BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’an adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw, yang tujuan utama diturunkannya al-Qur’an adalah menjadi pegangan bagi manusia yang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Qur’an tidak diturunkan hanya untuk suatu umat atau untuk suatu masa, namun untuk seluruh umat dan sepanjang masa, karena itu luas ajaran-ajarannya adalah sama dengan luasnya umat manusia. Ajaran-ajarannya begitu luas kepada kaum yang masih dalam keadaan primitif, maupun kepada kaum yang telah mencapai peradaban dan kebudayaan yang tinggi, bagi seorang pertapa, orang yang tidak begitu mengindahkan harta, maupun bagi seorang usahawan. Baik bagi orang yang kaya maupun orang yang miskin, yang pandai maupun yang bodoh, untuk seluruh golongan masyarakat, meliputi segala lapangan kegiatan manusia.1 Al-Qur’an yang kandungannya multidimensional itu tidak hanya menyodorkan ajaran-ajaran agama yang berdimensi teologi ritualistik seperti aqidah, ibadah, akhlak. Tetapi, mengungkap pula pedoman dan arahan tentang kehidupan sosial yang pragmatis seperti ekonomi, politik, budaya serta hubungan antar bangsa.2 Berdasar hal itu pula yang kemudian menjadikan al-Qur’an sebagai objek pembahasan dan kajian oleh para ulama dan cendekiawan muslim. Sebagaimana Harifudin Cawidu mengatakan bahwa keadaan al-Qur’an yang disebut di atas, pada dasarnya tidak mengurangi nilai al-Qur’an. Sebaliknya, di sana letak keunikan sekaligus keistimewannya, sebab dengan keadaan seperti itu,
1 Depag RI, Al-Quran Dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Quran, 1971), hlm. 87 2 M. Yunan Yusuf, Perkembangan Metode Tafsir di Indonesia, (Jakarta: Penamadani, 1991), Vol. VIII, hlm. 34
1
2
al-Qur’an menjadi objek kajian yang tidak kering-keringnya oleh cendekiawan muslim dan non muslim.3 Salah satu masalah yang dibicarakan dalam al-Qur’an adalah kata al-
‘ada>wah wa al-baghd}a’> . Kata al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ adalah dua kata yang terdiri dari al-‘ada>wah yang bermakna permusuhan.4 Adapun kata yang selanjutnya, sebagaimana disampaikan al-Ra>gib al-As}faha>ni, dalam kitab Mu’jam
Mufroda>tu Alfa>z} al-Qur’a>n yang mengartikan kata al-bagd}a>’ ialah kebencian; larinya perasaan dari sesuatu yang mencintai sesuatu. Kebencian adalah kebalikan dari al-hubb; cinta.5 Al-Qur’an memang layak disebut dengan kitab ajaib, sebagaimana alQur’an dikatakan sebagai shorīh likulli zamān wal makān yang sudah mampu memprediksinya sejak dahulu. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat yang menceritakan tentang konflik-konflik yang terjadi pada masa nabi Muhammad Saw, dalam perjalanan perkembangan Islam di Arab. Muhammad Saw, merupakan orang yang terkenal dapat dipercaya dan penuh kasih sayang. Seandainya Al-Qur’an diturunkan diterima oleh nabi yang berjiwa yang dipenuhi dengan permusuhan dan kebencian, sudah tentu terjadi kekacauan yang tiada habisnya di dunia ini. Melalui lidah Muhammad Saw, terucaplah ayat-ayat dari Allah Swt, di antaranya yang mengajak dan mengajarkan kasih sayang sebagai berikut: Surat Al-Mumtahanah[60]: ayat 7
َحيم ِ ۞ َع َسى ٱ َّلله أَن يَج َع َل بَينَ هكم َوبَينَ ٱلَ ِذينَ عَادَيتهم ِّمنههم َم َو َدة َوٱ َّلله قَ ِدير َوٱ َّلله َغفهور ر
3 Harifudin Cawidu, Konsep Kufr dalam al-Qur’an: Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 4-5 4 Warson Munawwir, Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1984), hlm. 98
Abi al-Qa>sim al-Husayn Ibn Muhammad al-Ra>gib al-As}faha>ni, Mu’jam Mufroda>tu Alfa>z} al-Qur’a>n, terj. Ahsan Askan, (Beirut: Darul Kutub al-‘Alamiyah, 1971), hlm. 65 5
3
Artinya: Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ayat di atas menunjukkan betapa Allah Swt, Maha Pengampun dan Maha Penyayang terhadap hamba-Nya dan hamba yang memusuhi kaum beriman di Makkah dengan membukakan pintu maaf-Nya serta menghendaki adanya kasih sayang di antara keduanya sebagaimana Allah Swt, yang bersifatan Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Ditegaskan pula pada Surat Al-Anfal[8]: 61, bahwa Allah Swt menghendaki terciptanya kedamaian dan perdamaian di dunia ini melalui firman sebagai berikut:
١٦ ۞ َوإِن َجنَحهوا لِلسَل ِم فَٱجنَح لَهَا َوت ََو َكل َعلَى ٱ َّللِ إِنَهۥه هه َو ٱل َس ِمي هع ٱل َعلِي هم Artinya: Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Pada ayat di atas disebutkan, jika mereka (musuh) condong kepada perdamaian maka condonglah kepadanya yang mempunyai arti bersikap sabar dan ikutilah seruan mereka untuk berdamai. Allah Swt, adalah dzat yang suci maka sudah tentu yang disukai-Nya adalah perbuatan yang baik yaitu: perdamaian dan kasih sayang bukan permusuhan dan kebencian. Jika melihat sejarah kehidupan manusia, pada dasarnya, manusia diciptakan dengan membawa dua konsekuensi; pertama, sebagai tokoh gerakan perdamaian. Kedua, sebagai pelaku konflik dan perang dalam sejarah peradaban dan agama. Para nabi dan para pengikutnya termasuk dalam kategori yang pertama. Di sini nabi Adam hingga Muhammad Saw, melakukan tugasnya sebagai juru damai (peace maker). Dalam kelompok kedua ditempati oleh Qabil, Firaun hingga Abu Jahal dan generasinya. Qabil merupakan lambang individu atau
4
masyarakat perusak, pelaku teror. Dialah manusia yang melakukan pembunuhan pertama kali.6 Kisah dan tugas dari Nabi Adam a.s hingga Muhammad Saw, yang menekankan kepada kedamaian dan perdamaian, tertera pula dalam surat alKāfirūn:
َو َل أَنَا عَابِد َما َعبَدتُّم٣ َو َل أَنتهم َعبِ هدونَ َما أَعبه هد٢ َ َل أَعبه هد َما تَعبه هدون٦ َقهل يَأَيُّهَا ٱل َكفِرهون ١ ين ِ لَ هكم ِدينه هكم َولِ َي ِد٥ َو َل أَنتهم َعبِ هدونَ َما أَعبه هد٤ Artinya: Katakanlah (ya Muhammad): "Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak akan pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi menyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku."7 Dalam surat al-Kafirun terdapat ayat yang menyatakan “untukmu agamamu dan untukku agamaku” yang dengan jelas memberikan gambaran bahwa Muhammad Saw, adalah orang yang menghargai keberagaman atau demokratis.8 Nurcholis Madjid sebagaimana dikutip oleh Nusron Kamil menguraikan: “Dalam bahasa budaya, demokrasi bukanlah kata benda, tetapi lebih merupakan kata kerja, sebagai proses demokratisasi. Demokrasi adalah suatu kategori dinamis. Ia senantiasa bergerak atau berubah. Kadang negatif (mundur) kadang positif (berkembang maju). Oleh karena itu dengan mengutip Willy Eicher, Partai Sosial Demokrat Jerman, jelasnya kemudian, demokrasi akhirnya menjadi sama dengan proses demokratisasi. Sebab itu, suatu negara dan masyarakat dapat disebut demokratis, jika padanya terdapat proses-proses perkembangan menuju keadaan yang lebih baik dalam melaksanakan HAM dan menjunjung tinggi 6 Aunur Rofiq, Tafsir Resolusi Konflik, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), hlm. 1. Lihat pula kisah Qabil dalam surah al-Maidah ayat 28-30. 7 Depag RI, op. cit., hlm. 1112 8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2008), Edisi Keempat, hlm. 310.
5
keadaban atau civility (madaniyah), dalam bentuk keterikatannya pada supremasi hukum dan peraturan.”9 Muhammad Saw, yang mengagungkan demokrasi tentunya bersedih jika melihat maraknya tindak permusuhan dan kebencian saat ini. Pemusuhan dan kebencian sudah terjadi sejak dahulu kala, di antaranya konflik antara Islam dan Nasrani yang disebutkan dalam QS. Al-Maidah: 14, sebagaimana berikut:
ََاوة َ َو ِمنَ ٱلَ ِذينَ قَالهوا إِنَا ن َ َص َرى أَخَذنَا ِميثَقَههم فَنَسهوا َحظا ِّم َما هذ ِّكرهوا بِ ِۦه فَأَغ َرينَا بَينَهه هم ٱل َعد ٦٤ َضا َء إِلَى يَو ِم ٱلقِيَ َم ِة َو َسوفَ يهنَبِّئههه هم ٱ َّلله بِ َما َكانهوا يَصنَعهون َ َوٱلبَغ Artinya: Dan di antara orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya Kami ini orang-orang Nasrani", ada yang telah Kami ambil Perjanjian mereka, tetapi mereka melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; Maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai Hari Kiamat. dan kelak Allah akan memberitakan kepada mereka apa yang selalu mereka kerjakan.10 Pada ayat di atas telah disebutkan bahwa Allah Swt, menimbulkan di antara mereka (Kristen) permusuhan dan kebencian hingga hari kiamat. Jika dibahasakan lain, berarti Allah Swt sudah menggariskan terjadinya permusuhan dan kebencian hingga kehidupan dunia ini berakhir. Dalam hal ini, permusuhan dan kebencian yang melibatkan Islam dan Kristen, maupun dalam kubu Kristen itu sendiri. Kemudian dikisahkan pula tentang sejarah pertikaian antara nabi Ibrahim a.s dengan umatnya dalam QS. Al-Mumtahanah: 4, sebagai berikut:
َقَد َكانَت لَ هكم أهس َوة َح َسنَة فِي إِب َر ِهي َم َوٱلَ ِذينَ َم َعهۥه إِذ قَالهوا لِقَو ِم ِهم إِنَا ب َهر َء هؤا ِمن هكم َو ِم َما تَعبه هدون ضا هء أَبَدًا َحتَى تهؤ ِمنهوا بِٱ َّللِ َوح َدهۥه إِ َل قَو َل َ ون ٱ َّللِ َكفَرنَا بِ هكم َوبَدَا بَينَنَا َوبَينَ هك هم ٱل َع َد َوةه َوٱلبَغ ِ ِمن هد إِب َر ِهي َم ِِلَبِي ِه َِلَستَغفِ َر َن لَكَ َو َما أَملِ ه ك َ ك لَكَ ِمنَ ٱ َّللِ ِمن َشيء َربَنَا َعلَيكَ ت ََو َكلنَا َوإِلَيكَ أَنَبنَا َوإِلَي ٤ صي هر ِ ٱل َم 9
Sukron Kamil, Islam dan Demokrasi, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hlm. 27 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2010), Juz 3, hlm. 64
10
6
Artinya: Sesungguhnya telah ada suriteladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka, "Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali Perkataan Ibrahim kepada bapaknya, "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata), "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali."11 Berangkat dari kata al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ yang bermakna permusuhan dan kebencian, kita dihadapkan pada kenyataaan bahwa kata yang terdapat dalam al-Qur’an tersebut kini marak terjadi di negara Indonesia. Kasus yang masih terbilang baru adalah kasus penyerangan terhadap muslim di Tolikara, Papua. Perenus Wanimbo, 28 tahun, salah satu dari 11 orang korban yang tertembak kerusuhan Tolikara, pada Jumat, 17 Juli 2015. Perenus yang menderita tertembak di bagian betis kanan, kini sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah, Kota Jayapura, Papua. Sebagaimana, direktur Setara Institute, Hendardi mengatakan akar penyerangan di Tolikara adalah ketidakadilan dan diskriminasi berkelanjutan. Hampir semua temuan dan pernyataan orang Papua menyangkal penyerangan tersebut. "Artinya, ada kekuatan lain yang menghendaki kekerasan itu terjadi.12 Menjadi konflik menarik jika melihat yang terjadi antara Islam dan Kristen di Papua. Bukankah umat muslim di seluruh belahan dunia pun melaksanakan shalat tarawih pada malam pertama bulan suci Ramadhan dan merayakan Idul Fitri pada tanggal pertama bulan Syawwal. Lantas, apa yang menjadikan konflik ketidakadilan dan diskriminasi di Negara Indonesia ini?
11 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi AlQur’an, terj. Ahsan Askan, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Juz 24, hlm. 934 12 http://nasional.tempo.co/read/news/2015/07/25/078686526/akar-konflik-tolikaraadalah-diskriminasi-dan-ketidakadilan
7
Menurut Zainal Bagir, Ketua Program Studi Agama dan Lintas Budaya Universitas Gadjah Mada, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut seperti politik lokal, kecemburuan sosial, dan keamanan.13 Lebih menarik lagi, kasus yang terjadi dalam konflik Syiah dan Sunni di Madura, yang tak ubahnya pertikaian saudara kandung. Konflik yang terjadi dalam ruang lingkup satu kepercayaan yaitu agama Islam, sebagaimana dilansir oleh antarajatim.com, sebanyak 69 kepala keluarga yang terdiri 233 jiwa anggota Syiah masih berstatus sebagai pengungsi di Rusun Puspo Agro Jemundo, Sidoarjo. Mereka adalah imbas dari penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok atau oknum terhadap komunitas Syiah di Sampang, Madura.14 Aksi penyerangan permukiman kaum Syiah di Desa Karanggayam, Sampang, Madura, pada 26 Agustus 2012 silam, awalnya dilatari konflik keluarga. Namun dalam perkembangannya, konflik ini tumpang-tindih dengan persoalan politik, serta kesalahpahaman terkait keyakinan dan praktek keagamaan. Kelompok ini sangat 'anti Syiah' sehingga mereka terus berkampanye bahwa Islam Syiah merupakan ajaran sesat. "Mereka terus berupaya menyingkirkan orang Syiah," kata Jalaluddin, yang juga dikenal sebagai pimpinan organisasi Ijabi, yang mewadahi kaum Syiah di Indonesia. Menurut sebagian pejabat keamanan setempat yang banyak dikutip media saat itu dilatarbelakangi persoalan sepele, yaitu persoalan memperebutkan perempuan.15 Menjadi kajian yang menarik, saat dihadapkan pada permasalahan yang cukup memprihatinkan akhir-akhir ini, ialah fenomena kekerasan dan terorisme yang terjadi. Tidak jarang mengatasnamakan suatu agama atau paling tidak
13 http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150720145313-20-67278/insiden-tolikarabukan-hanya-konflik-agama/ 14 http://news.detik.com/opini-anda/2316856/simplifikasi-konflik-sunni-syiah-sampang 15 http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2013/08/130731_lapsus_syiah_sidoarjo _kilasbalik
8
menggunakan legitimasi agama, bahkan mengatasnamakan Tuhan. Padahal, latarbelakangnya hanya berujung pada masalah politik dan lainnya.16 Oleh permusuhan dan kebencian yang semakin menjangkit ini, kemudian penulis tertarik untuk menganalisanya dalam karya tulis ilmiah yang berjudul “Makna al-‘Ada>wah Wa al-bagd}a>’ dalam Al-Qur’an”. Dengan harapan memberikan sebuah pemahaman kontekstual makna terhadap tema yang diangkat. A. Rumusan Masalah Mengacu pada latar belakang di atas, terdapat dua rumusan masalah pokok yang akan dikembangkan penulis sebagai isi dan rumusan masalah, yakni: 1. Apa apa pengaruh kata kerja yang mengiringi terhadap makna al-
‘ada>wah wa al-bagd}a>’ dalam al-Qur’an? 2. Bagaimana pemahaman kontekstual kata al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ dalam al-Qur’an? B. Tujuan dan Manfaat Penulisan Skripsi 1.
Tujuan a. Untuk mengkaji sekaligus mengetahui makna dan menganalisa mendalam perihal al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’
yang dituangkan
beberapa ayat dalam al-Qur’an, sehingga mendapatkan hasil tepat dari makna
yang sebenarnya dikehendaki melalui al-‘ada>wah wa al-
bagd}a>’ b. Untuk
memberikan
sumbangsih
berupa
pemahaman
terhadap
permusuhan dan kebencian melalui analisa kata dan ayat yang terdapat al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ sehingga memperoleh pemahaman baik secara tekstual dan kontekstual makna. 2.
Kegunaan
16
Aunur Rofiq, op. cit., hlm. 28
9
a. Menambah khazanah keilmuan kita tentang al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ yang dimaksud dalam al-Qur’an. b. Memunculkan paradigma positif uraian tentang al-‘ada>wah wa al-
bagd}a>’ dalam berbagai aspek. c. Memberikan pemahaman atau pengetahuan yang benar pada masyarkat umum tentang al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ dalam agama, ras dan suku maupun lainnya, khususnya dalam al-Qur’an. C. Tinjauan Pustaka Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan beberapa sumber, baik dari skripsi maupun buku yang
yang membahas tentang permasalahan al-
‘ada>wah wa al-bagd}a>’ yang semakna dengan permusuhan dan kebencian. Di antaranya di antaranya: Ryta Fatmawati, dalam Konsep ‘Aduww Di Dalam Al-Qur’an yang merupakan judul skripsinya yang mengungkapkan kata ‘aduww di dalam AlQur’an merujuk kepada syetan dan orang-orang kafir yang selalu berupaya menyesatkan orang-orang yang beriman dari jalan yang benar. Terkait dengan era sekarang ini, banyak pula terjadi serangan terhadap umat Islam baik secara halus maupun konfrontatif dari kalangan non-Muslim.17 Slamet Riyadi, dalam penelitian berjudul Musuh Dalam Al-Qur`An (Studi
Kitab Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur‘a>n karya Sayyid Qut}b) yang merupakan judul skripsinya yang melakukan kajian terhadap pemikiran Sayyid Qutb dalam Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur‘a>n yang menjelaskan tentang pembagian musuh, dia membagi musuh menjadi tujuh: pertama setan, kedua Yahudi Nasrani, ketiga orang kafir,
Ryta Fatmawati, “Konsep ‘Aduww Dalam AL-Qur’an” Skripsi pada Program S1 Ilmu Tafsir Al-Qur’an dan Hadis, Universitas Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003. 17
10
keempat keluarga, kelima, berhala, keenam manusia (selain Yahudi, Nasrani dan munafik), dan ketujuh orang munafik.18 Muhammad Saiful Asyari, dalam Islam Watch Dan Kebencian Atas Islam: Sanggahan Modern Terhadap Penafsiran Surah al-Fatiḥah Menurut “Islam Watch” yang menjadi judul skripsinya dalam menganalisis atas tafsir yang dilakuan Islam Watch yang difokuskan pada tafsir Surah al-Fatiḥah ayat terakhir “Gayril Magḍūbi ‘Alayhim Walā al-Ḍāllīn.” Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa Islam Watch adalah kelompok kaum murtadin di Amerika yang bediri pada tahun 2005 yang tentunya menolak keberadaan Islam itu sendiri dengan mengusung isu-isu negatif tentang Islam khususnya pada situs yang mereka kelola yaitu www.islam-watch.org.19
Fakhrudin Aziz, dalam Hifzh Al-Dīn dalam Masyarakat Plural yang merupakan disetasi doktornya diantaranya menyajikan beberapa konflik dalam kehidupan pluralisme dan demokrasi ini dengan berbagai penyelesaian masalahnya. Yang telah diteliti oleh Fakhrudin Aziz terhadap kalangan umat beragama di Jepara. Aunur Rofik, dalam bukunya Tafsir Resolusi Konflik turut pula menyajikan contoh-contoh konflik; kebencian dan permusuhan, serta menawaran beberapa solusinya dalam menyelesaikan konflik. Menurut hemat penulis, perlu adanya penelitian mengenai al-‘ada>wah wa
al-bagd}a>’ secara khusus yang merupakan bagian penting yang diuraikan al-Qur’an dalam menjelaskan bentuk dan sebab-sebab permusuhan dan kebencian pada periode nabi Muhammad Saw, untuk dikontekskan dengan masa kekinian. Maraknya serangan dan teror yang mengatasnakan loyalitas negara, suku, ras dan agama, maka, penulis memandang perlu untuk menulis tentang tema tersebut.
18 Slamet Riyadi, “Musuh Dalam Al-Qur`An (Studi Kitab Tafsir Fi> Z{ila>l al-Qur‘a>n karya Sayyid Qut}b),” Skripsi pada Program S1 Ilmu Tafsir Al-Qur’an dan Hadis, Universitas Sunan
Kalijaga, Yogyakarta, 2008 19 Muhammad Saiful Asyari, “Islam Watch Dan Kebencian Atas Islam: Sanggahan Modern Terhadap Penafsiran Surah al-Fatiḥah Menurut “Islam Watch,” Skripsi pada Program S1 Ilmu Tafsir Al-Qur’an dan Hadis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015.
11
D. Metode Penelitian Di dalam sebuah karya tulis ilmiah, tentunya metode memiliki peranan penting terhadap karya tulis ilmiah tersebut. Ia meliputi cara kerja untuk dapat memahami dan menganalisa suatu objek yang sedang diteliti. Metode yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Sumber Data Menurut Lofland,
jenis data dalam penelitian adalah kata-kata dan
tindakan, data tertulis, photo, dan statistik.20 Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bercorak library research, dalam artian data yang diperoleh berasal dari data-data tertulis yang terkait dengan tema. Karena analisis ini menyangkut ayat al-Qur’an, maka data yang menjadi sumber utamanya adalah kitab suci al-Qur’an. Adapun mushaf yang menjadi pegangannya adalah al-Quran dan Terjemahnya oleh Departemen Agama RI, Jakarta, tahun 1985. Sumber data dalam penulisan ini adalah sumber data tertulis, yakni terdiri dari data primer dan sekunder. Adapun data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber utamanya. Sedangkan, data sekunder adalah data pendukung yang biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen, artikel, jurnal dan lainnya”.21 Dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan data primer berupa beberapa kitab tafsir di antaranya tafsir Al-Misbah karya M. Quraish Shihab dan tafsir Jamī’ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’an karya Ibnu Jarir at-Thabari. Tafsir Azhar karya DR. HAMKA dan tafsir lainnya, Mu’jam Al-Ashfahani, Mu’jam Mufahras, Lisanul ‘Arab. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari
20
Lexi J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2002),
hlm. 112 21
Sumadi Suryabrata, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 85
12
berbagai kitab, buku, jurnal, artikrl, literatur atau karya yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kata al-‘ada>wah wa al-baghd}a’> . 2. Metode dan Analisis Data Dituturkan oleh al-Farmawi, setidaknya ada empat macam metode utama dalam penafsiran Qur’an yaitu; metode tahlili ,metode ijmali, metode muqaran dan metode maudhu’i. Metode maudhu’i adalah suatu metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur’an tentang suatu masalah tertentu dengan jalan menghimpun seluruh ayat yang dimaksud, kemudian menganalisanya lewat ilmuilmu bantu yang relevan dengan masalah yang dibahas, untuk kemudian melahirkan konsep yang utuh dari al-Qur’an tentang masalah tersebut.22 M. Quraish Shihab dalam bukunya berjudul Membumikan Al-Qur’an mengemukakan bahwa: metode Maudhu’i (tematik) adalah metode menafsirkan dengan cara menetapkan tema tertentu dengan menghimpun seluruh atau sebagian ayat dari beberapa surat yang berbicara tentang topik tersebut (tertentu). Kemudian dikaitkan satu dengan lainnya sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh tentang tema tersebut menurut pandangan al-Qur’an.23 Kata maudhu’i berasal dari bahasa arab yaitu maudhu’i yang merupakan isim maf’ul dari fi’il madhi wadla’a yang memiliki arti di antaranya: meletakkan, menjadikan, mendustakan, dan membuat-buat.24 Secara pengertian bahasa sederhana, metode tafsir Maudhu’i adalah menafsirkan ayat-ayat
al-Qur’an
berdasarkan tema atau topik suatu masalah. Metode maudhu'i
adalah "Istanthiq Al-Quran" (Ajaklah Al-Quran
berbicara atau biarkan ia menguraikan maksudnya), konon itu pesan Ali ibn Abi Thalib.25 Pesan ini, antara lain mengharuskan penafsir untuk merujuk kepada Al22 23
Harifuddin Cawidu, op. cit., hlm. 21 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1999), cet. Ke xix,
hlm. 114 Ma’luf Luwis, Al-Munjid Fi Al-Lughah Wa Al-A‘lam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1987), hlm. 905 25 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, op. cit., hlm. 86 24
13
Quran dalam rangka memahami kandungannya. Dari sini lahir metode maudhu'i di mana mufasirnya berupaya menghimpun ayat-ayat Al-Quran dari berbagai surah dan yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian, penafsir membahas dan menganalisis kandungan ayatayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.26 Adapun menurut al-Farmawi, tafsir maudhui adalah istilah baru dari ulama zaman sekarang dengan pengertian “menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan topik masalah dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab turunnya ayat tersebut.”27 Langkah-langkah atau cara kerja metode tafsir maudhui menurut AlFarmawi, dapat dirinci sebagai berikut: 1. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur’an yang akan dikaji secara maudhui. 2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan: ayat Makiyyah dan Madaniyah. 3. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya ayat atau asbābun al-nuzul. 4. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut di dalam masingmasing surahnya. 5. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna dan utuh. 6. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis bila dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan jelas.
26
Ibid., hlm. 87 Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy, terj. Suryan A. Jamrah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1996), hlm. 36 27
14
7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa. Mengkompromikan antara pengertian yang amm dan khash, antara yang muthlaq dan muqayyad. Mensingkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktik serta menjelaskan ayat nasikh dan mansukh sehingga semua ayat tersebut bertemu dalam satu muara. Tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna yang sebenarnya tidak tepat.28 Adapun metode yang digunakan penulis adalah metode tematik analisis deskriptif. yakni metode penafsiran secara tematik, mengumpulkan ayat-ayat yang mengandung kata al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ sebagai data deskriptif, untuk selanjutnya melakukan analisis data. E. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah pembahasan dan menganalisa terhadap karya tulis ilmiah ini, penulis akan menyusun sistematika penulisan sebagaimana berikut: Bab I
: berisi tentang yang melatarbelakangi pemilihan judul karya tulis ilmiah ini, yakni merebaknya kasus permusuhan dan kebencian di di masa sekarang ini. Penulis menemukan kata permusuhan dan kebencian yang terdapat dalam al-Qur’an menggunakan redaksi
al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ yang dikontekstualisasikan di masa sekarang. Hal-hal yang berkaitan dengan penulisan juga dibahas dalam bab ini.. Bab II
: Berisi tentang ulasan kata al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ baik secara etimologi ataupun terminologi disertai dengan bentuk kata dan ayat yang semakna dengan al-‘ada>wah wa al-bagd}a’> dalam alQur’an.
28
Ibid., hlm. 46
15
Bab III : Berisi tentang pembahasan mendalam tentang ayat-ayat yang berisi kata al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ beserta sebab-sebab turunnya ayat tersebut dalam al-Qur’an. Bab IV
: Berisi tentang analisa lanjut kata al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ dan ayat-ayat yang berisi tentang al-‘Ada>wah Wa al-Baghd}a>’. Juga membahas contoh al-‘ada>wah wa al-bagd}a’> dalam kehidupan atas
al-‘ada>wah wa al-bagd}a>’ untuk memperoleh pemahaman kontekstual makna dari kata tersebut. Bab V
: merupakan bagian yang terakhir, berisi penutup yang mencakup kesimpulan dari pembahasan dan saran-saran.