PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG GURU
Oleh
LASTRI NIM. 10611002970
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU 1431 H/ 2010 M
PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG GURU
Skripsi Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh
LASTRI NIM. 10611002970
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU 1431 H/ 2010 M
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul Pemikiran Al-Ghazali tentang Guru, yang ditulis oleh Lastri NIM. 10611002970 dapat diterima dan disetujui untuk diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Pekanbaru, 26 Jumadil Akhir 1431 H 08 Juni 2010 M
Menyetujui
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Pembimbing
Drs. H. Amri Darwis, M.Ag.
Dr. H. Hidayat Syah, M.A.
i
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul Pemikiran Al-Ghazali tentang Guru, yang ditulis oleh Lastri NIM. 10611002970 telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau pada tanggal 11 Zulkaedah 1431 H/ 19 Oktober 2010 M. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Pekanbaru, 11 Zulkaedah 1431 H 19 Oktober 2010 M
Mengesahkan Sidang Munaqasyah
Ketua
Sekretaris
Drs. Azwir Salam, M.Ag.
Dr. Hj. Zulhidah, M.Pd.
Penguji I
Penguji II
Drs. H. Mudasir, M.Pd.
Drs. H. Munziri Ali, Lc.,MA.
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Dr. Hj. Helmiati, M.Ag. NIP. 197002221997032001
ii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini buat ayahanda Syamhudi dan ibunda Rosmini yang telah banyak mengorbankan segala-galanya untuk ananda. ayahanda…… ibunda…………. dengan tetesan keringatan, ananda telah mendapat gelar sarjana yang selama ini ayahanda dan ibunda harapkan ayahanda……… ibunda…………….. terlihat pancaran matamu yang menunjukkan kebahagiaan disaat mendengar kelulusanku ayahanda……… ibunda………….. tanpa doamu ananda tidak bisa meraih apa-apa akhirnya…….. tiada kata yang dapat diucapkan selain dari sembah sujudku…….. kepadamu…… ayahanda dan ibunda tecinta………….. Selanjutnya………… kupersembahkan skripsi ini buat nenek ku, adek-adek ku serta sanak famili tercinta yang telah banyak memberikan dorongan dan doa untuk menyelesaikan skripsi ini, dan tak lupa buat Dimas Pryanto yang telah banyak memberikan motivasi serta perhatian yang tak terhingga dan membantu ananda baik berupa materil maupun imateril dalam menyelesaikan skripsi ini…doaku menyertaimu……. dan buat teman-teman seperjuangan yang selalu ku ingat…… semoga dengan bantuan yang telah diberikan, mendapatkan balasan dari Allah SWT, Amin ya rabb…………….
vi
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim Sebagai insan yang lemah, tiada kata lain yang lebih indah kiranya penulis ukir pada goresan ini. Selain ungkapan puji syukur kepada Allah SWT yang telah membersihkan hati, menerangi jiwa dan menganugerahkan cahaya ilmu pengetahuan sehingga diri yang lemah ini mampu untuk mengukir kata demi kata dalam rangka mewujudkan sebuah karya yang sangat sederhana ini. Shalawat beriring salam tidak lupa penulis sampaikan kepada junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW, yang telah bersusah payah dengan segala petunjuknya untuk mendongkrak pintu kejahilan dan membuka pintu ilmu pengetahuan sebagaimana yang kita rasakan pada saat sekarang ini. Skripsi ini berjudul Pemikiran Al-Ghazali tentang Guru. Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Jurusan `Pendidikan
Agama
Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru. Dalam penulisan Skripsi ini penulis menyadari dengan sepenuhnya dan secara jujur bahwa Skripsi ini tidak akan terwujud sepenuhnya seperti adanya sekarang ini. Tanpa adanya bimbingan, bantuan, petunjuk dan dukungan dari berbagai pihak yang terkait. Karena itu sudah sewajarnya dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. H.M Nazir selaku Rektor UIN Suska Riau beserta stafnya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Perguruan Tinggi ini.
2.
Ibu Dr. Hj. Helmiati, M.Ag. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Suska Pekanbaru beserta Bapak Pembantu Dekan I,II dan III yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.
3.
Bapak Drs. H. Amri Darwis, M. Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau yang telah membantu penulis dan Mahasiswa lain dalam berbagai hal
4.
Bapak Dr. H. Hidayat Syah, M.A selaku pembimbing penulis yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan petunjuk-petunjuk kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan Skripsi ini.
iii
5.
Bapak Drs. Marwan selaku Penasehat Akademis yang telah banyak memberikan arahan dan dorongan moril dalam penyelesaian skripsi ini.
6.
Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah mendidik dan membantu penulis dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau
7.
Bapak Kepala Perpustakaan UIN Suska Pekanbaru beserta staf yang telah memberikan berbagai kemudahan bagi penulis dalam rangka peneyelesaian Skripsi ini.
8.
Karyawan/I Fakultas Tarbiyah UIN Suska Pekanbaru yang telah memberi kemudahan di dalam segala administrasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
9.
Ucapan terima kasih yang teristimewa penulis sampaikan untuk Ayahanda Syamhudi dan Ibunda tercinta Rosmini, yang telah memelihara, membesarkan, mendidik dan mendoakan penulis agar berhasil dalam meraih cita-cita. Hanya kepada Allah penulis mohon kiranya semua yang telah dilakukan untuk penulis menjadi amal soleh yang akan memperoleh imbalan berlipat ganda, dan semoga Allah mengampuni kesalahan mereka.
10.
Saudara-saudariku tercinta Arbaindra Supria ( Een), Winda Lestari ( winda), Dimas Pryanto dan nenek-nenek ku serta keluarga tersayang yang telah memberikan semangat serta motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini bisa diselesaikan.
11.
Rekan-rekan seperjuangan yang telah memberi bantuan dan dorongan serta semangat kepada penulis dalam upaya penyelesaian Skripsi ini.
Kepada Allah jualah penulis memohon, semoga mereka semua mendapat ridho dan balasan yang berlipat ganda dari-Nya. Dan semoga keberadaan Skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Terakhir, dengan tutur ikhlas penulis akui bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan hati suci dan dengan hati terbuka, penulis menanti kedatangan kritik-kritik dari berbagai pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Atas kritik-kritik yang diberikan, penulis haturkan ucapan terimakasih, semoga Allah swt menjadikannya sebagai amal saleh.-
iv
Pekanbaru, 14 Juli 2010 Penulis
LASTRI NIM : 10611002970
v
ABSTRAKS
Lastri (2010): Pemikiran Al-Ghazali tentang Guru Sepanjang sejarah pemikiran dalam Islam terdapat konsep yang bervariasi tentang guru. Konsep yang bervariasi itu berawal dari perbedaan persepsi dan interpretasi para pemikir, meskipun konsep yang bervariasi itu tetap bertumpu pada al-Qur’an. Salah seorang pemikir muslim yang turut memberikan kontribusi pemikiran dalam merumuskan konsep tentang guru di antaranya adalah al-Ghazali Hujjatul Islam Terkait dengan pemikiran al-Ghazali tersebut, maka masalah pokok yang dikaji dalam Skripsi ini adalah bagaimanakah pemikiran al-Ghazali tentang guru. Untuk menjawab masalah tersebut maka dilakukan penelitian kepustakaan dengan langkahlangkah:(1) menelusuri literatur yang ada di perpustakaan mengenai pemikiran al-Ghazali tentang guru baik berupa primer dan skunder, (2) membaca dan menelaah buku-buku yang telah dikumpulkan, kemudian dicatat/kutip dan diklasifikasikan sesuai dengan masalah penelitian sehingga menjadi suatu kerangka yang jelas dan mudah dipahami kemudian bari diberi penganalisaan dan disimpulkan. Setelah data terkumpul dan tersusun secara sistematis, kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan Analytic Sintesis, dalam melakukan analytic berarti penulis menggambarkan dan menguraikan pemikiran al-Ghazali tersebut tentang guru, kemudian melakukan Sintesis dengan memanfaatkan pendapat-pendapat para tokoh untuk diambil perbandingan. Dari penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa Menurut al-Ghazali, adapun tugas dan tanggungjawab guru, yaitu: (a) memperlakukan mereka seperti memperlakukan anak-anaknya, (b) ia mengikuti teladan dan contoh Rasulullah saw,(c) mencegah murid dari akhlak yang buruk dengan jalan sindiran, sedapat mungkin tidak dengan terangterangan, (d) tidak boleh merendahkan ilmu lain dihadapan murid-muridnya (e) mengajar muid-muridnya hingga batas kemampuan pemahaman mereka.(f)mengajarkan kepada murid yang terbelakang hanya sesuatu yang jelas dan sesuai dengan tingkat pemahamannya. Selain itu, al-Ghazali juga menganjurkan agar seorang pendidik mampu menjalankan tindakan, perbuatan dan kepribadiannya sesuai dengan ajaran dan pengetahuan yang diberikan kepada anak didiknya. Berdasarkan temuan diatas disarankan kepada semua pihak untuk menggali dan mengkaji ulang pemikiran al-Ghazali, sebab pemikiran beliau walaupun dilontarkan pada masa dahulu, tetapi dalam lapangan pendidikan sekarang ini masih relevan dengan perkembangan dan kehidupan manusia pada saat ini. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa apa yang telah dirumuskan oleh al-Ghazali beberapa ribu tahun yang lalu, masih mempunyai relevansi dengan konsepsi-konsepsi pendidikan modern, khususnya di Indonesia
viii
ABSTRACT
Lastri (2010): The Idea of al-Ghazali About Teacher. Throughout the history of thought in Islam there is a varied concept of teachers. The concept was originated from a variety of differing perceptions and interpretations of the thinkers, although it remains a concept varies based on the Al-Quran. One of the Muslim thinkers who have contributed ideas in formulating the concept of teachers among them is al-Ghazali Hujjatul Islam. Associated with the thought of al-Ghazali was the main problem studied in this thesis is how the thinking of al-Ghazali on the teacher. To cope with the problem then do the research literature with steps: (1) browsing the existing literature in the library of alGhazali's ideas about good teachers of primary and secondary, (2) reading and reviewing books those has been collected, and then recorded / quotes and classified according to the research problem that becomes a framework of clear and easily understood then given the analysis and concluded. After the data are systematically collected and arranged, then the data were analyzed using the Analytic Synthesis, in doing analytic means the author describes and outlines the thinking of al-Ghazali is about teachers, then do the synthesis with the use of opinion leaders to take the comparison. From the research conducted, it is known that according to al-Ghazali, however a teacher was busy teaching and bearing the affairs of the guard duties and responsibilities as well as personality of the teacher. Among the duties and responsibilities of teachers, namely: (a) treat them like treating the children, (b) he is following the example of the Messenger of Allah, (c) prevent the student from a poor character by innuendo, as far as possible not openly, (d) other sciences should not be lowered in front of his students (e) taught his disciples to the limit of capability their understanding. (f) teaching the students of backward just something that is clear and in accordance with the level of understanding. In addition, al-Ghazali also recommends that an educator is able to perform the actions, deeds and personality in accordance with the teachings and knowledge given to the students. Based on the above findings suggested pto all parties to explore and review ideas of al-Ghazali, karma is very important to be known. For although he thought posed during the first, but in the field of education today is still relevant to development and human life at the moment. Thus, it can be concluded that what has been formulated by alGhazali several thousand years ago, still has relevance to modern conceptions of education in Indonesia.
ix
ﻣﻠﺨﺺ ﻟﺴﺘﺮي ) :(2010رأي اﻟﻐﺰاﻟﻲ ﻋﻦ اﻟﻤﻌﻠﻢ طﻮل ﺗﺎرﯾﺦ اﻟﻔﻜﺮة ﻓﻲ اﻹﺳﻼم ھﻨﺎك ﻣﻔﮭﻮﻣﺎت ﻣﺨﺘﻠﻔﺔ ﻋﻦ اﻟﻤﻌﻠﻢ .اﻟﻤﻔﮭﻮﻣﺎت اﻟﻤﺨﺘﻠﻔﺔ ﺗﺒﺘﺪئ ﻣﻦ اﺧﺘﻼف اﻟﻤﻔﮭﻮﻣﺎت وﺗﻔﺎﺳﯿﺮ اﻟﻤﻔﻜﺮﯾﻦ ,ﻣﮭﻤﺎﻛﺎﻧﺖ اﻟﻤﻔﮭﻮﻣﺎت ﺗﺼﺪر ﻣﻦ اﻟﻘﺮآن اﻟﻜﺮﯾﻢ .ﻣﻦ أﺣﺪ اﻟﻤﻔﻜﺮﯾﻦ اﻟﺬي ﯾﻘﺪم اﻟﻔﻜﺮة ﻓﻲ رﻣﻮز اﻟﻤﻔﮭﻮﻣﺎت ﻋﻦ اﻟﻤﻌﻠﻢ ھﻮ اﻹﻣﺎم ﻏﺰاﻟﻲ ﺣﺠﺔ اﻹﺳﻼم. طﺒﻘﺎ ﻟﺮأي ﻏﺰاﻟﻲ ,اﻟﻤﻮﺿﻮع اﻟﺬي ﯾﺒﺤﺚ ﻓﻲ ھﺬه اﻟﺮﺳﺎﻟﺔ اﻟﻌﻠﻤﯿﺔ ﻛﯿﻒ ﻛﺎن رأي ﻏﺰاﻟﻲ ﻋﻦ اﻟﻤﻌﻠﻢ .ﻹﺟﺎﺑﺔ ھﺬه اﻟﻤﺸﻜﻠﺔ ﯾﻌﻘﺪ ﺑﺤﺚ اﻟﻤﻜﺘﺒﺔ ﻣﻊ اﻟﺨﻈﻮات اﻵﺗﯿﺔ (1):ﻣﻄﺎﻟﻌﺔ اﻵداب اﻟﻤﻮﺟﻮدة ﻓﻲ اﻟﻤﻜﺘﺒﺔ ﻋﻦ راي ﻏﺰاﻟﻲ ﻋﻦ اﻟﻤﻌﻠﻢ ﻣﺒﺎدﺋﺎ أو ﺛﺎﻧﻮﯾﺎ (2) ,اﻟﻘﺮاءة وﻣﻄﺎﻟﻌﺔ اﻟﻜﺘﺐ اﻟﻤﺠﻤﻮﻋﺔ ﺛﻢ ﻛﺘﺒﺖ و ﺻﻨﻔﺖ طﺒﻘﺎ ﻟﻤﺸﻜﻠﺔ اﻟﺒﺤﺚ ﺣﺘﻰ ﯾﻜﻮن ﻣﺴﻮدة واﺿﺤﺔ و ﺳﮭﻞ ﻓﮭﻤﮫ ﻓﻲ اﻟﻤﺴﺘﻘﺒﻞ ﺛﻢ ﯾﺤﻠﻞ و ﯾﺴﺘﻨﺒﻂ. ﺑﻌﺪ ﺟﻤﻊ اﻟﺒﯿﺎﻧﺎت ﺑﺸﻜﻞ ﻣﻨﻈﻢ ,ﺗﺤﻠﻞ ﺑﺎﺳﺘﺨﺪام اﻟﺘﺄﻟﯿﻒ اﻟﺘﺤﻠﯿﻠﻲ ,ﻓﻲ اﻟﺘﺤﻠﯿﻠﻲ ﯾﻌﻨﻰ اﻟﻤﻌﻠﻢ ﯾﺼﻒ و ﯾﺸﺮح رأي ﻏﺰاﻟﻲ ﻋﻦ اﻟﻤﻌﻠﻤﻮ ﺛﻢ ﯾﺆﻟﻒ ﺑﺎﺳﺘﻔﺎدة آراء اﻟﻤﺤﺘﺮﻓﯿﻦ ﻟﻠﻤﻘﺎرﻧﺔ. ﻣﻦ ھﺬه اﻟﺪراﺳﺔ ,ﯾﻌﺮف أن راي ﻏﺰاﻟﻲ ,ﻛﯿﻒ ﻛﺎن ﺷﻐﻞ اﻟﻤﻌﻠﻢ ﻓﻲ اﻟﺘﻌﻠﯿﻢ و ﺷﻐﻞ اﻷﻣﻮر اﻟﻜﺜﯿﺮة ﻓﯿﻨﺒﻐﻲ أن ﺗﺤﻔﻆ اﻟﻮظﺎﺋﻒ و اﻟﻤﺴﺆوﻟﯿﺎت و ﺷﺨﺼﯿﺔ اﻟﻤﻌﻠﻢ .ﻣﻦ ﺑﻌﺾ اﻟﻮظﺎﺋﻒ وﻣﺴﺆوﻟﯿﺎت اﻟﻤﻌﻠﻢ ھﻲ )أ( ﯾﻌﺎﻣﻠﮭﻢ ﻛﺄﺑﻨﺎﺋﮫ) ,ب( ﯾﺘﺒﻊ ﻗﺪوة ﻣﻦ رﺳﻮل ﷲ ,ﻻﯾﺒﺘﻐﻲ اﻟﺠﺰاء ﻣﻦ ﻋﻤﻠﮫ إﻟﻰ اﻗﺘﺮاﺑﺎ إﻟﻰ ﷲ) ,ج( ﯾﻤﻨﻊ اﻟﺘﻼﻣﯿﺬ ﻣﻦ أﺧﻼق ﺳﯿﺌﺔ ﺑﻄﺮﯾﻘﺔ اﻟﺘﻠﻤﯿﺢ ,ﻻﺑﻄﺮﯾﻘﺔ اﻟﺘﺼﺮﯾﺢ) ,د( ﻻﯾﮭﻤﻞ ﻋﻠﻮم ﻏﯿﺮه أﻣﺎم ﺗﻼﻣﯿﺬه ,ﻣﻦ ﻏﯿﺮ ذﻟﻚ ,ﺣﺚ ﻏﺰاﻟﻲ ﻋﻠﻰ أن ﯾﻜﻮن اﻟﻤﺮﺑﻲ ﻗﺎدرا ﻋﻠﻰ ﺗﻨﻔﯿﺬ ﻋﻤﻠﮫ وﺷﺨﺼﯿﺘﮫ طﺒﻘﺎ ﻟﻠﺪراﺳﺔ و ﻋﻠﻮم اﻟﺘﻲ أﻋﻄﺎھﺎ ﻏﻠﻰ ﺗﻼﻣﯿﺬه .اﻓﺘﺮض ﻏﺰاﻟﻲ اﻟﺘﻼﻣﯿﺬ ﻣﺜﻞ اﻟﻌﻮد ﻣﻊ ظﻠﮫ .ﻛﯿﻒ ﯾﻜﻮن اﻟﻈﻞ ﻣﺴﺘﻘﯿﻤﺎ إذا ﻛﺎن اﻟﻌﻮد ﻣﻨﺤﻨﯿﺎ. اﺳﺘﻨﺎدا إﻟﻰ اﻟﺪراﺳﺔ اﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ﺣﺚ ﻋﻠﻰ ﺟﻤﯿﻊ اﻟﺠﻮاﻧﺐ أن ﯾﻄﺎﻟﻌﻮا و ﯾﺪارﺳﻮا راي ﻏﺰاﻟﻲ ﻷھﻤﯿﺔ ﻣﻌﺮﻓﺘﮫ .ﻣﮭﻤﺎﻛﺎﻧﺖ أراءه ﻓﻲ اﻟﺰﻣﻦ اﻟﻘﺪﯾﻢ ﻟﻜﻦ ﻻﯾﺰال ﻣﻨﺎﺳﺒﺎ ﻟﮭﺬا اﻟﺰﻣﻦ .ﻟﺬﻟﻚ ,اﺳﺘﻨﺒﻂ أن ﻛﻞ ﻣﺎ رﻣﺰ ﻏﺰاﻟﻲ أﻟﻮف اﻟﺴﻨﻮات اﻟﺴﺎﺑﻘﺔ ,ﻻﯾﺰال ﻣﻨﺎﺳﺒﺎ ﺑﻤﻔﮭﻮﻣﺎت اﻟﺘﺮﺑﯿﺔ اﻟﺤﺪﯾﺜﺔ ﻓﻲ إﻧﺪوﻧﯿﺴﯿﺎ
x
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN………………………………………………………………
i
PENGESAHAN..………………………………………………………………
ii
PENGHARGAAN …………………………………………………................
iii
PERSEMBAHAN……………………………………………………………..
vi
ABSTRAK……………………………………………………………………..
vii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..
x
PEDOMAN TRANSLITERASI………………………………………………
xii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………. A. Latar Belakang………………………………………………………… B. Alasan Memilih Judul…………………………………………………. C. Penegasan Istilah……………………………………………………… D. Permasalahan………………………………………………………….. E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………………………… F. Sistematika Penulisan………………………………………………….
1 7 7 8 9 10
BAB II KERANGKA TEORI………………………………………………. A. Kerangka Teori………………………………………………………... B. Penelitian Terdahulu yang Relevan……………………………………
11 15
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………….… A. Waktu dan Tempat Penelitian……………………………………….. B. Subjek dan Objek Penelitian………………………………………… C. Sumber Data………………………………………………………… D. Analisis Data…………………………………………………………
17 17 17 18
BAB IV PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG GURU………………. A. Riwayat Hidup dan Karya al-Ghazali…………………………………. 1. Riwayat Hidup al-Ghazali………………………………………… 2. Karya-Karya al-Ghazali…………………………………………… B. Pemikiran al-Ghazali tentang Guru…………………………………… 1. Tugas dan Tanggungjawab Guru…………………………………. 2. Kepribadian Guru………………………………………………….
20 20 24 27 27 41
xi
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Bahasa Arab ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل م ن و ھـ ء
Nama Alif Ba’ Ta’ Sa’ Jim Ha’ Kha’ Dal Zal Ra’ Zai Sin Syin Sad Dad Ta’ Za’ ‘ain Gain Fa’ Qaf Kaf Lam Mim Nun Wawu Ha’ Hamzah
Huruf Latin B T S J H Kh D Z R Z S Sy S D T Z ‘ G F Q K L M N W H ‘
ي
Ya’
Y
xii
Keterangan Tidak dilambangkan S dengan titik di atasnya H dengan titik di bawahnya Z dengan titik di atasnya S dengan titik dibawahnya D dengan titik di bawahnya T dengan titik dibawahnya Z dengan titik dibawahnya Koma terbalik (‘) tetapi tidak digunakan untuk hamzah diawal kata -
1 BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Imam Abu Hamid Muhammad, yang lebih dikenal dengan al-Ghazali, adalah salah
seorang teolog dan sufi muslim terbesar. Beliau mendapat gelar Imam Besar Abu Hamid AlGhazali Hujjatul Islam. Ia dilahirkan pada tahun 1058 di kota Tus di Persia, Timur Laut Provinsi Khurasan. Nizamul Mulk memberikan jabatan profesor kepadanya di Sekolah Tinggi Nizammiyah di Baghdad. Tetapi jabatan tersebut ia tinggalkan selama empat tahun untuk mengembara dan menulis. Kemudian ia mengajar lagi sebentar di Sekolah Tinggi Nizamiyyah di Nishapur. Tak berapa lama, ia kembali ke kota kelahirannya di Tus dan meninggal di sana pada tahun 1111.1 Selain seorang teolog dan sufi muslim yang disegani, al-Ghazali memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan. Di antara karya besarnya berjudul Ihya al-‘Ulumuddin, fatihat al-‘Ulum dan Mizan al-‘Amal adalah tiga di antara karyanya yang berisi tentang pandangannya terhadap persoalan- persoalan pendidikan.2 Salah satu persoalan pendidikan yang mendapat perhatian besar dari al-Ghazali adalah guru atau pendidik. Al-Ghazali mempergunakan istilah pendidik dengan berbagai kata seperti, al-Muallimin (guru), al-Mudarris (pengajar), al-Muaddib (pendidik) dan al-Walid (orang tua) yakni yang bertugas dan bertanggung jawab atas pendidikan dan pengajaran.3 Dalam kitab Ihya Ulumuddin, seperti yang dikutip oleh Zainuddin, al-Ghazali menyebutkan : “ Apabila ilmu pengetahuan itu
1 2 3
Mustafa Bin Ton, Majalah Hidayah, Malaysia : PT Variapop Group, 2006,hlm. 137. Ibid, hlm. 137 Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta : Bumi Aksara, 1991, Hlm. 50
2 lebih utama dalam segala hal, maka mempelajarinya adalah mencari yang lebih mulia dari itu. Maka mengajarkannya adalah memberikan faedah bagi keutamaan itu.”
4
Pernyataan al-Ghazali di atas mengatakan bahwa mengajar dan mendidik adalah perbuatan yang sangat mulia, karena secara naluri orang yang berilmu itu dimuliakan dan dihormati oleh orang, ilmu pengetahuan itu sendiri adalah sangat mulia, maka mengajarkannya adalah memberikan kemuliaan. Akan tetapi, posisi pengajar dalam masyarakat modern dewasa ini, lebih sering hanya dipandang sebagai petugas semata yang mendapat gaji dari negara atau instansi/organisasi swasta yang tanggung jawabnya tertentu, serta tugasnya relatif limitasi dengan dinding sekolah, jangan melangkah lebih jauh dari tugas dan tanggung jawab (formal)nya. Padahal sesungguhnya, seiring dengan sinyalemen Al-Ghazali di atas, tugas mengajarkan ilmu itu menduduki posisi (status) terhormat dan mulia. Kehormatan dan kemuliaan yang disandangnya membawa konsekuensi logis bahwa pengajar lebih dari sekedar petugas yang hanya menerima gaji. Guru sebagai figur teladan yang mesti ditiru dan diharapkan dalam memperlakukan anak didiknya dengan sebaik-baiknya. Anak didik sebagai manusia yang mudah dipengaruhi, sifat-sifatnya mesti dibentuk dan dituntun olehnya untuk mengenal peraturan moral yang dianut oleh masyarakat. Itulah sebabnya seorang guru tak cukup hanya mengandalkan kepandaian atau pemilikan otoritas disiplin ilmu tertentu saja. Dia haruslah orang yang berbudi dan beriman sekaligus amal, dan perbuatannya sendiri dapat memberikan pengaruh pada jiwa anak didiknya. Jika hal ini dapat dimanifestasikan maka rasa hormat dan tawadlu’ anak didik terhadap sang pengajar
4
Ibid.
3 akan datang dan mudah merasuk ke dalam otak
anak didiknya. 5 Menurut Amir Daien
Indrakusuma seperti yang dikutip oleh Zainuddin menyatakan bahwa : ..tugas guru itu adalah tugas yang luhur, tugas yang mulia. Tugas mendidik tunas-tunas bangsa adalah tugas yang terhormat, tugas yang patut dijunjung tinggi. Dan di sinilah pula letak rasa kebahagiaan sebagai seorang guru. Kebahagiaan bahwa dirinya telah merasa ikut serta memberikan andil dalam pembentukan pribadi-pribadi tunas-tunas bangsa.6
Zainuddin mengatakan bahwa al-ghazali dalam kitabnya Mizanul ‘Amal , memperjelas tentang orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan: ( 1) merupakan profesi, ( 2) merupakan ibadah kepada Allah, ( 3 ) merupakan tugas kekhalifahan dari Allah SWT. Karena dalam hal itu Allah telah membuka hati orang yang berilmu pengetahuan. Dan dalam kitab tersebut Al-Ghazali mengatakan bahwa orang yang mempunyai ilmu berada dalam keadaan : (1) mencari faedah dan guna ilmu, (2) memberikan wawasan ilmu dan mengajarkannya. Inilah keadaan yang termulia baginya. Jadi, barangsiapa telah mencapai ilmu pengetahuan, kemudian ia dapat mengambil faedahnya dan selanjutnya diajarkan, maka ia adalah laksana matahari yang bersinar dan menyinari yang lainnya. Ia adalah kasturi yang dapat mengharumkan dan ia sendiri berbau harum.7 Seorang guru harus mencurahkan segala kemampuannya dalam mengajarkan anak didiknya tanpa menyembunyikan apa-apa yang mereka ketahui, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 283:
5 6 7
Ibid, hlm. 51 Zainuddin, Loc.cit. ` Zainuddin, Op.cit.
4 Artinya :Dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; Pada ayat di atas, Allah SWT menegaskan tentang kewajiban mengajarkan ilmu pengetahuan kepada orang lain, dan tidak dibenarkan menyembunyikan segala sesuatu yang diketahui mereka. Jadi, seorang guru diwajibkan mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimiliki kepada peserta didik, agar peserta didik tersebut menjadi tahu. 8 Orang yang mengetahui dan tidak mengamalkannya adalah seperti buku yang memberi faidah kepada lainnya padahal ia sendiri kosong dari ilmu. Seperti batu pengasah menajamkan lainnya dan ia tidak dapat memotong. Seperti jarum yang memberi pakaian kepada lainya sedangkan ia telanjang. Dan seperti sumbu lampu yang menerangi lainnya sedangkan ia terbakar. 9 Dengan demikian, guru adalah orang yang menempati status yang mulia di dataran bumi. Ia mendidik jiwa, hati, akal dan roh manusia. Gurulah yang memasukkan pendidikan akhlak dan keagamaan dalam hati sanubari anak-anak. Sedangkan jiwa manusia adalah unsur yang paling mulia pada bagian tubuh manusia, dan manusia adalah makhluk yang paling mulia di dunia ini dibandingkan dengan makhluk yang lain. Al-Rasyidin dan Samsul Nizar mengatakan bahwa menurut Al-Ghazali, guru adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan,dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan khaliqnya.10 Tugas ini didasarkan pada pandangan bahwa manusia merupakan makhluk yang paling mulia. Kesempurnaan manusia terletak pada kesucian
8 9
Imam Al-Ghazali, 2003, Ihya’ Ulumuddin, Semarang : Thoha Putra, t.th, hlm. 62
Ibid, hlm. Al- Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam ( Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis), Jakarta : Ciputat Pers, 2005, Hlm.88 10
5 hatinya. Untuk itu, guru dalam persfektif Islam melaksanakan proses pendidikan hendaknya diarahkan pada aspek tazkiyah an-nafs Menurut al-Ghazali, Dalam mengajarkan ilmu pengetahuan seorang guru hendaknya memberikan penekanan pada upaya membimbing dan membiasakan agar ilmu yang diajarkan tidak hanya dipahami, dikuasai atau dimiliki oleh peserta didik, akan tetapi lebih dari itu perlu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ali al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi mengatakan bahwa al-Ghazali menasihati guru agar mempelajari kehidupan psikologi murid-muridnya, agar keragu-raguan antara guru dan murid-murid lenyap dan mereka dapat bergaul akrab, serta menghilangkan gangguan-gangguan yang menghalangi hubungan mereka dengan murid-muridnya. Oleh karena itu, guru harus selalu dapat menimbulkan perasaan dan memotivasi mereka bahwa ia tidak menutup diri terhadap mereka dan mereka harus selalu bersangka baik kepadanya bahwa ia adalah guru yang dapat dipercaya; jika mereka menuntut sesuatu, berilah mereka sesuatu yang lebih baik dari apa yang mereka punya yaitu wajah berseri dan bersinar yang menyenangkan. 11 Menurut Ahmad Tafsir dalam buku Abuddin Nata bahwa pendidik/guru dalam Islam, sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggungjawab terhadap perkembangan anak didik. Selanjutnya ia mengatakan bahwa dalam Islam, orang yang paling bertanggungjawab tersebut adalah orang tua (ayah-ibu) anak didik. Tanggungjawab itu disebabkan sekurangkurangnya oleh dua hal : (1) karena kodrat, karena orang tua ditakdirkan bertanggungjawab mendidik anaknya, (2) karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukes anaknya adalah sukses orang tua juga. 12
11
Ali Al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi terj. M. Arifin, Perbandingan Pendidikan Islam, Jakarta : Rineka Cipta, 2007, hlm. 143-144 12 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm. 62
6 Sementara itu, menurut Hadari Nawawi seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata mengatakan bahwa guru adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah/kelas. Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggungjawab dalam membantu anakanak mencapai kedewasaan masing-masing13 Perbedaan versi dan interpretasi mengenai makna tentang guru di kalangan para ahli seperti yang dikemukakan di atas, sesungguhnya tidak terlepas dari perbedaan visi dan persepsi serta pendekatan metodologis yang digunakan, yang pada dasarnya bermuara pada perbedaan latar belakang sosio-kultural, pendidikan yang ditempuh serta kondisi intelektual masyarakat di mana dan bila pemikir-pemikir itu hidup, sekalipun sumber utama pemikiran mereka yang melahirkan makna tentang guru adalah sama, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits. Berangkat dari uraian di atas, maka yang menjadi pokok masalah dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana sesungguhnya pemikiran al-Ghazali tentang guru. Pokok masalah ini dipandang penting untuk dapat mengungkapkan pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang guru agar tercapainya tugas dan tanggungjawab serta kepribadian guru sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan konsepsi al-Ghazali tentang guru, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang terfokus pada “ pemikiran al-Ghazali tentang guru .” Karena sepengetahuan penulis masalah ini belum pernah diteliti orang lain dan secara umum penelitian ini dapat memberikan pemikiran dan pengetahuan dalam dunia pendidikan khususnya bagi guru.
13
Ibid.
7 B.
Alasan Memilih Judul Al- Ghazali adalah tokoh pemikir yang ensiklopedis dan controversial, yaitu seseorang
yang ahli di dalam berbagai lapangan pengetahuan, yaitu ahli ilmu ushul yang mahir, ahli fiqih yang berfikiran merdeka, ahli teologi yang menjadi imam ahli sunnah, ahli sosiologi yang luas pengertiannya tentang masyarakat, ahli psikologi yang luas pandangannya tentang rahasia jiwa manusia, ahli filsafat yang berani membongkar segala kesesatan filsafat, ahli pendidik yang ulung, dan seorang sufi yang sangat zuhud. Al-Ghazali adalah lelaki yang haus untuk mengetahui segala sesuatu, yang dahaga mencari kebenaran di dalam segala cabang pengetahuan, dan pemikiran - pemikirannya mempunyai pengaruh cukup luas di dunia Islam termasuk Indonesia.14 Sesuatu hal yang wajar dan menjadi kebiasaan umat manusia sepanjang sejarah, bahwa seorang pemikir yang kontroversial adalah dikutuk dan dipuja. Demikian pula alGhazali. Banyak yang memuja dan banyak pula yang mencerca, banyak kawan yang sepaham dan banyak pula lawan yang menentang, diagungkan dan dicaci maki, dibela dan dibenci. 15
C.
Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan istilah yang ada dalam judul
penelitian ini maka perlu ditegas kan istilah sebagai berikut : 1.
Pemikiran : Proses Pembuatan, cara memikir, hal, cara hasil kerja berfikir atau memikir, atau sesuatu yang selalu dipikirkan atau diingat-ingat.16 Adapun yang dimaksud adalah sesuatu hal yang dipikirkan oleh al-Ghazali tentang pendidikan khususnya tentang guru, diantaranya tentang konsep guru, tugas dan tanggung jawab guru, kriteria seorang guru, kepribadian guru dan peranan guru. 14
Zainuddin, op.cit, hlm. 14 Ibid, hlm. 10 16 WJS. Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1976, hlm. 543 15
8 2.
Guru : Orang yang kerjanya mengajar.17 Guru adalah orang dewasa yang memberikan ilmu pengetahuan dan mempunyai kompetensi- kompetensi untuk membimbing dan membina anak didiknya, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.
3.
Al-Ghazali : Yang dimaksud dalam tulisan ini adalah al-Ghazali yang nama lengkapnya ialah Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad al-Ghazali yang lahir pada tahun 450 H/ 1059 M di kota Tus di Persia, dan wafat pada tahun 1111 M di Tabristan. Ia adalah seorang filosof, ahli tasawuf dan mendapat gelar Imam Besar Abu Hamid al-Ghazali Hujjatul Islam. Berdasarkan pengertian pemikiran, guru dan al-Ghazali di atas, maka yang dimaksud dengan judul penelitian ini adalah pemikiran al-Ghazali yang seorang filosof dan ahli tasawuf mendapat gelar Hujjatul Islam mengenai guru atau orang dewasa yang kerjanya mengajar.
D.
Permasalahan 1. Identifikasi Masalah Sesungguhnya banyak permasalahan pendidikan yang dapat diangkat dari pemikiran al-ghazali diantaranya : Konsep al-Ghazali tentang berbagai persoalan mengenai guru, kurikulum, peserta didik, tujuan pendidikan, dan metode pembelajaran 2. Batasan Masalah Untuk lebih terarahnya penelitian yang penulis lakukan, maka penulis membatasi permasalahannya pada pemikiran al-Ghazali tentang guru.
17
Ibid, hlm. 540
9 3. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah, maka rumusan masalah yang dapat disusun adalah : a. Bagaimanakah pemikiran al-Ghazali tentang tugas dan tanggung jawab guru ? b. Bagaimanakah pemikiran al-Ghazali tentang kepribadian guru ?
E.
Tujuan dan kegunaan penelitian 1. Tujuan Tujuan dari pada penelitian ini pada hakekatnya adalah: a.
Untuk mengetahui pemikiran al-Ghazali tentang tugas dan tanggung jawab guru.
b.
Untuk mengetahui pemikiran al-Ghazali tentang kepribadian guru
2. Kegunaan penelitian a. Manfaat Teoritis 1. Sebagai bahan masukan bagi dunia pendidikan Islam dan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan. 2. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dengan memperkenalkan seorang tokoh intelektual muslim dalam bidang pemikir pendidikan khususnya tentang guru. 3. Diharapkan dapat berguna bagi mereka yang memiliki kecenderungan perhatian terhadap perkembangan pemikiran dalam Islam. Mengkaji pemikiran-pemikiran al-Ghazali khususnya tentang konsep guru akan membuka cakrawala dan memperkaya khazanah pemikiran yang lebih luas, mendalam dan mendasar serta menambah bahan bacaan di perpustakaan.
10 b. Manfaat Praktis 1. Agar pendidik bisa menerapkan pemikiran al-Ghazali dalam kegiatan pembelajaran. 2. Dengan mengkaji dan mendalami pemikiran al-Ghazali di harapkan dapat memotivasi umat Islam untuk terus berfikir serta menggali ajaran Islam dari sumber asasinya yaitu al-Qur’an dan al-Hadits secara mendalam dan rasional, sehingga umat tetap dapat terus berkiprah bagi kemanusiaan terutama dalam percaturan pemikiran, ideologi, politik, kebudayaan serta peradaban dunia.
F. Sistematika Penulisan Secara sistematis, pembahasan dan kajian studi ini akan disusun sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan yang terdiri dari : latar belakang, alas an memilih judul, penegasan istilah, permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, sistematika penulisan. Bab II.
Kajian teoritis yang terdiri dari : landasan teoritis, penelitian terdahulu yang
relevan. Bab III.
Metode penelitian yang terdiri dari : waktu dan tempat penelitian, subjek dan
objek penelitian, sumber data, analisis data. Bab IV. Pemikiran al-Ghazali tentang guru, yang mencakup : riwayat hidup dan karya al-Ghazali, pemikiran al-Ghazali tentang guru, analisa pemikiran al-Ghazali tentang guru. Bab V. Penutup, yang terdiri dari : kesimpulan dan saran.
11
BAB II KERANGKA TEORI
A.
Kerangka Teori Guru berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab memberi
pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, dan mampu melakukan tugas sebagai makhlik social dan sebagai makhluk individu yang mandiri. Guru adalah spiritual father bagi peserta didiknya, yang memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan prilaku yang buruk. Oleh karena itu pendidik mempuyai kedudukan tinggi dalam Islam. 1 1.
Tugas dan tanggung jawab guru Guru adalah figur seorang pemimpin, guru adalah sosok arsitektur yang dapat
membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun keprtibadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan
1
88
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2006, hlm.
12
Negara.2 Guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap anak didik. Tidak ada seorang guru pun yang mengharapkan anak didiknya menjadi sampah masyarakat. Menurut Ahmad D. Marimba, seperti yang dikutip oleh al-Rasyidin dan Samsul Nizar tugas pendidik dalam pendidikan Islam adalah membimbing dan mengenal kebutuhan atau kesanggupan peserta didik, menciptakan situasi yang kondusif bagi berlangsungnya proses kependidikan, menambah dan mengembangkan pengetahuan yang dimiliki guna ditransformasikan kepada peserta didik, serta senantiasa membuka diri terhadap seluruh kelemahan atau kekurangannya. 3 Selain itu, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan hati manusia untuk ber-taqarrub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman alNahlawi seperti yang dikutip oleh Ramayulis, menyebutkan tugas pendidik sebagai berikut : (1) fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. (2) fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.4 Berangkat dari uraian diatas maka tanggung jawab pendidik sebagaimana disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’atNya, mendidik diri supaya beramal 2
Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : Rineka Cipta, 2005,
hlm. 36 3
Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Ciputat : PT. Ciputat Press. 2005, hlm. 44 4 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam , Jakarta : Penerbit Kalam Mulia, hlm. 63
13
saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar lebih tabah dalam menghadapi kesusahan beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sebatas tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap peserta didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan akan mempertanggung jawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah. Jadi, guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didiknya. Dengan demikian, tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa di masa yang akan datang. 2.
Kepribadian guru Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang
mereka miliki. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi suatu persoalan. Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan sadar.5 Zakiah Daradjat mengatakan bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi atau aspek kehidupan. Misalnya 5
Syaiful Bahri, loc cit
14
dalam tindakannya, ucapan, cara bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang ringan maupun yang berat. 6 Di samping itu, karena pekerjaan guru adalah pekerjaan professional maka untuk menjadi guru harus pula memenuhi persyaratan yang berat. Beberapa diantaranya ialah : 1. Harus memiliki bakat sebagai guru 2. Harus memiliki keahlian sebagai guru 3. Memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi 4. Memilik Mental Yang Kuat 5. Berbadan sehat 6. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas 7. Guru adalah manusia berjiwa pancasila 8. Guru adalah seorang warga negara yang baik7 Selain itu, Ahmat Tafsir dalam bukunya Ilmu pendidikan dalam Persfektif Islam menguti pendapat Soejono menyatakan bahwa syarat-syarat menjadi guru adalah sebagai berikut : 1. Tentang umur, harus sudah dewasa
6
Ibid, hlm. 40 Departemen Agama, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, Jakarta : Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2005, hlm.66 7
15
Di negara kita, seseorang dianggap dewasa sejak ia berumur 18 tahun atau dia sudah kawin. Menurut ilmu pendidikan adalah 21 tahun bagi lelaki dan 18 tahun bagi perempuan 2. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani. Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksanaan pendidikan, bahkan dapat membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular. 3. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli. Ini penting sekali bagi pendidik, termasuk guru. Orang tua di rumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori ilmu pendidikan. Dengan pngetahuannya itu diharapkan ia akan lebih berkemampuan menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah. Sering kali terjadi kelainan pada anak didik disebabkan oleh kesalahpahaman pendidikan di dalam rumah tangga. 4. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi. Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh yang baik bila ia sendiri tiak baik perangainya? Dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan dalam mendidik selain mengajar, dedikasi tinggi diperlukan juga dalam meningkatkan mutu mengajar.8
8
Ahmat Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1994, hlm. 80
16
B.
Penelitian Terdahulu Yang Relevan Manusia adalah bagian yang tidak terpisahkan dari alam jagat ini, yang harus
dikaji, dipahami dan dikenal rahasianya. Cara manusia mengkaji, memahami dan memikul tanggung jawab alam jagat ini adalah dengan ilmu pengetahuan yaitu, yang memungkinkan ia menunaikan risalahNya dalam kehidupan dan meyebarkan kebenaran, keadilan dan kebaikan. Ini tidak berlaku kalau kalau tidak ada hubungan baik antara manusia dengan alam jagat di mana dia hidup memahami rahasianya, mengeksploitasikan potensi-potensinya dan menggunakan perbendaharaan serta hasil-hasil yang di simpan Allah di situ.9 Zainuddin di dalam bukunya Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali mengemukakan bahwa Al-Ghazali mengatakan bahwasanya kemuliaan mengajar itu mempunyai dua segi kemanfaatan, yaitu : (1) bagi orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan itu sendiri akan semakin bertambah pengetahuan dan pengalamannya, sehingga dapat mengambil manfaatnya dan dan mengambil ilmu pengetahuan sebaikbaiknya.(2) bagi orang lain yang diberi ilmu pengetahuan, diajar dan dididik akan semakin bertambah pula pengetahuan dan pengalamannya. Sehingga dapat mengambil manfaat ilmu pengetahuan tersebut. Akan tetapi manfaat yang kedua ini lebih besar dan meluas manfaatnya. Karena bukan hanya bermanfaat untuk seorang pendidik atau pengajar, tapi untuk masyarakat dan umat manusia seluruhnya. 10
9 10
Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin jilid I, Semarang: CV. Asy Syifa, hlm.55 Zainuddin, op.cit, hlm. 52
17
Zainuddin di dalam bukunya Seluk Beluk Pendidikan dari al-Ghazali alGhazali mengemukakan syarat-syarat bagi seorang pendidik meliputi berbagai aspek, yaitu : (1) tabiat dan prilaku pendidik, (2) minat dan perhatian terhadap proses belajar mengajar, (3) kecakapan dan keterampilan mengajar, (3) sikap illmiah dan cinta terhadap kebenaran. Sedangkan buku yang berjudul Ilmu Pendidikan Islam oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir menjelaskan bahwa al-Ghazali berkesimpulan bahwa guru di sebut sebagai orang-orang besar ( great individuals ) yang aktivitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun. Selanjutnya, al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita segala zaman. Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal tersebut karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya mendekatkan diri kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan diri dalam peribadatan pada peserta didiknya, maka ia mengalami kegagalan dalm tugasnya, sekalipun peserta didiknya memiliki prestasi akademis uang luar biasa. Hal itu mengandung arti akan keterkaitan antara ilmu dan amal saleh. Inilah sekilas gambaran pemikiran al-Ghazali yang ditulis dalam buku pendidikan Islam dan karya-karya ilmiah.
18 BAB III METODE PENELITIAN
A.
Metode Penelitian. 1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu dimulainya penelitian ini adalah dimulai sejak dikeluarkannya surat keterangan penelitian dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau yaitu pada bulan Juni tanggal 01 2010 dan lokasi penelitian ini adalah Perpustakaan UIN Suska Riau Jl. Pekanbaru-Bangkinang KM.8 2. Subjek dan Objek Penelitian Adapun subjek dan objek yang menjadi pokok dalam penelitian ini adalah alGhazali dalam hal pemikiran beliau tentang guru. 3. Sumber Data Oleh karena penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan( library research), maka sumber data yang diperlukan berasal dari : a. Data Primer, yaitu data utama yang diperoleh dari pemikiran-pemikiran AlGhazali yang berkenaan dengan topic yang terdapat dalam buku Ihya al‘Ulumuddin jilid I . Kitab Ihya al-‘Ulumuddin ini terdiri dari 4 juz besar, inilah kitab yang penting di antara kitab-kitab beliau, karena berisi ajaran agama dan pendidikan sekaligus. Kitab ini mengandung pandangan ilmu kalam, fiqh, dan akhlak. Juz pertama mengkhususkan tentang keutamaan ilmu dan pengajarannya, lalu tentang sifat dan para ahli ilmu dan ulama dengan derajatnya yang tinggi dan keduduknya yang dimuliakan orang, di perkuat dengan firman-firman allah,
19 kesaksian para nabi, para utusan allah, dan qaul hukama (ahli filsafat), dan para ahli riset, serta para ahli piker yang terpercaya. Kemudian beliau menyebutkan berbagai ilmu pengetahuan. Juz kedua, beliau membahas tentang cara-cara mu’amalah antara manusia, juz ke tiga dan keempat dibahas tentang metode pembentukan akhlak yang terpuji dan penyembuhan akhlak yang telah mengalami kerusakan. 1 b. Data Skunder, merupakan data - data yang diperoleh dari beberapa literatur yang berbicara tentang al-Ghazali Dan buku-buku yang berbicara tentang
guru yang
bukan tulisan al-Ghazali. Contohnya : Tokoh-tokoh pembaharuan pendidikan dalam islam yang ditulis oleh Abuddin Nata, konsep kependidikan para filosof muslim yang ditulis oeh Busyairi madjidi, seluk beluk pendidikan dari al-Ghazali yang ditulis oleh Zainuddin, dan lain-lain. 4. Pengumpulan data Langkah yang ditempuh dalam mengumpulkan data untuk penelitian ini adalah : a. Menelusuri literatur yang ada di perpustakaan mengenai pemikiran al-Ghazali tentang guru baik berupa data primer dan data skunder b. Membaca dan menelaah buku-buku yang telah dikumpulkan, kemudian dicatat/dikutip dan diklasifikasikan sesuai dengan masalah penelitian sehingga menjadi suatu kerangka yang jelas dan mudah dipahami kemudian baru diberi penganalisaan dan disimpulkan
1
Ali Al-Jumblati dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi terj. M. Arifin, Perbandingan Pendidikan Islam, Penerbit: Rineka Cipta, 2007, hlm. 133
20 3. Analisis Data Setelah data terkumpul dan tersusun secara sistematis, kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan analytic sintesis, dalam melakukan analytic berarti penulis menggambarkan dan menguraikan pemikiran al-Ghazali tersebut tentang guru, kemudian melakukan Sintesis dengan memanfaatkan pendapat-pendapat para tokoh untuk diambil perbandingan, baik berkenaan dengan pandangan al-Ghazali maupun yang tidak berkaitan dengan al-Ghazali.
21 BAB IV PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG GURU
A. Riwayat hidup dan karya al-Ghazali 1. Riwayat hidup al-Ghazali Imam Al-Ghazali nama lengkapnya ialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad alGhazali. Ia lahir pada tahun 450 H bertepatan dengan 1059 M di Ghazaleh, suatu kota kecil yang terletak di Tus wilayah Khurasan dan wafat di Tabristan wilayah Propinsi Tus pada tanggal 14 Jumadil Akhir tahun 505 H bertepatan dengan 1 Desember 1111 M. 1 Ayahnya, Muhammad adalah seorang penenun dan mempunyai toko tenun di kampungnya. Karena penghasilannya yang kecil, maka ia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sungguhpun hidupnya sangat miskin, ayahnya itu seorang pecinta ilmu yang bercita-cita tinggi, ia selalu berdoa semoga Tuhan memberinya putra-putri yang berpengetahuan luas dan mempunyai ilmu yang banyak dan ia adalah seorang muslim yang saleh yang taat menjalankan agama. Tetapi sayang, ajalnya tidak dapat memberi kesempatan kepadanya untuk menyaksikan segala keinginan dan doanya tercapai. Ia meninggal waktu al-Ghazali dan saudaranya, Ahmad, masih kecil.2 Selagi masih kecil mereka dititipkan kepada seorang sufi, teman ayahnya agar bias didik. Karena ayahnya yang tidak berkecukupan dan karenanya harta warisan yang ditinggalkanya untuk kedua anaknya itu tidak banyak jumlahnya, maka tidak berapa lama penerima titpan yang sufi itu lalu menyerahkan mereka ke sebuah madrasah yang menyediakan biaya hidup bagi para
1 2
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm. 159 Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: PT raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 331
22 muridnya. Guru al-Ghazali yang utama di madrasah ini adalah Yusuf al-Nassaj, seorang sufi terkenal. Pada masa kecilnya, al-Ghazali juga belajar pada salah seorang faqih di kota kelahirannya, yaitu Ahmad bin Muhammad al-Razakani. Lalu dia pergi ke Jurjan dan belajar pada Imam Abu Nasr al-Isma’ili. Setelah itu ia kembali ke Tus dan terus pergi ke Nisapur. Di sini dia belajar pada salah seorang teolog aliran Asy’ariyah yang terkenal, Abu al-Ma’ali al-juwaini yang bergelar Imam al-Haramain. Tidak hanya ilmu agama yang dia pelajari di sini, tetapi juga filsafat sehingga dia diakui dapat mengimbangi keahlian gurunya yang dihormatinya itu. Dengan tidak ragu Imam al-haramain mengangkatnya sebagai dosen di berbagai fakultas pada Universitas Nizamiyah. Bahkan dia sering menggantikan gurunya di kala grunya berhalangan, baik untuk mewakilinya dalam memimpin maupun untuk menggantikannya dalam mengajar.3 Setelah gurunya, Imam al-Haramain meninggal (478 H/ 1085 M), al-Ghazali pindah ke Mu’askar dan menetap di sana selama kurang lebi lima tahun. Dikatakan, pindahnya al-Ghazali ke sana adalah atas permintaan Perdana Menteri Nizam al-Mulk yang sangat tertarik kepadanya. Dia minta untuk memberikan pengajian tetap sekali dua minggu dihadapan para pembesar dan para pakar, disamping kedudukannya sebagai penasihat Perdana Menteri. Dalam kesempatan alGhazali berada di Mu’askar, dia sering menghadiri pertemuan-pertemuan ilmiah yang diadakan di istana Perdana Menteri Nizam al-Mulk. Melalui pertemuan-pertemuan itulah, sepertinya alGhazali mulai muncul sebagai ulama yang berpengetahuan luas dan dalam, sehingga pada tahun 484 H/ 1091 M ia diangkat oleh Nizam al-Mulk menjadi Guru Besar di Universitas Nizamiyah Baghdad. Tetapi kedudukannya ini tidak lama dipegangnya, meskipun dari sana keharuman
3
Ibid.
23 namanyaa tersebar ke mana-mana melalui tulisan-tulisannya, bail dalam ilmu fiqh maupun melalui tulisan-tulisannya di bidang filsafat, teologi dan lain sebagainya. 4 Al-Ghazali meninjau kembali jalan hidup yang selama ini dilaluinya. Menurutnya, dia telah tenggelam dalam samudera godaan dan rintangan. Segala pekerjaannya, termasuk mengajar yang dipandang mulia, ditinjau sedalam-dalamnya. Jelas, katanya, dia sedang berada di jalan yag salah, dia perhatikan berbagai ilmu yang tidak bermanfaat untuk perajalanan ke akhirat. Tujuan dalam mendidik dan mengajar menurutnya , tidak sebenarnya ikhlas karena Allah, tetapi dicampuri oleh motivasi ingin kedudukan dan kemasyhuran. Dia, katanya, sedang berdiri di pinggir jurang yang curam, di atas tebing yang terjal dan hamper jatuh. Atau jelasnya, di nyaris jatuh ke dalam neraka dan akan segera tercampak kedalamnya jika tidak mau mengubah sikap. Setelah berfikir cukup lama, akhirnya timbullah keinginan dalam dirinya hendak meninggalkan kota Bagdad dengan segala kesenangannya namun kemudian urung karena masih ragu. Keinginan di waktu pagi untuk menuntut kebahagiaan abadi, katanya, menjadi lemah di petang harinya. Nafsu duniawi menarik hatinya kearah kedudukan dan kemasyhuran, namun iman berseru :” Bersiap-siaplah, umur hampir berakhir, padahal perjalanan sangat jauhnya, ilmu dan amalmu hanyalah sombong, jika tidak sekarang kapankah akan bersiap.”5 Hampir enam bulan ia terombang-ambing antara dunia dan akhirat. Akhirnya dia bertekad untuk meniggalkan Bagdad ibukota Irak. Harta benda habis dibagi-bagikan, kecuali sedikit untuk bekal di jalan dan biaya anak-anaknya yang masih kecil. Dia pergi ke tanah Syam, kota damaskus dengan niat hendak berkhalwat ( bersunyi diri ) di dalam Mesjid Jami’ di kota Damaskus itu. Pada akhir tahun 488 H/ 1095 M. Al-Ghazali memulai khalwatnya, menghindarkan diri dari segala hiruk pikuk manusia, mengasingkan diri di puncak menara mesjid
4 5
Ibid, hlm. 332 Ibid, hlm. 333
24 itu. Tidak kurang dari dua tahun al-Ghazali berkhalwat disitu. Karena tidak puas dengan berkhalwat di sana maka pada akhir tahun 490 H/1089 al-Ghazali pergi menuju Palestina mengunjungi Hebron dan Yerussalem. Dia berdoa di dalam mesjid Bait al-Maqdis, memohon kepada Tuhan supaya diberi petunjuk sebagai yang dianugerahkanNya kepada para nabi. Kemudian dia mengembara di padang sahara dan akhirnya menuju ke Cairo, Mesir yang merupakan pusat kedua bagi kemajuan dan kebesaran islam setelah kota Bagdad. 6 Ada niatnya hendaknya berangkat ke Maroko untuk memenuhi undangan muridnya, Muhammad Ibnu Tumart, tetapi kemudian niatnya itu dibatalkannya dengan alasan yang tidak ketahui. Akhirnya al-Ghazali memutr haluannya, dari Iskandariyah dia tidak berlayar ke Barat menuju Maroko, tetapi ke timur menuju ke tanah suci kota Mekkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji dan menziarahi makam rasulullah SAW. Demikian al-Ghazali berpetualang yang memakan waktu kurang lebih 10 tahun setelah meninggakan kota Bagdad. Pada tahun 499 H/ 1105 M. al-Ghazali pulang kembali ke Nishafur dan ditunjuk oleh Fakhru alMulk, putra Nizam al-Mulk untuk mengajar dan memimpin Universitas Nizamiyah di sana. Tetapi kedudukan ini tidak lama ditempatinya. Ia lalu kembali ke tempat kelahirannya, Tus, mengasuh dan mendirikan sebuah Khandaqah ( pesantren sufi).7 Setelah mengabdikan diri unutk ilmu pengetahuan, menulis dan mengajar, maka pada usia 55 tahun al-Ghazali meninggal dunia di kota kelahirannya, Tus, pada tanggal 14 Jumadil akhir 505 H/ 19 Desember 1111 M. dalam pangkuan saudaranya Ahmad al-Ghazali. Keistimewaan yang luar biasa dari al-Ghazali, bahwa dia adalah seorang pengarang yang sangat produktif. Karena demikian banyak keahlian yang secara prima dikuasai al-Ghazali, maka tidaklah mengherankan jika kemudian ia mendapat berbagai macam gelar yang mengharumkan
6 7
Ibid, hlm. 334 Ibid.
25 namanya, seperti gelar Hujjatul Islam ( Pembela Islam), Syaikh al-Sufiyyin ( Guru Besar dalam Tasawuf), dan Imam al-Murabin ( Pakar bidang pendidikan) Karya-karyanya cukup banyak jumlahnya, tetapi karya-karyanya yng bayak itu sebagian sudah tidak dijumpai lagi karena dibakar habis oleh penguasa-penguasa yang zalim ( di masa tartar-Mongol), di bunag ke laut oleh penguasa-penguasa di Andalusia, diterangkan oleh Syed Nawab Ali sebagai berikut: “ Dalam abad ke-13, ketika bangsa Mongol mengamuk banyak sekali perpustakaan yang dibakar dan dihancurkan oleh bangsa yang tidak percaya Tuhan itu. Bukut tafsir alGhazali yang terdiri dari 40 jilid ikut hilang bersama buku-buku yang lainnya. Perlu dicatat pula bahwa sebuah buku yang berjudul Sirru al-‘Alamin adalah karya al-Ghazali yang isinya menerangkan bagaimana kepala-kepala Negara supaya berhasil, rupanya tidak dijumpai lagi.”8
2. Karya-karya al-Ghazali Al-Ghazali adalah seorang ahli pikir Islam yang dalam ilmunya dan mempunyai nafas panjang dalam karangan-karanganya. Puluhan buku telah ditulisnya, meliputi berbagai lapangan ilmu pengetahuan, antara lain : Filsafat, Ilmu Kalam, Fiqh, Ushul Fiqh, Tafsir, tasawuf, Akhlak dan sebagainya.
1. Kelompok filsafat dan Ilmu Kalam, yang meliputi : 1. Maqashid al-falasifah ( Tujuan Para filosuf) 2. Tahafut al-Falasifah ( Kerancuan Para Filosuf ) 3. Al Iqtishod Fi al- I’tiqad ( Moderasi dalam Aqidah) 4. Al Munqidz min al-Dhalal ( Pembebas dari kesesatan)
8
Ibid, hlm. 335
26 5. Al Maqashidul Asna fi Ma’ani Asmillah Al-Husna ( Arti Nama-nama Tuhan Allah yang Hasan) 6. Faishalut Tafriqah bainal Islam waz Zindiqah ( Perbedaan antara Islam dan Zindiq) 7. Al Qishasul Mustaqim ( Jalan untuk Mengatasi Perselisihan Pendapat) 8. Al-Mustadhiri ( Penjelasan-Penjelasan) 9. Hujjatul Haq ( Argumen yang Benar) 10.Mufsilul Khilaf fi Ushuluddin ( Memisahkan Perselisihan dalam Ushuluddin) 11. Al Muntahal fi ‘llmil Jidal ( Tata cara dalam Ilmu Diskusi) 12. Al Madhnun bin ‘Ala Ghairi Ahlihi ( Persangkaan pada Bukan Ahlinya) 13. Mahkun Nadlar ( Metodologika) 14. Asraar ‘Ilmiddin ( Rahasia Ilmu Agama) 15. Al Arba’in fi Ushuluddin ( 40 Masalah Ushuluddin) 16. Iljamul Awwam ‘an ‘Ilmil Kalam ( Menghalangi Orang Awwam dari Ilmu Kalam) 17.Al Qulul Jamil Fir Raddi ala man Ghayaral Injil ( Kata yang Baik Untuk orang-orang yang mengubah Injil) 18. Mi’yaru ‘ilmi ( Timbangan Ilmu) 19. Al Intishar ( Rahasia-rahasia Alam) 20. Isbatun Nadlar ( Pemantapan logika) 2. Kelompok Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, yang meliputi : 1. Al Bastih ( Pembahasan yang mendalam) 2. Al Wasith ( Perantara) 3. Al Wajiz ( Surat-suraat wasiat) 4. Khulashatul Mukhthashar ( Intisari ringkasan karangan)
27 5. Al Mustasyfa ( Penyembuhan) 6. Al Mankhul ( Adat kebiasaan) 7. Syifakhul ‘Alil fi Qiyas wat Ta’lil ( Penyembuh yang baik dalam Kiyas dan Ta’lil) 8. Adz-Dzari’ah ila Makarimis Syari’ah ( Jalan kepada kemuliaan Syari’ah) 3. Kelompok Ilmu Akhlak dan Tasawuf, yang meliputi : 1. Ihya al-‘Ulumuddin ( Menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama) 2. Mizan al- ‘Amal ( Timbangan amal) 3. kimiyaus Sa’adah ( Kimia kebahagiaan) 4. Misykatul Anwar ( Relung-relung cahaya) 5. Minhaj al- ‘Abidin ( Pedoman beribadah) 6. Ad- Dararul Fakhirah fi Kasfi Ulumil Akhirah ( Mutiara penyingkap ilmu akhirat) 7. Al-‘Ainis fil Wahdah ( Lembut-lembut dalam kesatuan) 8. Al Qurbah Ilallahi Azza Wa Jalla ( Mendekatkan diri kepada Allah) 9. Akhlah Al-Abrar Wan Najat Minal-Asrar ( Akhlak yang luhur dan menyelamatkan dari keburukan ) 10.Bidayatul Hidayah ( Permulaan mencapai petunjuk) 11. Al-Mabadi wal-Ghayyah ( Permulaan dan tu 12. Talbis al-Iblis ( Tipu daya iblis) 13. Nashihat Al-Mulk ( Nasihat untuk raja-raja) 14. Al -‘Ulum Al Laduniyyah ( Ilmu-ilmu laduni) 15. Al-Risalah al Qudsiyah ( Risalah suci) 16. Al-Ma’khadz ( Tempat pengambilan) 17. Al-Amali ( Kemuliaan)
28 4. Kelompok Ilmu Tafsir yang meliputi : 1. Yaaquutut Ta’wil fi-Tafsirit Tanzil ( Metodologi Ta’wil di dalam tafsir yang diturunkan) : terdiri 40 jilid 2. Jawahir Al-Qur’an ( Rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an)9
B. PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG GURU
اﺳﺘﻔﺎدة ﺣﺎل اﳌﺎل إذاﺻﺎﺣﺐ اﻷﻣﻮال اﻗﺘﻨﺎء ﰱ ﻛﺤﺎﻟﻪ أﺣﻮال أرﺑﻌﺔ ﻋﻠﻤﻪ ﰱ ﻟﻺﻧﺴﺎن أن اﻋﻠﻢ ﻣﻨﺘﻔﻌﺎ ﻓﻴﻜﻮن ﻧﻔﺴﻪ ﻋﻠﻰ إﻧﻔﺎق وﺣﺎل اﻟﺴﺆال ﻋﻦ ﻏﻨﻴﺎ ﺑﻪ ﻓﻴﻜﻮن اﻛﺘﺒﻪ ﳌﺎ ادﺧﺎر وﺣﺎل ﻣﻜﺘﺒﺎ ﻓﻴﻜﻮن ﺣﺎل ﻓﻠﻪ اﳌﺎل ﻳﻘﺘﲎ ﻛﻤﺎ ﻳﻘﺘﲎ اﻟﻌﻢ ﻓﻜﺬﱂ أﺣﻮاﻟﻪ أﺷﺮف وﻫﻮ ﻣﺘﻔﻀﻼ ﺳﺨﻴﺎ ﺑﻪ ﻓﻴﻜﻮن ﻟﻐﲑﻩ ﺑﺬل وﺣﺎل وﺣﺎل ﺑﻪ واﻟﺘﻤﺘﻊ اﶈﺼﻞ ﰱ اﻟﺘﻔﻜﺮ وﻫﻮ اﺳﺘﺒﺼﺎر وﺣﺎل اﻟﺴﺆال ﻋﻦ ﻳﻌﲎ ﲢﺼﻴﻞ وﺣﺎل واﻛﺘﺴﺎب ﻛﻠﺐ ﻓﺎﻧﻪ اﻟﺴﻤﻮات ﻣﻠﻜﻮت ﰱ ﻋﻈﻴﻤﺎ ﻳﺪﻋﻰ اﻟﺬي ﻓﻬﻮ وﻋﻠﻢ وﻋﻤﻞ ﻋﻠﻢ ﻓﻤﻦ اﻷﺣﻮال أﺷﺮف وﻫﻮا ﺗﺒﺼﲑ ﺗﺴﻜﻮ اﻟﱵ واﻹﺑﺮة ﻳﻘﻄﻊ وﻻ ﻏﲑﻩ ﻳﺸﺤﺬ اﻟﺬي وﻛﺎﳌﺴﻚ ﻧﻔﺴﻬﺎ ﰱ ﻣﻀﻴﺌﺔ وﻫﻲ ﻟﻐﲑﻫﺎ ﺗﻀﺊ ﻛﺎﻟﺸﻤﺲ :ﻛﻤﺎﻗﻴﻞ ﲢﱰق وﻫﻲ ﻟﻐﲑﻫﺎ ﺗﻀﺊ اﳌﺼﺎﺑﺢ وذﺑﺎﻟﺔ ﻋﺎرﻳﺔ وﻫﻲ ﻏﲑﻫﺎ :اﻷوﱃ اﻟﻮﻇﻔﺔ .وﻇﺎﺋﻔﺔ اداﺑﺔ ﻓﻠﻴﺤﻔﻆ ﺟﺴﻴﻤﺎ وﺧﻄﺮا أﻣﺮاﻋﻈﻴﻤﺎ ﻓﻘﺪﺗﻘﻠﺪ ﺑﺎﻟﺘﻌﻠﻴﻢ اﺿﺘﻐﻞ وﻣﻬﻤﺎ اﻟﻮاﻟﺪ ﻣﺜﻞ ﻟﻜﻢ أﻧﺎ إﳕﺎ( وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻴﺔ اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ رﺳﻮل ﻗﺎل ﺑﻨﻴﻪ ﳎﺮ ﳚﺮﻳﻬﻢ وأن اﳌﺘﻌﻠﻤﲔ ﻋﻠﻰ اﻟﺸﻔﻘﺔ وﻟﺬﻟﻚ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻧﺎر ﻣﻦ وﻟﺪﳘﺎ اﻟﻮاﻟﺪﻳﻦ اﻧﻘﺎذ ﻣﻦ أﻫﻢ وﻫﻮ اﻻﺧﺮة ﻧﺎر ﻣﻦ إﻧﻘﺎذﻫﻢ ﺑﻘﺼﺪ ﺑﺄن )ﻟﻮﻟﺪﻩ Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara anggota IKAPI, 1991, hlm.
9
21
29
اﳊﻴﺎة ﺳﺒﺐ واﳌﻌﻠﻢ اﻟﻔﺎﻧﻴﺔ واﳊﻴﺎة اﳊﺎﺿﺮ اﻟﻮﺟﻮد ﺳﺒﺐ اﻟﻮاﻟﺪ ﻓﺎن اﻟﻮاﻟﺪﻳﻦ ﺣﻖ ﻣﻦ أﻋﻈﻢ اﳌﻌﻠﻢ ﺻﺎرﺣﻖ ﻟﻠﺤﻴﺎة اﳌﻔﻴﺪ ﻫﻮ اﳌﻌﻠﻢ وإﳕﺎ اﻟﺪاﺋﻢ اﳍﻼك إﱃ اﻷب ﺟﻬﺔ ﻣﻦ ﻣﺎﺣﺼﻞ ﻻﻧﺴﺎق اﳌﻌﻠﻢ وﻟﻮﻻ اﻟﺒﺎﻗﻴﺔ اﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﻓﺄﻣﺎ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻗﺼﺪ ﻋﻠﻰ ﻻ اﻻﺧﺮة ﻗﺼﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﺪﻧﻴﺎ أوﻋﻠﻮم اﻻﺧﺮة ﻋﻠﻮم ﻣﻌﻠﻢ أﻋﲎ اﻟﺪاﺋﻤﺔ اﻷﺧﺮوﻳﺔ وﻳﺘﻌﺎوﻧﻮا ﻳﺘﺤﺎﺑﻮا أن اﻟﻮاﺣﺪ اارﺟﻞ أﺑﻨﺎء ﺣﻖ أن وﻛﻤﺎ ﻣﻨﻪ ﺑﺎﷲ ﻧﻌﻮذ وإﻫﻼك ﻫﻼك ﻓﻬﻮ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻗﺼﺪ ﻋﻠﻰ ﻛﺎن إن ﻛﺬﻟﻚ إﻻ ﻳﻜﻮن وﻻ واﻟﺘﻮوادد اﻟﺘﺤﺎب اواﺣﺪ اﻟﺮﺟﻞ ﺗﻼﻣﺬة ﺣﻖ ﻓﻜﺬﻟﻚ ﻛﻠﻬﺎ اﳌﻘﺎﺻﺪ ﻋﻠﻰ اﻷﺧﺮة واﺑﻨﺎئ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻓﺎن اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻣﻘﺼﺪﻫﻢ ﻛﺎن إن واﻟﺘﺒﺎﻏﺾ اﻟﺘﺤﺎﺳﺪ إﻻ وﻻﻳﻜﻮن اﻻﺧﺮة ﻣﻘﺼﺪﻫﻢ اﻟﻄﺮﻳﻖ ﰱ واﻟﱰاﻓﻖ اﻟﻄﺮﻳﻖ ﻣﻨﺎزل وﺷﻬﻮرﻫﺎ وﺳﻨﻮﻩ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻣﻦ اﻟﻄﺮﻳﻖ إﻟﻴﻪ وﺳﺎﻟﻜﻮن ﺗﻌﺎﱃ اﻟﻪ إﱃ ﻣﺴﺎﻓﺮون ﻃﺮﻳﻘﺔ ﰱ واﻟﱰاﻓﻖ اﻷﻋﻠﻰ اﻟﻔﺮدوس إﱃ اﻟﺴﻔﺮ ﻓﻜﻴﻒ واﻟﺘﺤﺎب اﻟﺘﻮاد ﺳﺒﺐ اﻷﻣﺼﺎر إﱃ اﳌﺴﺎﻓﺮﻳﻦ ﺑﲔ ﻓﻠﺬﻟﻚ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﺳﻌﺪات ﰱ ﺳﻌﺔ وﻻ ﺗﻨﺎزع اﻻﺧﺮة أﺑﻨﺎء ﺑﲔ ﻳﻜﻮن ﻻ ﻓﻠﺬﻟﻚ اﻻﺧﺮة ﺳﻌﺎدة ﰱ وﻻﺿﻴﻖ اﻷﺧﻼء – ﺗﻌﺎﱃ ﻗﻮﻟﻪ ﻣﻮﺟﺐ ﺧﺎرﺟﻮﻧﻌﻦ ﺑﺎﻟﻌﻠﻮم ارﻳﺎﺳﺔ ﻃﻠﺐ اﱃ واﻟﻌﺪﻟﻮن اﻟﺘﺰاك ﺿﻴﻖ ﻋﻦ ﻻﻳﻨﻔﻚ ﻳﻄﻠﺐ ﻓﻼ وﺳﻼﻣﻪ ﻋﻠﻴﻪ اﻟﺸﺮع ﺑﺼﺎﺣﺐ ﻳﻘﺘﺪى أن :اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ اﻟﻮﻇﻴﻔﺔ .إﻻاﳌﺘﻘﲔ ﻋﻮ ﻟﺒﺾ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻳﻮﻣﺌﺬ وﻻﻳﺮى إﻟﻴﻪ ﻟﻠﺘﻘﺮب وﻃﻠﺒﺎ ﺗﻌﺎﱃ اﷲ ﻟﻮﺟﻪ ﻳﻌﻠﻢ ﺑﻞ وﻻﺷﻜﺮا ﺟﺰاء ﻳﻘﺼﺪﺑﻪ اوﻻ أﺟﺮاوﻻ اﻟﻌﻠﻢ إﻓﺎدة ﻋﻠﻰ اﷲ إﱃ ﺗﺘﻘﺮب ﻷن ﻣﻨﻔﻌﺔ ﻋﻠﻰ
ﻫﺬاﺑﻮا إذا ﳍﻢ اﻟﻔﻀﻞ ﻳﺮى ﺑﻞ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻻزﻣﺔ اﳌﻨﺔ ﻛﺎﻧﺖ وان ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻣﻨﺔ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﻓﻤﻨﻔﻌﺘﻚ زراﻋﺔ ﻟﻨﻔﺴﻚ ﻓﻴﻬﺎ ﻟﺘﺰرع اﻹرض ﻳﻌﲑك ﻛﺎﻟﺬى ﻓﻴﻬﺎ اﻟﻌﻠﻮم ﺑﺰراﻋﺔ ﺗﻌﺎﱃ
ﻻاﳌﺘﻌﻠﻢ وﻟﻮ ﺗﻌﻠﻰ ااﷲ ﻋﻨﺞ اﳌﺘﻌﻠﻢ ﺛﻮاب ﻣﻦ أﻛﺜﺮ اﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﰱ وﺛﻮاﺑﻚ ﻣﻨﻪ ﺗﻘﻠﺪﻩ ﻓﻜﻴﻒ اﻷرض ﺻﺎﺣﺐ ﻣﺎﻻ ﻋﻠﻴﻪ ﻻأﺳﺄﻟﻜﻢ وﻳﺎﻗﻮم – وﺟﻞ ﻋﺰ ﻗﺎل ﻛﻤﺎ ﺗﻌﺎﱃ اﷲ ﻣﻦ إﻻ اﻷﺟﺮ ﻓﻼﺗﻄﻠﺐ اﻟﺜﻮاب ﻫﺬا ﻣﺎﻧﻠﺖ
30
اﻟﻌﻠﻢ ﻋﻮ واﳌﺨﺪوم وﻣﻄﻴﺘﻬﺎ اﻟﻨﻔﺲ ﻣﺮﻛﺐ اﻟﺒﺪن ﺧﺎدم اﻟﺪﻧﻴﺎ وﻣﺎﰱ اﳌﺎل ﻓﺎن – اﷲ ﻋﻠﻰ إﻻ أﺟﺮى إن اﳌﺨﺪوم ﻓﺠﻌﻞ ﻟﻴﻨﻈﻔﻪ ﺑﻮﺟﻬﻪ ﻣﺪاﺳﺔ أﺳﻔﻞ ﻣﺴﺢ ﻛﻤﻦ ﻛﺎن اﳌﺎل ﺑﺎﻟﻌﻠﻢ ﻃﻠﺐ ﻓﻤﻦ اﻟﻨﻔﺲ ﺷﺮف إذﺑﻪ اﻷﻛﱪ اﻟﻌﺮض ﰱ ﻳﻘﻮم اﻟﺬي ﻫﻮ وﻣﺜﻠﻪ اﻟﺮأس أم ﻋﻠﻰ اﻻﻧﺘﻜﺎس ﻫﻮ وذﻟﻚ وذﻟﻚ ﳐﺪوﻣﺎ واﳋﺎدم ﺧﺎدﻣﻪ إﱃ اﻟﺪﻳﻦ أﻣﺮ اﻧﺘﻬﻰ ﻓﺎﻧﻈﺮﻛﻴﻒ ﻟﻠﻤﻌﻠﻢ واﳌﻨﺔ ﻓﺎﻟﻔﻀﻞ
وﻋﻠﻰ
رءوﺳﻬﻢ ﻛﲕ ﻧﺎ
ﻣﻊ
وﰱ ﻓﻴﻬﻤﺎ واﻟﺘﺪرﻳﺲ واﻟﻜﻼم اﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻢ ﻣﻦ ﻓﻴﻪ ﲟﺎﻫﻢ ﺗﻌﺎﱃ اﷲ إﱃ اﻟﺘﻘﺮب ﻣﻘﺼﻮدﻫﻢ أن ﻳﺰﻋﻤﻮن ﻗﻮم وﻟﻮ اﳉﺮاﻳﺎت ﺳﺘﻄﻼق ﻻ اﻟﺴﻼﻃﲔ ﺧﺪﻣﺔ ﰱ اﻟﺬل أﺿﺎف وﻳﺘﺤﻤﻠﻮن واﳉﺎء اﳌﺎل ﻳﺒﺬﻟﻮن
ﻏﲑﳘﺎ
وﻳﻌﺎدي ﻟﻴﻪ وﻳﻨﺼﺮو ﻧﺎﺋﻴﺔ ﻛﻞ ﰱ ﻟﻪ ﻳﻘﻮم أن اﳌﺘﻌﻠﻢ ﻣﻦ اﳌﻌﻠﻢ ﻳﺘﻮﻗﻊ ﻫﻢ إﻟﻴﻬﻢ ﳜﻠﻒ وﱂ ﻟﱰﻛﻮا ذﻟﻚ ﺗﺮﻛﻮا وﺻﺎرﻣﻦ ﻋﻠﻴﻪ ﺛﺎر ﺣﻘﻪ ﰱ ﻗﺼﺮ ﻓﺎن أوﻛﺎرﻩ ﰱ ﻳﺪﻳﻪ وﻣﺴﺨﺮاﺑﲔ ﺣﺎﺟﺎﺋﻪ ﰱ ﻟﻪ ﺟﻬﺎر وﻳﻨﺘﻬﺾ ﻋﺠﻮﻩ ﻣﻦ ﻏﺮﺿﻰ ﻳﻘﻮل أن ﻣﻦ ﻳﺴﺘﺤﻲ ﻻ ﰒ
ﻧﻔﺮح ﰒ اﳌﻨﺰﻟﺔ
ﻟﻨﻔﺴﻪ ﻳﺮﺿﻰ ﺑﻌﺎﱂ ﻓﺄﺧﺲ أﻋﺪاﺋﻪ أﻋﺪى
.اﻻﻏﱰارات ﺿﺮوب ﺗﺮى ﺣﻖ اﻷﻣﺎرات إﱃ ﻓﺎﻧﻈﺮ ﻟﺪﻳﻨﻪ وﻧﺼﺮة ﺗﻌﺎﱃ اﷲ إﱃ ﺗﻘﺮﺑﺎ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﺸﺮ ااﻟﺘﺪرﻳﺲ اﺳﺘﺤﻘﺎﻗﻬﺎ ﻗﺒﻞ ﻟﺮﺗﺒﻪ اﻟﺘﺼﺪى ﻣﻦ ﳝﻨﻌﻪ ﺑﺄن وذﻟﻚ ﺷﻴﺌﺎ اﳌﺘﻌﻠﻢ ﻧﺼﺢ ﻣﻦ ﻳﺪع ﻻ أن :اﻟﺜﺎﻟﺜﺔ اﻟﻮﻇﻴﻔﺔ ﺗﻌﺎﱃ اﷲ إﱃ اﻟﻘﺮب اﻟﻌﻠﻮم ﺑﻄﻠﺐ اﻟﻐﺮض أن ﻋﻠﻰ ﻳﻨﺒﻬﻪ ﰒ اﳉﻠﻰ ﻣﻦ اﻟﻘﺮاغ ﻗﺒﻞ ﺧﻔﻰ ﺑﻌﻠﻢ واﻟﺘﺸﺎﻏﻞ ﻫﻮ ﻛﺎن ﻓﺎن ﻣﺎﻳﻄﻠﺒﻪ ﻓﻠﻴﺲ ﻣﺎﳝﻜﻦ ﺑﺄﻗﺼﻰ ﻧﻔﺴﻪ ى ذﻟﻚ ﺗﻘﺒﻴﺢ وﻳﻘﺪم واﳌﻨﺎﻓﺴﺔ واﳌﺒﺎﻫﺎة ااﻟﺮﻳﺎﺳﺔ دون ﻫﺬﻩ ﻓﺎن ذﻟﻚ ﻣﻦ ﻓﻴﻤﻨﻌﻪ واﻷﺣﻜﺎم اﳋﺼﻮﻣﺎت ﰱ واﻟﻔﺘﺎوى اﻟﻜﻼم ﰱ واﳉﺪل اﻟﻔﻘﻪ ﰱ اﳋﻼف ﻋﻠﻢ إﻻﷲ ﻳﻜﻮن أن اﻟﻌﻠﻢ ﻓﺄﰉ اﷲ ﻟﻐﲑ اﻟﻌﻠﻢ ﺗﻌﻠﻤﻨﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﻗﻴﻞ اﻟﱴ اﻟﻌﻠﻮم وﻻﻣﻦ اﻻﺧﺮة ﻋﻠﻮم ﻣﻦ ﻟﻴﺴﺖ اﻟﻌﻠﻮم اﻟﻨﻔﺲ أﺧﻼق ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻻﺧﺮة ﻋﻠﻢ ﻣﻦ ﺑﻪ ﻳﺸﺘﻐﻠﻮن اﻷوﻟﻮن وﻣﺎﻛﺎن اﳊﺪﻳﺚ وﻋﻠﻢ اﻟﺘﻔﺴﲑ ﻋﻠﻢ ذﻟﻚ وإﳕﺎ
31
واﻻﺳﺘﺘﺒﺎع اﻟﻮﻋﻆ ﰱ ﻃﻤﻌﺎ ﻳﺜﻤﺮﻟﻪ ﻓﺎﻧﻪ ﻳﱰﻛﻪ أن ﻓﻼﺑﺄس اﻟﺪﻧﻴﺎ وﻗﺼﺪﺑﻪ اﻟﻄﻼب ﺗﻌﻠﻤﻪ ﻓﺎذا
وﻛﻴﻔﻴﺔ
وذﻟﻚ ﻟﻼﺧﺮة اﳌﻌﻈﻤﺔ ﻟﻠﺪﻧﻴﺎ اﳌﺮﻗﺔ ﺗﻌﺎﱃ اﷲ ﻣﻦ اﳌﺨﻮﻓﺔ اﻟﻌﻠﺰم اذﻓﻴﻪ أواﺧﺮﻩ اﻷﻣﺮ أﺛﻨﺎء ﰱ ﻗﺪﻳﺘﻨﺒﻪ وﻟﻜﻦ اﳊﺐ ﳎﺮى واﳉﺎﻩ اﻟﻘﺒﻮل ﺣﺐ وﳚﺮى ﻏﲑﻩ ﺑﻪ ﲟﺎﻳﻌﻆ ﻳﺘﻌﻆ ﺣﻖ اﻻﺧﺮة ﰱ اﻟﺼﻮاب إﱃ ﻳﺆدى أن ﻳﻮﺷﻚ إﱃ
اﳋﻠﻖ ﻟﻴﺼﻞ اﻟﺸﻬﻮة إذﺟﻌﻞ ﺑﻌﺒﺎدﻩ ذﻟﻚ اﷲ ﻓﻌﻞ وﻗﺪ اﻟﻄﲑ ﺑﻪ ﻟﻴﻘﺘﻨﺾ اﻟﻔﺦ ﺣﻮاﱃ ﻳﻨﺜﺮ اﻟﺬى
اﳋﻼﻓﻴﺎت ﻓﺄﻣﺎ اﻟﻌﻠﻮم ﻫﺬﻩ ﰱ ﻣﺘﻮﻗﻊ وﻫﺬا اﻟﻌﻠﻮم ﺳﺒﺒﺎﻹﺣﻴﺎء ﻟﻴﻜﻮن اﳉﺎﻩ أﻳﻀﺎﺣﺐ وﺧﻠﻖ اﻟﻨﺴﻞ ﺑﻘﺎء ﰱ إﻻﻗﺴﻮة ﻏﲑﻫﺎ ﻋﻦ اﻻﻋﺮاض ﻣﻊ ﳍﺎ اﻟﺘﺠﺮد ﻓﻼﻳﺰﻳﺪ اﻟﻐﺮﻳﺒﺔ اﻟﺘﻔﺎرﻳﻊ وﻣﻌﺮﻓﺔ اﻟﻜﻼم وﳎﺎدﻻت اﶈﻀﺔ ﻏﲑﻩ ﺑﻪ أوﻣﺰج ﺑﺮﲪﺘﻪ ﺗﻌﺎﱃ ااﻟﻪ ﺗﺪارﻛﻪ ﻣﻦ إﻻ ﻟﻠﺠﺎﻩ وﻃﻠﺒﺎ اﻟﻀﻼل ﰱ وﲤﺎدﻳﺎ ﺗﻌﺎﱃ اﷲ ﻋﻦ وﻏﻔﻠﺔ اﻟﻘﻠﺐ ﰱ ذﻟﻚ ﲢﻘﻴﻖ ﻟﺘﺸﺎﻫﺪ واﺳﺘﺒﺼﺮ واﻋﺘﱪ ﻓﺎﻧﻈﺮ واﳌﺸﺎﻫﺬة ﻛﺎﻟﺘﺠﺮﺑﺔ ﻫﺬا ﻋﻠﻰ وﻻﺑﺮﻫﺎن اﻟﺪﻳﻨﻴﺔ اﻟﻌﻠﻮم ﻣﻦ ﻣﺘﺠﺮ ﺻﺮﻧﺎ ﻓﻘﺎل ﻣﺎﻟﻚ ﻟﻪ ﻓﻘﻴﻞ ﺣﺰﻳﻨﺎ اﷲ رﲪﻪ اﻟﺜﻮرى ﺳﻔﻴﺎن وﻗﺪرؤى .اﳌﺴﺘﻌﺎن واﷲ واﻟﺒﻼد اﻟﻌﺒﺎد ﻣﻦ وﻫﻲ :اﻟﺮاﺑﻌﺔ اﻟﻮﻇﻴﻔﺔ .ﻣﺎﻧﺎ أوﻗﻬﺮ ﻋﺎﻣﻼ أو ﻗﺎﺿﻴﺎ ﺟﻌﻞ ﺗﻌﻠﻢ إذا ﺣﱴ أﺣﺪﻫﻢ ﻳﻠﺰﻣﻨﺎ اﻟﺪﻧﻴﺎ اﻷﺑﻨﺎء وﺑﻄﺮﻳﻖ ﻳﺼﺮح وﻻ أﻣﻜﻦ ﻣﺎ اﻟﺘﻌﺮﻳﺾ ﺑﻄﺮﻳﻖ اﻷﻗﺨﻼق ﺳﻮئ ﻋﻦ اﳌﺘﻌﻠﻢ ﻳﻨﺰر أن اﻟﺘﻌﻠﻴﻢ ﺻﻨﺎﻋﺔ دﻗﺎﺋﻖ وﻳﻬﻴﺞ ﺑﺎﳋﻼق اﳍﺠﻮم ﻋﻠﻰ اﳉﺮأة وﻳﻮرث اﳍﻴﺌﺔ ﺣﺠﺎب ﻳﻬﺘﻚ اﻟﺘﺼﺮﻳﺢ ﻓﺎن اﻟﺘﻮﺑﻴﺦ ﺑﻄﺮﻳﻖ ﻻ اﻟﺮﲪﺔ اﻟﺒﻌﺮاﻟﻔﺘﻮﻩ ﻓﺖ ﻋﻦ اﻟﻨﺎس ﻣﻨﻊ ﻟﻮ ﻣﻌﻠﻢ ﻛﻞ ﻣﺮﺷﺪ وﻫﻮ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻴﻪ اﷲ ﺻﻠﻰ إذاﻗﺎل اﻻﺻﺮار ﻋﻠﻰ اﳊﺮس ﻓﻤﺎذﻛﺮت ﻋﻨﻪ
اﻟﺴﻼم ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ وﺣﻮاء ادم ﻗﺼﺔ ﻫﺬا ﻋﻠﻰ وﻳﻘﺒﻬﻚ ﺷﺊ وﻓﻴﻪ إﻻ ﻋﻨﻪ
واﻷذان اﻟﻔﺎﺿﻠﻪ اﻟﻨﻔﻮس ﳝﻴﻞ أﻳﻀﺎ اﻟﺘﻌﺮﻳﺾ وﻷن اﻟﻌﱪة ﺳﺒﻴﻞ ﻋﻠﻰ
وﻗﺎﻟﻮا
ﻟﺘﻘﻨﺒﻪ ﺑﻞ ﲰﺮا ﻟﺘﻜﻮن ﻣﻌﻚ اﻟﻘﺼﺔ
ﻋﻦ ﻻﻳﻌﺰب ﳑﺎ ذﻟﻚ أن ﻟﻴﻌﻠﻢ ﺑﻪ اﻟﻌﻠﻢ ﰱ رﻏﺒﺔ ﳌﻌﻨﺎﻩ اﻟﺘﻔﻄﻦ ﻓﺮح ﻓﻴﻔﻴﺪ ﻣﻌﺎﻧﻴﻪ اﺳﺘﻨﺒﺎط إﱃ اﻟﺬﻛﻴﺔ
32
وراءﻩ اﻟﱴ اﻟﻌﻠﻮم اﳌﺘﻌﻠﻢ ﻧﻔﺲ ﰱ ﻳﻘﺒﺢ ﻻ أن ﻳﻨﺒﻐﻲ اﻟﻌﻠﻮم ﺑﺒﻌﺾ اﳌﺘﻜﻔﻞ أن :اﳋﺎﻣﺴﺔ اﻟﻮﻇﻴﻔﺔ .ﻓﻄﻨﺘﻪ ﻧﻘﻞ ذﻟﻚ وأن واﻟﺘﻔﺴﲑ اﳊﺪﻳﺚ ﻋﻠﻢ ﺗﻘﺒﻴﺢ ﻋﺎدﺗﻪ اﻟﻔﻘﻪ وﻣﻌﻠﻢ اﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻢ ﺗﻘﺒﻴﺢ ﻋﺎدﺗﻪ إذ اﻟﻠﻐﺔ ﻛﻤﻌﻠﻢ وﻫﻮ ﻓﺮوع ذﻟﻚ وﻳﻘﻮل اﻟﻔﻘﻪ ﻋﻦ ﻳﻨﻔﺮ اﻟﻜﻼم وﻣﻌﻠﻢ ﻓﻴﻪ ﻟﻠﻌﻘﻞ ﻧﻈﺮ وﻻ اﻟﻌﺠﺎﺋﺰ ﺷﺄن وﻫﻮ وﲰﺎع ﳏﺾ أن ﻳﻨﺒﻐﻲ ﻟﻠﻤﻌﻠﻤﲔ ﻣﺬﻣﻮﻣﺔ أﺧﻼق ﻓﻬﺬﻩ اﻟﺮﲪﻦ ﺻﻔﺔ ﰱ اﻟﻜﻼم ﻣﻦ ذﻟﻚ ﻓﺄﻳﻦ اﻟﻨﺴﻮان ﺣﻴﺾ ﰱ ﻛﻼم ﺑﻌﻠﻮم ﻣﺘﻜﻔﻼ ﻛﺎن وإن ﻏﲑﻩ ﰱ اﻟﺘﻌﻠﻢ ﻃﺮﻳﻖ اﳌﺘﻌﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﻳﻮﺳﻊ أن ﻳﻨﺒﻐﻲ واﺟﺪ ﺑﻌﻠﻢ اﳌﺘﻜﻔﻞ ﺑﻞ ﲡﺘﻨﺐ ﻋﻠﻰ ﺑﺎﳌﺘﻌﻠﻢ ﻳﻘﺘﺼﺮ أن :اﻟﺴﺎدﺳﺔ اﻟﻮﻇﻴﻔﺔ .رﺑﺘﺔ إﱃ رﺗﺒﺔ ﻣﻦ اﳌﺘﻌﻠﻢ ﺗﺮﻗﻴﺔ ﰱ اﻟﺘﺪرﻳﺞ ﻳﺮاﻋﻰ أن ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ اﷲ ﺻﻠﻰ اﻟﺒﺸﺮ ﺑﺴﻴﺪ ذﻟﻚ ﰱ اﻗﺘﺪاء ﻋﻘﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﳜﻴﻂ أو ﻓﻴﻨﻔﺮخ ﻋﻘﻠﻪ ﻳﺒﻠﻐﻪ ﻻ ﻣﺎ إﻟﻴﻪ ﻳﻠﻘﻲ ﻓﻼ ﻗﺪرﻓﻬﻤﻪ )ﻋﻘﻮﳍﻢ ﻗﺪر ﻋﻠﻰ وﺗﻜﻠﻤﻬﻢ ﻣﻨﺎزﳍﻢ اﻟﻨﺎس ﻧﻨﺰل أن أﻣﺮﻧﺎ اﻷﻧﺒﺎء ﻣﻌﺎﺷﺮ ﳓﻦ( ﻗﺎل ﺣﻴﺚ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻴﻪ ﻻﺗﺒﻠﻔﻪ ﻗﻮﻣﺎﲝﺪﻳﺚ أﺣﺪﻳﺚ ﻣﺎ( وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻴﻪ اﷲ ﺻﻠﻰ ﺑﻔﻬﻤﻬﺎوﻗﺎل ﻳﺴﺘﻘﻞ أﻧﻪ ﻋﻠﻢ إذا اﳊﻘﻴﻘﺔ إﻟﻴﻪ ﻓﻠﻴﺒﺚ ﻟﻮ ﲪﺔ ﻟﻌﻠﻮﻣﺎ ﻫﻬﻨﺎ إن ﺻﺪرﻩ إﱃ وأﺷﺎر ﻋﻨﻪ اﷲ رﺿﻰ ﻋﻠﻰ وﻗﺎل )ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻓﺘﻨﺔ ﻛﺎن إﻻ ﻋﻘﻮﳍﻢ ﻣﺎ ﻛﻞ اﻟﻌﺎﱂ ﻳﺘﺸﻰ أن ﻳﻨﺒﻐﻰ ﻓﻼ اﻷﺳﺮار ﻗﺒﻮر اﻷﺑﺮار ﻓﻘﻠﻮب ﻋﻨﻪ اﷲ رﺿﻰ وﺻﺪق ﲪﻠﻪ ﳍﺎ وﺟﺪت ﻋﻴﺲ وﻗﺎل ﻳﻔﻬﻤﻪ ﻻ ﻓﻴﻤﺎ ﻓﻜﻴﻒ ﺑﻪ أﻫﻼﻟﻼﻧﺘﻔﺎع ﻳﻜﻦ وﱂ اﳌﺘﻌﻠﻢ ﻳﻔﻬﻤﻪ ﻛﺎن إذا ﻫﺬا أﺣﺪ ﻛﻞ إﱃ ﻳﻌﻠﻢ ﺷﺮﻣﻦ ﻓﻬﻮ ﻛﺮﻫﻬﺎ اﳉﻮﻫﺮوﻣﻦ ﻣﻦ ﺧﲑ اﳊﻜﻤﺔ ﻓﺎن اﳋﻨﺎزﻳﺮ أﻋﻨﺎق ﰱ اﳉﻮاﻫﺮ ﻻﺗﻌﻠﻘﻮا اﻟﺴﻼم ﻋﻠﻴﻪ وﻗﻊ وإﻻ ﺑﻚ وﻳﻨﺘﻔﻊ ﻣﻨﻪ ﺗﺴﻠﻢ ﺣﱴ ﻓﻬﻤﻪ ﲟﻴﺰان ﻟﻪ وزن ﻋﻘﻠﻪ ﲟﻌﻴﺎر ﻋﺒﺪ ﻟﻜﻞ ﻛﻞ ﻗﻴﻞ وﻟﺬﻟﻚ اﳋﻨﺎزﻳﺮ ﺻﻠﻰ اﷲ رﺳﻮل أﻣﺎﲰﻌﺖ اﻟﺴﺎﺋﻞ ﻓﻘﺎل ﳚﺐ ﻓﻠﻢ ﺷﺊ ﻋﻦ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﺑﻌﺾ وﺳﺌﻞ .اﳌﻴﻌﺎر ﻟﺘﻘﺎوت اﻟﻨﻜﺎر ).ﻧﺎر ﻣﻦ ﺑﻠﺠﻢ ﻣﻠﺠﻤﺎ اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺟﺎءﻳﺔم ﻋﻠﻤﺎﻧﺎﻓﻌﺎ ﻛﺘﻢ ﻣﻦ( ﻗﺎل وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻴﻪ اﷲ
33
وراء أن وﻻﻳﺬﻛﺮﻟﻪ ﺑﻪ اﻟﻼﺋﻖ اﳉﻠﻰ إﻟﻴﻪ ﻳﻠﻘﻰ أن ﻳﻨﺒﻐﻰ اﻟﻘﺎﺻﺮ اﳌﺘﻌﻠﻢ إن :اﻟﺴﺎﺑﻌﺔ اﻟﻮﻇﻴﻔﺔ إذ ﻋﻨﻪ ﺑﻪ اﻟﺒﺨﻞ إﻟﻴﻪ وﻳﻮﻫﻢ ﻗﻠﺒﻪ ﻋﻠﻴﻪ وﻳﺸﻮش اﳉﻠﻰ ﰱ رﻏﺒﺘﻪ ﻳﻔﱰ ذﻟﻚ ﻓﺎن ﻋﻨﻪ وﻫﻮﻳﺪﺧﺮخ ﻫﺬاﺗﺪﻗﻴﻘﺎ ﻋﻘﻠﻪ ﻛﻤﺎل ﰱ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ اﷲ ﻋﻦ راض وﻫﻮ إﻻ أﺣﺪ ﻣﻦ ﻓﻤﺎ دﻗﻴﻖ ﻋﻠﻢ ﻟﻜﻞ أﻫﻞ أﻧﻪ أﺣﺪ ﻛﻞ ﻳﻈﻦ ﺑﻘﻴﺪ اﻟﻌﻮام ﻣﻦ ﺗﻘﻴﺪ ﻣﻦ أن ﻳﻌﻠﻢ
ﻋﻘﻠﻪ ﺑﻜﻤﺎل أﻓﺮﺣﻬﻢ ﻫﻮ ﻋﻘﻼ ﻋﻘﻼ وأﺿﻌﻔﻬﻢ ﲪﺎﻗﺔ وأﺷﺪﻫﻢ
ﺳﺮﻳﺮﺗﻪ ذﻟﻚ ﻣﻊ وﺣﺴﻦ ﺗﺄوﻳﻞ ﻓﲑ وﻣﻦ ﺗﺸﺒﻴﻪ ﻏﲑ ﻣﻦ اﻟﺴﻠﻒ ﻋﻦ اﳌﺄﺛﻮرة اﻟﻌﻘﺎﺋﺪ ﻧﻔﺴﻪ ﰱ ورﺳﺦ اﻟﺸﺮع ذﻛﺮﻟﻪ ﻟﻮ ﻓﺎﻧﻪ وﺣﺮﻓﺘﻪ ﳜﻠﻰ ان ﻳﻨﺒﻐﻲ ﺑﻞ اﻋﺘﻘﺎدﻩ ﻋﻠﻴﻪ ﻳﺸﻮش أن ﻓﻼﻳﻨﺒﻐﻰ ذﻟﻚ ﻣﻦ أﻛﺜﺮ ﻋﻘﻠﻪ ﳛﺘﻤﻞ وﱂ وﺑﲔ ﺑﻴﻨﻪ اﻟﺬى اﻟﺴﺪ ﻋﻨﻪ ﻓﲑﺗﻔﻊ اﳋﻮاص ﺑﻘﻴﺪﻩ ﻗﻴﺪﻩ ﻳﺘﻴﺴﺮ وﱂ اﻟﻌﻮام ﻗﻴﺞ ﻋﻨﻪ اﳓﻞ اﻟﻈﺎﻫﺮ ﺗﺄوﻳﻼت اﻟﻌﻠﻮم ﺣﻘﺎﺋﻖ ﰱ اﻟﻌﻮام ﻣﻊ ﳜﺎض أن ﻻﻳﻨﺒﻐﻲ ﺑﻞ وﻏﲑﻩ ﻧﻔﺴﻪ ﻳﻬﻠﻚ ﺷﻴﻄﺎﻧﺎﻣﺮﻳﺪا وﻳﻨﻘﻠﺐ اﳌﻌﺎﺻﻰ ﻣﻦ
وﳝﻸ ﺑﺼﺪدﻫﺎ ﻫﻢ اﻟﱴ اﻟﺼﻨﺎﻋﺎت ﰱ اﻷﻣﺎﻧﺔ اﻟﻌﺒﺎدات ﺗﻌﻠﻴﻢ ﻋﻠﻰ ﻳﻘﺘﺼﺮﻣﻌﻬﻢ ﺑﻞ اﻟﺪﻗﻴﻘﺔ ﺻﻨﺎع ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻳﻌﻄﻞ ﻓﺎﻧﻪ اﻟﺒﺤﺚ ﺑﺎب ﻟﻠﻌﻮام ﻳﻔﺘﻪ اﻟﻘﺮأن ﺑﻪ ﻧﻄﻖ ﻛﻤﺎ واﻟﻨﺎر اﳉﻨﺔ ﰱ واﻟﺮﻫﺒﺔ ارﻏﺒﺔ .اﳋﻮاص ﻋﻴﺶ ودوام اﳋﻠﻖ ﻗﻮام
اﻟﱴ
Imam al-Ghazali mengumpamakan pencari ilmu dengan pencari harta, menurut alGhazali bahwa manusia dalam mencari ilmu itu terdapat empat keadaan seperti keadaan manusia dalam mengumpulkan harta benda, yaitu : (1) orang yang kaya dan menghasilkan barang-barang, (2) ia menyimpan produksi dan tidak meminta-minta bantuan orang lain, (3) ia membiayai dan membelanjai diri sendiri dan cukup puas dengan kekayaannya, (4) ia membelanjakan sebahagian
34 kekayaannya untuk orang lain sehingga menjadi pemurah dan dermawan , tentu saja kelompok manusia yang terakhir inilah yang terbaik, dan itulah seutama-utama keadaannya.10 Seperti itu pulalah ilmu. Ia dapat didapatkan seperti kita memperoleh harta. Ada empat keadaan dalam hubungannya dengan ilmu : (1) keadaan mencari ilmu, (2) keadaan setelah memperoleh ilmu, (3) keadaan dimana seseorang menikmati raihannya, (4) keadaan di mana seseorang bisa menyebarkan ilmunya kepada orang lain.dan keadaan terakhir inilah yang terbaik, dan itulah seutama-utama keadaan. Barangsiapa mengetahui, mengamalkan dan mengajar maka dialah orang yang disebut sebagai orang besar kerajaan langit. Manusia demikian dapat diibaratkan seperti matahari yang menyinari diri sendiri dan memberikan sinrnya kepada benda lain. Orang yang seperti itu laksana minyak kesturi, ia sendiri harum dan menebarkan keharuman kepada yang lain. Orang yang yang mengajarkan ilmu kepada orang lain namun tidak mengamalkannya adalah seperti buku yang memberi faidah kepada lainnya padahal ia sendiri kosong dari ilmu, ibarat batu asah yang menajamkan pisau tetapi ia sendiri tidak mampu memotong apapun. Atau, ibarat jarum yang tetap telanjang meskipun ia dapat menjahit pakaian bagi manusia. Dan seperti sumbu lampu yang memberikan cahaya bagi benda lain tetapi ia sendiri terbakar. 11 Betapapun ia sibuk mengajar dan ia telah menyandang urusan besar dan bahaya besar maka peliharalah tugas-tugasnya, al-Ghazali dalam kajian tentang guru telah menguraikan tugas dan tanggungjawab guru serta kepribadian guru, yaitu :
1. Tugas dan Tanggung Jawab Guru
10 11
Al-Ghazali, Ihya al-‘Ulumuddiin, Semarang: Karya Thoha Putra,t.th, hlm. 55 Ibid
35 a. Belas kasih kepada peserta didik dan memperlakukannya seperti anaknya sendiri . Seorang guru seharusnya menjadi pengganti dan wakil kedua orang tua anak didiknya, yaitu mencintai anak didiknya seperti memikirkan keadaan anaknya. Jadi hubungan psikologis antara guru dan anak didiknya, seperti hubungan naluriah antara kedua orang tua dengan anaknya sehingga hubungan timbal balik yang harmonis tersebut akan berpengaruh positif ke dalam proses pendidikan dan pengajaran. Sebagaimana Rasullah SAW bersabda, yang artinya :
اﻟﻮاﻟﺪﻟﻮﻟﺪه ﻣﺜﻞ اﻧﺎﻟﻜﻢ اﻧﻤﺎ Artinya: “ Sesungguhnya saya bagimu adalah seperti orang tua kepada anaknya”.
Seorang guru mempunyai niat dan tujuan melindungi para muridnya dari api neraka. Sementara orang tua menyelamatkan anak-anaknya dari api kesengsaraan di dunia ini, guru seharusnya berusaha menyelamatkan siswa-siswi atau murid-muridnya dari siksa api neraka. Tugas guru lebih berat dari tugas orang tua. Seorang ayah adalah sebab langsung dari kehidupan temporer ini, tetapi seorang guru adalah sebab kehidupan kekal kelak. Guru yang saya maksudkan di sini adalah guru ilmu-ilmu tentang akhirat (ukhrawi) atau ilmu-ilmu tentang dunia (duniawi) tetapi dengan tujuan akhirat. Seorang guru dinilai membinasakan diri sendiri dan juga murid-muridnya jika ia mengajar demi dunia ini, maka itu kebinasaan dan membinasakan. Kita mohon perlindungan Allah dari padanya.12 Karena itu, orang yang berorientasi akhirat akan senantiasa menempuh perjalanan hidupnya di dunia ini untuk tujuan akhirat nanti dan senantiasa bertujuan kepada Allah dan tidak terikat pada dunia ini. Bulan dan tahun dalam kehidupan dunia ini hanyalah persinggahanpersinggahan sementara dalam perjalanan mereka. Tidak ada rasa benci dalam perjalanan
12
Ibid.
36 menuju akhirat nanti dan tidak ada pula rasa iri dan dengki di antara mereka. Mereka berpegang pada firman Allah Ta’ala: Artinya : “ Sesungguhnya orang-orang mu’min itu bersaudara “. ( Al-Hujurat : 10)13 Al-Ghazali memandang bahwa guru itu tidak hanya mentransfer ilmu kepada anak didik saja, tetapi juga harus ada hubungan psikologis antara guru dan anak didiknya, seperti hubungan naluriah antara kedua orang tua dengan anaknya sehingga hubungan timbal balik yang harmonis tersebut akan berpengaruh positif ke dalam proses pendidikan dan pengajaran, sehingga menyebabkan adanya perasaan saling menyayangi dan mencintai antara guru dan peserta didik. a. Mengikuti teladan dan contoh Rasulullah saw. Dengan perkataan lain, ia tidak mencari imbalan dan upah.Tetapi ia mengajar mencari keridhaan Allah Ta’ala dan mencari pendekatan diri kepadaNya. Jadi, seharusnya seorang guru menilai tujuan dan tugas mengajarkannya adalah karena mendekatkan diri kepada Allah sematamata. Dan ini dapat dipandang dari dua segi : (1) sebagai tugas kekhalifahan dari Allah. (2) sebagai pelaksanaan ibadah kepada Allah yang mencari keridhaanNya dan mendekatkan diri kepadaNya. Demikian itu dimaksudkan untuk memurnikan tugas mendidik dan mengajar itu sendiri, karena jika seorang guru menilai tugas mengajar dari segi materi semata dan ia sebagai guru hanya mencari gaji dan kekayaan belaka, maka hal itu dipandang akan melunturkan nilainilai pendidikan atau bahkan merusak citra dan kemuliaan seorang guru. Ia tidak melihat dirinya memberikan pemberian kepada mereka meskipun pemberian itu lazim atas mereka. Bahkan ia melihat mereka itu mendapat keutamaan karena hati mereka terdidik untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan menanamkan ilmu-ilmu padanya sebagaimana ada orang yang meminjamkan tanah kepadamu untuk kamu tanami tanaman bagimu. Maka dengannya, kemanfaatanmu itu melebihi kamanfaatan pemilik tanah. Maka 13
Ibid, hlm. 56
37 bagaimanakah kamu memandang kamu memberikan pemberian kepadanya sedangkan pahalamu dalam mengajar itu lebih besar dari pahala orang yang belajar di sisi Allah Ta’ala. Seandainya tidak karena orang yang belajar ini niscaya kamu tidak memperoleh pahala. Maka janganlah kamu minta upah kecuali dari Allah Ta’ala. Harta dan kekayaan adalah pelayan tubuh kita yang menjadi kendaraan dan tunggangan jiwa yang pada hakikatnya adalah ilmu dan karena ilmu, jiwa menjadi mulia.14 Barangsiapa yang mencari harta dengan ilmunya ibarat seseorang yang mukanya kotor namun ingin badan yang dibersihkan. Dan seperti itu adalah orang yang berdiri di penampilan agung bersama orang-orang yang berdosa, di mana mereka membalik kepala mereka di sisi Tuhan mereka. Secara global maka keutamaan dan pemberian itu adalah bagi guru, maka lihatlah bagaimanakah urusan agama itu berakhir kepada suatu kaum yang menduga bahwa tujuan mereka adalah mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan ilmu fiqh, ilmu kalam, mengajarkan keduanya dan selainnya. Mereka menyerahkan harta dan pangkat , dan menanggung beberapa macam kehinaan dalam berkhidmah kepada Syaithan untuk melepaskam hal-hal yang berlaku. Seandainya mereka meninggalkan hal itu niscaya mereka ditinggalkan dan tidak diperselisihkan. Maka hinalah seorang ‘alim yang ridha dirinya mempunyai kedudukan ini, ia bergembira dengannya dan tidak malu untuk mengucapkan : “ tujuan saya mengajar adalah menyebar luaskan ilmu karena mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan menolong agamanya. Maka lihatlah tanda-tanda itu sehingga kamu melihat berbagai macam tipuan itu.15 Dengan demikian, seorang guru hendaknya menjadi wakil dan pengganti Rasulullah yang mewarisi ajaran-ajarannya dan memperjuangkan dalam kehidupan masyarakat di segala penjuru
14 15
Ibid. Ibid.
38 dunia, demikian pula prilaku, perbuatan dan kepribadian seorang pendidik harus mencerminkan ajaran-ajarannya sesuai dengan akhlak Rasulullah, karena memang beliau dilahirkan di dunia ini sebagai Uswatun Hasanah bagi umat manusia pada umumnya dan bagi seorang pendidik pada khususnya. c.
Guru tidak boleh menyembunyikan nasihat atau ajaran untuk diberikan kepada murid-
muridnya.16 Setelah selesai menyampaikan ilmu-ilmu lahiriyah, ia harus mengajarkan ilmu-ilmu bathiniyah kepada murid-muridnya. Seorang guru harus mengataan bahwa tujuan pendidikan adalah dekat kepada Allah. Bukan kekayaan atau kekuasaan dan mengatakan bahwa Allah menciptakan ambisi sebagai sarana untuk melestarikan ilmu yang merupakan hakikat bagi ilmuilmu lain. Demikian itu terhadap cegahan guru untuk memasuki tingkatan sebelum ia berhak dan sibuk dengan ilmu yang samar sebelum selesai dari ilmu yang jelas. Kemudian ia memperingatkan kepadanya bahwa tujuan mencari ilmu-ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala bukan kepemimpinan, kemegahan dan perlombaan. Dan didahulukanlah keburukan hal itu di dalam jiwanya dengan sejauh mungkin, kebaikan yang diperbuat oleh orang ‘alim yang jahat tidaklah lebih banyak dari kerusakan yang ia lakukan. 17 Jika diketahui dari bathinnya bahwasanya ia belajar hanya karena dunia maka lihatlah kepada ilmu yang ia tuntut. Jika yang dtuntut itu ilmu perbedaan pendapat mengenai fiqh, perdebatan mengenai ilmu kalam, dan mengenai fatwa dalam persengketaan dan hukum-hukum maka ia melarangnya dari yang demikian itu. Karena ilmu-ilmu itu bukan ilmu-ilmu akhirat dan tidak
16 17
Ibid, hlm. Ibid.
39 termasuk ilmu-ilmu yang padanya dikatakan: kami belajar ilmu karena Allah maka ilmu itu enggan karena selain Allah. Ilmu-ilmu itu (akhirat) adalah ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu-ilmu akhirat yang ditekuni oleh orang-orang yang terdahulu, pengetahuan tentang akhlak jiwa dan cara mendidiknya. Apabila murid mempelajarinyadan dengannya ia bertujuan dunia maka tidak mengapa ia membiatkannya. Karena hal itu akan membuahkan untuk loba memberi nasihat dan mencari pengikut, tetapi ditengah-tengah urusan itu atau di akhirnya kadang-kadang ia sadar. Karena di dalamnya terdapat ilmu-ilmu yang membuat ia takut kepada Allah Ta’ala, ilmu-ilmu yang membakar ( menunjukkan kehancuran) dunia dan membesarkan akhirat. Adapun semata-mata khilafiyah, perdebatan ilmu kalam dan pengetahuan cabang-cabang yang asing maka semata-mata ilmu itu dengan berpaling dari selainnya tidaklah menambah kecuali kekerasan di daalam hati dan kelalaian dari Allah Ta’ala, an melantur dalam kesesatan dan mencari pangkat kecuali orang yang dikaruniai Allah Ta’ala dengan rahmatNya. Atau ia campurkan kepada lainnya dari ilmu-ilmu agama. Dan tidak ada bukti atas hal itu seperti percobaan dan kesaksian maka lihatlah, ambillah pelajaran dan renungkanlah agar kamu saksikan realisasi hal itu pada hamba ( manusia)dan negeri-negeri, dan Allahlah Dzat yang dimohonkan pertolongan. Sufyan Ats Tsauri rahimahillah tampak sedih, lalu ditanyakan kepadanya :” mengapakah engkau?”. Maka ia menjawab:” kami menjadi toko bagi putera-putera dunia, seseorang dari mereka melazimi (tetap bersama) kami sehingga apabila ia telah belajar maka ia menjadi hakim atau pegawai atau sekretaris raja”. d.
Berusaha mencegah murid-muridnya dari memiliki watak dan prilaku jahat dengan penuh
kehati-hatian dengan jalan sindiran, sedapat mungkin tidak dengan cara terang-terangan,dengan simpati bukan keras dan kasar, karena jika demikian berarti ia melenyapkan rasa takut dan
40 mendorong ketidakpatuhan pada diri murid-muridnya. Karena terang-terangan itu merusak tirai kewibawaan dan menyebabkan berani menyerang karena perbedaan pendapat dan menggerakkan kelobaan untuk terus menerus. Nabi SAW sebagai seorang pembimbing seluruh guru bersabda : “Jika manusia dilarang melumat kotoran unta, mereka akan melakukan hal demikian seraya mengatakan bahwa mereka tidak dilarangmelakukan hal demikian jika tidak ada beberapa kebaikan di dalamnya.” Karena sindiran itu juga menyenangkan jiwa yang utama dan hati yang suci untuk mengambil pengertian-pengertiannya. Lalu memberi faidah kesenangan dapat memikirkan pengertiannya karena kecintaan untuk mengetahuinya. Agar diketahui bahwa hal itu termasuk sesuatu yang tidak melengahkan dari kecerdasannya. 18 e. Seorang guru tidak boleh merendahkan ilmu lain di hadapan para muridnya. Guru yang mengajarkan bahasa biasanya memandang rendah ilmu fikih, dan guru ilmi fikih melecehkan ilmu hadits dan demikian seterusnya.19 Tindakan-tindakan seperti itu tercela. Seharusnya, guru suatu ilmu tertentu harus mempersiapkan murid-muridnya untuk belajar ilmuilmu lainnya dan selanjutnya, ia seyogyanya mengikuti aturan kemajuan bertahap atau berjenjang dari satu tahapan ke tahapan berikutnya.. Itu adalah peri keadaan orang-orang yang lemah dan tidak ada pemikiran akal padanya. Guru ilmu kalam membuat orang orang lari dari ilmu fiqh dan ia mengatakan : “ itu adalah cabang-cabang (agama) yang membicarakan tentang haidh wanita, maka dimanakah kedudukannya dibanding dengan membicarakan tentang sifat Tuhan Yang Maha Pemurah?”. Ini adalah akhlak yang tercela bagi para guru, seyogyanya akhlak tersebut dijauhi bahkan orang yang bertanggung jawab dengan satu ilmu seyogya untuk melapangkan murid terhadap jalan belajar pada ilmu lain dan jika ia bertanggung jawab pada beberapa ilmu
18 19
Ibid, hlm. 57 Ibid, hlm.
41 maka ia seyogya untuk memelihara pentahapan dalam meningkatkan murid dari satu tingkatan ke tingkatan lain. f. mengajar murid-muridnya hingga batas kemampuan pemahaman mereka. Maka ia tidak menyampaikan kepada murid sesuatu yang tidak terjangkau oleh akalnya atau sesuatu yang berada di luar batas kapasitas pemahaman itu.20 Dalam hal ini guru harus mengikuti penghulu manusia Nabi SAW, di mana beliau bersabda :
ﻗﺪرﻋﻘﻮﻟﮭﻢ ﻋﻞ وﻧﻜﻠﻤﮭﻢ ﻣﻨﺎذﻟﮭﻢ اﻟﻨﺎس ﻧﻨﺰل ان ﺳﺮاﻻﻧﺒﯿﺎءاﻣﺮﻧﺎ ﻣﻌﺎ ﻧﺤﻦ Artinya : “ Kami golongan para Nabi diperintah untuk menempatkan mereka pada
kedudukan
mereka, dan berbicara kepada mereka menurut kadar akal mereka”.
Ali berkata sambil menunjuk ke dadanya : “ Di dalam ini terkumpul banyak ilmu, sekiranya ada sejumlah orang yan mampu memahaminya.” Dada orang-orang saleh adalah pendalaman ilmuilmu tersembunyi. Dari sini kita dapat memahami bahwa apa yang diketahui oleh seorang guru tidak mesti semuanya disampaikan kepada murid-muridnya.Isa as berkata : “ janganlah kamu mengalungkan mutiara di leher babi”. Sesungguhnya kebijaksanaan itu lebih baik dari pada mutiara. Dia yang tidak suka kepada ilmu hikmah lebih buruk dan lebih jahat dari pada babi. Suatu kali seorang alim ditanya mengenai sesuatu tetapi ia tidak menjawab. Si penanya berkata, “Bukankah tuan mendengar bahwa Nabi Saw pernah bersabda :
ﻧﺎر ﻣﻦ ﺑﻠﺠﺎم ﻣﻠﺠﻤﺎ ﻣﺔ اﻟﻘﯿﺎ ﻧﺎﻓﻌﺎﺟﺎءﯾﻮم ﻋﻠﻤﺎ ﻛﺘﻢ ﻣﻦ Artinya : “ Barangsiapa yang menyembunyikan ilmu yang bermanfa’at maka ia datang pada hari kiamat dengan dikendali dengan kendali dari api neraka”.( HR. Ibnu Majah dari hadits Abu Sa’id ) 20
Ibid.
42
Menurut pendapat al-Ghazali bahwa tidak sebaiknya seorang guru itu memaksakan pelajaran kepada murid yang tidak terjangkau oleh akalnya, karena itu akan merusak pikiran anak murid tersebut. g.
Guru mengajarkan kepada para murid yang pendek akal atau terbelakang hanya sesuatu
yang jelas dan yang sesuai dengan tingkat pemahamannya yang terbatas. 21 Orang acapkali mengira bahwa kebijaksanaannya sempurna dan yang terbodoh adalah mereka yang merasa puas dengan pengetahuan dan perasaan bahwa akalnya sempurna. Garis besarnya, tidak seharusnya untuk membuka perdebatan bagi orang-orang yang awwam, karena apa yang kita ajarkan kepada mereka tidak sesuai dengan tingkat pemahamannya.
2. Kepribadian Guru
ﺑﺎﻷﺑﺼﺎر ﻳﺪرك واﻟﻌﻤﻞ ﺑﺎﻟﺒﺼﺎﺋﺮ ﻳﺪرك ﻻﻋﻠﻢ ﻷن ﻓﻌﻠﻪ ﻗﻮﻟﻪ ﻳﻜﺬب ﻓﻼ ﺑﻌﻠﻤﻪ ﻋﺎﻣﻼ اﳌﻌﻠﻢ ﻳﻜﻮن ﺳﻢ ﻓﺎﻧﻪ ﻻﺗﺘﻨﺎوﻟﻮﻩ ﻟﻠﻨﺎس وﻗﺎل ﺷﻴﺌﺎ ﺗﻨﺎول ﻣﻦ وﻛﻞ اﻟﺮﺷﺪ ﻣﻨﻊ اﻟﻌﻤﻞ ﻓﺎذاﺧﺎﻟﻒ أﻛﺜﺮ اﻷﺑﺼﺎر وأرﺑﺎب ﺑﻪ اﻟﻨﺎس ﺳﺨﺮ ﻣﻬﻠﻚ
ﻋﻠﻰ ﺣﺮﺻﻬﻢ وزاد
ﻋﻨﻪ
ﳌﺎ وأﻟﺬﻫﺎ اﻷﺷﻴﺎء أﻃﻴﺐ ﻟﻮﻻأﻧﻪ ﻓﻴﻘﻮﻟﻮن
ﻳﻨﺘﻘﺶ ﻓﻜﻴﻒ اﻟﻌﻮد ﻣﻦ واﻟﻈﻞ اﻟﻄﲔ ﻣﻦ اﻟﻨﻘﺶ ﻣﺜﻞ اﳌﺴﱰﺷﺪﻳﻦ ﻣﻦ اﳌﺮﺷﺪ اﳌﻌﻠﻢ وﻣﺜﻞ ﻳﺴﺘﺄﺛﺮ ﻛﺎن اﳌﻌﻨﺔ ﰱ ﻗﻴﻞ وﻟﺬﻟﻚ أﻋﻮج واﻟﻌﻮد اﻟﻈﻞ اﺳﺘﻮى وﻣﱴ ﻓﻴﻪ ﻻﻧﻘﺶ ﲟﺎ اﻟﻄﲔ: ﻋﻈﻴﻢ ﻓﻌﻠﺖ إذا ﻋﻠﻴﻚ ﻋﺎر ﻣﺜﻠﻪ وﺗﺄﺗﻰ ﺧﻠﻖ ﻋﻦ ﻻﺗﻨﻪ
21
Ibid, hlm. 58
43
أﻛﱪﻣﻦ ﻣﻌﺎﺻﻴﺔ ﰱ اﻟﻌﺎﱂ وزر ﻛﺎن وﻟﺬﻟﻚ – أﻧﻔﺴﻜﻢ وﺗﻴﺴﻮن ﺑﺎﻟﱪ اﻟﻨﺎس أﺗﺄﻣﺮون – ﺗﻌﺎﱃ اﷲ وﻗﺎل ﻋﻤﻞ ﻣﻦ وزر وزرﻫﺎ ﻓﻌﻠﻴﻪ ﺳﻴﺌﺔ ﺳﻨﺔ ﻣﻦ وﻣﻦ ﺑﻪ وﻳﻘﺘﺪون ﻛﺜﲑ ﻋﺎﱂ ﻳﺰﻟﺘﻪ ﺑﺰل إذ اﳉﺎﻫﻞ وزر
وﻟﺬﻟﻚ
واﻟﻌﺎﱂ ﺑﺘﻨﺴﻜﻪ ﻳﻐﺮاﻟﻨﺎس ﳉﺎﻫﻞ ﻓﺎ ﻣﺘﻨﺴﻚ وﺟﺎﻫﻞ ﻣﺘﻬﺘﻚ ﻋﺎﱂ رﺟﻼن ﻇﻬﺮى ﻗﺼﻢ اﷲ رﺿﻲ ﻋﻠﻰ ﻗﺎل ﺑﺘﻬﺘﻜﻪ ﻳﻐﺮﻫﻢ. أﻋﻠﻢ واﷲ. Al-Ghazali mengatakan : “ Guru harus melakukan terlebih dahulu apa yang diajarkannya dan tidak boleh berbohong dengan apa yang disampaikannya. Ilmu dapat diserap dengan mata bathin, dan amal dapat disaksikan dengan dengan mata lahir. Banyak yang memiliki mata lahir namun sedikit yang memiliki mata batin.” 22 Dari perkataan tersebut jelaslah bahwa seorang guru hendaklah mengerjakan apa yang diperintahkan, menjauhi apa yang dilarangnya dan dan mengamalkan segala ilmu pengetahuan yang diajarkannya. Karena tindakan dan perbuatan guru adalah menjadi teladan bagi anak didiknya. Jadi, seorang guru harus konsekuen dan mampu menjaga keharmonisan antara perkataan, ucapan, perintah dan larangan dengan amal perbuatan guru, karena yang lebih penting adalah perbuatannya, bukan ucapannya. Maka jika perbuatan seseorang guru bertentangan dengan apa yang dianjurkan, ia berarti tidak sedang membantu memberi petunjuk dan tuntunan melainkan racun. Guru dapat diibaratkan stempel di atas tanah liat dan murid seperti tanah liatnya. Apabila stempel itu tidak memiliki karakter yang mantap, maka tidak ada suatu tapak pun pada tanah liat. Atau, dan bagaimana mungkin bayangan itu lurus sedangan kayu itu sendiri bengkok? Allah Ta’ala berfirman: 22
Ibid, hlm.
44 Artinya: “ Apakah kamu menyuruh manusia untuk berbuat kebajikan sedangkan kamu melupakan dirimu?” ( Al-Baqarah : 44)
Dengan demikian, al-Ghazali sangat menganjurkan agar seorang pendidik mampu menjalankan tindakan, perbuatan dan kepribadiannya sesuai dengan ajaran dan pengetahuan yang diberikan kepada anak didiknya. Maka al-Ghazali mengibaratkan Antara seorang pendidik dengan anak didiknya bagai tongkat dengan bayanganya. Bagaimanakah bayangan itu lurus apabila tongkatnya saja bengkok.
C. ANALISIS PEMIKIRAN AL-GHAZALI TENTANG GURU 1. Analisa pemikiran al-Ghazali tentang tugas dan tanggung jawab guru Dalam kitab Ihya al-‘Ulumuddin, al-Ghazali mengatakan bahwa seorang guru seharusnya menjadi pengganti dan wakil kedua orang tua anak didiknya, yaitu mencintai anak didiknya seperti mencintai anaknya sendiri, memperlakukan anak didiknya seperti memperlakukan anaknya sendiri.23 Berhubungan dengan uraian tersebut, maka Mahmud Yunus dalam buku Zainuddin mensitir pendapatnya, yaitu: “ Guru yang pintar dan menguasai pelajaran serta mengetahui ilmu pendidikan dan cara mengajar, tidak akan sukses dalam jabatannya, kecuali kalau ia menguasai murid-murid dengan sepenuh hati, serta menolong dan membantu mereka… murid-murid yang lebih perlu dikasihi ialah murid-murid yang miskin, datang dari rumah gubug, bajunya kotor, kelakuannya buruk, perkataannya kasar, mukanya masam, hatinya keras seperti batu, ia tidak mengasihi seorang juapun, karena ia tiada sadar bahwa ada seorang yang kasih kepadanya, ia tiada mengetahui arti peraturan, karena ia tidak melihat suatu yang teratur.”24 Dalam buku filsafat pendidikan Islam karangan Abuddin Nata, mengutip pendapat S. Nasution, ia membagi tugas guru menjadi tiga bagian yaitu : (1) sebagai orang yang
23 24
Ibid, hlm. 55 Zainuddin,op.cit, hlm. 61
45 mengkomunikasikan pengetahuan pengetahuan. Dengan tugas ini, maka guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang diajarkannya, sebagai tindak lanjutnya dari tugas ini maka seorang guru tidak boleh berhenti belajar, (2) guru sebagai model, yaitu dalam bidang studi yang diajarkannya merupakan sesuatu yang berguna dan diperaktikkan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga guru tersebut menjadi model atau contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelajaran tersebut. Jika guru sendiri tidak memperlihatkan keindahan dan manfaat mata pelajaran yang diajarkannya, jangan diharapkan bahwa anak-anak akan menunjukkan antusias untuk mata pelajaran itu, (3) guru menjadi model sebagai pribadi, apakah ia berdisiplin, cermat berfikir, mencintai pelajarannya, dan sebagainya. 25 Analisa penulis, bila kita renungkan pemikiran al-Ghazali terhadap tugas guru dan kita kaitkan dengan pendapat para tokoh serta pendidikan Islam saat ini, pendapat al-Ghazali sangat relevan. Dengan demikian, jika hal-hal yang telah digariskna oleh al-Ghazali tersebut diindahkan, diperhatikan dan dilaksanakan oleh para pendidik, pengajar dan para pemimpin asyarakat pada umumnya di zaman modern ini, maa akan terwujudlah demokrasi dan pemerataan dalam pendidikan serta terealisir cita-cita pendidikan yang diharapkan. Selain itu, seorang guru hendaknya menjadi wakil dan pengganti Rasulullah, yang mewarisi ajaran-ajarannya dan dan memperjuangkan dalam kehidupan di segala penjuru dunia. Demikin pula perilaku, perbuatan dan kepribadian seorang pendidik harus mencerminkan ajaranajarannya, sesuai dengan akhlak Rasulullah, karena memang beliau dilairkan di dunia ini adalah sebagai Uswatun Hasanah atau figure ideal bagi uamt manusia pada umumnya dan bagi seorang pendidik pada khususnya. Menurut Zakiah Daradjat seperti yang dikutip oleh Zainuddin mengatakan :
25
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, hlm. 64
46 “ Apabila yang dipandang materi atau hasil langsung yang diterimanya, maka ia akan mengalami keguncangan apabila ia merasa bahwa beban kerja yang dipikulnya tidak seimbang dengan hasil yang diterimanya, juga ia sangat peka terhadap hal atau persoalan lain yang ditemukan dalam tugasnya, misalnya soal administrasi kenaian pangkat, hubungan dengan kepala sekolah dan sebagainya. Tindakan dan sikapnya terhadap anak didik akan terpengaruh pula, hal itupun dapat merusak atau mengurangi hasil atau nilai pendidikan yang diterima oleh anak didik.” 26 Bila dipahami, maka tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah tetapi juga sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat.Menurut Roestiyah N.K di dalam buku guru dan anak didik dalam interaktif edukatif karangan Syaful Bahri bahwa guru dalam mendidik anak didik bertugas untuk 27 : a.
Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman.
b.
Membentuk kepribadian anak yang harmonis, sesuai cita-cita dan dasar Negara kita pancasila.
c.
Sebagai perantara dalam belajar.
d.
Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik kearah kedewasaan, pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut sekehendaknya.
e.
Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Anak nantinya akan hidup dan bekerja serta mengabdikan diri dalam masyarakat. Dengan demikian anak harus dilatih dan dibiasakan di sekolah di bawah pengawasan guru.
f.
Sebagai penegak disiplin, guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan bila guru dapat menjalani lebih dahulu.
26 27
Ibid, hlm. 60 Syaiful bahri, Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2005, hlm. 38
47 g.
Pekerjaan guru sbagai suatu profesi. Orang yang menjadi guru karena terpaksa tidak dapat bekerja dengan baik, maka harus menyadari benar-benar pekerjaannya sebagai suatu profesi
h.
Guru sebagai perencana kurikulum.
i.
Guru sebagai pemimpin
Sedangkan Nasharuddin Thaha dalam buku karangan Zainuddin juga menyatakan bahwa : “ Amat salah sekali, guru-guru atau pengurus sekolah bola menganggap bahwa sekolah dan perguruan adalah perusahaan atau lapangan untuk mengumpukan kekayaan.” Menjadi jelaslah bahwa pendapat al-Ghazali dan kedua sarjana tersebut, sama-sama memandang kesucian dan kemurnian tugas seorang pendidik, bukan dari segi boleh atau tidaknya menerima gaji. Menurut analisa penulis, bahwa menerima gaji bagi seorang pendidik adalah diperbolehkan, akan tetapi perlu diingat bahwa menerima gaji tersebut buan tujuan semata-mata karena setiap manusia pasti membutuhkan harta benda untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memberi nafkah keluarganya. Jadi harta itu sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam rangka beribadah kepada Allah dan mendekatkan diri kepadaNya, sebagai tujuan yang hakiki. Jadi, menerima gaji seorang pendidik tidak bertentangan dengan maksud mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepadaNya. Dalam Islam, tugas seorang pendidik dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia. Posisi ini menyebabkan mengapa islam menempatkan orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibanding manusia lainnya. Secara umum, tugas pendidik adalah mendidik. Dalam operasionalisasinya, mendidik merupakan rangkaian proses mengajar, memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain sebagainya. Batasan ini memberi arti bahwa tugas pendidik bukan hanya sekedar mengajar
48 sebagaimana pendapat kebanyakan orang. Pendidik juga bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar mengajar, sehingga seluruh potensi peserta didik dapat teraktualisasi secara baik. Menurut analisa penulis, bahwasanya guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan demikian, tanggung jawab guru adalah untuk membentuk anak didik agar menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa di masa yang akan datang.
2. Analisa pemikiran al-Ghazali tentang kepribadian guru Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorng guru dari guru lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah suatu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan. Menurut Zakiah Darajat seperti yang dikutip oleh Syaiful Bahri mengatakan bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Misalnya dalam tindakan, ucapan, cara bergaul, berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah baik yang ringan maupun yang berat.28 Kepribadian adalah unsur yang menentukan keakraban hubungan guru dengan anak didik. Kepribadian guru akan tercermin dalam sikap dan perbuatannya dalam membina dan membimbing anak didik. Alexander Meikeljohn dalam buku karangan Syaiful Bahri juga mengatakan, bahwa tidak seorangpun yang dapat menjadi seorang guru yang sejati (mulia) kecuali bila dia menjadikan dirinya sebagai bagian dari anak didik yang berusaha untuk 28
Ibid, hlm. 40
49 memahami tentang kesulitaan anak didik dalam hal belajar dan kesulitan lainnya di luar masalah belajar yang bisa menghambat aktivitas belajar anak didi maka guru tersebut akan disenangi anak didiknya.29 Al-Ghazali mengatakan bahwa seorang guru itu harus mengamalkan ilmunya, dan perkataannya janganlah membohongi perbuatannya. Dari perkataannya tersebut jelaslah bahwa seorang guru hendaklah mengerjakan apa yang diperintahkannya, menjauhi apa yang dilarangnya dan mengamalkan segala ilmu pengetahuan yang diajarkannya. Karena tindakan dan perbuatan guru adalah menjadi teladan bagi anak didiknya. Jadi seorang guru konsekuen dan mampu menjaga keharmonisan antara perkataan, ucapan, perintah dan larangan dengan amal perbuatan guru, arena yang lebih penting adalah perbuatannya bukan ucapannya.seorang guru harus benar-benar dapat digugu dan ditiru. Artinya, segala tutur katanya, segala anjurannya, segala nasihat-nasihatnya harus benar-benar dapat dipercaya, harus benar-benar dapat dipergunakan sebagai pegangan, sebagai pedoman dan segala gerak geriknya, segala tingkah lakunya, segala perbuatannya harus benar-benar menjadi contoh. Sutari Imam Barnadib dalam buku karangan Zainuddin mensinyalir pendapatnya : Yang penting bukan hanya kata-kata, tetapi yang lebih berkesan kepada anak didik ialah berwujud perbuatan-perbuatan. Seakan-akan perbuatan dari pendidik tidak (kurang) berarti untk tujuan pendidikan. Segala tingkah laku dari pendidik selalu diamati benarbenar oleh anak didik dan hal ini dengan tidak sadar ditirunya. 30
Statement al-Ghazali tersebut dapat disimak bahwa amal perbuatan, prilaku, akhlak dan kepribadian seorang pendidik adalah lebih penting daipada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Karena kepribadian seorang pendidik akan diteladani dan ditiru oleh anak didiknya, baik secara sengaja maupun secara sengaja dan baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi, al-
29 30
Ibid, hal. 41 Ibid, hlm. 62
50 Ghazali sangat menganjurkan agar seorang pendidik mampu menjalankan tindakan, perbuatan dan kepribadiannya sesuai dengan ajaran dan pengetauan yang diberikan pada anak didiknya. Seiring dengan ungkapan al-Ghazali tersebut Zakiah Darajat menyatakan: Faktor terpenting bagi sorang guru adalah kepribadiannya, dan kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan Pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah menjadi perusak dan penghancur bagi hari depan anak didik, terutama bagi anak didik yang masih kecil ( tingkat sekolah dasar) dan mereka yang mengalami keguncangan jiwa ( tingkat menengah).31
Di dalam buku Konsep Kependidikan para Filosof Muslim karangan Busyairi Madjidi, az-Zarnuji mengatakan bahwa seorang pendidik hendaknya memiliki kepribadian yang kuat supaya mereka disegani dan disenangi dan hal demikian memudahkan berhasilnya pendidikan. Kestabilan emosi sangatlah peting, karena dalam tugasnya pendidik akan menghadapi berbagai macam anak didik. Dia berhadapan langsung dengan persoalan-persoalan kelas yang dating tibatiba, dan kesukaran-kesukaran anak didik yang mungkin disebabkan keadaan keluarga. Makanya pendidik yang lekas marah, sensitive atau penakut merupakan sifat-sifat yang kurang sesuai dengan tugasnya. Syeikh az-Zarnuji juga mengemukakan beberapa sifat guru yang perlu dieprhatikan antara lain :(1) menguasai ilmu, (2) wara’ kesanggupan menjaga diri dari perbuatan / tingkah laku yang terlarang, (3) berumur. Kesemua syarat itu dititkberatkan pada segi moral dan kepribadian. Bagi seorang guru masih diperlukan sifat-sifat lainya, seperti punya perhatian pada anak didik dan pendidikan, kecakapan merangsang anak untuk belajar dan berfikir, simpatik dan adil.32 Menyimak beberapa pendapat tersebut, menurut analisa penulis bahwa apa yang telah dirumuskan oleh al-Ghazali beberapa ribu tahun yang lalu, masih mempunyai relevansi dengan
31 32
110
Zakiah Darajat, Kepribadian Guru, Jakarta: PT. Bulan Bintang, hlm. 62 Busyairi Madjidi, konsep Kependidikan para Filosof muslim, Yogyakarta: Al-Amin Press, 1997, hlm.
51 konsepsi-konsepsi pendidikan modern di Indonesia yakni dalam aspek tertentu, misalnya: dalam hal sikap, tindakan, akhlak, minat, perhatian dan cara berfikir ilmiah. Dengan demikian, bahwa kualifikasi kepribadian guru dipandang sangat penting oleh sebab tugas guru bukan saja melaksanakan pendidikan, ia juga dituntut dapat memperbaiki pendidikan yang telah terlanjur diterima anak sekaligus mengadakan pendidikan ulang. Dengan kata lain, guru harus mengadakan Re-Edecation and Recontruction of Personality. Posisi guru dan anak didik tidak boleh berbeda, tetapi keduanya seiring dan setujuan bukan seiring tapi tidak setujuan, seiring dalam arti kesamaan langkah dalam mencapai tujuan bersama. Anak didik berusaha mencapai cita-citanya dan guru dengan ikhlas mengantar dan membimbing anak didik ke pintu gerbang cita-citanya. Itulah barangkali sikap guru yang tepat sebagai sosok pribadi yang mulia. Dalam pandangan al-Ghazali kemuliaan mengajar itu mempunyai dua segi kemanfaatan yaitu : (1) bagi orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan itu sendiri akan semakin bertambah pengetahuan dan pengalamannya, (2) bagi orang lain yang diberi ilmu pengetahuan, diajar dan dididik akan semakin bertambah pula pengetahuan dan pengalamannya, sehingga dapat mengambil manfaat illmu pengetahuan tersebut. Akan tetapi manfaat yang kedua ini lebih besar dan meluas manfaatnya, karena bukan hanya bermanfaat untuk seorang pendidik atau pengajar, tetapi juga untuk masyarakat dan umat manusia seluruhnya. Sebenarnya apa yang diungkapkan di atas, sangatlah sesuai dengan pandangan para sarjana pendidikan di Indonesia, antara lain Sutari Imam Barnadib seperti yang dikutip oleh Zainuddin mengatakan :
52 “ Mendidik adala suatu tugas yang luhur. Seseorang yang mempunyai tugas sebagai pendidik harus mempunyai kesenangan bekerjasama dengan orang lain atau dengan kata lain harus mempunyai sifat-sifat sosial yang besar.”33 Sedangkan menurut Ali Saifuddin dalam buku Zainuddinmengatakan bahwa : “Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang paling mulia, sesuai dengan filsafat hidupnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai sikap pengabdian, yaitu memberikan pelayanan jasa pada masyarakat dan kemanusiaan.”34 Kemudian al-Ghazali juga mengatakan bahwa seorang guru itu berurusan langsung dengan hati dan jiwa manusia, dan wujud yang paling mulia di muka bumi ini adalah jenis manusia. Bagian paling mulia dari bagian-bagian tubuh manusia adalah hatinya, sedangkan guru adalah bekerja menyempurnakan, membersihkan, mensucikan dan membawakan hati it mendekatkan kepada Allah SWT. Jalaluddin di dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengemukakan tentang pandangan
al-Ghazali
mengenai
ilmu
pengetahuan
dan
manusia
serta
para
guru,
dikemukakannya sebagai berikut : …Makhluk yang paling mulia di bumi adalah manusia, dan bagian tubuh yang paling berharga adalah hatinya. Adapun guru adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan,menyempurnakan serta mensucikan hati hingga hati itu menjadi dekat kepada Allah SWT. Karena itu mengajarkan ilmu pengetahuan dapat dilihat dari dua sudut pandang. Dari sudut pandang pertama mengajarkan ilmu pengetahuan adalah ibadah kepada Allah SWT, dan dari sudut pandang lainnya adalah menunaikan tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Dikatakan khalifah Allah, karena Allah telah membukakan hati seorang alim dengan ilmu dan dengan ilmu itu pula seorang alim menampilkan identitasnya. 35 Jadi, seorang guru adalah orang yang menempatkan status yang mulia di dataran bumi, ia mendidi jiwa, hati, akal dan roh manusia. Sedangkan jiwa manusia adalah unsure yang paling 33 34 35
Zainuddin, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, hlm. 52 Ibid. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999, hlm. 140
53 mulia pada bagian tubuh mansia dan manusia adalah makhluk yang paling mulia di dunia ini dibandingkan dengan makhluk yang lain. Dalam hal ini Mahmud Yunus menyatakan bahwa : “Guru mempunyai tugas yang penting sekali, ialah mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperbaiki masyarakat. Sekolah adalah sumber untuk tiap-tiap perbaikan dan guru yang ikhlas dapat mengangkat derajat umat, sehingga setarap dengan bangsa-bangsa yang telah maju. Gurulah yang menanamkan adapt istiadat yang baik-dalaam jiwa muridmurid. Gurulah yang memasukkan pendidikan akhlak dan keagamaan dalalm hati sanubari anak-anak. Bahkan gurulah yang memberikan pendidikan kemasyarakatan dan cinta tanah air kepada murid-murid. Oleh sebab itu maka guru mempunyai kesempatan yang besar sekali untuk memperbaiki keburukan-keburkan yang tersebar dalam masyarakat.”36 Dengan demikian dapat
penulis analisa bahwa pandangan dan pendapat al-Ghazali
tentang profesi mendidik dan mengajar, mempunyai
relevansi
terhadap
pendidikan
dewasa ini, atau bahkan dapat dikatakan bahwa pendapat al-Ghazali lebih luas dan mendalam. Karena dalam pandangannya tersebut, al-Ghazali sangat menekankan kepada guru untuk bekerja menyempurnakan, mensucikan, membersihkan dan membawakan hati untuk mendekatkan kepada Allah SWT.
36
Zainuddin, loc.cit.
54 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan dan analisa yang telah penulis lakukan terhadap guru dalam pemikiran al-Ghazali dapatlah penulis simpulkan hasil penelitian ini sebagai berikut : Imam
al-Ghazali mengemukakan bahwa tugas
pendidik
yang utama
adalah
menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta membawa hati manusia untuk taqarrub ila Allah. Para pendidik hendaknya mengarahkan peserta didik untuk mengenal Allah lebih dekat melalui seluruh ciptaannya. Para pendidik dituntut untuk dapat mensucikan jiwa peserta didiknya. Hanya dengan melalui jiwa-jiwa yang suci manusia akan dapat dekat dengak KhaliqNya. Dengan demikian, adapun pemikiran al-Ghazali tentang tugas dan tanggungjawab guru sebagaimana yang telah ditulis di dalam kitab Ihya al-‘Ulumuddin, yaitu: a. Belas kasih kepada orang-orang yang belajar dan memperlakukan mereka seperti memperlakukan anak-anaknya. Dengan demikian seorang guru seharusnya menjadi pengganti dan wakil kedua orang tua anak didiknya, yaitu mencintai anak didiknya seperti memikirkan keadaan anaknya. b. Ia mengikuti
Pemilik Syara’ ( Nabi) SAW. Maka ia tidak mencari upah karena
memberitahukan ilmu, dan tidak bermaksud balasan dan terimakasih dengannya itu. Tetapi ia mengajar mencari keridhaan Allah Ta’ala dan mencari pendekatan diri kepadaNya. Jadi, seharusnya seorang guru menilai tujuan dan tugas mengajarkannya adalah karena mendekatkan diri kepada Allah semata-mata.
55 c.
Guru tidak boleh menyembunyikan nasihat atau ajaran untuk diberikan kepada muridmuridnya. Setelah selesai menyampaikan ilmu-ilmu lahiriyah, ia harus mengajarkan ilmuilmu bathiniyah kepada murid-muridnya. Seorang guru harus mengataan bahwa tujuan pendidikan adalah dekat kepada Allah.
d. Hal-hal yang halus dari pekerjaan mengajar, yaitu mencegah murid dari akhlak yang buruk dengan jalan sindiran, sedapat mungkin tidak dengan terang-terangan, dengan jalan kasih sayang tidak dengan jalan membuka rahasia. Karena terang-terangan itu merusak tirai kewibawaan dan menyebabkan berani menyerang karena perbedaan pendapat dan menggerakkan kelobaan untuk terus menerus. e. Orang yang bertanggung jawab dengan dengan sebagian ilmu itu seyogya untuk tidak memburukkan ilmu ilmu-ilmu yang di luar keahliannya dikalangan muridnya. Seperti guru ilmu bahasa biasanya memburukkan ilmu fiqh. Guru ilmu fiqh biasanya memburukkan ilmu hadits dan tafsir, di mana hal itu semata-mata menukil dan mendengar. f. Ia mencukupkan bagi murid itu menurut kadar pemahamannya. Maka ia tidak menyampaikan kepada murid sesuatu yang tidak terjangkau oleh akalnya. g. Seyogyanya menyampaikan kepada murid yang pendek (akal) akan sesuatu yang jelas dan patut baginya, dan ia tidak menyebutkan kepadanya bahwa di balik ini ada sesuatu yang detail di mana ia menyimpannya dari padanya. Karena hal itu menghilangkan kesenangannya dalam ilmu yang jelas itu, mengacaukan hatinya terhadap ilmu itu dan ia menduga bahwasanya ia ( gurunya) kikir kepadanya akan ilmu itu karena setiap orang itu menduga bahwa dirinya itu ahli untuk setiap ilmu yang detail. Selain itu, adapun salah satu faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya, alGhazali mengatakan : “Guru harus melakukan terlebih dahulu apa yang diajarkannya dan tidak
56 boleh berbohong dengan apa yang disampaikannya. Ilmu dapat diserap dengan mata bathin, dan amal dapat disaksikan dengan dengan mata lahir. Banyak yang memiliki mata lahir namun sedikit yang memiliki mata batin.” Dari perkataan tersebut jelaslah bahwa seorang guru hendaklah mengerjakan apa yang diperintahkan, menjauhi apa yang dilarangnya dan mengamalkan segala ilmu pengetahuan yang diajarkannya. Karena tindakan dan perbuatan guru adalah menjadi teladan bagi anak didiknya. Jadi, seorang guru harus konsekuen dan mampu menjaga keharmonisan antara perkataan, ucapan, perintah dan larangan dengan amal perbuatan guru, karena yang lebih penting adalah perbuatannya, bukan ucapannya. Statement al-Ghazali tersebut dapat disimak bahwa amal perbuatan, prilaku, akhlak dan kepribadian seorang pendidik adalah lebih penting daripada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Karena kepribadian seorang pendidik akan diteladani dan ditiru oleh anak didiknya, baik secara sengaja maupun secara sengaja dan baik secara langsung maupun tidak langsung. Jadi, alGhazali sangat menganjurkan agar seorang pendidik mampu menjalankan tindakan, perbuatan dan kepribadiannya sesuai dengan ajaran dan pengetahuan yang diberikan pada anak didiknya. B. Saran-saran Setelah penulis mengkaji dan meneliti konsep guru dalam pemikiran al-Ghazali, ternyata apa yang dikemukakan oleh beliau tentang guru pada prinsipnya masih relevan dengan perkembangan zaman sekarang. Meskipun operasionalnya hasil pemikiran ini telah mengalami pemekaran dan pengembangan, namun pada dasarnya itu merupakan satu usaha untuk menyesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dalam kesempatan ini penulis ingin mengemukakan saran-saran sebagai berikut :
57 1. Para pendidik hendaknya tidak hanya mentransfer ilmu kepada anak didik saja, tetapi juga harus ada hubungan hubungan psikologis antara guru dan anak didiknya, seperti hubungan naluriah antara kedua orang tua dengan anaknya sehingga hubungan timbal balik yang harmonis tersebut akan berpengaruh positif ke dalam proses pendidikan dan pengajaran, sehingga menyebabkan adanya perasaan saling menyayangi dan mencintai antara guru dan peserta didik. 2. Seorang pendidik hendaknya menjadi wakil dan pengganti Rasulullah yang mewarisi ajaranajarannya dan memperjuangkan dalam kehidupan masyarakat di segala penjuru dunia. Demikian pula prilaku, perbuatan dan kepribadian seorang pendidik harus mencerminkan ajaran-ajarannya sesuai dengan akhlak Rasulullah, karena memang beliau dilahirkan di dunia ini sebagai Uswatun Hasanah bagi umat manusia pada umumnya dan bagi seorang pendidik pada khususnya. Karena kepribadian seorang pendidik akan diteladani dan ditiru oleh anak didiknya, baik secara sengaja maupun secara sengaja dan baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Para pendidik hendaknya mencegah murid dari akhlak yang buruk dengan jalan sindiran, sedapat mungkin tidak dengan terang-terangan, dengan jalan kasih sayang tidak dengan jalan membuka rahasia. Karena terang-terangan itu merusak tirai kewibawaan dan menyebabkan berani menyerang karena perbedaan pendapat dan menggerakkan kelobaan untuk terus menerus. 4.
Sebaiknya guru yang memegang salah satu vak mata pelajaran, seyogyanya tidak memburukkan ilmu-ilmu yang di luar keahliannya dikalangan muridnya. Seperti guru ilmu bahasa biasanya memburukkan ilmu fiqh. Guru ilmu fiqh biasanya memburukkan ilmu hadits
58 dan tafsir. Oleh karenanya, hubungan antara guru dengan guru lainya harus saling menghormati dan memuliakan 5. Kepada pendidik serta orang yang mempunyai tanggung jawab dalam lapangan pendidikan, diharapkan agar senantiasa mempertajam kembali pemahamannya tentang guru yang telah dilontarkan oleh al-Ghazali ,sehingga nantinya dapat memperlengkap pengetahuan dalam menerapkan tugas dan tanggung jawab serta kepribadian guru.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ahmad Tafsir, 1994, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Abu Ahmadi, 1991,Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT. Melton Putra. Abuddin Nata, 2005, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan dalam Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007, Manajemen Pendidikan, Jakarta Timur: Prenada Media. 1997, Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta: Wacana Ilmu Ali Al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi terj. M.Arifin , Pendidikan Islam, Jakarta: Rineka Cipta
2007, Perbandingan
Al- Rasyidin dan Samsul Nizar, 2005, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press Busyairi Madjidi, 1997, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, Yogyakarta: Al Amin Press Departemen Agama, 2005, Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam Zakiyah Daradjat, 1982, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara Fuad Ihsan,t.th. Dasar-Dasar Kependidikan Komponen MKDK, Jakarta: Rineka Cipta. Dwidjoseputro, 1989, Kamus Lengkap Inggris Indonesia, Surabaya: PT Indah Hasan Langgulung, 1988, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke 21, Jakarta: Pustaka Husna. Al-Ghazali, 2003, Ihya’ Ulumuddin Jilid I, Semarang: CV. Asy Syifa. Jalaluddin dan Usman Said, 1994, Filsafat Pendidikan Islam Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Muhammad Ali, 2008 Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Mulyasa,
2007, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Menyenangkan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Pembelajaran
Kreatif
dan
Oemar Hamalik, 2004, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: PT Bumi Aksara Sanusi Uwes, 2003, Visi dan Pondasi Pendidikan, Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Syaiful Bahri, 2005, Guru dan Anak Didik dalam Persfektif Edukatif, Jakarta; Rineka Cipta WJS. Poerwadarminta, 1976,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Wina Sanjaya, 2005, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta: Kencana. Zainuddin, 1991, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara.
BOIGRAFI PENULIS
Nama
: LASTRI
Tempat/Tanggal Lahir
: Mumpa/ 14 Mei 1988
Alamat
: RT IV/ RW I Desa Mumpa Kec. Tempuling Kab. Indragiri Hilir
Pendidikan 1.
Sekolah Dasar
: SDN 018 Mumpa Kec. Tempuling Kab. INHIL
2.
Madrasah Tsanawiyah : Pondok Pesantren Darel Hikmah Pekanbaru
3.
Madrasah Aliyah
: Pondok Pesantren Darel Hikmah Pekanbaru
4.
Sarjana S1
: Universitas Islam Negeri Sulthan Syarif Kasim Pekanbaru Riau, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Konsentrasi al-Quran Hadits
Orang Tua 1.
Ayah : a. Nama b. Alamat
: SYAMHUDI : RT IV/ RW I Desa Mumpa Kec. Tempuling Kab. Indragiri Hilir
2.
Ibu :
c. Pekerjaan
: Wiraswasta
a. Nama
: ROSMINI
b. Alamat
: RT IV/ RW I Desa Mumpa Kec. Tempuling Kab. Indragiri Hilir
c. Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga