Penataan Kota dan Permukiman untuk Mengurangi Resiko Bencana Pembelajaran dari Transformasi Pasca Bencana
Oleh: Wiwik D Pratiwi dan M Donny Koerniawan Staf Pengajar Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung
Perubahan iklim global dan bencana ►
Indonesia memiliki kekhasan corak geo-bio-sosial yang menjadikannya sangat peka terhadap perubahan iklim.
►
Besaran dan sebaran penduduk beserta keragaman sejarah sosialnya – lebih dari setengahnya masih sangat bergantung pada layanan alam dari sumber daya hayati untuk nafkah
►
Sistem kota yang sebagian besar berada di pesisir dan dataran rendah, menjadikan Indonesia pada posisi yang sangat rentan terhadap perubahan iklim.
Perubahan iklim global dan bencana ► Perlu
dilakukan perubahan yang mendasar dalam sistem perencanaan pembangunan. Masalah variabilitas iklim saat ini dan mendatang dijadikan sebagai salah satu peubah penting dalam menentukan dasar-dasar perencanaan pembangunan nasional baik jangka pendek, menengah maupun panjang
►
Dalammenghadapi perubahan iklim, peningkatan ketahanan sistem dalam masyarakat untuk mengurangi resiko bahaya perubahan iklim dilakukan melalui upaya adaptasi dan mitigasi. ► Adaptasi
merupakan tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim.
► Mitigasi,
yaitu upaya mengurangi sumber maupun peningkatan rosot (penyerap) gas rumah kaca, agar supaya proses pembangunan tidak terhambat dan tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.
Skema ini menunjukan hubungan antara waktu, income, mitigasi dan adaptasi, (Policy Implications of Greenhouse Warming: Mitigation, Adaptation, and the Science Base, 1992)
Bencana di Indonesia dan perubahan iklim global ► Dalam
empat dekade lalu, bahaya-bencana terkait iklim seperti banjir, kekeringan, badai, longsor dan kebakaran hutan telah menyebabkan banyak kehilangan nyawa manusia dan penghidupan, hancurnya ekonomi dan infrastruktur sosial juga kerusakan lingkungan. Frekuensi dan intensitas bahaya-bencana ini cenderung meningkat (Sivakumar, 2005) Banjir dan angin badai mengakibatkan 70% dari total bencana dan sisanya 30% diakibatkan oleh kekeringan, longsor, kebakaran hutan, gelombang panas, dll.
► ► ►
Di Indonesia, dalam perioda 2003-2005: 1,429 bencana. 53,3% adalah bencana terkait hidro-meteorologi (Bappenas dan Bakornas PB, 2006). Banjir adalah bencana yang paling sering terjadi (34%), diikuti oleh longsor (16%). ► Agenda-agenda
untuk adaptasi dari bencana alam umumnya disusun dalam tiga rentang waktu yaitu membangun kemampuan dan ketahanan dalam menghadapi anomali iklim atau variabilitas iklim saat ini
Respon manusia terhadap bencana 1. Menghilangkan sumber bencana dgn memperbaikinya 2. Meminimalkan dampak 3. Pindah/menghindari dari sumber bencana 4. Mengasuransikan kerugian 5. Merelakan kerugian (Policy Implications of Greenhouse Warming: Mitigation, Adaptation, and the Science Base, 1992)
Mengenali resiko bencana Pembahasan tentang bencana biasanya diawali dengan adanya suatu fenomena yang mempunyai potensi ancaman terhadap hidup dan kehidupan, kesejahteraan dan aset manusia (Smith, 1992:63; Carter, 1991:34).
Klasifikasi bencana yaitu (1) bencana alam (natural disaster) yang disebabkan kejadian alam (natural) seperti gempa bumi dan gunung meletus, (2) bencana buatan manusia (man made disaster) yaitu hasil tindakan secara langsung atau tidak langsung dari manusia seperti perang, konflik antar penduduk, teroris, dan kegagalan teknologi (misalnya reaktor nuklir) (3) bencana teknologi Lyons (1999), Rice (1999), Carter (1992)
Pentingnya mitigasi ► Kesuksesan
dari penataan kawasan dan kota untuk mengurangi resiko bencana terletak pada solusi teknologi pada hunian dan permukiman untuk mengurangi resiko bencana.
► Usaha
mitigasi perlu menjadi bagian dari agenda pembangunan secara luas yang mengintegrasikan perhatian terhadap resiko lingkungan, ekonomi dan sosial.
Mitigasi dengan penataan ruang ► Perlu
dirumuskan bagaimana cara terbaik untuk melakukan antisipasi dan mitigasi bencana karena manusia selalu hidup berdampingan dengan bencana dan berusaha hidup selaras dengan keadaan tersebut.
► Implementasi
antisipasi dan mitigasi bencana ini dilakukan pada dokumen penataan ruang yang berbasis kebencanaan dengan melakukan pengendalian pada daerah rawan bencana, khususnya kawasan dan kota rawan bencana.
Langkah awal mitigasi ► Memahami
resiko bahaya bencana dengan,
Memperkirakan tingkat dan pola potensi masyarakat terhadap terpaan bencana, frekuensi bencana (interval kekerapan), dan tingkat ketepatan perkiraan Melakukan studi yang lebih terinci terhadap potensi terpaan bencana pada kawasan dan kota.
Kebijakan untuk mengurangi resiko bencana ►
Penataan ruang yang didasarkan pada keseimbangan ekosistem dan daya dukung serta daya tampung lingkungan akan sangat membantu mitigasi bencana bila dilaksanakan dengan tertib. ► Penyerasian
peta kawasan hutan dengan rencana pengembangan wilayah, rencana perluasan lahan pertanian dengan Badan Pertanahan Nasional ► Pemetaan geohidrologis yang dapat dijadikan sebagai bahan penentuan kriteria daya dukung dan daya tampung lingkungan dalam penataruangan ► Perlindungan flora, fauna, dan ekosistemnya, hal tersebut juga dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bencana lingkungan seperti banjir, longsor maupun dampak lainnya. ►
Penerapan penegakan hukum selayaknya dilakukan secara adil dan tanpa pandang bulu bagi pemberi ijin ataupun peminta ijin
Penataan kota dan permukiman pasca bencana ►
Untuk rehabilitasi kawasan dan kota yang sudah terkena bencana, hal pertama yang bisa dilakukan adalah mewujudkan kondisi kota dan permukiman yang aman dari bencana dan penghidupan yang lebih baik.
►
Langkah-langkah yang bisa diambil:
Memberikan perlindungan seefektif mungkin bagi masyarakat dari kejadian bencana di kemudian hari; Mewujudkan lingkungan hidup yang lebih berkualitas bagi masyarakat; Memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai kebencanaan dan upaya-upaya menghindarinya. Semua dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek lokal
Aspek lokal selanjutnya Memfasilitasi masyarakat untuk segera memulai kehidupan baru di kawasan yang lebih aman; Memberikan perlindungan dan sarana penyelamatan bagi masyarakat; Menyiapkan lokasi permukiman baru untuk menampung warga yang ingin pindah. Mengembalikan peran pemerintah daerah yang dilakukan dengan memfasilitasi pemerintah daerah untuk segera merevisi peraturan daerah, terutama rencana tata ruang Memulihkan kembali daya dukung lingkungan. Melakukan kajian pengamanan dan pencegahan bahaya lingkungan pada tahap rekonstruksi dan rehabilitasi.
Penataan kota dan permukiman untuk mengurangi resiko bencana ► Proses
perencanaan dan penataan ruang yang dilaksanakan di Indonesia selama ini dilakukan dengan pendekatan fisik, ekonomi, sosial, dan sumber daya di kawasan yang ditata dan direncanakan.
► Strategi
perencanaan pemanfaatan lahan dengan pertimbangan kebencanaan: Pemahaman terhadap konteks lokasi (jenis-jenis peruntukan); Pemahaman keuntungan dan kerugian perencanaan pemanfaatan lahan yang dibuat; Peninjauan kembali dan pembaharuan alat pengaman terhadap bencana; Peninjauan dan pembaharuan terhadap tata guna lahan yang telah ada; Peninjauan dan pembaharuan pembagian kawasan, hubungan keterkaitan antar kawasan dan peraturan lainnya; Perencanaan untuk pembangunan pasca bencana;
Strategi rencana pemanfaatan lahan Pengaturan pembangunan baru di daerah terpaan bencana untuk memperkecil kerugian di masa datang. Hal ini dapat dilaksanakan dengan perencanaan wilayah dalam mengurangi bahaya meliputi ► (1) penentuan lokasi, ► (2) urutan penataan, dan ► (3) kepadatan bangunan.
Strategi rencana pemanfaatan lahan Penataan kawasan dan kota di atas akan bisa lebih efektif bila dipikirkan dalam strategi yang lebih tepat sasaran. ► Yang
utama adalah dengan menghindari daerah rawan bencana adalah metode penanggulangan yang paling efektif.
► Pada
perencanaan wilayah, mencakup penempatan bangunan di bagian tapak yang tinggi atau menaikkan struktur ketinggian terpaan terkuat pondasi dan bagian kaki bangunan atau tempat berpijaknya bangunan.
Konstruksi di pesisir ►
Khususnya untuk kawasan pesisir perlu ditata sedemikian rupa sehingga memperlambat arus air yang menerpa daratan saat bencana terjadi.
►
Pilihan struktural lain untuk menghambat terpaan saat bencana. Struktur kokoh seperti tembok, terasering (penataan gundukan/tanah curam berbentuk anak tangga) atau jalur hijau, dan struktur lain yang kokoh menahan kekuatan gelombang. ► Tetapi,
menahan bagaimanapun juga dapat mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang balik atau mengarahkan tenaga gelombang ke daerah lain
Konstruksi fasilitas publik ► Pada
lokasi rawan bencana, penanggulangan yang paling efektif adalah dengan menempatkan bangunan-bangunan baru, jauh dari wilayah yang potensial tersapu bencana.
rumah sakit, kantor pemadam kebakara sekolah perlu dibangun dengan standar yang tinggi.
Sistem konstruksi tiap bangunan ►
Dalam tiap unit bangunan bisa dilakukan proses penerapan strategi rancangan dan bangunan konstruksi bangunan, dengan standar-standar rancangan dan peraturan bangunan yang memadai, khususnya standar bangunan tahan bencana
Faktor penentu kinerja bangunan yang meliputi
bentuk bangunan, desain struktur dan detailing, sistem pondasi, sistem penahan gaya gempa, sistem sambungan, material bangunan, pelaksanaan konstruksi, dan metoda kerja.
Terima kasih
Terima kasih disampaikan kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Institut Teknologi Bandung, yang membiayai penelitian bertema permukiman dan pasca-bencana yang dilaksanakan secara kolaboratif oleh ► Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman, ► Perancangan Arsitektur, dan ► Teknologi Bangunan dalam lingkup Program Studi Arsitektur ITB pada tahun 2008. Disampaikan pula kepada Tim Peneliti Transformasi Permukiman Pasca Tsunami di Aceh (UN HABITAT dan KKPP ITB 2006) yang diketuai Dr. Suparti Amir Salim, MSP.