maupun peserta didiknya. E. Kajian Pustaka Kajian pustaka dibutuhkan bagi seorang peneliti untuk mencari letak perbedaan dan posisi penelitiannya. Setelah melakukan penelusuran, penulis menemukan beberapa penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan. 1. Skripsi Akhmad Hanafi (2009), mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Manajemen Otak dalam Upaya Pengembangan Kepribadian dan Kontribusinya dalam Pendidikan Agama Islam (Studi Atas Pemikiran Taufiq Pasiak)”. Penelitian ini mengangkat masalah tentang pengajaran agama yang cenderung
membawa
siswa
menjadi
“tahu”
namun
tidak
berkepribadian. Fokusnya adalah upaya pengembangan kepribadian melalui manajemen otak. Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa, penjernihan pikiran adalah dasar upaya untuk merekonstruksi pikiran menjadi pikiran positif. Pikiran positif akan membawa kebaikan
8
terhadap individu dalam mengembangkan kepribadian sesuai dengan akhlakul karimah.7 2. Skripsi Achmad Arifudin (2004), mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Pendidikan Aqidah Melalui Pendekatan Sains (Telaah Materi buku Mengenal Allah Lewat Akal Karya Harun Yahya)”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya pendidikan aqidah yang disampaikan secara integratif dengan sudut pandang sains dan agama. Penyampaian pendidikan aqidah secara integratif tersebut diharapkan dapat lebih dipahami dan dihayati oleh peserta didik. Dalam skripsi ini berkesimpulan bahwa buku Mengenal Allah Lewat Akal berisi pendidikan Tauhid yang menggunakan bahasa lugas dan sederhana sehingga mudah untuk dipahami oleh orang awam. Tahap pendidikan aqidah yang pertama adalah berpikir secara mendalam terhadap makhluk Allah dan kemustahilan makhluk tersebut ada dengan sendirinya, selain itu pendekatan sains yang disertai dalil Alquran, memperkuat bukti bahwa segala yang ada di alam seisinya sudah diatur oleh Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Sempurna.8 3. Skripsi Fahruddin, (2009) mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Pendidikan
7
Akhmad Hanafi, “Manajemen Otak dalam Upaya Pengembangan Kepribadian dan Kontribusinya dalam Pendidikan Agama Islam (studi Atas Pemikiran Taufiq Pasiak)”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009, hal. 10. 8 Achmad Arifudin, “Pendidikan Aqidah Melalui Pendekatan Sains (Telaah Materi buku Mengenal Allah Lewat Akal Karya Harun Yahya”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004, hal. 12.
9
Spiritualitas Qalbu Dan Implikasinya Terhadap Kesehatan Mental Dalam Perspektif Psikologi Islam”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pendidikan Islam yang kehilangan ruh dan tujuannya. Ilmu Psikologi yang digunakan tidak dapat menampakkan nilai-nilai Islam yang menyebabkan pengabaian terhadap nilai ke-Ilahian dan kemanusiaan. Fokus penelitian tersebut terletak pada konsep pendidikan spiritualitas qalbu dan implikasinya terhadap kesehatan mental. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa pendidikan spiritualitas qalbu merupakan suatu usaha manusia dalam mengoptimalisasi potensi dan fungsi qalbu untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat. Pendidikan spiritualitas qalbu memiliki keterkaitan dalam pembentukan kesehatan mental melalui rukun Islam.9 4. Skripsi Metha Shofi Ramadhani (2012), mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Pendidikan Tauhid Berdasarkan QS. Al- An`ām Ayat 74-83 Serta Penerapannya Pada PAI (Tinjauan tafsir Al-Mishbāh Karya M. Quraish Shihab)”. Masalah yang melatarbelakangi penelitian ini adalah kewajiban orang dewasa untuk memberikan pendidikan Islam kepada generasi penerusnya. Pendidikan tauhid merupakan pendidikan paling urgen dalam agama Islam, dan mengembalikannya pada Alqur’an jika terjadi permasalahan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan
9
Fahruddin, Pendidikan “Spiritualitas Qalbu Dan Implikasinya Terhadap Kesehatan Mental Dalam Perspektif Psikologi Islam”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004, hal. 29-30.
10
pendidikan tauhid berdasarkan QS. Al- An`ām Ayat 74-83 dalam PAI terletak pada: a.
Aspek tujuan, yaitu pembentukan manusia bertaqwa sesuai fitrah awal kejadian manusia untuk bertauhid dan pembentukan kesalehan manusia mempraktekkan tauhid dalam kehidupan seharihari.
b.
Aspek materi, yaitu materi akidah akhlak tentang iman dan akhlak kepada sesama. Materi ibadah tentang ketatan kepada Allah, dan berlepas dari kemusyrikan.
c.
Aspek metode, menggunakan metode kisah, keteladanan dan pembiasaan.10
5. Skripsi Eva Fairuzia (2013), mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN
Sunan
Kalijaga
Yogyakarta
yang
berjudul
“Pelaksanaan Shalat Dhuha Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Siswa Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah Negeri Pundong Bantul”. Penelitian ini mengangkat masalah tentang pengaruh shalat dengan tingkat kecerdasan spiritual. Shalat memiliki pengaruh besar terhadap spiritualitas. Pendidikan spiritual menjadi penting selain pendidikan intelligensi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa shalat dhuha yang dilakukan sebelum proses pembelajaran dimulai memiliki
dampak
terhadap
peningkatan
kecerdasan
spiritual.
Kesimpulan tersebut dicermati terhadap perubahan kejiwaan peserta 10
Metha Shofi Ramadhani, “Pendidikan Tauhid Berdasarkan QS. Al- An`ām Ayat 74-83 Serta Penerapannya Pada PAI (Tinjauan tafsir Al-Mishbāh Karya M. Quraish Shihab), Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012, hal. 15-16.
11
didik dalam bentuk perilaku seperti tanggung jawab, mampu menahan dan mengendalikan diri, berjiwa sosial, memiliki kedekatan dengan Tuhan dan mampu memaknai kehidupan sebagai sesuatu yang harus dinikmati dan disyukuri.11 Berdasarkan hasil kajian pustaka yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa penelitian yang akan dilaksanakan berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian yang akan dilaksanakan meneliti tentang pentingnya pendidikan tauhid dilihat dari perspektif neurosains dalam meningkatkan kecerdasan spiritual. Oleh karena itu, status penelitian ini adalah melengkapi dan memperkaya penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. F. Landasan Teori Untuk mempermudah dalam menganalisa data dalam penelitian ini selanjutnya, perlu kiranya untuk mengemukakan landasan teori dalam melakukan penelitian ini, yaitu: 1. Pendidikan Tauhid Pendidikan sebagai sebuah proses yang dialami oleh semua manusia memiliki banyak definisi sesuai dengan latar belakang orang yang mendefinisikannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan diartikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau
11
Eva Fairuzia, “Pelaksanaan Shalat Dhuha dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual siswa kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri Pundong Bantul”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002, hal. 8.
12
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan, cara mendidik.12 Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya kearah kedewasaan.13 Berbeda dengan pandangan al Ghazali yang mendefinisikan pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap. Dimana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah Swt sehingga menjadi manusia yang sempurna.14 Tauhid secara etimologis merupakan masdar dari kata wahhadayuwahhidu-tauhiidan (ا
- ّ
- ّ )وyang berarti mempersatukan,
berasal dari kata wahid ( )واyang berarti “satu”. Secara istilah, tauhid berarti meyakini keesaan Allah dalam rububiyah, ikhlas beribadah kepadanya, serta menetapkan bagi-Nya nama-nama dan sifat-sifat-Nya.15 Ada juga yang mendefinisikan Tauhid adalah
دا
ا
ا تا
12
Peorwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 263. 13 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002), hal. 11. 14 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 56. 15 Shalih Bin Fauzan Bin Abdullah Al-Fauzan. At-Tauhid Lish-Shaffil Awwal Al-‘Aliy Diterjemakan Oleh Agung Hasan Bashori Dengan Judul Kitab Tauhid. (Yogyakarya: UII, 2001), hal. 19.
13
“Ilmu yang membahas segala kepercayaan keagamaan dengan menggunakan dalil-dalil yang meyakinkan”.16 Tauhid berarti mengakui bahwa seluruh alam semesta beserta isinya berada dalam kekuasaan Allah Swt. Tauhid terdiri dari tiga kriteria yang talazum, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Al Hakimiyah.
Sistematika
ruang
lingkup
pembahasan
aqidah
bisa
menggunakan Arkanul Iman, yaitu17: a. Iman kepada Allah Swt b. Iman kepada malaikat Allah ( termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya seperti Jin, Iblis, dan Syaitan) c. Iman kepada kitab-kitab Allah d. Iman kepada nabi dan rasul e. Iman kepada hari akhir f. Iman kepada taqdir Allah Pendidikan tauhid adalah pemberian bimbingan kepada anak didik agar memiliki jiwa tauhid yang kuat dan mantap, serta memiliki tauhid yang baik dan benar.18 Atau dengan pengertian lain pendidikan tauhid adalah usaha secara sadar yang dilakukan oleh pendidik untuk menanamkan nilainilai ketauhidan kedalam jiwa peserta didik. Penanaman tauhid bertujuan tidak hanya untuk menjadikan peserta didik mengenal Tuhan dan menjadi pribadi yang saleh, tetapi juga pribadi yang peduli kepada sesama.
16
Zainudin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), hal. 3. Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, 1998), hal. 6. 18 M. Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 41. 17
14
2. Neurosains Spiritual Neurosains spiritual adalah bidang neurosains yang mengkhususkan pada penelitian tentang aspek-aspek neurobiologis dari pengalaman spiritual.19 Penelitian mutakhir pada telaah neurologi, psikologi, dan antropologi tentang manusia, pemikirannya, dan proses-proses linguistik terdapat bukti ilmiah mengenai kecerdasan spiritual. Dari hasil penelitian itu mengatakan bahwa terdapat dasar saraf spiritual dalam otak manusia. Diantara penelitian yang membuktikan adanya dasar-dasar saraf spiritual dalam otak manusia adalah20: a. God Spot (titik Tuhan) dalam otak manusia, hasil penelitian dari neuropsikolog Michael Persinger dan Vilyanur S. Ramachandran. God spot sebagai pusat spiritual manusia terletak di dalam hubunganhubungan saraf otak manusia pada bagian otak yang disebut temporal. Melalui pengamatan terhadap otak dengan topografi emisi positron, area-area saraf tersebut akan bersinar manakala subjek penelitian diarahkan untuk mendiskusikan topik spiritual atau agama. b. Penelitian neurolog austria Wolf Singer di tahun 1990-an tentang problem ikatan membuktikan adanya proses saraf dalam otak yang dicurahkan untuk menyatukan dan memberikan makna dalam pengalaman kita. Penelitian mengenai osilasi saraf penyatu ini menawarkan isyarat pertama mengenai pemikiran yang dapat menjawab pertanyaan mengenai makna. 19 20
Taufiq Pasiak. Tuhan Dalam Otak..., hal. 206. Ary Ginanjar Agustian, Emotional Spiritual Quotient, (Jakarta: Arga, 2001), hal. 10.
15
c. Neurolog dan antropolog biologi Harvard, Terrance Deacon yang menerbitkan penelitian baru tentang asal-usul bahasa manusia. Ia membuktikan bahwa bahasa adalah sesuatu yang unik pada manusia, suatu aktivitas yang pada dasarnya bersifat simbolik dan berpusat pada makna, yang berkembang bersama dengan perkembangan yang cepat pada lobus temporal otak. Sebagaimana yang penulis sebutkan didepan, komputer maupun hewan tidak dapat menggunakan bahasa, karena tidak memiliki perangkat seperti yang dimiliki manusia dalam lobus temporalnya itu. Penemuan dalam neurosains tersebut banyak menginspirasi peniliti setelahnya untuk mengkaji lebih dalam tentang hubungan saraf otak dan spiritualitas. Salah satu peneliti dari Indonesia yang tertarik di bidang otak dan spiritualitas adalah Taufiq Pasiak. Kajiannya yang mendalam tentang otak dan spiritualitas diantaranya memunculkan perspektif baru tentang spiritualitas, yaitu perspektif neurosains. Taufiq menyebutkan perangkat otak yang bertugas mengurusi spiritualitas sebagai Operator Neurospiritual (ONS). ONS tersebut terdiri dari:21 a. Cortex Prefrontal Secara anatomis, cortex prefrontal (CPF) terletak pada posisi depan lobus frontal. Riset dalam neurosains membuktikan bahwa CPF bertanggung jawab terhadap kepribadian manusia. Banyak kasus
21
Taufiq Pasiak. Tuhan Dalam Otak..., hal. 207-223.
16
membuktikan bahwa kerusakan pada daerah ini dapat menyebabkan terganggunya kepribadian seseorang. b. Area Asosiasi Area ini merupakan tempat sejumlah kegiatan dilakukan sekaligus atau dipadukan. Area ini merupakan area yang kompleks yang terletak pada permukaan otak. Area asosiasi bertanggung jawab untuk proses kompleks guna merespon masukan sensorik menjadi perilaku khusus. Area asosiasi memiliki banyak tempat di titik otak. Area asosiasi visual pada lobus temporalis inferior merupakan salah satu area yang memainkan peranan penting dalam mengkonstruksi kesadaran, terutama yang berkaitan dengan pengalaman spiritual. c. Sistem limbik Salah satu penemuan penting dari sistem limbik adalah tentang kecakapan emosi sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan hidup. Sistem limbik merupakan sistem yang terdiri dari sejumlah subsistem dengan peranannya masing-masing untuk mem-back up emosi manusia. Selain itu, sistem limbik juga bertugas mengontrol kegiatan vegetatif manusia seperti tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan dan lainnya. Fungsi vegetatif tersebut berkaitan dengan kegiatan spiritual seperti meditasi, berdoa, penyatuan dengan kelompok, dan lain-lain. Emosi dan ketenangan yang muncul saat kita melakukan kegiatan spiritual juga diatur oleh sistem limbik ini.
17
d. Sistem Saraf Otonom (SSO) Sesuai dengan namanya, sistem ini bekerja tanpa adanya intervensi langsung dari sistem lain. SSO adalah penghubung otak dengan bagian tubuh yang lain. Ritual yang ada pada agama umumnya, dapat memicu munculnya pengalaman spiritual melalui pengaruh pada SSO. SSO merupakan sistem fundamental dari pengalaman spiritual. Kegiatan spiritual, terutama ritual, bekerja terhadap tubuh melalui kerjasama kedua sistem ini. Pengalaman spiritual berkaitan dengan empat keadaan otonomik berikut: 1) Hiperquiescent Merupakan keadaan relaksasi tidak biasa, terjadi ketika masa tidur yang dalam atau meditasi. Keadaan ini dipicu oleh kegiatan yang lamban dan tenang seperti menyanyi atau berdoa bersama. 2) Hiperarousal Keadaanini adalah keadaan waspada tinggi, ketika kegiatan motorik berlangsung terus menerus. Keadaan ini dikaitkan dengan keadaan waspada dan konsentrasi yang dalam tanpa adanya keterlibatan emosi dan pikiran. Keadaan seperti ini dapat dicontohkan dalam kegiatan tari sufi (darwisi) 3) Hiperquiescent with arousal breakthrough Keadaan ini terjadi pada seseorang yang sedang bermeditasi. Konsentrasi yang intensif terhadap objek meditasi, seseorang akan
18
merasa seperti diserap oleh objek. Aktivasi keadaan ini adalah akibat kerjasama antara sistem quiescent dan arousal. 4) Hiperarousal with quiescent breakthrough Keadaan ini dialami seperti pada keadaan orgasme, ekstasi dan rapturous. Puncak hubungan seksual, lari maraton, dan tarian sufi merupakan keadaan hiperarousal disertai dengan quiescent. 3. Kecerdasan Spiritual Penemuan IQ (Intelligence Quotient) yang dikenalkan oleh William Stern sekitar satu abad yang lalu, menjadi isu besar dan menyita perhatian banyak psikolog untuk menyusun berbagai tes guna mengukur kecerdasan seseorang. Teori ini beranggapan bahwa semakin tinggi IQ seseorang, maka semakin cerdaslah ia. Pada pertengahan 1990-an, Daniel Goleman mempopulerkan penelitian dari banyak neurolog dan psikolog yang menunjukkan bahwa Kecerdasan Emosional (EQ) sama pentingnya dengan Kecerdasan Intelektual.22 Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, ditemukan kecerdasan lain yang lebih penting, yaitu kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan
22
Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ Kecerdasan Spiritual, (Bandung: Mizan, 2007), hal.
3.
19
yang lain.23 Berbeda dengan Ary Ginanjar yang mengartikan kecerdasan spiritual sebagai kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran tauhidi (Integralistik) serta berprinsip “hanya karena Allah”.24 Makna hidup adalah sesuatu yang dapat memberikan kebahagiaan kepada manusia. Menurut Fabry yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat, ada berbagai teknik untuk mengungkap makna, akan tetapi ada lima situasi ketika makna membersit keluar dan mengubah jalan hidup. Kelima situasi itu adalah ketika seseorang menemukan dirinya (self-discovery), ketika menentukan pilihan, ketika merasa istimewa, unik dan tak tergantikan oleh orang lain, tanggung jawab, serta makna mencuat dalam situasi transendensi.25 Ketika melihat orang lain disekitarnya kelaparan akan menyadarkan terhadap apa yang sudah dimiliki. Kelebihan yang dimiliki dibanding orang lain akan menimbulkan makna dalam hidup ini. Selain itu makna juga dapat muncul ketika dapat menentukan pilihan. Seseorang akan merasa lebih bermakna ketika bebas masuk jurusan yang disukai, daripada harus menuruti keinginan orang tua yang memaksanya untuk menjadi seorang dokter. Banyak hal yang dapat menjadikan seseorang bermakna dalam hidup, diantaranya adalah seperti yang sudah dikatakan di atas. Setiap orang memiliki cara tersendiri untuk menemukan makna hidupnya,
23
Ibid.,hal.3-4. Ary Ginanjar Agustian, Emotional Spiritual Quotient, (Jakarta: Arga, 2001), hal. 57. 25 Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ Kecerdasan..., hal. xxiv. 24
20
penemuan makna hidup menjadi ciri orang yang memiliki kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dengan kecerdasan spiritual manusia menjadi lebih kreatif, mengubah aturan dan situasi. Kecerdasan spiritual menjadikan seseorang mampu untuk membedakan mana yang lebih bermanfaat bagi dirinya. Kecerdasan spiritual memberikan rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasnya.26 Kecerdasan spiritual merupakan puncak dari kemanusiaan, karena kecerdasan tersebut adalah pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Ary Ginanjar
dalam
bukunya
Emotional
Spiritual
Quotient27
menerangkan tentang detail nilai-nilai yang terkandung dalam kecerdasan spiritual, yaitu: a. Zero Mind Process, adalah upaya dalam mengungkap belenggubelenggu hati dan mencoba mengidentifikasi. Upaya ini dilakukan untuk mengenali apakah paradigma tersebut telah mengkerangkeng suara hati. Disana tersimpan nilai-nilai kebebasan hati, anggukan universal, lahirnya kesadaran diri dan star principle. b. Personel Strength (ketangguhan pribadi), adalah sebuah langkah pengasahan hati yang dilakukan secara berurutan dan sangat sistematis 26 27
Ibid.,hal. 5. Ary Ginanjar Agustian, Emotional Spiritual..., hal. 57-58.
21
berdasarkan lima rukun Islam. Mission statement (penetapan misi), Character Building (pembentukan karakter secara kontinyu dan intensif), dan Self Controling (pengendalian diri) secara berurutan ketangguhan pribadi. c. Social
Strength
(ketangguhan
sosial),
adalah
uraian
tentang
pembentukan dan pelatihan untuk mengeluarkan potensi spiritual menjadi langkah nyata, serta melakukan aliansi atau sinergi. Oleh karena itu, diharapkan akan terbentuk apa yang dinamakan ketangguhan sosial. Semua kecerdasan itu penting bagi kehidupan manusia, sebagai alat mencapai kebahagiaan hidupnya. Dengan IQ yang tinggi seseorang dapat memiliki pengetahuan luas dan memiliki ide-ide yang cemerlang. EQ yang bagus memungkinkan seseorang dapat memutuskan bagaimana ia bersikap yang tepat dalam sebuah situasi. Sementara SQ memungkinkan seseorang untuk bertanya kepada diri sendiri, apakah ingin berada pada situasi tersebut atau ingin mengubahnya. Misalnya kita tahu (IQ) berada dalam kondisi mendapat musibah, EQ berperan untuk menghidupkan emosi untuk menangis atau bersedih, lalu SQ memunculkan pertanyaan apakah akan terpuruk atau harus bangkit dari musibah itu?.
22
Secara singkat Danah Zohar dan Ian Marshal menyebutkan beberapa fungsi dari kecerdasan spiritual bagi manusia dalam bukunya Spiritual Quotient28: a. SQ berguna bagi kita untuk menjadikan kreatif, luwes, berwawasan luas dan spontan secara kreatif. b. SQ digunakan ketika kita berhadapan dengan masalah eksistensial, yaitu ketika kita merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan masalah masa lalu kita akibat penyakit dan kesedihan. c. SQ menjadikan kita lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. Seseorang yang memiliki SQ tinggi memungkinkan ia menjalankan agama tertentu tetapi tidak secara picik, eksklusif, fanatik, atau prasangka. Demikian pula orang yang ber-SQ tinggi dapat memiliki kualitas spiritual tanpa beragama sama sekali. d. SQ memungkinkan kita untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan diri dengan orang lain. e. SQ dapat digunakan untuk mencapai perkembangan diri yang lebih utuh karena kita memiliki potensi untuk itu. SQ membantu kita tumbuh melebihi ego terdekat diri kita dan mencapai lapisan potensi yang lebih dalam yang tersembunyi di dalam diri kita.
28
Ibid.,hal. 12-13.
23
Kecerdasan dapat dilatih agar selalu meningkat, otak seperti pedang semakin sering diasah maka semakin tajamlah ia. Begitu juga dengan kecerdasan spiritual, ia dapat ditingkatkan melalui latihan. Sering bertanya mengapa, untuk mencari keterkaitan antara segala sesuatu untuk membawa ke permukaan asumsi-asumsi mengenai makna dibalik yang tampak, menjadi lebih suka merenung, menjangkau sesuatu yang ada di luar diri kita, bertanggung jawab, lebih sadar diri, lebih jujur terhadap diri sendiri dan pemberani akan melatih kemampuan kecerdasan spiritual kita. Tanda-tanda dari SQ yang telah berkembang dengan baik mencakup hal-hal berikut29: a. Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif) b. Tingkat kesadaran yang tinggi c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan. d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit. e. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai. f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu. g. Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan holistik). h. Kecenderungan untuk bertanya “mengapa?” atau “bagaimana jika?” untuk mencari jawaban-jawaban yang mendasar.
29
Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ Kecerdasan ..., hal. 14.
24
i. Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai “bidang mandiri” yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal, kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan melalui beberapa cara atau jalan. Jika diaplikasikan dalam pendidikan tauhid, maka semua cara tersebut dapat dilakukan dan memiliki kesesuaian. Namun yang harus menjadi perhatian utama dalam pengaplikasiannya adalah adanya nuansa ke-Tuhan-an atau ketauhidan. Adapun jalan yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kecerdasan spiritual menurut Danah Zohar dan Ian Marshal yaitu30: a. Jalan tugas Jalan atau cara ini berkaitan dengan rasa dimiliki, kerjasama, memberikan sumbangan, dan diasuh oleh komunitas. Keamanan dan kestabilan bergantung pada pengalaman perkerabatan kita dengan orang lain dan dengan lingkungan kita, biasanya sejak masih bayi. b. Jalan pengasuhan Cara ini berkaitan dengan kasih sayang, pengasuhan, perlindungan dan penyuburan. c. Jalan pengetahuan Jalan pengetahuan merentang dari pemahaman akan masalah praktis umum, secara filosofis yang paling dalam akan kebenaran, hingga
30
Ibid., hal. 200-231.
25
pencarian spiritual akan pengetahuan mengenai Tuhan dan seluruh cara-Nya, dan penyatuan terakhir dengan-Nya melalui pengetahuan. d. Jalan perubahan pribadi Jalan ini adalah jalan yang paling erat dikaitkan dengan aktivitas “titik Tuhan” dari otak, dengan kepribadian yang terbuka menerima pengalaman mistis, emosi yang ekstrem, dengan mereka yang “eksentrik” atau mereka yang berbeda dari kebanyakan orang, dengan mereka yang sering harus berperang mempertahankan (dan sering kehilangan) kewarasan mereka. e. Jalan persaudaraan Jalan persaudaraan menjadi salah satu jalan yang paling maju secara spiritual untuk ditempuh dalam kehidupan. Rasa cinta dan persaudaraan terhadap kawan dan saudara dapat menjadikan kita memiliki spiritualitas yang kuat. f. Jalan kepemimpinan yang penuh pengabdian. Jalan ini ditempuh bagi para pemimpin yang penuh pengabdian, mereka berkesempatan untuk mengabdi, menyembuhkan, dan mencerahkan pikiran orang-orang yang mereka pimpin, namun jalan itu sesungguhnya menuntut integritas yang besar. G. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian terkait pendidikan tauhid dengan perspektif neurosains kajian terhadap pemikiran Taufiq Pasiak. Untuk lebih
26
mudahnya metode penelitian ini, peneliti menggunakan sistematika sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Penelitian ini mengacu pada data-data atau bahan-bahan tertulis berkaitan dengan topik pembahasan yang diangkat, penelitian ini masuk pada kategori penelitian kepustakaan (library research), yang merupakan suatu penelitian menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya.31 Murni dengan bahan tertulis berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Library research32, yaitu suatu cara kerja yang bermanfaat untuk mengetahui pengetahuan ilmiah dari suatu dokumen tertentu atau berupa literatur lain yang dikemukakan oleh para ilmuwan terdahulu dan ilmuwan di masa sekarang. Sedangkan literatur yang diteliti tidak hanya terbatas pada buku-buku, tetapi juga dapat berupa bahan-bahan dokumentasi, majalah, jurnal, surat kabar, dan lain-lain. Penelitian kepustakaan ini ingin menemukan berbagai teori, hukum, dalil, prinsip, pendapat, gagasan, dan lain sebagainya dari seorang tokoh yang dapat digunakan untuk menganalisis dan memecahkan masalah yang dihadapi.33 Library research ini digunakan untuk memecahkan permasalahan penelitian yang bersifat konseptual-teoritis. Sebagai contoh kajian terhadap tokoh penelitian atau konsep pendidikan tertentu seperti tujuan, metode, dan lingkungan pendidikan. Penelitian ini
31
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1990), hal. 9. Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 45. 33 Sarjono, dkk. Panduan Penulisan Skripsi, (Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fak. Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2008), hal. 20-21. 32
27
berusaha menghimpun data penelitian dari khazanah literatur dan menjadikan dunia teks sebagai objek utama analisisnya.34 Data yang diperoleh, dihimpun, disusun, dan dikelompokkan dalam tema dan sub tema kemudian data tersebut dianalisis, diinterpretasikan secara proporsional dan ditinjau secara kritis dengan analisis tekstual dan secara kontekstual dapat diaplikasikan sesuai kebutuhan penelitian. Metode penelitian ini digunakan untuk mengetahui konsep pendidikan tauhid untuk meningkatkan kecerdasan spiritual dalam kajian neurosains. 2. Penentuan Sumber Data Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu: a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah data yang menjadi bahan utama dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan buku-buku karya Dr. Taufiq Pasiak,dr., M.Pd., M.Kes. sebagai sumber primer. Adapun buku buku yang digunakan diantaranya: 1) Otak Rasional Otak Intuitif, diterbitkan di Manado tahun 1995. 2) Revolusi IQ/EQ/SQ Menyingkap Rahasia Kecerdasan Berdasarkan Alquran dan Neurosains Mutakhir, diterbitkan oleh PT Mizan Pustaka, Bandung tahun 2002. 3) Revolusi IQ/EQ/SQ Antara Neurosains dan Alquran, diterbitkan oleh PT Mizan Pustaka, Bandung tahun 2002.
34
Ibid, hal. 21.
28
4) Membangunkan Raksasa Tidur, diterbitkan oleh Gramedia tahun 2004 5) Manajemen Kecedasan Memberdayakan IQ, EQ dan SQ untuk Kesuksesan Hidup, diterbitkan oleh PT Mizan Pustaka, Bandung tahun 2006. 6) Brain Management for Self Improvement, diterbitkan oleh PT Mizan Pustaka, Bandung tahun 2007. 7) Unlimited Potency of The Brain, Kenali dan manfaatkan sepenuhnya potensi otak anda yang tak terbatas, diterbitkan oleh PT Mizan Pustaka, Bandung tahun 2009. 8) Tuhan dalam Otak Manusia Mewujudkan Kesehatan Spiritual Berdasarkan Neurosains, diterbitkan oleh PT Mizan Pustaka, Bandung tahun 2012. b. Data Sekunder Sumber data sekunder adalah data pendukung bahan utama penelitian. Sumber data sekunder penelitian ini diperoleh penulis dari buku-buku pendidikan, psikologi, dan kesehatan, serta buku-buku lain yang relevan. 3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi.
Metode
dokumentasi
merupakan
metode
pengumpulan data dengan jalan menganalisis data yang dibutuhkan, yaitu berupa sumber-sumber data dari beberapa literatur yang memiliki
29
relevansi dengan tema penelitian.35 Dokumen yang dianalisis berupa karya tulis yang dijadikan sebagai sumber data primer dan data sekunder. Sumber dokumen yang ada pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu dokumentasi resmi, termasuk surat keputusan, surat instruksi dan surat bukti kegiatan yang dikeluarkan oleh kantor atau organisasi yang bersangkutan. Dokumen tidak resmi yang bisa berupa surat nota, surat pribadi yang memberikan informasi kuat terhadap suatu kejadian. Selain itu dalam penelitian, dokumen yang ada juga dapat dibedakan menjadi dokumen primer, sekunder, dan tersier yang mempunyai nilai keaslian atau autentitas yang berbeda-beda. Dokumen primer, biasanya mempunyai nilai dan bobot lebih jika dibandingkan dengan dokumen sekunder. Dokumen sekunder juga memiliki nilai dan bobot lebih jika dibandingkan dengan dokumen tersier dan seterusnya.36 4. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan neuropsikologi. Pendekatan neuropsikologi adalah pendekatan untuk mengetahui kondisi psikologi seseorang dengan mengaitkan tingkah laku individu dengan kondisi di dalam otak dan sistem saraf37.
35
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998), hal. 236. 36 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 81. 37 Ira Puspitawati, Psikologi Faal: Tinjauan Psikologi dan Fisiologi dalam Memahami Perilaku manusia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 7.
30
5. Analisis Data Dalam penelitian ini metode analisa data yang digunakan adalah metode deskriptif analitik. Metode deskriptif analitik adalah suatu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun suatu data, kemudian diusahakan adanya analisis dan interpretasi atau penafsiran data tersebut.38 Langkahlangkah yang digunakan dalam pengolahan data ini adalah: a. Langkah deskriptif Adalah melakukan pembacaan secara seksama terhadap data primer dan sekunder sehingga akan memperoleh penggambaran dan klasifikasi yang akan menghasilkan representasi yang utuh. b. Langkah interpretatif Adalah mengadakan telaah dan menggali makna sehingga akan mendapatkan alur data yang padu. c. Langkah komparasi Adalah penyelidikan yang berusaha mencari pemecahan data melalui analisa tentang hubungan sebab akibat, yakni faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan kondisi yang diteliti dan membandingkan satu faktor dengan yang lain. d. Langkah analisis Adalah mencari gambaran sistematis mengenai semua isi data yang telah diteliti, kemudian diklasifikasikan menurut kriteria tertentu. e. Langkah pengambilan kesimpulan 38
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik, (bandung: Tarsito, 1998), hal. 139.
31
Adalah hasil kesimpulan akhir yang diperoleh setelah melakukan kajian data secara terinci. Oleh karena itu, metode berpikir yang digunakan adalah metode berfikir induktif, yaitu metode berfikir dengan penganalisaan data yang bersifat khusus yang mempunyai unsur-unsur kesamaan nilai sehingga dapat diintegrasikan menjadi kesimpulan yang umum.39 H. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan digunakan untuk mempermudah penelitian yang sistematis dan konsisten dari isi skripsi. Hal ini dimaksudkan agar menunjukkan suatu totalitas yang utuh dari sebuah skripsi. Sistematika skripsi disusun agar tidak terjadi pembahasan yang sia-sia dalam setiap bab. Oleh sebab itu, peneliti akan mengemukakan sistematika pembahasan yang secara keseluruhan terbagi menjadi empat bab. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi gambaran umum skripsi meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika pembahasan skripsi. Bab II berisi tentang riwayat hidup, pendidikan, kiprah perjuangan dalam kehidupan sosial maupun organisasi serta karya-karya Taufiq Pasiak. Bab III merupakan bagian untuk menganalisis data, meliputi konsep pendidikan tauhid pemikiran Taufiq Pasiak dan implikasi pendidikan tauhid dalam meningkatkan kecerdasan spiritual perspektif neurosains. 39
Ibid.,hal. 42.
32
Bab IV adalah penutup yang berisi kesimpulan, saran-saran dan kata penutup.
33
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep Pendidikan Tauhid Perspektif Neurosains Pendidikan tauhid berdasarkan neurosains melahirkan konsep baru, yaitu pendidikan yang berdasarkan neurosains (ilmu tentang otak). Konsep baru tentang pendidikan tersebut akan mengubah secara filosofis konsep pendidikan
sebelumnya.
Tujuan
utama
pendidikan
tauhid
tetap
mengajarkan tentang ke-Esa-an Allah sebagai Tuhan semesta alam. Pendidikan berdasarkan neurosains memandang peserta didik lebih luas, yaitu dari berbagai potensi yang ada dalam otaknya. Menurut Taufiq Pasiak, pendidikan memerlukan adanya pembaharuan. Pembaharuan tersebut dilakukan agar pendidikan yang dilaksanakan dapat memberikan peluang yang sama kepada potensi yang dimiliki siswa untuk berkembang. Pendidikan tauhid berdasarkan neurosains menuntut improvisasi di setiap aspek pendidikan berdasarkan ilmu neurosains. Perkembangan otak, cara kerja, dan kondisi otak menjadi pertimbangan utama dalam proses pendidikan. Neurosains sebagai dasar pengembangan konsep pendidikan merupakan hal penting mengingat proses pendidikan erat kaitannya dengan pengembangan potensi otak. Materi yang dibawakan dengan didasarkan pada neurosains diharapkan dapat lebih berdampak pada perubahan perilaku seseorang, terutama kecerdasan spiritualnya.
132
2. Implikasi Pendidikan Tauhid Berdasarkan Neurosains Dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual. Pendidikan tauhid perspektif neurosains memberikan tawaran konsep baru tentang proses pembelajaran. Konsep pendidikan tauhid berdasarkan neurosains memiliki dampak terhadap meningkatnya kecerdasan spiritual. Pendidikan yang telah berjalan selama ini masih parsial dan belum memberikan perhatian yang serius terhadap kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual memiliki dasar neurosains, dengan memberikan perhatian yang lebih, kecerdasan spiritual diharapkan dapat meningkat. Konsep pendidikan tersebut menyentuh seluruh aspek pendidikan seperti pendidik, peserta didik, materi, tujuan, strategi dan metode pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran. Semua aspek itu memerlukan pengkajian
ulang
menggunakan
sudut
pandang
neurosains,
agar
pendidikan berdasar neurosains berjalan maksimal. Proses transfer pengetahuan dan penanaman nilai sangat ditentukan oleh bagaimana proses pembelajaran diberikan. Meningkatnya kecerdasan spiritual siswa dapat diukur melalui perubahan sikap siswa setelah diberikan seperti integritas diri, positive thinking, simpati, dan ketrampilan memaknai kehidupan. B. Saran-Saran Saran-saran yang akan peneliti usulkan, tidak lain sekedar memberi masukan dengan harapan agar proses pembelajaran pendidikan Tauhid dan
133
Pendidikan Agama Islam khususnya di Indonesia dapat lebih baik dengan memperhatikan ilmu neurosains sebagai dasar pengembangan strategi dan metode pembelajaran. 1. Pendidik seharusnya bersedia untuk mengenali berbagai macam perbedaan potensi kecerdasan peserta didiknya. Sehingga mampu mengarahkan dan menyesuaikan ketika melakukan proses mengajar. Pendidik harus menerapkan pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran. Pengembangan ketiga kecerdasan dasar, yaitu kecerdasan kognitif, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual harus dilakukan agar peserta didik memiliki kecerdasan yang seimbang. 2. Pembuat
kebijakan
pendidikan
dan
pendidik
hendaknya
mulai
memperhatikan neurosains sebagai ilmu yang terintegrasi dengan pendidikan. Keberanian para dokter “menyebrang” disiplin ilmu seperti Taufiq Pasiak harus mulai diimbangi dengan pendidik yang ikut “menyebrang” ke dunia kedokteran. Sehingga kebijakan yang dibuat sesuai dengan perkembangan, cara kerja, dan kondisi otak. 3. Hasil penelitian ini masih bersifat teoritis, oleh karena itu masih terbuka peluang yang luas bagi penelitian berikutnya. Untuk mengkaji langsung di lapangan tentang praktek pendidikan berbasis neurosains dalam proses belajar mengajar. C. PENUTUP Alhamdulillahi rabbil ‘alamin penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala nikmat dan kasih sayang-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan 134
penyusunan skripsi dengan judul “Pendidikan Tauhid Perspektif Neurosains dan Implikasinya dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual (Kajian Terhadap Pemikiran Taufiq Pasiak)” dengan lancar tanpa ada halangan yang berarti. Namun demikian penulis menyadari bahwa manusia merupakan tempat lupa dan salah, sehingga dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak menutup kemungkinan banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca mengenai penulisan dan penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi yang ditulis dan disusun oleh penulis ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi pendidik Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia. Āmīn.
135
Daftar Pustaka A. Sumber Buku Aly, Abu, Matahari Sukses: Habis Gelap Terbitlah Terang, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2010. Amien Rais, Muhammad, Cakrawala Islam: Antara Cita dan Fakta, Bandung: Mizan, 1987. Demi Kepentingan Bangsa, Cet, II, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997. Arifudin, Achmad, Pendidikan Aqidah Melalui Pendekatan Sains (Telaah Materi Buku Mengenal Allah Lewat Akal Karya Harun Yahya, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2004. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT, Rineka Cipta, 1990. Armstrong, Thomas, Multiple Intelligences in The Classroom Third Edition, diterjemahkan oleh Dyah Widya Prabaningrum, Kecerdasan Multipel di Dalam Kelas, Jakarta: Indeks, 2013. Asmuni, M. Yusran, Ilmu Tauhid, Jakarta : PT, Raja Grafindo Persada, 1993. Bashori, Agung Hasan, Kitab Tauhid, Yogyakarya: UII Press, 2001. Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya edisi Lengkap 30 Juz, Jakarta: CV Bumi Restu, 1990. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008. Fairuzia, Eva, Pelaksanaan Shalat Dhuha dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual siswa kelas VII Madrasah Tsanawiyah Negeri Pundong Bantul, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2002. Fahruddin, Pendidikan Spiritualitas Qalbu Dan Implikasinya Terhadap Kesehatan Mental Dalam Perspektif Psikologi Islam, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2004. Ginanjar Agustian, Ary, Emotional Spiritual Quotient, Jakarta: Arga, 2001. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1990.
136
Hanafi, Akhmad, Manajemen Otak dalam Upaya Pengembangan Kepribadian dan Kontribusinya dalam Pendidikan Agama Islam (studi Atas Pemikiran Taufiq Pasiak), Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009. Ilyas, Yunahar, Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian Dan Pengamalan Islam, 1998. Puspitawati, Ira, Psikologi Faal: Tinjauan Psikologi dan Fisiologi dalam Memahami Perilaku Manusia, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012. Raji Al-Faruqi, Isma’il, Tauhid, Terj, Rahmani Astuti, Bandung: Pustaka, 1988. Mahmud, Ali Abdul Halim, Akhlak Mulia, Jakarta: Gema Insani Press, 2004. Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna; Falsafah Pendidikan Islam, Yogyakarta: Nuhalitera, 2010. Majid, Abdul, Strategi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013. Majid, Nurcholis, Islam, Doktrin, Dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, Dan Kemodernan, Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992. , “Beberapa Renungan Tentang Kehidupan Keagamaan Untuk Generasi Mendatang”, Jurnal Ulumul Quran Vol. 4 No. 1, 1993. Pasiak, Taufiq, Revolusi IQ/EQ/SQ Antara Neurosains Dan Alquran, Bandung : Mizan, 2002. , Manajemen kecerdasan, memberdayakan IQ, EQ, dan SQ untuk kesuksesan hidup, Bandung: Mizan, 2006. , Brain Management For Self Improvement, Bandung: Mizan, 2007. , Revolusi IQ/EQ/SQ Menyingkap Rahasia Kecerdasan Berdasar Alqur’an Dan Neurosains Mutakhir, Bandung: Mizan, 2008. , Tuhan Dalam Otak Manusia, Bandung: PT Mizan Pustaka, 2012. Purwanto, M, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002. Ramadhani, Metha Shofi, Pendidikan Tauhid Berdasarkan QS, Al- An`Ām Ayat 74-83 Serta Penerapannya Pada PAI (Tinjauan Tafsir Al-Mishbāh Karya M, Quraish Shihab), Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2012.
137
Rusn, Abidin Ibnu, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010. Sarjono, dkk, Panduan Penulisan Skripsi, Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fak, Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2008. Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1989. Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan; Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: Bumi Aksara, 2011. Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Dan Teknik, Bandung: Tarsito, 1998. Sutanto, Windura, Mind Map Langkah Demi Langkah, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2009. Suyadi, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini Dalam Kajian Neurosains, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2014. Zainudin, Ilmu Tauhid Lengkap, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996. Zohar, Danah dan Ian Marshal, SQ Kecerdasan Spiritual, Bandung: Mizan, 2001.
B. Sumber Internet Masaji
Antoro, Pustaka Ilmu Sunni Salafia dalam http://www,pissktb,com/2012/02/307-hadits-setiap-hari-terbaik,html diakses pada hari senin 22 Desember 2014 pukul 07:26
http://taufikpasiak,blogspot,com/2009/11/mengenal-h-taufiq-pasiak,html pukul 10:59 WIB pada hari rabu 10 desember 2014
diakses
138
Daftar Riwayat Hidup Nama
: Eko Gunawan
TTL
: Banyumas, 29 November 1993
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat Asal
: Pekuncen, RT/RW 6/1, Karang Kemojing, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Email
:
[email protected]
No. Hp
: 082325551212
Motto Hidup
: Man Jadda Wajada. Syukuri hidup ini, niscaya akan kau rasakan betapa indahnya karunia Allah.
Riwayat Pendidikan Formal : 1. SD N 4 Karang Kemojing 2. SMP Muhamadiyah 1 Ajibarang 3. SMK Muhammadiyah 2 Ajibarang 4. Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Nama Orang Tua: Ayah
: Margono
Ibu
: Mas’amah
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Pekuncen, RT/RW 6/1, Karang Kemojing, Kecamatan Gumelar, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.