Ilmu Kelautan. Desember 2005. Vol. 10 (4) : 199 -204
ISSN 0853 - 7291
Kemampuan Ikan Bandeng Sebagai Filter Biologis dalam Menekan Munculnya Ciliata Patogen pada Budidaya Udang Windu (Penaeus Monodon Fab.) di Tambak Gunanti Mahasri Department of Aquaqulture, Faculty of Veterinary Medicine, Airlangga University. Kampus C Unair, Jl. Mulyorejo, Surabaya. Tlp. (031) 5992785, Fax : (031) 5993015 E-mail :
[email protected]
Abstrak Salah satu faktor utama penyebab kegagalan panen udang windu adalah adanya serangan penyakit, yang umumnya menyerang pada tambak yang mengalami penurunan kualitas air. Ikan bandeng dapat digunakan sebagai filter biologis dapat mempertahankan kualitas air, sehingga dapat menekan serangan ciliata patogen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan ikan bandeng sebagai filter biologis untuk mempertahankan kualitas air dan dapat menekan serangan ciliata patogen pada budidaya udang windu di tambak. Sampel udang windu diambil dari dua petakan, yaitu tambak dengan dan tanpa filter biologis, sebanyak 75 ekor udang diambil secara acak pada saat panen yaitu dalam waktu 100 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulaitas air tambak dengan filter biologis lebih baik jika dibandingkan dengan dengan yang tanpa filter biologis. Prevalensi ciliata patogen pada udang windu yang dipelihara pada tambak dengan filter biologis ada 12,1 % dan 83,3 % pada tambak tanpa filter biologis, sehingga dapat diartikan bahwa filter bilogi dapat menekan prevalensi ciliata patogen dari 83,3 % sampai 12,1 %. Kata kunci : Ciliata patogen, Ikan bandeng, Filter biologis
Abstract One of the influence factor on Windu Shrimp harvesty lost is diseases, that was generally appear when the water quality descreased. The Milk Fish (Channos channos Forsk) can use as a biological filter, that can care the water quality in pond, so that the patogen ciliate can not appear.The aims of this research was to know the capacity of the biological filter of milk fish to prepare water quality and presured the ciliate appear in Windu Shrimp culture in pond.The shrimp samples was taken from the two ponds with and without a biological filter. Seventy five shrimps were taken with randomly from the each pond when the shrimp harvest is one hundred days. The result showed that the water quality is pond with the biological filter is better than in pond without the biological filter of Milk Fish. The prevalency of ciliate on the Windu Shrimp that culture with the biological filter is 12,1 % and in the pond without the biological filter is 83,3 %. It’s mean that with the biological filter can pressured the ciliate prevalence from 83,3 % to 12,1 %. Key words : Ciliata patogen, Milk fish, Biological filter, Patogen, Ciliate
Pendahuluan Salah satu faktor utama penyebab kegagalan panen udang windu adalah adanya serangan penyakit parasiter pada udang yang dapat disebabkan oleh protozoa, cacing ataupun arthropoda. Beberapa ciliata (Protozoa) patogen yang dapat menyebabkan penyakit protozoa pada udang adalah Zoothamnium sp, Apistylis sp, dan Vorticella sp. (Sumawijaya, 1990). Ciliata-ciliata ini umumnya menyerang udang windu
Kemampuan Ikan Bandeng * Corresponding AuthorSebagai Filter Biologis (G. Mahasri) c Ilmu Kelautan, UNDIP
yang dipelihara pada tambak dengan kandungan oksigen rendah dan bahan organik tinggi serta padat tebar yang tinggi (Mahasri, 1996). Umumnya ciliata ini menyerang pada bagian permukaan tubuh dan insang (Rukyani, 1995) dan jumlahnya akan meningkat pada tingkat aerasi yang rendah serta padat tebar yang tinggi (Mahasri, 1998). Penyakit yang disebabkan oleh ciliata ini dapat menyebabkan kematian udang hingga 50%, bahkan hingga mencapai 100% bila infeksi berat (Mahasri, 1997)
199 Diterima / Received : 03-11-2005 Disetujui / Accepted : 28-11-2005
Ilmu Kelautan. Desember 2005. Vol. 10 (4) : 199 -204
Berbagai macam usaha rekayasa budidaya telah dilakukan untuk menyediakan kualitas air yang optimal untuk kehidupan udang windu agar penyakit protozoa tidak muncul menyerang udang. Akan tetapi sampai saat ini belum didapatkan hasil seperti yang diharapkan. Salah satu usaha untuk mendapat air yang optimal adalah dengan menggunakan penyaring biologis yang masih belum banyak digunakan , tetapi percobaan penggunaan filter biologis dari beberapa jenis ikan masih terus dilakukan.
udang windu ? (2) Apakah ikan bandeng sebagi filter biologis dapat menekan munculnya ciliata patogen pada budi daya udang windu ?
Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian tersebut adalah penyakit protozoa yang sering disebabkan oleh ciliata yang muncul dan menyerang udang di tambak. Serangan ciliata ini terjadi umumnya pada saat kondisi kualitas air menurun yaitu pada saat kandungan oksigen rendah dan bahan organik tinggi. Untuk menyediakan kualitas air yang baik agar ciliata tersebut tidak muncul maka dapat dilakukan dengan menyaring air baik air laut ataupun air tawar yang akan masuk kedalam tambak. Penyaring yang diharapkan dapat menyediakan kualitas air yang cocok untuk kehidupan udang adalah penyaring biologis dari ikan bandeng. Prinsip dari penyaring ini adalah menyerap bahan pencemar perairan sebelum masuk kedalam tambak sehingga setelah masuk dalam tambak pemeliharaan udang, air sudah dalam kondisi yang baik dan cocok untuk kehidupan udang dan penyakit tidak muncul. Filter biologis ikan bandeng ini dapat menyerap bahan-bahan di perairan sebesar 40 % (Subandriyo, 1998).
Persiapan tambak dimulai dengan pengeringan, pengapuran, pemupukan dan pengolahan air, sedangkan pembuatan filter biologis dilakukan dengan menentukan sebuah petak di lokasi tambak dengan luas kurang lebih 30% dari petak pemeliharaan udang. Filter biologis yang digunakan adalah ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) dengan padat tebar 1 ekor/m2 dengan ukuran + 35 gr, penebarannya dilakukan 1 minggu sebelum udang ditebar. Letak filter biologis di petak bagian depan atau paling dekat dengan pintu air masuk.
Parameter kualitas air yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup udang windu meliputi fisika dan kimia air antara lain : suhu (26 – 28 oC), salinitas (20 – 25 ppt), kandungan oksigen terlarut (5 – 6 ppm), hidrogen sulfida (< 0,1 ppm), amoniak (< 0,1 ppm) dan nitrit (8 – 12 ppm) (Sindermann, 1990; Chen, 1990; Aiken, 1990; dan Bell and Lightner, 1990). Ikan bandeng sebagai filter biologis berfungsi untuk : memanfaatkan biomassa fitoplankton dan bahan terurai yang berlimpah; untuk membantu daur ulang nutrien dan menjaga perkembangan fitoplankton yang stabil serta untuk mengurangi beban lingkungan yang berasal dari partikel organik dan nutrien dalam air limbah (Subandriyo, 1997). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan ikan bandeng sebagai filter biologis untuk mendapatkan kualitas air yang optimal dan menekan munculnya ciliata patogen pada budidaya udang.
Materi dan Metode Penelitian ini dilaksanakan di pertambakan desa Tlocor, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, pemeriksaan ciliata patogen di Laboratorium Entomologi dan Protozoologi , Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.
Sampel yang berupa udang windu diambil dari satu petak tambak dengan filter biologis dan satu petak tambak tanpa filter biologis, pengambilan dilakukan secara acak pada saat panen yaitu umur 100 hari sebanyak masing-masing 75 ekor. Sampel dibawa ke laboratorium dalam keadaan hidup dengan menggunakan kantong plastik yang diberi oksigen. Sedangkan sampel yang berupa air diambil setiap 1 minggu sekali sesuai dengan kebutuhan. Pemeriksaan ciliata pada udang dilakukan dengan metoda Johnson (1988), pemeriksaan dilakukan dengan cara pengerokan pada seluruh permukaan tubuh, insang, kaki dan mata. Hasil kerokan diperiksa secara natief dan dengan pewarnaan Giemsa, kemudian diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Ciliata yang ditemukan dinyatakan dengan prevalensi yaitu persentase udang yang positif terserang ciliata dari jumlah yang diperiksa. Sampel yang berupa air diperiksa langsung di lokasi untuk melihat kualitas air tambak yang meliputi kecerahan, suhu, salinitas, kandungan oksigen, pH, amoniak dan nitrit. Pemeriksaan kecerahan dilakukan dengan menggunakan secci Disk, suhu dengan thermometer, salinitas dengan refraktometer, pH dengan PH-phen, sedang kandungan oksigen, amoniak dan nitrit diperiksa dengan water test kit.
Berdasarkan uraian seperti tersebut di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : (1) Apakah ikan bandeng sebagi filter biologis mampu menyediakan kualitas air yang optimal untuk budi daya
Untuk mengetahui kemampuan filter biologis (ikan bandeng) dalam menekan munculnya ciliata patogen pada udang, data yang terkumpul dianalisis dengan statistik non parametrik dengan uji Chi-kuadrat (Steel dan Torry, 1992).
200
Kemampuan Ikan Bandeng Sebagai Filter Biologis (G. Mahasri)
Ilmu Kelautan. Desember 2005. Vol. 10 (4) : 199 -204
Hasil dan Pembahasan Hasil pemeriksaan kualitas air dari petak tambak dengan dan tanpa filter biologis disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa kualitas air pada tambak dengan menggunakan filter biologis rata-rata hasil pengukurannya adalah dalam keadaan yang optimal atau masih dalam kisaran normal. Sedangkan kualitas air pada tambak tanpa filter biologis walaupun suhu dan salinitas berada dalam kisaran normal, akan tetapi sebagian besar parameter berada dalam kisaran tidak optimal, yaitu kandungan oksigen, pH, nitrit dan amoniak. Hasil pemeriksaan ciliata patogen pada udang windu yang dipelihara di tambak dengan dan tanpa filter biologis disajikan pada Tabel 2. Prevalensi ciliata patogen udang windu yang dipelihara pada tambak dengan filter biologis sebesar 12,1 %, lebih rendah jika dibandingkan prevalensi pada tambak tanpa filter biologis, yaitu 83.3 %. Tabel 2 menunjukkan 9 ekor ( 12,1% ) dari 75 ekor udang windu yang dipelihara pada tambak dengan filter biologis positif terserang ciliata , sedang yang dipelihara tanpa filter biologis 62 ekor (83.33%) dari 75 ekor terserang ciliata. Semua udang windu yang terserang parasit merupakan infestasi campuran, sebab semua jenis ciliata ditemukan pada semua udang yang terserang ciliata. Jenis ciliata yang ditemukan tersebut adalah : Zoothamnium sp. Epistylis sp. dan Vorticella sp. Umumnya udang yang terserang dalam keadaan infestasi berat, serangan merata mulai dari kaki jalan
dan kaki renag, bagian perut, ekor, tubuh, insang dan rostrum. Gambaran udang yang terserang ciliata disajikan pada gambar 1, 2, 3 dan 4. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara infestasi ciliata pada udang windu yang dipelihara pada tambak dengan menggunakan filter biologis dan tanpa filter biologis (p < 0,01). Pengelolaan kualitas air pada budidaya udang windu di tambak merupakan kunci sukses budidaya udang windu. Kualitas air yang baik untuk budidaya harus memenuhi kualitas fisik, kimia dan biologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air tambak udang windu dengan menggunakan filter biologis lebih baik bila dibandingkan dengan kualitas air tambak tanpa filter biologis. pH air pada tambak tanpa filter biologis berada pada kisaran dibawah normal (7,8), hal ini menunjukkan air tambak cenderung bersifat asam sehingga akan meningkatkan terjadinya proses pembusukan. Disisi lain kondisi oksigen juga berada dibawah normal (3,4 ppm), hal ini akan menyebabkan energi yang berupa oksigen untuk proses penguraian bahan organik di dalam air akan berkurang, sehingga kandungan bahan organik dalam air akan terjadi peningkatan. Keadaan oksigen yang rendah seperti ini akan menyebabkan proses penguraian bahan organik tersebut akan terganggu. Akibat terganggunya proses penguraian bahan organik ini akan menyebabkan pembusukan dan akibat sampingan yang timbul adalah meningkatnya kandungan gas-gas beracun, seperti misalnya adanya nitrit (NO2) dan amoniak (NH3).
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air pada Petak Tambak Paramater
Tambak Dengan Filter Biologis
Tambak Tanpa Filter Biologis
Kisaran Normal
Kecerahan (meter) Suhu (0C) Salinitas pH Oksigen (ppm) Amoniak (ppm) Nitrit (ppm)
37 28 23 8 4.9 0.02 9,2
31 28 23 7.8 3,4 0.13 14,3
35 – 40 26 – 28 20 – 26 8 – 8.5 4–6 < 0.1 8 – 12
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Ciliata Patogen Pada Udang Windu Sistim Pemeliharaan
Positif (%)
Negatif (%)
Jumlah
Tambak Dengan Filter Biologis
9 (12,1)
66 (87,9)
75
Tambak Tanpa Filter Biologis
62 (83,3)
13 (16,7)
75
71
79
150
Jumlah
Kemampuan Ikan Bandeng Sebagai Filter Biologis (G. Mahasri)
201
Ilmu Kelautan. Desember 2005. Vol. 10 (4) : 199 -204
Gambar 1. Udang yang terserang oleh Ciliata (Zoothamnium) denganinfestasi berat
Gambar 2. Insang Udang yang Terserang Ciliata (Zoothamnium).
Gambar 3 Ekor Udang yang Terserang oleh Ciliata (Zoothamnium)
Gambar 4. Punggung Udang yang Terserang Ciliata (Zoothamnium)
Kandungan nitrit dan amoniak pada tambak tanpa filter biologi juga menunjukkan adanya peningkatan, sehingga hal ini dapat digunakan sebagai indikator meningkatnya bahan organik Meningkatnya bahan organik dan rendahnya kadar oksigen menyebabkan munculnya serangan ciliata, hal ini sesuai dengan pendapat Sumawijaya (1990), Chanratchakool (1996), Mahasri (2001), bahwa ciliata baik Zoothamnium, Epistylis maupun Vorticella akan berkembang dengan baik pada kondisi perairan dengan kadar bahan organik tinggi dan oksigen rendah. Sebaliknya kualitas air pada tambak dengan filter biologi semua parameter berada dalam kisaran normal, sehingga gas-gas beracun yang merupakan hasil sampingan dari proses penguraian bahan organik tidak muncul atau masih dalam kisaran normal.
(1995) bahwa munculnya parasit berhubungan dengan menurunnya kualitas air. Udang yang terserang ciliata ini akan sulit bernafas, sulit bergerak, sulit mencari makan, sulit moulting dan seluruh permukaan tubuh tertempeli oleh parasit sehingga disebut juga dengan penyakit udang berjaket (Gambar 1). Rendahnya prevalensi ciliata pada tambak dengan filter biologis menunjukkan bahwa kualitas air tambak tersebut dalam kondisi yang baik untuk kehidupan udang, Hal ini nampak bahwa ikan bandeng sebagai filter biologis mampu menyediakan kualitas air yang baik sehingga dapat menurunkan prevalensi ciliata patogen dari 83,3 % menjadi 12,1 % (p < 0,01).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi ciliata pada tambak tanpa filter biologi (83,3 %) sedang pada tambak dengan filter biologi hanya 12,1 %. Tingginya prevalensi ciliata pada tambak tanpa filter biologis berkaitan dengan rendahnya mutu kualitas air, hal ini sesuai dengan pendapat Rukyani
Sebagai filter biologis ikan bandeng dapat memanfaatkan biomassa fitoplankton dan bahan terurai di dalam tambak sehingga mutu atau kualitas air tambak bisa terjaga, karena ikan bandeng yang merupakan ikan herbivora dapat menyerap partikelpartikel organik dan nutrien dalam air sebesar 40 % , hal ini sesuai dengan pendapat Subandrio (1997) Selanjutnya dinyatakan oleh Mahasri (2001) dan Anonimus (1993) bahwa ikan bandeng sebagai filter
202
Kemampuan Ikan Bandeng Sebagai Filter Biologis (G. Mahasri)
Ilmu Kelautan. Desember 2005. Vol. 10 (4) : 199 -204
biologis yang termasuk dalam rangkaian sistem resirkulasi pada budidaya udang intensif dapat meningkatkan tingkat kelangsungan hidup udang hingga 90 %. Hal ini menujukkan bahwa ikan bandeng sebagai filter biologis dapat menyediakan kulaitas air yang sesuai dengan kehidupan udang. Tingginya tingkat kelangsungan hidup udang tersebut dapat digunakan sebagai indikator bahwa udang dapat hidup dengan baik dan serangan ciliata kurang berpengaruh pada kehidupan udang.
Brock, J.A, 1992, On Overview of Diseases of Culture Crustaceans in Asia, The Network of Aquaculture. Centers in Asia, Bangkok, Thailand.
Kesimpulan
Darmono, 1990, Budidaya Udang Penaeus, Jakarta: Penebar Kanisius.
Kesimpulan yang dapat diajukan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Kualitas air tambak dengan filter biologis lebih baik jika dibandingkan dengan tanpa filter biologis, terutama pada kandungan amoniak, nitrit dan oksigen pada tambak tanpa filter biologis berada diluar kisaran normal. (2) Filter biologis ikan bandeng yang digunakan dalam tambak udang dapat menekan munculnya ciliata patogen pada udang windu hingga 12,1%.
Ucapan Terima Kasih Atas selesainya pernelitian ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur CV. PUTRI MANDIRI GRUP yang telah memberikan dana untuk penelitian ini. Bapak H. Mislan dan Bapakn Mu’ari yang telah membantu pemeliharaan udang dan pengambilan sampel. Kepala dan staf Laboratorium Entomologi dan Protozoologi FKH Unair yang telah memberikan fasilitas dalam pemeriksaan ciliata, dan semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan semua pihak yang membacanya.
Daftar Pustaka Anonimus, 1993, Successful Indonesian Experience in Shrimp Fish Integration in Recycle System, ASCC News 03/1993/Issue No. 15. Anonimus, 1996, Recycling Memperbaiki Kualitas Air, Techner 24/V/1996 Aiken, D, 1990, Shrimp Farming in Equador, World Aquaculture 21. Anggoro, S, 1992, Efek Osmotik Berbagai Tingkat Salinitas Media Terhadap Daya tetas Telur dan Vitalitas Larva Udang Windu, Disertasi Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Bell, T.A, and D.V. Lightner, 1990, IHHN Disease of Penaeus Stylirostris : Effects of Shrimp Size on Disease Expression, J. Fish Dis. 13
Kemampuan Ikan Bandeng Sebagai Filter Biologis (G. Mahasri)
Chanratchakool, P, J.F. Turnbull and C. Limsuwan, 1994, Health Management in Shrimp Ponds, Bangkok, Thailand: Health Research Institute. Chen, S.N, 1990, Prawn Culture and Diseases Problems in Taiwan, Paper Symposium Diseases Asian Aquaculture, Bali, November 26-29
Hidayat, T, 1992, Pengelolaan Kualitas Air sebagai Upaya Pencegahan Timbulnya Penyakit, Makalah Pertemuan Teknik Budidaya Air Payau, Bangil, Jawa Timur. Johnson, S.K, 1988, Handbook of Shrimp Disease, Teseay A and M University, Sea Grant Publ. No. 603. Lom, J. and D. Iva, 1992, Protozoan Parasites of Fishes, Amsterdam-London-New York-Tokyo. Elsevier Mahasri, G, 1996, Pengaruh Manipulasi Tingkat Aerasi dan Padat Tebar Terhadap Infestasi Parasit Benur Udang Windu (Penaeus monodon Fabricus), Tesis, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Mahasri, G, 1997, Hubungan Infestasi Parasit Ciliata dengan Tingkat Kematian Benur Udang Windu pada Padat Tebar dan Tingkat Aerasi yang Berbeda, Media Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Vol. 13 No 3: 146-150. Mahasri, G, 1998, Perkembangan Jumlah Ciliata Patogen pada Benur Udang Windu (P. monodon Fab.) pada Tingkat Aerasi dan Padat Tebar yang Berbeda, Media Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Vol.14 No. 2: 122-126. Mahasri, G, 2000, Efektifitas Petak Resirkulasi Terhadap Infestasi Parasit Udang Windu dengan Sistem Budidaya Intensif di Pasuruan Jawa Timur, Media Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Vol. 16 No. 3: 202-206. Partasasmita, S, 1990, Masalah Penyakit Pada Udang Windu (Penaeus monodon) di Sulawesi Selatan, Prosiding Seminar Nasional II Penyakit Ikan dan Udang, Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Bogor 16-18 Januari Rukyani, A, 1995, Jenis Penyakit Udang di Tambak dan Cara Pengendaliannya, Makalah Pertemuan Aplikasi Paket Teknologi Pertanian, Balai Informasi Pertanian, Lampung, 9-11 Januari.
203
Ilmu Kelautan. Desember 2005. Vol. 10 (4) : 199 -204
Sindermann, C.J, 1990, Principal Diseases of Marine Fish and Shrimp, 2nd Vol 2, London: Academic Press. Soeseno, S, 1993, Budidaya Ikan Bandeng Intensif, Jakarta: PT Gramedia. Subandriyo, 1997, Budidaya Udang dengan Sistim Resirkulasi dan Masalahnya, Medan: PT. Charoen Pokphand Indonesia.
204
Sumawidjaja, K, 1990, Penyakit Benih Udang Windu (Penaeus monodon Fabricus), Makalah Seminar Hasil-hasil Penelitian Institut Pertanian Bogor 7 April 1990. Steel, R.G. dan J.H. Torrie, 1992, Prinsip Prosedur Statistika, Terjemahan Bambang Sumantri, Jakarta: Gramedia.
Kemampuan Ikan Bandeng Sebagai Filter Biologis (G. Mahasri)