i
PENGEMBANGAN MODEL PERMAINAN SMART BOX DALAM PEMBELAJARAN SEPAK BOLA PADA SISWA SMPLB-C SWADAYA KENDAL TAHUN 2015
SKRIPSI diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1 untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Rizqia Puspandari 6101411070
PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015
i
ABSTRAK Rizqia Puspandari.2015. Pengembangan Model Permainan Smart Box Dalam Pembelajaran Sepak Bola Pada Siswa SMPLB-C Swadaya Kendal Tahun 2015.Skripsi. Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Mohamad Annas, S. Pd, M. Pd. Kata kunci: Pengembangan, sepak bola, Smart Box, Disable. Berdasarkan hasil observasi awal diperoleh informasi bahwa pembelajaran sepak bola Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunagrahita swadaya kendal belum terlaksana dengan maksimal, kurangnya guru dalam memberikan materi pembelajaran olahraga serta belum adanya kreatifitas guru dalam memodifikasi pembelajaran khususnya sepak bola dan kesulitan anak tunagrahita untuk mengerti tentang teknik yang ada di dalam sepak bola. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Pengembangan Model Permainan Smart Box Dalam Pembelajaran Sepak Bola Pada Siswa SMPLB-C Swadaya Kendal Tahun 2015?" Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan Produk Pengembangan Model Permainan Smart Box Dalam Pembelajaran Sepak Bola Pada Siswa SMPLB-C Swadaya Kendal Tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan. Adapun prosedur pengembangan penelitian yaitu; (1) melakukan analisis kebutuhan yang akan dikembangkan melalui prosedur pengumpulan informasi, termasuk observasi lapangan dan kajian pustaka, (2) mengembangkan bentuk produk awal (berupa model permainan Smart Box), (3) uji validasi ahli yaitu menggunakan satu ahli penjas dan satu ahli pembelajaran penjasorkes sekolah menengah pertama luar biasa khusus tunagrahita, serta uji coba skala kecil, dengan menggunakan kuesioner dan konsultasi yang kemudian dianalisis, (4) revisi produk pertama, revisi produk berdasarkan hasil dari evaluasi ahli dan uji skala kecil. Revisi ini digunakan untuk perbaikan terhadap produk awal yang dibuat oleh peneliti, (5) uji skala besar. (6) revisi produk akhir yang dilakukan berdasarkan hasil uji coba lapangan, (7) hasil akhir model permainan Smart Box bagi siswa kelas VIII yang dihasilkan melalui revisi uji skala besar. Berdasarkan hasil Uji skala kecil diperoleh persentase 82,67%(baik), dari evaluasi Ahli Uji skala kecil diperoleh persentase sebesar 91,35% (sangat baik), Hasil Penelitian Uji skala besar diperoleh persentase 89,20% (baik), dari evaluasi Ahli Uji skala besar 94,23% (sangat baik) Berdasarkan hasil penelitian produk tersebut dapat disimpulkan bahwa pengembangan model permainan Smart Box ini dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran penjasorkes khususnya permainan sepak bola bagi siswa kelas VIII Sekolah Menengah pertama Luar Biasa Tunagrahita Swadaya Kendal. Saran bagi guru penjasorkes Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunagrahita Swadaya dapat menggunakan permainan Smart Box saat pembelajaran Sepak Bola.
ii
iii
iv
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO Pengetahuan diperoleh dengan belajar, kepercayaan didapat dengan keraguan, keahlian dengan latihan, dan cinta diraih dengan cinta (Thomas S Szasz)
PERSEMBAHAN 1. Orang tua saya tercinta Ibu Khori Fatmah, terima kasih atas segala kasih sayang, dukungan dan do’a yang selalu tercurah. 2. Kakak saya Amallia Indirawasih Martaningtyas dan Nenek saya Nunuk Muawanah. 3. Dosen-dosen
PJKR
(FIK)
yang
selalu
membimbing saya. 4. Sahabat-sahabat terdekat saya, yang selalu memberi dukungan. 5. Teman-teman PJKR angkatanTahun 2011.
vi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdullilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Model Permainan Smart Box Dalam Pembelajaran Sepak Bola Pada Siswa SMPLB-C Swadaya Kendal Tahun 2015” dengan baik. Segala kekurangan dan keterbatasan sangat penulis sadari dalam penulisan skripsi ini. Keberhasilan dalam menyusun skripsi ini atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti menjadi mahasiswa UNNES. 2. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi. 3. Ketua Jurusan PJKR, FIK UNNES, yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk menyelesaikan penulisan skripsi. 4. Mohamad Annas, S.Pd, M.Pd selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan,
kritik,
dan
saran
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. 5. Drs. H Cahyo Yuwono, M.Pd. selaku dosen ahli Penjas Adaptif yang telah banyak memberikan petunjuk, kritik, serta saran sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Dra, Widiyati Nani Hidayati selaku kepala SLB-ABC Swadaya Kendal yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di Sekolah tersebut. 7. Ani Ngudiasih, S.Pd. selaku ahli pembelajaran penjas sekolah menengah pertama luar biasa yang telah turut membantu demi kelancaran penelitian ini. 8. Bapak dan Ibu Guru SLB-ABC Swadaya yang mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Siswa siswi kelas VIII SMPLB-C Swadaya yang telah bersedia menjadi sampel penelitian. 10. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan PJKR FIK UNNES, yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan kepada peneliti hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
vii
11. Teman-teman PJKR angkatan 2011 yang telah banyak membantu serta memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini. 12. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelasaikan penulisan skripsi ini. Penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak.
Semarang, Oktober 2015 Penulis
Rizqia Puspandari NIM. 6101411070
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ABSTRAK ..................................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... PERNYATAAN ............................................................................................. PENGESAHAN ............................................................................................. MOTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... BAB I
PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah .................................................. 1. 2 Perumusan Masalah ....................................................... 1. 3 Tujuan Pengembangan ................................................... 1. 4 Manfaat Pengembangan ................................................. 1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti ...................................................... 1.4.2 Manfaat Bagi Guru Penjas .............................................. 1.4.3 Manfaat Bagi Siswa ........................................................ 1.4.4 Manfaat Bagi Lembaga ................................................... 1.5 Spesifikasi Produk ........................................................... 1.6 Pentingnya Pengembangan ............................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR 2.1 Kajian Pustaka ................................................................ 2.1.1 Pengertian Pendidikan .................................................... 2.1.2 Pengertian Pendidikan Jasmani ...................................... 2.1.2.1 Tujuan Pendidikan Jasmani............................................. 2.1.3 Perkembangan Gerak ..................................................... 2.1.3.1 Pengertian Gerak ............................................................ 2.1.3.2 Gerak Sebagai Unsur Pokok Pendidikan Jasmani .......... 2.1.3.3 Periode Perkembangan Gerak Dasar Untuk Anak SMP ............................................................. 2.1.4 Belajar Gerak .................................................................. 2.1.4.1 Kemampuan Motorik ....................................................... 2.1.4.2 Ketrampilan Gerak .......................................................... 2.1.4.3 Klasifikasi Ketrampilan Motorik ........................................ 2.1.5 Pendidikan Jasmani ........................................................ 2.1.5.1 Pendidikan Jasmani Adaptif ............................................ 2.1.6 Pengertian Anak Cacat ................................................... 2.1.7 Hakikat Tunagrahita ........................................................ 2.1.7.1 Pengertian Tunagrahita ................................................... 2.1.7.2 Klasifikasi Tunagrahita .................................................... 2.1.7.3 Langkah Penanganan ..................................................... 2.1.8 Pengertian Pembelajaran ................................................
ix
i ii iii iv v vi vii ix xii xiii xiv 1 15 15 15 15 15 16 16 16 17
18 18 21 22 22 22 23 24 24 25 26 26 31 31 33 34 34 38 40 41
2.1.9 2.1.9.1 2.1.9.2 2.1.10 2.1.10.1 2.1.10.2 2.1.10.3 2.1.10.4 2.1.10.5 2.1.10.6 2.1.10.7 2.1.10.8 2.1.10.9 2.2
Prinsip-Prinsip Pengembangan Model Pembelajaran ....... 42 Keuntungan Pengembangan permainan Dan Olahraga .......................................................................... 44 Modifikasi ......................................................................... 45 Karakteristik Permainan Sepak Bola ................................ 48 Permainan sepak Bola ..................................................... 48 Tujuan Permainan Sepak Bola ......................................... 48 Analisa Pola Gerak Dominan Dalam Permainan Sepak Bola ....................................................................... 48 Struktur Gerak Permainan Sepak Bola ............................. 49 Perkembangan Sepak Bola Di Indonesia ......................... 49 Driblling (menggiring) dalam permainan sepak bola ......... 50 Passing (mengoper) dalam permainan sepak bola ........... 51 Control (menghentikan bola) dalam permainan sepak bola 51 Shoot Dalam permainan Sepak Bola ................................ 52 Kerangka Berfikir............................................................. 52
BAB III METODE PENGEMBANGAN 3.1 Model Pengembangan .................................................... 3.2 Prosedur Pengembangan ............................................... 3.2.1 Potensi Dan Masalah ...................................................... 3.2.2 Mengumpulkan Data ...................................................... 3.2.3 Desain Produk ................................................................ 3.2.4 Validasi Desain .............................................................. 3.2.5 Perbaikan Desain ........................................................... 3.2.6 Uji Coba Produk ............................................................. 3.2.7 Revisi Produk ................................................................. 3.2.8 Uji Coba Pemaikaian ....................................................... 3.2.9 Revisi Produk .................................................................. 3.2.10 Pembuatan Produk Masal ............................................... 3.3 Uji Coba Produk ............................................................. 3.3.1 Desain Uji Coba .............................................................. 3.3.1.1 Evaluasi Hasil ................................................................. 3.3.1.2 Uji Coba Skala Kecil ....................................................... 3.3.1.3 Revisi Produk Pertama ................................................... 3.3.1.4 Uji Coba Skala Besar ..................................................... 3.3.2 Subjek Uji Coba .............................................................. 3.4 Rancangan Produk ......................................................... 3.4.1 Pengertian Permainan Smart Box ................................... 3.4.2 Fasilitas Permainan Smart Box ....................................... 3.4.2.1 Lapangan ........................................................................ 3.4.2.2 Bola................................................................................. 3.4.2.3 Kardus ............................................................................ 3.4.2.4 Kotak pintar ..................................................................... 3.4.3 Peraturan Permainan ...................................................... 3.5 Jenis Data ....................................................................... 3.6 Instrumen Pengumpulan Data ......................................... 3.7 Teknik Analisis Data ........................................................
x
54 55 56 56 57 57 57 57 58 58 58 58 58 59 59 59 59 60 60 60 60 63 63 63 64 64 65 65 65 66
BAB IV HASIL PENGEMBANGAN 4.1 Penyajian Data Uji Skala Kecil ........................................ 4.1.1 Analisis Kebutuhan ......................................................... 4.1.2 Pembuatan Produk Awal ................................................. 4.1.2.1 Validasi Ahli .................................................................... 4.1.2.2 Uji Skala Kecil ................................................................. 4.1.2.3 Data Uji Skala Kecil ......................................................... 4.2 Hasil Analisis Data Uji Skala Kecil ................................... 4.3 Revisi Produk Awal ......................................................... 4.4 Penyajian Data Uji Skala Besar ....................................... 4.4.1 Data Uji Skala Besa ........................................................ 4.5 Hasil Analisis Data Uji Skala Besar ................................. 4.6 Prototipe Produk ............................................................. 4.6.1 Kelebihan Produk ............................................................ 4.6.2 Kelemahan Produk ..........................................................
68 68 69 72 76 79 82 86 91 91 94 97 98 99
BAB V KAJIAN DAN SARAN 5.1 Kajian Prototipe Produk................................................... 101 5.2 Saran Pemanfaatan, Diseminasi dan Pengembangan Lebih Lanjut........................................... 102 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 104 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 105
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1 Klasifikasi Tuna Grahita...................................................................... 8 2.1 Kategori Dan Aktivitas Gerak Anak Cacat .......................................... 32 2.2 Klasifikasi Tunagrahita ....................................................................... 39 3.1 Klasifikasi Presentase ....................................................................... 67 4.1 Aspek Penilaian Oleh Ahli .................................................................. 74 4.2 Revisi Draft Produk Awal ................................................................... 75 4.3 Hasil Data Penilaian Aspek Psikomotor Dan Aspek AfektiF ............... 80 4.4 Hasil Kuesioner Kognitif Siswa ........................................................... 81 4.5 Saran Perbaikan Model Permainan .................................................... 86 4.6 Hasil Data Penilaian Aspek Psikomotor Dan Aspek Afektif ................. 92 4.7 Hasil Kuesioner Siswa Uji Skala Besar............................................... 93
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
3.1 prosedur Pengembangan Model Pembelajaran Smart Box ................ 56 3.2 Lapangan Smart Box.......................................................................... 63 3.3 Bola Yang Digunakan Dalam Permainan Smart Box .......................... 64 3.4 Kardus (gawang) Smart Box .............................................................. 64 3.5 Kotak Pintar........................................................................................ 64 4.1 Data Pengamatan Gerak (Psikomotor) Siswa .................................... 80 4.2 Data Pengamatan Gerak (Afektif) Siswa ............................................ 80 4.3 Data Kuesioner Kognitif Siswa ........................................................... 82 4.4 Bola Smart Box .................................................................................. 88 4.5 Gawang (kardus) ................................................................................ 88 4.6 Lapangan ........................................................................................... 89 4.7 Data Pengamatan Gerak (Psikomotor) Siswa .................................... 92 4.8 Data Pengamatan Sikap (Afektif) ....................................................... 92 4.9 Hasil Kuesioner Kognitif Siswa ........................................................... 93
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Usulan Judul dan Topik ........................................................................... 105
2.
Surat Keputusan Pembimbing ................................................................. 106
3.
Surat Ijin Penelitian .................................................................................. 107
4.
Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian ....................................... 108
5.
Lembar Evaluasi Ahli Penjas ................................................................... 109
6.
Lembar Evaluasi Ahli Pembelajaran ........................................................ 113
7.
Indikator Siswa ........................................................................................ 117
8.
Kuisioner Penelitian Untuk Siswa ............................................................. 120
9.
Daftar Nama Siswa Subyek Uji Skala Kecil .............................................. 122
10. Lembar Pengamatan Psikomotor dan Afektif Siswa Uji Skala Kecil ....... 123 11. Jawaban Kuisioner Siswa Uji Skala Kecil................................................ 127 12. Daftar Nama Siswa Subyek Uji Skala Besar ........................................... 128 13. Lembar Evaluasi Ahli Penjas .................................................................. 129 14. Lembar Evaluasi Ahli Pembelajaran ....................................................... 133 15. Indikator Siswa ....................................................................................... 137 16. Kuisioner Penelitian Untuk Siswa ............................................................ 140 17. Lembar Pengamatan Psikomotor dan Afektif Siswa Uji Skala Besar ....... 142 18. Jawaban Kuisioner Siswa Uji Skala Besar .............................................. 147 19. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ..................................................... 148 20. Kekurangan Dan Kelebihan Penelitian .................................................... 161 21. Penelitian Keseluruhan ........................................................................... 164 22. Daftar Wawancara Awal.......................................................................... 165 23. Dokumentasi ........................................................................................... 167
xiv
BAB I
PENDAHULUAAN
1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pengembangan agar semua peserta didik (termasuk peserta didik berkebutuhan khusus) di sekolah secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional terutama pada pasal 5 ayat (2) bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial berhak memperoleh pendidikan khusus, dan pasal 32 ayat (1) bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan memiliki kecerdasan dan bakat istimewa (Yeni Meimulyani, 2003: 1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional menyebutkan bahwa keolahragaan adalah segala aspek yang berkaitan dengan olahraga yang memerlukan pengaturan, pendidikan, pelatihan, pembinaan, pengembangan dan pengawasan.
Keolahragaan
nasional
1
adalah
keolahragaan
yang
2
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai keolahragaan, kebudayaan
Nasional
Indonesia,
dan
tanggap
terhadap
tuntutan
perkembangan olahraga. Ada beberapa pengertian olahraga menurut kelompoknya, yaitu: 1.
Olahraga pendidikan adalah pendidikan jasmani dan olahraga yang dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan untuk memperolah pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan dan kebugaran jasmani.
2.
Olahraga rekreasi adalah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat dengan kegemaran dan kemampuan yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan nilai budaya masyarakat
setempat
untuk
kesehatan,
kebugaran,
dan
kegembiraan. 3.
Olahraga prestasi adalah olahraga yang membina dan mengembangkan olahragawan secara terencana, berjenjang dan berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan
dukungan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
keolahragaan. 4.
Olahraga amatir adalah olahraga yag dilakukan atas dasar kecintaan atau kegemaran beolahraga.
3
5.
Olahraga profesional adalah olahraga yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan dalam bentuk uang atau bentuk lain yang didasarkan atas kemahiran berolahraga.
6.
Olahraga penyandang cacat adalah olahraga yang khusus dilakukan sesuai dengan kondisi kelainan fisik atau mental seseorang.
Seiring dengan perkembangan penelitian dunia olahraga yang sudah maju, maka diperoleh beberapa hasil yang memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi yang melakukan aktivitas olahraga baik secara fisik maupun mental. Mesikpun olahraga mempunyai manfaat yang sangat penting bagi banyak orang namun tidak semua orang melakukan olahraga. Untuk itu, maka sejak usia dini harus dibiasakan untuk gemar berolahraga dengan memberikan pengalaman gerak sebanyak-banyaknya dan variasi gerak yang cukup sehingga mereka akan suka dengan kegiatan olahraga (Toho Cholik Mutohir, dkk, 2011:7). Namun pada kenyataannya masih banyak anggapan bahwa, anak berkebutuhan khusus tidak mungkin dapat melakukan kegiatan olahraga. Masih banyak masyarakat di Indonesia menganggap bahwa kecacatan dipandang secara negatif. Anak yang berkebutuhan khusus dianggap tidak mampu melakukan kegiatan apa-apa termasuk berolahraga. Hal ini sering dijumpai
dalam
pembelajaran
pendidikan
jasmani,
anak
yang
membutuhkan pelayanan khusus sering tidak diikutsertakan dalam kegiatan belajar mengajar pendidikan jasmani. Pengalaman menunjukkan
4
bahwa guru penjas umumnya memberikan dispensasi kepada siswa yang memiliki kondisi fisik, organis dan fungsional untuk tidak ikut serta dalam pembelajaran penjas. Dispensasi tersebut didasarkan pada rasa kasihan terhadap anak yang lemah atau cacat. Masih ada pandangan masyarakat bahwa anak cacat tidak etis diikutsertakan dalam penjas kerena kemampuannya
berbeda
dengan
anak
normal
(Baltasar
Tarigan
1999/2000:11). Kecacatan pada umumnya masih dianggap faktor penyebab seorang anak tidak membutuhkan kegiatan olahraga atau tidak perlu mengikuti kegiatan belajar mengajar pendidikan jasmani. Namun pada kenyataannya, secara kodrati manusia lahir memiliki hak dan kewajiban yang sama, sehingga anak yang berkebutuhan khusus dan normal adalah sama. Pendidikan jasmani yang diberikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus adalah pendidikan jasmani adaptif. Secara mendasar pendidikan jasmani adaptif adalah sama dengan pendidikan jasmani biasa. Pendidikan jasmani merupakan salah satu aspek dari seluruh proses pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan jasmani adaptif merupakan suatu sistem penyampaian layanan yang bersifat menyeluruh (comprehensif) dan dirancang untuk mengetahui, menemukan dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor. Hampir semua jenis ketunaan Anak Luar Biasa memiliki masalah dalam ranah psikomotor. Masalah psikomotor sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan sensomotorik, keterbatasan dalam kemampuan belajar.
5
Sebagian Anak Luar Biasa bermasalah dalam interaksi sosial dan tingkah laku. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa peranan pendidikan jasmani bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) sangat besar dan akan mampu
mengembangkan
mengkoreksi
kelainan
dan
keterbatasan
tersebut. Permasalahan
kurang
berkembangnya
proses
pembelajaran
pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan di sekolah adalah siswa untuk bergerak aktif dalam proses pembelajaran. Permasalahan tersebut dapat dikarenakan guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan dalam melaksanakan proses pembelajaran masih cenderung monoton, kurang menarik dan membosankan, sehingga siswa tidak memiliki semangat dan motivasi dalam mengikuti pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Dampak dari hal tersebut adalah akan mempengaruhi
terhadap
tingkat
kesegaran
jasmani
siswa
yang
semestinya dapat dikembangkan sesuai perkembangan geraknya dan membatasi siswa untuk mengenal macam-macam olahraga disekitarnya yang bisa siswa mainkan. Upaya dalam proses pembelajaran untuk mengatasi kebosanan siswa,
antusias,
tekun,
dan
penuh
partisipasi
dalam
mengikuti
pembelajaran pendidikan jasmani adalah dengan adanya variasi. Variasi dalam pembelajaran adalah perubahan dalam proses kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, serta mengurangi kejenuhan dan kebosanan (Mulyasa, 2008:78)
6
Pendidikan jasmani adaptif merupakan pendidikan jasmani yang khusus diberikan pada anak-anak berkebutuhan khusus. Berkaitan dengan pendidikan jasmani (penjas) adaptif, perlu ditegaskan bahwa siswa yang memiliki kecacatan mempunyai hak yang sama dengan semua yang tidak cacat dalam memperoleh pendidikan dan pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan. Para siswa yang cacat, sesuai dengan kecacatannya, akan memperoleh pembinaan melalui pendidikan jasmani (Beltasar Tarigan, 2000:8). Tujuan pendidikan jasmani dan kesehatan adaptif bagi anak cacat juga bersifat holistik, seperti tujuan penjaskes untuk anak-anak normal, yaitu
mencakup
tujuan
untuk
meningkatkan
pertumbuhan
dan
perkembangan jasmani, keterampilan gerak, sosial dan intelektual. Oleh karena itu para guru penjaskes adaptif membantu peserta didiknya agar tidak merasa rendah diri dan erisolasi dari lingkungannya. Kepada peserta didik diberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas jasmani melalui berbagai macam olahraga dan permainan. Kesempatan itu merupakan pengakuan bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan anak-anak normal (Beltasar Tarigan, 2000:10). Anak luar biasa memiliki jenis yang berbeda-beda, jenis keluar biasaan dapat dilihat dari bidang yang mengalami penyimpangan dan dapat pula dilihat dari arah penyimpangan. Bidang penyimpangan berkaitan dengn aspek dan/atau penyebab terjadinya penyimpangan, sedangkan arah penyimpangan mengacu pada arah yang berawal dari
7
kondisi normal (ke atas atau ke bawah normal). Kategori berdasarkan keluarbiasaan berdasarkan jenis penyimpangan, menurut Mulyono Abdulrachman (2000) dalam IG.A.K. Wardani (2011:15) dibuat untuk keperluan pembelajaran. Kategori tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Kelompok yang mengalami penyimpangan dalam bidang intelektual,terdiri dari anak yang luar biasa cerdas dan anak yang tingkat
kecerdasannya
rendah atau
yang disebut
tunagrahita. 2.
Kelompok yang mengalami penyimpangan atau keluarbiasaan yang terjadi karena hambatan sensoris atau indra, terdiri dari anak tuna netra dan tuna rungu.
3.
Kelompok anak yang mendapat kesulitan belajar dan gangguan komunikasi.
4.
Kelompok anak yang mengalami penyimpangan perilaku, yang terdiri dari anak tuna laras dan penyandang gangguan emosi.
5.
Kelompok
anak
yang
mempunyai
keluarbiasaaan
/
penyimpangan ganda atau berat dan sering disebut sebagai tuna ganda. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut mereka yang kondisi kecerdasannya di bawah rata-rata (tunagrahita). Dalam bahasa Indonesia, istilah yang pernah digunakan, misalnya lemah otak, lemah ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita dan tunagrahita. Beragamnya istilah yang digunakan disebabkan oleh
8
perbedaan latar belakang keilmuan dan kepentingan para ahli yang mengemukakannya. Namun demikian, semua istilah terebut tertuju pada pengertian yang sama, yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata atau anak pada umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian. Ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata berada di bawah ratarata bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung pada masa perkembangannya. Seseorang yag dikategorikan tunagrahita harus melebihi komponen kecerdasannya yang jelas-jelas di bawah rata-rata, adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan norma dan tuntutan yang berlaku di masyarakat (IG.A.K Wardani dkk, 2011:64). Pengembangan model pembelajaran tentu saja tidak dilakukan secara
asal-asalan,
tetapi
ada
tujuan
yang
ingin
dicapai
yaitu
meningkatkan dan memelihara parhatian anak didik terhadap relevansi proses belajar mengajar, memberikan kesempatan terhadap berfungsinya tingkat keterampilan motorik siswa. Pembelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan adaptif merupakan sarana untuk meningkatkan beberapa aspek pada diri anak seperti pertumbuhan dan perkembangan jasmani, keterampilan gerak, sosial dan intelektual. Namun demikan dalam pembelajaran pendidikan jasmani adaptif terhadap anak yang membutuhkan pelayanan khusus harus
9
dirancang sebaik mungkin dan disesuaikan dengan kecacatan siswa. Faktor kecacatan harus menjadi pertimbangan dalam membelajarkan pendidikan jasmani adaptif. Pembelajaran pendidikan jasmani adaptif yang didasarkan kecacatan siswa, maka tujuan pendidikan jasmani adaftif dapat dicapai secara optimal. Demikian juga dengan siswa yang memiliki intelegensi yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku dalam masa perkembangannya (tunagrahita), lebih jelasnya pengertian tunagrahita adalah anak yang mempunyai kekurangan atau keterbatasan dari segi mental intelektualnya, komunikasi, maupun sosial, dan karna memerlukan layanan pendidikan khusus. Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki tiga faktor, yaitu: (a) keterlambatan fungsi kecerdasan secara umum atau dibawah rata-rata, (b) ketidakmampuan dalam perilaku adaptif, dan (c) terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun. Banyak
sistem
yang
digunakan
untuk
mengklasifikasikan
tunagrahita: WHO dan ICD (International Classification of Diseases) dan American psychiatric association’s Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder DSM-IV (2000) menggunakan skor tes intelegensi untuk menentukan level anak tunagrahita. Adapun klasifikasi tersebut dapat dilihat dalam skor IQ dibawah ini.
10
Tabel 1.1 Klasifikasi Tunagrahita Tingkat Ketunaan
Skor Tes Intelegensi
Tunagrahita Ringan (Debil)
IQ 50-55 sampai dengan 70-75
Tunagrahita Moderat
IQ35-40 sampai dengan 50-55
Tunagrahita Payah (Severe)
IQ 20-55 sampai dengan 35-40
Tunagrahita Berat (idiot)
IQ dibawah 20-25
(Krebs,2005) Sementara
itu
para
ahli
pendidikan
luar
biasa
Indonesia
menggunakan klasifikasi keturunan sebagai berikut:
Tunagrahita ringan IQ 50-70
Tunagrahita sedang IQ 30-50
Tunagrahita berat dan sangat berat IQ < 30 (Yudy Hendrayana, 2007; 27)
Untuk menunjang dan meningkatkan keterampilan gerak siswa tunagrahita diperlukan olahraga yang cocok untuk siswa tunagrahita. Karakteristik dan kebiasaan kehidupan sehari-hari siswa tunagrahita adalah memiliki keterbatasan intelegen terutama yang bersifat abstrak, kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan membeo, memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri, susah untuk bersosialisasi. Olahraga menjadi salah satu bentuk terapi, diantaranya untuk merangsang perkembangan otak kreatif, dan melatih bersosialisasi,
olahraga
juga
sekaligus
berfungsi
sebagai
sarana
kepercayaan diri. Masih berkaitan dengan kepercayaan diri, olahraga bagi penyandang tunagrahita juga bisa jadi sarana prestasi. Ada beberapa
11
jenis olahraga yang dapat diajarkan kepada siswa tunagrahita, antara lain seperti cabang olahraga sepak bola. Sepak bola merupakan permainan
beregu, masing-masing regu
terdiri dari sebelas pemain, dan salah satunya penjaga gawang. permainan ini hampir seluruhnya dimainkan dengan menggunakan tungkai,
kecuali
penjaga
gawang
yang
dibolehkan
menggunakan
lengannya didaerah tendangan hukumannya. dalam perkembangannya permainan ini dapat dimainkan di luar lapangan (out door) dan di dalam ruangan tertutup (in door).Manfaat permainan sepak bola antara lain adalah selain mencetak point untuk menjaga stamina tubuh dan menjauhkan dari penyakit, melatih kerja sama antar teman satu team, dapat
untuk
menambah
mengkombinasikan
berbagai
teman,
olahraga
gerakan,
baik
sepak kaki
bola dan
juga badan.
Memungkinkan untuk melatih otot seluruh tubuh dan pernapasan, membangun
keseimbangan
tubuh
dan
koordinasi,
meningkatkan
konsentrasi bermain bola. Pengertian dan manfaat dari sepak bola diatas sudah dapat disimpulkan bahwa olahraga sepak bola dapat membantu siswa tunagrahita untuk meningkatkan kekurangan yang dimilikinya, oleh karena itu permainan Smart Box diperkenalkan saat pembelajaran penjas adaptif di SMPLB-C. Smart Box adalah permainan bola besar yaitu permainan sepak bola yang disederhanakan dari segi lapangan,cara bermain (rule) yang
12
bertujuan untuk mempermudah anak dalam mempelajarai dan mengerti tentang teknik dasar dalam sepak bola seperti, passing, dribble, dan control. dalam permainan smart box ini gawang yang digunakan dimodifikasi dengan menggunakan kardus, selain siswa dapat bermain sepak bola dengan cara mencetak point dalam tendangan ke gawang siswa juga bisa memilih posisi untuk shoot ke area gawang karena point disetiap kotak berwarna memiliki nilai yang berbeda contohnya seperti dikotak warna orange bila siswa dapat memasukkan bola kedalam gawang dari daerah kotak orange siswa akan mendapat point 3, bila siswa dapat melakukan shoot dari posisi kotak merah atau tengah siswa mendapat point 2, begitu juga pada kotak hijau siswa akan mendapat point 3 karna disetiap kotak warna memiliki tingkat kesulitan yang berbeda dan didepan kotak warna terdapat garis bantu yang berguna apabila shoot kedaerah gawang tapi tidak masuk ke gawang siswa tetap mendapat nilai 1 karna garis bantu itu berguna untuk membantu siswa berlatih menendang kedaerah yang ingin dituju. Alasan lain gawang yang digunakan kardus bukan gawang asli adalah bila guru menemukan sekolah yang tidak mempunyai gawang maka pembelajaran sepak bola tetap bisa dilakukan dengan melakukan permainan smart box. pengenalan awal permainan smart box saya menggunakan alat bantu audio visual yang berguna untuk mengenalkan permainan smart box (kotak pintar) sebelum masuk ke praktek langsung dilapangan. alasan saya menggunakan alat bantu audio visual karena tipe
13
atau karakter anak tuna grahita susah untuk mengingat maka dari itu criteria proses pembelajaran harus berulang dan mengerjakan dari materi dasar sampai akhir dengan beruntut dari rinci, dengan alat bantu AV siswa dapat melihat, mendengarkan serta membayangkan bahwa permainan smart box tidak berbahaya, selain itu saya juga membawa alat peraga nyata seperti bola, kaos team sepak bola agar siswa dapat memegang langsung benda yang ditanyakan lewat AV dengan alat bantu awalan tersebut diharapkan siswa dapat memahami tentang apa itu permainan sepak bola sebelum masuk ke praktek langsung dilapangan, langkah selanjutnya siswa akan diajarkan dari tekhnikdasar sepak bola seperti passing, drible, kontrol dan shoot dengan modifikasi permainan agar menarik bagi anak SLB-C sehingga siswa dapat melakukan teknik sepak bola dan akhirnya siswa SLB-C bisa bermain sepak bola smart box (kotak pintar) dengan team. Sekolah Luar Biasa A B C Swadaya Kendal yang beralamat Jl. Masjid No. 30 Karangtengah Kaliwungu Kab. Kendal.Swadaya Kendal adalah Sekolah Luar Biasa yang terletak didaerah Kendal yang berstatus swasta, lingkungan sekolah pedesaan, jenis sekolah formal, hanya menerima anak yang memiliki kekurangan kelas A B C saja. sekolah tersebut yang dikepalai oleh ibu Dra. Widiyati Nani H. dan guru yang mengajar disekolah tersebut 25 guru, dan jumlah peserta didik seluruhnya 192 dengan rincian, TKLB 15 siswa, SDLB 136 siswa, SMPLB 26 siswa, SMALB 14 siswa. lapangan yang ada disekolah tersebut hanya memiliki
14
luas 18x9 dan tidak beraturan seperti tanah yang tidak rata, dengan adanya keterbatasan itu tidak menghambat dalam proses penelitian karena siswa disana tidak susah untuk diajak berkomunikasi, SLB swadaya kendal walaupun tidak memiliki sarpras yang memenuhi standar akan tetapi proses belajar mengajar disana tetap bisa berjalan. dalam pembelajaran penjasorkes sering diajarkan olahraga seperti atletik, sepak bola, lempar tangkap, senam. disana untuk lapangannya sendiri hanya memiliki lapangan yang tidak beraturan seperti tanah yang tidak rata. Setelah melakukan observasi, peneliti menemukan adanya permasalahan yang dihadapi Anak-anak berkebutuhan khusus (tunagrahita) diantaranya adalah
kurangnya
pembelajaran
variasi
pendidikan
permainan olahraga
yang
diberikan
berlangsung.
pada
saat
Anak-anak hanya
diberikan pemanasan, kemudian lari dan lempar tangkap bola,dan senam. Sesuai observasi di lapangan, Anak-anak secara aktif dan bersemangat saat pembelajaran berlangsung, hanya saja kurangnya variasi dalam permainan dan pembelajaran terasa membosankan bagi anak-anak. Padahal hambatan yang dialami anak-anak tunagrahita diantaranya adalah kemampun motorik yang kurang karena kerusakan otak yang banyak, sehingga ia tidak dapat bergerak dengan tepat, kaku dan koordinasi motorik kurang baik. Semua itu dapat terlihat pada cara berjalan, lari, lompat dan melempar. Hambatan yang dialami anak-anak saat ini adalah mereka merasa pembelajaran yang begitu-begitu saja dan terasa kurang menarik, anak-anak memilih untuk bermain sendiri dan
15
menuruti kemauan mereka apa yang mereka mau lakukan, sehingga materi yang disampaikan kurang mengena pada diri anak. Kegiatan pendidikan jasmani yang diberikan pada anak-anak tunagrahita perlu diberikan dorongan, permainan yang beragam dan bervariasi akan membantu anak lebih aktif dan bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar pendidikan jasmani. Selain itu, variasi permainan mempunyai peranan yang sangat penting dalam membantu anak
penyandang
tunagrahita
mencapai
keberhasilan
dalam
pembelajaran pendidikan jasmani dan hambatan motoriknya, sehingga materi yang diberikan akan tersampaikan dengan baik. Menurut pengamatan penulis, dalam pelaksanaan pembelajaran penggunaan metode pembelajaran yang hanya bertumpu pada satu jenis metode pembelajaran yang akan membuat siswa merasa bosan dan tidak merasa penasaran untuk belajar ketahap selanjutnya. Hal ini di sebabkan karena guru penjas adaptif dalam melaksanakan proses pembelajaran bersifat konvensional yang cenderung monoton, tidak menarik dan membosankan, sehingga siswa tidak memiliki semangat dan motivasi dalam mengikuti pembelajaran penjas. Guru Olahraga yang mengajar di sana juga tidak asli guru olahraga akan tetapi guru biasa yang hanya memiliki pengalaman lebih dalam menangani anak berkebutuhan khusus sehingga tidak terlalu paham tentang teknik-teknik dasar dalam olahraga. Dampak dari hal itu tidak disadari akan mempengaruhi terhadap tingkat kesegaran jasmani dan penguasaan keterampilan gerak peserta didik
16
yang semestinya dapat dikembangkan sesuai dengan perkembangan gerak usianya. Peneliti tidak hanya mengamati pada guru pengampu pembelajaran penjas adaptif saja namun peneliti juga mengamati pada siswanya. Salah satu
permasalahan
kurang
berkembangnya
proses
pembelajaran
penjaskes di sekolah luar biasa (SLB) adalah ketidak normalan siswa dalam bergerak, walaupun bagi penyandang tunagrahita kemampuan gerak meraka normal namun mereka masih kurang memahami instruksi yang diberikan dari guru pengampu. Permasalahan tersebut semakin mendalam dan berpengaruh secara signifikan terhadap pembelajaran penjas, karena kurang didukung oleh tingkat kemampuan, kreativitas dan inovatif
para
guru
penjas
selaku
pelaksana
khususnya
dalam
pengembangan model pembelajaran. Pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap kedua masalah yang ada, pengembangan model pembelajaran penjas dapat menjadi titik awal dari masalah-masalah yang ada. Pengembangan model pembelajaran penjas yang dilakukan oleh para guru dapat membawa suasana pembelajaran inovatif, dan terciptanya pembelajaran yang menyenangkan dan
dapat
memotivasi
peserta
didik
untuk
lebih
berpeluang
mengeksplorasi gerak secara luas dan bebas, sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki. Setelah melakukan wawancara dengan guru penjas yang ada di Swadaya Kendal dapat hasil yang masih jauh diharapkan dan kurang
17
sesuai dengan tahap pertumbuhan siswa dan masih kurang efektifnya dalam bermain sepak bola pada pembelajaran penjaskes. Oleh karena itu perlu diadakan pengembangan model pembelajaran sepak bola yang sesuai karateristik siswa, supaya siswa lebih aktif dalam pemebelajaran penjas sehingga dapat meningkatkan tingkat kesegaran jasmani pada siswa. Dengan adanya permasalahan tersebut maka perlu diadakan pengembangan model pembelajaran yang menyenangkan dan menarik minat siswa dan pembelajaran permainan sepak bola pada penjaskes di sekolah. sepak bola merupakan olahraga permainan dalam pembelajaran penjasorkes, sehingga dapat menarik minat siswa dalam proses pembelajaran penjasorkes di sekolah kemudian dapat berdampak pada kemampuan motorik siswa dan tingkat kesegaran jasmani siswa. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Pengembangan Model Permainan Smart Box dalam pembelajaran sepak bola pada siswa SMPLB-C Swadaya Kendal. Alasan Peneliti menggunakan metode Pengembangan Model Pembelajaran Smart Box (kotak pintar) pada Siswa SMPLB-C Swadaya Kendal, pada model pengembangan pembelajaran sepak bola melalui pendekatan permainan Smart box tersebut terdapat unsur-unsur yang ada pada permainan sepak bola yang sesungguhnya akan tetapi dengan peraturan dan kondisi lapangan dan permainan yang sudah dimodifikasi serta tidak mengurangi dan tetap memperhatikan unsur-unsur tekhnik dasar dalam permainan sepak bola. Penulis
18
melakukan penelitian ini di swadaya kendal karna penulis tertarik dengan prestasi dan pembelajaran yang dilakukan di Swadaya Kendal. 1.2 Perumusan Masalah Dari
latar
belakang
tersebut
maka
rumusan
masalahnya
“Bagaimanakah Pengembangan Model Permainan Smart Box Dalam Pembelajaran Sepak Bola Pada Siswa SMPLB-C Swadaya Kendal Tahun 2015 ?" 1.3 Tujuan Pengembangan Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah Menghasilkan Produk Pengembangan Model Permainan Smart Box Dalam Pembelajaran Sepak Bola Pada Siswa SMPLB-C Swadaya Kendal Tahun 2015. 1.4 Manfaat Pengembangan 1.4.1 Bagi Peneliti 1)
Sebagai modal dalam penyusunan skripsi untuk memperoleh gelar kesarjanaan bidang studi Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi.
2)
Sebagai bekal pengalaman dalam mengembangkan model pembelajaran Penjasorkes.
3)
Lebih paham jika dalam pembelajaran Penjas itu dibutuhkan suatu pengembangan dalam pembelajaran.
19
1.4.2 Bagi Guru Penjas 1)
Sebagai dasar dalam pelaksanaan pembelajaran Penjasorkes di sekolahnya masing - masing.
2)
Sebagai dorongan dan motivasi kepada guru penjas untuk menciptakan terobosan-terobosan baru dan variasi mengajar dengan cara memodifikasi jenis permainan olahraga sehingga siswa tidak merasa cepat bosan, serta siswa lebih aktif bergerak.
1.4.3 Bagi Siswa 1)
Siswa menjadi lebih mudah untuk berkerjasama.
2)
Sebagai media pembelajaran bagi siswa agar lebih aktif bergerak, lebih mudah bersosialisasi, dan dapat belajar tentang bermain sepak bola.
1.4.4 Bagi Lembaga 1)
Sebagai
bahan
informasi
kepada
mahasiswa
tentang
pengembangan model pembelajaran modifikasi permainan gerak dasar.
1.5 Spesifikasi Produk Produk
yang
diharapkan
akan
dihasilkan
melalui
penelitian
pengembangan ini berupa model permainan sepak bola dengan cara memodifikasi beberapa aturan, sarana dan prasarana yang digunakan yang sesuai dengan siswa SMPLB-C Swadaya Kendal, yang dapat
20
mengembangkan semua aspek pembelajaran (kognitif, afektif, psikomotor, dan fisik) pada hasil penelitian secara efektif dan efisien, serta dapat meningkatkan perkembangan gerak serta motorik siswa, selain itu berupa pemberian teknik dasar sepak bola untuk siswa dan kemudian di aplikasikan kedalam permainan Smart Box (kotak pintar).
1.6 Pentingnya Pengembangan Pengembangan model pembelajaran berperan penting dalam kegiatan belajar mengajar. selain itu, pengembangan juga memberikan variasi dalam pembelajaran dan menumbuhkan semangat yang ada pada siswa untuk mengikuti pembelajaran dalam salah satu tekhnik dasar permainan sepak bola. Diharapkan dengan adanya model pengembangan ini mampu memberikan sesuatu yang berbeda dalam kegiatan belajar mengajar.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Pengertian Pendidikan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau yang lebih dikenal dengan sebutan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dari perannya di masa yang akan datang (Hera Lestari Mikarsa dkk, 2009:1.4). Menurut Carter V. Good dalam buku Djumransyah (2004:24) bahwa pendidikan
mengandung
kecakapan
seseorang
masyarakatnya
dan
pengertian
dalam
merupakan
suatu
bentuk proses
sikap
proses dan
sosial
perkembangan perilaku
dimana
dalam
seseorang
dipengaruhi oleh sesuatu lingkungan yang terpimpin (misalnya sekolah) sehingga ia dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan pribadinya. Menurut Tilaar (1999:28) dalam buku Hera Lestari Mikarsa dkk (2009:1.4) merumuskan hakikat pendidikan sebagai suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat,
21
22
membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global. Rumusan hakikat pendidikan tersebut memiliki komponen-komponen sebagai berikut: 1.
Pendidikan pendidikan
merupakan
proses
mengimplikasikan
berkesinambungan.
bahwa
peserta
Proses
didik
memiliki
kemampuan-kemampuan yang tetap ada sebagai makhluk sosial, dan juga mengimplikasikan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak pernah selesai. 2.
Proses manusia.
pendidikan Artinya
berarti bahwa
menumbuhkembangkan
keberadaan
manusia
eksistensi
adalah
suatu
keberadaan interaktif. Interaksi manusia ini tidak saja dengan sesamanya, tetapi juga dengan alam, ide, dan dengan Tuhannya. 3.
Eksistensi manusia yang memasyarakat. Proses pendidikan adalah proses mewujudkan eksistensi manusia yang memasyarkat.
4.
Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi waktu dan ruang. Proses tersebut dapat menembus dimensi masa lalu, kini dan masa depan. Selain itu berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi, proses pendidikan juga dapat menembus dimensi lokal, nasional, regional dan global. Ciri atau unsur umum dalam pendidikan menurut Djumransyah
(2004:28) adalah sebagai berukut:
23
1.
Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu individu yang
kemampuan-kemampuan
dirinya
berkembang
sehingga
bermanfaat untuk kepentingan hidupnya, baik sebagai seorang individu maupun sebagai warga negara atau warga masyarakat. 2.
Untuk mencapai tujuan terebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang disengaja dan terencana untuk memilih isi (bahanmateri), strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai.
3.
Kegiatan tersebut dapat diberikan dilingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat berupa pendidikan jalur sekolah (formal) dan pendidikan jalur luar sekolah ( informa dan nonformal). Tujuan pendidikan mencakup pembentukan dasar kepribadian siswa
sebagai
manusia
Indonesia
seutuhnya
sesuai
dengan
tingkat
perkembangan dirinya, pembinaan pemahaman dasar dan seluk beluk ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan untuk belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan hidup dalam masyarakat (Hera Lestari Mikarsa, dkk 2009:1.13). Umar Tirta Rahardja dan La Sula (1995) dalam buku Hera lestari Mikarsa, dkk (2009:1.18) mengemukakan fungsi pendidikan sebagai berikut: 1.
Proses transformasi budaya, pendidikan dalam hal ini berfungsi untuk mewariskan budaya dari generasi ke generasi berikutnya. Fungsi ini juga berkenaan dengan bagaimana pendidikan mengubah
24
nilai-nilai tertentu atau mengembangkan nilai-nilai yang dipandang sesuai dengan perkembangan masyarakat. 2.
Proses pembentukan pribadi, pendidikan merupakan upaya yang sistematis untuk membentuk dan meningkatkan kualitas kepribadian individu.
Karakteristik
kepribadian
yang
kreatif,
mandiri,
tanggungjawab, ulet dan tekun merupakan sifat-sifat yang dituju. 3. Proses
penyiapan
warga
negara,
pendidikn
berupaya
untuk
membentuk siswa agar menjadi warga negara yang baik, sesuai dengan tujuan dan falsafah bangsa, mengetahui dan mampu menjalankan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan perundang-undangan dan hukum yang berlaku. 4. Proses penyiapan tenaga kerja, pedidikan berupaya memberi berbagai kemampuan, sikap serta keterampilan kepada siswa utuk menjadi manusia yang produktif bagi kehidupan dirinya, keluarga, masyarakat dan bangsanya. Pandangan Carter V. Good dalam buku Djumransyah (2004:24) dapat dipahami bahwa pendidikan menentukan cara hidup seseorang, karena terjadinya modifikasi dalam pandangan seseorang disebabkan pula oleh terjadinya pengaruh interksi antara kecerdasan, perhatian, pengalaman yang dinyatakan dalam perilaku, kebiasaan dan paham kesusilaan.
25
2.1.2 Pengertian Pendidikan Jasmani Pendidikan jasmani merupakan bagian dari proses pendidikan secara keseluruhan. Tujuan umum pendidikan jasmani juga selaras dengan tujuan umum pendidikan. Tujuan belajar adalah menghasilkan perubahan perilaku yang pekat. Proses belajar dalam penjas juga bertujuan untuk menimbulkan perubahan perilaku. Guru mengajar dengan maksud agar terjadi proses belajar secara sederhana, pendidikan jasmani tak lain adalah proses belajar untuk bergerak, dan belajar untuk gerak. Selain belajar dan dididik melalui gerak untuk mencapai tujuan pengajaran, dalam penjas anak diajarkan untuk bergerak. Melalui pengalaman itu anak akan terbentuk perubahan dalam aspek jasmani dan rohaninya (Rusli Lutan, 2000:15). Pendidikan jasmani berdasarkan sudut pandang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1)
Pandangan tradisional, Pandangan tradisional menganggap manusia terdiri dari dua komponen utama yang bisa dipilah-pilah, yaitu jasmani dan rohani (dikotomi). Oleh karena itu, pendidikan jasmani diartikan sebagai proses pendidikan untuk keselarasan antara tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa.
2)
Pandangan modern menganggap manusia sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Oleh karena itu, pendidikan jasmani adalah proses
pendidikan
melalui
aktivitas
jasmani
dan
sekaligus
26
merupakan proses pendidikan untuk meningkatkan kemampuan jasmani. (Adang Suherman, 2000:22). 2.1.2.1 Tujuan Pendidikan Jasmani Tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan jasmani mencakup pengembangan individu secara menyeluruh. Artinya, cakupan penjas tidak semata-mata pada aspek jasmani saja, akan tetapi juga aspek mental, dan sosial.Cakupan pendidikan jasmani adalah sebagai berikut : 1)
Perkembangan fisik. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan aktivitas-aktivitas yang melibatkan kekuatan fisik dari berbagai organ tubuh seorang (physical fitness).
2)
Perkembangan gerak. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan gerak secara efektif, efisien, halus, indah, dan sempurna.
3)
Perkembangan mental. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan berfikir dan menginterprestasikan keseluruhan pengetahuan tentang penjas ke dalam lingkungannya.
4)
Perkembangan sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalam menyesuaikan diri pada suatu kelompok atau masyarakat (Adang Suherman, 2000 : 22-23).
2.1.3 Perkembangan Gerak
2.1.3.1 Pengertian Gerak Gerak (motor) sebagai istilah umum untuk berbagai bentuk perilaku gerak manusia, sedangkan psikomotor khusus digunakan pada domain mengenai perkembangan manusia yang mencakup gerak manusia. Jadi
27
gerak (motor) ruang lingkupnya lebih luas dari pada psikomotor. Pengertian gerak diartikan sebagai perubahan tempat, posisi, dan kecepatan tubuh atau bagian tubuh manusia yang terjadi dalam suatu dimensi ruang dan waktu dan dapat diamati secara obyektif. (Phil.Yanuar kiram,1992:48). Amung Ma’mun dan Yudha M.Saputra (2000:20) menyebutkan bahwa kemampuan gerak dasar merupakan kemampuan yang biasa dilakukan guna meningkatkan kualitas hidup. Kemampuan gerak dasar di bagi menjadi 3, yaitu : 1) kemampuan lokomotor, digunakan untuk memindahkan tubuh dari suatu tempat ke tempat lain seperti lompat, dan loncat; 2) kemampuan non lokomotor, dilakukan ditempat tanpa ada ruang gerak yang memadai, contohnya mendorong, menarik, dll.; 3) kemampuan manipulatif lebih banyak melibatkan kemampuan tangan dan kaki. Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa kemampuan gerak dasar adalah kemampuan dan kesanggupan untuk dapat melakukan perubahan tempat, posisi, dan kecepatan tubuh atau bagian tubuh manusia yang terjadi dalam suatu dimensi ruang dan waktu dan dapat d amati secara obyektif. 2.1.3.2 Gerak Sebagai Unsur Pokok Pendidikan Jasmani Gerak merupakan perhatian pokok dari guru pendidikan jasmani dan olahraga. Tugasnya adalah membantu peserta didik bergerak secara efisien, meningkatkan kualitas unjuk kerjanya, kemampuan belajarnya dan kesehatannya. Karena gerak adalah unsur pokok pendidikan jasmani dan
28
olahraga penting bagi guru pendidikan jasmani memahami beberapa dimensi (Achmad Paturusi, 2012:8). Salah satu pola gerak khusus pertama yang harus dipelajari anak adalah koordinasi tangan-mata, tangan dan mata bekerja dalam satu gabungan. Hubungan antara mata dan tangan dalam satu pola gerak cukup
rumit
dan
memelukan
waktu
yang
cukup
lama
untuk
menyempurnakannya. Kemampuannya mengintegrasikan pola gerak seperti itu memberikan sumbangan yang besar untuk mempelajari gerak lain (Achmad Paturusi 2012:9). 2.1.3.3 Periode Perkembangan Gerak Dasar Untuk Anak SMP Penelitian
pengembangan
biasa
disebut
penelitian
berbasis
pengembangan (reseach-based development), merupakan jenis penelitian yang
tujuan
penggunaannya
untuk
pemecahan
masalah
praktis.
Penelitian pengembangan merupakan jenis penelitian yang berorientasi pada produk, dan diharapkan dapat menjembatani kesenjangan penelitian yang lebih banyak menguji teori kearah menghasilkan produk-produk yang langsung dapat digunakan oleh pengguna. Menurut Borg dan Gall (1983) yang dikutip oleh sugiyono (2009:911) penelitian pengembangan salah satu proses yang banyak digunakan dalam pendidikan dan pembelajaran, yang pada dasarnya penelitian pengembangan terdiri dari dua tujuan utama : 1.
Pengembangan produk
2.
Menguji produk untuk mencapai tujuan.
29
Tujuan pertama sebagai fungsi pengembangan, sedangkan tujuan yang kedua disebut sebagai fungsi validasi.
2.1.4 Belajar Gerak Menurut Amung Ma’mun (2000:3), belajar gerak merupakan studi tentang proses keterlibatan dalam memperoleh dan menyempurnakan keterampilan gerak (motor skill). Keterampilan gerak sangat terkait dengan latihan dan pengalaman individu yang bersangkutan. Belajar gerak khusus dipengaruhi oleh berbagai bentuk latian, pengalaman atau situasi belajar gerak pada manusia.Ada tiga tahapan belajar gerak (motor learning) yaitu: 1)Tahapan verbal kognitif, pada tahapan ini, tugasnya adalah memberikan pemahaman secara lengkap pada bentuk gerak baru pada siswa. Sebagai pemula, mereka belum memahami apa, kapan dan bagaimana gerak itu dilakukan.
Oleh
karena
itu,
kemampuan
verbal
kognitif
sangat
mendominasi tahapan ini.2)Tahapan gerak (Motorik), pada tahapan ini, fokusnya adalah membentuk organisasi pola gerak yang lebih efektif dalam menghasilkan gerakan. Biasanya yang harus dikuasaisiswa pertama kali dalam belajar motorik adalah kontrol dan konsistensi sikap berdiri serta rasa percaya diri. 3)Tahapan otomatisasi, pada tahapan ini, siswa banyak melakukan latian secara berangsur-angsur memasuki tahapan otomatisasi. Disini motor program sudah berkembang dengan baik dan dapat mengontrol gerak dalam waktu singkat. Siswa sudah lebih
30
menjadi terampil dan setiap gerakan yang dilakukan lebih efektif dan efisien. Pembelajaran gerak pada umumnya memiliki harapan dengan munculnya hasil tertentu, hasil tersebut biasanya adalah berupa penguasaan keterampilan. Keterampilan siswa yang tergambar dalam kemampuannya menyelesaikan tugas gerak tertentu akan terlihat mutunya dari seberapa jauh siswa tersebut mampu menampilkan tugas yang diberikan dengan tingkat keberhasilan tertentu. Semakin tinggi tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas gerak tersebut maka semakin baik keterampilan siswa tersebut (Amung Ma’mun, 2000:57) 2.1.4.1 Kemampuan Motorik Kemampuan motorik sering juaga disebut gerak umum (general motor ability). Kemampuan gerak itu merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan tugas gerak yang spesifik yang agak luas terhadap keterampilan motorik (motor skill) yang banyak. Kemampuan motorik dalam berolahraga biasanya juga akan memberi
pengaruh
kepada
gerak
dan
sikap
gerak
sehari-hari.
Kemampauan motorik akan didasari oleh gerak dasar yang baik. Adapun gerak dasar itu adalah, kekuatan otot, kelentukan otot, daya tahan otot setempat dan daya tahan kardiovaskuler. (Sukintana, 1992:16) 2.1.4.2 Keterampilam Gerak Menurut Phil Yanuar Kiram (1992:12), keterampilan gerak sering dikategorikan menjadi kasar (gross) dan halus (fine), dan memang harus
31
dibuat pemisah di antara keduanya. Kata halus menyatakan suatu kualitas kepekaan atau suatu yang rumit. Bagian-bagian tertentu bergerak dalam daerah yang terbatas untuk menghasilkan tanggapan/reaksi/respon yang tepat. Koordinasi neuromusculer yang terlibat dalam keterampilan gerak halus biasanya berwawasan (menuju kepada) ketepatan dan sering berhubungan dengan koordinasi tangan-mata (koordinasi tangan-mata adalah kerjasama antara tangan dengan mata). Istilah kasar (gross) mengacu kepada suatu kualitas yang berlawanan dengan halus: besar, utuh, menyeluruh atau nyata dilihat. Suatu keterampilan gerak kasar melibatkan konstruksi dan pemakaian otot-otot tubuh yang besar. Seluruh tubuh biasanya ikut dalam gerakan. Keterampilan berolahraga dalam segala jenis boleh dipandang sebagai keterampilan motorik-kasar, dan sekalipun acuannya kepada keterampilan olahraga ini biasanya dibuat tanpa menyatakan istilah kasar, namun pengertian tersebut sudah tersirat. 2.1.4.3 Klasifikasi Keterampilan Motorik Keterampilan motorik dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa sudut pandang yaitu sebagai berikut: 2.1.4.3.1 Klasifikasi berdasarkan perbedaan titik awal dan akhir gerakan Bila diperlukan, ada yang dengan mudah diketahui bagian awal dan akhir gerakan, tapi ada juga yang sulit diketahui. Berdasarkan karakteristik ini, keterampilan gerakan bisa dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 1.
Keterampilan gerak diskrit (descrete motor skill) adalah keterampilan gerak yang dapat ditentukan dengan mudah awal dan akhir
32
gerakannya, atau dalam pelaksanaanya dapat dibedakan dengan jelas titik awal dan akhir gerakannya. Seperti melempar bola, gerakan dalam senam artistic atau menembak. 2.
Keterampilan gerak serial (serial motor skill) adalah keterampilan gerak
diskrit
yang
dilakukan
gerak
kontinyu
dalam
beberapa
kali
secara
motor
skill)
adalah
berkelanjutan 3.
Keterampilan
(continue
keterampilan gerak yang tidak mudah dapat diketahui titik awal dan akhir dari gerakannya. Dalam hal ini pelakulah yang menentukan titik awal dan akhir dari keterampilan tersebut (Sugiyanto,2008:8.13). 2.1.4.3.2 Klasifikasi Berdasarkan Kecermatan Gerak Jenis
otot-otot
yang
terlibat
dapat
menentukan
kecermatan
pelaksanaan gerak.Ada gerakan yang melibatkan otot-otot besar dan ada yang melibatkan otot-otot halus (Sugiyanto, 2008:8.13). Berdasarkan kecermatan gerakan atau jenis otot-otot yang terlibat keterampilan gerak dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: 1.
Keterampilan gerak kasar (gross motor skill), melibatkan otot-otot besar dalam pelaksanaannya sebagai basis utama gerakan. Diperlukan keterlibatan bagian-bagian tubuh secara keseluruhan dalam keterampilan gerak kasar.
2.
Keterampilan gerak halus (fine motor skill) adalah keterampilamketerampilan yang memerlukan kemampuan untuk mengontrol otototot halus agar pelaksanaan keterampilan yang sukses tercapai.
33
Keterampilan jenis ini sering juga disebut keterampilan mata-tangan, seperti menulis, menggambar, bermain piano. 2.1.4.3.3 Klasifikasi Berdasarkan Stabilitas Lingkungan Dalam
melakukan
gerakan
keterampilan
menghadapi kondisi
lingkungan yang dapat berubah dan tetap. Dengan kondisi lingkungan seperti itu maka katerampilan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: 1.
Keterampilan gerak terbuka (open skill) adalah keterampilan gerak dimana dalam pelaksanaanya terjadi pada lingkungan yang berubahubah dan berlaku gerak menyesuaikan dengan stimulus yang timbul dari lingkungannya. Perubahan kondisi lingkungan yang bisa bersifat temporal
dan
bersifat
special.
Keterampilan
terbuka
adalah
keterampilan yang ketika dilakukan lingkungan yang berkaiatan dengannya bervariasi dan tidak dapat diduga. 2.
Keterampilan gerak tertutup (close skill) adalah keterampilan gerak dimana stimulus pelaksanaannya terjadi pada kondisi lingkungan tidak berubah dan gerakannya timbul dari dalam diri si pelaku sendiri. (Sugiyanto,2008: 8-14) Pencapaian suatu keterampilan dipengaruhi banyak faktor. Adapun
faktor-faktor
yang
menentukan
keterampilan
secara
umum
dapat
dibedakan menjadi tiga hal utama, yaitu: 1.
Faktor proses belajar (learning process) Proses belajar yang baik tentunya harus mendukung upaya menjelmakan pembelajaran pada setiap pesertanya. Dengan memahami berbagai teori belajar akan
34
memberi jalan tentang bagaimana pembelajaran bisa dijelmakan, yang intisari dari adanya kegiatan pembelajaran adalah terjadinya perubahan pengetahuan dan perilaku individu peserta pembelajaran. Dalam pembelajaran gerak, proses belajar yang harus diciptakan adalah dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan yang digariskan oleh teori belajar yang dipilih kebenarannya serta dipilih berdasarkan nilai manfaatnya. Berbagai tanda serta langkah yang bisa menimbulkan berbagai perubahan dalam perilaku siswa dalam ketika sedang belajar gerak harus diupayakan kehadirannya. Dipihak lain, teoriteori belajar mengajarkan atau mengarahkan kita pada pemahaman tentang metode pengajaran yang efektif. Apakah suatu materi pelajaran
cocok
disampaikan
dengan
menggunakan
metode
keseluruhan versus bagian, metode distribusi versus metode padat, atau metode pengajaran terprogram yang kesemuanaya merupakan poin-poin yang akan mengarahakan pada pencapaian keterampilan (Amung Ma’mun dan Yudha M. Saputra, 2000:70). 2.
Faktor pribadi (personal factor) Setiap orang merupakan individu yang berbeda-beda, baik dalam hal fisik, intelektual, emosional, maupaun kemampuan-kemampuannya. Ada ungkapan yang sering didengar dalam kehidupan sehari-hari bahwa si A berbakat besar dalam sepakbola, si B berbakat dalam olahraga-olahraga individu, dsb. Demikian juga bahwa juga seorang anak lebih cepat menguasai keterampilan, sedangkan anak yang lain memerlukan waktu lebih
35
lama. Dan semua itu merupakan pertanda bahwa setiap individu memiliki ciri, kemampuan, minat, kecenderungan serta bakat yang berbeda. Dengan adanya perbedaan-perbedaan tersebut siswa yang mempelajari gerak ditentukan oleh ciri-ciri atau kemampuan dan bakat dari orang yang bersangkutan dalam menguasai sebuah keterampilan tertentu, maka akan semakin mudah untuk menguasai keterampilan yang dimaksud. Ini semua membuktikan bahwa faktor pribadi yang mempengruhi penguasaan keterampilan (Amung Ma’mun dan Yudha M. Saputra, 2000:72). 3.
Faktor situasional (situational factor) Sebenarnya faktor situasional yang dapat mempengruhi kondisi pembelajaran adalah lebih tertuju pada keadaan lingkungan yang termasuk dalam faktor situasional itu antara lain seperti: tipe tugas yang diberikan, peralatan yang digunakan termasuk media belajar, serta kondisi sekitar dimana pembelajaran
itu
dilangsungkan.
Faktor-faktor
ini
pada
pelaksanaannya akan mempengaruhi proses pembelajaran serta kondisi pribadi anak, yang kesemuanya terjalin saling menunjang dan atau sebaliknya. Penggunaan alat serta media belajar misalnya secara langsung atau tidak, tentunya akan berpengaruh pada minat dan kesungguhan siswa dalam proses belajar yang pada gilairannya akan juga mempengaruhi keberhasilan mereka dalam menguasai keterampilan yang sedang dipelajari. Kemajuan teknologi yang belakangan berkembang juga dianggap sebagai penyebab utama
36
dalam mendongkrak keberhasilan seseorang sebagai gambaran nyata dari semakin terkuasainya keterampilan dengan lebih baik lagi. Demikian juga kemajuan dalam bidang kesehatan dan kedokteran, dalam dekade terakhir telah mampu mengungkap banyak rahasia dari kemampuan akhir manusia dalam hal gerak dan keterampilan (Amung Ma’mun dan Yudha M. Saputra, 2000:73). 2.1.5 Pendidikan Jasmani 2.1.5.1 Pendidikan Jasmani Adaptif Pendidikan jasmani adaptif adalah program atau pendidikan yang bersifat individual yang meliputi fisik atau jasmani, kebugaran gerak, pola dan keterampilangerak dasar, keterampilan-keterampilan dalam aktifitas permainan olahraga bagi individu ataupun beregu yang didesain untuk anak berkebutuhan khusus. Pendidikan olahraga harus menekankan pada program aktifitas fisik yang aktif. Untuk mendapatkan program aktifitas fisik yang aktif para guru harus melibatkan orang tua, siswa, guru dan bagian administrasi dan bidang disiplin ilmu lainnya untuk bersamasama menentukan program pendidikan jasmani yang baik (Yudy Hendrayana, 2007; 6). 2.1.5.1.1 Pengertian Olahraga Adaptif Olahraga adaptif adalah olahraga yang dirancang secara khusus untuk individu yang memiliki kemampuan terbatas dengan menggunakan peralatan yang dimodifikasi. Olahraga ini dibuat khusus untuk penyandang
37
cacat dengan merujuk pada olahraga yang sesungguhnya yaitu olahraga yang biasa dilakukan oleh orang normal (Yudy Hendrayana, 2007; 7). 2.1.5.1.2 Tujuan Pendidikan adaptif Penyusunan pedoman Pendidikan Jasmani Adaptif bertujuan untuk memberikan
kemudahan
bagi
guru
dalam
memberikan
layanan
Pendidikan Jasmani Adaptif sesuai dengan kebutuhan ABK, selain itu melalui pedoman Pendidikan Jasmani Adaptif dapat dijadikan acuan bagi satuan pendidikan Jasmani Adaptif untuk mengembangkan bahan pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan, lebih inovatif dan lebih efektif untuk dimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. 2.1.5.1.3 Pemilihan Materi dan Program Penjas Adaptif Menurut Beltasar Tarigan (2000:38) ada beberapa faktor yang perlu mendapatkan
pertimbangan
dalam
menentukan
jenis
dan
materi
pembelajaran penjas bagi siswa: 1.
Pelajari rekomendasi dan diagnosis dokter yang menanganinya.
2.
Temukan faktor dan kelemahan-kelemahan siswa berdasarkan hasil tes pendidikan jasmani.
3.
Olahraga kesenangan apa yang paling diminati siswa. Menurut Beltasar Tarigan (2000:40) program pendidikan jasmani
untuk anak cacat dibagi menjadi 3 kategori yaitu, pengembangan gerak dasar, olahraga dan permainan, dan yang terakhir adalah kebugaran dan kemampuan gerak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat kategori dan
38
aktivitas gerak yang dilakukan dalam program penjaskes untuk anak cacat. Tabel 2.1 Kategori dan Aktivitas Gerak Anak Cacat No
Kategori
1
Pengembangan gerak
2
Olahraga dan Permainan
3
Kebugaran dan kemampuan gerak
Aktivitas Gerak a. Gerakan-gerakan yang tidak berpindah tempat b. Gerakan-gerakan yang berpindah tempat. c. Gerakan-gerakan keseimbangan a. Olahraga permainan yang bersifat rekreatif b. Permainan lingkaran c. Olahraga dan permainan beregu d. Olahraga senam dan aerobik e. Kegiatan yang menggunakan musik dan tari f. Olahraga permainan diair g. Olahraga dan permainan yang menggunakan meja a. b. c. d. e.
Aktivitas yang meningkatkan kekuatan Aktivitas yang meningkatkan kelentukan Aktivitas yang meningkatkan kelincahan Aktivitas yang meningkatkan kecepatan Aktivitas yang meningkatkan daya tahan
2.1.6 Pengertian Anak Cacat Anak luar biasa (anak cacat) dalam pendidikan lingkungan dapat diartikan seseorang yang memiliki ciri-ciri penyimpangan mental, fisik, emosi atau tingkah laku yang membutuhkan modifikasi dan pelayanan khusus agar dapat berkembang secara maksimal semua potensi yang dimilikinya. Anak luar biasa ini meliputi anak yang memiliki cacat fisik, cacat mata, termasuk buta atau setengah buta, cacat pada tulang, termasuk lumpuh karena gangguan otak, tuli, termasuk tuli total dan
39
sebagian, cacat pada alat bicara, epilepsi, gangguan emosi, dan cacat bawaan. Menurut Arch C. Dalam bukunya berjudul the education exceptional children, anak cacat adalah anak yang penampilan geraknya menyimpang dari gerakan normal secara keseluruan. Sedangkan menurut the commitee of national society for the study of education di AS, cacat adalah gerakan-gerakan yang dilakukan seseorang yang menyimpang dari gerakan yang normal, walaupun telah dikembangkan secara maksimal. Penyimpangan tersebut dapat dilihat dari segi fisik, mental, tingkah laku, emosional dan sosial. (Baltasar Tarigan 2000:9) Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat digambarkan definisi cacat yaitu seseorang anak atau orang dewasa lakilaki maupun perempuan yang memliki kelainan apa bila dibandingkan dengan orang yang normal baik dilihat dari segi fisik, mental, tingkah laku, emosional dan sosialnya. Anak cacat termasuk peserta pendidikan jasmani adaptif,
perlu
diidentifikasi dan dikatagorikan sesuai dengan kecacatannya. Oleh karena penelitian yang dilakukan peneliti hanya memfokuskan pada anak tunagrahita, maka berikut ini hanya diuraikan pengertian mengenai anak tunagrahita saja. 2.1.7 Hakekat Tunagrahita 2.1.7.1 Pengertian Tunagrahita
40
Anak-anak luar biasa adalah anak-anak yang mempunyai kelainankelainan atau sering juga dikatakan cacat. Anak-anak yang mempunyai kelainan atau cacat itu, tidak dapat menjalankan fungsi dengan wajar, baik mengenai fisik maupun psikisnya. Anak-anak yang mempunyai kelainan pada dasarnya disebabkan oleh karena dari beberapa fungsi alat-alat tubuhnya tidak dapat bekerja secara normal dalam kehidupannya. Mengenai proses pertumbuhannya mereka itu tidak berbeda dengan anak-anak yang normal. Oleh karena tidak lengkap alat-alat tubuh yang diperlukan untuk melakukan fungsinya di dalam kehidupan, maka anakanak yang mempunyai kelainan atau cacat itu tidak dapat disamakan atau sejajar dengan anak-anak normal. Itulah yang dimaksudkan dengan anakanak luar biasa atau kelainan atau cacat. Anak-anak luar biasa menurut para ahli pada umumnya dapat dibagi atas 3 kelompok besar yaitu : a.
Kelompok
anak-anak
intelegensinya.
Yaitu
intelegensinya
tinggi
luar anak dan
biasa yang anak
menurut
keadaan
mempunyai yang
tingkat
kemampuan
mempunyai
tingkat
intelegensinya rendah seperti : slow learne, debil, embisil, dan idiot. b.
Kelompok anak-anak luar biasa menurut keadaan fisiknya. Yaitu seperti : tunanetra, tunarungu, dan tunawicara, dan sakit-sakitan.
c.
Kelompok anak-anak luar biasa yang dalam keadaan tingkah lakunya. Yaitu seperti kelainan tingkah laku primer, terkurang dalam tingkat sosialisasi primitive, komplikasi neurobik dan psikotik.
41
Berdasarkan atas pengelompokan tersebut di atas maka yang dimaksudkan dengan anak-anak lemah ingatan (Tunagrahita) dalam penulisan ini adalah anak-anak yang termasuk dalam kelompok keadaan intelegensinya. Yaitu anak-anak yang mempunyai keadaan tingkat intelegensinya rendah, seperti slow learne, debil, embisil, dan idiot. Anak-anak yang memiliki keadaan tingkat intelegensinya rendah itu, baik dalam kepustakaan maupun dalam pengertian umum masyarakat luas, lebih dikenal dengan sebutan cacat mental. Akan tetapi pengertian cacat mental dalam penulisan ini diperlukan dengan sebutan lemah ingatan/Tunagrahita (Aip Syarifudin, 1980/1981: 1-2). Berdasarkan
atas
pandangan
lama
bahwa
anak-anak
yang
mempunyai lemah ingatan (Tunagrahita) itu, disebabkan oleh sesuatu jenis penyakit yang terdapat di dalam jaringan otaknya. Mereka beranggapan, bahwa rohani seseorang itu terbagi menjadi beberapa bagian, yang masing-masing mempunyai fungsinya sendiri-sendiri dan tidak ada hubungannya antara yang satu dengan yang lainnya. Salah satu bagian tersebut, disebut intelek yang fungsinya untuk berfikir, mengingat dan sejenisnya. Jadi orang atau anak-anak yang lemah ingatan (Tunagrahita) itu adalah orang atau anak-anak yang sebagian besar jaringan otaknya tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, seperti anak normal. Sedangkan menurut anggapan baru menekan pada otak itu tidak terjadi pembagian tugas sendiri-sendiri. Selain itu dikatakan pula bahwa yang disebut rohani atau mental adalah keseluruhan kemampuan
42
seseorang yang meliputi berfikir, perasaan, kemampuan, tanggapan, pengamatan, ingatan, penyesuaian sosial dan gejala-gejala jiwa lainnya. Bagian-bagian yang seakan-akan terpisah-pisah itu saling mempengaruhi, sehingga mewujudkan suatu keseluruhan yang dinyatakan dalam tingkah laku seseorang. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa lemah ingatan (Tunagrahita) itu tidak dapat dilokalisasi pada salah satu bagian atau aspek saja. Oleh karena itu istilah-istilah tersebut, tidak releven dengan keadaan yang nyata dari fungsi-fungsi yang terhambat pada penderita lemah ingatan (Tunagrahita) tersebut. Atas dasar pengertian tersebut, lemah ingatan (Tunagrahita) bukanlah suatu penyakit dimana setelah mendapat kesembuhan dapat kembali menjadi normal. Akan tetapi pada hakekatnya lemah ingatan (Tunagrahita)
adalah
suatu
keadaan
perkembangan
psikis
yang
subnormal. Oleh karena itu lemah ingatan (Tunagrahita) tersebut tidak akan kembali menjadi normal. Ketidaknormalan yang paling menonjol adalah dimana keadaan intelegensinya berada dibawah ukuran anak-anak normal lainnya. Keadaan tersebut pada umumnya berada atau timbul sejak anak itu lahir atau dapat juga timbul pada waktu kanak-kanak (Aip Syarifudin, 1980/1981: 1-4). Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawa rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Pembelajaran
43
bagi individu tunagrahita lebih dititik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialita (Hj.Yani Meimulyani dan Caryoto 2013:15). Anak tunagrahita memiliki fungsi intelektual tidak statis. Kelompok tertentu, termasuk beberapa dari down syndrome, memiliki kelainan fisik dibanding teman-temannya, tetapi mayoritas dari anak tunagrahita terutama yang tergolong ringan, terlihat sama seperti yang lainnya. Kemampuan adaptif seseorang tidak selamanya tercermin pada hasil tes IQ. Latihan, pengalaman, motivasi, dan lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya pada kemampuan adaptif seseorang. Definisi yang ditetapkan AAMD yang dikutip oleh Grossman (kirk & Gallagher, 1986:116), yang artinya bahwa ketunagrahitaan mengacu pada sifat intelektual umum yang secara jelas dibawah rata-rata, bersama kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dab berlangsung pada masa perkembangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahawa : a.
Anak tunagrahita memiliki kecerdasan dibawah rata-rata sedemikian rupa dibandingkan dengan anak normal pada umumnya
b.
Adanya keterbatasan dalam perkembangan tingkah laku pada masa perkembangan
c.
Terlambat atau terbelakangnya dalam perkembangan mental dan sosial
d.
Mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat, didengar sehingga menyebabkan kesulitan berbicara dan berkomunikasi
44
e.
Mengalami masalah persepsi yang menyebabkan tunagrahita mengalami kesulitan dalam mengingat berbagai bentuk benda (visual perseption) dan suara (audiotary perception) Menurut
E.Kosasih
dalam
buku
yang
ditulisnya
pengertian
tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan terhadap komunikasi sosial. Anak tunagrahita juga sering dikenal dengan istilah keterbelakangan mental dikarenakan keterbatasan kecerdasannya. Akibatnya, anak tunagrahita sukar untuk mengikuti pendidikan disekolah biasa. Berbagai
ahli
talah
mengungkapkan
pendapatnya
tentang
tunagrahita, mekipun jelas ada begitu banyak batasan dan pengertian istilah tentang ini, pada dasarnya dapat disimpulakan bahwa semua batasan tersebut, secara langsung maupun tidak langsung merujuk pada ketidak sempurnaan fungsi intelektual individu, sedikit atau banyak membatasi kemampuan untuk bersosialisasi secara normal. 2.1.7.2 Klasifikasi Tunagrahita Pada dasarnya sekolah, sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus sama dengan sekolah anak normal pada umumnya. Namun, karna kondisi dan karakteristik kelainan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus, sekolah bagi mereka dirancang khusus sesuai dengan jenis dan karakteristiknya. Contohnya anak tunagrahita dia memiliki kekurangan dalam daya tangkapnya maka penggunaan alat bantu mengajar sangat
45
bermaanfaat. Manfaat penggunaan alat peraga bagi anak tunagrahita yaitu untuk menarik minat anak untuk belajar agar anak tidak cepat bosan karna anak tunagrahita cepat sekali bosan dalam menerima pelajaran, mereka seringkali menirukan kata yang didengarnya padahal mereka tidak tau apa arti dari kata tersebut, dengan alat peraga pengalaman anak akan diberikan secara baik yaitu dari yang paling kongkrit menuju hal yang konkrit akhirnya ke hal-hal yang abstrak, anak akan mendapat pengertian yang mendalam. Untuk anak tunagrahita penggunaan alat peraga ini lebih banyak karna berguna membantu proses berfikir anak, meskipun pengertian materi-materi tersebut sangat sederhana. Menurut buku yang ditulis oleh (Yudi Hendrayana, 2007:27) faktor ketunagrahitaan adalah (a) keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau dibawah rata-rata, (b) ketidakmampuan dalam perilaku adaktif, dan (c) terjadi selama perkembangan sampai usia 18 tahun. Klasifikasi tunagrahita Banyak sistem yang digunakan untuk mengklasifikasikan tunagrahita: WHO dan ICD (International Classification of Diseases) dan American psychiatric association’s Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder DSM-IV (2000) menggunakan skor tes intelegensi untuk menentukan level anak tunagrahita. Adapun klasifikasi tersebut dapat dilihat dalam skor IQ dibawah ini. Tabel 2.2 Klasifikasi Tunagrahita Tingkat Ketunaan Tunagrahita Ringan (Debil) Tunagrahita Moderat Tunagrahita Payah (Severe) Tunagrahita Berat (idiot)
Skor Tes Intelegensi IQ 50-55 sampai dengan 70-75 IQ35-40 sampai dengan 50-55 IQ 20-55 sampai dengan 35-40 IQ dibawah 20-25
46
(krebs, 2005) Sementara
itu
para
ahli
pendidikan
luar
biasa
Indonesia
menggunakan klasifikasi keturunan sebagai berikut:
Tunagrahita ringan IQ 50-70
Tunagrahita sedang IQ 30-50
Tunagrahita berat dan sangat berat IQ < 30 (Hendrayana, 2007;
27) Menurut (Hj. Yani Meimulyani dan Caryoto 2013:15-16) anak tunagrahita dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1.
Tunagrahita Ringan (IQ : 51-70) Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki banyak
kelebihan dan kemampuan. Mereka mampu dididik dan dilatih. Misalnya, membaca, menulis, berhitung, menjahit, memasak, bahkan berjualan. Tunagrahita ringan lebih mudah diajak berkomunikasi. Selain itu kondisi fisik mereka tidak begitu mencolok. Mereka mampu berlindung dari bahaya apapun. Karna itu anak tunagrahita ringan tidak memerlukan pengawasaan ekstra.
2.
Tunagrahita Sedang (IQ : 36-51) Tidak jauh berbeda dengan anak tunagrahita ringan. Anak
tunagrahita
sedang
pun
mampu
diajak
berkomunikasi.
Namun,
kelemahannya mereka tidak begitu mahir dalam menulis, membaca, dan berhitung. Tetapi, ketika ditanya siapa nama dan alamat rumah akan
47
dengan jelas dijawab. Mereka dapat bekerja dilapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula dengan perlindungan diri dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan. Begitu pula dengan dengaan perlindungan diri dari bahaya. Sedikit pengawasan dan perhatian dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang. 3.
Tunagrahita Berat (IQ dibawah 20) Anak tunagrahita berat juga bisa disebut idiot. Karna dalam kegiatan
sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan,
perhatian, bahkan
pelayanan yang maksimal. Mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri apalagi berlindung dari bahaya. Asumsi anak tunagrahita sama dengan anak idiot tepat digunakan jika anak tunagrahita yang dimaksud tergolong dalam tunagrahita berat. 2.1.7.3 Langkah Penanganan Penangan yang perlu diberikan pada anak tunagrahita lebih difokuskan pada life skile dan kemampuan merawat diri. Pandangan yang selama ini berkembang adalah anak-anak akan memiliki kesuksesan hidup jika nilai-nilai akademik mereka tinggi. Namun, Secapramana (1999) memberikan catatan penting untuk direnungkan bahwa kecerdasan akademik sedikit kaitannya dengan kehidupan emosional. Orang dengan IQ tinggi dapat terperososok kedalam nafsu yang tak terkendalikan dan implus yang meledak-ledak. Terdapat pemikiran bahwa IQ menyumbang
48
paling banyak 20% bagi sukses dalam hidup 80% faktor lain. Kecerdasan akademik tidak menentukan kesejahteraan hidup. Anak tunagrahita ,memiliki kecenderungan dalam emosi yang harus dilakukan guru adalah mengembangkan skillnya, mereka membutuhkan ketekunan,
semangat,
pengendalian
dorongan
hati,
emosi,
dan
penundaan pemuasan dalam mencapai sasaran.
2.1.8 Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat
diartikan
sebagai
produk
interaksi
berkelanjutan
antara
pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan (Trianto, 2010:17). Belajar merupakan suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadi perubahan tingkah laku, ”perubahan” terjadi akibat “pengalaman”. Perbedaan baru terlihat pada saat menyatakan apakah perbedaan itu positif atau negatif, nampak (overt) atau tidak tampak (covert), pada keseluruhan pribadi atau pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara sendiri-sendiri (Max Darsono dkk, 2001:2-24). Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik. Ciri-ciri pembelajaran dapat dikemukakan sebagai berikut:
49
1.
Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis.
2.
Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar.
3.
Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan menantang bagi siswa.
4.
Belajar dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik.
5.
Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa.
6.
Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik secara fisik maupun psikologis (Max Darsono dkk, 2001:24). Menurut Chauhan, “pembelajaran adalah upaya guru dalam
memberikan rangsangan, bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar”. Menurut kaum kognitif, pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari (Max Darsono, 2000: 24). 2.1.9 Prinsip-Prinsip Pengembangan Model Pembelajaran Dalam kurikulum pendidikan jasmani disekolah, olahraga cukup mendominasi
materi
pembelajaran.
Padahal
olahraga
merupakan
kegiatan fisik yang sangat kompleks, termasuk didalamnya close skill, open skill, kombinasi skill dan bahkan bisa jadi belum semua anak siap
50
menerimanya. Untuk itu pengembangan dan modifikasi sangat penting dilakukan. Meskipun olahraga pada umumnya diterima sebagai alat pendidikan, tetapi makin banyak pula para pendidik yang semakin kritis dan mempertanyakan keberadaannya. Menurut Yoyo Bahagia dan Adang Suherman (2000:12-15), menjelaskan beberapa kritik terhadap permainan dan olahraga yang pelaksanaannya tidak dimodifikasi sebagai berikut: 1)
Permainan olahraga hanya untuk orang-orang yang terampil Kecenderungan olahraga dan permainan cenderung didominasi oleh
siswa yang terampil, misalnya dalam permainan gugur. Orang terampil terus bertahan hingga akhir permainan. Sementara itu siswa yang lamban atau lemah keterampilannya seringkali gugur di awal atau diakhir pertandingan. Hal ini menyebabkan siswa yang kurang terampil merasa kurang percaya diri sehingga sering kali mereka pasif dalam melakukan pembelajaran. 2)
Permainan olahraga hanya untuk surplus energi Guru kelas sering kali berkata “berilah pelajaran olahraga sampai
mereka lelah hingga mereka siap mengikuti pelajaran di kelas”. Pertanyaan tersebut bahwa seolah-olah olahraga dan permainan hanya untuk surplus energi dan istirahat dari belajar kognitif, setelah itu siswa siap lagi belajar secara kognitif.
51
3)
Permainan dan olahraga hanya kesenangan Permainan dan olahraga diberikan agar siswa senang dan capek
karena terlibat secara aktif. Siswa juga harus mengetahui tujuannya dan belajar meraih tujuan itu dengan terlibat secara aktif dalam permainan dan olahraga. 4)
Permainan dan olahraga mengabaikan prinsip pengembangan Pengajaran permainan dan olahraga seringkali berorientasi pada
permainan dan olahraga itu sendiri (subyek centered). Pengajaran tersebut seringkali tidak sesuai dengan kemampuan siswa. 5)
Permainan olahraga merupakan aktivitas “Teacher-centered” Pelaksanaan pembelajaran dan permainan olahraga seringkali
mengabaikan pendekatan student-centered. 6)
Permainan dan olahraga seringkali membuat anak pasif Pelaksanaan pembelajaran permainan dan olahraga seringkali
menyebabkan sebagian besar anak pasif menunggu giliran atau menunggu bola. 7)
Permainan dan olahraga mengabaikan kemajuan belajar siswa Pembelajaran dan olahraga seringkali menekankan pada belajar
bagaimana bermain sesuai dengan aturannya dan bukan belajar tentang strategi dan skill yang mempunyai nilai transfer terhadap permainan olahraga yang sebenarnya. Sehubungan dengan kritik terhadap permainan dan olahraga formal seperti yang diuraikan di atas, maka pembelajaran permainan dan
52
olahraga harus dikembangkan dan dimodifikasi sesuai dengan prinsip Developmentally Appripriate Practice (DAP). 2.1.9.1 Keuntungan Pengembangan Permainan dan Olahraga Menurut Yoyo Bahagia dan Adang Suherman (2000:15), beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pengembangan permainan dan olahraga secara DAP dan di ungkapkan istilah “Physically educated person” (seorang yang terdidik fisiknya), diantaranya sebagai berikut : 1)
Menunjukkan
kemampuan
mengkombinasikan
keterampilan
manipulatif, lokomotor dan non lokomotor baik yang dilakukan secara perorangan maupun orang lain. 2)
Menunjukkan kemampuan pada aneka ragam bentuk aktivitas jasmani.
3)
Menunjukkan penguasaan pada beberapa bentuk aktivitas jasmani.
4)
Memiliki kemampuan tentang bagaimana caranya mempelajari keterampilan baru.
5)
menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pengembangan ketrampilan gerak.
6)
Mengetahui aturan, strategi, dan perilaku yang harus dipenuhi pada aktivitas jasmani yang dipilih.
7)
Memahami bahwa aktivitas jasmani memberi peluang untuk mendapatkan berkomunikasi.
kesenangan,
menyatakan
diri
sendiri
dan
53
8)
Menghargai hubungan dengan orang lain yang diperoleh dari partisipasi dalam aktivitas jasmani.
2.1.9.2 Modifikasi Menurut Yoyo Bahagia dan Adang Suherman (2000:1), modifikasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para guru agar proses pembelajaran dapat mencerminkan Developmentally Appropriate Practice (DAP). DAP artinya bahwa tugas ajar yang disampaikan harus memperhatikan perubahan kemampuan atau kondisi anak, dan dapat membantu mendorong kearah perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembangan dan tingkat kematangan anak didik yang yang diajarnya. Perkembangan atau kematangan
yang
dimaksud
mencakup
fisik,
psikis,
maupun
keterampilannya. Modifikasi secara umum diartikan sebagai usaha untuk mengubah atau menyesuaikan. Namun secara khusus modifikasi adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menciptakan dan menampilkan sesuatu hal yang baru,
unik,
dan
menarik. Modifikasi
dibuat
guna
mengoptimalkan
pembelajaran yang ada di sekolah sehingga dapat meningkatkan antusiasme siswa dalam mengikuti pembelajaran dan akhirnya hasil belajar
siswapun
diharapkan
dapat
meningkat.
(http://sumbarahambali.blogspot.com) Modifikasi disisi mengacu kepada sebuah penciptaan, penyesuaian dan menampilkan suatu alat/sarana dan prasarana yang baru, unik, dan
54
menarik terhadap suatu proses belajar mengajar pendidikan jasmani. Pelaksanaan modifikasi sangat diperlukan bagi setiap guru pendidikan jasmani sebagai salah satu alternatif atau solusi dalam mengatasi permasalahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar pendidikan jasmani. Modifikasi merupakan implementasi yang sangat berintegrasi dengan aspek pendidikan lainnya. Seorang guru pendidikan jasmani yang kreatif akan mampu menciptakan sesuatu yang baru, atau memodifikasi yang sudah ada tetapi disajikan dengan cara semenarik mungkin, sehingga anak didik akan merasa senang mengikuti pelajaran penjasorkes yang diberikan. Banyak hal-hal yang sederhana yang dapat dilakukan oleh guru pendidikan jasmani untuk kelancaran jalannyan pendidikan jasmani. seperti halnya halaman sekolah, taman, ruang kosong, parit, selokan, dan sebagainya yang ada dilingkungan sekolah, sebenarnya dapat direkayasa dan dimanfaatkan untuk pendidikan jasmani. Jadi, dari definisi diatas modifikasi dapat diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan untuk menciptakan dan menampilkan sesuatu hal yang baru, unik, menarik, dan dapat mencerminkan Developmentally Appropriate Practice(DAP). Artinya bahwa tugas ajar yang disampaikan harus memperhatikan perubahan kemampuan atau kondisi anak, dan dapat membantu mendorong kearah perubahan tersebut. Tujuannya adalah sebagai salah satu alternatif atau solusi dalam mengatasi permasalahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar pendidikan
55
jasmani. Oleh karena itu, modifikasi pembelajaran merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh guru pendidikan jasmani untuk kelancaran jalannya pendidikan jasmani. 2.1.9.2.1 Prinsip Dasar Pengembangan Modifikasi Permainan Dan Olahraga Pada kenyataanya, pembelajaran penjas di sekolah – sekolah umumnya disampaikan dalam bentuk permainan dan olahraga. Materi pembelajarannya dalam bentuk olahraga atau permainan hendaknya diberikan
secacra
bertahap
dan
“DAP”
sehingga
esendi
pokok
pembelajaran permainan dapat dicapai oleh siswa. Untuk itu para guru hendaknya memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan tentang strategi dan struktur permainan yang sangat berguna untuk meningkatkan optimalisasi belajar siswa (Yoyo bahagia dan Adang Suherman 2000 : 21). 2.1.9.2.2 Struktur Modifikasi Permainan Olahraga Menurut (Yoyo bahagia dan Adang Suherman 2000 : 31). Tahap dalam belajar pemainan adalah mempelajari strategi dasar permainan. Sering kali para guru mengajar permainan secara khusus tetapi terkadang lupa para guru tidak sekaligus mengajar struktur permainannya. Untuk itu pembelajaran dapat dimodifikasi dengan cara mengurangi struktur permainan yang sebenarnya hingga pembelajaran strategi dasar bermain dapat diterima dengan relatif mudah oleh siswanya. Pengurangan struktur permainan ini dapat dilakukan terhadap faktor:
56
1)
Ukuran lapangan
2)
Bentuk, ukuran, dan jumlah peralatan yang digunakan
3)
Jenis skill yang digunakan
4)
Aturan
5)
Jumlah pemain
2.1.10 Karakteristik Permainan Sepak Bola 2.1.10.1 Permainan Sepak Bola Permainan sepak bola merupakan permainan yang sering kita jumpai di desa maupun di kota-kota besar. permainan sepak bola ini merupakan permainan beregu karena dimainkan oleh 11 orang dari masing-masing
regunya,
dari
anak-anak
sampai
orang
dewasa
menggemari dan menyenangi permainan ini, karena untuk bermain sepak bola tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya dan dapat dilaksanakan di tempat-tempat terbuka sekalipun bukan lapangan yang sebenarnya (Abdul Rohim, 2008:1). 2.1.10.2 Tujuan Permainan Sepak Bola Setiap
cabang
permainannya.Tujuan
olahraga
permainan
mempunyai sepak
bola
tujuan adalah
dari permain
memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawannya dan berusaha menjaga gawangnya sendiri, agar tidak kemasukkan. Suatu regu dinyatakan menang apabila regu tersebut dapat memasukkan bola terbanyak ke gawang lawannya, dan apabila sama, maka permainan dinyatakan seri/draw (Sucipto dkk, 2000:7-8)
57
2.1.10.3 Analisa Pola Gerak Dominan dalam Permainan Sepak bola Kalau kita perhatikan gerak-gerak pada permainan sepak bola, disitu tetdapat gerak lari, lompat, loncat, menendang, menghentikan, dan menangkap bola bagi penjaga gawang.Semua gerakan tersebut terangkai dalam suatu pola gerak yang diperlukan pemain dalam menjalankan tugasnya bermain sepak bola. Gerakan
yang
paling
dominan
dari
permainan
ini
adalah
menendang.dengan gerakan menendang saja anak-anak sesudah dapat bermain sepak bola.Jika dilihat dari rumpun gerak dan ketrampilan dasar, terdapat tiga dasar ketrampilan diantaranya adalah lokomotor, non lokomotor, dan manipulatif. Lokomotor pada ketrampilan bermain sepak bola ada gerakan berpindah tempat, seperti lari ke segala arah, meloncat/melompat, dan meluncur.gerakan tersebut di atas termasuk kedalam rumpun gerak lokomotor. Nonlokomotor dalam bermain sepak bola ada gerakan-gerakan yang tidak berpindah tempat, seperti menjangkau, melenting, membungkuk, meliuk.gerakan-gerakan tersebut tergolong kedalam rumpun gerak nonlokomotor. Manipulatif gerakan-gerakan yang termasuk kedalam rumpun gerak manipulatif dalam permainan sepak bola, meliputi gerakan menendang bola, menggiring bola, menyundul bola, merampas bola, dan menangkap
58
bola bagi penjaga gawang, atau lemparan kedalam untuk memulai permainan setelah bola keluar lapangan (Sucipto dkk, 2000:8). 2.1.10.4 Struktur Gerak Permainan Sepak Bola Kalau kita amati, cabang olahraga sepak bola memiliki ketrampilan yang kompleks dan bersifat terbuka. kompleksitas ketrampilan sepak bola meliputi menendang bola, menggiring bola, menyundul bola, merampas bola, melempar, dan menangkap bola. teknik menendang bola (Sucipto dkk, 2000:12). 2.1.10.5 Perkembangan Sepak bola di Indonesia Permainan sepak bola modern berkembang di indonesia dibawa oleh bangsa belanda pada waktu menjajah indonesia pada tahun 1920. perkembangan pada awalnya, terbatas pada orang-orang belanda saja, terutama di kota-kota besar. lambat lau berkembang dan dimainkan oleh bangsa pribumi hingga kw kota-kota kecil. oraganisasi sepak bola yang pertama berdiri di Indonesia adalah Nederlands Indisce Voetbal Bond (NIVB)
yang
didirikan
oleh
orang-orang
Belanda.
perkumpulan-
perkumpulan yang didirikan oleh orang-orang Indonesia sekitar tahun 1920 sampai tahun 1930, dimana pada saat itu sedang timbul semangat perjuangan melawan penjajah. Nama-nama perkumpulan pada waktu itu masih menggunakan bahasa Belanda, hal itu supaya tidak dilarang oleh penjajah Belanda. Sejalan dengan perjuangan bangsa untuk mencapai kemerdekaan, dibentuklah wadah-wadah pemuda melalui sepak bola untuk menggalang
59
semangat kesatuan dan persatuan. Pada tanggal 19 April 1930 berkumpulah utusan-utusan dari masing-masing Bond untuk mendirikan organisasi sepak bola seluruh Indonesia maka berdirilah Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), dan yang menjadi ketua pertamanya adalah Ir. Suratin pada tahun 1931. Pada tahun 1941, untuk pertama kali diadakan kompetisi sepak bola dan dijadikan acara rutin setiap tahun sekali.Pada tahun 1942-1950 tidak ada kompetisi, karena pada waktu itu masih masa penjajahan dan perang tersebut kemerdekaan.kompetisi dilaksanakan lagi pada tahun 1951, dan itupun tidak teratur. Pada tahun 1966 hingga sekarang diadakan kejuaraan tingkat remaja taruna (yunior) untuk memperebutkan piala Suratin.Hal ini untuk menghormati jasa-jasa Ir. Suratin terhadap persepak bolaan di tanah air. 2.1.10.6 Dribbling (menggiring) dalam permainan sepak bola Dribbling adalah ketrampilan dasar dalam sepak bola karena semua pemain harus mampu menguasai bola saat sedang bergerak, berdiri, atau bersiap melakukan operan atau tembakan. ketika pemain telah menguasai kemampuan dribbling secara efektif, sumbangan mereka di dalam pertandingan akan sangat besar (Danny Mielke, 2007:1) Teknik dasar menggiring bola adalah cara membawa bola dengan menggunakan kaki yang mempunyai tujuan untuk memasukkan bola ke gawang lawan, melewati lawan, menyelamatkan bola dari pengusaan kontrol bola oleh pemain lawan (Muhammad Muhyi, 2008:68) 2.1.10.7 Passing (mengoper) dalam permainan sepak bola
60
Passing adalah seni memindahkan momentum bola dari satu pemain
ke
pemain
lain.
passing
paling
baik
dilakukan
dengan
menggunakan kaki, tetapi bagian tubuh lain juga bisa digunakan (Danny Mielke, 2007:19) Menendang bola dalam permainan sepak bola adalah salah satu komponen teknik dasar utama yang harus dikuasai oleh pemain , dalam menendag bola mempunyai beberapa cara dengan efek hasil tendangan yang berbeda pula. setiap pemain ketika akan melakukan tendangan mempunyai tujuan dan tujuan yang paling mendasar dengan tendangan, bisa memasukkan bola ke gawang lawan sehingga memperoleh angka untuk penentu kemenangan (Muhammad Muhyi, 2008:53) 2.1.10.8 Control (menghentikan bola) dalam permainan sepak bola Control (menghentikan) bola terjadi ketika seorang pemain menerima passing atau menyambut bola dan mengontrolnya sedemikian rupa sehingga pemain tersebut dapat begerak dengan cepat untuk melakukan dribbling, passing, atau shooting. saat melakukan control, pemain menggunakan bagian tubuh yang sah (kepala, tubuh, kaki) agar bola tetap berdekatan dengan tubuhnya.
control adalah metode
mengontrol bola yang paling sering digunakan pemain ketika menerima bola dari pemain lain. (Danny Mielke, 2007:29) seorang pemain dalam permainan sepak bola, selain menguasai teknik dasar menendang bola, pemain harus menguasai teknik dasar menghentikan bola. Di lapangan seorang pemain sering melakukan teknik
61
dasar ini. misalkan, pada saat mendapatkan passing bola dari teman dengan jarak dekat atau jarak yang jauh bola harus diberhentikan agar dapat dikontrol dengan baik. apabila seorang pemain tidak dapat menghentikan bola yang bergulir hasil passing dari teman maka bola akan terlepas dari kontrol si pemain sehingga akan dengan mudah dikuasai oleh lawan (Muhammad Muhyi, 2008:60) 2.1.10.9 Shoot Dalam Permainan Sepak Bola Karateristik
utama
dalam
permainan
sepak
bola
adalah
menendang. Adapun sebagai tujuan penting untuk menendang bola adalah untuk mengumpan (passing), dan menembak bola kearah gawang (shooting at the goal). Menelisik trik menendang bola dengan berbagai bagian dari kaki, maka menendang bola dapat dibagi menjadi beberapa macam, diantaranya yaitu menendang bola dengan kaki bagian dalam, menendang bola dengan kaki bagian luar, dan menendang bola dengan punggung kaki (Abdul Rohim, 2008:1) 2.2 Kerangka Berpikir Sesuai dengan kompetensi dasar dalam kurikulum pendidikan jasmani, siswa diharapkan dapat mempraktekkan gerak dasar sebagai gerakan variasai dalam permainan sederhana dengan peraturan yang sudah dimodifikasi serta nilai kerjasama, sportivitas dan kejujuran. Pendidikan jasmani merupakan pendidikan melalui aktivitas jasmani yang dijadikan sebagai media untuk mencapai perkembangan individu secara menyeluruh. Namun perolehan keterampilan dan perkembangan
62
lain yang bersifat jasmaniah itu juga sekaligus sebagai tujuan. Melalui pendidikan jasmani, siswa disosialisasikan ke dalam aktivitas termasuk keterampilan berolahraga. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila banyak yang meyakini dan mengatakan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan menyeluruh, dan sekaligus memiliki potensi yang strategis untuk mendidik (Adang Suherman : 2000). Modifikasi pembelajaran sepak bola merupakan salah satu upaya untuk membuat model pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif melalui permainan smart box dengan pendekatan fisik di dalam dan di luar lingkungan sekolah diharapkan mampu membuat anak lebih aktif dalam bergerak diberbagai situasi dan kondisi yang menyenangkan. Dengan terciptanya pembelajaran yang menyenangkan dan dapat memotivasi siswa untuk lebih berpeluang untuk mengeksploitasi gerak secara luas dan bebas sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki dan dapat membantu meningkatkan gerak pada anak SMPLB-C.
BAB III
METODE PENGEMBANGAN
3.1
Model Pengembangan Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang bertujuan untuk
menghasilkan produk berupa model pembelajaran permainan smart box bagi siswa SMPLB-C swadaya kendal. Borg & Gall (1983) dalam Punaji Setyosari (2010: 215-222) menjelaskan penelitian pengembangan adalah suatu proses yang dipakai untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Penelitian ini mengikuti suatu langkah-langkah secara siklus. Langkah-langkah penelitian atau pengembangan ini terdiri atas kajian tentang temuan penelitian produk yang dikembangkan, mengembangkan produk berdasarkan temuantemuan tersebut. Melakukan uji coba lapangan sesuai dengan latar dimana produk tersebut akan dipakai dan melakukan revisi terhadap hasil uji lapangan. Penelitian pengembangan ini menggunakan model pengembangan prosedural. Model prosedural adalah model deskriptif yang menggambarkan alur atau langkah-langkah prosedural yang harus diikuti untuk menghasilkan suatu produk tertentu. Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan sepuluh langkah yang utama, yaitu: 1. Melakukan penelitian pendahuluan dan pengumpulan informasi. Termasuk observasi lapangan dan kajian pustaka. 2. Perencanaan penelitian. Menyusun rencana penelitian, meliputi kemampuankemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan
63
64
3. yang hendak dicapai dengan penelitian tersebut, desain atau langkahlangkah penelitian, kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas. 4. Mengembangkan bentuk produk awal (berupa bentuk peraturan model permainan smart box). Pengembangan bahan pembelajaran, proses pembelajaran dan instrument evaluasi. 5. Uji coba lapangan awal. Uji coba pertama dilakukan terhadap beberapa siswa dalam skala kecil. 6. Revisi hasil uji lapangan terbatas. Evaluasi para ahli dengan menggunakan satu ahli penjas dan satu ahli pembelajaran serta uji coba skala kecil, dengan menggunakan kuesioner dan konsultasi serta evaluasi yang kemudian dianalisis. 7. Uji lapangan lebih luas. 8. Revisi hasil uji lapangan. Revisi produk akhir yang dilakukan berdasarkan hasil uji coba skala besar. 9. Uji kelayakan. 10. Revisi hasil uji kelayakan. Revisi produk akhir yang dilakukan berdasarkan hasil uji coba skala besar 11. Diseminasi dan sosialisasi produk akhir. Hasil akhir model pembelajaran permainan smart box bagi siswa SMPLB-C Swadaya Kendal.
3.2
Prosedur Pengembangan Prosedur pengembangan pada pengembangan produk ini melalui langkah-
langkah sebagai berikut:
65
Potensi dan Masalah
Pengumpulan Data
Revisi Desain
Uji Coba Produk
Revisi Produk
Desain Produk
Revisi Produk
Validasi Desain
Uji Coba Pemakaiaan
Produk Masal
Gambar 3.1 Prosedur Pengembangan Model Permainan Smart Box 3.2.1 Potensi dan Masalah Penelitian dapat berangkat dari adanya potensi atau masalah. Potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai tambah. 3.2.2 Mengumpulkan Data Setelah potensi masalah dapat ditunjukkan secara factual dan uptode, maka selanjutnya perlu dikumpulkan berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan untuk perencanaan produk tertentu yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut.
66
3.2.3 Desain Produk Produk yang dihasilkan diharapkan dapat menghasilkan tujuan dari pembuatan produk tersebut, sehingga produk dapat menjadi inovasi dan lebih efektif. 3.2.4 Validasi Desain Validasi desain merupakan proses kegiatan untuk menilai apakah rancangan produk akan lebih efektif atau tidak. Validasi produk dapat dilakukan dengan cara menghadirkan beberapa pakar atau tenaga ahli yang sudah berpengalaman untuk menilai produk baru yang dirancang tersebut. Setiap pakar diminta untuk menilai desain tersebut, sehingga selanjutnya dapat diketahui kelemahan dan kekuatannya.Validasi desain dapat dilakukan dalam forum diskusi. Sebelum diskusi peneliti mempresentasikan proses penelitian sampai ditemukan desain tersebut, berikut keunggulannya. 3.2.5 Perbaikan Desain Setelah desain produk, divalidasi melalui diskusi dengan pakar dan para ahli lainnya, maka akan dapat diketahui kelemahannya. Kelemahan tersebut selanjutnya dicoba untuk dikurangi dengan cara memperbaiki desain. Yang bertugas memperbaiki desain adalah peneliti.
3.2.6 Uji Coba Produk Uji
coba
produk
tahap
awal
dilakukan
dengan
simulasi.Setelah
disimulasikan, maka dapat diuji cobakan pada kelompok yang terbatas.Pengujian dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi apakah produk tersebut lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan produk yang lama.
67
3.2.7 Revisi Produk Revisi poduk dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah produk masih memiliki kelemahan. Jika masih ada kelemahan makan harus diperbaiki lagi agar poduk yang akan dihasilkan menjadi lebih efekif dan efisien.
3.2.8 Uji Coba Pemakaian Setelah pengujian terhadap produk berhasil, dan mungkin ada revisi yang tidak terlalu penting, maka selanjutnya produk yang berupa metode belajar baru tersebut diterapkan dalam lingkup lembaga pendidikan yang luas. Dalam operasinya, metode baru tersebut, tetap harus dinilai kekurangan atau hambatan yang muncul guna untuk perbaikan lebih lanjut. 3.2.9 Revisi Produk Revisi produki ini dilakukan, apabila dalam pemakaian di lembaga pendidikan yang lebih luas terdapat kekurangan dan kelemahan. 3.2.10 Pembuatan Produk Masal Bila produk yang berupa metode belajar baru tersebut telah dinyatakan efektif dalam beberapa kali pengujian, maka metode mengajar baru tersebut dapat diterapkan pada setiap lembaga pendidikan.
3.3 Uji Coba Produk Uji coba produk pebelitian ini bertujuan untuk memperoleh efektifitas, efisiensi dan kebermanfaatan dari produki. Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan uji coba produk adalah sebagi berikut:
68
3.3.1 Desain Uji Coba Desain uji coba yang dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui tingkat keefektifan dan segi pemanfaatan produk yang dikembangkan. Desain uji coba yang dilaksanakan terdiri dari:
3.3.1.1 Evaluasi Hasil Sebelum produk pembelajaran yang dikembangkan diuji cobakan kepada subjek, produk yang dibuat dievaluasi (validasi) terlebih dahulu oleh satu ahli penjas dan satu ahli pembelajaran. Variable yang dievaluasi oleh ahli meliputi fasilitas dan peralatan, jumlah pemain, peraturan permainan, lapangan permainan, teknik bermain. Untuk menghimpun data dari para ahli dilakukan dengan cara memberikan draf model awal dengan disetakan lembar evaluasi para ahli penjas dan ahli pembelajran.
3.3.1.2 Uji Coba skala kecil Pada uji coba kelompok kecil ini menggunakan 8 siswa sebagi subjeknya. Siswa yang digunakan adalah siswa laki-laki dan perempuan. Pertama-tama siswa diberikan penjelasan peraturan permainan Smart Box yang kemudian melakukan uji coba model permainan. Setelah selesai melakukan uji coba siswa mengisi kuesioner tentang permainan yang telah dilakukan. Tujuan uji coba skala kecil ini adalah untuk mengetahui tanggapan awal produk yang dikembangkan.
3.3.1.3 Revisi Produk Pertama Hasil data dari evaluasi satu ahli penjas dan satu ahli pembelajaran, serta uji skala kecil tersebut dianalisis. Selanjtnya dijadikan acuan untuk merevisi produk yang telah dibuat.
69
3.3.1.4 Uji Coba skala besar Hasil analisis uji coba skala kecil serta revisi produk pertama, selanjutnya dilakukan uji coba skala besar. Uji coba skala besar ini dilakukan pada 16 siswa SMPLB-C swadaya kendal.
3.3.2 Subjek Uji Coba Subjek uji coba pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Evaluasi ahli yang terdiri dari satu ahli penjas dan satu ahli pembelajaran.
2.
Uji coba skala besar yang terdiri dari 16 siswa SMPLB-C. Materi yang digunakan pada uji coba skala besar adalah produk permainan Smart Box yang telah divalidasi oleh ahli penjas dan ahli pembelajaran.
3.
Uji coba skala besar terdiri dari siswa SMPLB-C swadaya kendal, yang digunakan pada uji coba lapangan adalah produk permainan yang sudah direvisi setelah uji coba skala kecil.
3.4
Rancangan Produk Merupakan rencana keseluruhan dari model pengembangan produk, yang
diciptakan peneliti dalam penelitian ini berupa model pembelajaran Smart Box pada SMPLB-C Swadaya Kendal. 3.4.1 Pengertian permainan Smart Box Smart box adalah permainan bola besar yaitu permainan sepak bola yang disederhanakan dari segi lapangan, cara bermain (rule) yang bertujuan untuk mempermudah anak dalam mempelajarai dan mengerti tentang teknik dasar dalam sepak bola seperti, passing, dribble, control, dan shooting. Smart Box dimunculkan untuk anak-anak luar biasa khususnya anak-anak tunagrahita
70
dengan tujuan mengenalkan dan membiasakan anak untuk belajar tentang teknik dasar dalam sepak bola dan mempermudah anak dalam memahami serta mempelajarinya, selain itu anak dapat aktif dalam bergerak, tidak mudah jenuh sehingga pembelajaran tersebut akan berjalan secara efektif dan hasil yang dicapai akan maksimal. Dalam permainan smart box ini gawang yang digunakan dimodifikasi dengan menggunakan kardus, selain siswa dapat bermain sepak bola dengan cara mencetak point dalam tendangan ke gawang siswa juga bisa memilih posisi untuk shoot ke area gawang karena point disetiap kotak berwarna memiliki nilai yang berbeda contohnya seperti dikotak warna orange bila siswa dapat memasukkan bola kedalam gawang dari daerah kotak orange siswa akan mendapat point 3, bila siswa dapat melakukan shoot dari posisi kotak merah atau tengah siswa mendapat point 2, begitu juga pada kotak hijau siswa akan mendapat point 3 karna disetiap kotak warna memiliki tingkat kesulitan yang berbeda dan didepan kotak warna terdapat garis bantu yang berguna apabila shoot kedaerah gawang tapi tidak masuk ke gawang siswa tetap mendapat nilai 1 karna garis bantu itu berguna untuk membantu siswa berlatih menendang kedaerah yang ingin dituju. Alasan lain gawang yang digunakan kardus bukan gawang asli adalah bila guru menemukan sekolah yang tidak mempunyai gawang maka pembelajaran sepak bola tetap bisa dilakukan dengan melakukan permainan smart box. Pengenalan awal permainan smart box saya menggunakan alat bantu audio visual yang berguna untuk mengenalkan permainan smart box (kotak pintar) sebelum masuk ke praktek langsung di lapangan, alasan saya menggunakan alat bantu audio visual karena tipe atau karakter anak tuna grahita susah untuk
71
mengingat maka dari itu criteria proses pembelajaran harus berulang dan mengerjakan dari materi dasar sampai akhir dengan beruntut dari rinci, dengan alat bantu AV siswa dapat melihat, mendengarkan serta membayangkan bahwa permainan smart box tidak berbahaya, selain itu saya juga membawa alat peraga nyata seperti bola, kaos team sepak bola agar siswa dapat memegang langsung benda yang ditanyakan lewat AV dengan alat bantu awalan tersebut diharapkan siswa dapat memahami tentang apa itu permainan sepak bola sebelum masuk ke praktek langsung dilapangan, langkah selanjutnya siswa akan diajarkan dari tekhnik dasar sepak bola seperti passing, drible, kontrol dan shoot dengan modifikasi permainan agar menarik bagi anak SLB-C sehingga siswa dapat melakukan teknik sepak bola dan akhirnya siswa SLB-C bisa bermain sepak bola melalui smart box (kotak pintar) dengan tim. Permainan Smart Box bertujuan untuk memudahkan anak luar biasa khusunya anak tunagrahita dalam mempelajari permainan sepak bola. pembelajaran permainan smart box lebih sederhana dan bersifat kompetitif sehingga dapat meningkatkan semangat, sikap fair play saat bermain smart box. Permainan ini juga menumbuhkan nilai kerjasama, kejujuran, menghargai, percaya diri.
72
3.4.2 Fasilitas Permainan Smart Box 3.4.2.1 Lapangan
1
3
3
2
2
3
3
1
3m
2m
1m
Gambar 3.2 lapangan smart box
Keterangan : : Pemain
: Bola
: Kardus
: Lari
: Kotak pintar
: Garis bantu
3.4.2.2 Bola Bola yang digunanakan dalam pembelajaran ini adalah bola yang digunakan polo air (bola air), karena bola yang digunakan untuk anak tuna grahita
lebih
3
ringan
saat
ditendang,
dan
mempermudah
anak
menggunakannya.
Gambar 3.3 bola yang dipakai dalam permainan Smart Box
untuk
73
3.4.2.3 Kardus Kardus bekas yang digunakan untuk gawang karena apabila sekolahan tidak mempunyai gawang asli, bisa menggunakan kardus bekas.
Gambar 3.4 Kardus (gawang) 3.4.2.4 Kotak Pintar (smart box) Kotak pintar untuk area saat pemain melakukan shoot kegawang dan memiliki point tersendiri.
Gambar 3.5 Kotak pintar 3.4.3
Peraturan Permainan Berikut ini adalah peraturan-peraturan dalam permainan Smart box yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi di lapangan, keadaan siswa dan lingkungan sekolah. Peraturan permainan Smart box ini dimodifikasi untuk mempermudah siswa dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani pada materi permainan bola besar khususnya sepak bola.
74
a)
Teknik Teknik yang digunakan dalam permainan Smart box adalah menggunakan teknik passing, dribble, shoot.
b)
Perlengkapan Pada Pemain Rompi dan seragam olahraga sebagai identitas pembeda team
c)
Waktu Permainan Durasi waktu dalam permainan Smart Box adalah 20 menit, 10 menit untuk quarter pertama dan 10 menit untuk quarter ke-dua.
3.5
JENIS DATA Data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif yang berupa
alasan dalam memilih jawaban dan saran-saran.
3.6 INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah berbentuk lembar evaluasi dan kuesioner.Menurut (Agung Sunarno 2010:72) cirri khas angket adalah terletak pada pegumpulan data melalui pertanyaan tertulis yang disusun disebarkan untuk mendapatkan informasi atau keterangan yang berupa sumber/responden.Lembar evaluasidigunakan untul menghimpun data dari para ahli penjas dan ahli pembelajaran.Kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data dari evaluasi ahli dan uji coba.Alasanmemilih kuesioner adalah jumlah subjek relative banyak sehingga data dapat diambil secara serentak dan waktu yang singkat.Kepada ahli dan siswa diberikan kuesioner yang berbeda.Kuesioner ahli dititk beratkan pada produk pertama yang dibuat, sedangkan kuesioner untuk siswa dititik beratkan pada kenyamanan produk.
75
Kuesioner yang digunakan untuk ahli berupa sejumlah aspek yang harus dinilai kelayakannya.Faktor yang digunakan ahli berupa jumlah aspek yang harus dinilai kelayakannya. Faktor yang digunakan dalam kuesioner berupa kualitas model modifikasi permainan. Serta kometar dan saran umum jika ada.Rentangan evaluasi mulai dari “tidak baik” samapi dengan “sangat baik” dengan cara dengan memberikan tanda (v) pada kolom yang tersedia. 1.
: tidak baik
2.
: kurang baik
3.
: cukup baik
4.
: baik
5.
: sangat baik
3.7
Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini
adalah menggunakan teknik analisis deskriptif berbentuk presentase, sedangkan data yang berupa saran dan alasan memilih jawaban dianalisis menggunakan analisis kualitatif. Dalam pengolahan data, presentase diperoleh dengan rumus dari (Sukirman 2003: 879), yaitu :
Keterangan : f’
= frekuensi relative/angka persentase
f
= frekuensi yang sedang dicari
N
= jumlah seluruh data
76
100% = konstanta Dari hasil persentase yang diperoleh kemudian diklasifikasikan untuk meperoleh kesimpulan data. Pada tabel 2 akan disajikan klasifikasi persentase, sebagai berikut : Tabel 3.1 Klasifikasi persentase
Persentase
Klasifikasi
Makna
0-20%
Tidak Baik
Dibuang
20,1-40%
Kurang Baik
Diperbaiki
40,1-70%
Cukup Baik
Digunakan (Bersyarat)
70,1-90%
Baik
Digunakan
90,1-100%
Sangat Baik
Digunakan
BAB IV
HASIL PENGEMBANGAN
4.1 Penyajian Data Uji Skala Kecil 4.1.1 Analisis Kebutuhan
Guna
mengetahui
permasalahan-permasalahan
dalam
proses
pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di lapangan, serta pemecahan dari permasalahan tersebut, maka perlu diadakan analisis kebutuhan. Kegiatan ini dilakukan dengan cara melakukan observasi di lapangan dan wawancara dengan guru Penjas dan melakukan kajian pustaka. Seringkali dijumpai kendala pada saat pembelajaran berlangsung, ada
beberapa
kendala
yang
dijumpai
pada
saat
pembelajaran
berlangsung yaitu: 1)
Kurangnya materi yang diberikan oleh guru pada saat pembelajaran permainan bola besar khususnya sepak bola.
2)
Kurangnya modivikasi permainan, anak merasa bosan dan kurang bersemangat pada saat pembelajaran berlangsung.
3)
Keterbatasan anak tunagrahita dalam memahami materi bola besar khususnya sepak bola dalam pembelajaran.
Setelah dilakukannya pengamatan proses pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di SMPLB-C Swadaya saat observasi, peneliti menemukan permasalahan pada saat pembelajaran permainan bola besar khususnya sepak bola.
77
78
Berdasarkan
observasi
dan
wawancara
terhadap
proses
pembelajaran pendidikan jasmani, permainan yang menarik bagi siswa merupakan hal yang sangat penting, karena disamping siswa tidak merasa bosan, siswa juga menjadi lebih nyaman, lebih bersemangat dan senang dalam mengikuti proses pembelajaran. Melihat permasalahan tersebut, maka peneliti mengembangkan model pembelajaran tentang sepak bola melalui permainan Smart Box pada siswa SMPLB-C Swadaya khususnya pada anak-anak Tunagrahita. 4.1.2 Pembuatan Produk Awal Setelah menentukan produk yang akan dikembangkan berupa model permainan smart box yang sesuai dengan siswa SMPLB-C. Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah membuat produk menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : 1)
Analisis tujuan dan karakteristik permainan sepak bola di SMPLB-C.
2)
Analisis karakteristik siswa SMPLB-C.
3)
Mengkaji tentang prinsip-prinsip atau cara mengembangkan modifikasi permainan Sepak bola.
4)
Menetapkan prinsip-prinsip untuk menegembangkan model permainan Sepak bola.
5)
Menetapkan tujuan, isi, dan strategi pengelolaan pembelajaran.
6)
Pengembangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran.
7)
Menyusun produk awal model pembelajaran permainan sepak bola.
Setelah melalui proses desain dan produksi maka dihasilkan produk awal pembelajaran permainan sepak bola melalui permainan smart box
79
yang sesuai dengan siswa SMPLB-C. Berikut akan disajikan draft produk awal permainan sepak bola melalui permainan smart box sebelum divalidasii oleh ahli Penjas adaptif dan ahli pembelajaran. Smart
Box
adalah
model
permainan
yang
dibuat
untuk
pengembangan model pembelajaran sepak bola. permainan ini dibuat dengan tujuan mengenalkan dan membiasakan anak untuk belajar tentang sepak bola dan memahami teknik-teknik dasar yang ada pada sepak bola dengan keterbatasan anak tunagrahita yang lebih sulit memahami materi yang diajarkan dan ketika bermain sering melakukan kesalahan atau pelanggaran didalam permainan smart box lebih mengajarkan tentang bagaimana cara memasukkan bola kedalam gawang lawan khususnya pada saat melakukan shoot kedalam gawang yang berguna untuk mengurangi kesalahan yang sering dilakukan anak khususnya tunagrahita dalam permainan. permainan smart box bertujuan supaya anak aktif dalam bergerak, senang, dan tidak mudah jenuh sehingga pembelajaran tersebut akan berjalan secara efktif dan hasil yang dicapai akan maksimal. tim yang mendapatkan nilai adalah tim yang dapat memasukkan bola ke kardus dan setiap kotak area meiliki point masingmasing. Berikut Peraturan dan cara bermain smart box : 1)
Jumlah pemain Permainan Smart box dapat dimainkan oleh 8 orang terbagi menjadi 4 orang tiap team .
2)
Waktu permainan
80
Durasi waktu dalam permainan Smart Box adalah 20 menit, 10 menit untuk quarter pertama dan 10 menit untuk quarter ke-dua. 3)
4)
Perlengkapan pemain a)
Pemain memakai rompi untuk perbedaan team A dan B
b)
Setiap pemain memakai sepatu
c)
Setiap pemain memakai seragam olahraga
d)
Wasit yang dipimpin oleh guru penjas
Peraturan Permainan a)
permainan akan dilakukan menggunakan sistem kompetisi beregu
b)
Permainan diawali dengan cara suit antara kedua kapten tim
c)
Pelaksanaan permainan ini adalah seperti permainan sepak bola yang
sebenarnya,
anak
melakukan
drible,
passing
dan
memasukkan/mencetak point ke dalam gawang. Perbedaan smart box dengan sepak bola adalah didalam permaianan smart box terdapat area-area khusus yang mengharuskan siswa melakukan shooting, passing, control, dribble. Area shooting dalam kardus (gawang) mulai dari area kotak didalam lapangan dan setiap area kotak memiliki point yang berbeda-beda, jika melakukan shoot dari area kotak yang berada di samping kanan dan kiri mendapat point 2 karena tingkat kesulitanya berbeda, dan jika melakukan shoot dari area kotak tengah mendapat point 1 karena setiap ingin melakukan shooting terdapat tingkat kesulitan yang berbeda beda. dan point yang berbeda-beda membantu anak untuk bersemangat dalam mencetak point.
81
d)
Area point (gawang) adalah area yang digunakan untuk mencetak point dengan cara anak yang berada didekat area kotak lawan memasukkan bola kearah gawang dan melewati garis bantu mendapat tambahan point 1 walaupun bola tidak masuk ke gawang.
e)
5)
Siswa melakukan seperti itu sampai waktu habis.
Nilai a)
Penilaian Permainan smart box ini menggunakan penskoran.
b)
Pemberian skor didapat apabila salah satu siswa sudah melakukan shoot kearah gawang lawan. dan melewati garis bantu walaupun tidak masuk ke dalam gawang (1 point)
c)
Point yang diperoleh untuk regu yang dapat memasukkan bola kedalam gawang (2 point) melalui area kotak disamping, dan jika melalui area kotak yang berada ditengah (1 point).
d)
Pemenang permainan diberikan pada regu yang lebih banyak mendapatkan point sampai wasit meniup peluit tanda selesai permainan.
e)
4.1.2.1
Team pemenang akan mendapatkan hadiah
Validasi Ahli
Produk awal pengembangan permainan smart box dalam penjasorkes kelas VIII sebelum diujicobakan dalam uji coba skala kecil perlu dilakukan validasi oleh para ahli yang sesuai dengan bidang penelitian ini. Untuk memvalidasi produk yang hasilkan, peneliti melibatkan satu ahli Penjas (Drs. Cahyo Yuwono, M.Pd) dan ahli pembelajaran (Ani Ngudiasih S.Pd). Validasi dilakukan dengan cara memberikan draf produk awal model pembelajaran
82
permainan sepak bola, dengan disertai lembar evaluasi untuk ahli dan guru penjas SMPLB C. Lembar evaluasi berupa kuesioner yang berisi aspek kualitas model pembelajaran, saran, serta komentar dari ahli Penjas dan guru penjas SMPLB C terhadap model pembelajaran permainan sepak bola.
Validasi dilakukan dengan cara memberikan draf produk awal model permainan smart box, untuk ahli dan guru penjas SMPLB C disertai lembar evaluasi yang dimaksudkan untuk mengetahui pendapat para ahli terhadap model permainan smart box supaya lebih efektif dan efisien untuk proses pembelajaran penjasorkes bagi siswa SMPLB C. Adapun lembar evaluasi tersebut terdiri dari tiga bagian yaitu: 1)
Lembar evaluasi kualitas Lembar evaluasi kualitas berupa kuisioner yang berisi aspek kualitas dari produk yang dibuat yaitu model permainan smart box. Pada lembar evaluasi kualitas menggunakan skala likert dengan rentang nilai mulai dari 1 sampai dengan 4.
2)
Lembar saran untuk perbaikan produk Pada lembar ini, para ahli diharapkan mengisi saran untuk produk awal yang dibuat berupa saran terhadap bagian yang direvisi, alasan direvisi maupun saran perbaikan.
3)
Lembar komentar dan saran umum Pada lembar ini, para ahli diharapkan memberikan komentar dan saran terhadap produk permainan secara umum atau garis besarnya.
4)
Kesimpulan Para ahli diharapkan untuk memberikan kesimpulan apakah model permainan smart box telah dinyatakan (1) Layak untuk digunakan/uji coba
83
skala besar tanpa revisi, (2) Layak untuk digunakan/uji coba skala besar dengan revisi sesuai saran, (3) Tidak layak untuk digunakan/uji coba skala besar.
Masukan berupa saran dan komentar pada produk model permainan smart box untuk pembelajaran permainan sepak bola sangat diperlukan untuk perbaikan terhadap model tersebut. Data yang diperoleh dari pengisian
evaluasi
untuk
para
ahli,
merupakan
pedoman
untuk
menyatakan apakah produk model permainan smart box dapat digunakan untuk uji coba lapangan. Lembar evaluasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Data yang diperoleh dari pengisian kuisioner oleh para ahli, merupakan
pedoman
untuk
menyatakan
apakah
produk
model
pembelajaran permainan sepak bola melalui permainan smart box dapat digunakan untuk uji coba skala kecil dan uji coba lapangan. Berikut ini adalah hasil pengisian kuisioner dari para ahli dan guru penjasorkes SMPLB C. Tabel 4.1 Aspek Penilaian Oleh Ahli Skor Penilaian
No
Aspek Penilaian
1
Kesesuaian isi materi produk dengan materi
A
G1
4
3
2
kesesuaian bentuk/ model permainan untuk 4 dimainkan peserta didik
4
3
Kesesuaian penggunaan prasarana untuk peseta didik
4
4
4
Dapat meningkatkan keterkaitan peserta didik
3
3
sarana
dan
84
5
Mendorong peserta didik untuk aktif bermain
4
4
6
Meningkatkan motivasi peserta berpartisipasi dalam permainan
4
3
7
Kesesuaian produk dengan perkembangan 4 peserta didik
4
8
Dapat dilakukan peserta didik putra maupun 4 putri
3
9
Konsistensi isi materi produk yang mengacu 3 pada materi
4
10
Kejelasan petunjuk model pembelajaran
4
3
11
Mendorong perkembangan peserta didik
4
3
12
Mendorong perkembangan peserta didik
4
3
13
Mendorong perkembangan aspek psikomotor 4 peserta didik
4
aspek aspek
didik
kognitif afektif
Jumlah Skor
50
45
Rata-rata
4
3,5
Persentase
96,15 %
86,54 %
Keterangan: A = Ahli Penjas G1 = Guru / Ahli Pembelajaran 1 Berdasarkan hasil pengisian kuesioner ahli pembelajaran dan ahli penjas di dapat hasil 96,15% untuk ahli penjas masuk dalam kategori “sangat baik” dan 86,77% untuk ahli pembelajaran masuk dalam kategori “baik”. Oleh karena itu dapat disimpulkan permainan smart box ini layak untuk digunakan sebagai model pengembangan pembelajaran permainan sepak bola untuk kelas VIII SMPLB C.
85
Berdasarkan penilaian dari ahli penjas dan ahli pembelajaran pada produk, maka dapat segera dilaksanakan pada uji coba skala kecil. Tabel 4.2 Revisi Draft Produk Awal No
Nama Ahli
Saran Perbaikan
1
Drs. Cahyo Yuwono M.Pd
- Pengembangan
(Ahli Penjas)
2
Ani Ngudiasih S.Pd (Ahli Pembelajaran)
sarana dan prasarana, didalamnya meliputi bola yang digunakan. Pada dasarnya bola yang digunakan untuk siswa SMPLB C lebih ringan
- Kemampuan anak yang berbeda perlu disetarakan agar dapat seirama dalam permainan. - Intruksi mengawali permainan dengan pemanasan
Sumber: Hasil angket ahli penjas dan ahli pembelajaran 2015 Berdasarkan table 4.2 terdapat saran serta perbaikan dari para ahli agar produk bisa diujicobakan. Saran serta perbaikan dari ahli dapat disimpulkan untuk sarana dan prasarana seperti bola yang di gunakan untuk siswa SMPLB C lebih ringan, karena untuk membantu anak saat melakukan permainan. Saran yang lain adalah pejelasan atau pengenalan permainan kepada siswa, diharapkan untuk menjelaskan secara efektif agar siswa lebih paham dalam bermainnya dan siswa memahami gerakan-gerakannya. 4.1.2.2 Uji Skala Kecil Uji Skala Kecil dilakukan pada tanggal 21 Agustus 2015, produk diujicobakan dalam skala kecil pada 8 siswa kelas VIII SMPLB C Swadaya Kendal. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi berbagai permasalahan seperti kelemahan, kekurangan, ataupun keefektifan produk pada saat digunakan oleh siswa.
86
Data yang diperoleh dari uji coba skala kecil ini digunakan sebagai acuan untuk melakukan evaluasi dan revisi sebelum produk digunakan pada uji skala besar. Selain itu uji skala kecil ini dilakukan juga bertujuan untuk mengetahui tanggapan awal dari produk yang dikembangkan. Data uji
skala
kecil
dihimpun
dengan
menggunakan
kuesioner
untuk
mengetahui aspek kognitif dengan hasil sebagai berikut: 1.
Uji Skala Kecil Pertama Kekurangan permainan Smart Box penelitian skala kecil pertama : 1.
Bola yang digunakan adalah bola asli
2.
Point dalam kotak pintar harus diubah
3.
Saat bermain siswa masih kebingungan memasukkan bola ke arah mana
2.
4.
Untuk gawangnya harus diberikan variasi
5.
Siswa belum bisa membedakan mana teman mana lawan
Uji Coba Skala Kecil kedua Setelah mendapat revisi dan temuan pada uji coba skala kecil
pertama, dalam uji coba skala kecil kedua terlihat beberapa peningkatan kualitas permainan, antara lain: 1.
Siswa mampu Melakukan gerakan teknik dasar shooting dengan mudah dan tidak merasa sakit saat menedang karena bola yang digunakan sudah diganti dengan bola polo air
2.
Siswa mengerti teman satu timnya dan bisa membedakannya karena kostum yang digunakan sudah dibedakan (memakai rompi yang berbeda)
87
Kekurangan permainan smart box penelitian skala kecil kedua : 1.
area kotak dalam permainan smart box masih belum maksimal digunakan
2.
saat bermain siswa masih belum tahu bola dimasukkan kearah mana
3.
dalam shooting siswa belum bisa mencetak point (memasukkan bola kedalam gawang
3.
Uji Coba Skala Kecil Ketiga
Setelah mendapat revisi dan temuan pada uji coba skala kecil pertama, dan kedua dalam uji coba skala kecil ketiga terlihat beberapa peningkatan kualitas permainan, antara lain: 1.
Siswa mampu melakukan teknik dasar shooting dengan mudah dan tidak merasa sakit saat menendang karena bola yang digunakan sudah diganti dengan bola polo air
2.
siswa mengerti teman satu timnya dan bisa membedakannya karena kostum yang digunakan sudah dibedakan (memakai rompi yang berbeda)
3.
siswa sudah memahami teknik shooting untuk memasukkan bola kedalam gawang karena gawang yang digunakan sudah diberi variasi dan angka (point) sehingga siswa termostivasi untuk mencetak point sebanyak mungkin
4.
area kotak yang berada didalam lapangan sudah dihilangkan dan itu menjadikan siswa tidak kebingungan lagi
5.
area kota tersebut diubah menjadi gawang yang berjumlah 3, jadi dalam permainan ini gawang yang digunakan dari kardus berjumlah 3 dan masing-masing gawang mempunyai point tersendiri. siswa
88
mampu
memasukkan
bola
kedalam
gawang
karena
setelah
permainan diubah dan gawang mempunyai point yang berbeda-beda siswa mampu lebih banyak untuk mencetak point dan lebih banyak melakukan shooting kedalam gawang .
Dalam uji coba skala kecil ke empat sudah tidak ada kekurangan karena dengan adanya refisi tersebut. 4.
Uji Coba Skala Kecil Keempat Setelah mendapat revisi dan temuan pada uji coba skala kecil
pertama, kedua, dan ketiga dalam uji coba skala kecil keempat terlihat beberapa peningkatan kualitas permainan, antara lain: 1.
Siswa mampu melakukan teknik dasar shooting dengan mudah dan tidak merasa sakit saat menendang karena bola yang digunakan sudah diganti dengan bola polo air
2.
siswa mengerti teman satu timnya dan bisa membedakannya karena kostum yang digunakan sudah dibedakan (memakai rompi yang berbeda)
3.
siswa sudah memahami teknik shooting untuk memasukkan bola kedalam gawang karena gawang yang digunakan sudah diberi variasi dan angka (point) sehingga siswa termostivasi untuk mencetak point sebanyak mungkin
4.
area kotak yang berada didalam lapangan sudah dihilangkan dan itu menjadikan siswa tidak kebingungan lagi
5.
area kota tersebut diubah menjadi gawang yang berjumlah 3, jadi dalam permainan ini gawang yang digunakan dari kardus berjumlah 3 dan masing-masing gawang mempunyai point tersendiri. siswa
89
mampu
memasukkan
bola
kedalam
gawang
karena
setelah
permainan diubah dan gawang mempunyai point yang berbeda-beda siswa mampu lebih banyak untuk mencetak point dan lebih banyak melakukan shooting kedalam gawang . 6.
siswa lebih senang dan tidak mudah menyerah
7.
siswa ingin mengulanginya lagi
4.1.2.3 Data Uji Skala Kecil Berdasarkan data yang diperoleh dalam uji skala kecil, frekuensi pengamatan gerak siswa ketika melakukan permainan smart box dilihat pada tabel: Gambar 4.1 Data Pengamatan Gerak (Psikomotor) siswa
Psikomotor 94%
75%
100%
75%
72%
80% 60% 40% 20% 0% 1
2
3
4
Gambar 4.2 Data Pengamatan Gerak (Afektif) Siswa
Afektif
100%
75%
75%
72%
100%
50%
0% 1
2
Sumber: Hasil Penelitian (2015)
3
4
90
Tabel 4.3 Hasil Data Penilaian Aspek Pikomotor dan Aspek Afektif Aspek
Psikomotor
No
Yang Dinilai/Aspek Gerakan
%
1
Menggiring/dribble
72%
2
Menumpan/passing
75%
3
Menghentikan/control
94%
4
Memasukkan/shooting
75%
1
Kerjasama
100%
2
Disiplin
75%
3
Kejujuran
75%
4
Percaya diri
72%
Afektif
Sumber: Hasil Penelitian (2015)
Tabel 4.4 Hasil Kuisioner kognitif Siswa No.
Aspek yang Dinilai
Jawaban
%
Kriteria
Ya
88%
Baik
Tidak
88%
Baik
Ya
88%
Baik
Ya
88%
Baik
Ya
75%
Baik
Ya
100%
Sangat Baik
Ya
75%
Baik
Ya
88%
Baik
Ya
100%
Sangat Baik
ASPEK KOGNITIF 1. 2. 3.
4.
5.
6. 7. 8.
9
Apakah kamu tau cara bermain permainan smart box? Apakah permainan smart box sulit untuk dimainkan? Apakah kamu tahu cara menggiring bola dalam permainan smart box? Apakah kamu tahu cara menendang bola menggunakan kaki bagian dalam? Apakah kamu tahu cara memasukkan bola ke kardus dalam permainan smart box ? Apakah kamu tahu cara menghentikan bola ? Apakah kamu tahu peraturan dalam permainan smart box ? Apakah dalam permaianan smart box setiap pemain harus mentaati peraturan? Apakah kamu berkeringat setelah melakukan permainan smart box
91
? 10
Apakah kamu merasa senang melakukan permainan smart box Ya ?
100%
Sangat baik
Rata-rata
89%
Baik
Sumber: Hasil Penelitian (2015)
Gambar 4.3 Data Kuisioner Kognitif Siswa
Kognitif 88%
88%
100%
100% 88%
88%
75%
75%
90%
100% 100%
88%
80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sumber: Hasil Uji Skala Kecil (N=8)
4.2 Hasil Analisis Data Uji Skala Kecil A.
Aspek Psikomotor Hasil pengamatan aspek psikomotorik pada uji coba skala kecil,
didapat hasil persentase sebagai berikut: 1)
Aspek menggiring didapat persentase 72%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
92
2)
Aspek mengumpan didapat persentase 75%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
3)
Aspek menghentikan didapat persentase 79%. Berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik
sehingga aspek ini dapat digunakan. 4)
Aspek memasukkan didapat persentase 75%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
B.
Aspek Afektif Hasil pengamatan aspek afektif pada uji coba skala kecil, didapat
hasil persentase sebagai berikut: 1)
Aspek
kerjasama
dalam
bermain
didapat
persentase
100%.
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria Sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan. 2)
Aspek disiplin dalam bermain didapat persentase 75%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
3)
Aspek
kejujuran
dalam
permainan
didapat
persentase
75%.
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan. 4)
Aspek percaya diri didapat persentase 83%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
93
C.
Aspek Kognitif
1)
Aspek apakah siswa mengetahui cara bermain permainan smart box didapat presentase 88%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
2)
Aspek apakah permainan smart box sulit untuk dimainkan didapat presentase 88%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
3)
Aspek apakah siswa mengetahui cara menggiring bola ke arah depan dalam permainan smart box didapat presentase 88%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
4)
Aspek Apakah kamu tahu cara menendang bola dalam permainan smart box didapat presentase 88%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
5)
Aspek Apakah kamu tahu cara memasukkan bola dalam permainan smart box
dalam permainan smart box didapat presentase 75%.
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan. 6)
Aspek apakah kamu tahu cara menghentikan bola dalam permainan smart box, dalam permainan smart box didapat presentase 100%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria Sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
94
7)
Aspek apakah kamu tahu peraturan dalam permainan smart box, dalam permainan smart box didapat presentase 75%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
8)
Aspek apakah dalam permaianan smart box setiap pemain harus mentaati peraturan dalam permainan smart box didapat presentase 88%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
9)
Aspek apakah kamu berkeringat setelah melakukan permainan smart box dalam permainan smart box didapat presentase 100%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
10)
Aspek pakah kamu merasa senang melakukan permainan smart box dalam permainan smart box didapat presentase 100%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
Berdasarkan data pada hasil pengamatan gerak (psikomotor) diperoleh persentase yang sesuai dengan aspek yang dinilai sebesar 89% Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka permainan smart box ini telah memenuhi kriteria baik sehingga dapat digunakan untuk siswa kelas VIII SMPLB C Swadaya. Berdasarkan data pada hasil pengamatan sikap (afektif) diperoleh persentase yang sesuai dengan aspek yang dinilai sebesar 80% Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka permainan smart box ini telah memenuhi
95
kriteria baik sehingga dapat digunakan untuk siswa kelas VIII SMPLB C Swadaya. Berdasarkan data pada hasil kuesioner (kognitif yang diisi para siswa) diperoleh persentase jawaban yang sesuai dengan aspek yang dinilai sebesar 79%. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka permainan smart box ini telah memenuhi kriteria baik sehingga dapat digunakan untuk siswa kelas VIII SMPLB C Swadaya. Data
yang
diperoleh dari
aspek
psikomotor,
afektif
dan kognitif
menghasilkan rata-rata persentase sebanyak 82.6%. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka permainan smart box ini telah memenuhi kriteria baik, sehingga model pembelajaran permainan sepak bola melalui permainan smart box layak dan dapat digunakan untuk siswa kelas VIII SMPLB C Swadaya.
4.3
Revisi Produk Awal Pengukuran kualitas produk diujicobakan kepada ahli penjas dan
ahli pembelajaran untuk memperoleh data secara kualitatif agar produk yang dihasilkan dapat
sesuai dengan karakteristik siswa SMPLB C
terutama siswa kelas VIII SMPLB C Swadaya, peneliti menggunakan angket di mana ahli penjas dan ahli pembelajaran memberikan tanggapan terhadap produk yang telah dibuat. Berikut ini adalah tabel hasil lembar evaluasi kualitas produk dari ahli pada uji coba skala kecil, yaitu: Tabel 4.5 Saran Perbaikan Model Permainan No. Responden Ahli
Saran
96
1.
Drs. Cahyo Yuwono M.Pd. (Ahli Penjas)
- Dalam permainan smart box pada permainannya diubah dalam lapangan diganti, ditambah menjadi gawang yang berjumlah 3
- kotak
2.
Ani Ngudiasih, S.Pd. (Ahli Pembelajaran)
- Permainan melibatkan semua anak untuk aktif bermain bersama anak yang setara dapat dimainkan bersama dalam kelompok
- Kemampuan
Sumber: Hasil angket ahli penjasorkes dan ahli pembelajaran 2015 Berdasarkan tabel 8 tersebut, terlihat beberapa saran dari para ahli, sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran smart box terlihat kurang maksimal. Hal ini disebabkan, kurangnya kefektifan dalam area kotak warna sehingga membuat anak tidak memperhatikan kotak tersebut, oleh karena itu perlu adanya revisi pada model pengembangan permainan sepak bola yaitu permainan smart box agar dapat lebih maksimal dan dapat berhasil sehingga model pengembangan permainan sepak bola smart box dapat dinyatakan layak digunakan sebagai salah satu alternatif model pembelajaran penjasorkes pada siswa SMPLB C. Model permainan Smart Box adalah permainan sejenis dengan permainan sepak bola yang disederhanakan dari segi lapangan,cara bermain (rule) dan didalam permainan smart box lebih mengajarkan teknik dasar passing, dribble, control, dan shoot. Smart box .dimunculkan untuk anak-anak luar biasa khususnya
anak-anak
tunagrahita
dengan
tujuan
mengenalkan
dan
membiasakan anak untuk belajar tentang teknik dasar dalam sepak bola dan mempermudah anak dalam memahami serta mempelajarinya, selain itu anak dapat aktif dalam bergerak, tidak mudah jenuh sehingga pembelajaran tersebut akan berjalan secara efektif dan hasil yang dicapai akan maksimal.
97
Permainan ini memiliki 6 gawang yang berguna untuk mencetak point dan terdapat zona atau daerah bergaris karena anak-anak luar biasa cenderung sering melakukan kesalahan saat ingin melakukan shoot. Tim yang mendapatkan nilai adalah tim yang dapat memasukkan bola ke area gawang. Permainan smart box bertujuan untuk memudahkan anak luar biasa khususnya anak tunagrahita dalam mempelajari permainan sepak bola. Pembelajaran permainan smart box lebih sederhana dan bersifat kompetitif sehingga dapat meningkatkan semangat, sikap fair play saat bermain smart box. Permainan ini juga menumbuhkan nilai kerjasama, kejujuran, menghargai, percaya diri. Sarana dan prasarana yang digunakan dalam permainan smart box : Gambar 4.4 Bola yang digunakan dalam permaianan smart box
Sumber. Hasil penelitian (2015)
98
Gambar 4.5 Gawang (kardus)
Sumber. Hasil Penelitian
Gambar 4.6 Lapangan berukuran panjang ± 10 m dan lebar ± 8 m.
2
1
2
1
1
1
2
2
Sumber. Hasil Penelitian (2015)
1m
3m
99
Berikut Peraturan dan cara bermain permainan smart box : a.
Jumlah pemain Permainan Smart box
dapat dimainkan oleh 8 orang terbagi
menjadi 4 orang tiap team . b.
Waktu permainan Durasi waktu dalam permainan Smart box adalah 20 menit, 10 menit
untuk quarter pertama dan 10 menit untuk quarter ke-dua. c.
Perlengkapan pemain 1)
Pemain memakai rompi untuk perbedaan team A dan B
2)
Setiap pemain memakai sepatu
3)
Setiap pemain memakai seragam olahraga
4)
Wasit yang dipimpin oleh guru penjas
5)
Peraturan Permainan a)
permainan akan dilakukan menggunakan sistem kompetisi beregu
b)
Permainan diawali dengan cara suit antara kedua kapten team
c)
Pelaksanaan permainan ini adalah seperti permainan sepak bola yang sebenarnya, anak melakukan drible, passing, control dan memasukkan/mencetak point ke dalam gawang, didalam permaianan smart box terdapat area-area khusus yang mengharuskan siswa melakukan shooting, passing, control, dribble. Area shooting dalam kardus (gawang) berjumlah 3 dan setiap gawang memiliki 3 warna, gawang berwarna biru bernilai 1 yang terletak ditengah, sedangkan gawang yang berwarna
100
merah dan kuning yang terletak di samping kanan dan kiri bernilai 2, karena setiap ingin melakukan shooting terdapat tingkat kesulitan yang berbeda beda. dan point yang berbedabeda membantu anak untuk bersemangat dalam mencetak point. d)
Area point (gawang) adalah area yang digunakan untuk mencetak point dengan cara anak yang berada didekat area lawan memasukkan bola kearah gawang dan melewati garis bantu mendapat tambahan point 1 walaupun bola tidak masuk ke gawang, Team yang berhasil mencetak point mendapat tambahan point 2
e) d.
Siswa melakukan seperti itu sampai waktu habis.
Nilai a)
Penilaian Permainan smart box ini menggunakan penskoran
b)
Pemberian skor didapat apabila salah satu siswa sudah melakukan shoot kearah gawang lawan. dan melewati garis bantu walaupun tidak masuk ke dalam gawang (1 point)
c)
Point yang diperoleh untuk regu yang dapat memasukkan bola kedalam gawang (2 point) jika disamping, dan gawang yang berada ditengah (1 point).
d)
Pemenang permainan diberikan pada regu yang lebih banyak mendapatkan point sampai wasit meniup peluit tanda selesai permainan.
e)
Team pemenang akan mendapatkan hadiah
101
4.4 Penyajian Data Uji Skala Besar Berdasarkan evaluasi ahli serta uji coba skala kecil langkah berikutnya adalah uji coba lapangan. Uji coba lapangan bertujuan untuk mengetahui keefektifan perubahan yang telah dilakukan pada evaluasi ahli serta uji coba skala kecil apakah bahan permainan itu dapat digunakan dalam lingkungan sebenarnya. Uji coba lapangan dilakukan oleh siswa kelas VIII SMPLB C Swadaya yang berjumlah 16 siswa. Data uji coba lapangan dihimpun dengan menggunakan kuisioner dan pengamatan. 4.4.1 Data Uji Skala Besar Berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba lapangan, hasil pengamatan gerak anak ketika melakukan permainan smart box dilihat pada tabel:
Gambar 4.7 Data Pengamatan Gerak (Psikomotor) Siswa 94% 75%
72%
100%
69%
80% 60% 40% 20%
psikomotor
0% 1
2
3
4
Sumber: Hasil Penelitian (2015) Gambar 4.8 Data Pengamatan sikap (Afektif)
102
100%
98%
97%
83%
100% 80% 60% 40% 20%
psikomotor
0% 1
2
3
4
Sumber: Hasil Penelitian (2015) Tabel 4.6 Hasil Data Penilaian Aspek Psikomotor dan Aspek Afektif Aspek
Psikomotor
Afektif
No
Yang Dinilai/Aspek Gerakan
%
1
Menggiring/dribble
82.8%
2
Menumpan/passing
82,8%
3
Menembak/shoot
85.9%
4
Menangkap/catching
75%
1
Kerjasama
97%
2
Disiplin
98%
3
Kejujuran
100%
4
Percaya diri
83%
Tabel 4.7 Hasil Kuisioner Siswa Uji Skala Besar No.
Aspek yang Dinilai
Jawaban
%
Kriteria
Ya
88%
Baik
Tidak
88%
Baik
Ya
88%
Sangat Baik
Ya
88%
Cukup Baik
cara Ya
75%
Baik
ASPEK KOGNITIF 1. 2. 3.
4.
5.
Apakah kamu tau cara bermain permainan smart box? Apakah permainan smart box sulit untuk dimainkan? Apakah kamu tahu cara menggiring bola dalam permainan smart box? Apakah kamu tahu cara menendang bola menggunakan kaki bagian dalam? Apakah
kamu
tahu
103
6. 7. 8.
9
10
memasukkan bola ke kardus dalam permainan smart box? Apakah kamu tahu cara menghentikan bola ? Apakah kamu tahu peraturan dalam permainan smart box? Apakah dalam permaianan smart box setiap pemain harus mentaati peraturan? Apakah kamu berkeringat setelah melakukan permainan smart box? Apakah kamu merasa senang melakukan permainan smart box?
Ya
100%
Sangat Baik
Ya
75%
Baik
Ya
88%
Sangat Baik
Ya
100%
Ya
100%
Rata-rata
91%
Sangat Baik Sangat baik Sangat Baik
Gambar 4.9 Hasil Kuisioner Kognitif Siswa
Kognitif
100%
100%
81%
88%
94%
81%
100%
81%
100%
100%
81%
80% 60% 40% 20% 0% 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Sumber: Hasil Kuisioner Uji Skala Besar (N=16)
4.5 Hasil Analisis Data Uji Skala Besar A.
Aspek Psikomotor Hasil pengamatan aspek psikomotorik pada uji coba skala besar,
didapat hasil persentase sebagai berikut:
104
1)
Aspek menggiring didapat persentase 82,8%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
2)
Aspek mengumpan didapat persentase 82,8%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
3)
Aspek menghentikan di dapat persentase 85,9%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
4)
Aspek memasukkan di dapat persentase 75%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
B.
Aspek Afektif Hasil pengamatan aspek afektif pada uji coba skala besar, didapat
hasil persentase sebagai berikut: 1)
Aspek
kerjasama
dalam
bermain
didapat
persentase
97%.
Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan. 2)
Aspek disiplin dalam bermain didapat persentase 98%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
3)
Aspek kejujuran dalam permainan didapat persentase 100%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
105
4)
Aspek percaya diri didapat persentase 83%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
C.
Aspek Kognitif
1)
Aspek apakah siswa mengetahui cara bermain permainan smart box didapat presentase 100%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
2)
Aspek apakah permainan smart box sulit untuk dimainkan didapat presentase 81%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
3)
Aspek apakah siswa mengetahui cara menggiring bola dalam permainan smart box didapat presentase 81%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
4)
Aspek apakah kamu tahu cara menendang bola dalam permainan smart box didapat presentase 81%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
5)
Aspek apakah kamu tahu cara memasukkan bola dalam permainan smart box dalam permainan smart box didapat presentase 94%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
106
6)
Aspek apakah kamu tahu cara menghentikan bola dalam permainan smart box dalam permainan smart box didapat presentase 88%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
7)
Aspek apakah kamu tahu peraturan dalam permainan smart box dalam permainan smart box didapat presentase 81%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
8)
Aspek apakah dalam permaianan smart box setiap pemain harus mentaati peraturan dalam permainan smart box didapat presentase 100%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
9)
Aspek pakah kamu berkeringat setelah melakukan permainan smart box dalam permainan smart box didapat presentase 100%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
10)
Aspek pakah kamu merasa senang setelah melakukan permainan smart box dalam permainan smart box didapat presentase 100%. Berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan maka aspek ini telah memenuhi kriteria sangat baik sehingga aspek ini dapat digunakan.
Berdasarkan data pada hasil pengamatan gerak (psikomotor) diperoleh persentase yang sesuai dengan aspek yang dinilai sebesar 81.6% Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka permainan smart box ini telah memenuhi
107
kriteria baik sehingga dapat digunakan untuk siswa kelas VIII SMPLB C Swadaya. Berdasarkan data pada hasil pengamatan sikap (afektif) diperoleh persentase yang sesuai dengan aspek yang dinilai sebesar 95% Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka permainan smart box ini telah memenuhi kriteria sangat baik sehingga dapat digunakan untuk siswa kelas VIII SMPLB C Swadaya. Berdasarkan data pada hasil kuesioner (kognitif yang diisi para siswa) diperoleh persentase jawaban yang sesuai dengan aspek yang dinilai sebesar 91%. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka permainan smart box ini telah memenuhi kriteria sangat baik sehingga dapat digunakan untuk siswa kelas VIII SMPLB C Swadaya. Data
yang
diperoleh dari
aspek
psikomotor,
afektif
dan kognitif
menghasilkan rata-rata persentase sebanyak 89,2%. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka permainan smart box ini telah memenuhi kriteria baik, sehingga model pembelajaran permainan sepak bola melalui permainan smart box layak dan dapat digunakan untuk siswa kelas VIII SMPLB C Swadaya.
4.6 Prototipe Produk Smart box adalah permainan sejenis dengan permainan sepak bola yang di sederhanakan dari segi lapangan,cara bermain (rule) dan didalam permainan smart box lebih mengajarkan teknik dasar passing, dribble, control dan shoot. Smart Box. di munculkan untuk anak-anak luar biasa khususnya anak-anak tunagrahita dengan tujuan mengenalkan dan membiasakan anak untuk belajar tentang teknik dasar dalam sepak bola
108
dan mempermudah anak dalam memahami serta mempelajarinya, selain itu anak dapat aktif dalam bergerak, tidak mudah jenuh sehingga pembelajaran tersebut akan berjalan secara efektif dan hasil yang dicapai akan maksimal. Permainan ini memiliki 6 area gawang yang berguna untuk mencetak point dan terdapat zona atau daerah bergaris untuk membantu anak dalam mencetak point, karena anak-anak luar biasa cenderung sering melakukan kesalahan seperti memasukkan bola bukan ke arah lawan tapi ke garis sendiri. garis bantu didalam zona permainan smart box digunakan untuk mendorong anak melakukan shooting yang bertujuan untuk melatih anak-anak agar terbiasa melakukan teknik awalan shoot. Tim yang mendapatkan nilai adalah tim yang dapat memasukkan bola ke area gawang. Permainan smart box bertujuan untuk memudahkan anak luar biasa khususnya anak tunagrahita dalam mempelajari permainan sepak bola. Pembelajaran permainan smart box lebih sederhana dan bersifat kompetitif sehingga dapat meningkatkan semangat, sikap fair play saat bermain smart box. Permainan ini juga menumbuhkan nilai kerjasama, kejujuran, menghargai, percaya diri. 4.6.1 Kelebihan Produk
Selama
pembelajaran
permainan
smart
box
siswa
sangat
bersemangat dalam melakukan pembelajaran tersebut beberapa hal yang
109
menjadikan pembelajaran ini menarik dan mudah dilakukan siswa antara lain: 1)
Model permainan smart box lebih sederhana untuk dapat dimainkan anak luar biasa khususnya anak tunagrahita ringan dan sedang.
2)
Model permainan smart box menarik bagi siswa karena merupakan permainan yang kompetitif dan menyenangkan
3)
Produk disesuaikan dengan kenyamanan dan keamanan siswa
4)
Menjadikan siswa tertarik untuk aktif bergerak dalam mengikuti pembelajaran.
5)
Persaingan dalam permainan smart box ini membuat siswa semakin bersemangat dalam bermain untuk mendapatkan poin terbanyak dan menjadi pemenang dalam permainan tersebut.
6)
Dengan adanya produk yang baru ini, guru penjasorkes mendapat pandangan untuk menghasilkan produk yang baru.
4.6.2 Kelemahan Produk sebuah penelitian tidaklah mungkin mendapatkan hasil yang sempurna pasti ada beberapa kelemahan pada penelitian sehingga perlu untuk dilakukan evaluasi dan perbaikan secara terus menerus untuk bisa mencapai hasil produk pengembangan yang tepat dan sesuai dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhan siswa. Berikut beberapa hal yang menjadikan pembelajaran permainan smart box mempunyai kelemahan, antara lain : 1.
Karena siswa anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus, sehingga di perlukan waktu yang berulang-ulang untuk menjelaskan dan memberikan arahan sampai anak faham dalam bermain.
110
2.
Siswa mempunyai dunia sendiri sehingga ada yang mudah diatur dan sulit diatur
3.
siswa setelah melakukan permainan setiap timnya kebanyakan kembali melakukan permainan sehingga banyak siswa yang mengganggu siswa yang telah melakukan permainan
4.
minimnya sarana dan prasarana
5.
keterbatasan anak dalam gerak
6.
Kebanyakan
Anak
Berkebutuhan
pembelajaran yang monoton.
Khusus
Mudah
jenuh
dalam
BAB V
KAJIAN DAN SARAN
5.1
Kajian Prototipe Produk Hasil akhir dari kegiatan Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa
Tunagrahita Swadaya Kendal. Pada uji coba produk model permainan Smart box sudah dapat dipraktekkan kepada subjek uji coba. Hal ini berdasarkan analisis data hasil dari evaluasi ahli penjas dan ahli pembelajaranpenelitian ini adalah produk model pengembangan permainan Smart box yang berdasarkan data penelitian uji skala kecil (N=8) dan uji skala besar (N=16) di SMPLB-C Swadaya kendal Tahun 2015, maka produk permainan Smart box ini dikatakan layak sehingga dapat digunakan bagi siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunagrahita Swadaya Kendal. Faktor yang menjadikan model permainan Smart Box dapat diterima oleh siswa Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunagrahita adalah dari semua aspek uji coba yang ada, bahwa sebagian besar dari jumlah keseluruhan siswa kelas VIII dapat mempraktekkan permainan Smart Box dengan baik. Baik dari pemahaman terhadap permainan, penerapan sikap dalam permainan dan aktivitas gerak siswa. Secara garis besar, faktor yang dapat menjadikan permainan Smart Box dapat diterima siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunagrahita Swadaya Kendal dan masuk dalam kriteria baik adalah:
111
112
1)
Sebgian besar siswa kelas VIII mampu mempraktekkan dengan teknik yang benar sesuai kemampuan anak Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunagrahita.
2)
Dalam permainan Smart Box ini, siswa lebih aktif bergerak.
3)
Dalam permainan Smart Box siswa dapat lebih mengerti tentang teknik dasar dalam sepak bola secara sederhana.
4)
Persaingan dalam permainan Smart Box, membuat siswa semakin bersemangat dalam bermain untuk mendapatkan poin terbanyak dan menjadi pemenang dalam permainan tersebut.
5)
Siswa merasa senang dan gembira, dengan peraturan dan alat yang sederhana dalam permainan Smart Box tersebut, siswa tidak merasa bosan dan ingin memainkannya lagi. Dengan demikian, baik dari uji skala kecil dan uji skala besar,
model
permainan ini dapat digunakan untuk siswa Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunagrahita Swadaya Kendal.
5.2 Saran Pemanfaatan, Diseminasi dan Pengembangan Lebih Lanjut Penelitian ini mempunyai saran agar dalam penerapan permainan Smart Box ini bisa berjalan dengan baik dan lancar: 1)
Model permainan ini merupakan hasil dari penelitian yang bisa dijadikan sebagai alternatif untuk diterapkan pada saat pembelajaran penjasorkes di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa khususnya Tunagrahita.
113
2)
Bagi guru penjas, diharapkan bisa menggunakan permainan ini pada saat pembelajaran permainan sepak bola, karena permainan ini dianggap bisa lebih meningkatkan minat siswa dalam proses pembelajaran.
3)
Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk mengembangkan model-model untuk penelitian selanjutnya. Permainan Smart Box ini dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan
kebutuhan dengan kondisi dan kebutuhan yang akan dilaksanakan. Bentuk pengembangannya yaitu aturan permainan pada Smart Box dapat dikembangkan atau di modifikasi lagi dengan pertimbangan untuk menyesuaikan jumlah siswa dan kondisi lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA Abdul Rohim. 2008. Bermain Sepak Bola. Jakarta:Depdikbud Achmad Paturisi. 2012. Manajemen Pendidikan Jasmani Dan Olahraga. Jakarta:Rineka Cipta
Adang Suherman. 2004. Dasar-Dasar Penjas. Jakarta : Depdiknas Agung Sunarno. 2011. Metode Penelitian Keolahragaan. Surakarta:Yuma Pustaka
Aip Syarifudin . 1981. Olahraga Pendidikan Untuk Anak-Anak Lemah Ingatan. Jakarta:Depdikbud Amung Ma’mun dan Yudha M. Saputra. 2000. Perkembangan Gerak dan Belajar Gerak, Jakarta: Depdiknas.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Beltasar Tarigan. 2000. Penjaskes Adaptif. Departemen Pendidikan Nasional. Danny Mielke. 2007. Dasar-Dasar Sepak Bola. Bandung:Pakar Raya Djumransyah. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang:Banyu Media Husdarta H.J.S. 2009. Manajemen Pendidikan Jasmani. Bandung : Alfabeta. Hera Lestari Mikarsa. 2009. Pendidikan Anak Di SD. Jakarta:Universitas Terbuka Max Darsono. 2000. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta:Depdikbud
114
115
Muhammad Muhyi. 2008. Meningkatkan Kebugaran Tubuh Melalui Permainan Dan Olahraga Sepak Bola. Surabaya:Grasindo
NunungApriyanto.
2014.
Seluk-Beluk
Tunagrahita&Strategi
Pembelajarannya. Yogyakarta: Javaliter Punaji Setyosari. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Phil.Yanuar Kiram. 1992. Belajar Motorik. Jakarta:Dirjen Dikti Rusli Lutan. 2000. Strategi Belajar Mengajar Penjas. Jakarta: Depdikbud. Subagiyo,dkk. 2008. Perencanaan dan Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Universitas Terbuka
Sucipto, dkk. 2000. Sepak Bola. Jakarta: Depdiknas. Sukintaka. 1992. Teori Bermain Penjaskes, Jakarta: Depdiknas Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta. Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta:Depdibud Toho Cholik Mutohir, et all. 2011. Berkarakter Dengan Berolahraga, Berolahraga Dengan Berkarakter.Surabaya : Java Pustaka Group.
Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta. Bumi Aksara. Yeni meimulyani dan Asep tiswara. 2013. Pendidikan Jasmani Adaptif. Jakarta: Luxima
116
Yeni meimulyani dan caryoto. 2011. Media Pembelajaran Adaptif. Jakarta: Luxima
Yudy Hendrayana. 2007. Pendidikan Jasmani dan Olahraga Adaptif. Bandung: Criced
Yoyo
Bahagia
dan
Pengembangan Depdikbud
Adang dan
Suherman.
Modifikasi
Cabang
2000.
Prinsip-prinsip
Olahraga.
Jakarta:
117
Lampiran 1 Usulan Tema dan Judul
118
Lampiran 2 Surat Keputusan Pembimbing
119
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian
120
Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
Lampiran 5
121
122
123
124
125
Lampiran 6
126
127
128
129
Lampiran 7 INDIKATOR PENILAIAN SISWA No
Aspek
Indikator
Sub Indikator a. Mengetahui pemahaman siswa terhadap permainan smart box b. Mengetahui pemahaman siswa terhadap teknik dasar khususnya dribble, passing, shoot dalam permainan smart box c. Mengetahui pemahaman siswa terhadap peraturan yang ada dalam permainan smart box d. Mengetahui pemahaman siswa terhadap manfaat permainan smart box
1
Kognitif
Kemampuan peserta didik dalam memahami: 1. Konsep keterampilan gerak fundamental permainan sepak bola melalui permainan smart box
2
afektif
Kemampuan peserta didik menampilkan sikap sosial dalam permainan smart box
a. Kerjasama
Mengetahui responden mau bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong. 1. Dapat menghargai perbedaan 2. Suka berkolaborasi dengan teman 3. Mengerti perasaan orang lain b. Jujur Mengetahui sikap dan perilaku responden dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri maupun orang lain 2. Apa yang dilakukan berdasarkan kenyataan 3. Hati dan ucapannya sama
130
4. Apa yang dikatakan itu benar c. Disiplin Mengetahui tindakan responden yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 1. Tepat waktu, tidak terlambat 2. Taat pada peraturan yang berlaku 3. Melakukan tugas sesuai jadwal yang dilakukan d. Percaya diri Mengetahui sikap responden akan kemampuan diri sendiri untuk mencapai setiap keinginan dan harapannya 1. Selalu ingin mendapatkan hasil yang maksimal 2. Melakukan yang terbaik 3. Berusaha memperbaiki diri 3
Psikomotor
Kemampuan siswa dalam mempraktikkan teknik dasar seperti dribble, passing, shoot, dalam permainan smart box
a. Siswa mampu mempraktikan teknik menggiring atau mendribbel bola kearah depan b. Siswa mampu mempraktikan teknik mengoper atau passing bola mengenai permukaan kaki bagian dalam. c. Siswa mampu mempraktikan teknik menembak atau shooting bola ke dalam gawang
131
dengan kaki bagian dalam d. Siswa mampu mempraktikan teknik control bola ke arah dekat badan.
132
Lampiran 8 KUISIONER SISWA PENGEMBANGAN MODEL PERMAINAN SMART BOX DALAM PEMBELAJARAN SEPAK BOLA PADA SISWA SMPLB-C SWADAYA KENDAL TAHUN 2015 PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER 1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya. 2. Jawablah secara runtut dan jelas. 3. Isilah pertanyaan tersebut dengan memberi tanda silang pada huruf a atau b sesuai dengan pilihanmu. 4. Selamat mengisi dan terimakasih. I.
IDENTITAS KORESPONDEN Nama Siswa
:
Umur
:
No Absen
:
Kelas
:
Alamat
:
II. PERTANYAAN 1. Apakah kamu tahu cara bermain permainan smart box ? 2. Ya 3. Tidak 2. Apakah permainan smart box sulit untuk dimainkan? b. Ya c. Tidak 3. Apakah kamu tahu cara menggiring bola ke arah depan dalam permainan smart box ? a. Ya
133
b. Tidak 4. Apakah kamu tahu cara menendang bola menggunakan kaki bagian dalam ? a. Ya b. Tidak 5. Apakah kamu tahu cara memasukkan bola ke kardus dalam permainan smart box ? a. Ya b. Tidak 6. Apakah kamu tahu cara menggiring bola ke arah lawan melalui area kotak warna ? a. Ya b. Tidak 7. Apakah kamu tahu peraturan dalam permainan smart box ? a. Ya b. Tidak 8. Apakah dalam permaianan smart box setiap pemain harus mentaati peraturan ? a. Ya b. Tidak 9. Apakah kamu berkeringat setelah melakukan permainan smart box? a. Ya b. Tidak 10. Apakah kamu merasa senang melakukan permainan smart box ? a. Ya b. Tidak
134
Lampiran 9 DAFTAR SISWA KELAS VIII SMPLB C SWADAYA KENDAL
(SAMPEL UJI Skala Kecil )
No.
NAMA
JENIS KELAMIN
1
Nia
P
2
Febri
L
3
Teguh
L
4
Jaka
L
5
Rizky
L
6
Nur Aini
P
7
Irmansyah
L
8
Niko
L
135
Lampiran 10 LEMBAR PENGAMATAN GERAK PENGEMBANGAN MODEL PERMAINAN SMART BOX DALAM PEMBELAJARAN SEPAK BOLA PADA SISWA SMPLB-C SWADAYA KENDAL TAHUN 2015 (Subyek Uji Skala Kecil)
Indikator Penilaian Afektif 1. Kerjasama Bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong: (1) Membantu teman yang belum/ tidak bisa (2) Terlibat aktif dalam permainan/ kerja kelompok (3) Mau bekerja sama dengan teman untuk memenangkan permainan (4) Berbagi tugas dalam permainan/ kerja kelompok 2. Kejujuran Berjiwa ksatria dan dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan: (1) Tidak menyontek dalam mengerjakan tugas/ ujian (2) Mengakui kesalahan yang diperbuat (3) Mengakui kekurangan yang dimilikinya (4) Mengungkapkan pendapat sesuai dengan sebenarnya 3. Disiplin Menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan: (1) Datang sebelum pembelajaran dimulai (2) Sebelum pembelajaran selesai tidak meninggalkan kelas terlebih dahulu (3) Mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan (4) Patuh pada peraturan permianan yang telah disepakati 4. Percaya diri Menunjukkan kemampuan diri sendiri untuk mencapai setiap keinginan dan harapannya: (1) Berusaha melaksanakan tugas yang diberikan guru secara maksimal (2) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik (3) Melaksanakan tugas sesuai yang diajarkan oleh guru (4) Mau berusaha untuk mengulang tugas yang belum/ tidak bisa
136
Keterangan penilaian afektif: Kategori Kriteria perilaku Jika peserta didik menunjukan 4 Sangat Baik kriteria Jika peserta didik menunjukan 3 Baik kriteria Jika peserta didik menunjukan 2 Kurang kriteria Sangat Kurang Jika peserta didik menunjukan 1 Baik kriteria
Skor 4 3 2 1
PETUNJUK : 1) Cermatilah indikator aktivitas siswa. 2) Berikan skor siswa pada kolom tingkat kemampuan yang sesuai dengan indikator pengamatan. 3) Petunjuk skor penilaian : 1: Sangat kurang baik (apabila dapat melakukan 1 poin dalam sikap tersebut) 2: Kurang (apabila dapat melakukan 2 poin dalam sikap tersebut) 3: Baik (apabila dapat melakukan 3 poin dalam sikap tersebut) 4: Sangat Baik (apabila dapat melakukan 4 poin dalam sikap tersebut) Tabel Hasil Pengamatan Aspek Afektif Aspek Afektif No
1 2 3 4 5 6 7 8
Nama
Nia Febri Teguh Jaka Rizky Nur Aini Irmansyah Niko Jumlah Max Persentase Rata-rata (%)
Kerjasama
Disiplin
Kejujuran
Percaya Diri
4 4 4 4 4 4 4 4 32 32 100%
3 2 3 3 3 3 4 3 24 32 75%
4 3 3 2 3 3 3 3 24 32 75%
3 2 2 4 3 3 2 4 23 32 72% 80%
137
Indikator Penilaian Psikomotor 1)
Menggiring atau Dribbel bola mempraktikan teknik menggiring atau mendribbel bola ke arah depan: a. Sikap badan lurus kedepan b. Bola tidak jauh dari badan c.
Pandangan fokus ke arah bola
d. Usahakan bola selalu dekat di area kaki dan mengenai kaki bagian dalm 2)
Mengumpan atau passing bola mempraktikan teknik mengoper atau passing bola mengenai permukaan kaki bagian dalam: a. Posisi kaki bagian dalam menepel ke bola b. Bola di tendang dengan power c.
Arah bola ditendang ke depan
d. Arah bola sesua sasaran yang dituju 3)
Menembak atau shooting bola mempraktikan teknik menembak atau shooting bola ke arah gawang: a. Bola ditendang ke arah gawang dengan kaki bagian dalam b. Fokus pada target (gawang) c.
Pertahankan posisi selalu ada didekat bola
d. Lepaskan bola dengan kaki bagian dalam dan mengikuti ke arah target (gawang) 4)
Meenghentikan bola atau control: a. posisi badan sudah siap saat menerima bola b. fokus pada datangnya bola c.
menghentikan dengan telapak kaki
d. posisi badan tidak jauh saat menerima bola PETUNJUK : 1) Cermatilah indikator aktivitas siswa. 2) Berikan skor siswa pada kolom tingkat kemampuan yang sesuai dengan indikator pengamatan.
138
3) Petunjuk skor penilaian :
1 : Sangat kurang baik 2 : kurang 3 : Baik 4 : sangat baik Tabel Hasil Pengamatan Aspek Psikomotor Siswa Aspek Psikomotor No
1 2 3 4 5 6 7 8
Nama
Nia Febri Teguh Jaka Rizky Nur Aini Imansyah Niko Jumlah Max Persentase Rata-rata (%)
Menggiring
Mengump an
Menghenti kan
Menembak
2 2 3 2 4 2 4 4 23 32 72%
3 3 3 2 4 2 3 4 24 32 75%
4 3 3 4 4 4 4 4 30 32 94%
2 2 3 3 4 2 4 4 24 32 75% 79%
139
Lampiran 11 Jawaban Kuesioner Siswa (Subyek Uji Skala Kecil) Keterangan: 1= Benar
No 1 2 3 4 5 6 7 8
SISWA Nia Febri Teguh Jaka Rizky Nur aini Irmansyah Niko Jumlah Ya (%) Tidak (%)
1 1 1 1 1 1 1 1 0
2 1 0 1 1 1 1 1 1
3 0 1 1 1 1 1 1 1
4 1 1 0 1 1 1 1 1
0= Salah
BUTIR SOAL Aspek Kognitif 5 6 7 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1
7 7 7 7 6 8 88% 88% 88% 88% 75% 100% 13% 13% 13% 13% 25% 0%
6 75% 25%
Total 8 1 0 1 1 1 1 1 1 7 88% 13%
9 1 1 1 1 1 1 1 1
10 1 1 1 1 1 1 1 1
8 8 100% 100% 0% 0%
9 7 9 9 10 8 10 9
81
140
Lampiran 12 DAFTAR NAMA SISWA UJI Skala Besar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Siswa Unan Mundir Dwi Ramansyah Ovan Nia Ria Utami Teguh Jaka Febri Anan Rofi Nor Aini Niko Irmansyah Agung Rizky
Jenis Kelamin L L L L P P L L L L L P L L L L
141
Lampiran 13
142
143
144
145
Lampiran 14
146
147
148
149
Lampiran 15 INDIKATOR PENILAIAN SISWA No
Aspek
Indikator
Sub Indikator a. Mengetahui pemahaman siswa terhadap permainan smart box b. Mengetahui pemahaman siswa terhadap teknik dasar khususnya dribble, passing, shoot dalam permainan smart box c. Mengetahui pemahaman siswa terhadap peraturan yang ada dalam permainan smart box d. Mengetahui pemahaman siswa terhadap manfaat permainan smart box
1
Kognitif
Kemampuan peserta didik dalam memahami: 2. Konsep keterampilan gerak fundamental permainan sepak bola melalui permainan smart box
2
afektif
Kemampuan peserta didik menampilkan sikap sosial dalam permainan smart box
e. Kerjasama
Mengetahui responden mau bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong. 4. Dapat menghargai perbedaan 5. Suka berkolaborasi dengan teman 6. Mengerti perasaan orang lain f. Jujur Mengetahui sikap dan perilaku responden dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri maupun orang lain 2. Apa yang dilakukan berdasarkan kenyataan 3. Hati dan ucapannya sama
150
4. Apa yang dikatakan itu benar g. Disiplin Mengetahui tindakan responden yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 4. Tepat waktu, tidak terlambat 5. Taat pada peraturan yang berlaku 6. Melakukan tugas sesuai jadwal yang dilakukan h. Percaya diri Mengetahui sikap responden akan kemampuan diri sendiri untuk mencapai setiap keinginan dan harapannya 4. Selalu ingin mendapatkan hasil yang maksimal 5. Melakukan yang terbaik 6. Berusaha memperbaiki diri 3
Psikomotor
Kemampuan siswa dalam mempraktikkan teknik dasar seperti dribble, passing, shoot, dalam permainan smart box
e. Siswa mampu mempraktikan teknik menggiring atau mendribbel bola kearah depan f. Siswa mampu mempraktikan teknik mengoper atau passing bola mengenai permukaan kaki bagian dalam. g. Siswa mampu mempraktikan teknik menembak atau shooting bola ke dalam gawang
151
dengan kaki bagian dalam h. Siswa mampu mempraktikan teknik control bola ke arah dekat badan.
152
Lampiran 16 KUISIONER SISWA PENGEMBANGAN MODEL PERMAINAN SMART BOX DALAM PEMBELAJARAN SEPAK BOLA PADA SISWA SMPLB-C SWADAYA KENDAL TAHUN 2015 PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER 1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya. 2. Jawablah secara runtut dan jelas. 3. Isilah pertanyaan tersebut dengan memberi tanda silang pada huruf a atau b sesuai dengan pilihanmu. 4. Selamat mengisi dan terimakasih. I.
IDENTITAS KORESPONDEN Nama Siswa
:
Umur
:
No Absen
:
Kelas
:
Alamat
:
II. PERTANYAAN 1. Apakah kamu tahu cara bermain permainan smart box ? 4. Ya 5. Tidak 2. Apakah permainan smart box sulit untuk dimainkan? d. Ya e. Tidak 3. Apakah kamu tahu cara menggiring bola ke arah depan dalam permainan smart box ? c. Ya
153
d. Tidak 4. Apakah kamu tahu cara menendang bola menggunakan kaki bagian dalam ? c. Ya d. Tidak 5. Apakah kamu tahu cara memasukkan bola ke kardus dalam permainan smart box ? c. Ya d. Tidak 6. Apakah kamu tahu cara menggiring bola ke arah lawan melalui area kotak warna ? c. Ya d. Tidak 7. Apakah kamu tahu peraturan dalam permainan smart box ? c. Ya d. Tidak 8. Apakah dalam permaianan smart box setiap pemain harus mentaati peraturan ? c. Ya d. Tidak 9. Apakah kamu berkeringat setelah melakukan permainan smart box? c. Ya d. Tidak 10. Apakah kamu merasa senang melakukan permainan smart box ? c. Ya d. Tidak
154
Lampiran 17 LEMBAR PENGAMATAN GERAK PENGEMBANGAN MODEL PERMAINAN SMART BOX DALAM PEMBELAJARAN SEPAK BOLA PADA SISWA SMPLB-C SWADAYA KENDAL (Subyek Uji Skala Besar) Indikator Penilaian Afektif 1) Kerjasama Bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong: (1) Membantu teman yang belum/ tidak bisa (2) Terlibat aktif dalam permainan/ kerja kelompok (3) Mau bekerja sama dengan teman untuk memenangkan permainan (4) Berbagi tugas dalam permainan/ kerja kelompok 2) Kejujuran Berjiwa ksatria dan dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan: (1) Tidak menyontek dalam mengerjakan tugas/ ujian (2) Mengakui kesalahan yang diperbuat (3) Mengakui kekurangan yang dimilikinya (4) Mengungkapkan pendapat sesuai dengan sebenarnya 3) Disiplin Menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan: (1) Datang sebelum pembelajaran dimulai (2) Sebelum pembelajaran selesai tidak meninggalkan kelas terlebih dahulu (3) Mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan (4) Patuh pada peraturan permianan yang telah disepakati 4) Percaya diri Menunjukkan kemampuan diri sendiri untuk mencapai setiap keinginan dan harapannya: (1) Berusaha melaksanakan tugas yang diberikan guru secara maksimal (2) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik (3) Melaksanakan tugas sesuai yang diajarkan oleh guru (4) Mau berusaha untuk mengulang tugas yang belum/ tidak bisa
155
Keterangan penilaian afektif: Kategori Kriteria perilaku Jika peserta didik menunjukan 4 Sangat Baik kriteria Jika peserta didik menunjukan 3 Baik kriteria Jika peserta didik menunjukan 2 Kurang kriteria Sangat Kurang Jika peserta didik menunjukan 1 Baik kriteria
Skor 4 3 2 1
PETUNJUK : 1) Cermatilah indikator aktivitas siswa. 2) Berikan skor siswa pada kolom tingkat kemampuan yang sesuai dengan indikator pengamatan. 3) Petunjuk skor penilaian : 1 : Sangat kurang baik(apabila dapat melakukan 1 poin dalam sikap tersebut) 2 : Kurang (apabila dapat melakukan 2 poin dalam sikap tersebut) 3 : Baik (apabila dapat melakukan 3 poin dalam sikap tersebut) 4 : Sangat Baik (apabila dapat melakukan 4 poin dalam sikap tersebut)
Tabel Hasil Pengamatan Aspek Afektif N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama
Nia Febri Teguh Jaka Rizky Nur Aini Irmansyah Niko Unan Mundir Dwi Rahmansya 12 Ovan
Aspek Afektif Disiplin
Kejujuran
Kerjasama
Keberanian
4 4 4 2 4 4 4 4 4 4
4 4 4 3 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 3 3 3 3 3 3 4 3 3
4
4
4
3
4
4
4
4
156
13 14 15 16
Ria Utami Anam Rovi Agung Jumlah Max Persentase Rata-rata (%)
4 4 4 4 62 64 97%
4 4 4 4 63 64 98%
4 4 4 4 64 64 100%
2 4 4 4 53 64 83% 95%
Indikator Penilaian Psikomotor 1)
Menggiring atau Dribbel bola mempraktikan teknik menggiring atau mendribbel bola ke arah depan: a. Sikap badan lurus kedepan b. Bola tidak jauh dari badan c.
Pandangan fokus ke arah bola
d. Usahakan bola selalu dekat di area kaki dan mengenai kaki bagian dalm 2)
Mengumpan atau passing bola mempraktikan teknik mengoper atau passing bola mengenai permukaan kaki bagian dalam: a. Posisi kaki bagian dalam menepel ke bola b. Bola di tendang dengan power c.
Arah bola ditendang ke depan
d. Arah bola sesua sasaran yang dituju 3)
Menembak atau shooting bola mempraktikan teknik menembak atau shooting bola ke arah gawang: a. Bola ditendang ke arah gawang dengan kaki bagian dalam b. Fokus pada target (gawang) c.
Pertahankan posisi selalu ada didekat bola
d. Lepaskan bola dengan kaki bagian dalam dan mengikuti ke arah target (gawang) 4)
Menghentikan bola atau control mempraktikan teknik menghentikan bola: a. Posisi badan harus siap untuk menerima bola
157
b. Posisikan kedua kaki harus sejajar c.
Gunakan bagian telapak kaki untuk menghentikan
d. pandangan fokus kearah bola PETUNJUK : 1) Cermatilah indikator aktivitas siswa. 2) Berikan skor siswa pada kolom tingkat kemampuan yang sesuai dengan indikator pengamatan. 3) Petunjuk skor penilaian : 1 : Sangat kurang baik 2 : kurang 3 : Baik 4 : sangat baik
N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama
Tabel Hasil Pengamatan Aspek Psikomotor Aspek Psikomotor
Nia Febri Teguh Jaka Rizky Nur Aini Irmansyah Niko Unan Mundir Dwi Irmansyah 12 Ovan 13 Ria Utami 14 Anam 15 Rovi 16 Agung Jumlah Max Persentase Rata-rata (%)
Menggiring
Mengumpan
Menembak
Menangkap
2 2 4 3 4 2 4 4 4 3 4
4 3 3 3 4 3 4 4 4 3 3
3 2 4 3 4 4 4 4 4 4 4
3 2 3 3 4 3 4 3 3 3 2
4 2 4 3 4 53 64 82,8%
2 3 4 2 4 53 64 82,8%
3 3 4 2 3 55 64 85,9%
3 2 4 2 4 48 64 75,0% 81,6%
158
No
Lampiran 18 Jawaban Kuesioner Siswa (Subyek Uji Skala Besar) Keterangan: 1= Benar 0= Salah Aspek Kognitif BUTIR SOAL SISWA
Tota l
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
Nia
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
9
2
Febri
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
9
3
Teguh
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10
4
Jaka
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
8
5
Rizky
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10
6
Nur aini
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10
7
Irmansyah
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
9
8
Niko
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
8
9
Unan
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
9
10
Mundir
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
9
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10
12
Dwi rahmansy ah Ovan
1
1
0
0
0
1
0
1
1
1
6
13
Ria utami
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
7
14
Anam
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10
15
Roni
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
9
16
Agung
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
10
16 100 %
13 81 % 19 %
13 81 % 19 %
13 81 % 19 %
15 94 %
14 88 % 13 %
13 81 % 19 %
16 100 %
16 100 %
16 100 %
84
0%
0%
0%
11
Jumlah Ya (%) Tidak (%)
0%
6%
159
Lampiran 19 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Sekolah : SLB ABC Swadaya Kendal Mata Pelajaran
: Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan Kelas/Semester Pertemuan
: VIII / 1
: 2 kali pertemuan
Alokasi Waktu : 2 X 40 menit
Standar Kompetensi 1. Mempraktikkan berbagai keterampilan permainan olahraga dengan teknik dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Kompetensi Dasar 1.1. Mempraktikkan keterampilan teknik bermain salah satu permainan olahraga beregu bola besar secara sederhana serta nilai kerjasama, kejujuran, disiplin, dan percaya diri**) Indikator Pembelajaran 1.
Melakukan latihan koordinasi teknik dasar drible, passing, control, dan
shooting
bola
(berpasangan
dan
berkelompok)
dengan
koordinasi yang baik. 2.
Bermain
sepak
bola
dengan
menggunakan
peraturan
yang
dimodifikasi untuk menumbuhkan dan membina nilai-nilai kerjasama, kejujuran, disiplin, dan percaya diri.
160
A.
Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat melakukan latihan koordinasi teknik dasar drible, passing,
control
dan
shooting
bola
(berpasangan
dan
berkelompok) dengan koordinasi yang baik. 2. Siswa dapat bermain sepak bola dengan menggunakan peraturan yang dimodifikasi untuk menumbuhkan dan membina nilai-nilai kerjasama, kejujuran, disiplin, dan percaya diri. B.
Materi Pembelajaran Permainan sepak bola 1. Koordinasi teknik dasar drible, passing, control dan shooting bola (berkelompok) dengan koordinasi yang baik. 2. Bermain bolabasket dengan menggunakan peraturan yang dimodifikasi.
C.
Metode Pembelajaran 1. Demontrasi 2. Inclusive (cakupan) 3. Bagian dan keseluruhan (Part and whole) 4. Permainan (game)
D.
Langkah-langkah Pembelajaran 1. Kegiatan Pendahuluan (10 menit) Berbaris, berdoa, presensi, apersepsi, motivasi dan penjelasan tujuan pembelajaran. Pemanasan secara umum
161
Berlari mengelilingi lapangan Pemanasan 2. Kegiatan Inti (60 menit)
Penjelasan cara melakukan latihan koordiansi teknik dasar drible, passing, conrol dan shooting bola (berkelompok) dengan koordinasi yang baik.
Melakukan latihan koordinasi teknik dasar drible, passing, control dan shooting bola (berkelompok) dengan koordinasi yang baik.
Bermain sepak bola dengan menggunakan peraturan yang dimodifikasi secara berkelompok (jumlah pemain, lapangan permainan, dan peraturan permainan dimodifikasi).
3. Kegiatan Penutup (15 menit)
Pendinginan (colling down)
Evaluasi, diskusi dan tanya-jawab proses pembelajaran yang telah dipelajari
E.
Berbaris dan berdoa
Alat dan Sumber Belajar 1. Alat Pembelajaran :
Bola polo air atau sejenisnya
Lapangan permainan sepak bola atau lapangan sejenisnya
Peluit
2. Sumber Pembelajaran :
162
a. Media cetak o Buku pegangan guru dan siswa SMP Kelas VIII Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan o Buku permainan sepak bola F.
Penilaian
1.
Teknik dan Bentuk Penilaian
a.
Tes Keterampilan (Psikomotor) Lakukan koordinasi teknik dasar drible, passing, control, dan shooting bola, unsur-unsur yang dinilai adalah kesempurnaan melakukan gerakan (penilaian proses) dan ketepatan dan kecepatan melakukan gerakan (penilaian produk/prestasi).
Contoh penilaian proses teknik dasar permainan epak bola (Penilaian keterampilan kecabangan) Unjuk kerja Aspek yang dinilai
Kualitas gerak 1
1. Menggiring 2. Mengumpan 3. Menghentikan 4. Memasukkan Jumlah : Jumlah skor maksimal:
2
3
4
163
Aspek Psikomotorik N o
Aspek yang dinilai
Perolehan skor
1
Dapat melakukan 4 kreteria
4
2
Dapat melakukan 3 kreteria
3
3
Dapat melakukan 2 kreteria
2
4 Dapat melakukan 1 kreteria 1 Tes Sikap (Afektif) Contoh penilaian afektif (Affective Behaviors) Tes sikap (Afektif) dapat dilakukan selama siswa melakukan pembelajaran Pendidikan Jasmani di sekolah. Unsur-unsur yang dinilai : kerjasama, kejujuran, disiplin, percaya diri. INSTRUMEN PENILAIAN ASPEK AFEKTIF No 1
2 3 4
Aspek yang dinilai
Kriteria SB
B
K
SKB
Peserta didik bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong Peserta didik menunjukan sikap jiwa ksatria dan dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan Peserta didik menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Peserta didik menunjukan kemampuan diri sendiri untuk mencapai setiap keinginan dan harapannya Jumlah skor maksimal N = Jumlah Skor di peroleh x 100 Skor Max
Indikator Penilaian Afektif 2) Kerjasama Bekerjasama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong: (1) Membantu teman yang belum/ tidak bisa (2) Terlibat aktif dalam permainan/ kerja kelompok
164
(3) Mau bekerja sama dengan teman untuk memenangkan permainan (4) Berbagi tugas dalam permainan/ kerja kelompok 5) Kejujuran Berjiwa ksatria dan dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan: (1) Tidak menyontek dalam mengerjakan tugas/ ujian (2) Mengakui kesalahan yang diperbuat (3) Mengakui kekurangan yang dimilikinya (4) Mengungkapkan pendapat sesuai dengan sebenarnya 6) Disiplin Menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan: (1) Datang sebelum pembelajaran dimulai (2) Sebelum pembelajaran selesai tidak meninggalkan kelas terlebih dahulu (3) Mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan (4) Patuh pada peraturan permianan yang telah disepakati 7) Percaya diri Menunjukkan kemampuan diri sendiri untuk mencapai setiap keinginan dan harapannya: (1) Berusaha melaksanakan tugas yang diberikan guru secara maksimal (2) Melaksanakan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik (3) Melaksanakan tugas sesuai yang diajarkan oleh guru (4) Mau berusaha untuk mengulang tugas yang belum/ tidak bisa
Keterangan penilaian afektif: Kategori Kriteria perilaku Jika peserta didik menunjukan 4 Sangat Baik kriteria Jika peserta didik menunjukan 3 Baik kriteria Jika peserta didik menunjukan 2 Kurang kriteria Sangat Kurang Jika peserta didik menunjukan 1 Baik kriteria PETUNJUK : 1) Cermatilah indikator aktivitas siswa.
Skor 4 3 2 1
165
2) Berikan skor siswa pada kolom tingkat kemampuan yang sesuai dengan indikator pengamatan. 3) Petunjuk skor penilaian : 1 : Sangat kurang baik(apabila dapat melakukan 1 poin dalam sikap tersebut) 2 : Kurang (apabila dapat melakukan 2 poin dalam sikap tersebut) 3 : Baik (apabila dapat melakukan 3 poin dalam sikap tersebut) 4 : Sangat Baik (apabila dapat melakukan 4 poin dalam sikap tersebut) b.
Tes Pengetahuan (Kognitif) Contoh format penilaian pembelajaran bolabasket melalui permainan simple basketball:
No SISWA 1
2
3
4
BUTIR SOAL Aspek Kognitif 5 6 7
Total 8
9
10
1 2 3 4 5 6 Jumlah Contoh Butir Pertanyaan 1. Apakah kamu tahu cara bermain permainan smart box? a. Ya b. Tidak 2.
Apakah permainan smart box sulit untuk dimainkan? a. Ya b. Tidak
3.
Apakah kamu tahu cara menggiring bola dalam permainan smart box? a. Ya b. Tidak
4.
Apakah kamu tahu cara menendang bola dengan kaki bagian dalam?
166
a. Ya b. Tidak 5.
Apakah kamu tahu cara memassukkan
bola ke kardus dalam
permainan smart box? a. Ya b. Tidak Ketererangan Penilaian: Jawaban
Skor
Benar
1
Salah
0
Jumlah skor yang diperoleh Penilaian Kognitif = ----------------------------------------- X 100% Jumlah skor maksimal 1. Rekapitulasi Penilaian Aspek Penilaian Nilai No. Nama Siswa Jumlah Akhir Psikomotor Afektif Kognitif 1. 2. 3. 4. NIlai Rata-rata CATATAN : Nilai = ( Jumlah skor : jumlah skor maksimal ) X 10.
Untuk siswa yang tidak memenuhi syarat penilaian KKM maka diadakan Remedial.
Mengetahui, Guru Mapel
Ani Ngudiasih, S.Pd NIP.
Semarang, Agustus 2015 Peneliti
Rizqia Puspandari NIM. 6101411070
Kriteria
167
Bahan Ajar Smart Box adalah model permainan yang dibuat untuk pengembangan model pembelajaran sepak bola. permainan ini dibuat dengan tujuan mengenalkan dan membiasakan anak untuk belajar tentang sepak bola dan memahami teknik-teknik dasar yang ada pada sepak bola dengan keterbatasan anak tunagrahita yang lebih sulit memahami materi yang diajarkan
dan
ketika
bermain
sering
melakukan
kesalahan
atau
pelanggaran didalam permainan smart box lebih mengajarkan tentang bagaimana cara memasukkan bola kedalam gawang lawan khususnya pada saat melakukan shoot kedalam gawang yang berguna untuk mengurangi kesalahan yang sering dilakukan anak khususnya tunagrahita dalam permainan. permainan smart box bertujua supaya anak aktif dalam bergerak, senang, dan tidak mudah jenuh sehingga pembelajaran tersebut akan berjalan secara efktif dan hasil yang dicapai akan maksimal. 10 x 8 m 2
2
1
1
1
1
2
2 3m Gambar lapangan smart box uji skala besar Sumber: Hasil Penelitian (2015) Peralatan: - Bola Polo Air
1m
168
- Kardus dan bendera point
-Kun
Peraturan Permainan: 1) Permainan akan dilakukan secara beregu 2) Permainan akan awali dengan suit antara kedua kapten team 3) Permainan ini adalah seperti permainan sepak bola yang sebenarnya, anak melakukan passing, drible, shooting kedalam gawang, namun gawang yang digunakan terbuat dari kardus yang berjumlah
tiga.
karena
dalam
permainan
ini
yang
lebih
169
diperhatiakan adalah teknik shooting. karena untuk membiasakan anak melakukan shooting kearah gawang lawan, dalam permainan ini tidak ada kiper karena dalam permainan ini anak diajarkan tendangan shooting dengan arah kegawang dengan benar. permainan ini dimainkan 4 orang setiap team. dan setiap pemain tidak boleh melakukan sleding. 4) Area point (gawang) adalah area yang digunakan untuk mencetak point dengan cara anak menendang (shoot) kearah gawang (kardus) yang berjumlah tiga gawang (kardus), setiap gawang memiliki point tersendiri, jika anak menendang kearah gawang kanan akan mendapatkan point 2 begitu juga jika anak menendang kearah gawang kiri, jika anak menendang kearah gawang tengah akan mendapatkan point 1, dan apabila bola tidak masuk kearah gawang jika melewati garis bantu akan mendapatkan point 1. garis bantu dalm permainan ini untuk membantu anak dalam bermain khususnya anak tunagrahita. 5) Waktu yang digunakan 10 menit dalam 1 kuarter 6) Siswa melakukan seperti itu sampai waktu habis.
170
Lampiran 20 Kekurangan permainan Smart Box penelitian skala kecil pertama : 6. Bola yang digunakan adalah bola asli 7. Point dalam kotak pintar harus diubah 8. Saat bermain siswa masih kebingungan memasukkan bola ke arah mana 9. Untuk gawangnya harus diberikan variasi 10. Siswa belum bisa membedakan mana teman mana lawan UJI COBA SKALA KECIL KEDUA Setelah mendapat revisi dan temuan pada uji coba skala kecil pertama, dalam uji coba skala kecil kedua terlihat beberapa peningkatan kualitas permainan, antara lain: 3. Siswa mampu Melakukan gerakan teknik dasar shooting dengan mudah dan tidak merasa sakit saat menedang karena bola yang digunakan sudah diganti dengan bola polo air 4. Siswa mengerti teman satu timnya dan bisa membedakannya karena kostum yang digunakan sudah dibedakan (memakai rompi yang berbeda) Kekurangan permainan smart box penelitian skala kecil kedua : 4. area kotak dalam permainan smart box masih belum maksimal digunakan 5. saat bermain siswa masih belum tahu bola dimasukkan kearah mana
171
6. dalam
shooting
siswa
belum
bisa
mencetak
point
(memasukkan bola kedalam gawang UJI COBA SKALA KECIL KETIGA Setelah mendapat revisi dan temuan pada uji coba skala kecil pertama, dan kedua dalam uji coba skala kecil ketiga terlihat beberapa peningkatan kualitas permainan, antara lain: 6. Siswa mampu melakukan teknik dasar shooting dengan mudah dan tidak merasa sakit saat menendang karena bola yang digunakan sudah diganti dengan bola polo air 7. siswa mengerti teman satu timnya dan bisa membedakannya karena kostum yang digunakan sudah dibedakan (memakai rompi yang berbeda) 8. siswa sudah memahami teknik shooting untuk memasukkan bola kedalam gawang karena gawang yang digunakan sudah diberi variasi dan angka (point) sehingga siswa termostivasi untuk mencetak point sebanyak mungkin 9. area kotak yang berada didalam lapangan sudah dihilangkan dan itu menjadikan siswa tidak kebingungan lagi 10. area kota tersebut diubah menjadi gawang yang berjumlah 3, jadi dalam permainan ini gawang yang digunakan dari kardus berjumlah 3 dan masing-masing gawang mempunyai point tersendiri. siswa mampu memasukkan bola kedalam gawang karena setelah permainan diubah dan gawang mempunyai point yang berbeda-
172
beda siswa mampu lebih banyak untuk mencetak point dan lebih banyak melakukan shooting kedalam gawang . Dalam uji coba skala kecil ke empat sudah tidak ada kekurangan karena dengan adanya refisi tersebut. UJI COBA SKALA KECIL KEEMPAT Setelah mendapat revisi dan temuan pada uji coba skala kecil pertama, kedua, dan ketiga dalam uji coba skala kecil keempat terlihat beberapa peningkatan kualitas permainan, antara lain: 8. Siswa mampu melakukan teknik dasar shooting dengan mudah dan tidak merasa sakit saat menendang karena bola yang digunakan sudah diganti dengan bola polo air 9. siswa mengerti teman satu timnya dan bisa membedakannya karena kostum yang digunakan sudah dibedakan (memakai rompi yang berbeda) 10. siswa sudah memahami teknik shooting untuk memasukkan bola kedalam gawang karena gawang yang digunakan sudah diberi variasi dan angka (point) sehingga siswa termostivasi untuk mencetak point sebanyak mungkin 11. area kotak yang berada didalam lapangan sudah dihilangkan dan itu menjadikan siswa tidak kebingungan lagi 12. area kota tersebut diubah menjadi gawang yang berjumlah 3, jadi dalam permainan ini gawang yang digunakan dari kardus berjumlah 3 dan masing-masing gawang mempunyai point tersendiri. siswa
173
mampu memasukkan bola kedalam gawang karena setelah permainan diubah dan gawang mempunyai point yang berbedabeda siswa mampu lebih banyak untuk mencetak point dan lebih banyak melakukan shooting kedalam gawang . 13. siswa lebih senang dan tidak mudah menyerah 14. siswa ingin mengulanginya lagi
174
Lampiran 21 PENELITIAN KESELURUHAN NO
Hasil penelitian
Pencapaian
klasifikasi
Makna
Kelompok Kelompok
1
Hasil
kecil
besar
86,54%
90,38%
Baik
Digunakan
pembelajaran 2
Aspek kognitif
89 %
91%
Baik
Digunakan
3
Aspek Afektif
80 %
95%
Baik
Digunakan
4
Aspek Psikomotor
79 %
81,6%
Baik
Digunakan
5
Hasil kuisioner ahli
96,15%
98,08%
Sangat Baik Digunakan
175
Lampiran 22
176
177
Lampiran 23 Dokumentasi
UJI Skala Kecil
Siswa Melakukan Permainan Smart box Uji Skala Kecil
178
Siswa melakukan permainan smart box Uji Skala Kecil
(Melakukan teknik Passing Control Uji Skala Kecil)
(Penjelasan Materi Uji Skala Kecil)
179
(Melakukan shooting Kearah gawang melalui area box Uji Skala Kecil)
(pengisian kuisioner Uji Skala Kecil)
180
( Uji Skala Besar )
181
(Lapangan Uji Skala Besar)
(Melakukan Menggiring Bola Uji Skala Besar)
182
(Melakukan Passing Uji Skala Besar)
Melakukan teknik passing Uji Skala Besar
183
(Penjelasan Materi Uji Skala Besar)
Melakukan Teknik shooting Uji Skala Besar
184
(Pengisian kuisioner Uji Skala Besar)