Pembelajaran Saintifik Berbantuan Media Manipulatif Untuk Memahamkan Operasi Hitung Bilangan Bulat Di Sekolah Dasar Widi Ardianto, Cholis Sa’dijah, Dedi Kuswandi Pendidikan Dasar - Pascasarjana Universitas Negeri Malang e-mail:
[email protected] Abstract: Mathematics is a universal science has an important role in everyday life as well as in the development of other sciences. Many mathematical concepts that must be mastered by students at every level of education. Highly abstract mathematical concepts. Therefor, to teach a math concept required the right approach and concrete props to facilitate student understanding. The scientific approach aided manipulative media is one alternative to help the students hang on integer arithmetic operations. From the results of the study on several studies and articles that are relevant, it can be concluded that the application of the scientific approach aided manipulative media can enhance the understanding of mathematical concepts in elementary student. Key words: scientific learning , manipulative media , integers Abstrak: Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya. Banyak konsep matematika yang harus dikuasai oleh siswa pada setiap jenjang pendidikannya. Konsep matematika sangatlah abstrak. Oleh sebab itu, untuk mengajarkan suatu konsep matematika diperlukan pendekatan yang tepat serta alat peraga yang konkrit untuk mempermudah pemahaman siswa. Pendekatan saintifik berbantuan media manipulatif merupakan salah satu alternatif untuk membantu memahamkan siswa tentang operasi hitung bilangan bulat. Dari hasil kajian terhadap beberapa hasil penelitian dan artikel yang relevan, dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan saintifik berbantuan media manipulatif dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis pada siswa SD. Kata kunci: pembelajaran saintifik, media manipulatif, bilangan bulat
Mata pelajaran matematika masih menjadi “momok” bagi siswa. Matematika yang secara keseharian dihadapi siswa adalah berupa angka-angka yang harus dipecahkan dengan menggunakan pemikiran yang cukup rumit sehingga menyebabkan siswa sudah lebih dahulu takut menghadapi pelajaran matematika. Dalam hal ini Prihandoko (2006: 9) juga membenarkan kenyataan tersebut, bahwa sebuah pernyataan klasik yang seringkali kita dengar di tengah masyarakat adalah bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit sehingga orang menjadi takut dan bahkan “alergi” manakala mereka mendengar kata matematika. Sebagaimana pernyataan Handayani (2004) pada Semiloka Mengatasi Fobia Matematika pada Anak di Bandung bahwa “munculnya fobia matematika pada anak juga disebabkan sugesti yang tertanam dalam benak seorang anak bahwa matematika itu sulit“. Sugesti tersebut muncul dari orang-orang sekitar yang menyatakan matematika itu sulit. Munculnya anggapan siswa dan masyarakat bahwa pelajaran matematika sulit bahkan menjadi fobia, lebih disebabkan pada pengajaran yang lebih menekankan pada hafalan dan kecepatan berhitung. Suatu tantangan bagi guru matematika yaitu bagaimana mengubah atau paling tidak meminimalisir pandangan sema-
cam ini dengan menyajikan materi matematika secara sederhana dan menarik tetapi juga mudah dipahami oleh siswa.Satu hal yang harus dipahami dan sadari, tidak semua siswa mempunyai tingkat intelektual tinggi. Kemampuan setiap siswa menangkap materi pelajaran yang disampaikan berbedabeda. Setiap anak memiliki daya nalar yang berbeda. Respon mereka terhadap materi yang disampaikan guru ada yang cepat dan ada pula yang lambat. Banyaknya operasi hitung matematika, di mana setiap operasi hitung meningkat dari permasalahan yang sederhana sampai dengan masalah yang kompleks dan masing-masing operasi hitung memerlukan penjelasan secara rinci dan detail menggunakan berbagai cara atau metode agar siswa memahami. Hal ini hanya akan menambah ketakutan siswa jika guru tidak bisa mensiasati dan menciptakan berbagai cara agar siswa menyukai matematika. Pelajaran matematika pada dasarnya sangatlah abstrak, sehingga diperlukan metode atau strategi dalam menyampaikan materi matematika yang abstrak tersebut menjadi konkret, selanjutnya dari permasalahan yang konkret tersebut baru dialihkan ke bentuk konsep-konsep matematika yang abstrak.
1
2Jurnal Pendidikan Sains, Vol..., No..., Bln Thn, Hal....-.... Menurut Sa’dijah (2008), siswa umumnya hanya suka mengerjakan soal-soal rutin, yaitu soal-soal yang sudah tahu prosedur pengerjaannya atau soal-soal yang sudah “diberitahu” cara pengerjaannya melalui contoh-contoh. Sebagaimana dimaklumi bahwa yang dimaksud dengan kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan untuk menyelesaikan soal atau pertanyaan matematika. Fenomena guru dalam mengajar matematika secara umum menjadi masalah klasik pula, yaitu guru mengajarkan matematika hanya dengan textbook, penjelasan (ceramah), kemudian siswa disodori berbagai soal untuk dikerjakan, selanjutnya guru berkeliling mengawasi pekerjaan siswa dengan wajah yang kurang bersahabat, membuat siswa bertambah tidak bisa berkutik. Hal ini ditegaskan oleh Hadi (2009), bahwa beberapa hal yang menjadi ciri praktik pendidikan di Indonesia selama ini adalah pembelajaran berpusat pada guru. Guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau ekspositori sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan. Praktik pendidikan yang selama ini berlangsung di sekolah ternyata sangat jauh dari hakikat pendidikan yang sesungguhnya, yaitu pendidikan yang menjadikan siswa sebagai manusia yang memiliki kemampuan belajar untuk mengembangkan potensi dirinya dan mengembangkan pengetahuan lebih lanjut untuk kepentingan dirinya sendiri. Menurut Zamroni seperti dikutip oleh Hadi (www.pmri.or.id.) praktik pendidikan yang demikian mengisolir diri dari lingkungan sekitar dan dunia kerja, serta tidak mampu menjadikan siswa sebagai manusia yang utuh dan berkepribadian. Kondisi pembelajaran yang terjadi pada pembelajaran matematika seperti di atas juga didukung oleh pernyataan para pakar, diantaranya Soedjadi dan Marpaung yang dikutip oleh Asikin (www.eprints.ums.ac.id/2002) menyebutkan bahwa: (1) pembelajaran matematika yang selama ini dilaksanakan oleh guru adalah pendekatan konvensional, yakni ceramah, tanya jawab dan pemberian tugas, (2) pengajaran matematika secara tradisional mengakibatkan siswa hanya bekerja secara prosedural dan tidak memahami matematika secara mendalam; (3) pembelajaran matematika yang berorientasi pada psikologi perilaku dan strukturalis yang lebih menekankan pada hafalan dan drill merupakan penyiapan yang kurang baik untuk kerja profesional bagi para siswa nantinya; (4) kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan buku paket sebagai “resep“ mereka mengajar matematika halaman per halaman sesuai dengan apa yang ditulis; dan (5) strategi pembelajaran lebih didominasi oleh upaya untuk menyelesaikan materi pembelajaran dan kurang adanya upaya agar terjadi proses dalam diri siswa untuk mencerna materi secara aktif dan konstruktif. Menurut Sa’dijah (2009), untuk menguasai matematika diperlukan suatu proses belajar. Peristiwa belajar disertai dengan proses pembelajaran yang akan lebih terarah dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran yang dapat mengkonstruk pengetahuan. Oleh sebab itu diperlukan
strategi pembelajaran dan media/alat peraga yang tepat untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan. Keterbatasan media atau alat peraga matematika di sekolahsekolah kadang dijadikan alasan mengapa pembelajaran matematika kurang menarik dan monoton. Sedangkan kreativitas guru sudah seharusnya dikembangkan agar pembelajaran yang konvensional tidak lagi melekat pada diri guru tersebut. Menciptakan berbagai alat peraga dari bahan-bahan bekas dengan biaya yang relatif murah adalah sebuah terobosan untuk menepis anggapan konvensional tersebut. Jika pembelajaran bermakna, siswa akan senang, tertarik untuk mengikuti pembelajaran hingga selesai bahkan penasaran pada pembelajaran berikutnya. Sudah seharusnya guru bisa membangun sikap positif siswa terhadap mata pelajaran matematika. Menurut Soenardji (1998:5), sikap positif terhadap mata pelajaran dapat diperlihatkan oleh siswa berupa tindakan dan perilaku yang bermakna, menyukai mata pelajaran tersebut, dapat mencapai prestasi yang baik untuk mata pelajaran itu, dan akhirnya dapat mengembangkan dirinya menjadi anak atau orang dewasa yang mempunyai kebiasaan melakukan aktivitas yang berbekal dengan kecakapan sesuai dengan mata pelajaran yang memperoleh sikap positif itu. Salah satu materi dalam pembelajaran matematika yang masih bersifat abstrak dan perlu penggunaan alat peraga adalah materi bilangan bulat. Materi tentang bilangan bulat di Sekolah Dasar dimulai dari menemukan konsep bilangan bulat, pengertian bilangan bulat, operasi hitung penjumlahan dan pengurangan. Namun, pada kenyataannya masih banyak guru dan siswa yang kesulitan memahami konsep bilangan bulat, mereka juga kesulitan mamahami simbol-simbol matematis pada bilangan bulat seperti membedakan tanda – atau + sebagai operasi hitung dengan tanda – dan + sebagai jenis suatu bilangan. Selain itu siswa juga kurang mampu menghitung hasil operasi penjumlahan maupun pengurangan bilangan bulat. Dalam pembelajaran bilangan bulat kebanyakan guru belum menggunakan alat peraga, padahal dalam penanaman konsep bilangan bulat sangat dibutuhkan media pembelajaran. Guru juga masih terlalu berpusat pada model pembelajarn konvensional. Hal ini mengakibatkan nilai rata-rata siswa pada materi bilangan bulat tergolong masih rendah dibandingkan dengan materi-materi yang lainnya. Karena itulah perlu diadakannya perubahan dalam proses pembelajaran materi bilangan bulat. Berdasarkan observasi lapangan dan hasil wawancara dengan guru kelas IV SD Negeri 2 Gunem, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang pada tanggal 4 – 7 Januari 2016, dapat disimpulkan bahwa masih banyak siswa yang belum menguasai konsep dasar operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Hal ini peneliti buktikan dengan memberikan 20 soal operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat kepada siswa kelas IV yang diperoleh nilai rata-ratanya hanya mencapai 60,82 dari kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 70. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam penelitian kali ini peneliti mencobakan alternatif baru, yaitu dengan menggunakan suatu pendekatan dalam proses pembelajaran yaitu pendekatan saintifik. Selain menggunakan pendekatan saintifik, peneliti
ARDIANTO, Pembelajaran Saintifik Berbantuan Media Manipulatif...3 juga menggunakan media pembelajaran yaitu media manipulatif untuk membantu siswa memahami konsep secara konkrit. Proses pembelajaran saintifik merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Meskipun ada yang mengembangkan lagi menjadi mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengolah data, mengkomunikasikan, menginovasi dan mencipta. Namun, tujuan dari beberapa proses pembelajaran yang harus ada dalam pembelajaran saintifiksama, yaitu menekankan bahwabelajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan masyarakat. Selain itu, guru cukup bertindak sebagai scaffolding ketika anak/ siswa/ peserta didik mengalami kesulitan, serta guru bukan satu – satunya sumber belajar. Sikap tidak hanya diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan keteladanan. Penelitian yang dilakukan oleh Atsnan dan Gazali (2013) dengan judul “Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan)”, menunjukkan bahwa pembelajaran scientific dapat meningkatkan pemahaman konsep matematis materi pecahan pada kelas VII SMP, dalam hal ini dilihat dari peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklusnya. Kemudian seperti yang disampaikan oleh Efriana (2014) dalam artikelnya yang berjudul “ Penerapan Pendekatan Scientific Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII MTsN Palu Barat Pada Materi Keliling dan Luas Daerah Layang-layang”, menjelaskan bahwa penerapan pendekatan scientific dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII MTsN Palu Barat dalam menyelesaikan soal keliling dan luas daerah layang-layang mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengamati, (2) menanya, (3) menalar), (4) mencoba, (5) membentuk jejaring. Hasil penelitian tersebut telah membuktikan bahwa pendekatan saintifik yang digunakan dalam proses pembelajaran mampu meningkatkan prestasi belajar siswa. Langkah-langkah pendekatan saintifik yang sering kita sebut dengan istilah 5M itu terbukti dapat membantu siswa dalam memahami konsep matematika. Selain menerapkan pendekatan pembelajaran saintifik pada pembelajaran matematika, dalam penelitian ini peneliti juga akan menggunakan media pembelajaran, yaitu media manipulatif. Media manipulatif adalah media yang dapat dimanipulasi siswa, yaitu bahan yang dapat diotak-atik menggunakan tangan siswa secara langsung. Media yang dapat membantu mengkonkretkan konsep materi, sehingga siswa terbantu untuk dapat memahaminya. Penggunaan media manipulatif dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Penggunaan media pembelajaran merujuk pada pendapat Setyosari dan Sihkabuden (2005) yang menyatakan bahwa salah satu fungsi media pembelajaran adalah untuk mengubah objek matematika yang awalnya bersifat abstrak menjadi lebih konkret atau yang awalnya teoritis menjadi praktis. Rebbeca dan Paulette (2010), pembelajaran dengan menyusun potongan kertas bangun datar dapat membantu siswa memilah bentuk dan memecahkan teka-teki, mengembangkan dan memajukan
pemikiran geometrisnya, dan pemahaman sekaligus mempromosikan komunikasi matematika. Menurut Embrey dan Murray (2011) bahwa dengan menyusun kertas dapat mengembangkan pemahaman konsep geometri siswa. Diana dan Joan (2011) menyampaikan bahwa dengan block play siswa dapat mengembangkan pemahaman penalaran, pola pemahaman, dan strategi pemecahan masalah yang mereka hadapi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimanakah pembelajaran saintifik berbantuan media manipulatif dapat meningkatkan pemahaman konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada siswa kelas IV Sekolah Dasar. HASIL KAJIAN Pada beberapa hasil penelitian dan kajian artikel yang relevan, terdapat kaitan antara penerapan pendekatan saintifik dengan capaian hasil belajar. Penggunaan media manipulatif juga dapat membantu siswa dalam memahami suatu konsep matematika yang abstrak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Herianingtyas, dkk (2014) dalam artikelnya dengan judul “Implementasi Pendekatan Saintifik Melalui Discovery Learning dalam Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Pembelajaran IPA Di Kelas IV SD” menunjukkan peningkatan kemampuan berfikir kritis. Pada akhir siklus I ketuntasan belajar siswa pada materi gabungan dan selisih himpunan adalah 70%. Implementasi pendekatan saintifik melalui Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar IPA dalam Tema Selalu Berhemat Energi di kelas IV SD Negeri 1 Kebumen Tahun Ajaran 2014, diketahui pada siklus I sebesar 83,33%, pada siklus II sebesar 92,31%, dan pada siklus III menjadi 97,44%, selain itu terjadi pula peningkatan sikap antusias dan teliti siswa pada pembelajaran IPA dalam Tema Selalu Berhemat Energi, diketahui pada siklus I sebesar adalah 79,75% dengan kategori B, siklus II sebesar 92,80% dengan kategori A, dan siklus III sebesar 97,50% dengan kategori A. Penerapan pendekatan saintifik yang dilakukan oleh Hidayati (2014) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Dalam artikelnya yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) dalam Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XII TITL 1 SMK Negeri 7 Surabaya Pada Standar Kompetensi Mengoperasikan Sistem Kendali Elektromagnetik”, Hidayati menjelaskan bahwa pendekatan ilmiah mampu meningkatkan kemampuan afektif siswa, hasil pengamatan menunjukkan bahwa kemampuan afektif siswa dapat ditingkatkan melalui pendekatan ilmiah. Hasil belajar ranah psikomotor menunjukkan bahwa pendekatan ilmiah mampu meningkatkan psikomotor siswa selama menjalani pembelajaran di kelas Pendekatan ilmiah memiliki pengaruh positif (peningkatan) terhadap hasil belajar siswa XII TITL 1 SMK Negeri 7 Surabaya. Pada analisis respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah diperoleh rata-rata rating tiap indakator sebesar 82,56%. Hasil ini dapat diartikan bahwa respon siswa pada pendekatan ilmiah tinggi (baik) pada standar kompetensi mengoperasikan sistem kendali elektromagnetik.
4Jurnal Pendidikan Sains, Vol..., No..., Bln Thn, Hal....-.... Penelitian lain yang dilakukan oleh Efriana (2014) dalam artikelnya yang berjudul “Penerapan Pendekatan Scientific Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII MTsN Palu Barat Pada Materi Keliling Dan Luas Daerah LayangLayang”, menjelaskan bahwa penerapan pendekatan scientific yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII MTsN Palu Barat dalam menyelesaikan soal keliling dan luas daerah layang-layang mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengamati, (2) menanya, (3) menalar), (4) mencoba, (5) membentuk jejaring, dan mengikuti fase-fase model pembelajaran discovery learning yaitu: (1) stimulus atau pemberian rangsangan, (2) pernyataan atau identifikasi masalah, (3) pengumpulan data, (4) pengolahan data, (5) verifikasi data, (6) menarik kesimpulan dan evaluasi. Langkah (1) mengamati, pada langkah ini siswa mengamati gambar layang-layang yang terdapat di LKS yaitu pada siklus I tentang keliling layang-layang dan siklus II tentang Luas daerah layang-layang. Langkah ini merupakan kegiatan inti model pembelajaran discovery learning yaitu pernyataan atau identifikasi masalah; (2) menanya, pada langkah ini, guru memberikan pertanyaan kepada siswa yang mengarah ke konsep yang akan dicapai. Langkah ini merupakan kegiatan inti model pembelajaran discovery learning yaitu pengumpulan data; (3) menalar, pada langkah ini, siswa akan mengolah data yang diperoleh untuk memperoleh kesimpulan. Langkah ini merupakan kegiatan inti model pembelajaran discovery learning; (4) mencoba, pada langkah ini, siswa sudah menggunakan konsep yang ditemukan untuk mengerjakan soal-soal latihan yang diberikan. Langkah ini merupakan kegiatan inti model pembelajaran discovery learning; (5) membentuk jejaring, pada langkah ini siswa berdiskusi dan mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Penerapan pendekatan saintifik juga mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Atsnan dan Gazali (2013) dalam artikelnya yang berjudul ” Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan)”, menunjukkan pendekatan berpikir dan berbuat yang diawali dengan mengamati dan menanya sampai kemudian mereka berupaya untuk mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan akhirnya mencipta. Itulah mengapa pendekatan scientific ini akan bermuara kepada tingkatan mencipta (tocreate) yang tentunya terdapat unsur kreativitas di dalamya. Dalam pembelajaran matematika intinya adalah anak / siswa/ peserta didik berkegiatan. Diharapkan dengan mereka berkegiatan selama proses pembelajaran, matematika akan lebih bermakna dan sesuai dengan tema seminar nasional saat ini peran matematika dan pendidikan matematika untuk Indonesia yang lebih baik. Selain itu, hal – hal sepele yang bisa menjadi miskonsepsi siswa dalam belajar matematika sejak dini perlu diperhatikan, terutama untuk bahan ajar berupa buku matematika siswa, agar nantinya lebih sempurna dan baik lagi. Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2013) menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa tentang penjumlahan biangan bulat menggunakan media rel kereta bilangan. Dalam artikelnya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Penjumlahan Bilangan Bulat Menggunakan Media Rel Kereta
Bilangan Bagi Siswa Sekolah Dasar” dijelaskan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar penjumlahan bilangan bulat dengan menggunakan media rel kerita bilangan. Hal ini dibuktikan dengan aktivitas guru dalam pembelajaran matematika materi penjumlahan bilangan bulat dengan menggunakan media rel kereta bilangan di kelas IV SDN Klantingsari 01 Tarik Sidoarjo dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 11,87%. Dan peningkatan hasil belajar siswa yang signifikan dapat dilihat dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan sebesar 23,81%. Penggunaan media manipulatif dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa SD. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2014) dengan menggunakan metode bermain berbantuan media manipulatif berhasil menunjukkan bahwa Penerapan metode bermain berbantuan media manipulatif dalam pembelajaran penjumlahan yang dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas II A SDN Blimbing 3 Malang dapat dilaksanakan sesuai dengan rancangan dan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran. Antara lain adalah: (1) membentuk kelompok bermain, (2) menjelaskan langkah kegiatan, (3) memberikan tugas/tantangan dengan lembar kerja kelompok dan media bermain, (4) menyelesaikan tugas, (5) mempresentasikan hasil kerja, (6) pembahasan hasil kerja. Kegiatan dapat dilakukan dengan sangat baik dan terpusat pada siswa. Siswa dapat terlibat langsung, menjadi bersemangat, lebih aktif dan mudah memahami materi, serta merasa dihargai dan senang. Penerapan tindakan tersebut menjadikan peningkatan motivasi belajar siswa yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan sebelum tindakan. Hal ini dapat terlihat dari meningkatnya pencapaian indikator keberhasilan pada siklus I sebesar 82% menjadi 92% siswa pada siklus II yang aktif terlibat dalam melaksanakan kegiatan. Penerapan tindakan dan kondisi motivasi siswa dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar siswa kelas II A SDN Blimbing yang sangat tinggi. Hal ini tampak pada pencapaian skor nilai tindakan akhir siklus I dan II. Nilai rata-rata dari 76, menjadi 87 dan 93. Jumlah siswa yang tuntas dari 20 siswa menjadi 26 dan 30 siswa atau meningkat 77% yang dapat diartikan meningkat sangat tinggi. Persentase ketuntasan klasikal meningkat dari 61% menjadi 79% pada siklus I dan menjadi 91% pada siklus II. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yeni (2011) dalam artikelnya yang berjudul “Pemanfaatan BendaBenda Manipulatif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Geometri dan Kemampuan Tilikan Ruang Siswa Kelas V Sekolah Dasar”, menjelaskan bahwa terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan lebih baik pada pemahaman konsep geometri antara siswa yang belajar matematika menggunakan model pembelajaran matematika yang memanfaatkan bendabenda manipulatif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Terdapat perbedaan peningkatan yang signifikanlebih baik pada pemahaman konsep geometri antara siswa yang belajar matematika menggunakan model pembelajaran matematika yang memanfaatkan benda-benda manipulatif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional ditinjau dari level sekolah tinggi, sedang, dan rendah. Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran
ARDIANTO, Pembelajaran Saintifik Berbantuan Media Manipulatif...5 yang memanfaatkan benda-benda manipulatif dengan faktor level sekolah terhadap pemahaman konsep geometri siswa. Terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan lebih baik pada kemampuan tilikan ruang antara siswa yang belajar matematika menggunakan model pembelajaran matematika yang memanfaatkan benda-benda manipulatif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Terdapat perbedaan peningkatan yang signifikanlebih baik pada kemampuan tilikan ruang antara siswa yang belajar matematika menggunakan model pembelajaran matematika yang memanfaatkan benda-benda manipulatif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional ditinjau dari level sekolah tinggi, sedang, dan rendah. Tidak terdapat interaksi antara faktor pembelajaran yang memanfaatkan bendabenda manipulatif dengan faktor level sekolah terhadap kemampuan tilikan ruang. Sebagian besar siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika yang memanfaatkan benda-benda manipulatif. Berdasarkan hasil kajian yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik terbukti mampu memperbaiki kualitas pembelajaran. Selain itu penggunaan media manipulatif juga dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Selanjutnya secara sederhana, proses saintifik dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Proses ilmiah menurut Creager, Jantzen, and Mariner (dalam Bundu, 2006: 22) Dalam menggunakan alat peraga manipulatif, guru harus menggunakannya secara efektif agar memperoleh manfaat yang baik. Guru perlu mengetahui kapan, mengapa, dan bagaimana menggunakan alat peraga manipulatif secara fektif di ruang kelas, meliputi kemungkinan dapat diamati (dinilai), dapat digunakan dengan baik, serta pengaruhnya dalam membantu proses belajar melalui eksplorasi alat peraga tersebut. PEMBAHASAN Pendekatan Saintifik Pembelajaran dengan pendekatan saintifik dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik secara aktif mengonstruk konsep,
hukum, atau prinsip melalui tahapan – tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi masalah yang ingin diketahui), merumuskan pertanyaan (dan merumuskan hipotesis), mengumpulkan data/informasi dengan berbagai teknik, mengolah/menganalisis data/informasi dan menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan kesimpulan (Kemendikbud, 2013). Langkah – langkah tersebut dapat dilanjutkan dengan mencipta. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu (Hosnan, 2014). Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Pembelajaran dengan metode saintifik diantaranya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan intelektual, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa; membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik; memperoleh hasil belajar yang tinggi; melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis karya ilmiah; sertamengembangkan karakter siswa (Kemendikbud, 2013). Bentuk kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik yaitu (1) mengamati (observing), pada tahap mengamati, siswa mengamati objek langsung yang akan dipelajari sehingga siswa mendapatkan fakta berbentuk data objektif yang kemudian dianalisis sesuai tingkat perkembangan siswa. Kegiatan belajarnya adalah membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Dalam hal ini guru menyajikan perangkat pembelajaran berupa media pembelajaran (video, gambar, miniatur, tayangan, atau objek asli); (2) menanya (questioning), langkah kedua ini kegiatan belajarnya adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan. Pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkret sampai pada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal lain yang lebih abstrak. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik; (3) mengumpulkan infomasi (data), kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen; (4) mengasosiasikan/menalar (associating), penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Associating/mengasosiasi/manalar dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 81a tahun 2013, adalah memproses informasi yang sudah dik-
6Jurnal Pendidikan Sains, Vol..., No..., Bln Thn, Hal....-.... umpulkan, baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan atau eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut; (5) mengkomunikasikan, pada langkah ini, peserta didik diharapkan sudah dapat mempresentasikan hasil temuannya untuk kemudian ditampilkan di depan khalayak ramai sehingga rasa berani dan percaya dirinya dapat lebih terasah. Kegiatan mengkomunikasikan dapat diberikan klarifikasi oleh guru agar peserta didik mengetahui apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki. Peserta didik dalam mengomunikasikan dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola (Hosnan, 2014). Hasil yang diperoleh dari pembelajaran dengan pendekatan saintifik berupa konsep, hukum, atau prinsip yang dikonstruk oleh siswa dengan bantuan guru. Pada kondisi tertentu, data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan tidak mungkin diperoleh secara langsung oleh siswa karena kadang – kadang data tersebut perlu dikumpulkan dalam waktu yang lama. Guru dapat memberikan data yang dibutuhkan untuk kemudian dianalisis oleh siswa. Media Manipulatif Alat peraga manipalatif dalam hal ini merupakan bagian dari media pembelajaran yang berupa alat. Kelly (2006) menyatakan bahwa“The term, manipulative, will be defined as any tangible object, tool, model, or mechanism that may be used to clearly demonstrate a depth of understanding, while problem solving, about a specified mathematical topic or topics” Menurut pengertian tersebut, alat peraga manipulatif merupakan benda-benda, alat-alat, model, atau mekanisme yang dapat digunakan untuk membantu dalam memahami selama proses pemecahan masalah yang berkaitan dengan suatu konsep atau topik matematika. Dalam hubungannya dengan proses perkembangan belajar, anak-anak usia sekolah dasar mempunyai kecenderungankecenderungan sebagai berikut: beranjak dari hal-hal yang konkrit, memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, terpadu, dan melalui proses manipulasi, serta berkembang mengikuti tahapan secara hierarkis (Iskandar&Sa’dijah, 2003). Secara alamiah, anak selalu berhadapan dengan masalah setiap saat, karena sebagian besar yang dihadapinya adalah hal yang baru. Sesuai dengan tahap perkembangannya, anak mengatasi dan memecahkan masalah melalui aktivitas yang berinteraksi langsung dengan benda-benda atau lingkungan secara nyata. Itulah cara anak belajar memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Anak usia sekolah dasar masih cenderung berpikir konkrit dalam memahami suatu situasi. Oleh karena itu, untuk memahami situasi atau masalah dengan baik anak perlu bantuan alat peraga manipulatif. Alat peraga ini tidak hanya membantu memahami tetapi juga sebagai media untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
Russer (dalam Kelly, 2006) mengutarakan bahwa “children are active individuals who genuinely construct and modify their mathematical knowledge and skills through interacting with the physical environment, materials, teachers, and other children”. Maksudnya, anak cenderung akan lebih aktif dalam membangun dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan matematikanya dengan menggunakan alat peraga manipulatif selama aktivitas belajar baik secara formal maupun saat bermain bebas. Sebagai contoh, siswa disediakan benda-benda konkrit untuk digunakan dalam menyelesaikan soal-soal cerita tentang operasi-operasi bilangan bulat.Dalam menggunakan alat peraga manipulatif, guru harus menggunakannya secara efektif agar memperoleh manfaat yang baik. Guru perlu mengetahui kapan, mengapa, dan bagaimana menggunakan alat peraga manipulatif secara fektif di ruang kelas, meliputi kemungkinan dapat diamati (dinilai), dapat digunakan dengan baik, serta pengaruhnya dalam membantu proses belajar melalui eksplorasi alat peraga tersebut. Pembelajaran Saintifik Berbantuan Media Manipulatif Pembelajaran saintifik dalam penelitian ini mengintegrasikan dengan penggunaan media manipulatif untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di kelas IV SD Negeri 2 Gunem Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang. Pendekatan saintifik dipilih karena langkah-langkahnya yang lebih dikenal dengan nama 5M itu diyakini mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dengan didukung penggunaan media manipulatif dalam pembelajaran matematika ini, diyakini mampu membantu siswa untuk memahami konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat secara konkrit. Langkah-langkah pembelajaran saintifik berbantuan media manipulatif dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Saintifik Berbantuan Media Manipulatif No Proses Belajar PenKegiatan Pembelajaran dekatan Saintifik 1. Mengamati Siswa diberikan pengantar pentingnya bilangan bulat serta aplikasinya dalam kehidupan sehari -hari menggunakan media manipulatifyang dibimbing dengan pertanyaan- pertanyaan dari guru. 2. Mengamati, Siswa mengamati media maMenalar nipulatif yang telah disiapkan oleh guru dan mengidentifikasi bagaimana cara penggunaannya dengan bimbingan guru 3. Mencoba, Siswa berdiskusi untuk Menalar mengumpulkan data sebanyak-banyaknya sebagai bahan menganalisis dalam rangka
ARDIANTO, Pembelajaran Saintifik Berbantuan Media Manipulatif...7 menjawab hipotesis (pertanyaan) yang ada pada LKS. 4. Menanya Siswa bertanya apabila ada hal yang belum jelas dan guru membimbingnya. 5. Menalar, mencoba Siswa mengolah data berdasarkan langkah-langkah pada LKS dengan memperhatikan hipotesis yang dibuat diawal. 6. Mencoba Siswa melakukan pembuktian untuk rumus penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat sesuai dengan langkahlangkah pada LKS. 7. Menalar Siswa menyimpulkan kegiatan pada LKS yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama. 8. Mengkomunikasikan Beberapa kelompok menyampaikan hasil diskusi di depan kelas. 9. Menanya Siswa dalam kelompok lain bertanya atau pun menanggapi hasil diskusi. Pembelajaran operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada umumnya guru menggunakan alat peraga berupa garis bilangan dan manik-manik warna-warni. Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan media manipulatif yang berbeda dari yang biasanya digunakan. Alat peraga yang digunakan pada pembelajaran saintifik ini adalah abacus bilangan bulat. Alat peraga ini modifikasi dari abacus yang biasanya digunakan untuk berhitung dikelas rendah maupun untuk mengenalkan nilai tempat kepada siswa kelas rendah. Spesifikasi dari alat peraga ini adalah abacus yang hanya mempunyai 2 tiang berdiri, dimana satu tiang untuk bilangan positif dan tiang lainnya untuk bilangan negatif. Tiang ini berfungsi untuk memasukkan pin-pin warna yang berlubang untuk menunjukkan bilangan bulat. Dengan media inilah, maka pengenalan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat diharapkan menjadi konkrit. Sehingga siswa bisa memahami sifat-sifat operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat secara konkrit, dan pada akhirnya menemukan rumus operasi hitungnya secara abstrak. Adapun desain media manipulatif yang digunakan dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2. Desain media abacus bilangan bulat Pemahaman Konsep Matematika Dalam proses pembelajaran matematika, pemahaman konsep merupakan bagian yang sangat penting. Pemahaman konsep matematik merupakan landasan penting untuk berpikir dalam menyelesaikan permasalahan matematika maupun permasalahan sehari-hari. Menurut Schoenfeld (1992) berpikir secara matematik berarti (1) mengembangkan suatu pandangan matematik, menilai proses dari matematisasi dan abstraksi, dan memiliki kesenangan untuk menerapkannya, (2) mengembangkan kompetensi, dan menggunakannya dalam dalam pemahaman matematik. Implikasinya adalah bagaimana seharusnya guru merancang pembelajaran dengan baik, pembelajaran dengan karakteristik yang bagaimana sehingga mampu membantu siswa membangun pemahamannya secara bermakna. Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat. Adapun indikator pemahaman konsep yaitu menyatakan ulang sebuah konsep; mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya); memberikan contoh dan non-contoh dari konsep; menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis; mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep; menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu ; dan mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah (KTSP 2006). Adapun pemahaman konseptual manurut Kilpatrick, dkk; Hiebert, dkk; Ball (dalam Juandi, 2006: 29), adalah pemahaman konsep-konsep matematika, operasi dan relasi dalam matematika. Beberapa indikator dari kompetensi ini antara lain: dapat mengidentifikasi dan menerapkan konsep secara algoritma, dapat membandingkan, membedakan, dan memberikan contoh dan contoh kontra dari suatu konsep, dapat mengintegrasikan konsep dan prinsip yang saling berhubungan. Dalam NCTM (2000) disebutkan bahwa pemahaman matematik merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika. Pemahaman matematika lebih bermakna jika dibangun oleh siswa sendiri. Oleh karena itu kemampuan pemahaman tidak dapat diberikan dengan paksaan, artinya konsep-konsep dan logika-logika matematika diberikan oleh guru, dan ketika siswa lupa dengan algoritma
8Jurnal Pendidikan Sains, Vol..., No..., Bln Thn, Hal....-.... atau rumus yang diberikan, maka siswa tidak dapat menyelesaikan persoalan-persoalan matematika. Siswa dikatakan memahami konsep jika siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep, mengembangkan kemampuan koneksi matematik antar berbagai ide, memahami bagaimana ide-ide matematik saling terkait satu sama lain sehingga terbangun pemahaman menyeluruh, dan menggunakan matematik dalam konteks di luar matematika. Sedangkan siswa dikatakan memahami prosedur jika mampu mengenali prosedur (sejumlah langkah-langkah dari kegiatan yang dilakukan) yang didalamnya termasuk aturan algoritma atau proses menghitung yang benar. Sehubungan dengan pemecahan masalah matematika, suatu pertanyaan akan merupakan soal pemecahan masalah bagi siswa, jika siswa tersebut tertantang untuk menjawabnya, dan pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab dengan prosedur yang rutin, atau siswa tersebut tidak mempunyai strategi tertentu yang segera dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut (Sa’dijah, 2004). Bilangan Bulat Dalam pembelajaran Matematika tidak dapat terlepas dari istilah bilangan. Bilangan merupakan suatu ide yang bersifat abstrak yang akan memberikan keterangan mengenai banyaknya suatu kumpulan benda. Bilangan dalam pembelajaran Matematika dibedakan menjadi 9, yakni bilangan Sail atau asli, bilangan prima, bilangan cacah, bilangan bulat, bilangan rasional, bilangan irasional, bilangan riil, bilangan imajiner, dan bilangan kompleks. Pada penelitian ini, peneliti hanya akan memfokuskan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat saja. Bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri dari seluruh bilangan baik negatif, nol, maupun positif. Dalam proses pembelajaran matematika di sekolah dasar keberadaan bilangan negatif memang perlu dijelaskan. Dalam Darhim, dkk (1991: 268) di jelaskan bahwa bilangan bulat adalah merupakan gabungan dari bilangan asli, dengan bilanganbilangan negatif serta bilangan nol. Dan ini, bila ditulis dalam suatu bentuk himpunan bilangan bulat akan didapat B = {…, 4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3,4,…}. Arti titik-titik yang terdapat di dalam himpunan B itu menunjukkan bahwa bilangan bulat selalu dimulai dari bilangan negatif tak terhingga sampai dengan bilangan positif tak terhingga. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa bilangan bulat adalah bilangan yang terdiri dari bilangan positif dan bilangan negatif. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pendekatan saintifik berbantuan media manipulatif dapat meningkatkan pemahaman konsep operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat di kelas IV Sekolah Dasar. Proses ilmiah yang dilaksanakan meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi/menalar, dan mengkomunikasikan. Tahapan tersebut dilaksanakan secara terstruktur maupun tidak terstruktur dan sangat membantu siswa untuk mengkonstruksi suatu konsep matematika sendiri sehingga konsep yang dipelajari akan terus melekat
pada ingatan siswa. Penggunaan media manipulatif yang konkrit sangat membantu siswa mengkonkritkan suatu konsep matematika. Motivasi dan aktivitas belajar siswapun meningkatan secara baik, sehingga hasil belajar siswa meningkat. Saran Hendaknya pendekatan saintifik ini digunakan sebagai inovasi dalam proses pembelajaran pada mata pelajaran lainnya. Seorang guru hendaknya dapat melaksanakan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman pembelajaran bermakna kepada siswa, dan memotivasi diri untuk lebih kreatif dan variatif.
DAFTAR RUJUKAN Asikin, M. 2002. Pendidikan Matematika Pada Era Otonomi Daerah. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional, Konferda Matematika DIY dan Jateng, di UNDIP, Semarang, 9 Maret. Atsnan, M.F. & Gazali, R.Y. 2013. Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan). Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema ”Penguatan Peran Matematika dan Pendidikan Matematika untuk Indonesia yang Lebih Baik" , Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA, UNY, Yogyakarta, 9 November. Bundu, P. 2006. Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains SD. Jakarta: Dirjen Dikti. Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta: Depdiknas. Diana & Joan. 2010. First Graders’ Number Knowledge. Teaching Children mathematics, 17(5): NCTM. Efriana, F. 2014. Penerapan Pendekatan Scientific Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII MTsN Palu Barat Pada Materi Keliling dan Luas Daerah Layang-layang. Jurnal Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. Volume 01 Nomor 02, Maret 2014 (http://ejournal.stkippacitan.ac.id, diakses 1 Agustus 2016). Embrey & Murray. 2011. A House for Sarah. Teaching Children Mathematics, 17(5): NCTM. Hadi, S. 2009. Paradigma Baru Pendidikan Matematika. (Online), (http://www.pmri.or.id/, diakses tanggal 4 Juli 2016). Handayani. 2004. Mengatasi Fobia Matematika pada Anak di Bandung. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya Artikel dan Pengelolaan Jurnal llmiah, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 24—27 November. Herianingtyas, N.L.R, Warsiti & Suryandari, K.C. 2014. Implementasi Pendekatan Saintifik Melalui Discovery Learning dalam Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Pembelajaran IPA Di Kelas IV SD. Jurnal PGSD FKIP UNS Surakarta.(http://download.portalgaruda.org/article., diakses 1 Agustus 2016). Hidayati, N. 2014. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) dalam Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XII TITL 1 SMK Negeri 7 Surabaya Pada Standar Kompetensi Mengoperasikan Sistem Kendali Elektromagnetik. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro. (Online), Volume 3, No. 2 Tahun 2014 (http://ejournal.unesa.ac.id, diakses 1 Agustus 2016).
ARDIANTO, Pembelajaran Saintifik Berbantuan Media Manipulatif...9 Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21 Kunci Sukses Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Ghalia Indonesia. Iskandar, S., M.& Sa’dijah, C. 2003. Persepsi dan Pengetahuan Guru Kelas-kelas Awal Sekolah Dasar di Jawa Timur terhadap Pembelajaran Terpadu dalam Bidang MIPA. Jurnal Penelitian Kependidikan. Vol. 13, No. 1, Juni 2003. Juandi, D. 2006. Meningkatkan Daya Matematik Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui Pembelajaran Berbasis masalah. Disertasi Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan. Kelly, C. A. 2006. Using Manipulatives in Mathematical Problem Solving: A Performance-Based Analysis. The Montana Mathematics Enthusiast. (Online), Volume 3, No.2. (http://scholar.google.co.id/scholar., diakses 11 Juli 2016). Kemdikbud. 2013. Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta: Pusbangprodik. National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Standars for School Mathematics. Reston, VA: NCTM. Prihandoko, A. C. 2006. Memahami Konsep Matematika secara Benar dan Menyajikannya dengan Menarik. Jakarta: Depdiknas. Rebbeca & Paulette. 2010. Polygon Properties: What is Possible? Teaching Children Mathematics, 16 (9): NCTM. Sa’dijah, C. 2004. Pembelajaran Matematika yang Berbasis Pendekatan Problem Open-Ended untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SLTP. Jurnal Pendidikan & Pembelajaran.Volume 11, No. 1, April 2004. Sa’dijah, C. 2008. Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Siswa SMP Menggunakan Pembelajaran Matematika Bersetting Kooperatif. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XIV
Program Studi Magister Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Sa’dijah, C. 2009. Asesmen Kinerja Dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan Inovatif. Jilid 4, Nomor 2, Maret 2009 hlm 92-95. Schoenfeld, A.H. 1992. Learning to Think Mathematically: Problem Solving, Metacognition and Sense of Mathematics., Dalam Handbook of Reasearch on Mathematics Teaching and Learning (pp. 334- 370). D. A. Grouws (Ed). New York: Macmillan. Setyosari, P. & Sihkabuden. 2005. Media Pembelajaran. Malang: Elang Mas. Soenardji. 1998. Studi Eksploratoris ke dalam Novel Karya Penulis Wanita Indonesia Untuk Menyusun Media Pembinaan Budi Pekerti Peserta Didik Tingkat Pendidikan Dasar. Jakarta: Dirjendikti. Susanti, I.S. 2013. Peningkatan Hasil Belajar Penjumlahan Bilangan Bulat Menggunakan Media Rel Kereta Bilangan Bagi Siswa Sekolah Dasar. Jurnal PGSD. (Online), Volume 01 Nomor 02 Tahun 2013 (http://ejournal.unesa.ac.id, diakses 1 Agustus 2016). Wahyuni, S. 2014. Metode Bermain Berbantuan Media Manipulatif untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa SD. Jurnal Pendidikan Sains. (Online), Volume 2, No. 2 Juni 2014 (http://journal.um.ac.id, diakses 31 Juli 2016) Yeni, M.E. 2011. Pemanfaatan Benda-Benda Manipulatif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Geometri dan Kemampuan Tilikan Ruang Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Makalah disajikan dalam .Seminar Nasional Matematika dan Terapan 2011, Universitas Sumatera Utara, Medan, 14 – 15 Juni.