PENDIDIKAN NILAI LUHUR MELALUI TEMBANG (LAGU) DOLANAN ANAK Untung Muljono1 Abstract Education of children of play group and elementary school of age is absolutely required, especially education of affective aspect because it is at the age that they develop their emotional capacity. Continuously trained will develop their emotional capacity and also their ability to control it. Therefore, teachers play a frontline role in developing the character of the children who are not only good in their cognitive and motor aspects, but also in their affective aspect. Traditional children songs, especially the ones for children of schooling age are highly appropriate and it should have been introduced for long time ago. It is because the traditional children songs contain the teachings of noble values and the behavioral aspects that must be developed through real reinforcement, role model and identification. Thus, learning the traditional children song systematically along with teachers will enable the development of good attitude and conduct that they can practice in their family as obligation. Such good conduct and character of noble values must be developed into good behavior, attitude and character. The development of the character of human being plays a strategic role in developing a good conduct. Developing honesty, trust, transparency and wisdom is important for human being that they have high dignity. It is expected that good and right character education will result in high civilized and dignity society. Traditional children songs for the children of play group and elementary school of age play an important role in developing the affective aspect, psychomotor aspect and cognitive aspect of the children and it is a means to develop good character, attitude and behavior based on noble values. Key words: education, noble values and traditional children songs.
Pendahuluan Proses pembelajaran musik vokal maupun instrumental di sekolah –sekolah baik
Taman Kanak-Kanak , Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama/Atas
selama ini belum berjalan seperti yang diharapkan, karena pelaksanaannya sebagian besar masih bersifat teoritis. Keadaan ini berakibat pada pembelajaran musik vokal (tembang) dan instrumental yang seharusnya menjadi sarana untuk berolah rasa dan berolah ketrampilan bermusik, kenyataannya hanyalah berupa pelajaran teori yang lebih
1
Dosen Jurusan Etnomusikologi FSP ISI Yogyakarta.
100
mengarah dan menekankan ranah kognitif dan psikomotorik menjadi terabaikandan terlupan.2 Menentukan materi pendidikan tembang (lagu) dolanan anak-anak khususnya di sekolah taman kanak-kanak dan sekolah dasar yang sesuai dengan perkembangan usia anak tidak mudah, hal ini karena pengaruh perkembangan teknologi informasi dengan mudah dan cepat dinikmati dan didapatkan dilingkungan rumah (keluarga) maupun di masyarakat setiap saat. Bahkan di dalam kendaraan umumpun mendapatkan pelayanan audio visual secara gratis dan menghibur dengan lagu-lagu percintaan yang menggairahkan. Namun, pada bahasan mengenai tembang (lagu) dolanan anak-anak sebagai pokok bahasan hendaknya dapat dimasukan materi muatan lokal guna tercapainya tujuan pembelajarannya. Sebagai musik vokal tembang (lagu) merupakan karya kreatif manusia yang mencerminkan sikap dan perhatian serta ungkapan terhadap keindahan yang diungkapkan melalui medium bunyi (suara mulut). Apa yang terkandung di dalam musik vokal dapat dimanfaatkan untuk mengolah rasa bagi anakanak. Dari prespektif psycologi perkembang anak, musik vocal (tembang) sangat tepat diajarkan pada usia dini (pra sekolah) 2-5 tahun dan usia sekolah 6-12 tahun. Pada usia 2-5 tahun pertumbuhan fisik berjalan terus dan lebih serasi sebagai seorang manusia yang utuh, dimana keserasian tubuh dengan gerakan yang luwes, perbendaraan kata dalam bicara semakin banyak, membangun komunikasi dalam lingkungannya semakin luas. Yang perlu diperhatikan, bahwa pada usia ini yang paling menonjol adalah perkembangan motoriknya yaitu segala sesuatu yang ada hubungannya dengan gerakangerakan tubuh. Pada usia 6-12 tahun anak memasuki masa belajar baik di dalam maupun di luar sekolah. Aspek perilaku dibentuk melalui penguatan verbal, keteladanan dan identifikasi. Dalam perkembangannya anak tetap memerlukan penambahan pengetahuan melalui belajar secara sistematis di sekolah serta mengembangan sikap dan kebiasaan dalam keluarga.
2
Herwin Yoga Wicaksono, 2007, Peranan Etnomusikologi Dalam Pendidikan Dasar, Seminar Nasional Pendidikan Seni Musik, Jurusan Seni Musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta, 52.
101
Campbell mengemukakan bahwa pembentukan pribadi perlu dilakukan sejak usia dini:3 ….karena pada usia dini itulah imajinasi harus dirangsang, dan kesempatan bagi pertumbuhan emosi, yang mengandung penglaman untuk merasa, dan kemampuan untuk mengendalikan ekspresi perasaan tersebut, harus pula diberi ruang. Segala sesuatu yang dialami seorang anak kecil pada usia dini, segala sesuatu yang merupakan faktor penentu bagi seluruh hidupnya. Ki Hadjar Dewantara dalam bukunya yang berjudul Sari Swara mengatakan: bahwa pelajaran tembang (sekar) atau gending Jawa untuk anak Jawa itu, amat besar memberikan kekuatan dalam membentuk budi perkerti yang halus, memantapkan rasa kebangsaan serta menguasai dalam belajar sastra. Oleh karena itu di Negara manapun juga, pelajaran tembang itu dalam pelajaran termasuk masalah yang amat diperhatikan. Kiranya cukup jelas manfaat pendidikan atau mata pelajaran musik vocal (tembang) pada anak-anak usia sekolah (TK maupun SD). Untuk dapat mengoptimalkan pembelajaran dengan capaian pembentukan kepribadian, maka pelaksanaannya harus benar, terutama memilih tema tembang dan materi lagunya.
Pengertian dan Jenis Tembang Kata tembang sebuah penyebutan etnis yang berlaku di daerah Jawa, Sunda, dan Bali. Diluar etnis tersebut (Jawa, Sunda, Bali) secara umum dengan penyebutan lagu daerah. Tembang artinya “syair, nyanyian, puisi”.4 Lebih lengkap diuraikan dalam Ngengrengan Kasusastran Djawa II, adalah: Reriptan utawa dhapukaning basa mawa paugeran tartamtu (gumathok) kang pamacane (olehe ngucapake) kudu dilagokake nganggo kagunan swara. Maksudnya kurang lebih: Ciptaan (buah pikiran) atau susunan bahasa dengan aturanaturan baku (gumathok) yang cara membacanya harus dilagukan dengan menggunakan keindahan suara yang dimiliki.
Jenis Tembang Tembang (sekar) jawa terbagi dalam 2 kategori yaitu jenis Klasik dan jenis rakyat. Tembang klasik adalah tembang yang sumbernya dari istana kerajaan Jawa sejak jaman Kediri hingga Mataram Islam (Yogyakarta dan Suirakarta), oleh karena itu 3
Cambel, D., 2001. Efek Mozart Bagi Anak-Anak, Terj. Alex Trikantjono W. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 228-229. 4 Prawiroatmojo, S. ,1957. Bausastra Jawa Indonesia. Surabaya, 250.
102
aturan-aturannya sangat ketat. Tembang yang berkembang dilingkungan rakyat (pada jaman Hindhu tergolong kasta waisya dan sudra) penyebutannya adalah “lagu,lagon, atau lelagon” tidak ada aturan yang mengikat (bebas) hanya lagunya yang sudah tertentu,5 di Bali penyebutannya gegendingan atau sekar rare6 (I WM. Aryasa, dkk, 1984: 12). Melacak jenis tembang, struktur, peran dan fungsi khususnya di Jawa, memerlukan waktu dan kecermatan, tidak dekian halnya yang terjadi di Bali, dimana disamping usaha pelestarian secara posisitif, tembang merupakan bagian tak terpisahkan dalam upacara keagamaan dalam agama Hindhu.7 Pengaruh Islamisasi dalam sistim pemerintahan secara berturut-turut Demak, Panjang, Mataram (Yogyakarta dan Surakarta) tembang mengalami pergeseran peran fungsinya dalam kebudayaan. Pada akhirnya tembang hanya sebagai warisan budaya baik yang masih ada di istana Yogyakarta dan Surakarta maupun yang berkembang di masyarakat diluar istana (Jawa Tengah dan Jawa Timur). 1. Tembang Menurut jenisnya tembang yang berkembang di Jawa terbagi menjadi tiga bagian yaitu: Tembang Gedhe (Sekar Kawi/Kawin), Tembang Tengahan (Sekar Tengahan), dan Tembang Macapat (Sekar Alit). Ketiga jenis tembang (sekar) ini masing-masing mempunyai aturan satu sama lain berbeda. a. Tembang Gedhe (Sekar Ageng) Biasanya pada bagian judul tembang ditulis lampah dan pedotan. Lampah atau laku adalah jalannya lagu dalam satu baris tembang, misalnya:
1).
-
Judul : Sekar Ageng Gandakusuma
-
Laras : Pelog pathet Bem.
-
Lampah : 24, pedotan (6. 6. 6. 6) 5
6i
i.65
Ha- nan- ta 5
6i
i.65
6.5.6
23
1.2.16.0
na-
ren- dra
6.5.6
23
1.2.1.6.0
5
Depdikbud, 1980. Himpunan Tembang mataram. Yogyakarta: Bidang kesenian Kanwil Dep. P dan K Prop. DIY, 9. 6 I WM. Aryasa, et. al., 1984. Pengetahuan Karawitan Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan Dan kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali, 12. 7 I WM. Aryasa, et. al., 1984, 2.
103
Ra- gu 6
6
pu6
tra
12 .
ma- ring
23 . 3.4.5.4.3.0
Ra- ta pi- we-
weh-
nya
6 I 1 . 2 3 . 2 . 1 6 . 5 . 3 2 . 2 2 3 3 . 2 1 1 . 2 . 1 6 . 00 Hyang Hen-
2).
1 .
23
ra
6 1 2 35.6.0
Ka- pya 2 . 3
dra ring si-
pra Ja-wa- ta
1 . 6 1 2 3 . 0
Ngan- ta- rik- sa umyung 6
5.32 . 2 35 56 5.6.53 . 0
Dan a-
ngu- dan- a-
ken
6 i i 2 3 . 2 . i 6 . 5 . 3 2 . 2 2 3 3 . 2 1 1 . 2 . 1 6 . 00 Tang Gan-
3).
da ku- su-
2 3
1 . 6
1
Mu-
lat- a
si- ra Sang
2 3
1 . 6
1
Wi-
bi-
6
2
2
35.6 . 0
3 .
0
sa- na angling
5.32 . 2
Ja- ya
35
ja- ya
56 . 6.6.53 . 0 ja-
ya
6i i.23.2.i6.532 . 2 Ja- yeng
4).
1
Da-
sa mu-ka si- ra
2.3
1 . 6
Ja-
ti
6
5.3.2
1
2
2
2
1
3 . 2 1 . 1 . 2 . 1 6 . 00 pu-
tra
35.6 . 0
2
3 . 0
wi- dig- da- ya 2
A- mung 2
23
nar-pa
2.3
6
ma
2
2 2 . 0
pa- kar-ti- nya 35
56
Tansu-rut ngru- ru-
5 . 6 . 5 3 . 00 suh
104
Lampah 24 artinya dalam satu baris tembang gedhe, sama dengan sagatra dalam tembang macapat (Ki Hadjar Dewantara, 1964, 13) terdiri dari 24 suku kata (wanda) yang terbagi dalam 4 pedotan (6, 6, 6, 6 suku kata). Sekar Ageng terdiri dari 4 baris (24 lampahX4) dengan penyebutan: Satu baris disebut Sapada Pala, 2 baris disebut Sapada Dirga, dan 2 Pada Dirga disebut Sapadeswara. b. Tembang Tengahan (Sekar Tengahan) Tembang tengahan ditentukan oleh guru wilangan (wanda) dan guru lagu (pada lingsa/ hurup hidup kata akhir) yang khas. Dalam perkembangannya, tembang tengahan disebut tembang dagelan, termasuk
dalam rumpun
tembang macapat, hal ini dapat kita lihat pada strukturnya yang hampir sama dengan struktur tembang macapat, misalnya: tembang megatruh dan dudukwuluh. Tembang tengahan pada umumnya digunakan untuk memulai sebuah gending atau mbawani sebuah gending, misalnya; tembang tengahan Pranasmara untuk mbawani gending Tarupala. Contoh tembang tengahan:
Judul
: Tembang Tengahan Pranasmara (8a, 11e, 12e, 8a, 8a, 8i)
Laras
: Slendro Patet Manyuro
6
6
6
6
i
2.i6
5356
i
le-
dang
NengKarangdempel lei.23
3
353
2i
Kya-
I
Lu-
rah Se-mar sa- pra- nak-a- ne
6
6356I65
3.532
3
ke-
bon
ke- bon te- gal a- le- ren
6i2
Mi-yat 6
6i.2
Sa- mi
6.53 ngu-
i
i
5.6 nduh
2
i
i2
3
2
i6
3
3
235.32
ta- ru- pa-
6
i26
i.6.53
6
Su-
ka
sin-
den
se- sen- don- nan
23
3.56
Sar-wyan jo-
get
25
3
3.5
121
gen- ti gen-
5
3532.1
la
2.3
12
23.2.i6
16
3.53
1
5
i
2.1
6 ti
105
c. Tembang Macapat (Sekar Alit) Tembang macapat (sekar alit) adalah tembang yang paling popular ditengahtengah komunitas Jawa dimanapun berada, karena disamping tata bahasanya mudah dipahami, pola lagu serta temponya lebih variatif (banyak pilihan). Seperti tembang tengahan, tembang macapat dengan ciri-ciri terdiri dari; guru gatra, guru lagu (pada lingsa), guru wilangan. Nama-nama tembang macapat tersebut ; Pocung, Maskumambang, Kinanthi, Gambuh, Megatruh, Mijil, Asmaradana, Pangkur, Sinom, Dhandhanggula, dan Durma. Contoh tembang macapat: Judul
: Tembang Macapat Asmaradana (8i, 8a, 8e/a, 8a, 7a, 8u, 8a)
Laras 2
: Pelog Patet Barang
3
3
3
3
3 .
2
7
2 .
Lah ingmangke ka- di
pun-
6
2
7
2
3.2
7
6 . 7
De-wa- ta no-
ra
sam-
2
5
6 . 7
3
3
3 .
Ngaru-napung 6
7
2
sa- sam-
3 . 2
7
Anggu-gah wong 7
7
7
7
2
ba- da 2
3 . 2 7 .
la- gi
2
nen- dra 2
3 . 2 . 7 6 . 0
2
2
3
5
6 . 7
Nglabuhi wongnumbuk 6
7
7
7
7
2
A- Kar-ya ru- sak-
0
3 . 2 7 . 0
yu- da
3
di
3.2 7 . 0
Ki- nen u- mang- sah 3
0
ba- te
6 . 7
6 . 7
3 .
3 . 2 7 .
0
num-buk
6 . 7 ing
2
3 . 2 . 7 6 . pra-
0
ja
Jenis Lagu (Lagon) Kebiasaan pengucapan (salah kaprah) dan tidak adanya informasi tertulis secara historis, struktural dan kultural, akhirnya masyarakat sebagai pengguna sekaligus pelaku budaya tidak memahami hal yang sebenarnya, bahwa tembang dan lagu (lagon) sama pengucapan dan penggunaannya. Tembang sama dengan Sekar, syair, puisi. Lagu
106
sama dengan Lagon, artinya nyanyian. Dinyanyikan berarti dilagukan, maksudnya disuarakan dengan menggunakan nada, titi laras pentatonic. Para pelaku kesenian Jawa dalam membawakan sebuah sajian biasanya berembuk terlebih dahulu. Misalnya, tembange apa..? lagu lagune piye…? jawabnya adalah; tembange Sinom, lagune Logondhang. Jelaslah kiranya, bahwa penyebutan tembang dan lagu sebenarnya adalah berbeda. Karena lagu (lagon) adalah nyanyian dengan nada dan titi laras tertentu, maka saya berpendapat bahwa kata “tembang” tidak tepat untuk penyebutan, misalnya; tembang anak-anak, tembang dolanan., dan semestinya
untuk penyebutan nama
tembang kinanthi, tembang pangkur, dan sebagainya. Sedangkan kata “lagu” lebih tepat untuk penyebutan, misalnya; lagu Ilir-ilir, lagu cublak-cublak suweng, dan sebagainya, dan tidak semestinya menyebut tembang cublak-cublak suweng, tembang ilir-ilir. Bali yang masih melestarikan kebudayaan jawa kuna (jawa Bali) lagu (lagon) dengan titi laras tertentu dan tidak terikat guru lagu guru wilangan disebutnya dengan istilah gegendingan atau sekar rare, sedang di Jawa Timur dengan sebutan Kidung (Dinas P dan K Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, 1989) dan berbeda dengan pengertian kidung di Bali. Jenis tembang ini dinyanyikan oleh anak-anak sambil membuat permainan. Cara pengucapan oleh setiap anak-anak sering berubah. Akibatnya nyanyian jenis ini dalam perkembanganya mengalami perubahan-perubahan bentuk. Karena anak-anak tahunya menirukan apa yang didengar saja. Sifat nyanyian ini gembira, meriah, dengan diselingi permainan.8 Singkat kata, lagu atau lagon tidak termasuk dalam rumpun tembang, karena lagu adalah titi nada (laras), sehingga lebih tepat untuk penyebut lagu dalam syair atau puisi yang bersifat bebas tidak berstruktur tembang Gendhe, Tengahan maupun Macapat. Adapun ciri-ciri lagu (lagon) atau lelagon yaitu: 1. Tidak terikat guru lagu (pada lingsa) 2. Setiap gatra tidak terikat guru gatra (jumlah wanda) 3. Bentuk lagunya bebas 4. Pada umumnya sifat lagunya gembira, meriah baik berisi permainan maupun sindiran.
8
I WM Aryasa, dkk. 1984, 12.
107
Pembahasan Menanamkan nilai luhur lewat tembang dan lagu bagi anak-anak, khususnya usia sekolah taman kanak-kanak dan sekolah dasar adalah sangat tepat dan seharusnya sejak lama dilaksanakan. Karena tembang dan lagu-lagu jawa disetiap daerah, didalamnya terkandung ajar-ajaran budi luhur, sementara anak usia sekolah Tk dan SD ibarat kain putih yang masih kosong, sepatutnya dibekali dan ditempa dengan ajaran-ajaran budi luhur membentuk perilaku, sikap, karakter (watak). Karakter dalam bahasa yang sederhana disamakan dengan watak, tabiat, perangai, atau sifat-sifat seseorang yang mencerminkan jati diri seseorang. Pengembangan karakter, dalam kehidupan manusia, menjadi sesuatu yang sangat penting dan strategis karena karakter sering kali diidentikan dengan budi pekerti atau akhlak. Mengembangkan sifat kejujuran, kepercayaan, keterbukaan dan kearifan tentu saja diperlukan bagi semua manusia sehingga manusia dapat menjadi manusia yang lebih bermartabat. Pendidikan karakter yang baik dan bernar diharapkan akan menghasilkan manusia-manusia yang baik sehingga dapat menghasilkan kebudayaan yang tinggi dan bermartabat. Pendekatan pendidikan karakter yang tepat juga akan semporna bila dilakukan dengan pendekatan budaya, khususnya pendekatan budaya setempat. Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional antara lain mengembangkan potensi didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Berikutnya, pada 2 Mei 2010 Menteri Pendidikan Nasional mendeklarasikan dimulainya pendidikan karakter bangsa. Pendidikan karakter bangsa penting dan menjadi fokus pendidikan nasional. Saya tidak ingin berpanjang lebar tentang polemik sistim pendidikan nasional, tapi saya mengajak kepada seluruh komponen pelaku didik yang tidak lain adalah para guru, untuk bergandengan tangan, merapatkan barisan, mensatukan cipta rasa karsa dalam mencari-mencari dan terus mencari, sehingga menemukan cara yang tepat dan benar, penuh kesadran akan tugas mulianya sebagai pendidik. Karena saya berpandangan bahwa: Pendidikan karakter bukanlah mata pelajaran atau panduan bertindak, tetapi bersifat afektif, yaitu internalisasi nilai-nilai dalam pembelajaran diri yang tercermin dalam sikap dan perilaku.
108
Menanamkan nilai luhur lewat tembang anak-anak atau sekar lare (rare) pada saat sekarang, bukanlah sebuah usaha yang gampang, tidak akan segera dapat dirasakan hasilnya dalam waktu setahun dua tahun, sementara jam pembinaannya sangat terbatas , berbagi dengan mata pelajaran lainnya. Oleh karenanya, dibutuhkan kesadaran dan kerelaan dari para guru untuk menambah jam ekstra dalam pembinaan secara terusmenerus. Karena sasaran yang ingin dicapai tidak lain adalah pembentukan karakter anak sejak usia dini, yaitu halusnya budi pakerti, memantapkan rasa kebangsaan dan pencintai serta giat mempelajari kesusastraan jawa. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran, hendaknya dengan materi-materi tembang yang sesuai dengan usia anak, yaitu dengan muatan sastra, isi tembang, lagu yang sekiranya dapat dipahami, akhirnya dapat dirasakan oleh anak. Pemahaman yang cukup atas hafalan lagunya, makna kalimat, serta isi dari tembangnya, akan menghidupkan (anggesangaken) jiwa anak (rohing lare) yang selaras dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.9 Selanjutnya Ki Hadjar Dewantara mengatakan: Kangge para guru ingkang baut ing sekar ngiras kenging kangge nyariosaken lelampahan, kawontenan tuwin dedongengan ing jaman kina, temahan ngindakaken seserepan lare tumrap kagunan lan kasusastran, kawruh gesang sasrawungan saha kabudayan Jawi. Akhirnya tidak berlebihan apabila saya berpendapat, bahwa pendidikan kesenian khususnya pelajaran tembang dan lagu untuk anak-anak TK dan SD menjadi amat penting peran dan fungsinya. Hal penting yang didapat dari olah tembang dan lagu adalah olah rasa (afektif), olah ketrampilan (psikomotorik), dan olah pikir (kognitif). Sebagai sarana pembentukan watak, sikap, dan perilaku. Musik, tembang, dan lagu bukan sekedar hiburan saja, tetapi sebagai alat perangsang kecerdasan emosi (Adelina, 2003). Selanjutnya, apabila penanaman budi luhur lewat tembang dan lagu sejak dini telah tertanam dengan baik dan benar, pada akhirnya akan melahirkan anak-anak yang muaranya akan ke jenjang pendidikan tinggi menjadi mahasiswa yang berkarakter. Hal tersebut seiring dengan nilai-nilai dasar pendidikan karakter yang diberlakukan dilingkungan pendidikan tinggi adalah; jujur, tangguh, cerdas, peduli, bermoral, kreatif, unggul dan mandiri.
9
Ki Hadjar Dewantara, 1964. Serat Sari Swara Djilid I. Djakarta: P.N. Pradnjaparamita, 8.
109
Cara menyuarakan tembang dan lagu, pertama-tama yang harus diperhatikan yaitu posisi badan yang benar, badan lurus tegak baik dalam posisi duduk maupun berdiri, dada dilapangkan, perut dikempiskan, dan perlu diperhatikan konsentrasi harus terpusat terhadap tempo atau irama gamelan. Jangan lupa, amatilah terlebih dahulu tembang itu, berlaraskan pelog atau slendro, pathetnya apa, nem limo atau barang apabila pelog atau nem songo manyuro apabila slendro. Apabila sudah ketemu pathetnya. Suarakan lewat batin berdasarkan thintingan gamelan, agar mengetahui tinggi rendahnya nada itu dan disesuaikan dengan ambitus suara anak, sehingga mengetahui batas suara yang dimiliki terlalu rendah atau tinggi. Apabila suara sudah tepat dengan nada gamelan, selanjutnya menyuarakan tembang dan lagu bisa dimulai. Berikut contoh tembang anak-anak (sekar lare):
1. Judul Laras
: NUMPAK SEPUR : Slendro Patet Songo
.
.
3 5 3 5 6 1 5 . 5 6 1 2 6 1 A-yonumpak se- pur mbayare se- ta- li
.
.
2 6 1 5 3 5 2 . 2 3 5 6 3 5 Sintenpengin mak-mur a- ja dha kurupsi
.
.
2 5 2 5 6 1 5 . 5 2 5 3 2 1 A-yo numpak se-pur mubengJawa Timur
.
.
6 6 6 6 6 6 Mbayar-e se-la-we
2. Judul Laras
.
.
2 3 5 6 3 5 mudunpasar so-re
: CUBLAK SUWENG : Slendro
.
.
6 6 6 3 5 2 . 3 5 3 6 5 3 2 Cublak cublaksuweng suwenge ting gelen-der
.
3 5 3 6 5 3 2 . 2 6 1 2 3 2 2 MambuketundungGudel tak empok le-ra le- re
2 3 6 1 2 3 2 2 6 . 6 5 3 2 3 5 Sa-pangguyu de-lik-a- ke sir sir pongde-legosong 6 . Sir
6 5 3 2 3 5 sirpongde-le gosong
110
Penutup
Sudah cukup lama tembang atau lagu dolanan anak-anak (tradisi) kurang mendapat perhatian dilingkungan pendidikan sekolah, kalah dengan lagu-lagu kekinian berbau modern. Seiring dengan hal tersebut, kemerosotan nilai-nilai luhur, ahklak, sikap, etika semakin tidak dapat dikontrol bahkan cenderung meresahkan baik keluarga maupun masyarakat. Maka untuk menanamkan nilai-nilai moral dan etika sebagai dasar pendidikan karakter yang berbudi luhur bagi anak didik, hendaknya kembali menggunakan tembang dan lagu-lagu dolanan tradisi kekuatan lokal, atau lagu-lagu ciptaan baru yang kandungan isinya sama. Pengembangan karakter, dalam kehidupan manusia, menjadi sesuatu yang sangat penting dan strategis karena karakter sering kali diidentikan dengan budi pekerti atau akhlak. Mengembangkan sifat kejujuran, kepercayaan, keterbukaan dan kearifan tentu saja diperlukan bagi semua manusia sehingga manusia dapat menjadi manusia yang lebih bermartabat. Pendidikan karakter yang baik dan benar diharapkan akan menghasilkan manusia-manusia yang baik sehingga dapat menghasilkan kebudayaan yang tinggi dan bermartabat. Memahami arti dan makna yang terkandung dalam tembang dan lagu dolanan anak-anak yang bernafaskan tradisi atau kreasi yang bernafas tradisi, maka selanjutnya, kepada para guru atau pamong pengampu hendaknya juga memberikan tehnik bersuara (nembang) dengan cara yang benar. Posisi badan (duduk/ berdiri), posisi dada dan perut, serta konsentrasi yang terpusat pada irama yang tepat. Mengamati isi yang terkandung dalam tembang (syair), memperhatikan laras (nada) pelog atau slendro,
dengan
menyesuaikan ambitus suara anak. Selanjutnya hal yang tidak kalah penting adalah merumuskan dan menyusun evaluasi untuk keberhasilan ranah afektifnya, sehingga salah satu tujuan pembelajaran yang dalam hal ini pembentukan perilaku, sikap, dan karakter anak didik dapat diketahui tingkat keberhasilannya.
111
Kepustakaan Adelina. (2003). Musik Mencerdaskan Anak dan Menyembuhkan Penyakit. Diambil 2005, http://www.w3.org-/TR/html4/loose.dtd. Budiyasa, Nyoman. Drs & Ketut Purnawan, Drs. (1997). Submata Pelajaran Tembang. Klaten: Intan Pariwara. Cambel, D. (2001). Efek Mozart Bagi Anak-Anak. (Terj. Alex Trikantjono W). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Dewantara, Ki Hadjar. (1964). Serat Sari Swara Djilid I. Djakarta: P.N. Pradnjaparamita. Murdiati &Untung Muljono. (1983). Dasar-Dasar Belajar Tembang Gaya Yogyakarta. Yogyakarta: Akademi Seni Tari Indonesia Padmo Soekotjo, S. (1960). Ngengrengan Kasusastran Djawa II. Yogyakarta: Hien Hoo Sing. Prawiroatmojo, S. (1957). Bausastra Jawa Indonesia. Surabaya. WM. Aryasa, I & dkk. (1984). Pengetahuan Karawitan Bali. Denpasar: Departemen Pendidikan Dan kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali. Yogo Wicaksono, Herwin. 2007. Peranan Etnomusikologi Dalam Pendidikan Dasar, Seminar Nasional Pendidikan Seni Musik, Jurusan Seni Musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Departemen Pendidikan Dan kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali. ______. (1980). Himpunan Tembang mataram. Yogyakarta: Bidang kesenian Kanwil Dep. P dan K Prop. DIY. ______. (1996). Kidung Jawa Timur. Surabaya: Dinas P dan K Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.
112