PEMBERDAYAAN PENDIDIK PAUD DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIS UNTUK PENGEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA DINI DI KABUPATEN BREBES
Isti Hidayah1), Lita Latiana2), Etty Soesilowati3) Prodi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Semarang Email:
[email protected] 2) Prodi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini 3) Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Semarang 1)
Abstract. The aim of the community service was to enhance the professional capabilities of early childhood education teachers as the target audience in the mastery of early childhood mathematics learning, as indicated by the increasing apperception and posttest scores on math concepts in early childhood activities. The implementation of community service consisted of three phases, namely: (1) the initial stage of preparation (licensing, material activities and assessment instruments); (2) The second stage is the implementation of early childhood educators empowerment in mathematical learning for early childhood cognitive development in Brebes district; and (3) The final stage is an evaluation to determine the extent of mastery of the training material understood by the participants. The results indicated that there was an increase in activities mastery of mathematical concepts in early childhood learning activities (76 to 90). The condition prior to the implementation of activities showed that the number of participants who agreed that the mathematical concepts were not allowed to be taught at an early age (ECD) was still quite high, approaching 50%. In addition, the number of participants who agreed that the counting was not conducted in early childhood education was 36%. Keywords: early childhood educator empowerment, mathematical concepts, early childhood Abstrak. Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan profesional guru kelompok bermain (KB PAUD) sebagai khalayak sasaran dalam penguasaan pembelajaran matematika anak usia dini, yang ditunjukkan dengan meningkatnya skor apersepsi dan posttest tentang konsep-konsep matematika dalam kegiatan PAUD. Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini meliputi tiga tahapan, yaitu: (1) tahap awal persiapan (perijinan, materi kegiatan dan instrumen penilaian); (2) tahap kedua adalah pelaksanaan kegiatan pemberdayaan pendidik PAUDdalam pembelajaran matematis untuk pengembangan kognitif anak usia dini di kabupaten Brebes; dan (3) tahap akhir adalah evaluasi untuk mengetahui sejauh mana penerimaan 127
128 materi pelatihan yang diserap pada peserta.Hasil kegiatan menunjukkan bahwa terdapat kenaikan penguasaan materi konsep-konsep matematis dalam kegiatan pembelajaran anak usia dini (76 menjadi 90). Kondisi sebelum implementasi kegiatan menunjukkan bahwa banyaknya peserta yang setuju bahwa pada usia dini (PAUD) tidak diperkenankan mengenalkan konsep-konsep matematis masih cukup tinggi, yaitu mendekati 50%. Demikin juga banyaknya peserta yang setuju bahwa aktivitas menghitung sama sekali tidak dilakukan dalam PAUD sebesar 36%. Kata kunci: pemberdayaan pendidik PAUD, konsep-konsep matematis, anak usia dini PENDAHULUAN Anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak ia lahir sampai usia dewasa. Pada masa balita pertumbuhan dan perkembangan anak terjadi sangat cepat. Masa seperti ini merupakan dasar dan tidak akan terulang lagi pada kehidupan selanjutnya. Oleh sebab itu perhatian yang diberikan pada masa kanakkanak awal akan sangat menetukan kualitas kehidupan manusia di masa depan. Manusia dalam hidupnya belajar sejak lahir sampai masa tua. Manusia berkembang dari satu periode perkembangan ke periode yang lain, mereka mengalami perubahan tingkah laku yang berbeda-beda. Perubahan tingkah laku yang berbeda pada masa kanak-kanak di akibatkan karena masalah-masalah atau tugas-tugas yang dituntut dan muncul pada setiap periode perkembangan itu berbeda pula.Pendidikan bagi anak sangatlah penting, khususnya pendidikan sejak usia dini. Telah menjadi hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan guna mengembangkan pengetahuan dan meningkatkan sumber daya manusia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003, pasal 1 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan upaya pembinaan yang ditujukan untuk anak usia 0-6 tahun dalam rangka membantu pertumbuhan dan perkembangan dan menyiapkan anak untuk melanjutkan ke pendidikan Rekayasa Vol. 14 No. 2, Desember 2016
lebih lanjut. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan pada paragraf 1 pasal 61 ayat 2 point b disebutkan bahwa fungsi dan tujuan PAUD adalah mengembangkan potensi kecerdasan spiritual, intelektual, emosional, kinestetis, dan sosial peserta didik pada masa emas pertumbuhannya dalam lingkungan bermain yang edukatif dan menyenangkan. Berhitung sebagai cabang dari matematika merupakan salah satu jalan untuk mengembangkan aspek intelektual anak sehingga program pembelajaran yang telah diterima di TK dapat mempersiapkan peserta didik memasuki SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat (PP RI nomor 17 tahun 2010 Paragraf 4 pasal 66 ayat 1). Lebih jauh dari itu, Benyamin S. Bloom yang menyatakan bahwa 50% dari potensi intelektual anak sudah terbentuk usia 4 tahun kemudian mencapai sekitar 80% pada usia 8 tahun (Depdiknas, 2007). Pada usia 4-6 tahun daya serap anak akan informasi yang diterima begitu tinggi, sehingga sangat dianjurkan untuk melatih kemampuan dasar dan pembentukan perilaku pada usia ini, terlebih mengenalkan matematika. Matematika merupakan dasar pengetahuan bagi manusia. Matematika yang diberikan untuk anak adalah sebatas pengenalan saja tanpa memaksakan bahwa anak harus menguasai materi yang diberikan.
129 Pengenalan konsep matematika pada anak usia dini tidak bisa disamakan dengan pengenalan matematika layaknya orang dewasa. Pengenalan matematika pada anak usia dini haruslah diberikan melalui permainan dengan media yang akrab dan tidak membahayakan bagi anak. Piaget juga mengatakan bahwa untuk meningkatkan perkembangan mental anak ke tahap yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan memperkaya pengalaman anak terutama pengalaman kongkrit, karena dasar perkembangan mental adalah melalui pengalaman-pengalaman aktif dengan menggunakan benda-benda di sekitarnya (Depdiknas, 2007). Hasil analisis tentang prediksi prestasi akademik yang didasarkan pada enam data longitudinal menyebutkan bahwa anakanak yang memiliki keterampilan matematika pada saat awal masuk sekolah diprediksi akan lebih cepat dalam memperoleh keterampilan membaca, perhatian, dan sosio emosional. Jadi, keterampilan matematika merupakan fondasi dari terbentuknya keterampilan-keterampilan pendukung lainnya. Matematika sebagai Mother of science tentunya sudah tidak asing bagi kita, karena dengan matematikalah kita dapat menelusuri ilmu lain yang saling berkorespondensi. Aritmetika atau berhitung adalah cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubunganhubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian (Abdurrahman, 2009). Itulah sebabnya mengapa berhitung dapat diterapkan pada PAUD, karena matematika dan berhitung adalah langkah awal anak untuk mengetahui ilmu lain yang akan mereka pelajari di usia dewasa. Pada hakikatnya, suatu pembelajaran di TK selalu tersisip pesan-pesan pembelajaran. pesan-pesan pembelajaran akan mudah dicerna anak ketika pendidik menyampaikan pesan-pesan pembelajaran tersebut dengan menggunakan media pembelajaran. Seorang
ahli perkembangan kognitif berkebangsaan Swiss, Jean Piaget mengatakan bahwa usia 2-7 tahun berada pada tahap pra-operational. Pemikiran pra-operational tidak lain adalah suatu masa tunggu yang singkat bagi pemikiran operasional, sekalipun label “pra-operasional’ menekankan bahwa anak pada tahap ini belum berpikir secara operasional (Desmita, 2009). Tahap pra-operational adalah tahap dimana anak mempunyai gambaran mental dan mampu untuk berpura-pura, langkah pendek untuk menggunakan simbol (Sujiono, 2004). Jadi, anak usia TK yang masih berada pada tahap pra-operational memerlukan suatu media pembelajaran yang konkret ketika melakukan suatu kegiatan pembelajaran. Media yang dapat digunakan di TK adalah media yang aman, menarik, menyenangkan, multifungsi, serta mempunyai nilai edukasi. Media yang disediakan juga harus sesuai degan usia anak, media pembelajaran yang disediakan harus berbanding terbalik dengan usia anak. Semakin tinggi usia anak, maka media yang diberikan lebih kecil dan bila usia anak rendah, maka media yang disediakan harus lebih besar. Anak TK dalam kegiatan berhitung tidak selamanya menggunakan lembar kerja yang hanya menuntut aspek kognitif saja, melainkan membutuhkan suatu media yang dapat digunakan sebagai aktivitas permainan. Kegiatan pada lembar kerja hanya sebatas pada mewarnai gambar, menebali objek, mencari garis (mazze), menarik garis antara bilangan dengan jumlah gambar, dan mencentang gambar yang ditugaskan. Begitu banyak kegiatan yang disajikan pada lembar kerja, namun lembar kerja sendiri belum mencukupi untuk mengenalkan konsep berhitung pada anak, karena untuk mengenalkan konsep berhitung dibutuhkan benda konkret untuk membangun pemahaman anak. Salah satu media yang dapat digunakan untuk mengenalkan konsep berhitung pada anak adalah dadu. Dadu adalah benda berbentuk persegi empat yang mempu-
Pemberdayaan Pendidik PAUD dalam Pembelajaran Matematis ... (Isti Hidayah, Lita Latiana, Etty Soesilowati)
130 nyai enam permukaan. Media dadu yang digunakan peneliti berbeda dengan media dadu yang digunakan peneliti lain karena media dadu ini khusus untuk berhitung, sehingga dot atau titik yang ada pada dadu akan dimodifikasi dengan mengganti dot menjadi bentuk buah-buahan. Peneliti mengambil gambar buah-buahan karena buah mempunyai warna yang terang dibanding dengan benda lain yang menjadikan ketertarikan pada anak. Kegiatan pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu bentuk dari proses komunikasi. Dalam suatu proses komunikasi, setidaknya harus ada tiga komponen pendukung, yaitu guru sebagai communicator yang bertugas untuk menyampaikan pesan pembelajaran (message) kepada penerima pesan (communican) yaitu siswa/ anak. Agar pesan pembelajaran dapat ditangkap baik dan oleh anak maka dalam proses komunikasi pembelajaran tersebut diperlukan wahan penyalur pesan yang disebut media pembelajaran (Latiana, 2008). Kegiatan pembelajaran di TK memerlukan media pembelajaran sebagai penyampai pesan, karena pada usia PAUD tahap perkembangan kognitif anak berada pada masa praoperational sehingga membutuhkan benda konkret untuk memperjelas. Kabupaten Brebes merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di Jawa Tengah 1.748.510 (2012), dan meruapakan daerah terluas ke dua setelah Kabupaten Cilacap. Dari data Dinas Pendidikan Brebes menunjukan jumlah lembaga PAUD di kabupaten Brebes setiap tahun mengalami kenaikan, keanikan jumlah lembaga yang ada harus diimbangi dengan peningkatan kualitas, kompetensi pendidiknya yang berjumlah 2.352 orang. Rendahnya kemampuan profesional sebagian pendidik PAUD dikarenakan masih banyak pendidik PAUD yang tidak berlatarbelakng ke PAUD an, tidak semua pendidik mendapat kesempatan mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan maupun Instansi terkait lainya karena keterbaRekayasa Vol. 14 No. 2, Desember 2016
tasan anggaran dari instansi tersebut.Di kabupaten Brebes terdapat jumlah anak usia PAUD (0-6 tahun) sebanyak 141.096; terlayani ada 33.510 (23.75%) dan 107.586 (76.25%) tidak terlayani. Di Kabupaten Brebes memiliki APK (Angka Partisipasi Kasar) PAUD sebesar 23.75% di bawah rata-rata Jawa Tengah , yaitu39.59 (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, 2013:46). Sedangkan dalam Permendikbud N0.137 Tahun 2014 Tentang Standar PAUD disebutkan bahwa pendidik PAUD harus memiliki kemampuan profesional yaitu memahami perkembangan fisik motorik kognitif, bahasa ,sosial emosianal, moral agama dan seni anak usia dini. Selama ini masih banyak pendidik PAUD yang mengajarkan matematikan dengan memberi soal di papan tulis. Sedang Piaget berpendapat anak tidak bisa diajarkan secara langsung bahwa 2+3= ? sebelum anak memahami konsep bilangan dan operasi bilangan. Anak harus dilatih lebih dahulu mengkonstruksi pemahaman dengan bahasa simbolik. Masalah yang hendak dipecahkan melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah bagaimana meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru PAUD dalam mengenalkan konsep-konsep matematis kepada anak dengan tepat dan benar. METODE Metode pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini meliputi tiga tahapan, yaitu: (1) Tahap pertama, tim pengabdian kepada masyarakat menyusun perencanaan awal kegiatan, yaitu melakukan proses perijinan, dari LP2M surat ditujukan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes. Selanjutnya tim pelaksana melakukan koordinasi dengan bagian PNFI untuk menindaklanjuti persiapan kegiatan, yaitu mengundang calon peserta kegiatan (29 orang guru KB PAUD) yang ada di Kabupaten Brebes. Sementara itu Tim pelaksana menyiapkan materi kegiatan serta instrumen penilaian untuk mengukur
131 ketercapaian target kegiatan. (2) Tahap ke dua, pelaksanaan kegiatan pemberdayaan pendidik PAUDdalam pembelajaran matematis untuk pengembangan kognitif anak usia dini di kabupaten Brebes dengan materi apersepsi untuk mengukur kemampuan awal, sekaligus untuk mengetahui kondisi awal peserta; pemberian motivasi; Teori dan model pembelajaran anak usia dini; pengenalan konsep-konsep matematis dan strategi implementasinya bagi anak. Kegiatan ini dilakukan secara langsung, pemodelan, tanya jawab, dan praktik. Sedangkan tahap ketiga adalah posttest, sekaligus sebagai evaluasi di akhir kegiatan, selain evaluasi selama proses kegiatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini mampu meningkatkan kemampuan profesional khalayak sasaran guru kelompok bermain (KB PAUD) dalam pemahaman terhadap pengenalan konsep-konsep matematika dalam kegiatan pendidikan anak usia dini, yang ditunjukkan dengan meningkatnya skor apersepsi (76) dan posttest (90). Beberapa aktivitas dalam PAUD sebagai pengenalan konsep-konsep matematis yang belum dipahami oleh para peserta kegiatan ditunjukkan dengan persentase peserta yang menjawab “setuju” yang rendah. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah aktivitas menghitung sama sekali tidak dilakukan dalam PAUD (36%), aktivitas dalam PAUD dapat dilakukan dengan membuat grafik (18%), dan bahkan yang memahami bahwa pada anak usia dini (PAUD) tidak diperkenankan mengenalkan konsep-konsep matematika (46%). Setelah dilakukan diskusi dan Tanya jawab, sebenanrnya mereka melakukan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pengenalan konsep-konsep matematis, namun mereka tidak menyadari. Kegiatan yang dilakukan tanpa sengaja atau bahkan tidak disadari akan memberikan hasil yang
berbeda dengan aktivitas yang disengaja dilakukan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Jawaban yang tidak diinginkan terjadi karena ketidaktahuan makna, dan atau belum dipahaminya konsep-konsep matematis dalam kegiatan pembelajaran anak usia dini (PAUD). Mereka sebenarnya melakukannya, namun belum mengetahui bahwa yang mereka lakukan merupakan salah satu atau beberapa konsepkonsep matematis dalam kegiatan anak usia dini tersebut. Dari hasil penyekoran terhadap angket kesiapan implementasi pelaksanaan Kurikulum 2013 diperoleh skor rata-rata sebesar 75. Komponen yang mendapat persentase rendah adalah: (1) merencanakan kegiatan dengan melibatkan anak dengan 25%; (2) menerapkan model-model pembelajaran inovatif sebesar 57%; dan (3) merencanakan kegiatan belajar dengan menggunakan worksheet sebesar 64%. Sedangkan kemampuan dan ketrampilan khalayak sasaran guru kelompok bermain (KB PAUD) dalam penggunaan metode pembelajaran matematikan anak usia dini, yang ditunjukkan dengan perolehan skor posttes tentang metode pembelajaran matematika anak usia dini dan skor hasil pengembangan rencana kegiatan pembelajaran diperoleh skor rata-rata 90, sedangkan yang masih mendapat skor di bawah standar target (70) ada 2 orang, yaitu dengan skor 58 dan 67. Matematika adalah sesuatu ilmu yang dipelajari atau diajarkan yang berhubungan dengan bilangan-bilangan, hubungan-hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah tentang bilangan (Paimin, 1998). Sedangkan menurut Sujiono (2004) Matematika adalah sesuatu yang berkaitan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis melalui penalaran yang bersifat deduktif. Bila kita berpikir tentang matematika maka kita akan membicarakan tentang persamaan dan perbedaan, pengaturan informasi/data, memahami tentang angka, jum-
Pemberdayaan Pendidik PAUD dalam Pembelajaran Matematis ... (Isti Hidayah, Lita Latiana, Etty Soesilowati)
132 lah, pola-pola, ruang, bentuk, perkiraan dan perbandingan (Lestari, 2011). Matematika pada hakikatnya merupakan cara belajar utnuk mengatur jalan pikiran seseorang dengan maksud melalui matematika ini seseorang akan dapat mengatur jalan pikirannya (Susanto, 2011). Mengacu pada beberapa pendapat tentang matematika di atas, tidak ada ketentuan bahwa matematika diperuntukkan pada orang dewasa saja. Kemampuan berpikir anak telah dilatih sejak kecil, kemampuan berpikir dikembangkan bagi setiap insan tanpa kecuali, anak-anak, anak muda, dewasa, orang tua, bahkan bagi yang kurang beruntung. Adapun tujuan pembelajaran matematika anak usia dini sebagai logico-mathematical learning atau belajar berpikir logis dan matematis dengan cara yang menyenangkan dan tidak rumit. Jadi tujuanya bukan agar anak dapat menghitung sampai seratus atau seribu, tetapi memahami bahasa matematis dan penggunaannya untuk berpikir. Menurut teori Bloom, pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir mengikuti sebuah kontinum dari Lower Order Thinking Skills (LOTS) menuju Higher Order Thinking Skills (HOTS), dengan kata lain langkah pertama yang dibutuhkan adalah mengetahui/mengenal konsep, memahaminya, menerapkannya, melakukan analisis, dan terakhir dapat melakukan analis dan evaluasi konsep tersebut. Taxonomi Bloom telah mengalami revisi dengan memperhatikan perolehan pengetahuan factual, konseptual, procedural, dan metakognisi Krathwohl, D.R, 2002; Anderson, L. & Krathwohl, D.R. , 2001). Anak yang berhasil melakukan tahapan terakhir, berarti juga telah berhasil menggunakan kemampuan tahapan sebelumnya. Hai ini berrati juga bahwa semakin kuat kemampuan sebelumnya, akan semakin memperkuat kemampuan berikutnya. Model untuk kemampuan berpikir tingkat tinggi telah dipromosikan sebagai sarana unyuk meningkatkan penilaian dan intervensi dalam praktik anak sekolah penyandang Rekayasa Vol. 14 No. 2, Desember 2016
cacat dan orang-orang yang beresiko pendidikan (Telzrow, 2000).Dalam artikel yang ditulis oleh Webster-Stratton et al (2004) dijelaskan bahwa kemampuan anak-anak muda dalam mengelola emosi dan melakukan persahabat yang bermakna menjadi prasyarat yang penting bagi kesiapan sekolah dan keberhasilan akademis. Program pelatihan keterampilan social dan pemecahan masalah anak telah disesuaikan untuk digunakan bagi guru-guru TK dan SD yang dirancang untuk meningkatkan kompetensi social, emosional, dan akademis, dan mengurangi masalah perilaku anakanak di dalam kelas. Hal ini sangat penting dan diperlukan oleh para pendidik di PAUD (Taman Penitipan Anak, Kelompok Bermain, dan Taman Kanak-kanak). Matematika menjadi penting karena matematika ditempatkan sebagai mother of science pondasi pelajaran lain. Matematika sangat dibutuhkan dalam kegiatan sehari-hari, alasan ini diperkuat Cookroft bahwa matematika perlu diajarkan kepada anak karena: selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang (Abdurrahman, 2009). Dari keenam alasan tersebut dapat diringkas menjadi satu alasan, bahwa matematika merupakan sarana komunikasi untuk mengatasi problema kehidupan sehari-hari.Konsep matematika anak usia dini menurut Suyanto (2003) adalah: memilih, membandingkan, dan mengurutkan, misalnya memilih balok yang pendek, diteruskan ke yang lebih panjang sehingga membentuk urutan dari yang paling pendek ke yang paling panjang.Klasifikasi, yaitu mengelompokkan benda-benda ke dalam beberapa kelompok, untuk matematika bisa berdasarkan ukuran
133 atau bentuknya.Menghitung, yaitu menghubungkan antara benda dengan konsep bilangan, dimulai dari satu. Jika sudah mahir anak dapat menghitung kelipatan. Angka, yaitu simbol dari kuantitas. Anak bisa menghubungkan antara kebanyakan benda dengan simbol angka.Pengukuran, yaitu anak dapat mengukur ukuran suatu benda dengan berbagai cara, dimulai dari ukuran non standar menuju ukuran standar. Ukuran non standar misalnya kaki, depa, jengkal. Sedangkan ukuran standar ialah dengan menggunakan alat ukur standar, misalnya penggaris dan meteran. Geometri, yaitu mengenal, bentuk, luas, volume, dan area.Membuat grafik. Pola, dan Problem Solving, yaitu kemampuan memecahkan persoalan sederhana yang melibatkan bilangan dan operasi bilangan. Selain itu, Sujiono (2004) juga menguraikan tentang berbagai keterampilan yang dibutuhkan oleh anak untuk memahami konsep matematika, yaitu: menyusun pola atau gambar, penyortiran atau pengelompokkan, mengurutkan dan menyambungkan, memulai konsep angka dan pemecahan masalah. Patterning (menyusun pola atau gambar). Patterning adalah menyusun rangkaian warna, bagian-bagian, benda-benda, suara-suara, gerakan-gerakan, yang dapat diulang. Penyortiran atau pengelompokkan, menyortir dan mengelompokkan benda-benda dengan kualitas yang sama adalah salah satu kegiatan yang populer untuk segala usia. Mengurutkan dan menyambung, kegiatan mengurutkan disebut juga dengan kegiatan seriasi. Seriasi merupakan identifikasi terhadap perbedaan, mengatur atau mengurutkan benda tersebut sesuai dengan perbedaannya. Mulainya konsep angka, konsep angka melibatkan pemikiran tentang “berapa jumlahnya atau berapa banyak”? Mulainya konsep angka termasuk menghitung, penjumlahan satu tambah satu, yang terpenting adalah mengerti konsep angka.Pemecahan masalah, pemecahan masalah adalah mempraktekkan matematika dalam cara bekerja.
Dimensi karakteristik perkembangan kognitif anak menurut Depdiknas dalam pedoman pembelajaran kognitif di Taman Kanak-kanak (2007), antara lain: dapat memahami konsep makna yang berlawanan seperti kosong-penuh, ringan-berat, atas-bawah, dan sebagainya; dapat memadankan bentuk geometri (lingkaran, persegi dan segitiga) dengan obyek nyata atau melalui visualisasi gambar; dapat menumpuk balok atau gelanggelang sesuai ukurannya secara berurutan; dapat mengelompokkan benda yang memiliki persamaan warna, bentuk, dan ukuran; dapat menyebutkan pasangan benda, mampu memahami sebab akibat; dapat merangkai kegiatan sehari-hari dan menunjukkan kapan setiap kegiatan dilakukan; menceritakan kembali 3 gagasan utama dari suatu cerita; mengenali dan membaca tulisan melalui gambar yang sering dilihat di rumah atau di sekolah; mengenali dan menyebutkan angka 1-10. Untuk mendukung pengembangan kognitif pada anak usia dini, sesuai dengan tahapan perkembangan kognitif anak usia dini, maka kegiatan dapat digunakan alat peraga yang selanjutnya dikenal dengan alat peraga edukatif (APE). Beberapa APE yang dapat digunakan untuk mengenalkan konsep-konsep matematis adalah: bangun-bangun geometris dalam berbagai bentuk permainan, balokbalok angka, meronce bangun dan huruf, sempoa, balok bongkar pasang, mobil angka, mobil huruf, kapal barang, kereta putar, geometri putar, silinder warna (lingkaran warna), tangram, angka warna, pasang segitiga, pasang lingkar, rainbow tower, puzzle gagang dengan berbagai bangun geometris, dll. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pada hasil dan pembahasan, disimpulkan bahwa, pengetahuan para pendidik anak usia dini tentang konsep-konsep matematis dalam kegiatan pembelajaran anak usia dini meningkat (76 menjadi 90). Moti-
Pemberdayaan Pendidik PAUD dalam Pembelajaran Matematis ... (Isti Hidayah, Lita Latiana, Etty Soesilowati)
134 vasi para pendidik anak usia dini mengikuti kegiatan cukup tinggi. Upaya meningkatkan kemampuan dan keterampilan pendidik anak usia dini dalam penggunaan metode pembelajaran matematika anak usia dinidilakukan dengan cara pengenalan konsep-konsep matematis dalam kegiatan PAUD, diikuti dengan pemahaman oleh guru, pemodelan, dan praktik. DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan bagi Anak yang Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Anderson, L. & Krathwohl, D. R. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. Allyn & Bacon. Depdiknas. 2007. Pedoman Pembelajaran Bidang Pengembangan Kognitif di Taman Kanak-Kanak. Jakarta Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: ROSDA Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah. 2013. Kerangka Dasar Pengembangan PAUD Terpadu dengan Pendekatan Holistik Terintegratif Provinsi Jawa Tengah Periode 2013-2018.Semarang: Dinas Pendidikan Jawa Tengah Krathwohl, D. R. (2002). A revision of Bloom’s taxonomy: An overview. Theory into Practice, 41(4), 212-218. Latiana, Lita. 2008. Penggunaan Media Dinding Kelas untuk Meningkatkan Kreativitas Anak dalam Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak (Penelitian pada Taman Kanak-kanak di Kota Semarang). Laporan penelitian tidak dipublikasikan.
Rekayasa Vol. 14 No. 2, Desember 2016
Dibiayai oleh DIPA Unnes. Lestari. 2011. Konsep Matematika untuk Anak Usia Dini. Seri Bacaan Orang Tua. Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini. Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal. Kementrian Pendidikan Nasional. Paimin, Joula Ekaningsih.1998.Agar Anak Pintar Matematika. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sujiono, Yuliani Nurani. 2004. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka Sujiono, Yuliani Nurani dan bambang Sujiono. 2010. Bermain kreatif berbasis kecerdasan jamak. Jakarta: PT Indeks Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan anak usia dini. Jakarta: Kencana Suyanto, Slamet. 2003. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: UNY Press Telzrow, Cathy F and Hollinger, Constance L. 2000. Fidely of Problem-Solving Implementation and Relationship to Student Performance. School Psychology Review. Vol. 29, No. 3, pp. 443-461 Webster-Stratton, Carolyn PhD; Reid, M Jamila PhD. 2004. Strengthening Social and Emotional Competence in Young Children-The Foundation for Early School Readiness and Success: Incredible Years Classroom Social Skills and Problem-Solving Curriculum. Infants & Young Children: April/May/June 2004 Volume 17 - Issue 2 - p 96-113