PENDIDIKAN ANAK USIA DINI : MEMBENTUK KARAKTER SESUAI TUMBUH KEMBANG ANAK Oleh Sudarso1 Abstrak Perkembangan yang diperoleh anak pada usia dini, berdasarkan hasil-hasil penelitian, sangat mempengaruhi perkembangan anak pada tahap berikutnya dan meningkatkan produktivitas kerja di masa dewasa. Pelaksanaan pembelajaran pada prasekolah (Taman Kanak Kanak) perlu dikembangkan ke arah pembelajaran sesuai dunianya, yaitu yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dan kreatif, dengan menerapkan konsep belajar sambil bermain. Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam perkembangan individu secara keseluruhan karena berpengaruh besar bagi perkembangan self-concept atau kepribadian anak. Demikian juga kebudayaan asing dapat berpengaruh positif dan negatif tergantung pada pendamping dan pembimbing yang menyertai tumbuh kembang anak. Anak harus diberi kesempatan untuk melatih kebaikan jika kita menginginkan ia tumbuh dengan kebiasaan untuk melakukan kebaikan. Belajar sambil bermain dapat mengarahkan nilai-nilai dan prioritas dalam kehidupan secara menyenangkan. Kata Kunci : PAUD, perkembangan belajar sambil bermain.
motorik, pengaruh
kebudayaan,
1. Pendahuluan Perkembangan yang diperoleh pada usia dini, berdasarkan hasil-hasil penelitian, sangat mempengaruhi perkembangan anak pada tahap berikutnya dan meningkatkan produktivitas kerja di masa dewasa. Anak bukanlah manusia dewasa dalam bentuk kecil; ia memiliki potensi, tetapi potensi tersebut hanya dapat berkembang manakala diberi rangsangan, bimbingan, bantuan, dan perlakuan sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan mengingat proses dan taraf perkembangan yang menekankan pada terjadinya perubahan. Proses pembelajaran di sekolah seharusnya memperhatikan kebermaknaan dalam belajar bagi anak menunjuk pada dunia minatnya (center of interst). Pelaksanaan pembelajaran pada prasekolah (Taman Kanak Kanak) perlu dikembangkan ke arah pembelajaran sesuai dunianya, yaitu yang memberikan kesempatan kepada siswa 1
Sudarso adalah dosen Pendidikan.Olahraga FIK Unesa
1
untuk aktif dan kreatif, dengan menerapkan konsep belajar sambil bermain. Bermain merupakan suatau kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan, karena pada dasarnya manusia adalah homo ludens yaitu makhluk yang suka bermain. Manusia belajar, tumbuh dan berkembang dari pengalaman yang diperolehnya melalui kehidupan keluarga, untuk sampai pada penemuan bagaimana ia menempatkan dirinya ke dalam keseluruhan kehidupan tempat ia berada. Namun perkembangan manusia tidak dimulai dari suatu tabula rasa melainkan mengandung sumber daya yang memiliki kondisi sosial kultural, fisik dan biologis dalam lingkungannya. Seiring hal tersebut sekolah, guru, lingkungan keluarga, dan orang tua juga memainkan peranan penting dalam tumbuh kembang anak. Menurut Piaget anak memiliki dua skema, yaitu skema sensomotorik dan skema kognitif yang merupakan unit dasar kognisi seseorang. Anak belajar melalui indra yang dimiliki
dan
terlibat
langsung
dengan
lingkungannya.
Belajar
melalui
lingkungannya akan menumbuhkan rasa cinta dan peduli pada lingkungannya. Guru secara signifikan berperan dalam pembentukan karakter siswa, karena tema yang dibangun guru dalam proses pembelajaran akan memberikan warna dalam kehidupan anak. Pada makalah ini akan dibahas tentang tumbuh kembang anak, urgensi perkembangan motorik, pengaruh kebudayaan asing terhadap kepribadian anak, dan belajar sambil bermain. 2. Tumbuh Kembang Anak Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam ukuran fisik seseorang. Sedangkan perkembangan (development) berkaitan dengan pematangan dan penambahan kemampuan (skill) fungsi organ atau individu. Kedua proses ini terjadi secara sinkron pada setiap individu. Proses tumbuh kembang seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling terkait, yaitu faktor genetik, lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial, dan perilaku. Proses ini bersifat individual dan unik sehingga memberikan hasil akhir yang berbeda dan ciri tersendiri pada setiap anak. Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Pada masa ini pertumbuhan dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan
2
merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya. Perkembangan yang optimal sangat dipengaruhi oleh peranan lingkungan dan interaksi antara anak dan orang tua/orang dewasa lainnya. Interaksi sosial diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan, bahkan sejak bayi dalam kandungan. Kebutuhan dasar seorang anak adalah a. Asuh ( kebutuhan biomedis) Menyangkut asupan gizi anak selama dalam kandungan dan sesudahnya, kebutuhan akan tempat tinggal, pakaian yang layak dan aman, perawatan kesehatan dini berupa imunisasi dan deteksi dan intervensi dini akan timbulnya gejala penyakit. b. Asih ( kebutuhan emosianal) Penting menimbulkan rasa aman (emotional security) dengan kontak fisik dan psikis secara dini dengan ibu. Kebutuhan anak akan kasih sayang, diperhatikan dan dihargai, pengalaman baru, pujian, tanggung jawab untuk kemandirian sangatlah penting untuk diberikan. Tidak mengutamakan hukuman dengan kemarahan, tetapi lebih banyak memberikan contoh–contoh penuh kasih sayang adalah salah satunya. c. Asah (kebutuhan akan stimulasi mental dini) Cikal bakal proses pembelajaran, pendidikan, dan perlatihan yang diberikan sejak dini. Terutama pada usia 4 – 5 tahun pertama (golden year) sehingga akan terwujud etika, kepribadian yang mantap, arif, dengan kecerdasan, kemandirian, keterampilan, dan produktivitas yang baik. 3. Urgensi Perkembangan Motorik Anak Perkembangan motorik anak akan lebih teroptimalkan jika lingkungan tempat tumbuh kembang anak mendukung mereka untuk bergerak bebas. Kegiatan di luar ruang bisa menjadi pilihan yang terbaik karena dapat menstimulasi perkembangan otot (CRI, 1997). Jika kegiatan anak di dalam ruang, pemaksimalan ruang bisa dijadikan strategi untuk menyediakan ruang gerak yang bebas bagi anak untuk berlari, berlompat dan menggerakan seluruh tubuhnya dengan cara-cara yang tidak terbatas. Selain itu, penyediaan peralatan bermain di luar ruang bisa mendorong anak untuk memanjat, koordinasi dan pengembangan kekuatan tubuh bagian atas dan juga bagian bawah. Stimulasi-stimulasi tersebut akan membantu pengoptimalan motorik kasar. Sedangkan kekuatan fisik,
3
koordinasi, keseimbangan dan stamina secara perlahan-lahan dikembangkan dengan latihan sehari-hari. Lingkungan luar ruang tempat yang baik bagi anak untuk membangun semua keterampilan ini. Kemampuan motorik halus bisa dikembangkan dengan cara anak-anak menggali pasir dan tanah, menuangkan air, mengambil dan mengumpulkan batubatu, dedaunan atau benda-benda kecil lainnya dan bermain permainan di luar ruang seperti kelereng. Pengembangan motorik halus ini merupakan modal dasar anak untuk menulis. Keterampilan fisik yang dibutuhkan anak untuk kegiatan serta aktivitas olahraga bisa dipelajari dan dilatih di masa-masa awal perkembangan. Sangat penting untuk mempelajari keterampilan ini dengan suasana yang menyenangkan, tidak berkompetisi agar anak-anak mempelajari olahraga dengan senang dan merasa nyaman untuk ikut berpartisipasi. Hindari permainan di mana seseorang atau sekelompok orang menang dan kelompok lain kalah. Anak-anak yang secara terus menerus kalah dalam sebuah permainan memiliki kecenderungan merasa kurang percaya akan kemampuannya dan akan berkenti berpartisipasi. Tujuan pendidikan fisik untuk anak-anak yang masih kecil adalah untuk mengembangkan keterampilan dan ketertarikan fisik jangka panjang (CRI, 1997). Perkembangan motorik berbeda tingkatannya pada setiap individu. Anak usia empat tahun bisa dengan mudah menggunakan gunting sementara yang lainnya mungkin akan bisa setelah berusia lima atau enam tahun. Anak tertentu mungkin akan bisa melopmat dan menangkap bola dengan mudah sementara yang lainnya mungkin hanya bisa menangkap bola yang besar atau berguling-guling. Dalam hal ini orang tua dan orang dewasa di sekitar anak harus mengamati tingkat perkembangan anak-anak dan merencanakan berbagai kegiatan yang bisa menstimulainya. Menurut dr. Karel A.L. Staa, M.D olahraga memberi manfaat bagi perkembangan motorik anak. Selain untuk perkembangan fisiknya, olahraga juga amat baik untuk perkembangan otak serta psikologis anak. Mengikutkan anak pada kelompok olahraga akan meningkatkan kesehatan fisik, psikologis serta psikososialnya. Anak menjadi senang mendapat stimulasi kreativitas yang baik untuk perkembangannya. Selain
berbagai
kegiatan
stimulai,
hal
lain
yang
mempengaruhi
perkembangan motorik anak adalah gizi anak. Banyak penelitian yang 4
menerangkan tentang pengaruh gizi terhadap kecerdasan serta perkembangan motorik kasar. Levitsky dan Strupp pada penelitiannya terhadap tikus mengungkapkan bahwa kurang gizi menyebabkan functional isolationism „isolasi diri‟ yaitu mempertahankan untuk tidak mengeluarkan energi yang banyak (conserve energy) dengan mengurangi kegiatan interaksi sosial, aktivitas, perilaku eksploratori, perhatian, dan motivasi. Aplikasi teori ini kepada manusia adalah bahwa pada keadaan kurang energi dan potein (KEP), anak menjadi tidak aktif, apatis, pasif, dan tidak mampu berkonsentrasi. Akibatnya, anak dalam melakukan kegiatan eksplorasi lingkungan fisik di sekitarnya hanya mampu sebentar saja dibandingkan dengan anak yang gizinya baik, yang mampu melakukannya dalam waktu yang lebih lama. Model functional isolationism yang dilukiskan ini sama dengan teori sebelumnya bahwa aspek-aspek essensial dan universal untuk perkembangan kognitif ditekan oleh mekanisme penurunan aktivitas pada keadaan kurang gizi. Untuk melakukan suatu aktivitas motorik, dibutuhkan ketersediaan energi yang cukup banyak. Tengkurap, merangkak, berdiri, berjalan, dan berlari melibatkan suatu mekanisme yang mengeluarkan energi yang tinggi, sehingga yang menderita KEP (Kurang Energi Protein) biasanya selalu terlambat dalam perkembangan motor milestone. Sebagai contoh, pada anak usia muda, komposisi serat otot yang terlibat dalam pergerakan kontraksi kurang berkembang pada anak yang kurang gizi. Keadaan ini juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tulang sehingga terjadi pertumbuhan badan yang terlambat. Tengkurap, merangkak, dan berjalan menurunkan ketergantungan atau kontak yang terus-menerus dengan pengasuhnya. Keadaan ini berpengaruh nyata terhadap mekanisme self-regulatory, sehingga anak menjadi lebih bersosialisasi dan ramah dengan lingkungannya. Sebaliknya, bila terjadi keterlambatan dalam locomotion dan perkembangan motorik akan merusak akses terhadap sumbersumber eksternal yang berpengaruh kurang baik terhadap regulasi emosional, sehingga akan mengakibatkan terhambatnya perkembangan kecerdasan anak. Sehubungan dengan hal di atas, telah dilakukan penelitian di daerah Jawa Barat yang dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Bogor dan University of California, Davis, USA untuk dapat menerangkan tentang bagaimana mekanisme gizi berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak. Sebanyak tidak kurang dari 17 buah makalah ilmiah dan hasil penelitian ini telah diterbitkan di dalam 5
beberapa jurnal di luar negeri. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa anakanak yang di usia awalnya mendapat makanan suplemen, pada 8 tahun kemudian nilai tes intelektualnya lebih baik daripada anak yang tidak mendapatkan suplemen. Sesudah memperhitungkan faktor confounder peneliti berkesimpulan bahwa suplemen makanan pada waktu bayi adalah faktor yang menyebabkan perbedaan. Hasil penemuan ini mendemonstrasikan bahwa suplemen makanan selama tiga bulan pada waktu bayi berumur kurang dari 18 bulan membawa keuntungan yang nyata terhadap kecerdasan anak sampai 8 tahun kemudian. Sedangkan terhadap anak yang berumur lebih dari 18 bulan yang sekarang berumur antara 10–12 tahun, keuntungan tersebut tidak nyata. Hasil penelitian tersebut pun menghasilkan suatu dugaan bahwa perkembangan neurologi sebelum berumur 18 bulan
berhubungan
erat
dengan
defisiensi
gizi
yang
dapat
bersifat
permanen. Umur 18 bulan dari hasil penelitian ini dapat merupakan batas atau cut off point. Hasil-hasil penelitian pada tikus menunjukkan bahwa gizi kurang dapat berakibat defisit pada otak yang irreversibel. Pada tikus, masa-masa kritis terjadi pada saat umur 8–14 hari, dan berdasarkan periode puncak pertumbuhan maka pada manusia dapat terjadi pada usia 6–18 bulan. Sehubungan dengan hal tersebut, bayi kurang gizi yang tidak mendapat suplemen diduga mengalami defisit myelinisasi. Artinya terjadi kesulitan dalam menghantarkan informasi dari satu neuron ke neuron yang lain dan mengakibatkan intelektual anak rendah. Hal ini pun pada akhirnya mempengaruhi perkembangan motorik anak. Refleks anak terhadap lingkungannya akan terhambat. Data hasil penelitian kroseksional tersebut tidak merupakan data yang representatif dari perubahan dalam diri seorang anak. Walaupun dalam banyak hal perkembangan motorik milestone tidak selamanya mengikuti suatu perubahan kronologi yang ketat, data dari hasil penelitian tersebut dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengestimasi perkembangan motorik pada umur anak tertentu. Apabila dibandingkan dengan negara-negara Barat, maka perkembangan motorik milestone pada anak Indonesia tergolong rendah. Di Amerika, anak mulai berjalan pada umur 11,4–12,4 bulan 11, dan anak-anak di Eropa antara 12,4–13,6 bulan 12. Sedangkan di Indonesia, pada sampel yang diteliti adalah 14,02 bulan. Informasi yang cukup untuk menerangkan perbedaan tersebut belum ada, namun 6
besar kemungkinan bahwa faktor gizi, pola pengasuhan anak, dan lingkungan ikut berperanan. Penjabaran tersebut, menghasilkan suatu kesimpulan bahwa pember ian stumulasi untuk mengembangkan kemampuan motorik merupakan hal yang urgen. 4. Pengaruh Kebudayaan Asing terhadap Kepribadian Anak Keluarga merupakan media awal anak mengenai lingkungannya, mulai beranjak untuk mengadakan eksplorasi dan menemukan sifat, sikap dan kemampuannya dalam membedakan objek di lingkungan sekitarnya. Lingkungan rumah dan sekolah yang salah dapat menghambat bahkan merusak perkembangan anak, meskipun secara genetis ia berpotensi. Di era global berbagai siaran media Televisi dan masuknya budaya asing yang dengan mudah akan mempengaruhi tumbuh kembang anak. TV hadir di mana-mana, ia mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat dan dapat menambah berbagai emosi positif maupun negatife. Era globalisasi telah merambah ke dalam rumah-rumah masyarakat Indonesia dengan berbagai golongan dan keluarga yang terjepit antara perkembangan teknologi dan arus globalisasi yang tidak dapat menjalankan fungsinya untuk menampung penghayatan anggota keluarganya dalam merefleksikan kembali berbagai kejadian, serta hubungan antara sesama manusia dan objek sekitarnya. Karenanya masyarakat sangat mendambakan sekolah sebagai “mitranya” dan pusat-pusat pendidikan dalam menjalankan fungsi tersebut. Terlepas dari pengaruh positif yang terkait dengan perluasan wawasan pengetahuan, berbagai pengaruh cerita asing bila mencakup hal-hal yang negatife (tayangan kekerasan, antisosial) akan meracuni kehidupan kejiwaan anak. Oleh karenanya ada beberapa langkah yang dapat disarankan pada sekolah: diskusikan topik yang dilihat anak-anak dengan memberikan bekal moral, usahakan memberikan penjelasan pada tayangan budaya asing untuk disesuaikan dengan budaya dan nilai Indonesia, usahakan untuk menyajikan cerita-cerita Indonesia yang memiliki nilai kemanusiaan dan tentang kebaikan dan keburukan, teroboslah dunia anak untuk selalu menjaga agar kita dapat mengikuti perkembangannya. Berikan senjata moral dan nilai Indonesia pada anak agar dapat melakukan infiltrasi masuknya budaya asing yang tidak sesuai.
7
5. Belajar Sambil Bermain Bermain adalah suatu kebutuhan bagi anak. Dengan
merancang
pembelajaran untuk dilakukan sambil bermain, anak belajar sesuai dengan tuntutan taraf perkembangannya. Bahkan kalau kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ada satu tahap perkembangan yang berfungsi kurang baik dan ini tidak akan terlihat secara nyata segera, melainkan baru kelak bila ia sudah menjadi remaja. Ada 2 hal yang terkait dengan masalah ini, yaitu: a. Perkembangan kognitif anak pada umur ini menunjukkan bahwa ia berada pada taraf pra-operasional sampai pada tahap operasi konkret. Ciri-ciri dari tahap perkembangan yang ditandai oleh childhood education, adalah perkembangan bahasa dan kemampuan berfikir memecahkan persoalan dengan menggunakan lambing tertentu. Makin mendekati ke tahap operasi konkret makin mampu berfikir logis, meskipun segala pelajaran yang bersifat formal belum menjadi suasana yang diakrabi secara alamiah. b. Fungsi otak, kedua belahan otak kanan dan kiri memiliki fungsi yang berbeda. Belahan otak kiri memiliki fungsi, ciri, dan respons untuk berfikir logis, teratur, dan linier. Sedangkan belahan fungsi otak kanan untuk berfikir holistik, imaginatif, dan kreatif. Bila anak belajar formal dengan banyak menghafal tanpa bermain, maka fungsi otak kiri yang dioptimalkan sedangkan belahan otak kanan terabaikan. Menurut penelitian Clark dalam Semiawan (2002) anak yang diperlakukan seperti itu kelak akan tumbuh dengan memiliki sikap yang cenderung bermusuhan (hostile attitude) terhadap sesama teman atau orang lain. Jadi konsep belajar sambil bermain bagi anak umur 4 – 7 tahun adalah suatu conditio sine qua non, bila mau tumbuh secara sehat mental, dan bahkan sampai dengan umur 13 atau 14 tahun bermain adalah penting bagi anak. Anak yang kebutuhan bermainnya terpenuhi makin tumbuh dengan memiliki keterampilan mental yang lebih tinggi, untuk menjelajahi dunianya lebih lanjut dan menjadi manusia yang memiliki kebebasan mental untuk tumbuh kembang sesuai potensi yang dimilikinya, menjadi manusia yang bermartabat dan mandiri. Lebih dari itu akan terlatih menjadi anak yang terus-menerus meningkatkan diri mencapai kemajuan.
8
6.
PENUTUP (a) Perkembangan kepribadian anak dipengaruhi oleh bakat, lingkungan yang membimbing dan membentuk perkembangan anak pada usia dini, kemampuan intelektual, motivasi, pengetahuan dan konsep dirinya. (b) Perkembangan motorik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
perkembangan
individu
secara
keseluruhan.
Perkembangan
keterampilan motorik sangat penting bagi perkembangan self-concept atau kepribadian anak. (c) Kebudayaan asing dapat berpengaruh positif dan negatif tergantung pada pendamping dan pembimbing yang menyertai tumbuh kembang anak. (d) Anak harus diberi kesempatan untuk melatih kebaikan jika kita menginginkan ia tumbuh dengan kebiasaan untuk melakukan kebaikan. Belajar sambil bermain dapat mengarahkan nilai-nilai dan prioritas dalam kehidupan secara menyenangkan.
9
DAFTAR RUJUKAN
Beaty, Janice J (1996), Skills for Preschool Teachers. Fifth edition, New Jersey: Pretice Hall Decker, Celia A & Decker, Jhon R (1988), Planning and Administering Early Childhood Programs, Ohio: Merril Oden, Serri (2003). The Development of Social Competence in Children, http://www.ericfacility.net/ericdigetss/ed28/610 html Peterson, Candida (1996) Looking forward through the lifespan, third edition, Australia: Pretice Hall Staff Ahli Bappenas (2006) Studi Kebijakan Pengembangan Anak Usia Dini yang Holistik dan Terintegrasi, Jakarta: Bappenas Santrock, John (1994) Child Development, New York: McGraw Yusuf, Syamsu LN (2002) Psikologi Perkembangan Anak & Remaja, Bandung: Remaja Rosdakarya
10