-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
PENDEKATAN SAINTIFIK DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER YANG TERINTEGRASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Doni Uji Windiatmoko FKIP Universitas Islam Majapahit Mojokerto
[email protected]
Abstract The purpose of writing this article is to describe the advantages of the scienti ic approach that is integrated with the values of character education in learning Indonesian language and literature in high school. This research uses qualitative descriptive method. The results showed that the scienti ic approach which has the following steps: (1) observe; (2) ask; (3) make sense, (4) tries; (5) processing; (6) presents; (7) concluded; and (8) created; while the value of character education consists of: (1) religious; (2) to be honest; (3) tolerance; (4) discipline; (5) hard work; (6) creative; (7) independently; (8) democratic; (9) curiosity; (10) the national spirit; (11) patriotism; (12) appreciate the achievements; (13) friends / communicative; (14) paci ist; (15) likes to read; (16) care for the environment; (17) social care; (18) the responsibility, which can be applied together. Both of these aspects can complement and terintegratif thus making learning Indonesian language and literature in high school to become more effective and humane. Keywords: scienti ic approach, the value of character education, teaching high school
Abstrak Tujuan penulisan artikel ini adalah mendeskripsikan keunggulan pendekatan sainti ik yang diintegrasikan dengan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan sainti ik yang memiliki tahap: (1) mengamati; (2) menanya; (3) menalar, (4) mencoba; (5) mengolah; (6) menyajikan; (7) menyimpulkan; dan (8) menciptakan; serta nilai pendidikan karakter terdiri dari: (1) religius; (2) jujur; (3) toleransi; (4) disiplin; (5) kerja keras; (6) kreatif; (7) mandiri; (8) demokratis; (9) rasa ingin tahu; (10) semangat kebangsaan; (11) cinta tanah air; (12) menghargai prestasi; (13) bersahabat/komunikatif; (14) cinta damai; (15) gemar membaca; (16) peduli lingkungan; (17) peduli sosial; (18) tanggung jawab, dapat diterapkan secara bersama-sama. Kedua aspek tersebut dapat saling melengkapi dan terintegrasi sehingga membuat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA menjadi lebih efektif dan berkarakter. Kata kunci: pendekatan sainti ik, nilai pendidikan karakter, pembelajaran SMA
Pendahuluan Depdiknas (2001) menyatakan kompetensi, pada dasarnya koherensi antara pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang dire leksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi merujuk pada aspek segala sesuatu yang dipelajari, dipahami, dan dikuasai oleh seseorang dalam kehidupannya. Dalam konteks pembelajaran, kompetensi dapat diartikan sebagai semua keterampilan dasar yang telah disusun untuk dikuasai siswa. Kompetensi dasar ini disajikan guru di dalam kelas harus terencana dan diterapkan secara baik. Kompetensi menuntut kejelasan rencana dan tujuan pembelajaran. Kompentensi yang baik dapat dicapai dengan pola pendekatan pembelajaran yang tepat. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang dibangun berdasarkan kebutuhan kompetensi. Seperti pada Kurikulum 2013, siswa dituntut untuk menguasai beberapa kompetensi. Termasuk dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, kompetensi-kompetensi tertentu harus dikuasai oleh peserta didik. Oleh sebab itu, untuk mewujudkan kurikulum yang baik harus ada kompentensi yang jelas dan terencana yang ditopang pendekatan-pendekatan pembelajaran yang solutif. 412
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Pendekatan Sainti ik Pendekatan pembelajaran dalam kurikulum 2013 yang mampu menjawab tantangan zaman atau modernisasi adalah pendekatan sainti ik. Pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran (Andayani, 2009). Pada dasarnya, pendekatan sainti ik adalah pendekatan dengan cara atau langkah-langkah berpikir ilmiah. Di dalam proses pembelajaran, pendekatan ilmiah dapat diartikan sebagai pendekatan atau cara belajar yang memperhatikan metode ilmiah dalam setiap proses dan kegiatan belajar mengajar. Kaidahkaidah ilmiah perlu diintegrasikan dalam proses mengajarkan materi ajar maupun penilaiannya. Metode ilmiah berkaitan erat dengan penalaran. Pendekatan sainti ik cenderung menggunakan konsep penalaran induktif daripada deduktif. Pendekatan tersebut berupaya menarik simpulan dari peristiwa, gejala, atau fakta-fakta yang bersifat khusus dan spesi ik. Dengan kata lain, pendekatan sainti ik intinya menarik simpulan (hal umum) yang diambil dari hal-hal spesi ik (khusus). Dalam pembelajarannya, pendekatan ilmiah akan mampu menilai tiga aspek, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Ketiga aspek tersebut idealnya dimiliki oleh peserta didik. Tantangan dunia harus dihadapi dengan kemampuan berpikir dan bertindak yang efektif. Secara aplikatif, pendekatan sainti ik sangat sesuai untuk mata pelajaran bahasa Indonesia. Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dan vital bagi tercapainya hidup. Karakter juga dapat diartikan sebagai perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak. Samani dan Hariyanto, (2013) menyatakan karakter sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika. Nilai Pendidikan Karakter Pembelajaran karakter dimaksudkan untuk membentuk karakter siswa. Nilai-nilai umum yang dimaksud adalah konsep core value yang ditawarkan Lickona (2013: 74) yakni jujur, adil, kreatif, tanggung jawab, disiplin, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter para siswa. Nilainilai pendidikan karakter yang dimaksud adalah sebagai berikut sesuai Kemdiknas (2010): (1) religius; (2) jujur; (3) toleransi; (4) disiplin; (5) kerja keras; (6) kreatif; (7) mandiri; (8) demokratis; (9) rasa ingin tahu; (10) semangat kebangsaan; (11) cinta tanah air; (12) menghargai prestasi; (13) bersahabat/komunikatif; (14) cinta damai; (15) gemar membaca; (16) peduli lingkungan; (17) peduli sosial; (18) tanggung jawab. Dalam artikel ini, penulis hanya menganalisis delapan (8) nilai yaitu toleransi, disiplin, kreatif, mandiri, rasa ingin tahu, bersahabat/komunikatif, gemar membaca, dan tanggung jawab. Langkah-langkah Pembelajarannya di SMA Standar Isi (2006) dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Mengacu pada tujuan tersebut, diperlukan pendekatan yang efektif sehingga menyentuh aspek humanisme, rasional, dan ilmiah serta berbudaya-berkarakter. Solusinya adalah pembelajaran integratif antara pendekatan sainti ik atau ilmiah dan nilai pendidikan karakter. Abidin (dalam Diana: 2013: 623) menyatakan syarat utama yang harus dipenuhi agar seorang penutur mampu menggunakan bahasa secara santun dan beretika adalah penguasaan penutur terhadap bahasa yang digunakan. Jika diterapkan dalam pemakaian bahasa Indonesia 413
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
hal ini berarti bahwa untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia secara santun dan beretika, penutur harus terlebih dahulu menguasai bahasa Indonesia secara baik dan benar. Pendekatan sainti ik menghendaki penilaian yang menyeluruh. Terutama pada aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, aspek sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Aspek keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Aspek pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills). Pendekatan sainti ik dalam proses pembelajarannya, terdapat beberapa tahap yang harus dikuasai oleh siswa, antara lain: (1) mengamati; (2) menanya; (3) menalar, (4) mencoba; (5) mengolah; (6) menyajikan; (7) menyimpulkan; dan (8) menciptakan. 1. Mengamati Metode pengamatan mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Dengan mengamati objek belajar secara langsung, siswa akan senang dan tertantang. Mengamati juga berfungsi untuk pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru. 2. Menanya Tidak efektif jika dalam pembelajaran tanpa ada tanya-jawab. Baik guru dan siswa saling menanyakan dan menjawab. Dengan adanya tanya jawab, terjadi proses alih informasi secara dua arah. Guru mampu menginspirasi, sedangkan siswa dapat melatih kemampuan verbalnya. Fungsi bertanya tidak lain adalah untuk membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran. Selain itu, mampu mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri. Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya. Juga dapat membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar. 3. Menalar Menalar di sini mengandung arti berpikir logis dan bernalar. Penalaran dapat berupa penalaran deduktif dan induktif. Penal aran deduktif adalah penalaran dengan memperhatikan hal-hal umum untuk kemudian dijelaskan oleh hal-hal khusus. Sementara penalaran induktif adalah bernalar dengan upaya menarik kesimpulan (hal umum) dari peristiwa-peristiwa khusus yang dipelajari oleh siswa. Guru dan siswa harus mampu menerapkan prinsip bernalar tersebut. Analogi juga termasuk proses bernalar. Ada analogi deduktif dan induktif. Analogi dimanfaatkan dalam pembelajaran jika ditemukan materi ajar yang memiliki persamaan. 4. Mencoba Penerapan metode mencoba atau eksperimen bertujuan mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoretis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengomunikasikan hasil percobaan. 414
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
5. Mengolah Setelah melakukan percobaan, guru dan siswa mengolah data-data yang diperoleh untuk kemudian dipahami dan diteliti. Proses pengolahan ini memerlukan kerja sama yang baik antara guru dan siswa. Data yang diperoleh dan diolah dimungkinkan merupakan jawaban dari proses percobaan tersebut yang telah dilakukan. Hasilnya, olah data tersebut menjadi belajar empiris yang memiliki nilai-nilai metode ilmiah. Kegiatan pengamatan dan pengolahan data adalah aktivitas wajib dan komplementer yang dilakukan guru dan siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar yang mengesankan serta analistis. 6. Menyajikan Menyajikan data yang telah diolah merupakan kegiatan unjuk kerja dari siswa. Guru sekadar mengarahkan dan menjelaskan proses penyajian yang terstruktur dan baik. Guru menerapkan prinsip diskusi kelas yang berjalan kondusif. Akan terjadi proses berpikir logis di dalam proses pembelajarannya. Bagi siswa, proses ini merupakan latihan menyajikan data yang diperoleh baik secara tertulis maupun lisan. 7. Menyimpulkan Penarikan simpulan merupakan salah satu esensi pendekatan ilmiah. Simpulan dari data-data yang diperoleh siswa menjadi jawaban hipotesis. Guru menerangkan gejala-gejala yang dapat dipelajari siswa untuk kemudian distimuluskan ke siswa agar mau berpikir kritis dan analistis sehingga simpulan yang ditarik dapat mendekati kebenaran. Simpulan tersebut kemudian dapat dijadikan bahan diskusi lagi bagi siswa. 8. Mencipta Pendekatan sainti ik menghendaki para siswa untuk berani dan mau menciptakan atau membuat sesuatu dan melakukan tindakan edukatif yang dapat memberikan pengalaman belajar yang berkesan dan substantif. Mengamati, mengolah, menyimpulkan, dan menyajikan data bagi siswa harus dapat mempengaruhi cara berpikir dan berbuat sesuatu secara ilmiah. Jadi, cara belajar siswa berbasis pendekatan sainti ik yang mengandung metode ilmiah sehingga memungkinkan melakukan percobaan sekaligus memproduksi sesuatu. 1) Toleransi Nilai toleransi menghendaki tiap siswa mampu memberikan toleransi yang memadai kepada siswa lain. Misalnya saat mendiskusikan de inisi teks prosedur kompleks, siswa A menoleransi kritikan atau saran dari siswa B. Sikap toleran terintegrasi dalam pembelajaran tersebut berguna untuk mengajarkan siswa tentangnya pentingnya toleransi agar menciptakan kerukunan dan persahabatan. 2) Disiplin Sikap disiplin harus melekat pada siswa. Tanpa kedisiplinan, seseorang akan sangat mudah menyepelekan dan kurang respons terhadap kegiatan belajar mengajar. Untuk itu, sikap disiplin membutuhkan tekad yang kuat supaya disiplin. Hal ini terlihat pada pembelajaran teks prosedur kompleks, secara disiplin mempelajari karakter dan struktur kalimatnya. Jika tidak disiplin, akan lambat siswa memahaminya. 3) Kreatif Sekarang ini, siswa dituntut untuk kreatif. Apalagi teks prosedur kompleks terbilang materi ajar baru pada kurikulum 2013. Untuk itu, siswa diarahkan untuk kreatif mencari, menelaah, dan membuat teks prosedur kompleks yang dapat digali dari beberapa sumber belajar. 4) Mandiri Saat tugas memproduksi teks prosedur kompleks, siswa diminta membuat sendiri atau mandiri. Hal ini bertujuan agar siswa mengenali potensi dan kendala yang dihadapinya. Kemandirian siswa terlihat pada hasil pekerjaan menyusun teks prosedur kompleks. 415
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
5) Rasa Ingin Tahu Sebagai pendekatan ilmiah, pendekatan ilmiah akan meningkatkan rasa ingin tahu siswa terhadap objek belajar. Langkah-langkah yang ditempuh berdasarkan fakta, data, dan penarikan simpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dalam teks prosedur kompleks, rasa ingin tahu siswa diawali dari de inisi, struktur dan jenis kalimat, dan sebagainya. 6) Bersahabat/Komunikatif Saat menyelesaikan tugas, siswa berkelompok untuk belajar kolaboratif. Tentu, ini memerlukan sikap bersahabat. Jika tidak, akan sangat mengganggu proses belajar kelompok. Misalnya, ketika mengumpulkan referensi tentang teks prosedur kompleks, siswa-siswa terbuka untuk berdiskusi dan bersahabat untuk menambah informasi. 7) Gemar Membaca Tiada belajar tanpa membaca. Ungkapan ini sesuai dengan nilai pendidikan karakter ini. Belajar semestinya dimulai dari kegiatan membaca intensif. Memahami teks prosedur kompleks hanya dapat dikuasai melalui membaca. Pada tahap mengamati misalnya, siswa membaca berbagai sumber belajar hingga pada tahap mencipta, membaca adalah kegiatan wajib. 8) Tanggung Jawab Tanggung jawab siswa adalah belajar dan mengerjakan tugas-tugasnya. Misalnya pada tahap mengolah, siswa diminta mengolah data yang ditemukan guru dan dirinya sendiri untuk diambil simpulannya. Pastinya, ini memerlukan tanggung jawab yang tinggi dari siswa.
Simpulan dan Implikasi Pembelajaran dengan pendekatan sainti ik dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia amat mudah diterapkan. Guru-guru bahasa Indonesia harus mampu mengintegrasikan pendekatan tersebut baik dalam ranah bahasa maupun sastra. Khusus teks prosedur kompleks, dengan menggunakan pendekatan sainti ik, siswa dilatih berpikir ilmiah, kritis, dan analistis. Pendekatan sainti ik diejawantahkan ke dalam metode ilmiah yang berupa tahap mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Tahap-tahap secara koheren mengarahkan siswa menemukan (inkuiri) di dalam proses kegiatan belajar mengajar. Selain itu, pendidikan karakter dapat melalui bahan ajar, model pembelajaran, dan penilaian autentik. Implikasinya, pendekatan sainti ik tepat dan harus diimplementasikan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang identik dengan bacaan, membutuhkan pendekatan yang mampu mengungkap seluk beluk bacaan. Untuk itu, dengan pendekatan sainti ik, guru secara terencana dan terstruktur, menyusun rencana pembelajaran, sumber belajar, media pembelajaran, dan penilaian yang relevan, yang mampu mendeskripsikan tiga aspek yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dimiliki siswa. Dilengkapi dengan nilai pendidikan karakter, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia semakin efektif dan berkarakter sebab selain berpusat pada berpikir rasional dalam hal ini pada pendekatan sainti ik, pembelajaran menjadi lebih bermoral atau berbudaya luhur yang terintegratif dari nilai-nilai pendidikan karakter. Oleh sebab itu, pendekatan sainti ik dan nilai pendidikan karakter itu terinternalisasi dalam silabus, RPP, dan praktik pembelajaran di kelas.
416
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Daftar Pustaka Andayani. 2009. Metodologi Pengajaran Bahasa. Surakarta: UNS Press. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Standar Isi: Standar Kompentensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta: BSNP. Diana, Purwati Zisca. 2013. “Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penguatan Pendidikan Karakter.” Prosiding. Surakarta: PIBSI XXXV. Diklat Guru. 2013. Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas. Lickona, Thomas. 2013. Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik. Bandung: Nusa Media. Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2013. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
417