Pembelajaran Kontestual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah .... (Widia Nur Jannah)
ISSN 1412-565 X
PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH (ASPEK METAKOGNITIF) DAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SEKOLAH DASAR Widia Nur Jannah Dosen Universitas Muhammadiyah Cirebon
[email protected] ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik siswa kelas V sekolah dasar melalui pembelajaran kontekstual. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Karang Yudha sebagai kelompok eksperimen dan Sekolah Dasar Negeri Sunyaragi 2 sebagai kelompok kontrol pada tahun akademik 2012-2013. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen kuasi. Desain penelitian adalah Nonequivalent control group (comparison group/pretest posttes). Data diperoleh dari tes kemampuan pemecahan masalah (aspek metakognitif) dan tes kemampuan komunikasi matematik materi luas trapesium dan layang-layang. Analisis data hasil penelitian dilakukan dengan uji-t dengan tingkat signifikansi 0,05. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan kemampuan pemecahan masalah (aspek metakognitif) dan kamampuan komunikasi matematik antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Siswa memperlihatkan sikap positif dan menyatakan perasaan senang terhadap pembelajaran kontekstual. Kata Kunci: pembelajaran kontekstual, kemampuan pemecahan masalah matematik, kemampuan komunikasi matematik, kelas V, sekolah dasar ABSTRACT The purpose in this research is to find out about the ability of mathematical problems solving (metacognitive aspect) and communication through contextual teaching and learning in fifth grad of elementary students. This research conducted in Karang yudha Elementary School, as the experimental group and also Sunyaragi 2 State Elementary School as the control group within the 2012-2013 academic year. This research used quasi experiment methode which used non equivalent control group (comparison groups/pre test post test) as the design of the research. The data is collected from the ability of mathematical problems solving (metacognitive aspect) and communication, by trapezoid material and the width of a kite as a subject. The analysis of the data from the research is conducted by using t-test with 0,05 level of significance. This reseach result show that there is a difference mathematical ability in problem solving and communication students who joined a conventional learning. As the result, studend showed positive attitude and expressed their happiness feeling of this contextual teaching and learning Keywords: contextual teaching and learning, the ability to solve mathematical problems (metacognitive aspect), mathematical communication capability, fifth grade, elementary school.
PENDAHULUAN
maka terjadilah banjir di kota-kota besar serta terjadi pemanasan global yang mengakibatkan iklim menjadi tidak menentu.
Teknologi saat ini semakin berkembang pesat. Dengan adanya teknologi yang semakin berkembang ini maka munculah dampak positif dan negatif yang yang terjadi di dunia, khususnya di negara Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan adanya kemudahan dalam berkomunikasi jarak jauh. Sejalan dengan banyaknya perubahan yang terjadi, maka muncul pula masalah-masalah baru yang harus difikirkan dan dipecahkan oleh manusia, seperti dampak pembangunan dan penebangan pohon yang terus dilakukan
Melihat masalah-masalah yang terjadi, maka diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematik untuk mengungkapkan gagasan atau memecahkan berbagai masalah dalam kehidupannya dan dapat mengkomunikasikan gagasan tersebut dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Kemampuan pemecahan masalah 100
Pembelajaran Kontestual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah .... (Widia Nur Jannah)
dan kemampuan komunikasi matematik dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika.
ISSN 1412-565 X
masalah dan komunikasi matematik. Jika siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik, maka anak tersebut diharapkan dapat terbiasa memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Oleh karena itu, pendidikan matematika harus diperkenalkan dan diajarkan semenjak anak berada di bangku Sekolah Dasar (SD). Mengenalkan matematika di SD, menitikberatkan pada pemahaman konsep. Menurut Suwangsih (2006:3) konsep matematika didapat karena proses berfikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika. Pembelajaran matematika akan bermakna bagi siswa apabila konsepnya dipahami dan kemudian siswa akan mudah menemukan aplikasi dari konsep yang diajarkan di dalam kehidupannya. Oleh karena itu pembelajaran matematika harus menimbulkan aktivitas belajar pada anak didik dan pembelajaran harus perpusat pada siswa (studenth center).
Dalam kurikulum 2006 menjelaskan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dasar bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah terutama yang menyangkut kehidupan seharihari siswa dan mengkomunikasi gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Dikarenakan tuntutan kurikulum tersebut, maka dalam belajar matematika guru tidak cukup dengan menyampaikan materi pelajaran saja, tetapi harus dapat meningkatkan kemampuan dan daya fikir siswa.
Kajian pustaka dalam penelitian ini: Pembelajaran matematika masih menggunakan pendekatan konvensional, siswa belum sepenuhnya menjadi pusat dalam pembelajaran, yang menjadi pusat pembelajaran masih terfokus kepada guru. Turmudi (2008:1) menjelaskan bahwa pembelajaran selama ini masih berpusat kepada guru. Guru dalam kegiatan pembelajaran matematika di kelas kurang menekankan pada aspek kemampuan siswa dalam menemukan konsep-konsep dan struktur-struktur matematika berdasarkan pengalaman siswa sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengembagan Penataran Guru Matematika tahun 2003 (dalam Masykur M, 2011), menemukan sebagian besar siswa SD kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah dan menerjemahkan soal kehidupan sehari-hari ke model matematika di beberapa wilayah Indonesia yang berbeda. Selain itu, pembelajaran matematika pada umumnya lebih menggunakan rumusrumus dan algoritma yang sudah baku. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang kreatif dan cenderung pasif. Keadaan pembelajaran seperti ini menjadikan siswa tidak komunikatif dan tidak mempunyai keterampilan dalam mengembangkan diri siswa.
Jika dilihat dari masalah-masalah yang terjadi dan sesuai dengan tuntutan era yang penuh perubahan ini, seharusnya pembelajaran matematika dilakukan dengan melibatkan langsung siswa untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri. Dengan adanya pembelajaran matematika yang melibatkan siswa langsung, maka siswa akan terbiasa membentuk pengetahuannya sendiri dan menemukan konsep serta siswa tersebut akan memiliki kemampuan pemecahan
Oleh karena itu, solusi yang tepat untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematik adalah dengan cara melibatkan siswa dalam proses pembelajaran langsung dan alamiah. Anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang akan membantu 101
Pembelajaran Kontestual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah .... (Widia Nur Jannah)
siswa mengembangkan kamampuan kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Dengan adanya pengembangan kognitif maka akan lebih mudah membuat anak kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah matematik dan siswa dapat mengkomunikasi gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah yang telah dipecahkan.
ISSN 1412-565 X
masalah maka siswa tersebut belum memiliki kemampuan pemecahan masalah yang baik. Dalam penelitian ini, penulis akan merealisasikan upaya tersebut dalam suatu penelitian dengan judul “Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah (Aspek Metakognitif) dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar”.
Pembelajaran kontekstual merupakan sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugastugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya (Johnson, 2011:14).
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dan lebih dikhususkan kepada eksperimen kuasi. Penelitian eksperimen kuasi dilaksanakan dengan maksud untuk mempelajari sesuatu dengan mengubah kondisi dan mengamati pengaruhnya terhadap hal lain, selain itu karena penelitian ini akan menjelaskan apakah suatu intervensi atau perlakuan mempengaruhi suatu kelompok sebagai lawan ke kelompok lain. Desain yang akan digunakannya adalah Nonequivalent control group (comparison group/pretest posttest). Rancangan ini terdiri dari dua kelompok yakni kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dikenakan pretes terlebih dahulu, kemudian setelah itu kelompok eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran kontekstual.
Berdasarkan paparan di atas, penulis merasa sangat perlu untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah terutama pada aspek metakognitif, karena metakognitif menurut kurikulum Singapur (dalam Kaur, B. 2009) adalah salah satu aspek yang harus dimiliki siswa untuk menguasai kemampuan pemecahan masalah. Winn, W & Snyder, D (1996) mengatakan bahwa kemampuan metakognitif adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol proses belajarnya, mulai dari tahap perencanaan, memilih strategi yang tepat sesuai masalah yang dihadapi dan mengoreksi konsep yang telah dipahami. Oleh karena itu, penguasaan kemampuan metakognitif berpengaruh pada kemampuannya akan problem solving matematik. Selain itu, penulis juga sangat perlu untuk meningkatkan komunikasi matematik siswa sekolah dasar yang saat ini tergolong sangat rendah, karena komunikasi matematik itu masih berhubungan dengan kemampuan pemecahan masalah, jika siswa kurang mengkomunikasikan gagasan, ide dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
Populasi dan Sampel Subjek populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Karang Yudha Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon sebagai kelas eksperimen sebanyak 23 orang dan SD Negeri Sunyaragi 2 Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon sebagai kelas kontrol sebanyak 23 orang. Alasan mengapa memilih kelas V dengan pertimbangan bahwa siswa kelas V dapat berpartisipasi dengan model pembelajaran baru dan tidak disibukan dengan persiapan Ujian Nasional seperti kelas VI, sehingga memudahkan peneliti untuk menerapkan pembelajaran kontekstual. 102
Pembelajaran Kontestual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah .... (Widia Nur Jannah)
Prosedur Penelitian
tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Prosedur penelitian tersebut dapat disajikan dalam bentuk bagan, disajikan pada gambar 1.
Prosedur penelitian yang lebih rinci dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap persiapan, Mendefinisikan masalah
ISSN 1412-565 X
Mencari bahan rujukan
Menentukan desain penelitian
Hipotesis Penelitian
Memilih sampel dari populasi
Penyusunan rancangan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
Penyusunan rancangan pembelajaran dengan pendekatan konvensional
Persiapan dan jenis instrumen a. Persiapan instrumen berupa silabus, RPP, LKS, dan kisi-kisi pemcahan masalah (aspek metakognitif) dan komunikasi matematis.serta persiapan bahan ajar b. Jenis instrumen: tes, observasi, dan skala sikap
Validitas, ujicoba instrumen, revisi, dan pengesahan instrumen Penentuan subjek penelitian Pretest
Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
Postest
Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan konvensional
Observasi dan angket sikap siswa Pengumpulan data Analisis data
Temuan
Kesimpulan
Gambar 1 Prosedur Penelitian
Instrumen
dari Likert.
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu pedoman observasi, skala sikap dan lembar tes evaluasi bentuk uraian kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi matematik. Pembuatan pedoman observasi mengacu kepada tahapan pembelajaran kontekstual yang diungkapkan oleh Center for Occupational Research (CORD) yang dikutip oleh Cecep (2002:20). Instrumen skala sikap yang digunakan yaitu
Perangkat instrumen tes evaluasi bentuk uraian soal cerita dibuat tiga soal pemecahan masalah (aspek metakognitif) yang mengacu kepada indikator pemecahan masalah (aspek metakognitif) Kramarski, et. al (2002:228) serta tiga soal komunikasi matematik yang mengacu kepada indikator komunikasi matematik dari NCTM (1989: 214). Kegiatan evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi kemampuan pemecahan 103
Pembelajaran Kontestual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah .... (Widia Nur Jannah)
ISSN 1412-565 X
digunakan pada penelitian yaitu teknik statistik inferensial parameter, dimana teknik ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan uji-t taraf signifikansi 0,05.
masalah matematik (Aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik siswa sekolah dasar mengenai bahan ajar yang sedang diajarkan serta diberikannya sebelum dan sesudah perlakuan terhadap kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Adapun langkah-langkah penyususnan test/soal kemampuan komunikasi matematik dan pemecahan masalah (aspek metakognitif) sebagai berikut: (1) Menyusun soal berdasarkan kisi-kisi dan membuat kuncijawabannya; (2) Mengkonsultasikan isi soal dengan bantuan dosen pembimbing; dan (3) Melakukan Ujicoba instrumen tes dan dilanjutkan dengan menghitung validitas tes, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji-t kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matemtaik siswa pada saat pretes menyatakan bahwa nilai signifikansi (P-value) untuk faktor pembelajaran sebesar 0,822 ≥ maka Ho diterima (untuk kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) siswa) dan 0,501 ≥ Ttabel maka Ho diterima (untuk kemampuan komunikasi matematik). Dengan kata lain, rerata pretes kemampuan pemecahan masalah (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik siswa tidak ada perbedaan antar kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan faktor pembelajaran. Akan tetapi, hasil uji perbedaan rerata posttes kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik siswa yaitu bahwa nilai signifikansi (P-value) untuk faktor pembelajaran sebesar 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak (untuk kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) siswa) dan 0,002 < 0,05 maka H0 ditolak. Dengan kata lain, terdapat perpedaan rerata skor posttes kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik siswa secara signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen berdasarkan faktor pembelajaran. Adapun hasil perhitungan uji perbedaan rerata dengan menggunakan SPSS 18 dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Hasil pengujian validitas dengan menggunakan rumus korelasi product moment dari person memperoleh hasil bahwa soal nomor 1,2,4,5, dan 6 memiliki tingkat signifikansi dengan kriteria sangat signifikansi, sedangkan nomor 3 memiliki tingkat signifikansi dengan kriteria signifikansi, sehingga semua soal dapat digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik siswa. Hasil perhitungan reliabilitas kemampuan pemecahan masalah matematik (asepk metakognitif) yang menggunakan rumus Alpha-Cronbach menghasilkan sebesar 0,71, hal ini menunjukan bahwa reliabilitas yang tinggi dan kemampuan komunikasi matematika yang menggunakan rumus Alpha-Cronbach menghasilkan sebesar 0,64 dan memiliki reliabilitas yang sedang. Analisis Data
Hasil ujian perbedaan rerata kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik kelas eksperimen dan kelas kontrol tersebut, maka dapat diketahui bahwa hasil antara kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki perbedaan, di mana
Analisis data hasil tes dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan pemecahan masalah (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik siswa kelas V SD. Teknik analisis data yang 104
Pembelajaran Kontestual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah .... (Widia Nur Jannah)
ISSN 1412-565 X
Tabel 1 Hasil Pengujian Perbedaan Rerata Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik (Aspek Metakognitif) Siswa Tes
Pembelajaran
Pretes Posttes
Eksperimen – Kontrol Eksperimen – Kontrol
Perbedaan
Thitung
Df
Ttabel
Sig.
H0
5,01 < 5,04
0,226
44
2,015
0,226
Diterima
8,60 > 7,51
4,636
44
2,015
0,000
Ditolak
Tabel 2 Hasil Pengujian Perbedaan Rerata Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa
Tes Pretes Posttes
Pembelajaran Eksperimen – Kontrol Eksperimen Kontrol
Perbedaan
Thitung
Df
Ttabel
5,29 < 5,41
0,678
44
2,015 0,501 Diterima
8,59 > 7,64
3,347
44
2,015 0,002
rata-rata hasil kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik lebih besar di kelas eksperimen yaitu dengan menggunakan pembelajaran kontekstual (CTL). Sehingga dapat diketahui bahwa pembelajaran kontekstual (CTL) efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik siswa sekolah dasar.
Sig.
H0
Ditolak
menjelaskan materi luas bangun trapesium dan luas bangun layang-layang, maka diseberkan angket skala sikap. Dari hasil Angket skala sikap yang telah disebar oleh peneliti dengan pedoman skala Likert yang terdiri dari 25 butir pernyataan, dengan 14 pernyataan positif dan 11 pernyataan negatif. Setiap pernyataan memiliki emapt pilihan, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Berdasarkan hasil analisis terhadap angket yang telah disebarkan kepada siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan CTL dapat dilihat pada Grafik 1.
Agar lebih mengetahui sikap siswa terhadap penerimaan pembelajaran kontekstual yang telah diterapkan oleh guru ketika
Grafik 1 Persentase Sikap Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika Menggunakan CTL
Dari Grafik, maka terlihat persentase tentang pendapat siswa terhadap pelajaran matematika dalam pernyataan positif yang memilih setuju dan sangat setuju sebesar
81,52 % dan pernyataan negatif yang memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju sebesar 82,61%, dan pendapat siswa terhadap pembelajaran kontekstual dalam pernyataan 105
Pembelajaran Kontestual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah .... (Widia Nur Jannah)
postif yang memilih setuju dan sangat setuju sebesar 83,33% dan pernyataan negatif yang memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju sebesar 85,87%,
ISSN 1412-565 X
siswa tersebut tidak dapat memperjelas keadaan atau masalah yang diajukan. Menurut Johnson (2011:14), pembelajaran kontekstual merupakan sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya. Hal ini senada dengan pendapat Center for Occupational Research an Developmen (CORD) (1999) bahwa belajar yang bermakna itu harus terjadinya saling keterkaitan antara pengetahuan lama siswa dengan pengetahuan barunya, siswa harus mengalami sendiri dan membangun konsep baru dengan cara mengkonsentrasikan pengalaman baru dengan cara mengkonstruksikan pengalaman yang terjadi di dalam kelas melalui eksplorasi, pencarian dan penemuan, menerapkan suatu konsep ketika ia melakukan kegiatan pemecahan masalah. Pengetahuan yang dimiliki siswa dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya, siswa harus menyelesaikan tugas dengan cara bekerjasama agar lebih mudah mengatasi masalah yang kompleks dengan sedikit bantuan, dan yang terakhir siswa harus dapat penggunaan atau pentranferan pengetahuan yang sudah dimiliki ke dalam situasi baru.
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran kontekstual terbukti dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik siswa sekolah dasar. Hal ini memperkuat hasil asumsi Griffin dan Griffin (dalam Shamsid-Deen & Smith: 2006) bahwa “siswa diuntungkan dalam banyak hal jika menggunakan pembelajaran kontekstual”. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa yang dikenai perlakuan memiliki hasil yang lebih baik secara signifikan, dibandingkan dengan siswa yang diberikan pembelajaran konvensional. Selain itu, pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan pemecahan masalah matematik siswa juga memperkuat hasil penelitian Widayat, U pada tahun 2009 jenjang SMP, terbukti bahwa penerapan pembelajaran dengan pendekatan CTL dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Dengan kata lain apabila guru menggunakan pembelajaran kontekstual khususnya dalam pelajaran matematika maka siswa dengan mudah menemukan sendiri konsep baru yang didapatnya dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan jika siswa memiliki kemampuan komunikasi matematika, maka siswa juga dapat memiliki kemampuan komunikasi matematik. Karena penulis memiliki pandangan yang dikaitkan dengan tujuan mata pelajaran matematika kurikulum 2006, di mana salah satu tujuannya yaitu siswa harus dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Dengan kata lain, jika siswa tidak dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain maka
Pendapat Cord tentang implementasi pembelajaran kontekstual, sejalan dengan teori Jean Piaget (dalam Winataputra, 2008:3.37) ada tiga tahap proses perkembangan intelektual yang berhubungan dengan proses belajar yaitu asimilasi, akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah perpaduan antara informasi baru dengan truktur kognitifnya yang sudah dimilikinya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Akomodasi adalah penyesuaian struktur internal dengan ciri-ciri tertentu dari situasi 106
Pembelajaran Kontestual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah .... (Widia Nur Jannah)
khusus yang berupa objek atau kejadian yang baru. Ekuilibras atau penyeimbangan proses berfikir seseorang pada bagian fungsi kognitif yang berbeda.
ISSN 1412-565 X
peningkatan kemampuan pemecahan msalah matematik (aspek metakognitif) dan komunikasi matematik siswa sekolah dasar, agar temuan-temuan penelitian semakin akurat dan kevalidan data tidak hanya bersifat statistik, tetapi dapat dijadikan data deskriptif kualitatif terpercaya. Selain itu, peneliti merekomendasikan pengemabangan strategi pembelajaran kontekstual dari CORD dengan menggunakan R&D mengenai luas bangun trapesium dan bangun layang-layang, agar strategi dari Cord itu dapat lebih dibuktikan apakah asumsinya benar atau tidak khususnya di materi luas bangun trapesium dan layanglayang.
Selain itu menurut Vygotsky (dalam Isjoni, 2009 : 39) ilmu itu mula-mula datang dari diri siswa dan datang dari pengalaman dirinya, lalu dibawa ke sekolah untuk membuktikan apakah benar ilmu yang mereka telah ketahui relevan dengan pikiran awalnya. Maka, menurut asumsi Vygotsky Kualitas berpikir siswa dibangun di dalam ruangan kelas, sedangkan aktivitas sosialnya dikembangkan dalam bentuk kerjasama antara pelajar dengan pelajar lainnya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dalam hal ini guru dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna. Pembelajaran yang bermakna akan memunculkan kemampuan siswa yang kritis terhadap suatu masalah, karena potensi kognitif di dalam diri siswa akan berkembang dengan sendirinya.
KESIMPULAN Penelitian ini menerapkan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematik siswa. Pembelajaran kontekstual menekankan kegiatan siswa, yang dimulai dari kegiatan mengalami (experiencing), menerapkan (applying), kerjasama (cooperative), dan mentransfer (transferring). Keempat kegiatan tersebut ada dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain dan dapat meningkatkan kemampuan menyerap pelajaran.
Kelebihan dan keterbatasan dalam suatu proses pelaksanaan penelitian sekiranya sangatlah wajar, karena dalam segala hal tidaklah ada yang sempurna. Adapun keterbatasan pada penelitian yang telah dilaksanakan yaitu bahwa: 1) asumsi dan penelitian yang relevan masih sangat terbatas apa lagi mengenai komunikasi matematik, 2) temuan-temuan penelitian akan lebih akurat apabila dilakukan melalui mixed methode reserch, sehingga validitas data tidak hanya dilakukan dengan statistik tetapi data dapat dilakukan melalui deskriptif kualitatif yang terpercaya, 3) strategi pembelajaran kontekstual seharusnya dikembangkan melalui research and development (R&D) terhadap materi luas bangun datar (trapesium dan layang-layang).
Berdasarkan hasil temuan studi empirik, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran luas bangun datar trapesium dan layang-layang di kelas V SD Karang Yudha Kota Cirebon, adalah sebagai berikut. 1. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah (aspek metakognitif) antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan cara-cara konvensional. Hal ini ditandai dengan adanya perbedaan rerata skor postest kemampuan pemecahan masalah matematik (aspek metakognitif) siswa yaitu bahwa nilai signifikansi (P-Value)
Berdasarkan keterbatasan tersebut, maka peneliti merekomendasikan untuk penelitian selanjutnya bahwa alangkah lebih baik jika penelitian mengenai pembelajaran kontekstual dilakukan dengan menggunakan mixed methode research terhadap 107
Pembelajaran Kontestual untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah .... (Widia Nur Jannah)
ISSN 1412-565 X
signifikansi (P-Value) untuk faktor pembelajaran sebesar 0,000 < 0,02 H0 ditolak.
untuk faktor pembelajaran sebesar 0,000 < 0,05 H0 ditolak 2. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah (aspek metakognitif) antara siswa yang mengikuti pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan cara-cara konvensional. Hal ini ditandai dengan adanya perbedaan rerata skor postest kemampuan komunikasi matematik siswa yaitu bahwa nilai
3. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah (aspek metakognitif) dan kemampuan komunikasi matematis secara keseluruhan bersikap positif.
DAFTAR PUSTAKA Cecep, E. R. (2002). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 5 (Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual). Jakarta: Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. CORD. (1999). Teaching Mathematics Contextually. The Cornerstone of Tech Prep. CORD Communications. Isjoni. (2009). Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. Bandung: ALFABETA. Johnson, E. (2011). CTL “Contextual Teaching & Learning” Menjadikan Kegiatan Balajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: KAIFA. Johnson, E. B. (2009) Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: MLC. Masykur, M.(2011). Perihal Kesulitan Belajar Anak (Learning Disabilities), [online]. Tersedia: http://www. avicennacenter.com/perihal-kesulitan-belajar-anak-learning-disabilities. 23 Desember 2012 Kaur, B et all. (2009). Mathematical Problem Solving. Singapore: National Institute of Education. Kramarsk, B. et al. (2002). The Effects of Metacognitive Instruction on Solving Mathematical Authentic Tasks. Educational Studies in Mathematics. Vol. 49, No. 2. NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA : NCTM. Shamsid-Deen, I & Smith, P. B. (2006). Contextual Teaching And Learning Practices In The Family And Consumer Sciences Curriculum. Journal of Family and Consumer Sciences Education, Vol. 24, No. 1, Spring/ Summer, 2006. Suwangsih, E & Tiurlina. (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI PRESS. Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika. (Paradigma Eksploratif dan Investigati). Jakarta: PT. Lauser Cita Pustaka. Turmudi. (2008). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika (Paradigma Eksploratif dan Investigasi). Jakarta: PT. Lauser Cita Pustaka. Widayat, U. (2009). Penerapan Pembelajaran Matematika SMP dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning. [online]. Tersedia: http://www.digilib.uns.ac.id/upload/dokumen/73780907200904431.pdf. [14 Juni 2011]. Winataputra U.S, dkk. (2008). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Winn, W. & Snyder D. (1996). Cognitive perspectives in pyschology. In D.H. Jonassen, ed. Handbook of research for educational communications and technology, 112-142. New York: Simon & Schuster Macmillan [online]. Tersedia: http://coe.sdsu.edu/eet/Articles/metacognition/start.htm. [14 Juni 2011].
108