330
Vol. 8 No. 3, Desember 2013
PENCIPTAAN KARYA TARI SLENDANG PEMALANG SEBAGAI TARI IDENTITAS KABUPATEN PEMALANG Evi Septimardiati Pengkajian Tari Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Jl. Ki Hajar Dewantara No. 19, Kentingan-Jebres Surakarta
[email protected] Intisari Karya tari Slendang Pemalang disusun oleh Koestoro tahun 1985. Tari tersebut merupakan tari pergaulan yang bisa disajikan tunggal, berpasangan atau kelompok dengan menggunakan properti slendang yang diikat dan digunakan dalam berbagai acara. Tari Slendang Pemalang telah ditetapkan sebagai identitas daerah melalui SK Bupati 17 September 2012. Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang menjadikan tari Slendang Pemalang sebagai identitas daerah. Kebijakan tersebut membuktikan bahwa suatu sistem telah mengusahakan, mengontrol, mengatur, dan memelihara potensi ekspresi seni daerahnya yang terintegrasi dalam sebuah proses simbolis. Sistem tersebut mengaitkan seniman, bupati, pemerintah daerah, dinas pariwisata, dan masyarakat Pemalang ke dalam sebuah sistem nilai identitas daerah. Pertunjukan seni tari pada upacara-upacara tertentu digunakan sebagai alat kewibawaan. Gaya penampilan tari sebagai substansi protokoler dan seremoni Bupati sebagai wujud pencitraan dalam meningkatkan wibawa. Kata Kunci: tari pergaulan, identitas Pemalang Abstract The Slendang Pemalang dance was created by Koestoro in 1985. It is a form of social dance which may be performed as a solo, a duet, or by a group, and uses a scarf or slendang that is tied and used in various ways. The Slendang Pemalang dance was declared a form of regional identity in a decree by the Regent of this area on 17 September 2012. The local Pemalang government subsequently adopted this dance as a form to promote its regional identity. This decision is proof that a system has the power to undertake, control, arrange, and preserve the potential expression of its regional art which is integrated in a symbolic process. This system connects the artist, the Regent, the local government, the tourist board, and the Pemalang community in a system of values of its regional identity. The performance of dance at certain ceremonies is used as a tool to display authority. The style of a dance performance as a protocolary substance and ceremony involving the Regent is a form of imaging that is used as a means of increasing the level of authority. Keywords: social dance, Pemalang identity
A. Keberadaan Karya tari Slendang Pemalang
kesenian Kuntulan, kesenian Krangkeng, kesenian Jaran Kepang, kesenian Baritan, kesenian Sintren,
Kabupaten Pemalang terletak di pantai utara (pantura) pulau Jawa termasuk salah satu daerah yang berpotensi dan maju di bidang seni tari. Dari segi sosio-kultural masyarakat Pemalang mewarisi budaya leluhurnya berupa adat istiadat dan tradisi. Hal ini dapat dilihat pada sikap sebagian masyarakat Pemalang melalui karya-karya budaya mereka dalam bentuk seni tari, di antaranya
330
kesenian Brendung dan tari Pemalangan seperti Tari Ronggeng, Tari Kupu-kupu, Tari Bhineka dan Tari Slendang Pemalang. Faktor lain yang ikut mendukung tumbuh kembangnya kebudayaan Kabupaten Pemalang adalah potensi karya-karya bidang kesenian yang ada. Suatu daerah dapat dikatakan maju apabila terdapat aspek-aspek yang menunjang, salah satunya kesenian. Terlebih jika
Evi Septmardiati Penciptaan Karya Tari Slendang Pemalang Sebagai Tari Identitas Kabupaten Pemalang
331
pemerintah mampu mengangkat sebuah identitas
kelompok. Persepsi terhadap pemaknaan politik
dari salah satu kesenian yang ada, seperti daerah
hampir selalu berangkat dari sebuah pernyataan
lain yang terlebih dahulu memiliki identitas
perbedaan. Tari dapat digunakan sebagai
kesenian bidang seni tari. Contoh kabupaten Tegal
pernyataan politik, keterlibatan tari dalam
memiliki Tari Topeng Endel, Kabupaten Banyumas
peristiwa tertentu daerah sekaligus dapat dibaca
memiliki tari-tari gaya Banyumasan, Kabupaten
sebagai ekspresi ruang politik. Dalam kapasitas
Batang memiliki Tari Babalu, dan sebagainya.
tersebut kedudukan tari sebagai pernyataan politik.
Gambaran tersebut memotivasi pemerintah
Pemenuhan gaya penampilannya tidak sekedar
Kabupaten Pemalang mengangkat salah satu tari,
menyentuh ruang adat ataupun ruang tradisi yang
yaitu Tari Slendang Pemalang sebagai identitas
melahirkannya, melainkan juga pemenuhannya di
daerahnya.
dalam ruang politik.
Tari Slendang Pemalang sebagai sebuah karya
Artikel ini bertujuan menjelaskan secara analitis
tari identitas Pemalang dapat dikatakan bahwa
dan deskriptis keberadaan karya tari Slendang
dalam hal bentuk gerak, karya tari tersebut
Pemalang, mulai dari proses penciptaan, ide, konsep,
sesungguhnya tidak memiliki dan memuat citra, ciri
proses, sampai hasil karya tari Slendang Pemalang.
maupun kekhasan yang identik untuk dapat
Dengan analisis dan deskriptif tersebut, maka ide
diterjemahkan sebagai identitas Pemalang. Identitas
gagasan tari Slendang Pemalang sebagai identitas
Pemalang mengacu pada sesuatu yang asli, khas,
budaya daerah Pemalang dapat diungkap. Artikel
dan tidak didapatkan di daerah lain kecuali
ini diharapkan memberikan informasi mengenai
Pemalang. Tidak mengherankan apabila kemudian
keberadaan Tari Slendang Pemalang di Kabupaten
muncul berbagai penilaian miring atau negatif
Pemalang, dan tulisan ini dapat memberikan
terkait dengan keberadaan karya tari tersebut.
penjelasan komprehensif dan bertanggung jawab
Mengingat dalam hal kekhasan estetika tari, belum
secara akademik, sehingga diharapkan mampu
pernah ada satu pun yang dapat diindikasikan
menumbuhkan dan mempertebal keyakinan
sebagai bentuk atau wujud tari khas Pemalang,
masyarakat Pemalang sebagai pemilik tarian.
sehingga jika tari Slendang Pemalang ditetapkan
Pendekatan performance studies dan hermeneutika
sebagai identitas Pemalang, maka masih perlu dia-
digunakan
log dahulu untuk menelaah antara kesesuaian tari
pembahasan karya tari Slendang Pemalang. Dalam
dengan identitas Pemalang yang sesungguhnya.
hal ini penulis akan meneliti layer koreografi dan
Kedudukan Tari Slendang Pemalang sebagai
penc iptanya.
untuk
memperkuat
Terkait dengan
konteks
pertanyaan
identitas sebuah daerah, sangat penting dan erat
permasalahan mengenai proses kreatif dan bentuk
kaitannya dengan pemimpin daerah, kreator, serta
objek kajian, model analisis yang dilakukan adalah
masyarakat sebagai pendukung kesenian yang
analisis semiotics of performance. Pemahaman semiotics
dimiliki. Mengacu pada pendapat Pramutomo (R.M.
of performance didasarkan pada pendapat Marco de
Pramutomo. 2011: 6) bahwa konsep politik
Marinis yang melihat pertunjukan sebagai sebuah
merupakan sebuah konsep yang didasari atas
teks. Marinis berasumsi bahwa pertunjukan
pernyataan perbedaan. Politik dalam maknanya
teatrikal dapat dianggap sebagai teks, walaupun
sebagai identitas dapat bersifat personal maupun
merupakan contoh ekstrim tekstualitas. Dari segi
332
pandang semiotik, istilah teks tidak hanya menandai
Vol. 8 No. 3, Desember 2013
2. Sosial Budaya
suatu rangkaian pernyataan linguistik yang koheren
Masyarakat Pemalang adalah pendukung
dan lengkap, baik lisan maupun tertulis, melainkan
kebudayaan Jawa. Sebagaimana masyarakat
juga setiap unit wacana, baik verbal, nonverbal, atau
pendukung kebudayaan Jawa lainnya, mereka
kombinasi dua-duanya, yang dihasilkan oleh ko-
dalam berkomunikasi juga menggunakan bahasa
eksistensi beberapa kode dan juga beberapa faktor
Jawa, tetapi, dengan dialek “Jawa-Pemalangan”
lain.
yang
termasuk
dalam
kategori
dialek
Terkait dengan tari sebagai sebuah identitas
“Banyumasan”. Dialek yang khas tersebut (berbeda
artinya perlu mempertimbangkan faktor-faktor
dengan orang Yogya dan Solo) kemudian membuat
penyusun ekspresinya sebagai sebuah bentuk fisik
orang Pemalang sering disebut sebagai “wong
(berkaitan dengan seniman kreatornya), sebagai
ngapak”, karena jika mengucapkan kata-kata
sebuah lembaga ataupun isi budaya masyarakat
tertentu, “bapak” misalnya, maka pengucapan
yang terefleksikan lewat karyanya dan efeknya bagi
huruf “k”-nya lebih kuat. Hal ini berbeda dengan
masyarakatnya. Dengan demikian sebuah identitas
orang Jawa-Yogya dan Jawa-Solo yang pengucapan
akan berhitung dengan beberapa lapis faktor yang
huruf “k”-nya “nyaris tak terdengar” (pinjam istilah
melingkupi dan terkait dengannya.
iklan isuzu panther). Selain itu, ada juga yang menyebutnya sebagai “Jawa kowek” dan “Jawa
B. Gambaran Umum Kabupaten Pemalang
reang”. Sebutan yang terakhir sangat erat
1. Lokasi dan Wilayah
kaitannya dengan suara yang relatif keras dan
Kabupaten Pemalang merupakan salah satu kabupaten di Karesidenan Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Pemalang terletak di jalur pantai utara Jawa Tengah. Secara geografis
Kabupaten Pemalang terletak di antara 1090 172 303 – 1090 402 303 BT dan 80 522 303 – 70 202 113 LS. Dari Semarang (Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah), kabupaten ini berjarak kira-kira 135 km ke arah barat, atau jika ditempuh dengan kendaraan darat
irama yang relatif cepat, sehingga memberi kesan berisik (reang). Hal ini berbeda dengan suara dan irama orang Jawa-Yogya dan Jawa-Solo yang relatif lembut dan lambat dalam bertutur dan atau bertegur sapa, sehingga terkesan teduh dan tidak berisik (halus). Oleh karena itu, masyarakat Pemalang menyebut bahasa Jawa yang diucapkan oleh orang Yogya dan Solo adalah bandek, yaitu suatu istilah untuk bahasa Jawa yang halus. Ada
memakan waktu lebih kurang 2-3 jam. Kabupaten
satu hal yang perlu dicatat berkenaan dengan
Pemalang memiliki luas wilayah sebesar 1.115,30
bandek karena ternyata di beberapa kecamatan
km 2. Wilayah ini di sebelah Utara berbatasan
yang tergabung dalam Kabupaten Pemalang,
dengan Laut Jawa, di sebelah Selatan berbatasan
seperti: Petarukan, Ampelgading, Comal, dan
dengan Kabupaten Purbalingga dan di sebelah
Ulujami, masyarakatnya menggunakan bandek-
Timur berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan
Pekalongan dalam berkomunikasi dengan sesama-
dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten
nya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
Tegal. Dengan demikian Kabupaten Pemalang
Pemalang sebagian menggunakan dialek Jawa-
memiliki posisi yang strategis, baik dari sisi akultu-
ngapak (masyarakat kecamatan: Moga, Warung-
rasi budaya, perdagangan maupun pemerintahan.
pring, Pulosari, Belik, Watukumpul, Bantarbolang,
Evi Septmardiati Penciptaan Karya Tari Slendang Pemalang Sebagai Tari Identitas Kabupaten Pemalang
333
Randudongkal, Pemalang, dan Taman) dan sebagian
bang buah pikiran kreatif kesenimannya untuk kota
Jawa-bandek (Bodeh, Petarukan, Ampelgading,
tercinta. Pada saat itu, Koestoro selesai mengikuti
Comal, dan Ulujami). Pemalang, sebagaimana telah
penataran seniman se-Jateng yang diadakan di
disinggung pada bagian awal, wilayahnya dilalui
Mangkunegaran Solo tahun 1985, kemudian
oleh jalur pantura. Ramainya jalur ini dan dekatnya
mendapat tugas untuk membuat bentuk kesenian
jarak dengan ibukota negara, membuat masyara-
baru berbentuk tari rakyat atau pergaulan, yang
katnya terbiasa kontak dengan pendukung budaya
diharapkan dapat digunakan sebagai identitas kota
lain. Oleh karena itu, masyarakat Pemalang relatif
masing-masing.
lebih terbuka. Artinya, menerima siapa saja yang datang, berusaha, dan bermukim di daerahnya.
Dilihat dari nilai bentuknya, tari Slendang Pemalang merupakan jenis tari pergaulan. Hal ini
Pada masa lalu orang-orang yang status
tampak terlihat pada gerak kaki, badan, tangan, dan
sosialnya tinggi adalah yang memiliki harta benda
kepala yang sangat lincah. Lebih lanjut dijelaskan
yang berlimpah dan orang-orang yang pengetahuan
bahwa kata slendang dalam bahasa Pemalang
agamanya (Islam) dalam atau luas. Oleh karena itu,
identik dengan kata lendang atau sampur yaitu
tidak mengherankan jika di masa lalu banyak
perlengkapan yang digunakan untuk menari,
orang tua yang mengirim anaknya ke pesantren,
sedangkan Pemalang adalah nama daerah atau kota
seperti: Kaliwungu (Semarang), Krapyak (Yogya-
terciptanya tarian tersebut. Jadi tari Slendang
karta), dan Lasem (Jawa Tengah). Namun, dewasa
Pemalang merupakan tari yang berisi ungkapan
ini yang termasuk dalam status sosial tinggi adalah
sifat atau watak masyarakat Pemalang, baik ditinjau
tidak hanya orang-orang yang memiliki kekayaan
dari segi geografis (kondisi alam yang agraris dan
dan pengetahuan agama saja, tetapi juga pendidikan
maritim), sosial, maupun budaya (kebiasaan-
formal yang tinggi.
kebiasaan yang dianut) .
Masyarakat Kabupaten Pemalang juga memiliki
Tari Slendang Pemalang merupakan tari yang
apresiasi kesenian tradisional sebagai peninggalan
mengekspresikan budaya di Pemalang. Unsur-
kebudayaan secara turun temurun, di antaranya
unsur gerak tarinya diambil dari ragam gerak
kesenian sintren, kesenian jaran kepang, kesenian
Yogyakarta, Surakarta, Banyumas, dan Sunda.
kuntulan, dan kesenian krangkeng. Bentuk kesenian
Adapun slendang atau sampur kedua ujungnya
yang ada di Kabupaten Pemalang pada umumnya
dibuat simpul, dengan maksud melambangkan
dipentaskan untuk perayaan sebuah upacara
legenda yang ada di Pemalang yaitu gagalnya
seperti perkawinan, memperingati HUT RI, hari jadi
peperangan antara pangeran Benawa dan Arya
Kabupaten Pemalang ataupun sekedar tanggapan
Pangiri untuk memperebutkan keris Kyai
sebagai hiburan masyarakat.
Mongklang, karena kepandaian Nyai Widuri yang
C. Penciptaan Karya Tari Slendang Pemalang 1. Tari Slendang Pemalang
mampu menjaga rahasia dari kedua belah pihak, akhirnya keris Kyai Mongklang tersebut dijadikan lambang Kabupaten Pemalang (Pemkot Pemalang,
Tari Slendang Pemalang diciptakan pada tahun
2010; 10-16). Tari Slendang Pemalang merupakan
1985 oleh Koestoro, sebagai salah satu seniman se-
perintis pertama seni tari di Kabupaten Pemalang.
nior Pemalang. Koestoro berniat untuk menyum-
Keunikan dari tari Slendang Pemalang adalah
334
Vol. 8 No. 3, Desember 2013
penggunaan slendang sebagai properti, di setiap
perlengkapan, bahwa perlengkapan adalah segala
geraknya dari awal hingga akhir slendang selalu
sesuatu benda yang berada di atas panggung.
digerakkan. Tarian tersebut dibawakan oleh penari
Benda-benda tersebut sebagai simbol. Penggunaan
perempuan, dapat disajikan secara tunggal,
benda-benda ini tidak hanya semata-mata dekoratif,
berpasangan, dan kelompok. Keberadaan tari
melainkan mempunyai tujuan fungsional yang
Slendang Pemalang disambut baik oleh masyarakat.
dibutuhkan (Doris Humprey. 1983. p. 176). Busana
Hal ini terbukti dengan seringnya mendapat
dalam tari selain berfungsi sebagai penutup tubuh
permintaan untuk mengisi sebuah acara, baik
juga mempunyai fungsi lain, sebagai pendukung
sebagai pembukaan, penyambutan tamu, maupun
tema dan menonjolkan karakter. Semua busana
sekedar hiburan.
yang dalam pertunjukkan tari harus memper-
Paul Stern mengemukakan bahwa “bentuk
timbangkan hal-hal yang tidak mengganggu gerak
adalah kesatuan unsur dalam organisasi dan
saat menari. “Karena tema Tari Slendang Pemalang
agregasi”. Dengan gagasan ini memberi batasan
adalah Tari rakyat, jadi penggunaan busananya pun
bahwa bentuk tercipta oleh faktor unsur, organisasi
sangat sederhana dan seadanya, tidak harus seperti
atau sistem penataan berproses dalam agregasi
apa yang sering ditampilkan tari yang lain yang
(Paul Stern dalam A. Tasman. 2009: 139). Dengan
terkesan mewah, karena yang terpenting dan tidak
teori bentuk ini, maka pengertian dan pemahaman
di tinggalkan adalah penggunaan Slendang sebagai
bentuk akan sama (obyektif) bagi setiap orang.
properti.” (wawancara 17 April 2013). Rincian
Ragam gerak tari Slendang Pemalang dapat
busana tari Slendang Pemalang adalah sebagai
dikembangkan oleh siapapun yang akan
berikut.
menarikannya, tetapi tidak terlepas dari ragam
a) Kebaya
gerak yang telah dibakukan oleh penciptanya. Mo-
Kebaya yang digunakan adalah kebaya biasa
tif gerak yang ada dalam Tari Slendang Pemalang
yang umum digunakan, pilihan warna dan
merupakan gabungan dari beberapa daerah yang
motifnya disesuaikan dengan keinginan (tidak ada
sudah memiliki gaya tari, yaitu dari timur ragam
ketentuan).
Surakarta (ngigel sampur) dan Yogyakarta (lembehan
b) Kain Jarik
step maju) dari Selatan ragam Banyumasan (egot
Kain jarik yang digunakan menggunakan motif
banyumasan) dan dari Barat ragam Sunda (egot sunda).
batik Pemalangan, agar menjadi ciri khas tersendiri.
Penari dalam tari Slendang Pemalang
Kain jarik diwiron putri. Apabila tari Slendang
merepresentasikan jiwa masyarakat Pemalang
Pemalang akan disajikan berkelompok maka kain
yang terbuka, gembira dan bersahabat. Rangkaian
jarik boleh digantikan dengan celana legging untuk
gerak yang ditampilkannya merupakan perpaduan
mempermudah komposisi gerak.
ragam gerak Surakarta, Yogyakarta, Banyumas, dan
c) Slendang atau sampur
Sunda. Hal ini menggambarkan keterbukaan
Slendang atau sampur sebagai perlengkapan,
masyarakat Pemalang dalam menerima dan
dengan menggunakan kain panjang polos, ukuran
menyerap unsur budaya lain yang masuk ke dalam
panjang dan lebar menyesuaikan dengan ukuran
wilayah mereka. Unsur-unsur budaya ini kemudian
tubuh penari. Kedua ujung kain disimpul atau
menyatu, menyusun, dan menjadi bagian
dibundeli. Simpul slendang di bagian ujung menjadi
kebudayaan Pemalang. Begitu juga tentang definisi
ciri khas dari tari Slendang Pemalang.
Evi Septmardiati Penciptaan Karya Tari Slendang Pemalang Sebagai Tari Identitas Kabupaten Pemalang
Gambar 1. Sampur tari Slendang Pemalang (Foto: Evi, 2013)
d) Kain Wiron
335
Gambar 2. Tata rambut tari Slendang Pemalang (Foto: Eva, 18 Juni 2012)
Kelima lengkungan ini merupakan simbol dari
Kain wiron dibuat dari kain polos, kedua tepinya
kelima sila dari Pancasila yang menjadi dasar
diwiru (dilipat selebar dua jari) dengan jumlah sama
pemikiran dan tingkah laku masyarakat Pemalang
banyak. Kain ini digunakan di luar kain jarik atau
(wawancara Koestoro, tanggal 19 April 2013).
legging, panjangnya wiron sepanjang lutut. Bagian
Musik pengiring tari digunakan sebagai
samping kanan dan kiri ditali (dicancut).
pengiring gerak, mendukung suasana, dan untuk
e) Sabuk (ikat pinggang)
lebih menarik penonton. Musik yang digunakan
Sabuk digunakan di luar kebaya. f) Perhiasan Perhiasan yang digunakan yaitu, kalung, giwang atau anting-anting, gelang, dan tusuk konde.
harus disesuaikan dengan gerak-gerak tari agar terjadi suasana yang harmonis. Musik pengiring tari Slendang Pemalang adalah gendhing gamelan jawa laras slendro dan gendhing lancaran.
Selain busana, tata rias hal yang mendukung dalam pertunjukkan tari. Rias merupakan hal penting bagi penari karena rias menjadi pusat perhatian pertama dari penonton. Fungsi rias berfungsi untuk mengubah karakter pribadi menjadi karakter yang dibawakan, menambah daya tarik, dan memperkuat ekspresi. Adapun rias wajah yang digunakan penari Slendang Pemalang adalah rias corrective, yaitu riasan yang mempertebal bentuk wajah, menonjolkan kelebihan bentuk
Lancaran Slendang Sl.9
Bk:
.1 1 2
1315
. 1 . 5 . 1 . 2 . 1 . 2 . 1 . 6 . 1 . 6 . 1 . 2 . 1 . 2 . 1 . 5 Balungan 1 2 3 56 5 3 23 1 3 26 3 5 6 2 3 5 61 5 3 23 1 3 25 2 3 5 Bonang Penerus
wajah, dan menutupi kekurangan dari bentuk
3 6 3 5/5
1 3 1 2/2
dst
wajah. Untuk tatanan rambut tari Slendang
1 3 1 2/2
5 1 5 6/6
dst
Pemalang menggunakan sanggul, baik sanggul kreasi maupun sanggul jawa. Hiasan sanggul
Gewang
menggunakan untaian bunga melati yang dibentuk
Sore-sore padha leren nyambut gawe
melengkung, dengan jumlah lima lengkungan.
Mumpung padhang rembulane
336
Vol. 8 No. 3, Desember 2013
Mengko bengi padhaha mrene
dari buku dan riset lainnya. Pendekatan tersebut
E kakange slendange gawanen mrene
adalah performance studies dengan mewaspadai peran
Kanggo njoged bengi kiye
dan hubungan posisi satu elemen dengan komponen
Bareng-bareng kambi kancane.
lain, kemudian mengambil jarak dalam usaha untuk
Artinya: Waktu sore saatnya beristirahat dari kerja Tepat saat rembulan bersinar
mengkritisi korelasi di antaranya lebih jauh dan mendalam. Peran karya seni adalah memberi ruang bagi
Nanti malam datanglah kemari
publik untuk menafsir dan menafsir ulang secara
Wahai kakak, selendangnya bawalah kemari
kritis, mencipta dan mencipta ulang berbagai
Untuk menari malam ini
pengertian mengenai perbedaan identitas dan
Bersama-sama dengan teman-teman lainnya
budaya yang ada, terutama hubungan antara
Dalam iringan tari Slendang Pemalang terdapat
budaya mayoritas dan budaya minoritas. Inilah
syair yang menggunakan bahasa Pemalang dengan
dasar pemikiran multikultaralisme kritis yang tidak
maksud mengangkat bahasa keseharian masyarakat
mengeksploitasi makna kebudayaan, tetapi
Pemalang. Syair lagu pada tari Slendang Pemalang
mengeksplorasinya di masyarakat sehingga
memiliki arti bahwa setelah lelah seharian bekerja,
menjadi relevan dengan nilai-nilai kebenaran dan
mengajak berkumpul bersama ketika terang bulan,
keadilan.
menari menggunakan slendang dan bersenangsenang bersama teman-teman. Dari syair lagu
2. Profil Koestoro
tersebut terlihat bahwa tari Slendang Pemalang
Koestoro lahir di Pemalang pada tanggal 1 Sep-
sebagai sarana hiburan bagi masyarakat Pemalang.
tember 1946. Sejak kecil, ketika berumur 10an tahun, ia telah mulai mengenal karawitan dan belajar menari. Kebetulan pada waktu itu rumah Koestoro digunakan untuk latihan menari dan karawitan yang diampu oleh Sauman (almarhum) dari Klaten. Bakat seninya semakin berkembang dengan sering mengikuti pentas wayang orang. Koestoro tidak hanya belajar seni tradisi, namun juga belajar seni musik modern, seperti gitar dan biola. Namun ketertarikannya lebih besar terhadap seni tradisi, sehingga ia lebih sering bermain wayang orang. Koestoro tidak hanya bermain wayang orang, namun ia juga belajar dan menekuni bidang
Gambar 3. Kelompok karawitan tari Slendang Pemalang (Foto: Evi, 18 Juni 2012)
Cara mengkaji suatu pertunjukan adalah dengan menggabungkan model pendekatan yang mendalam, bukan melalui pemahaman tekstual
pedalangan wayang kulit dan wayang orang .
Evi Septmardiati Penciptaan Karya Tari Slendang Pemalang Sebagai Tari Identitas Kabupaten Pemalang
337
daerah se-Kabupaten Pemalang yang memperebutkan piala bergilir Ibu Bupati Pemalang. Dalam petunjuk teknis tersebut dituliskan bahwa materi tari yang wajib ditampilkan adalah tari Slendang Pemalang. Tari Slendang Pemalang harus diiringi oleh karawitan yang dimainkan langsung oleh para ibu Camat se-Pemalang, sehingga para istri kepala desa ikut memainkan karawitan bersama pimpinannya. Dengan langkah tersebut, tari Slendang Pemalang semakin dikenal luas melalui para pemegang kebijakan daerah. Gambar 9. Pak Koestoro dan Istri (Foto. Evi, 18 Juni 2012)
Latar belakang pendidikan Koestoro sebenarnya jauh dari dunia seni. Selepas lulus SMA dengan jurusan ilmu pasti, ia kemudian melanjutkan kuliah di Yogyakarta Jurusan Kehutanan, namun tidak lulus karena kondisi ekonomi yang tidak mendukung. Pada tahun 1967 Koestoro mengikuti Pendidikan Guru Sekolah Ilmu Pasti dan lulus. Di sisi lain, kecintaannya pada seni tari tetap ada. Koestoro rutin mengikuti latihan-latihan di pendopo Kabupaten Pemalang. Pada waktu itu kantor Dinas Kebudayaan membutuhkan pegawai dan Koestoro diterima menjadi pegawai dengan SK tahun 1967.
Pada masa dekade 90-an, kondisi politik di Indonesia masih didominasi oleh satu partai politik, yaitu partai Golongan Karya (Golkar). Dominasi politik ini merata sampai ke daerah-daerah, termasuk Pemalang. Partai Golkar melalui kaderkadernya memegang posisi-posisi penting pemegang kebijakan. Partai Golkar mencoba menjaring pemilih dalam setiap pemilihan umum (pemilu), dengan cara menciptakan politik identitas kepartaian yang akomodatif terhadap potensi daerah, termasuk melalui kesenian. Bupati Slamet Haryanto BA (dari Partai Golkar) melalui kebijakan keseniannya telah menciptakan politik identitas daerah lewat seni. Seluruh komponen masyarakat
Sejak muda Koestoro sudah menghasilkan
Pemalang telah dikondisikan untuk terlibat aktif
banyak karya namun tidak terdokumentasikan.
terhadap kesenian, utamanya melalui tari Slendang
Mulai dari musik kontemporer, sendratari cerita
Pemalang. Koestoro menganggap pada masa
daerah lokal dan tari. Di antaranya tari Walang
pemerintahan Bupati tersebut, seni tradisi
Sumbada, tari Ronggeng Pemalang. Kemudian tari
Pemalang mencapai puncak kejayaan. Sayang
untuk anak-anak ada tari Jago, tari Kupu-kupu, dan
karena pergantian pejabat Bupati, tari Slendang
tari Kesegaran. Seluruhnya sudah terdokumentasi-
Pemalang belum sempat ditetapkan sebagai
kan dalam bentuk kaset tape recorder, dan akan segera
identitas daerah dengan SK Bupati Pemalang.
dibuat CD. Karya lainnya adalah tari Slendang
Proses tari Slendang Pemalang sebagai identitas
Pemalang. Pertama kali diciptakannya pada tahun
daerah mulai diangkat oleh Andi Riyanto, Ketua
1985. Sebagai pegawai Dinas Pendidikan dan
Dewan Kesenian Pemalang, pada tahun 2012.
Kebudayaan, Koestoro memperoleh tugas untuk
Menurut Koestoro, ide untuk mengangkat tari
menyusun petunjuk teknis untuk lomba seni tari
Slendang Pemalang menjadi identitas daerah telah
338
Vol. 8 No. 3, Desember 2013
melalui mekanisme yang melibatkan seluruh
Hal ini sejalan dengan pemikiran Pramutomo
anggota Dewan Kesenian dan menjadi rumusan
(2011: 5) bahwa kondisi semacam ini merupakan
usulan kepada Bupati Pemalang, H. Junaedi, namun
situasi estetis yang dicitrakan, sebagai bagian dari
karena beberapa alasan, usulan ini belum terlaksana
konsepsi otoritas yang melindunginya. Konsep
(Koestoro, wawancara, tanggal 17 April 2013).
otoritas pernah dikemukakan Max Weber dan diacu
Dengan kondisi tersebut Koestoro mengajukan
Sartono Kartodirdjo yang mewujud dalam tiga
sendiri kepada Bupati, meminta pengakuan untuk
unsur pokok yakni otoritas karismatis, otoritas
karya tarinya.
tradisional dan otoritas legal rasional. Otoritas
Menurut Koestoro, kemudian Bupati menugas-
karismatis berdasarkan pengaruh dan kewibawaan
kan kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
pribadi, otoritas tradisional berdasarkan pewarisan
untuk meneliti kebenaran fakta bahwa tari Slendang
atau turun temurun, dan otoritas legal rasional
Pemalang memang patut menjadi identitas, dan
berdasarkan jabatan serta kemampuannya. Dalam
segera diusulkan kepada Bupati. Pengusulan ini
konteks pembahasan, Bupati Pemalang rupanya
akan menjadi dasar pengeluaran SK Bupati tentang
menciptakan suatu kondisi yang mencitrakan
tari yang menjadi identitas daerah tersebut.
otoritas dirinya melalui penetapan tari Slendang
Koestoro dan Bupati Pemalang saat ini, H.
Pemalang sebagai identitas daerah.
Junaedi, memang cukup dekat secara pribadi. Koestoro menganggap Bupati Junaedi merupakan sosok yang peduli pada kesenian. Hal ini dibuktikan dengan permintaan Bupati kepada Taman Mini Indonesia Indah (TMII) untuk menggeser jadwal pementasan Kabupaten Pemalang di anjungan Jawa Tengah, hanya karena Bupati Junaedi ingin sekali mendampingi penampilan daerahnya. Jika sesuai jadwal semula, sat yang bersamaan Bupati Junaedi sedang melaksanakan umroh ke Mekah. Kondisi ini Bupati memiliki kesan sebagai bentuk penegasan bahwa dirinya sangat menghargai seniman. Kebijakan lain Bupati terhadap kesenian di
3. Proses Kreatif Penciptaan Tari Slendang Pemalang Menurut Humardani, kreativitas adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, yaitu yang sebelumnya belum dihasilkan. Kreativitas adalah kemampuan menghubunghubungkan hal-hal yang sebelumnya belum dihubungkan. Kreativitas tentunya bukan demi kreativitas melainkan untuk mencapai hasil dalam kehidupan yang lebih baik (SD Humardani, 1979/ 1980: 66). Kehidupan Koestoro sebagai bagian dari dinamika kesenian Pemalang telah membentuk
antaranya dengan membebaskan seniman untuk
pemahaman Koestoro terhadap daerahnya.
tidak perlu mendaftarkan dirinya untuk mendapat-
Pemalang bagi Koestoro merupakan sebuah ruang
kan kartu pengakuan dari Pemerintah Daerah
kreatif ketika ia bertemu, bersinggungan dan
dalam berkarya. Sebagai puncak kebijakannya
berdialog secara pribadi dan kreatif, serta dengan
terhadap kesenian adalah dengan menegaskan
berbagai kenyataan sosial budaya. Dengan kondisi
kedudukan tari Slendang Pemalang sebagai
tersebut Koestoro memperoleh kesan dinamik yang
identitas daerah. Langkah tersebut merupakan
dalam dengan kehidupan di sekitarnya, sesuatu
langkah terbaik yang tidak dilakukan para
yang dirasakannya mampu menjadi sebuah ide
pendahulunya selama tujuh belas tahun.
kreatif dan ekspresi seni. Dengan kemampuannya
Evi Septmardiati Penciptaan Karya Tari Slendang Pemalang Sebagai Tari Identitas Kabupaten Pemalang
339
menari, pemahaman kreatif tentang Pemalang
sekali, melainkan kaya akan isi maupun unsur-
tersebut kemudian diwujudkannya dalam sebuah
unsur
karya tari. Karya tari merupakan representasi
mengandung perbedaan-perbedaan yang halus.
kenyataan sosial budaya Pemalang yang dipahami
Karena kesungguhan (intensity), suatu benda estetis
oleh Koestoro.
yang baik harus mempunyai suatu kualitas tertentu
Koestoro telah melakukan suatu proses kreatif,
yang saling berlawanan
ataupun
yang menonjol dan bukan sekedar sesuatu yang
yaitu dengan luasnya kegiatan mental dan fisik,
kosong.
mulai dari dorongan awal hingga sentuhan terakhir;
mengkombinasikan kreativitas intuitif dan analitik
yaitu antara kita bermaksud mencapai sesuatu
(Rand, Gunvor, 1981: 46-47). Seorang seniman dalam
hingga karya seni itu selesai (Wadjiz Anwar, 1985:
berkarya melalui empat tahap utama yaitu tahap
182). Pola proses kreatif secara garis besar dapat
persiapan, tahap penetasan, tahap inspirasi dan tahap
dibagi atas beberapa kelompok. Pertama adanya
pengembangan. Namun dalam keempat tahapan
karakteristik yang sama pada setiap seni apapun
tersebut kadang-kadang tidak berurutan, berpadu,
medianya; gejala ini tampak karena hampir setiap
dan berlangsung terus dalam keseluruhan proses
karya seni selalu menggunakan topik utama.
kreatif. Kegiatan kreatif adalah merupakan hasil
Pendekatan pola kreatif terutama karya-karyanya
akhir dari tujuan proses.
mempunyai hasil akhir akibat proses kreatif yang sama pula. Kedua, adanya analogi pengalaman
Proses
kreatif
biasanya
akan
4. Tahap Kreatif
estetis. Gejala ini terbukti karena adanya apresiasi
a. Persiapan
dan penghargaan untuk dinilai. Ketiga, adanya
Persiapan berarti memupuk keahlian dalam
analogi antara satu kegiatan kreatif dengan kegiatan
bidang khusus seputar permasalahan yang akan
kreatif lainnya (Anwar, 1985: 183). Tidak hanya
dikaji dengan jalan mengumpulkan sebanyak
ekspresi teknik tari, Koestoro juga memahami bahwa
mungkin fakta melalui referensi atau penelitian
tari merupakan representasi kondisi sosial
(Julius Chandra, 1994: 107). Proses kreatif Koestoro
masyarakatnya. Oleh karena itu Koestoro juga
dimulai dengan adanya tuntutan bagi dirinya
mempelajari sejarah daerah, simbol, dan identitas
untuk mempersiapkan bentuk kesenian yang
masa lampau yang mungkin dapat menjadi sebuah
mengangkat potensi daerah. Hal ini menjadi
sumber ide estetis yang dituangkannya dalam
tugasnya setelah dirinya mengikuti penataran seni
karya. Berdasarkan hal tersebut terjadi dialog
tari di Mangkunegaran, Surakarta, pada tahun 1985.
intelektual antara kenyataan di luar, hitungan
Koestoro kemudian mempersiapkan ide apa yang
ekspresi estetis dan tujuan yang hendak
akan diolahnya menjadi suatu bentuk kesenian yang
disampaikannya melalui tari. Tahap-tahap inilah
menunjukkan ciri khas Pemalang. Koestoro
yang menjadi bagian dari sebuah proses kreatif.
kemudian memperoleh pemahaman melalui
Kreativitas seniman akan menjadi sebuah ide
kenyataan bahwa Kabupaten Pemalang melalui
estetis dan menjadi kesatuan (unity) yang tersusun
letak geografisnya, bahwa Pemalang berada di garis
secara baik atau sempurna bentuknya. Meskipun
budaya pesisiran pantai utara pulau Jawa,
demikian unsur kerumitan (complexity) benda estetis
sekaligus berada di antara wilayah-wilayah
atau karya seni yang bersangkutan tidak sederhana
kebudayaan yang kuat atau besar pengaruhnya,
340
Vol. 8 No. 3, Desember 2013
seperti Cirebon, Sunda, Banyumas, Kedu dan
Penelusuran sejarah juga dilakukan melalui dialog
Surakarta-Yogyakarta. Pemalang merupakan
dengan para tetua maupun tokoh masyarakat serta
daerah terbuka yang akomodatif terhadap
para sejarawan. Penelusuran sejarah Pemalang
pengaruh luar, karena banyak pendatang terutama
menjadi suatu hal penting bagi Koestoro karena
daerah Banyumas, Sunda, Solo dan daerah
identitas Pemalang tidak lahir begitu saja, namun
sekitarnya. Pertemuan budaya lokal seperti dialek,
merupakan sebuah kesinambungan sejarah kondisi
jenis makanan, jenis kesenian dan sebagainya.
sosial budaya masyarakatnya sebelumnya. Hal ini
Fenomena semacam ini dapat dijelaskan sebagai
menjadi dasar pijakan penting bagi sebuah
sebuah wilayah urban yang memungkinkan
argumentasi kreatif penciptaan karya tari tentang
terjadinya proses akulturasi budaya yang kemudian
identitas daerah.
dapat melahirkan berbagai produk budaya baru.
Kearifan lokal daerah Pemalang digali untuk
Dengan bekal kemampuan tarinya, pemahaman ini
menemukan suatu nilai penting yang hendak
menjadi embrio sebuah ide kreatif sebuah karya tari
disampaikan. Nilai ini akan menjadi dasar
yang mencerminkan kenyataan sosial Pemalang.
penyusunan karya tari. Nilai tersebut juga
Ekspresi seni tari sebagai bentuk pilihan didasari
merupakan kesan sekaligus pesan yang menjadi
pemahaman bahwa kesenian merupakan sebuah
representasi Pemalang, objek kreatif yang menjadi
sarana pemersatu bagi jiwa rakyat Pemalang. Seni
titik awal kreasi tari Slendang Pemalang.
merupakan suatu sarana hiburan yang mampu mempertemukan berbagai latar belakang, pemikiran dan segala sesuatu yang membedakan dalam suatu perasaan yang sama untuk mencari hiburan sekaligus sebagai ekspresi jiwa. Dengan demikian, pada saat yang sama, Koestoro
c. Bermain dengan Gagasan atau Stimulasi Pengilhaman Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menghindarkan pikiran terpaku. Salah satu caranya yaitu dengan memakai analogi, pengibaratan dan persamaan bentuk bahkan mencari unsur
menyadari bahwa pada titik tertentu seni tari
humornya. Dengan cara ini pikiran penonton dapat
mempunyai kekuatan sebagai daya ungkap pikir
berjalan-jalan tetapi tidak melupakan pokok
dan nilai yang ingin disampaikan. Potensi semacam
permasalahannya. Sebagai hasilnya akan lahir
ini sudah disadari sejak awal oleh Koestoro dalam
pertemuan antara hasil stimulasi dengan masalah
penyusunan tari Slendang Pemalang. Faktor lain,
pokoknya. Dari sinilah diharapkan muncul sebuah
profesionalitas dan kecintaan terhadap Pemalang
bentuk ilham yang kreatif (Julius Chandra, 1994:
sebagai tanah kelahiran makin memperkuat niat
112).
dan ide kreatif Koestoro untuk menciptakan suatu karya seni monumental
Proses kreatif penciptaan tari Slendang
sebagai sebuah
Pemalang, Koestoro memahami bahwa seni tari
persembahan pribadi bagi daerah yang dicintai dan
yang menjadi medium ungkapnya tersusun dari
dihormatinya, yaitu Pemalang.
gerak simbolik dan distilisasi. Gerak-gerak ini menyimpan simbolisasi nilai yang ditampilkan
b. Konsentrasi Kreatif
dengan memperhitungkan aspek estetika
Tahap ini Koestoro kemudian menelusuri sejarah
kedaerahan. Sebuah sajian karya tari hadir secara
Pemalang melalui berbagai artefak, manuskrip,
lengkap dalam sebuah kesatuan dengan iringannya.
prasasti maupun sumber sejarah lainnya.
Sebagai sebuah ekspresi kesenian, sama halnya
Evi Septmardiati Penciptaan Karya Tari Slendang Pemalang Sebagai Tari Identitas Kabupaten Pemalang
341
dengan tari, iringan tari (karawitan) juga mampu
tari. Bagi Koestoro, tari adalah rangkaian stilisasi
menyimpan aspek nilai dan simbolisme makna.
gerak dari unsur-unsur manapun. Sementara di satu
Pemilihan diksi gerak, artikulasi estetik dan
sisi, Kabupaten Pemalang dalam pengertian letak
intensitas dramatik sajian karya tari nantinya,
geografisnya, berada di garis budaya pesisiran
menjadi suatu hal yang harus diperhitungkan
pantai utara pulau Jawa, sekaligus berada di antara
Koestoro dalam proses kreatif ini. Semuanya itu dibingkai dalam aspek identitas daerah Pemalang yang khas dan representatif. Koestoro menemukan suatu nilai penting dari legenda Pemalang. Cerita yang dimaksud adalah gagalnya peperangan antara Pangeran Benawa dan Arya Pangiri untuk memperebutkan keris Kyai
wilayah-wilayah kebudayaan yang kuat atau besar pengaruhnya, seperti Cirebon, Sunda, Banyumas, Kedu dan Surakarta-Yogyakarta. Kesenian rakyat bukan merupakan sebuah tarian, karena yang penting bukan geraknya, tetapi unsur magis, komunal, religi filosofis di baliknya.
Mongklang karena kepandaian Nyai Widuri yang
Jadi pada konteksnya, bukan pada teks geraknya.
mampu menjaga rahasia dari kedua belah pihak.
Dan kesenian rakyat tertentu, akan ada di daerah
Sikap dan sifat mampu menjaga rahasia tersebut
lainnya, maka jika dalam proses kreatif penciptaan
menjadi dasar watak masyarakat Pemalang yang
tari Slendang Pemalang ini ia mengambil pola gerak
dirasa penting menjadi sebuah nilai yang hendak
tertentu dari kesenian daerah tertentu, maka
disampaikan. Sikap dan sifat ini terkait dengan
Koestoro merasa harus bertanggung jawab pada
harga diri, mampu menjaga kepercayaan, dan juga
istilah kesenian rakyat tersebut (Koestoro,
tanggung jawab kemanusiaan. Sikap dan sifat
wawancara, 10 April 2013). Maka Koestoro
tersebut nilai penting representasi Pemalang.
kemudian mengambil pola gerak dari Yogya, Solo,
Seperti pada akhirnya keris Kyai Mongklang
Sunda, Banyumas, sebagai kebudayaan besar yang
tersebut kemudian dijadikan lambang Kabupaten Pemalang. Konteks tari Slendang Pemalang, keteguhan sikap dan sifat mampu menjaga rahasia dari kearifan lokal legenda keris Kyai Mongklang tersebut dilambangkan dalam properti slendang yang digunakan sebagai properti. Tidak semata
masuk dan mewarnai Pemalang. Pemahaman ini kemudian diolahnya dalam sebuah proses kreatif stilisasi gerak menjadi sebuah tari. Proses pemilihan gerak tentu saja terkait dengan ide dan jalan cerita tari yang disusunnya, yaitu tari yang mencerminkan kondisi Pemalang. Koestoro
menjadi slendang yang dibiarkan terurai begitu
mengambil beberapa pola gerak baku dari tari Solo,
saja, di setiap gerak tari Slendang Pemalang dari
Sunda, maupun Yogya untuk dirangkai dalam
awal hingga akhir, slendang yang digunakan penari
sebuah sajian. Pola-pola gerak tersebut beberapa
pada kedua ujungnya dibuat simpul yang mengikat
distilisasi menjadi gerak yang berbeda dari
kuat. Properti slendang semacam ini menjadi
sebelumnya, meskipun pada beberapa bagian tetap
representasi dinamika, keindahan namun juga
saja mencerminkan gerak aslinya.
kekuatan dan keteguhan hati. e. Mengukur Kelayakan Ide d. Menyilangkan Dua Konsep
Tahapan mengukur kelayakan ide dalam proses
Koestoro menyadari untuk melakukan proses
kreatif penciptaan tari Slendang Pemalang yang
menyilangkan dua (atau lebih) konsep sajian seni
dilakukan oleh Koestoro dilakukan dengan
342
Vol. 8 No. 3, Desember 2013
mengikuti Festival Budaya se Kabupaten Pemalang.
disebutkan. Identitas ini menjadi tanda sebuah nada
Dengan kapasitasnya sebagai pegawai Dinas
pola dan artikulasi yang sama bagi sebuah wilayah
Kebudayaan dan Pariwisata, Koestoro menyusun
komunal untuk menegaskan dirinya di tengah
sebuah petunjuk teknis untuk pelaksanaan sebuah
pergaulan lainnya melalui kesenian.
lomba seni tari memperebutkan piala bergilir dari Ibu Bupati Pemalang. Materi tari yang dilombakan
D. Pemerintah Daerah Pemalang Terkait Tari Slendang Pemalang
adalah tari Slendang Pemalang. Dengan kondisi tersebut, tari Slendang Pemalang secara otomatis
Pemerintah Daerah melalui Bupati Pemalang
masuk dalam agenda budaya daerah, termasuk
mempunyai sebuah kebijakan terkait kesenian
pembelajaran di sanggar-sanggar tari maupun
sebagai identitas daerahnya. Kesenian Pemalang
ekstrakurikuler sekolah.
pada dasarnya adalah sebuah representasi dari
Kreativitas dengan cara tersebut meluas dan
penduduknya yang kompleks. Seperti diketahui
tidak hanya meliputi karya seniman pemantap
bahwa Pemalang adalah daerah potensial yang
pembaharu tetapi juga karya seniman pengikut
menarik bagi para penduduk daerah lain di
yaitu pengikut cara garapan baru dari budaya lain
sekitarnya untuk datang, berinteraksi serta
yang diterapkan dalam ajang budaya sendiri.
melakukan kegiatan dengan penduduk setempat
Berkarya dengan modal yang demikian adalah
dan bahkan kebanyakan dari mereka enggan
kreatif, karena membawa kita (termasuk seniman
kembali pulang ke daerah asalnya lalu justru
sendiri) ke pengalaman baru yang lebih
memilih untuk tinggal di Pemalang. Dari sinilah
memperluas pengalaman hayatan sebelumnya (SD
terbentuk identitas Pemalang yang kompleks, yang
Humardani, 1979/1980: 54).
terbuka, yang akomodatif. Hal ini sesuai dengan
Koestoro melalui tari Slendang Pemalang telah
motto kota Pemalang yaitu IKHLAS mengandung
menciptakan suatu media ungkap yang khas dari
arti bahwa seluruh warga Kabupaten Pemalang
daerahnya, melalui sebuah karya tari. Di dalam
dengan tulus hati, dengan hati bersih tanpa pamrih
karya tari tersebut ia juga menciptakan kekhasan tersendiri dalam geraknya. Tari Slendang Pemalang mempunyai gerak khas yaitu gerak sindhet ukel sampur. Asal gerak dari gaya Surakarta yang dimodifikasi dengan tangan kanan memutar sampur ke arah luar dan kepala gedheg. Diakhiri dengan sikap tanjak (Koestoro, wawancara 17 April 2013). Kebanggaan masyarakat Pemalang hadir dan bertambah manakala mampu menampilkan suatu sajian yang khas dalam berdialog dengan wilayah lain dalam suatu kesempatan. Tari Slendang Pemalang dengan berbagai laku kreatif dan institusional yang telah dilakukan Koestoro menjadi sebuah cap tanda bagi sebuah lokalitas yang
dan selalu percaya kepada kebesaran dan kemurahan Allah Tuhan Yang Maha Kuasa serta berserah diri kepada-Nya (Lillahi ta’ala) dalam melaksanakan pembangunan. Motto Pemalang IKHLAS juga mengandung pengertian yang lain, yakni Indah, Komunikatif, Hijau, Lancar, Aman dan Sehat. Pada hakikatnya pembangunan di Kabupaten Pemalang adalah pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya, baik jasmani maupun rohani, materiil maupun spiritual, lahir maupun batin serta dunia akhirat. Oleh karena itu sukses tidaknya pembangunan di Kabupaten Pemalang sangat tergantung kepada keikutsertaan (partisipasi) seluruh warga masyarakat dan
Evi Septmardiati Penciptaan Karya Tari Slendang Pemalang Sebagai Tari Identitas Kabupaten Pemalang
343
dedikasi aparatur pemerintah di Kabupaten
dan partisipasi seluruh aspek masyarakat
Pemalang serta keridhoan Tuhan Yang Maha Kuasa.
didasarkan pada landasan yang sama, yaitu sebagai
Hal ini sesuai dengan misi kota Pemalang yaitu
elemen identitas daerah Pemalang.
mengembangkan kehidupan yang aman, damai,
Tari Slendang Pemalang diakui telah menjadi
harmonis, toleran dan saling menghormati.Misi kota
perhatian H. Junaedi, Bupati Pemalang saat ini, sejak
lainnya
kesehatan
tahun 2006. Karena Bupati telah memahami dan
masyarakat dan jaminan sosial, meningkatkan
menyetujui pemikiran bahwa tari Slendang
pendidikan dan keterampilan berbasis kompetensi,
Pemalang ini telah mewakili sebagai identitas
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
daerah. Tari ini merupakan ekspresi kompilasi
melalui pelayanan prima, peningkatan investasi
budaya yang menyusun Pemalang (H Junaedi,
dan daya saing daerah, mewujudkan kesejahteraan
wawancara tanggal 10 April 2013).
adalah
meningkatkan
masyarakat melalui perkuatan ekonomi kerakyatan
Pada tahun 1985, Bupati Pemalang pada saat itu,
berbasis pertanian, perdagangan dan jasa serta
Slamet Haryanto BA, dikenal sebagai seseorang yang
usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan
dekat dengan para seniman. Beliau bahkan sudah
meningkatkan prasarana-sarana dasar dan
memiliki rencana untuk menggandakan iringan tari
ekonomi guna mengembangkan sinergi sentra-
Slendang Pemalang yang baru tercipta pada masa
sentra produksi di pedesaan (Bupati Pemalang, H
itu, di Lokananta, perusahaan rekaman terkemuka
Junaedi, wawancara 10 April 2013).
di Solo. Namun karena hanya membawa materi
Lebih lanjut Bupati Pemalang menegaskan
iringan tunggal bagi dapur rekaman, maka ide
bahwa identitas sebagaimana negara, mempunyai
tersebut menjadi gagal (Koestoro, wawancara 10
sesuatu yang berfungsi sebagai simbol, sebagai
April 2013). Namun setidaknya tercatat sebuah
lambang. Pada saat yang sama identitas juga akan
keberpihakan, perhatian, dan tindak nyata seorang
memberi semangat menuju karakter secara pribadi,
pemimpin bagi kehidupan rakyatnya.
sebagai sebuah daerah. Artinya tidak bersifat
Itulah sebabnya kehidupan ekspresi seni budaya
primordialisme kedaerahan saja tapi juga
di Pemalang pada waktu itu dikenang sebagai masa
merupakan simbol pemersatu. Semua orang, siapa
dinamis dan kreatif. Hal ini berbanding lurus dengan
saja, tua muda, besar kecil, yang sudah memiliki
kehidupan ekonomi masyarakat yang seimbang,
pemahaman sebagai seorang warga Pemalang,
dinamika politik yang stabil dan iklim kehidupan
secara tidak langsung akan memiliki perasaan
masyarakat yang seimbang. Patut diingat, bahwa
keterikatan yang menguatkan. Hal ini penting
pada masa itu politik wilayah Indonesia mayoritas
melihat konteks kondisi sosial masyarakat saat ini
dikuasai oleh partai terbesar pada masa itu, yaitu
yang penuh dengan dinamika negatif yang
partai Golongan Karya (Golkar). Meskipun Bupati
sebenarnya bisa terhindarkan jika semuanya
merupakan kader partai Golkar, masa itu dikenang
disandarkan pada satu pemahaman yang seragam,
sebagai masa keemasan pemerintahan Pemalang
sama dan saling menguatkan. Efeknya memiliki
(Koestoro, wawancara 12 April 2013).
aspek
domino,
artinya
bila
dapat
Atas prakarsa Bupati, tari Slendang Pemalang
terimplementasikan secara menyeluruh, akan
terus didorong sebagai identitas daerah. Tentu saja
mampu menjadi motor penggerak pembangunan
karya itu harus diuji publik terlebih dahulu selama
daerah di berbagai bidang, karena tujuan, semangat
rentang waktu tertentu. Bupati H. Junaedi kemudian
344
Vol. 8 No. 3, Desember 2013
meminta pemerintah daerah melalui Dinas
digerakkan. Slendang atau sampur kedua ujungnya
Pariwisata untuk menguji kualifikasi kualitas
dibuat simpul, dengan maksud melambangkan
kepatutan tari Slendang Pemalang untuk dijadikan
legenda yang ada di Pemalang yaitu gagalnya
identitas daerah. Mulai dari kesesuaian dengan
peperangan antara pangeran Benawa dan Arya
sejarah asal usul daerah, ide penciptaan, eksekusi
Pangiri untuk memperebutkan keris Kyai
sajian agar menjadi representasi daerah sampai
Mongklang karena kepandaian Nyai Widuri yang
dengan uji bukti penerimaan di masyarakat sampai
mampu menjaga rahasia dari kedua belah pihak,
dengan rentang waktu tertentu.
yang akhirnya keris Kyai Mongklang tersebut
Terkait dengan ide penciptaan, proses kreatif
dijadikan lambang Kabupaten Pemalang. Tarian ini
sampai dengan eksekusi bentuk sajian tari Slendang
dibawakan oleh penari perempuan, dapat disajikan
Pemalang selanjutnya akan diterangkan pada bab-
secara tunggal, berpasangan, dan kelompok.
bab selanjutnya. Salah satu elemen sejarah daerah
Keberadaan tari Slendang Pemalang disambut baik
Pemalang dipaparkan di sini dan diharapkan
oleh masyarakat, hal ini terbukti dengan seringnya
ditemukan substansi ide awal kesesuaian dan
mendapat permintaan untuk mengisi sebuah acara,
representasi sajian tari Slendang Pemalang yang
baik sebagai pembukaan, penyambutan tamu,
nantinya menjadi identitas daerah.
maupun sekedar hiburan. Dengan kualifikasi yang dimilikinya, tari
E. Simpulan Tari Slendang Pemalang diciptakan pada tahun 1985 oleh Koestoro sebagai bentuk kecintaan seorang seniman kepada daerahnya. Dilihat dari nilai bentuknya, tari Slendang Pemalang merupakan jenis tari pergaulan. Hal ini tampak terlihat pada gerak kaki, badan, tangan dan kepala yang sangat lincah. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kata slendang dalam bahasa Pemalang identik dengan kata lendang atau sampur yaitu perlengkapan yang digunakan untuk menari, sedangkan Pemalang adalah nama daerah atau kota terciptanya tarian tersebut. Jadi tari Slendang Pemalang dimaksudkan sebagai tarian yang berisi ungkapan sifat atau watak masyarakat Pemalang, baik ditinjau dari segi geografis (kondisi alam yang agraris dan maritim), sosial dan budaya (kebiasaan-kebiasaan yang dianut). Keunikan tari Slendang Pemalang adalah penggunaan slendang sebagai properti, di setiap geraknya dari awal hingga akhir slendang selalu
Slendang Pemalang dijadikan tarian tradisional identitas Kabupaten Pemalang oleh Bupati Pemalang H. Junaedi, SH., MM. melalui Surat Keputusan (SK) Bupati pada 17 September 2012. Penetapan tari Selendang Pemalang ini merupakan sebuah pengakuan dari Pemerintah Daerah atas buah karya yang telah diciptakan seniman, sekaligus untuk menjaga barangkali nanti karyanya itu diadopsi oleh daerah lain. Tari Selendang Pemalang ini diharapkan akan memberikan motivasi kepada para seniman untuk dapat menggali ide dan kreatifitasnya dalam menciptakan sebuah karya seninya, juga mampu menggali potensi-potensi seni dan budaya yang ada di Kabupaten Pemalang. Lebih lanjut Bupati Pemalang menegaskan bahwa identitas sebagaimana negara, mempunyai sesuatu yang berfungsi sebagai simbol, sebagai lambang. Pada saat yang sama identitas juga akan memberi semangat menuju karakter secara pribadi, sebagai sebuah daerah. Dalam perspektif semiotic of performance, pemikiran ini dikuatkan dengan salah
Evi Septmardiati Penciptaan Karya Tari Slendang Pemalang Sebagai Tari Identitas Kabupaten Pemalang
345
satu aspek elemen artistik, yaitu kostum pada bagian
dilakukan dengan mengambil peran ketubuhan
konde yang diberi lima lengkungann sebagai hiasan.
yang dibahasakan dalam bentuk pernyataan
Kelima lengkungan ini merupakan simbolisasi dari
perbedaan. Sudut pandang ini adalah tipe khusus
kelima sila dari Pancasila yang menjadi dasar
komunikasi politik yang beranjak dari kepanjangan
pemikiran dan tingkah laku masyarakat Pemalang.
ruang adat dan tradisi tempat tari tersebut berada.
Dengan demikian, pemakaian kelima lengkungan
Pada level kekuasaan yang melanggengkan sebuah
dalam tusuk konde penari Slendang Pemalang ini
upacara identitas, maka kedudukan otoritas estetis
berada dalam fungsi clothing for display (Desmond
melekat di dalamnya. Kedudukan tersebut
Moris, 1978: 361). Penggunaan desain busana tari
diturunkan
jelas semata-mata untuk kepentingan pementasan.
yangmemungkinkan penambahan asal tari di
Implementasi tersebut terlihat dengan penggunan
dalam ruang adat dan tradisi ke dalam ruang politik.
bahan mahal atau nuansa pewarnaan yang dipilih
Langkah-langkah yang dilakukan oleh
atau efek khusus yang ditimbulkan dari bahannya.
Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang dalam
Keindahan modis lengkungan kelima melati dalam
menjadikan tari Slendang Pemalang sebagai
tusuk konde yang selalu bergerak dalam dinamika
identitas daerah membuktikan suatu sistem telah
gerak kepala penari merupakan usaha untuk
mengusahakan, mengontrol, mengatur, dan
mengedepankan penampilan agar menarik untuk
memelihara potensialitas ekspresi seni daerahnya
ditonton. Pada perspektif lain, penggunaan maksud
terintegrasi dalam sebuah proses simbolis. Sistem
idiom dasar negara Pancasila merupakan bentuk
tersebut mengaitkan seniman, Dinas Pariwisata,
politik identitas kedaerahan (dan atau kenegaraan)
Bupati, Pemerintah Daerah dan masyarakat
yang digunakan secara jelas dalam tari. Nuansa busana dalam seni pertunjukan tari adalah bagian dari konsep kenegaraan (baca: kedaerahan) dari pemegang otoritas legal rasional. Bahkan dari busana tari dan busana penonton merupakan sebuah pernyataan perbedaan itu sendiri. Pada anggapan ini di dalam unsur status display dan clothing for display, maka proses interaksi antara hadirin dengan peraga repertoar tari dapat dilihat sebagai bentuk politik identitas. Pada perumusan makna seremonialisme yang dikehendaki Bupati Pemalang rupanya telah menyertakan media komunikasi ketubuhan mereka sebagai bentuk politik identitas. Lebih lanjut politik identitas ini merupakan sebuah bentuk pernyataan perbedaan. Simpulannya tari sebagai perangkat upacara identitas merupakan cara lain menempati ‘drama’ yang dicitrakan. Pemenuhan cara tersebut
dari
otoritas
legal
rasional
Pemalang ke dalam sebuah sistem nilai identitas daerah. Bentuk dan estetika sajian tari Slendang Pemalang pada dasarnya terdiri atas campuran beberapa pola gerak. Pola gerak tari tersebut diambil dari wilayah-wilayah kebudayaan besar di sekitar Pemalang (pola gerak tari gaya Cirebon, gaya Surakarta, Yogyakarta, gaya Banyumas dan Semarang). Mengacu pada konsep identitas sebagai sebuah pembeda yang konfrontatif dengan pihak di luarnya, maka muncul permasalahan terkait tari Slendang Pemalang. Sebagai sebuah karya tari identitas Pemalang dapat dikatakan bahwa dalam hal bentuk gerak, karya tari tersebut sesungguhnya tidak memiliki dan memuat citra, ciri maupun kekhasan yang identik untuk dapat diterjemahkan sebagai identitas Pemalang identitas Pemalang mengacu pada
346
sesuatu yang asli, khas dan tidak didapatkan di daerah lain kecuali Pemalang. Tidak mengherankan apabila kemudian muncul berbagai penilaian miring atau negatif terkait dengan keberadaan karya
Vol. 8 No. 3, Desember 2013
Kepustakaan Adshead, Janed, Pauline Hodgens, Valerie A Briginshaw, Michael Huxley. Dance Analysis (edited by Janet Adshead). London: Cecil Court. 1988
tari tersebut. Dalam perspektif hermeneutika Gadamer ditunjukkan bahwa dialog antara penari dan penonton terhadap tari Slendang Pemalang menimbulkan interpretasi masing-masing tentang tari Slendang Pemalang tersebut. Secara garis besar interpretasi dari penonton dan penari mengarah pada tari Slendang Pemalang sebagai sebuah tari pergaulan yang menghibur. Terlepas dari berbagai hasil justifikasi (baikburuk, benar-salah dan seterusnya), penulis beranggapan bahwa permasalahan estetika gerak tari Slendang Pemalang hendaknya dapat dilihat sebagai sebuah bentuk ekspresi yang berkorelasi sepenuhnya dengan proses kreatif dan ide penciptaan dari seniman/koreografer yang menghasilkannya. Lebih jauh lagi, seniman tersebut kemudian dilihat sebagai individu yang merupakan bagian dari masyarakat Pemalang yang kompleks. Mengingat dalam hal kekhasan bentuk tari, dapat dikatakan bahwa faktanya tidak dan belum pernah ada satu pun yang dapat ditengarai sebagai bentuk atau wujud tari khas Pemalang. Maka dalam konteks tari Slendang Pemalang sebagai identitas Pemalang masih perlu dialog yang panjang lebar dahulu untuk menelaah kesesuaian antara tari dengan identitas Pemalang yang sesungguhnya. Antara bentuk tari, kepentingan identitas, persoalan justifikasi serta kenyataan situasi masyarakat Pemalang, betapapun memiliki keunikan, kekhususan dan dinilai cukup penting untuk terus dibahas dan diwacanakan.
Aminuddin. Stilistika. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1995. E. Sumaryono. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. 1995. Edi Sedyawati. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. 1981. Edi Sediawati.Tari Tinjauan Dari Berbagai Segi. Jakarta: Pustaka Djaya. 1984. Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar Edisi Kedua, (Jakarta: Kencana, 2010. Gilles, Judy & Tim Middleton. “Identity and Differences” Studying Culture: A Practical Introduction. Oxford: Blackwell Production. 1999. Hawkins, Alma. Mencipta lewat Tari (terj. Sumandiyo Hadi) (Yogyakarta: ISI Yogyakarta Press. 1990. Julius Chandra. Kreativitas: Bagaimana Menanam, Membangun dan Mengembangkannya. Yogya— karta: Kanisius. 1994. La Meri. Elemen-elemen Dasar Komposisi Tari (terj. Soedarsono). Yogyakarta: Lagaligo. 1986. Marinis, Marco de. The Semiotics of Performance. Translated by Aine O’Healy (Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press. 1993. Merriam, Alan P. The Antropology Of Music. Chicago North: Westem University Press. 1964 Palmer, Richard E.Hermeneutika Teori Baru Mengenai Interpretasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005. Rand, Gunvor. Different Theoretical Views of Creativity. Oslo: University of Oslo. 1981. S.D. Humardani. Kumpulan Kertas tentang Tari. ASKI Surakarta. 1979/1980.
Evi Septmardiati Penciptaan Karya Tari Slendang Pemalang Sebagai Tari Identitas Kabupaten Pemalang
Sal Murgianto, “Kajian Pertunjukan” dalam Pudentia MPSS (ed.) Metodologi Kajian Tradisi Lisan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998. Stucky, Nathan.and Cynthia Wimmer (ed.). Teaching Performance Studies (5th edition). (Chicago: Southern Illinois University. 2002.
347
Narasumber 1. Koestoro, 62 tahun, seniman, penyusun tari Slendang Pemalang, Pemalang. 2. H. Junaedi, 51 tahun, Bupati Pemalang, Pemalang 3. Prihatin, 47 tahun, penari tari Slendang
R.M. Pramutomo, Antropologi Tari sebagai Basis Disiplin Etnokoreologi, Surakarta: STSI Press, 2005.
Pemalang, guru TK Wonogiri Ampelgading,
R.M. Pramutomo, “Tari, Seremoni dan Pseudoabsolutism”, Pidato Ilmiah dalam rangka Dies Natalis ISI Surakarta ke 47 tanggal 15 Juli 2011.
4. Winahyu Dwi Anggono Putro, 51 tahun,
Pemalang. seniman, pegawai Dinas Pariwisata, Seni dan Kebudayaan Kabupaten Pemalang, Pemalang