PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan tertib administrasi perizinan di bidang Usaha Industri, maka perlu diatur penyelenggaraan Izin Usaha Industri beserta pungutan retribusinya; b. bahwa atas dasar pertimbangan tersebut di atas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Retribusi Izin Usaha Industri; Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 44) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang Penetapan Mulai Berlakunya Undang-undang Tahun 1950 Nomor 12, 13, 14, dan 15 dari hal Pembentukan Daerah-daerah dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 59); 2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3247); 4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048); 5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); 6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839); 7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3596); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);
10. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1987 tentang Penyederhanaan Izin Usaha Industri; 11. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundangundangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70); 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah; 13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah; 14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemeriksaan Retribusi Daerah; 15. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 254/MPP/ Kep/7/1997 tentang Kriteria Industri Kecil dan Perdagangan Kecil di Lingkungan Departemen Perindustrian dan Perdagangan; 16. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 590/MPP/ Kep/7/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Surat Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri; 17. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul Nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Gunungkidul Tahun 1987 Nomor 3 Seri D); 18. Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 21 Tahun 2000 tentang Kewenangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2000 Nomor 6 Seri D); Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Gunungkidul. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Gunungkidul. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD adalah Badan Legislatif Daerah Kabupaten Gunungkidul. 5. Dinas Perekonomian adalah Dinas Perekonomian Kabupaten Gunungkidul. 6. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, bahan setengah jadi, dan barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. 7. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan industri. 8. Perusahaan industri adalah perusahaan yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri yang dapat berbentuk perorangan, perusahaan, persekutuan, dan atau badan hukum yang berkedudukan di Daerah. 9. Kelompok industri adalah bagian utama kegiatan industri, kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil. 10. Izin Usaha Industri yang selanjutnya dapat disebut IUI adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada perusahaan yang melakukan kegiatan industri. 11. Tanda Daftar Industri yang selanjutnya disebut TDI yang juga merupakan IUI Kecil adalah izin usaha yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Perusahaan Industri dengan Nilai Investasi perusahaan seluruhnya sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 12. Izin Usaha Industri Menengah yang selanjutnya disebut IUI Menengah adalah izin usaha yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Perusahaan Industri dengan Nilai Investasi seluruhnya diatas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
13. Izin Usaha Industri Besar yang selanjutnya disebut IUI Besar adalah izin usaha yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada perusahaan industri dengan Nilai Investasi seluruhnya diatas Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 14. Izin Perluasan Industri yang selanjutnya dapat disebut IPI adalah izin yang diberikan kepada perusahaan yang telah memiliki IUI dan akan melakukan perluasan yang tercakup dalam lingkup jenis industrinya melebihi 30% (tiga puluh perseratus) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan. 15. Persetujuan Prinsip adalah persetujuan awal yang diberikan kepada perusahaan industri untuk langsung dapat melakukan persiapan-persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan / instalasi peralatan dan lain-lain yang diperlukan. 16. Perluasan Perusahaan Industri yang selanjutnya disebut Perluasan adalah penambahan kapasitas produksi melebihi kapasitas yang telah diizinkan. 17. Jenis Industri adalah bagian dari suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan / atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi. 18. Pengarahan dan pengesahan dokumen upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan yang selanjutnya disebut UKL dan UPL adalah dokumen yang merupakan pedoman pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan yang digunakan oleh pengusaha untuk menangani limbah industri yang dimilikinya. 19. Retribusi Pelayanan Bidang Perindustrian yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pelayanan Perizinan Bidang Perindustrian, yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. 20. Masa retribusi adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan perizinan bidang perindustrian yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. 21. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut SKRD adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi terutang atau jumlah retribusi yang harus dibayar oleh wajib retribusi. 22. Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Retribusi dan menemukan tersangkanya. BAB II PERSETUJUAN PRINSIP DAN IZIN USAHA INDUSTRI Bagian Pertama Perizinan Paragraf 1 Persetujuan Prinsip Pasal 2 (1) Persetujuan prinsip diberikan kepada perusahaan industri untuk langsung dapat melakukan persiapanpersiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan/instalasi peralatan dan lain-lain yang diperlukan. (2) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan izin untuk melakukan produksi komersial. (3) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal persetujuan prinsip diterbitkan. (4) Dalam melaksanakan persetujuan prinsip, perusahaan industri yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi kepada Pejabat yang mengeluarkan persetujuan prinsip tentang kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi setiap 1 (satu) tahun sekali paling lambat tanggal 31 Januari tahun berikutnya. Paragraf 2 Persyaratan Permohonan Persetujuan Prinsip Pasal 3 Perusahaan Industri yang akan mengajukan persetujuan prinsip harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut : a. fotokopi NPWP; b. fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi perusahaan yang berbadan hukum; c. fotokopi izin gangguan; d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) penanggung jawab perusahaan. Paragraf 3 Jenis Izin Usaha Industri Pasal 4 (1) Setiap pendirian Perusahaan Industri Wajib memiliki izin usaha industri. (2) Izin usaha industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. TDI atau IUI Kecil; b. IUI Menengah; c. IUI Besar; d. IPI. (3) Perusahaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk perorangan atau badan hukum. (4) Rincian jenis industri yang wajib memiliki izin diatur oleh Kepala Daerah. Paragraf 4 Tanda Daftar Industri Pasal 5 (1) Perusahaan industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), tidak temasuk tanah dan bangunan tempat usaha wajib memperoleh TDI dan diberlakukan sebagai IUI Kecil. (2) Terhadap semua jenis industri dalam kelompok industri kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di bawah Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memperoleh TDI kecuali bila dikehendaki oleh perusahaan yang bersangkutan. Paragraf 5 Persyaratan Pengajuan / Permohonan Tanda Daftar Industri Pasal 6 Perusahaan industri yang akan mengajukan TDI harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut : a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) penanggung jawab perusahaan; b. fotokopi Izin Gangguan; c. fotokopi dokumen UKL-UPL atau AMDAL atau SPPL; d. fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi perusahaan yang berbadan hukum. Paragraf 6 Izin Usaha Industri Pasal 7 (1) Perusahaan industri dengan Nilai Investasi perusahaan seluruhnya di atas Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha wajib memiliki IUI Menengah. (2) Perusahaan Industri dengan Nilai Investasi perusahaan seluruhnya di atas Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha wajib memiliki IUI Besar. (3) IUI dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu : a. IUI melalui tahap persetujuan prinsip; b. IUI tanpa melalui tahap persetujuan prinsip. (4) IUI melalui tahap persetujuan prinsip diberikan kepada perusahaan yang memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. telah selesai membangun pabrik dan sarana produksi; c. berada di luar kawasan industri. (5) IUI tanpa melalui tahap persetujuan prinsip diberikan kepada perusahaan yang memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. berlokasi di kawasan industri/kawasan berikat yang memiliki izin atau jenis dan komoditi yang proses produksinya tidak merusak/membahayakan lingkungan serta tidak menggunakan sumber daya alam secara berlebihan; b. bersedia dan wajib membuat surat pernyataan. (6) Surat pernyataan sebagimana dimaksud ayat (5) huruf b memuat ketentuan sebagai berikut : a. tidak berproduksi komersial sebelum memenuhi segala persyaratan dari instansi lain yang berkaitan dengan pembangunan pabrik dan sarana produksi maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksi paling lambat 4 (empat) tahun terhitung mulai tanggal IUI diterbitkan; c. menerima segala akibat hukum terhadap pelanggaran atas surat pernyataan yang telah dibuatnya.
Paragraf 7 Persyaratan Permohonan Izin Usaha Industri Pasal 8 Perusahaan industri yang akan mengajukan IUI harus mengajukan permohonan secara tertulis dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut : a. IUI melalui tahap persetujuan prinsip dengan persyaratan sebagai berikut : 1. mengisi formulir permohonan Izin Usaha Industri; 2. fotokopi izin gangguan; 3. fotokopi Akta Pendirian Perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi perusahaan yang berbadan hukum; 4. fotokopi Surat Persetujuan Prinsip; 5. fotokopi Formulir Informasi Pembangunan Pabrik dan Sarana Produksi (Proyek); 6. fotokopi izin lokasi; 7. fotokopi NPWP; 8. fotokopi dokumen UKL-UPL atau AMDAL atau SPPL; 9. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) penanggung jawab perusahaan. b. IUI tanpa melalui persetujuan prinsip, dengan persyaratan sebagai berikut : 1. mengisi formulir permohonan; 2. fotokopi izin gangguan; 3. fotokopi Akta Pendirian Perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi perusahaan yang berbadan hukum; 4. fotokopi Informasi Pembangunan Pabrik dan Sarana Produksi (Proyek); 5. fotokopi izin lokasi; 6. fotokopi NPWP; 7. fotokopi dokumen UKL-UPL atau AMDAL atau SPPL; 8. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) penanggung jawab perusahaan. Paragraf 8 Perluasan Industri Pasal 9 (1) Perusahaan yang telah memiliki IUI dan akan melakukan perluasan yang tercakup dalam lingkup jenis industrinya melebihi 30% (tiga puluh perseratus) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan wajib memperoleh IPI. (2) Untuk memperoleh IPI, perusahaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan rencana perluasan industri dan memenuhi persyaratan lingkungan hidup. Paragraf 9 Persyaratan Izin Perluasan Industri Pasal 10 Perusahaan industri yang akan melakukan perluasan industri harus mengajukan permohonan izin perluasan secara tertulis dan melampirkan persyaratan sebagai berikut : a. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) penanggung jawab perusahaan; b. fotokopi Akta Pendirian Perusahaan dan perubahan-perubahannya bagi perusahaan yang berbadan hukum; c. fotokopi Izin Gangguan; d. fotokopi dokumen UKL-UPL atau AMDAL atau SPPL; e. fotokopi Izin Lokasi; f. fotokopi NPWP. Bagian Kedua Jangka Waktu Berlakunya Izin Pasal 11 IUI berlaku selama perusahaan yang bersangkutan masih menjalankan kegiatan usaha industri dan setiap 5 (lima) tahun sekali wajib diperbarui.
Bagian Ketiga Penggantian Izin Usaha Industri
Pasal 12 (1) Apabila izin industri yang telah dimiliki perusahaan hilang, rusak, atau tidak dapat dibaca lagi, dapat dimohonkan penggantiannya dengan mengajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah untuk memperoleh IUI pengganti. (2) Permohonan penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan dilampiri : a. surat keterangan hilang dari kepolisian setempat bagi yang IUI nya hilang; b. IUI asli bagi yang izin industrinya rusak atau tidak dapat dibaca lagi. (3) IUI pengganti berlaku selama sisa waktu IUI yang telah diberikan. BAB III PEJABAT YANG BERWENANG MENGELUARKAN DAN MENCABUT IZIN USAHA INDUSTRI Pasal 13 Pejabat yang berwenang memberikan dan mencabut IUI adalah Kepala Daerah. Pasal 14 (1) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 harus memberikan jawaban persetujuan atau penolakan permohonan IUI dan disampaikan kepada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 12 (dua belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya permohonan secara lengkap dan benar. (2) Apabila permohonan IUI ditolak, Kepala Daerah harus memberikan alasan-alasan penolakan. (3) Perusahaan industri yang mengajukan IUI wajib mengambil IUI selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak lewat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan penerbitan IUI dan membayar retribusi. (4) Apabila setelah lewat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemohon tidak mengambil IUI dan tidak membayar retribusi, maka pemohon melakukan pelanggaran ketentuan retribusi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini. BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 15 Pembinaan dan pengawasan terhadap perusahaan industri dilakukan oleh Dinas Perekonomian.. BAB V HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 16 Pemegang IUI berhak : a. melakukan kegiatan sesuai izin yang diberikan; b. mendapatkan pembinaan dari Pemerintah Daerah untuk kelangsungan kegiatannya; c. mendapatkan jaminan penyelenggaraan terhadap kegiatan sesuai dengan bentuk pelayanan bidang perindustrian yang diberikan. Pasal 17 (1) Pemegang IUI wajib : a. mentaati segala ketentuan sesuai peraturan perundang-undangan dan peraturan teknis yang berlaku; b. menciptakan rasa nyaman, aman, dan membina hubungan harmonis dengan lingkungan tempat melakukan kegiatannya; c. menyampaikan laporan produksi atau informasi industri secara berkala kepada Kepala Daerah. (2) Tata cara laporan produksi atau informasi sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur oleh Kepala Daerah. Pasal 18 Pemerintah Daerah wajib : a. memberikan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian kepada pemegang izin; b. menjamin pemegang IUI dalam menyelenggarakan kegiatan sesuai peruntukannya.
BAB VI PERINGATAN, PEMBEKUAN, DAN PENCABUTAN
Bagian Pertama Peringatan Pasal 19 (1) Perusahaan industri diberikan peringatan secara tertulis apabila : a. melakukan perluasan tanpa memiliki IPI; b. belum melaksanakan pendaftaran; c. tidak menyampaikan informasi industri; d. menimbulkan kerusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup; e. melakukan kegiatan usaha industri tidak sesuai dengan izin yang telah ditetapkan; f. perusahaan industri telah melakukan pelanggaran hak cipta, hak paten, dan merk. (2) Peringatan tertulis diberikan kepada perusahaan industri sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. Bagian Kedua Pembekuan Pasal 20 (1) Pembekuan perusahaan industri yang telah memperoleh IUI dapat dilakukan apabila : a. tidak melakukan perbaikan walaupun telah mendapatkan peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2); b. melakukan perluasan yang hasil produksinya bertujuan untuk pasaran ekspor tetapi dipasarkan di dalam negeri; c. sedang dalam pemeriksaan berkaitan dengan pelanggaran hak cipta, paten, merk, dan desain industri; (2) Pembekuan izin industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dikeluarkannya. (3) Pembekuan izin usaha industri sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berlaku sampai dengan ada keputusan pengadilan. (4) Apabila dalam masa pembekuan IUI, perusahaan yang bersangkutan telah melakukan perbaikan-perbaikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, izinnya dapat diberlakukan kembali. Bagian Ketiga Pencabutan Pasal 21 (1) IUI dapat dicabut apabila : a. izin yang dikeluarkan tidak berdasarkan data atau keterangan yang benar atau dipalsukan oleh perusahaan yang bersangkutan; b. perusahaan tidak melakukan perbaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku setelah melampaui masa pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2); c. perusahaan telah dijatuhi hukuman atas pelanggarannya oleh pengadilan; d. perusahaan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang memuat sanksi pencabutan izin. (2) Pencabutan IUI dilakukan secara langsung tanpa diperlukan adanya peringatan tertulis. BAB VII RETRIBUSI Bagian Pertama Nama, Obyek, dan Subyek Retribusi Pasal 22 Dengan nama Retribusi Izin Usaha Industri dipungut retribusi atas pelayanan penerbitan IUI. Pasal 23 Obyek retribusi adalah setiap pemberian IUI. Pasal 24 Subyek retribusi adalah setiap orang atau badan yang mendapatkan pelayanan perizinan industri. Bagian Kedua Golongan Retribusi Pasal 25
Retribusi IUI digolongkan sebagai retribusi perizinan tertentu. Bagian Ketiga Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa Pasal 26 Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis pelayanan perizinan yang diberikan. Bagian Keempat Prinsip dan Sasaran dalam Penetapan Struktur dan Besarnya Tarif Pasal 27 Prinsip dan sasaran dalam penetapan besarnya tarif retribusi didasarkan pada biaya untuk menutup sebagian atau seluruh biaya pemberian pelayanan perizinan yang bersangkutan dan biaya pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. Bagian Kelima Besarnya Tarif Pasal 28 (1) Besarnya tarif retribusi izin adalah sebagai berikut; a. TDI : Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah); b. IUI Menengah : Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah); c. IUI Besar : Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) d. IPI : Sama dengan permohonan izin baru; (2) Perpanjangan atau pembaharuan IUI ditetapkan sebesar 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Retribusi penggantian IUI yang hilang dan atau rusak ditetapkan sebesar 50 % (lima puluh per seratus) dari besarnya retribusi yang terutang dan serendah-rendahnya sebesar Rp. 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah); Bagian Keenam Wilayah Pemungutan Pasal 29 Retribusi terutang dipungut di wilayah Daerah. Bagian Ketujuh Masa Retribusi dan Saat Retribusi Terutang Pasal 30 Masa Retribusi adalah jangka waktu berlakunya IUI yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 31 Saat retribusi terutang adalah pada saat ditetapkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Bagian Kedelapan Tata Cara Pemungutan Retribusi Pasal 32 (1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. Bagian Kesembilan Tata Cara Pembayaran Pasal 33 (1) Retribusi terutang harus dilunasi sekaligus. (2) Tata cara pembayaran, penyetoran, dan tempat pembayaran retribusi diatur oleh Kepala Daerah. (3) Seluruh hasil penerimaan retribusi IUI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 disetor ke Kas Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kesepuluh Pengurangan atau Pembebasan Retribusi Pasal 34 (1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan atau pembebasan retribusi.
(2) Pengurangan atau pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan kemampuan wajib retribusi. (3) Tata cara pemberian pengurangan atau pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Kepala Daerah. BAB VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 35 (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 17 ayat (1) diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan IUI nya. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB IX KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 36 (1) Selain oleh Pejabat Penyidik POLRI, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dilakukan oleh Penyidik di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; c. meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumendokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen sebagaimana tersebut huruf e; h. memotret seseorang berkaitan dengan tindak pidana; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui Penyidik POLRI memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, Tersangka atau Keluarganya; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB X PELAKSANAAN Pasal 37 Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditugaskan kepada Dinas Perekonomian.
BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 38
Persetujuan prinsip yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku dan dapat dipergunakan untuk memperoleh IUI berdasarkan Peraturan Daerah ini. Pasal 39 IUI atau izin perluasan yang telah diperoleh sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku dan wajib diperbarui kembali dalam tenggang waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah berlakunya Peraturan Daerah ini. BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 40 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur oleh Kepala Daerah. Pasal 41 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Gunungkidul. Ditetapkan di Wonosari pada tanggal 17 Nopember 2003 BUPATI GUNUNGKIDUL, ttd. YOETIKNO
Diundangkan di Wonosari pada tanggal 1 Desember 2003 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL, ttd. SUGITO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2003 NOMOR 6
PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 10 TAHUN 2003 TENTANG
SERI C.
RETRIBUSI IZIN USAHA INDUSTRI I.
PENJELASAN UMUM Sebagai realisasi pelaksanaan desentralisasi bidang perindustrian berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, telah ditetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 21 Tahun 2000 tentang Kewenangan Daerah. Untuk melaksanakan kewenangan wajib bidang industri sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Kewenangan Daerah, perlu ditetapkan produk hukum daerah dalam rangka memberikan pelayanan perizinan bidang perindustrian kepada masyarakat. Pelayanan perizinan perindustrian diberikan kepada perusahaan industri guna pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dengan maksud untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penyalahgunaan izin yang diterbitkan. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul tentang Retribusi Izin Usaha Industri.
II.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 ayat (1) ayat (2) ayat (3) Ayat (4) ayat (5) huruf a
Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 ayat (1)
Pasal 18 Pasal 19
: : : : : : : : : : :
huruf b : : : : : : : : : : huruf a : huruf b : huruf c :
: :
Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Yang dimaksud dengan kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Sedangkan yang dimaksud dengan kawasan berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di dalam-nya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir dan pengepakan atau barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Yang dimaksud dengan laporan berkala adalah laporan yang dibuat oleh pengusaha industri dan disampaikan kepada Kepala Daerah setiap 6 (enam) bulan sekali bagi pengusaha industri menengah dan besar, dan 1 (satu) tahun sekali bagi pengusaha industri kecil. Cukup jelas. Cukup jelas.
Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30 Pasal 31 Pasal 32
Pasal 33 Pasal 34 Pasal 35 Pasal 36 Pasal 37 Pasal 38 Pasal 39 Pasal 40 Pasal 41
ayat (1)
: : : : : : : : : : : : :
ayat (2)
:
: : : : : : : : :
Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Yang dimaksud dengan tidak dapat di-borongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak boleh diserahkan kepada pihak ketiga. Namun dalam pengertian ini tidak menutup kemungkinan Pemerintah Daerah untuk bekerjasama dengan pihak ketiga. Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan badan tertentu yang karena keprofesionalannya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan secara efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya retribusi terutang, pengawasan, penyetoran, dan penagihan retribusi. Yang dimaksud dengan dokumen lain yang dipersamakan adalah dokumen yang dapat dipergunakan sebagai tanda bukti pembayaran retribusi yang keabsahannya / legalitasnya sama dengan SKRD. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas. Cukup jelas.
---------- // ----------