Cakrawala Pendldlkan Nomor 2, Tahun XI, :Junl 1992
125
PEMBETULAN KESALAHAN DALAM PENGAjARAN BAHASA KEDUA... i-::Oleh
Suwarna Abstrak Kaum behavioris memandang kesalahan berbahasa merupakan suatu cela yang harus dihindari dan segera dibetulkan bila kesalahan itu terjadl. Kaum nativis sebaliknya. memandang kesalahan berbahasa merupakan hal yang wajar terjadi dan merupakan bukti adanya proses belajar dalam diri pembelajar. Pembetulan kesalahan dalam pembeJajaran bahasa i<edua (B2) juga masih sangat bervariasi. Hal ini disebabkan dasar teori dan cara pandang terhadap adanya kesalahan berbaha~a tiap-tiap aUran (kaum nativisme dan behaviorisme) berbeda sehingga timbul isu apakah pembetulan kesalahan benar-benar membantu pemerolehan Bl. Makalah ini berusaha menjawab isu tersebut. Pembetulan kesalahan .akan dapat membantu pemerolehan B? bila (a) dilakukan secara selektif; (b) tidak perlu ajeg dan sistematis; (e) interaksi merupakan aktivitas instruksional .yang bersifat pembelajaran; (d) terdapat variasi penggunaan teknik langsung dan tidak langsung; (e) terdapat variasi giliran subjek pembetulan kesalahan; (f) nomor a - e mempertimbangka.n .waktu yang tepat dan kemampuan pembelajar. ..
Pendahuluan Kesalahan berbahasa, bagi seorangpembelajar bahasa sulit untuk dihindari. Menurut Corder (dalam Richards, 1984) kesalahan ini merupakan bukti penting bahwa dalam diri pembelajar telah terjadi proses belajar dalam usaha penguasai bahasanya. Padangan inimenunjukkan bahwa Corder penganut aliran Nativisme. Aliran Nativisme berprinsip bahwa belajar merupakan proses internal. Pernyataan ini telah menyangkal pendapat .kaum behavioris yang menyatakan bahwa kesalahan , berbahasa merupakan cela yang harus dihindari dan jika terjadi t kesalahan itu harus segera dibetulkan. Kesalahan berbahasa dapat terjadi pada pembelajar bahasa pertama (Bl) atau pembelajar bahasa kedua (B2).
126
CakrawaJa. Pendidikan Nomor 2, Tahun XI, Jun; 1992
.. ·r .
)If
i~~
,0.:
f
Menurut Zaenal Arifin·· (19.8~) p~mb.el.~jar B2· akan 'membuat kesalahan yang cenderung aje,g dan s·istematik. Oleh karena itu, pembetulan kesalahan harus juga ajeg dan sistematis. Sedangkan Hendrickson (dalam:····Chaudron, 1990·:135) berpenclapat tidak harus demikiat),. 'Pal~'upun kesalahan itu terjadi secara ajeg dan sistematis.Semua itu tergantung pada guru (Allwright dalam Ellis, 1,990:73) karenaguru yang paling tahu tentang kondisi pembelajarnya. ~asa1ah pem'betulan kesalahan masih merupakan' isu,. Selain :. adanya berbagai pend'apat seperti di atas, isu yang utama .apakah pembetulan .kesalahan itu ,benar~benar' membantu penguasaan bahasa pembelajar .B2. '. . Tulisan ini· lebih mengarah pada kesalahan pembelajar B2. Kesal~han ~erupakan terjemahan dari erroryaitu penyimpangan-peIJ.yimp~~gan··yan·g terjadi sifatnya sistematis, konsisten, dan m'enggamb~(kan kemamptlCl:r, .si~wa tentang penguasaan. bahasa. :.pa.da,,·tahap-tahap tertentu·.. (Corder dalam. Baradja, 1990:9.4 datf·Rictt;;~ds,. 1984~:·2:5). "Kesalahan ..berbahasa mengaeu pada korupeteri$i~-..~':Ke·sa:laha·~~· berbed~ . dengan kekeliruan (mistake). Ke·kelir.uan.·" hanya mengacu' pada performansi pembelajar a.kibat kelesuan, keemosian~ keletihan, atau yang lain. Kesalahari memiliki signifika'nsi dalam" proses belajar sedangkan': kekeliruan tidak. '. I
Pandangan Terhadap Kesalahan A"liran Behaviorisme
. Salah satu karya kaum behavioris dalam pengajaran , bahasa ada~?h metode' audi'olingual. Asumsimetode ini (1)" kesal~.han berbahsa .··~arus dihindari, dan bila terjadi, kesalah.a.o i~.u. harus seg~~~' dibetulkan. Sumber kesalahan adalah ~J;.lterferensi anta'ra - Bl dan B·2 (Ellis, 1990:24). Pola-polaBl dan B2 yan'g sarna. mendukungproses belajar, sedangkan pola. pola yang berbeda mendatangkan kesulitan. Interferensi terjadi karen a k.ebiasaan me-ntransfer pola Bl ke B2. Asumsi pertama tersebut berdasar pada asumsi (2) yaitubelajar bahasamer-upakanproses mekanis untuk membentuk· ke,biasaan (Ellis, 1990:22). Implikasi paham' behaviorisme dalam pengajar·an bahasa, yaitu 'kesalahan ·berbahasa yang terjadipada diri
,~.
PembetuJan KesaJahan dalam PengaJaran Bahasa Kedua
127
pembelajar (siswa) harus diberantas. Guru penganut paham ini (Purwo, 1988:27) tidak kenaI rnenyerah membabat setiap kesalahan, bahkan dengan rajinnya menyela kegiatan pembelajar yang sedang mengutarakan dirinya dengan B2 karena ada kesalahan yang harus dibenahi. Tindakan ini kadangkadang menyebalkan kedua belah pihak, baik guru maupun pembelajar.
Alican Nativisme Menurut penelitian Dulay dan Burt tahun "1970 (dalam Purwo, 1988:27) penyikapan terhadap kesalahan pembelajar memang kebal dan tidak tanggap terhadap pembetulan kesalahan artinya walaupun guru berkali-kali membetulkan kesalahan, pembelajar masih saja membuat kesalahan. Oleh karena itu, tida'k aneh hila ada guru yang me}1jadi frustasi karena pembelajar senantiasa' membuat kesalahan, bahkan '. kesalahan yang sarna padahal guru telah berulang kali menjelaskan mengapa struktur. tertentu itu salah. Hal demikian menimbulkan pemikiran baru bahwa kesalahanmerupakan hal yang wajar terjadi pada proses belajar dan merupakanbukti penting bahwa dalam diri individu sedang terjadi proses belajar dalam usaha menguasai bahasanya (Corder dalam Richards, 1984). Kesalahan merupakan kekreatifan dan kedinamisan pembelajar dalam belajar bah?sa. Kekreatifan dan kedinamisan itu tampak bahwa pembelajar dalam belajar B2 tidak sekedar menirukan saja, tetapi "melakukan uji hipotesis dalam dirinya (Ellis, 1986:298; Rivers dalam Frank, 1980;53-56). Pembelajar mampu melakukan uji hipotesis karena dalam dirinya memiliki LAD (Language Aquisition Device: Alat Pemeroleh Bahasa) yang terdapat pada black box dalam otak manusi~ (Ellis, 1990; Baradja, 1990; Purwo, 1988). Belajar bukan proses stimulus - respon untuk membentuk kebiasaan seperti paham behaviorisme, melainkan dengan LAD belajar merupakan proses internal dan tidak tergantung pada ling", kungan. Pembelajar setiap kali akan menguji dan membetulkan kesalahan. Oleh karena itu, biarlah kesalahan itu terjadi. Bila tiba saatnya ,nanti, pembelajar siap membetulkannya sendiri. Implikasi dalam pengajaran bahasa, guru hendaknya bersifat selektif dan membimbing dalam membetulkan kesa-
128
~akrawala Pendldikan Nomor 2~ Tahun Xl, Juni 1992
lahanpembelajar, tidak semua kesalahan dibabat habis. Bila semua kesalahan dibetulkart~-:berakibat buruk pada diri pembelajar. Mereka akan mengembangkan sikap "defensif" 'untuk menghindari kesalahah.-· it· A'kibatnya, pembelajar berusaha menghindari konstruksi-konstruksi yang sulit untuk menghindari kesalahan dan lebih memusatkan perhatian pada bentuk daripada isi (Ellis, 1990). Akibatnya pembelajar kurang aktif dan produktif.
Pembetulan Kesalahan t.•.. : ; Penguraian pembetulan' kesalahan bertolak 'dari lima pertanyaan yang diajukan' oleh Hendrickson (dalam Chaudron, 1990:137) yaitu: (1) Haruskah k.esalaha-n pembelajar dibetulkan? (2) Jika ya, kapan kesalahan pembelajar harus dibetulkan? (3) Kesalahan yang mana yang harus dibetulkan? (4) Bagaimana kesalahan pembelajar harus dibetulkan? (S}:Siapa yang harus rne~b~tulkan kesalahan pembe.lajar?
Hacuskah
Kesalah~n pembel~j~c.. Dl'->.~tulkan?
Menurut Hendrickson kesalahan harus dibetulkan bila tujuannya belaja~ bahasa (~alam Tarigan, 1988:321-322) dan bersifat. selektif . Illempertiinbangkan apakah kesalahan itu ~arus dib~tulkan 'dao:" m'engapa har-us dibetulkan (Corbert dalam Rombepajung, 1990:56). 'Kesalahan dibetulkan bila pembelajar tidak menyadari bah~a ia telah melakukan kesalahan. yang demikian jelas memerlukan bantuan guru agar pem~elajar lebih rriengerti apa yang dipelajari. ~ . 'Survey Cathcart dan Olsen tahiIn 1976 menunjukkan l?,ahwa, mahasiswa' justru lebih senang dan menginginkan diberi pembetulan dan sering dibetulkan. Pembetulan kesalahan sangat berguna bagi orang dewasa yang belajarB2 karena dapat membantu untuk memahami konsep dan masalah yang timbul dalam kegiatan belajar. 'Ba:gi mereka belajar bukanlah sekedar menirukan a tau' meng·haf ale ' Kesalahan bahasa pembelajar me.rupakan um'pan balik guru"pembeiajar, dan peneliti (Corder dalamRichards, 1984: 25). Bagiguru, kesalahan menunjukkan seberapa jauh ke~a juan pembelajar, seberapa jauh mereka menguasai materi pengajaran (bagianmana yangdapa t dicapaidan bagian -mana
.~
Pembetulan Kesalahan dalam Pengajaran Bahasa Kedua
129
yang belum) dan efektivitas teknik atau metode pengajaran yang digunakan. Kesalahan juga merupakan informasi dalam usaha merencanakan silabus dan program pengaja
Jika ya, Kapan Kesalahan Pembelajac Dibetulkan? Teori Nativisme menyatakan tidak semua kesalahan harus dibetulkan. Pembetu~an kesalahan bersifat selektif. Menurut Chaudron (1990:136-137) pembetulan kesalahan akan efektif jika (1) dilakukan pada saat yang tepat, (2) aktivitas merupa
\
130
"
Cakrawala Pendldikan Nomor 2, Tahun Xl, Juni 1992
pada umumnya kesalahan yang terjadi hanyalah kesalah~n dialek nonstandar, dan (3) kesalahan terjadi pada aktivitas noninstruksional, yaitu pada waktu transisi antara pembelajar di mana memungkinkan pemhelajar u'ntuk berkomunikasi secara alamiah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian,. pemhetulan kesalahan (1) bersifat selektif dan dilakukan pada saat aktivitas ;i.nstruksional bersifat pembelajaran dan (2) bila pembelajar .belum mampu mem:betulkan sendiri yang biasanya .pada awal tahun ajaran k'arena bekal kemampuan pembelajar memang belum memadai. ,Kesalahan yang Mana yang Hacus' Dibetulkan?
Yang mendapat prioritas, kesalahan yang dibetulkan adalah kesalahan yang m'englganggu pesan komunikasi. Kesalahan demikian disebut kesalahan global•. Kesalahan yang tidak mengganggu komunikasi disebut kesalahan lokaJ.. Allw'right (dala'm Ellis, 19'90:7~) menyebut kesalahan global dengan T-erroi', 'sedangkan kesalahan lokaldisebutnya V-error. Selai~ itu Johanson dan 'Richards (dalam Romb,epajung, 1988: 60) menambahkan ba:h\va, kesaJahan yang dibetulkan adalah kesalahan yang sering terjadi" Kesalahari yang 'menonjol harus segera dibetulkan· terletak pad:a bidang tata bahasa dan ucapan (Cathcart dan Olsen dalam Rombepajang,1988:59). Pendapat ini tidak semuanya ,benar terutama pada, uea,pan. Orang-:o.rang yang telah melewati masa puber tidak dapat lagi mengucapkan lafal sesempurna penutur asli.Hal ini dinyatakan oleh Eric H Lenneberg dalam bukunya Bi910gical Founda- ;. tion of Language. Selain itu, dapat saja. seorang anak memang ,belum clapat mengucapkan kata yang benar seperti penutur asli karena organ ujaran belum sempurna. Pembetulan kesalahanglobal dapat menambah motivasi belajar. Motivasi memillki korelasi' :y'a'ng signifikan dengan kemampuan be'lajar B2 (Richards~ 1984:,22; Ellis, 1990:10:4). Bila kesalahan global s!Jdah berkurang, pembetulan dapat sedikit demi sedikit diarahkan ke kesalahan lokal. Namun, perlu diingat bahwa terlalu banya'k membetulkan akanberakibat buruk padapembelajar.
~
PembetuJan KesaJahan dalam Pengajaran Bahasa Kedua
'131
Bagaimana Kesalahan Pembelajac Hacus Dibetulkan? Pembetulan kesalahan dapat dilakukan secara langsung tidak langsung. Pembetulan secara langsung (Tarigan, 198'8:318) dengan cara guru menunjukkan k,esalahan itu dan bagaimana cara. membetulkannya, sedangkan siswa bertugas menulis kembali. Sebag~i contoh pembetulan secara langsung dalam sebuah karangan siswa: (1) penggarisbawahan serta memberi petunjuk dengan memberi simbol, misalnya T: tenses, Sp: spelling, W0: word order, F: form, Wc: word choice,. dsb. (2) mengurung frase yang salah tempat dan diberi tanda panah pembelajar yang dimaksudkan, (3) memberi tanda silang pada kata-kata yang mubazir, (4) memberi bentuk dan struktur yang benar dalam keseluruh. an. Teknik koreksi langsung In1 menurut Hendrickson, Cohne, Robin, dan Al1wright kurang menguntungkan sebab kurang memberi kesempatan pembelajar untuk mengoreksi diri sehingga mereka kurang aktif, kreatif, dan produktif (Tarigan, 1988). Teknik pem.betulan berikutnya adalah teknik tidak langsung. Teknik ini dilakukan oleh guru (Long dalam Ellis, 1990:72) yang kadang-kadang siswa tidak terasa kalau dibetulkan. Teknik terasa lebih halus dan tidak menyakitkan guru atau ·siswa. Misalnya, bila dalam kelas (1) guru meng- . ulang bagian yang salah yang dibuat siswa dan ·membetulkan. Model imitasi yang dibuat oleh guru dapat dianggap sebagai penguatan respon pembetulan. Chaudron (dalam. Ellis, 1990:71) menambahkan (2) perlakuan yang mengarah kepada ,pembelajar untuk mengoreksi diri sendiri, (3) perlakuan yang menga~ah pada pemancingan respon yang benar dari pembelajar, (4) reaksi, apa saja yang jelas mengarah kepada pembetulan, (5) penguatan positif negatif yang melibatkan persepsi setuju atau. tidak setuju, misalnya dengan kinesik, para linguistik, ekspresi wajah, mengerutkan dahi, dll. Bila pembetulan itu dilakukan dalam karangan: (1) kosa kata yang tidak tepat pemakaiannya dilingkari, (2) kata-ka.ta yang hilang atau kurang diberi tanda tanya, (3) struktur kalimat yan.gmembingungkan diberi tanda tanya. Teknik pembetulan ~idak langsung memiliki beberapa kelebihan (1) memberi kesempatan pembelajar untuk aktif,
dan
132
Cakrawala Pendidikan Nomor 2, Tahun XI, Juni 1992
kreatif, dan produktif dalam membetulkan kesalahannya sendiri, (2) bagi guru Iebih efisien waktu dan meringankan beban karena tidak setiap kesalahan gurulah yang harus membetulkan, (3) tidak menyakitkan ataumenyebalkan antara keduanya, yaitu guru dan pembelajar. Zainal Arifin (1986:1) berpendapat bahwa ,pembetulan kesalahan hendaknya dilakukan secara ajeg da~ sistema tis karena ,pembelajar cenderung memiliki pola kesalahan yang ajeg dan sistema tis. Sedangkan Hendri-ckson (-dalam :Chaudron, 1990:135) berpendapat sebaliknya, pembetulan kesalahan tidak perlu ajeg dan sistematis. Beberapa Igur~ kadang membetulkan semua kesalahan linguistik, sedangkan guru lain mengabaikannya, dan hanya yang berkaitan dengan isi yang dibetulkan. Kadang ·guru mengoreksi pada suatu bagian kesalahan tetapi mengabaikan pada bagian lain. Menurut Hugghes dan Lascaraton (dalamEllis, 1990:72) biasanya guru native speaker (penutur asli). lebih tole,ran daripada guru yang bukan na tive speaker yang sering lebih rewel. Lain halnya dengan Allwright (dalam Ellis, 1990:73) pembetulan kesalahan itu terserah pada guru, teknik apa yang digunakan, kesalahan yang mana yangdibetulkan, kapan, dan "bagaimana membetulkannya karena gurulah yang paling tahu akan kondisipara pembelajarnya. Pengalaman dan pengetahuan guru akan mendukung dalam pembetulan kesalahan, maka tidak aneh bila pembetulan kesalahan yang dilakukanguru sangat bervariasi. · Siapa yang Hacus Membetulkan Kesalahan?
Proses .beJajar mengajar melibatkan guru nanp~inbel- . ajar. OIeh karena itu, pembetulan kesalahan juga dilakukan oleh guru atau pembelajar.Pembetulan kesalahan oleh pernbelajar dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu pembelajar yang · 'membuat kesalahan ataupembelajar yang lain bila hal itli terjadi dalam. kelas. Pem·betulan kesalahan olen. siswa menurut Walz (dalam l'arigan, 1988) memerluka.nbimbingan dan pengawasan guru, misalnya (1) menunjukkan k'esalahan, (2) memberi petunjuk, (3) menjelaskan kata kunci, .(4) ,menga'dakan pertanyaan, (5) n1embuat jawa,ban sendiri, (6)mengulf?ngi jawaban dengan koreksi, (7) 'menyatakan pertanyaan dengan cara lain setelah mengadakanpembetulan secara formal tetapi merupakan responsi yang tidak tepat terhadap formulasi asli.
~ ~
PembetuJan Kesalahan dalam Pengajaran ·Bahasa Kedua
133
Seperti pada teknik pembetulan tidak langsung, teknik pembetulan oleh siswa ini memiliki beberapa; keuntungan. Namun, perlu diingat bila pembetulan kesalahe:tn terus-menerus dilimpahkan kepada pembelajar,' dapat b.erakiba t kura~g baik. Akibat itu, antara lain (1) pembelajar merasa, keberatan karena merasa belum siap. Ini dapat mengakibatka~ pembelajar takut membuat ~esalahan' 'dan .meng,embangkan, sikap defensif, lebih mengutamakan struktur daripada i~~ sehingga pembelajar kurang kreatif dan produktif, (periksa paham nativisme), (2) dapat menimbulkan prasangk~ pada diri pembelajar bahwa guru mungkin belum siap atau kurang ,menguasai materi yang diajarkan. Bila .hal ini 'terjadi, dapa"t: mengurangi kewibawaan guru, yang akhirnya pengajaran ~!-lra,n.g. efektif. Padahal, tugas guru menyiapkan. data, mernberikan informasi, meluruskan penafsiran pembelajar terhadap, .sasaran (Corder dalam, Rombepajung, 1988:65). Pembetulan kesalahan oleh guru dapat dilakukan (1) 'membetulkan kesalahan secara langsung, (2) 'membetulkan kesalahan di pinggir karangan atau catatan kaki, (3) merriberikan penjelasan secara lisan, baik perorangan atau klasikal, (4) menggunakan contoh kesalahan tersebut sebagai contoh penjelasan kepada seluruh kelas (Wingfield dalam Rombepajung, 1988:64). Pembetulan kesalahan yang didominasi oleh guru dapat berakibat kurang menguntungkan dalam proses belajar mengajar B2 seperti telah dinyatakan pada pembetulan kesalahan dengan teknik langsung. Oleh karena itu, perlu variasi pembetulan kesalahan yang dilakukan, baik oleh guru maupun pembelajar.
Fungsi Pembetulan Kesalahan dalam Pemerolehan 82 l!raian berikut merupakan refleksi lima pertanyaan Hendrickson yang kemudian dituangkan pada fungsi pembetulan kesalahan dalam pemerolehan B2. Kalau guru membabat semua kesalahan dapat berakibat buruk pada diri pembelajar dalam usaha menguasai B2. Pern..:. belajar kurang berkesempatan untuk mengembangkan diri. Ini artinya, pembetulan kesalahan hendaknya bersifat selektif sehingga dapat memberi kesempatan lebih banyak kepada pembelajc:.r untuk lebih aktif, kreatif, dan produktif. Pembetulan kesalahan yang demikian diharapkan dapat membantu pemerolehan B2. .
134
Cakrawala Pendldikan Nomor 2, Tahun XI, Juni 1992
Pembetulan kesalahan bersifat ajeg dan sistema tis d.apat menimbulkan sikap pembelajar untuk bergantung kepada pembetulan (njagakake: Jawa), misal "Saya berbuat kesalahan·toh nanti akan dibetulkan". Oleh karena itu, pembetulan kesalahan tidak perlu secara ajeg dan sistematis. Hal ini akan dapat lebih:mengasah ketajaman LAD pembelajar sehingga ia lebihberkesempatan mengembangkan diri dalam usaha menguasai B2.· Pembetulan kesalahan akan mendu'kun,gpemerolehan B2 bial dilakukan pada saat aktivitas .guru - pembelajar bersifat instruksional dengan tujuan belajar sehingga pembetulan kesalahan bersifat formal dan pedagogis. Kesalahanpada aktivitas percakapan alamiah lebih di tolerir. Kesalahan yang dibetulkan terutama kesalahan global yaitu kesalahan yang mengganggu komunikasi. Pembetulan kesalahan diutamakan pada isi, baru kemudian sintaksis, morfologi, dan fonologi. Tiga komponen terakhir merupakan kesalahan lokal, tetapi akan menjadi utama pula untuk dibetulkan (global) bila komponen itu merupakan bahan ajar instruksional yang bersifat formal dan bersifat pembelajaran. Guru bahasa hendaknya mampu menggunakan teknik pembetulan kesalahan dengan benar, den;gan mempertimbangkan- waktu yang tepat dan siapa pembelajar. Kapan sebaiknya menggunakan . teknik langsung dan kapan sebaliknya. Masingmasing teknik memiliki kelebihandan kekurangan. Efektivitas penggunaan teknik akan terjaga hila guru menggunakan den-gan tepat. Pada awal tahun ajaran lebih banyak menggunakan teknik e_langsung mengingat kemampuan siswa masih pada tahap awal. Teknik langsung ini merupakan pembetulan kesalahan yang dilakukan oleh -guru.Pada akhir tahun sebaiknya menggunakan teknik tak lan,gsung, yaitu jpem'betulan kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar dengan birn·bingan guru. Hal ini akan lebih memberi kesempatan kepada-pem.belajar untuk berkembang, aktif, k'reatif,dan produktif. Dengan demikian, variasipenggunaan teknik langsungdan tidak langsung, variasi giliran siapa yang harus mem,betulkan kesalahan dapat membantu efektivitaspemerolehan B:2.
Pembetulan Kesqlahan dal~m Pengajaran ,Bahasa Kedua
135
Simpulan dan Saran Simpulan
!;
.r
o •
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Kesalahan berbahasa merupakan bagian dari proses belajar dan sebagai bukti bahwa dalam diri pembelajar ··sedang:'· terjadi proses belajar. ',' (2) Pembetulan ke'salahan akan dapat merribantu pemerolehan B2 bila: a. dilakukan secara selektif; b. tidak perlu ajeg dan sistematis·; c. interaksi merupakan aktivitas .instruksional yang bersifat pembelajaran; d. terdapat variasi penggunaan teknik langsung dan .tidak langsung; e. terdapat variasi giliran subjek pembetul kesalahan; f. nomor a - e mempertimbangkan waktu yang tepat dan kemampuan pembelajar. Saran
Berhubung masih belu.m adanya pedoman pembetulan kesalahan dan untuk membuktikan simpula~ nomor 2 tersebut perlu diadakan penelitian pemerolehan B2.
Daftar Pustaka Arifin, Zaenal. 1986. Ana/isis Kesilapan dan PembetuJan KesiJapan dalam Karya Tu/i5. Seminar K~bahasaan dalam rangka Bulan Bahasa. Surabaya: Universitas Muhammadiyah. Baradja, M.F. 1990. Kapita Selekta Penqajaran Bahasa. Malang: IKIP. Chaudron, Craig. 1990. Second Language Classrooms Research on Teaching and L earning. Cambridge: Cambridge Uni-· versity Press. Corder ,S.P. 1984."The Significance of Learner's Errors" dalam Jack C Richards (ed). Error Analysfs Perspective's on Second Language A·cquisition. halaman 19-27 En.gland: Longman.
136
Cakrawala Pendidikan Nomor 2, Tahun XI, Juni 1992
Ellis, Rod. 1986. Understanding Second Language Acquisition . . New York: Oxford University Press. . 1990. Instructed Second Language ---Basil Balckwell.
Acquisiti~n.
USA:
Purwo, Bambang Kaswanti. 1988. "Upaya Mencerdaskan Siswa Belajar Bahasa Secara Aktif dan Kreatif" dalam Gatra ke Arah Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. halaman 13-41. Majalah IKIP Sadhar. Yogyakarta: Asco Offset. • Rivers, M Wilga. 1980. "Psychology and Linguistics as Bases for Language Pedagogy" dalam Frank M Grittner (ed). Learning A Second Language. halaman 44-66.Chichago: The University of Chichago Press. Rombepajung,J.P. 1988. Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Asing. Jakarta: Dirjen Dikti. Tarigan, H.G. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti.
'It
~ _'.