PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA Oleh Sendi Ramdhani Universitas Suryakancana Cianjur e-mail:
[email protected] ABSTRAK Tulisan ini untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan “problem posing”. Penelitian dilakukan dengan quasi eksperimen, dengan desain kelompok kontrol pretes-postes. Populasi dari penelitian adalah seluruh siswa kelas X di salah satu Madrasah Aliyah swasta di Kabupaten Bandung. Pengambilan sampel dengan mengunakan purposive sampling. Adapun sampelnya terdiri dari dua kelas, yaitu kelas kontrol (kelas yang mendapatkan pembelajaran konvensional) dan kelas eksperimen (kelas yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing). Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Kata Kunci: problem posing, koneksi matematis PENDAHULUAN Kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, bernalar dan kemampuan bekerjasama yang efektif dibutuhkan dalam menghadapi tuntutan dunia yang semakin kompleks. Kemampuan-kemampuan seperti ini dapat dikembangkan dalam pembelajaran matematika karena
matematika memiliki
struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil Kurikulum
Tingkat
berpikir rasional (Irwan, 2011). Standar Isi
Satuan Pendidikan
(KTSP) mengungkapkan
bahwa
pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai 1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah; 2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan
model
dan
menafsirkan
solusi
yang
diperoleh;
4)
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan 5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika dalam Standar Isi KTSP, jelas bahwa pembelajaran matematika perlu meningkatkan kemampuan koneksi matematis, penalaran, pemecahan masalah, dan komunikasi matematis siswa. kenyataan di lapangan berdasarkan hasil observasi Gordah (2008) menunjukkan bahwa pemecahan masalah dan koneksi matematis dalam pembelajaran matematika belum dijadikan sebagai proses utama.
Yonandi (2011)
mengungkapkan bahwa kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa masih kurang. Kelemahan yang paling banyak ditemui pada hasil jawaban siswa dalam kemampuan koneksi matematis adalah siswa tidak dapat menjawab hubungan konsep matematika yang digunakan. Kelemahan siswa pada kemampuan pemecahan masalah matematis adalah pada aspek merencanakan penyelesaian dan memeriksa kembali. Atas dasar itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan tersebut. Salah satu pembelajaran matematika yang dapat menimbulkan dampak positif
terhadap
kemampuan
siswa
dalam
pemecahan
masalah
adalah
pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing (Muhfida, 2010). Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika (Tim PTM, 2002). Silver dan English (Irwan, 2011) mengungkapkan bahwa problem posing adalah pengajuan masalah yang merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan pada
perumusan soal menyelesaikannya berdasarkan situasi yang diberikan kepada siswa. Pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing dapat mengembangkan kemampuan matematis atau menggunakan pola pikir matematis karena dalam pendekatan problem posing soal dan penyelesaiaannya dirancang sendiri oleh siswa. Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998) dan As’ari (2000) memadankan istilah problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso
(1999)
menggunakan
istilah
membuat
soal,
Siswono
(1999)
menggunakan istilah pengajuan soal, dan Suharta (2000) menggunakan istilah pengkonstruksian masalah. Menurut Amin (Sari, 2007) problem posing mulai dikembangkan pada tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Kemudian pendekatan ini dikembangkan pada mata pelajaran yang lain. Pembelajaran problem posing mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2000. Problem posing dapat juga diartikan membangun atau membentuk masalah (Tim PTM, 2002). Problem posing dalam matematika mempunyai beberapa arti (Muhfida, 2010) yaitu
(1) Perumusan soal sederhana atau
perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi dalam pemecahan soal-soal yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan soal merupakan salah satu langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal, (2) Perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka pencarian alternatif pemecahan atau alternatif soal yang relevan (Silver, dkk., 1996). Pengertian ini berkaitan erat dengan langkah melihat kembali yang dianjurkan oleh Polya (1973) dalam memecahkan masalah soal, DAN (3) Perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, saat atau setelah pemecahan suatu masalah/soal. Adapun langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing menurut Budiasih dan Kartini (Syarifulfahm, 2009) adalah 1) Membuka
kegiatan pembelajaran; 2) Menyampaikan tujuan pembelajaran; 3) Menjelaskan materi pelajaran; 4) Memberikan contoh soal; 5) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas; 6) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya; 7) Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan; 8) Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa; 7) Menutup kegiatan pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, artikel ini dimaksudkan untuk membicarakan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing.
METODE Penelitian yang dilakukan menggunakan metode quasi eksperimen karena peneliti menerima subjek penelitian apa adanya, artinya subjek penelitian tidak dikelompokkan secara acak. Hal ini dikarenakan tidak memungkinkan secara administratif dan apabila dilakukan secara acak maka akan menyebabkan tidak alaminya situasi kelompok subjek. Desain penelitian ini menggunakan desain kelompok kontrol pretes-postes. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehnik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2005). Sampel sebanyak dua kelas dari enam kelas yang ada di sebuah Madrasah Aliyah (MA) di Kabupaten Bandung.
Pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan guru
bidang studi yang mengajar bidang studi matematika yang mengajar di kelas X di MA tersebut, yang melihat bahwa penyebaran siswa di kedua kelas yang dipilih sebagai sampel merata secara akademik. Adapun instrumen dalam penelitian adalah tes kemampuan pemecahan masalah dan tes kemampuan koneksi matematis. Tes diberikan sebelum (pretes) dan sesudah pembelajaran matematika (postes). Tes diberikan pada kelas eksperimen, yaitu siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing dan kelas kontrol, yaitu siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.
HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil pretes dan postes dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui rerata dan deviasi standar, hal ini dilakukan untuk melihat kualitas pembelajaran. Hasil analisis deskriptif disajikan dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1 Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa Aspek Pretes Postes Kemampuan Kelas Deviasi Deviasi Rerata Rerata Standar Standar Pemecahan Eksperimen 5,9 2,6 23,4 7,0 Masalah Kontrol 4,4 2,3 15,1 3,6 Matematis Koneksi Eksperimen 1,5 2,6 12,1 5,7 Matematis Kontrol 1,0 1,1 7,1 3,7 Selanjutnya untuk melihat perbedaan rerata kemampuan awal siswa dilakukan uji normalitas dan homogenitas, untuk menentukan uji beda yang akan dilakukan. Hasil uji normalitas dan homogenitas untuk kemampuan pemecahan masalah adalah data berdistribusi normal namun tidak homogen, oleh karena itu dilakukan uji t’. Sedangkan hasil uji normalitas dan homogenitas untuk kemampuan koneksi matematis adalah data tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, oleh karena itu dilakukan uji Mann-Whitney. Berikut ini pada Tabel 3 menyajikan rangkuman hasil uji beda dua rerata kemampuan awal siswa. Tabel 2 Uji Beda Dua Rerata Kemampuan Awal Kemampuan Pemecahan Masalah t’ 2,427
Sig. (2-tailed)
Kesimpulan
0,018
Terdapat Perbedaan
Kemampuan Koneksi Matematis MannWhitney 429,000
Sig. (2-tailed) 0,570
Kesimpulan Tidak Terdapat Perbedaan
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa Sig. (2-tailed) untuk kemampuan awal pemecahan masalah siswa adalah 0,018 lebih kecil dari 0,05, artinya terdapat perbedaan kemampuan awal pemecahan masalah siswa. Sedangkan, Sig. (2-tailed)
untuk kemampuan awal koneksi matematis siswa adalah 0,570 lebih besar dari 0,05, artinya tidak terdapat perbedaan kemampuan awal koneksi matematis siswa. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa berdasarkan hasil pretes dan postes dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut. Tabel 3 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Kemampuan Pemecahan
Kemampuan Koneksi
Masalah
Matematis
Kelas Rerata
Kategori
Rerata
Kategori
Eksperimen
0,584
Sedang
0,306
Sedang
Kontrol
0.336
Sedang
0,176
Rendah
Kemudian untuk melihat apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional dilakukan uji beda dua rerata satu pihak. Adapun hipotesisnya sebagai berikut: Hipotesis 1 H0 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada kelas ekperimen sama dengan kelas kontrol. H1 : Peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada kelas ekperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hipotesis 2 H0 : Peningkatan kemampuan koneksi pada kelas ekperimen sama dengan kelas kontrol. H1 : Peningkatan kemampuan koneksi pada kelas ekperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hasil uji normalitas dan homogenitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah adalah data tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, maka untuk dilakukan uji Mann-Whitney. Berikut hasil uji Mann-Whitney terdapat pada Tabel 4.
Tabel 5 Uji Mann-Whitney Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Mann-Whitney
Sig. (2-Pihak)
Sig.(1-Pihak)
165,00
0,000
0,000
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa Sig. (2-pihak) = 0,000. Menurut Whidiarso (2008) nilai Sig. (1-pihak) = ½ pihak) = ½
Sig.(2-pihak) sehingga Sig. (1-
0,000 = 0,000 < 0,05, artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelas ekperimen lebih baik secara signifikan daripada kelas kontrol. Sedangkan hasil uji normalitas dan homogenitas peningkatan koneksi matematis adalah data berdistribusi normal dan tidak homogen, maka untuk dilakukan ujit’. Berikut hasil uji t’ terdapat pada Tabel 6. Tabel 6 Uji t’ Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis t' (equal variances not assumsed)
Sig. (2-Pihak)
Sig.(1-Pihak)
3,826
0,000
0,000
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa Sig. (2-pihak) = 0,000. Menurut Whidiarso (2008) nilai Sig. (1-pihak) = ½ pihak) = ½
Sig.(2-pihak) sehingga Sig. (1-
0,000 = 0,000 < 0,05, artinya H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa peningkatan
kemampuan koneksi matematis siswa
pada kelas ekperimen lebih baik secara signifikan daripada kelas kontrol. Hasil pengujian hipotesis 1 dan hipotesis 2 menunjukan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvesional. Pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing menuntut siswa untuk menyusun soal sendiri berdasarkan situasi sehingga menuntut siswa untuk mempunyai kemampuan menghubungkan pengetahuan mereka sebelumnya baik materi matematika ataupun pengetahuan bidang lain. Hal ini dapat
meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa, sebagaimana penelitian yang dilakukan tim PTM (2002) bahwa problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika. Selain menyusun soal sendiri dalam pembelajaran problem posing juga siswa dituntut untuk menyelesaikan soal yang mereka buat, sehingga kemampuan siswa untuk melihat kecukupan data, membuat model matematika, pemilihan strategi penyelesaian soal, dan penyelesaian masalah menjadi terlatih. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hasimoto bahwa pembelajaran problem posing memberikan dampak positif terhadap kemampuan siswa dalam penyelesaian masalah (Mufida, 2010) dan juga penelitian Silver dan Cai (1995) menunjukkan bahwa kemampuan pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Peningkatan kemampuan
kemampuan
koneksi
matematis
siswa
yang
mendapatkan
pembelajaran dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Dalam
rangka
menindaklanjuti
pembelajaran
matematika
dengan
pendekatan problem posing, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pembelajaran, di antaranya. Pendekatan problem posing yang berpusat pada siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pembelajaran di sekolah yang disesuaikan dengan kondisi sekolah yang bersangkutan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing, antara lain kepada para peneliti dan pemerhati
pendidikan,
penelitian
ini
masih
perlu
ditindaklanjuti
dan
dikembangkan secara lebih luas untuk mengetahui lebih jauh efektifitas pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing. Peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini perlu ditingkatkan dan disempurnakan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya, yaitu: rancangan instrumen dan rencana pembelajaran perlu dibuat dengan bekerjasama dengan guru yang bersangkutan, supaya bisa disesuaikan dengan kondisi sekolah dan para siswa.
DAFTAR PUSTAKA As’ari, A.R. (2000). Problem Posing untuk Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika. Jurnal Matematika. V, (1) . Gordah, Eka K. (2009). Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis melalui Pendekatan Open Ended(Studi Eksperimen pada SMU “X” Di Bandung). Tesis UPI Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung. Irwan. (2011). Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create and Share (SSCS) Dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa Matematika (Suatu Kajian Eksperimen pada Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Padang (UNP). Jurnal Penelitian Pendidikan. 12, (1). Muhfida. (2010). Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia: http://www.muhfida.com/pendekatanproblemposing.html[21 Februari 2011] Sari,Virgania. (2007). Keefektifan Model Pembelajaran Problem Posing Dibanding Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading And Compotition) Pada Kemampuan Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 16 Semarang Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi Pokok Himpunan Tahun Pelajaran 2006/2007. [Online]. Tersedia: http: //digilib. unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASHe58a.dir/doc.pdf. [11 Maret 2011] Sugiyono. (2005). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta Silver, E.A. (1994). “On Mathematical Problem Posing”. For the Learning of Mathematics. (1), 19-28.
Silver, E.A. & Cai, S.. (1996). An Analysis of Arithmetic Problem Posing by Middle School Students, Journal for Research in Mathematics Education. 27: 521-539. Siswono, Y.T.E. 2000. Pengajuan Soal (Problem Posing) dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah (Implementasi dari Hasil Penelitian).Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika Sekolah Menengah, 25 Maret 2000. Malang: FMIPA Universitas Negeri Malang. Suharta, I.G.P. (2000). Pengkonstruksian Masalah oleh Siswa (Suatu Strategi Pembelajaran Matematika). Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pengajaran Matematika di Sekolah Menengah yang dilaksanakan oleh Jurusan Matematika FMIPA UM. Malang, 25 Maret 2000. Suryanto. (1998). Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika. Makalah disajikan pada Seminar Nasional: Upaya-upaya Meningkatkan Peran Pendidikan dalam Menghadapi Era Globalisasi. Program Pascasarjana IKIP Malang, 4 April 1998. Sutiarso, S. (1999). Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing Terhadap Hasil Belajar Aritmatika Siswa SMPN 18 Malang. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana UM. Syarifulfahmi. (2009). Pendekatan Pembelajaran Problem Posing. [Online]. Tersedia:http://syarifulfahmi.com/2009/09/pendekatan-pembelajaran problem-posing.html. [21 Februari 2011] Tim PTM (Penelitian Tindakan Matematika). (2002.) Meningkatkan Kemampuan Siswa Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem Posing Secara Berkelompok. Buletin Pelangi PendidikanVolume 2. Jakarta. Direktorat Pendidikan. Whidiarso, W. (2007). Uji Hipotesis Komparatif. [Online]. Tersedia: http://elisa.ugm.ac.id/files/wahyu_psy/maaio0d2/Membaca_t-tes.pdf. [2 Februari 2011] Yonandi. (2011). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Pembelajaran Kontekstual Berbantuana Komputer Pada Siswa SMA. Desertasi UPI Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung.