PEMANFAATAN TEPUNG TEMPE DENGAN PENAMBAHAN BUBUK KAYU MANIS DALAM PEMBUATAN KUKIS DARI SUKUN The Using Of Tempe Flour With Addition Of Cinnamon Powder In Making Of Bread Fruit Flour Cookies Dedi Cipto1, Raswen Efendi2 and Evy Rossi2 Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Kode Pos 28293, Indonesia
[email protected] ABSTRACT This research was conducted to get the best rate and the best quality in the manufacture of a cookie-breadfruit flour, tempe flour and the addition of cinnamon powder. This study was conducted experimentally using a completely randomized design (CRD) with four treatments and four replications thus obtained 16 experimental units. The treatment in this study was TK1 (Tempe flour 23% and Cinnamon powder 2%), TK2 (Tempe flour 20% and Cinnamon powder 5%), TK3 (Tempe flour 17% and Cinnamon powder 8%), TK4 (Tempe flour 14% and Cinnamon powder 11%). Chemical analysis undertaken is the moisture content, ash content, protein content. Data were analyzed statistically to use traditional analysis of variance (ANOVA). If F count is greater than or equal to F table, then do a further test with Duncan's Multiple Range Test (DMRT) at 5% level. Based on the chemical analysis cookie-TK1 best treatment is treatment with water content of 4.91%, levels abu1,67%, 12.11% protein content that has met the cookie-quality standard (SNI 012973-1992). Keywords : Cookies, breadfruit, tempe flour, cinnamon powder PENDAHULUAN Pembuatan kukis pada umumnya menggunakan tepung terigu. Tepung terigu merupakan produk primer dari tanaman gandum yang sampai saat ini tidak dapat dibudidayakan dengan baik di Indonesia sehingga harus diimpor dari negara luar. Impor tepung terigu dari tahun ke tahun masih tergolong tinggi. Oleh sebab itu perlu adanya pengganti tepung terigu dalam pembuatan kukis yang bersumber dari bahan pangan lokal.
Salah satu tanaman pangan lokal Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan tepung adalah buah sukun. Buah sukun merupakan salah satu buah dengan kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga sangat berpotensi untuk diolah menjadi tepung. Kandungan zat gizi sukun (dalam 100 g bahan) masih sangat rendah seperti protein 2 g dan lemak 0,70 g, kalsium 59 mg dan fosfor 46 mg (Pitojo 1992 dalam Fatmawati 2012), sehingga perlu adanya penambahan bahan lain dalam
JOM Faperta Vol. 3 No.Pertanian, 2 OktoberUniversitas 2016 1. Mahasiswa Fakultas Riau 2. Dosen Fakultas Pertanian,Universitas Riau JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
1
pembuatan kukis sukun untuk meningkatkan kandungan gizi pada kukis sukun. Penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis dalam pembuatan kukis diharapkan dapat memenuhi dan melengkapi kandungan gizi pada kukis sukun. Penambahan bubuk kayu manis diharapkan dapat melengkapi kandungan gizi pada kukis sukun. Kukis sukun ini ditujukan untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui formulasi penambahan tepung sukun, tepung tempe dan penambahan bubuk kayu manis ke dalam pembuatan kukis sehingga menghasilkan produk yang disukai oleh masyarakat, mengingat produk ini cukup diminati berbagai kalangan dan benilai jual cukup tinggi Berdasarkan uraian diatas maka penulis telah melakukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan tepung tempe dengan penambahan bubuk kayu manis dalam pembuatan kukis dari tepung sukun”. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rasio terbaik dan mutu terbaik pada pembuatan kukis dari tepung sukun, tepung tempe dan penambahan bubuk kayu manis. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Analisis Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan yaitu bulan Desember 2015 hingga April 2016.
JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah sukun, tempe, kayu manis, susu bubuk, kuning telur, gula bubuk dan margarin. Sedangkan bahan yang digunakan untuk analisis adalah K2SO4, HgO, H2SO4, H2BO3, aquades, indikator metil merah dan HCl. Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah blender, ayakan berukuran 80 mesh, nampan, oven, mixer, baskom, pengaduk, pisau, plastik transparan, timbangan dan sendok. Alat yang digunakan untuk analisis adalah erlemeyer, batu didih, kertas lakmus, kertas saring, biuret, desikator, gelas ukur, gelas piala, penjepit, pipet tetes, timbangan analitik, corong, loyang, spatula, cawan porselen, oven, tanur dan 1 set kjeldahl. Alat yang digunakan untuk penilaian sensori seperti wadah, kertas label, kertas penilaian sensori, kamera dan bilik pengujian. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat kali ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini adalah TK1 (Tepung tempe 23%, Bubuk kayu manis 2%), TK2 (Tepung tempe 20%, Bubuk kayu manis 5%),TK3 (Tepung tempe 17%, Bubuk kayu manis 8%), dan TK4 (Tepung tempe 14%, Bubuk kayu manis 11%). Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, dan penilaian organoleptik. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisys of variance (Anova) dan diuji lanjut dengan duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf 5%.
2
Pelaksanaan Penelitian Pembuatan kukis mengacu pada Nugraha (2009), yaitu terdiri dari persiapan bahan, pembentukan adonan (pembentukan krim dan pencampuran tepung), pencetakan adonan, pemanggangan, pendinginan dan pengemasan. Persiapan bahan dimulai dari penimbangan bahan sesuai perlakuan. Pembentukan adonan dimulai dengan mencampur margarin, kuning telur, bubuk gula dan baking powder menggunakan mixer sehingga terbentuk krim. Selanjutnya ditambahkan tepung sukun, tepung tempe dan bubuk kayu manis sesuai dengan perlakuan. Kemudian adonan dibentuk menjadi
lembaran dan dicetak menggunakan alat cetakan. Kukis kemudian dioven pada suhu 1400 C selama 15-20 menit. Setelah kukis masak dilakukan pendinginan agar kukis masak sempurna. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Hasil Anova menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis yang berbeda pada pembuatan kukis sukun memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air yang dihasilkan pada setiap perlakuan. Ratarata kadar air kukis sukun dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata penilaian kadar air kukis (%) Perlakuan TK1 (Tepung tempe 23%, Bubuk kayu manis 2%) TK2 (Tepung tempe 20%, Bubuk kayu manis 5%) TK3 (Tepung tempe 17%, Bubuk kayu manis 8%) TK4 (Tepung tempe 14%, Bubuk kayu manis 11%)
Rata-rata 4,91a 4,93a 6,04b 6,31b
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05)
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa penurunan penggunaan tepung tempe dan peningkatan bubuk kayu manis terhadap kadar air perlakuan TK1 dan TK2 berbeda tidak nyata tapi TK1 berbeda nyata dengan TK3 dan TK4. Pengamatan yang dilakukan terhadap kadar air kukis sukun menunjukkan adanya peningkatan kadar air seiring dengan meningkatnya persentase bubuk kayu manis dan berkurangnya tepung tempe. Hal ini disebabkan bubuk kayu manis yang merupakan bahan dalam pembuatan kukis memiliki kadar air lebih tinggi, yaitu sebesar 7,90% (Thomas dan Duethi 2001), dibandingkan dengan kadar air tepung tempe yaitu 4,0% (Pusat Penelitian Kimia-LIPI 2001). Kadar air pada
JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
perlakuan TK1 dan TK2, yaitu 4,91% dan 4,93% lebih rendah dari perlakuan TK3 dan TK4, yaitu 6,04% dan 6,31%, diduga karena permukaan kulit kayu manis lebih bersih, sehingga saat pengeringan perubahan fase air menjadi uap lebih cepat. Tingginya kadar air pada kayu manis disebabkan karena permukaan kulit kayu manis kurang bersih, sehingga saat pengeringan bahan baku, perubahan fase air menjadi uap terhalang (Dwika dkk, 2012). Air merupakan salah satu karakteristik yang penting bagi bahan pangan, kandungan air pada bahan pangan dapat mempengaruhi penampakan dan cita rasa makanan (Winarno, 2004). Persentase kadar air pada kukis sangat mempengaruhi daya tahannya,
3
kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya mikroba untuk berkembang biak. Apabila kadar air terlalu rendah maka akan mengakibatkan tekstur bahan pangan menjadi keras sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi mutu produk tersebut. Hasil pengukuran kadar air kukis TK2 (Tepung tempe 20%, Bubuk kayu manis 5%) yaitu sebesar 4,93% dan TK1 (Tepung tempe 23%, Bubuk kayu manis 2%),yaitu sebesar 4,91% Kadar air kukis telah memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI 012973-1992) adalah maksimal 5%. Kadar Abu Hasil Anova menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis yang berbeda pada pembuatan kukis sukun memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu yang dihasilkan pada setiap perlakuan. Ratarata kadar abu kukis sukun dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata penilaian kadar abu kukis sukun (%) Perlakuan TK1 (Tepung tempe 23%, Bubuk kayu manis 2%) TK2 (Tepung tempe 20%, Bubuk kayu manis 5%) TK3 (Tepung tempe 17%, Bubuk kayu manis 8%) TK4 (Tepung tempe 14%, Bubuk kayu manis 11%)
Rata-rata 1,67a 1,60a 2,80b 3,24c
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05)
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa penurunan penggunaan tepung tempe dan peningkatan bubuk kayu manis terhadap kadar abu perlakuan TK4 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan perlakuan TK1 dan TK2 berbeda tidak nyata. Kadar abu terendah yaitu pada perlakuan TK1 (1,67) dan TK2 (1,60%) dan yang tertinggi adalah perlakuan TK4 (3,24%). Kadar abu kukis semakin rendah seiring dengan meningkatnya penambahan tepung tempe sebaliknya, kadar abu akan semakin tinggi seiring dengan meningkatnya penambahan bubuk kayu manis dalam pembuatan kukis sukun. Hal ini disebabkan oleh perbandingan tepung tempe dan bubuk kayu manis yang ditambahkan dalam pembuatan kukis. Kadar abu tepung tempe yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 3,0% (Pusat Penelitian Kimia-LIPI 2001) dan kadar abu bubuk kayu manis adalah
JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
sebesar 3,55% (Thomas dan Duethi 2001). Abu merupakan komponen mineral yang tidak menguap pada proses pembakaran. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Sudarmadji dkk.,1997). Menurut Winarno (2004) kadar abu adalah unsur mineral atau zat organik yang terbakar pada saat pembakaran. Data pada Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar abu kukis. Hasil pengukuran kadar abu kukis TK2 (Tepung tempe 20%, Bubuk kayu manis 5%) yaitu sebesar 1,60% dan TK1 (Tepung tempe 23%, Bubuk kayu manis 2%), yaitu sebesar 1,67%. Kadar air kukis tersebut telah memenuhi Standar
4
Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992) adalah maksimal 2%. Kadar Protein Hasil sidik ragam menunjukkan penurunan penggunaan tepung tempe dan peningkatan bubuk kayu manis
terhadap pembuatan kukis sukun memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein (Lampiran 9). Rata-rata kadar protein setelah diuji lanjut dengan uji DMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata penilaian kadar protein kukis sukun (%) Perlakuan TK1 (Tepung tempe 23%, Bubuk kayu manis 2%) TK2 (Tepung tempe 20%, Bubuk kayu manis 5%) TK3 (Tepung tempe 17%, Bubuk kayu manis 8%) TK4 (Tepung tempe 14%, Bubuk kayu manis 11%)
Rata-rata 12,23c 11,21b 11,60b 10,57a
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05)
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar protein perlakuan TK1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan TK3, sedangkan perlakuan TK4 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Kadar protein terendah yaitu pada perlakuan TK4 (10,57%) dan yang tertinggi adalah perlakuan TK1 (12,23%). Hal ini disebakan karena
penurunan pengunaan tepung tempe, sehingga kandungan protein pada perlakuan TK1 lebih tinggi dari perlakuan TK2, TK3 dan TK4. Kandungan protein pada tepung tempe berkisar 46,1% (Pusat Penelitian KimiaLipi 2001). Tingginya kandungan protein pada tepung tempe karena proses fermentasi, fermentasi yang terjadi pada tempe berfungsi untuk mengubah senyawa makromolekul komplek yang terdapat pada kedelai (seperti protein, lemak, dan karbohidrat) menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak dan monosakarida (Sutomo, 2008). Penelitian ini sejalan dengan Silitonga ( 2015 ) menyatakan bahwa penambahan tepung tempe berpengaruh nyata terhadap kandungan protein kukis. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
protein kukis sukun setiap perlakuan sudah memenuhi standar mutu kukis (SNI 01-2973-1992) yaitu minimal 6%. Uji Organoleptik Warna Warna adalah salah satu faktor mutu suatu bahan pangan.Warna adalah salah satu bagian dari penampakan produk dan merupakan parameter penilaian sensori yang penting, karena merupakan sifat penilaian sensori yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Bila kesan penampakan produk baik atau disukai, maka konsumen baru akan melihat sifat penilaian sensori yang lainnya (aroma, rasa dan tekstur). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis dalam pembuatan kukis sukun berpengaruh tidak nyata (P>0,05) secara deskriptif dan hedonik. Rata-rata penilaian sensori warna dapat dilihat pada Tabel 4.
5
Tabel 4. Rata-rata penilaian sensori warna Perlakuan S1 (Tepung tempe 23%, Bubuk kayu manis 2%) S2 (Tepung tempe 20%, Bubuk kayu manis 5%) S3 (Tepung tempe 17%, Bubuk kayu manis 8%) S4 (Tepung tempe 14%, Bubuk kayu manis 11%)
Rata-rata Deskriptif Hedonik 3,53 3,90 3,17 3,87 3,47 4,00 3,27 3,63
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata (P>0,05)
Hasil uji deskriptif yang dapat dilihat pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa penambahan bubuk kayu manis memberikan perbedaan tidak nyata secara deskriptif terhadap kukis yang dihasilkan. Rata-rata panelis memberi skor 3,17-3,53 (Coklat). Hal ini diduga disebabkan oleh warna dari bubuk kayu manis yaitu berwarna coklat. Warna coklat juga disebabkan oleh penambahan gula yang sama pada setiap perlakuan, dimana selama proses pemanggangan kukis terjadi proses karamelisasi pada gula sehingga warna coklat yang dihasilkan relatif sama. Menurut Supriyanto (2006) perubahan utama yang dialami komponen gula dalam bahan pangan selama proses pengolahan dengan pemanasan adalah terjadi proses pencoklatan non-enzimatik yaitu reaksi karamelisasi dan reaksi Maillard. Tabel 4 menunjukkan bahwa penambahan bubuk kayu manis
memberikan perbedaan tidak nyata pada penilaian sensori secara hedonik terhadap kukis yang dihasilkan. Panelis memberikan skor 3,63-4,00 (suka). Hal ini diduga karena warna dari seluruh perlakuan kukis agak kecoklatan dan hampir menyerupai dengan warna produk bubuk kayu manis yang ada dipasaran. Aroma kukis Aroma adalah satu faktor penentu mutu suatu bahan pangan. Aroma juga menjadi satu indikator suatu bahan pangan dapat diterima atau ditolak. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi tepung tempe dan bubuk kayu manis berpengaruh nyata (P<0,05) secara deskriptif dan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap atribut aroma secara hedonik. Rata-rata penilaian sensori aroma setelah diuji lanjut dengan DMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata penilaian sensori aroma Perlakuan S1 (Tepung tempe 23%, Bubuk kayu manis 2%) S2 (Tepung tempe 20%, Bubuk kayu manis 5%) S3 (Tepung tempe 17%, Bubuk kayu manis 8%) S4 (Tepung tempe 14%, Bubuk kayu manis 11%)
JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
Rata-rata Deskriptif Hedonik 3,40a 3,67 3,40a 3,70 ab 3,80 3,90 c 3,97 3,83
6
Hasil uji deskriptif yang dapat dilihat pada Tabel 5 yang menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis memberikan perbedaan nyata secara deskriptif terhadap aroma kukis yang dihasilkan. Rata-rata panelis memberi skor 3,40-3,97 (beraroma kayu manis). Aroma kayu manis pada kukis sukun dihasilkan dari proses pengeringan kukis menggunakan oven. Menurut Moehyi (1999) di dalam Fatty (2012) penggunaan panas tinggi akan menghasilkan aroma yang kuat pada suatu bahan. Aroma bubuk kayu manis semakin meningkat dengan banyaknya persentase bubuk kayu manis. Tabel 5 menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis memberikan perbedaan tidak nyata pada penilaian sensori secara hedonik terhadap kukis yang dihasilkan. Panelis memberikan skor 3,67-3,90 (suka). Hal ini diduga karena panelis menyukai aroma bubuk kayu manis, dan dari seluruh perlakuan persentase
penambahan bubuk kayu manis meningkat, sehingga dengan peningkatan penambahan bubuk kayu manis pada tiap-tiap perlakuan panelis tetap menyukai aroma kukis. Rasa kukis
Rasa merupakan kriteria penting dalam menilai suatu produk pangan yang banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah. Rasa terbentuk dari sensasi yang berasal dari perpaduan bahan pembentuk dan komposisinya pada suatu produk makanan yang ditangkap oleh indera pengecap serta merupakan salah satu pendukung citarasa yang mendukung kualitas suatu produk. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis dalam pembuatan kukis berpengaruh tidak nyata (P<0,50) secara deskriptif dan berpengaruh nyata (P>0,05) secara hedonik. Rata-rata hasil penilaian sensori terhadap rasa kukis dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata penilaian sensori rasa Perlakuan S1 (Tepung tempe 23%, Bubuk kayu manis 2%) S2 (Tepung tempe 20%, Bubuk kayu manis 5%) S3 (Tepung tempe 17%, Bubuk kayu manis 8%) S4 (Tepung tempe 14%, Bubuk kayu manis 11%) Tabel 6 yang menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis memberikan perbedaan nyata secara deskriptif terhadap rasa kukis. Rata-rata panelis memberi skor 3,57-4,27 (Manis). Hal ini diduga bahwa adanya pengaruh senyawa yang ada pada kayu JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
Rata-rata Deskriptif Hedonik a 3,57 3,50 ab 3,73 3,60 bc 4,00 3,43 4,27c 3,77
manis dan memberikan rasa khas pada kukis, sehingga penambahan bubuk kayu manis pada TK1 hingga TK4 penilaiannya meningkat dirasakan panelis. Kulit kayu manis mempunyai rasa pedas dan manis, berbau wangi, serta bersifat hangat. Hariana (2008), menyebutkan bahwa 7
kayu manis mengandung minyak atsiri eugenol, sinamaldehide, tannin, kalsium oksalat, yang menyebabkan rasa manis pedas pada pada bubuk kayu manis. Tabel 6 menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis memberikan perbedaan tidak nyata pada penilaian sensori secara hedonik terhadap kukis yang dihasilkan. Panelis memberikan skor 3,43-3,77 (suka). Hal ini diduga karena rata-rata panelis menyukai rasa bubuk kayu manis, sehingga dengan peningkatan penambahan bubuk kayu manis pada
tiap-tiap perlakuan menyukai rasa kukis.
S1 (Tepung tempe 23%, Bubuk kayu manis 2%) S2 (Tepung tempe 20%, Bubuk kayu manis 5%) S3 (Tepung tempe 17%, Bubuk kayu manis 8%) S4 (Tepung tempe 14%, Bubuk kayu manis 11%)
JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
tetap
Tekstur Kukis Tektur merupakan salah satu atribut penilaian sensori yang perlu diperhatikan dalam produk kukis. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap atribut tekstur secara deskriptif dan hedonik. Rata-rata penilaian sensori tekstur dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata penilaian sensori tekstur Perlakuan
Tabel 7 yang menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis memberikan perbedaan tidak nyata secara deskriptif terhadap kukis yang dihasilkan. Panelis memberikan skor 3,07-3,33 (sedikit keras). Hal ini diduga karena semua perlakuan memiliki penambahan bahan utama yang relatif sama seperti kuning telur dan penambahan gula yang sama. Menurut Ramadina (2013) penambahan gula pada kukis memberikan pengaruh nyata terhadap atribut tekstur kukis. Tabel 7 menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis memberikan perbedaan tidak nyata pada penilaian sensori secara
panelis
Rata-rata Deskriptif Hedonik 3,33 3,80 3,33 3,53 3,07 3,67 3,30 3,57
hedonik terhadap kukis yang dihasilkan. Rata-rata panelis memberikan skor 3,533,80 (suka). Hal ini diduga karena panelis menyukai tekstur sedikit keras. Penilaian Keseluruhan Kukis Penilaian keseluruhan merupakan penilaian gabungan dari seluruh atribut penilaian sensori yaitu warna, aroma, rasa dan tekstur. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi tepung tempe dan bubuk kayu manis berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap penilaian keseluruhan, Rata-rata hasil penilaian hedonik secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 8.
8
Tabel 8. Rata-rata penilaian hedonik secara keseluruhan. Hedonik keseluruhan 3,83 3,77 3,73 3,80
Perlakuan TK1 Tepung tempe 23%, Bubuk kayu manis 2% TK2 Tepung tempe 20%, Bubuk kayu manis 5% TK3 Tepung tempe 17%, Bubuk kayu manis 8% TK4 Tepung tempe 14%, Bubuk kayu manis 11%
Tabel 8 menunjukkan bahwa penambahan tepung tempe dan bubuk kayu manis memberikan perbedaan tidak nyata pada penilaian sensori secara hedonik keseluruhan terhadap kukis yang dihasilkan. Panelis memberikan skor 3,73-3,83 (suka). Hal ini dapat dilihat dari penilaian atribut warna,aroma, rasa dan tekstur semua atibut memiliki penilaian “suka”. Penilaian sensori secara keseluruhan dapat dikatakan gabungan dari yang dilihat, dirasa dan dicium. Penilaian panelis “suka” disebabkan karena panelis merasa tidak asing dan sudah terbiasa mengkonsumsi kukis, sementara penambahan bubuk kayu Parameter uji 1. -
Analisis kimia Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar protein (%)
SNI*
manis dari 2% sampai 11% memberikan pengaruh tidak nyata yang ditambahkan pada kukis memberikan pengaruh nyata terhadap penilaian panelis Rekapitulasi Hasil Penelitian Produk pangan yang diproduksi diharapkan mampu memenuhi gizi sesuai syarat mutu yang telah ditetapkan salah satunya oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) serta penilaian sensori yang mampu diterima oleh konsumen. Rekapitulasi data untuk pemilihan kukis perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 9.
TK1
Perlakuan TK2 TK3
4,91a 1,67a 12,11c
5,16a 1,60a 11,20b
-
3,57 3,40a 3,57a 3,33
3,17 3,40a 3,73ab 3,33
-
3,90 3, 67 3,50 3,80 3,83
3,87 3,70 3,60 3,53 3,77
Maks 5% Maks 2% Min 6%
6,06b 1,80b 11,59b
TK4 6, 31b 1,24c 10,57a
2. Penilaian sensori (deskriptif) - Warna - Aroma - Rasa - Tekstur 3.Penilaian sensori (hedonik) - Warna - Aroma - Rasa - Tekstur - Penilaian keseluruhan
JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
3,47 3,80ab 4,00bc 3,07 4,00 3,90 3,43 3,67 3,73
3,27 3,97b 4,27c 3,30 3,63 3,83 3,77 3,57 3,80
9
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Perbandingan tepung tempe dan bubuk kayu manis berpengaruh terhadap mutu dan tingkat kesukaan panelis terhadap kukis yang dihasilkan. 2. Perlakuan terbaik dari parameter yang telah diuji dan memenuhi standar mutu kukis (SNI 01-29731992) TK1 yaitu perbandingan tepung tempe 23% dan bubuk kayu manis 2% dari 100% bahan, dengan kadar air sebesar 4,91%, kadar abu 1,67%, kadar protein 12,11%. 3. Hasil uji organoleptik kukis dengan perbandingan tepung tempe 23% dan bubuk kayu manis 2% dari 100% bahan adalah berwarna coklat, beraroma bubuk kayu manis, rasa manis dan bertekstur sedikit keras. Kukis tersebut secara umum telah diterima panelis dengan tingkat kesukaan secara keseluruhan sebesar 3,83 (suka). Saran Penelitian lanjutan perlu dilakukan mengenai jenis kemasan yang baik untuk mengemas kukis sukun perlakuan terbaik, sehingga kukis sukun tersebut memiliki umur simpan yang panjang. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Cookies (Kue Kering). http://www.warintek.ristek.go.i d/ pangankesehatan/pangan/ipb/C ookies.pdf. Diakses pada tanggal 4 Februari 2015. ______. 2005. Diversifikasi pemanfaatan tempe untuk olahan pangan. Pusat Penelitian Kimia LIPI. Jakarta. Aptindo. 2013. Overview Industri Tepung Terigu Nasional Indonesia.
JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
http://www.aptindo.or.id/index. Diakses pada tanggal 21 Januari 2015. Astawan, M. 2008. Sehat dengan Tempe. Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan dengan Tempe. PT Dian Rakyat. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 2010. Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangan. Balai Pustaka. Jakarta. Buckle, K. A., R. A. Edward., G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Food Science. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Chodijah, I. Isradji dan N. Nalapraya. 2009. Pengaruh pemberian tepung tempe terhadap motilitas spermatozoa mencit. Jurnal 1 (2): 153-158. Dewan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2973-1992 Biskuit. Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian. Jakarta. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2007. Rujukan Pengembangan Agribisnis Hortikultura TA 2007. Departemen Pertanian. Dwika, Tinosa, R. 2012. Pengaruh suhu dan laju alir udara pengering pada pengeringan keraginan menggunakan teknologi spray drier. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. Volume 1 Nomor 1. Fatty A. R. 2012. Pengaruh penambahan udang rebon terhadap kandungan gizi dan hasil uji hedonik pada bolabola tempe. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.
10
Fatmawati, W. T. 2012. Pemanfaatan Tepung Sukun dalam Pembuatan Produk cookies. Proyek Akhir Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Hartati. 2011. Analisis fisiko-kimiawi tepung sukun hasil fermentasi sebagai produk fortifikasi flavor. Jurnal Chemica, Volume 11(2): 1 – 10. Hariana, A. 2008, Dalam Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya, Seri II, Jakarta. Indriyani, A. 2007. Cookies Tepung Garut (Maranta arundinaceae L) dengan pengkayaan serat pangan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Ismariarsi. 1992. Mempelajari karakteristik cookies yang di buat berdasarkan formula tepung terigu, dan maizena. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kurniawati, N. 2010, dalam Sehat dan cantik alami berkat khasiat bumbu dapur. Anita. Bandung. Lubis, M. Y., Rohaya, S. dan A. H Dewi. 2012. Pembuatan meuseukat dengan menggunakan tepung komposit dari sukun (Artocarpus altilis) dan terigu serta penambahan nenas (Ananas comosus L.). Jurnal. Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia 4 (2): 7-14. Mahmud, M. K., Hermana., N. A. Zulfianto., R. R. Apriyantono., I. Ngadiarti., B. Hartati., Bernadus dan Tinexcelli. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
Najamuddin, U., S. Sirajuddin dan B. Bahar. 2012. Pemanfaatan minyak sawit merah dalam pembuatan biskuit kaya beta karoten. Artikel Penelitian Media Gizi Masyarakat Indonesia Volume 1 (2): 117121. Nugraha, A. 2009. Evaluasi mutu kukis dengan subtitusi minyak sawit merah, tepung tempe dan tepung udang rebon (Acetes erythraeus). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru. Prabawati, S. dan Suismono. 2009. Sukun: bisakah menjadi bahan baku produk pangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor. Rismunandar., Farry, B. P. 2001, Kayu manis budi daya dan pengolahan, Penebar Swadaya, Jakarta. Saptoning. 2010. Manfaat Sukun Sebagai Sumber Pangan Alternatif.ber-Konsumsi Pangan. www.majalahpangan.com. [13 Januari 2015]. Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Gramedia, Jakarta. Setyaningsih D., A. Apriyanto., M. P Sari. 2010. Analisis Sensori Untuk Industri Pangan dan Agro. Institu Pertanian Bogor . Bogor. Setijo Pijoto, (1992). Budidaya Sukun. Kanisius, Yogyakarta. Silitonga herman, (2014). Penambahan tepung tempe dan tepung udang rebon dalam pembuatan kukis sukun. Universitas Riau. Pekanbaru. Soekarto, S. 2002. Penilaian organoleptik untuk Industri
11
Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Suarni. 2005. Teknologi Pembuatan Kue Kering (Cookies) Berserat Tinggi dengan Penambahan Bekatul Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros. Bogor. Sudarmadji, S., B. Haryono,. dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Suyanti, S., Widowati dan Suismono. 2009. Teknologi pengolahan tepung sukun dan pemanfaatannya untuk berbagai produk makanan olahan. Jurnal Warta Penelitian Pengembangan Pertanian 25 (2): 12-13. Syarief, R., J. Hermanianto, P. Hariyadi dan S. Wiriaatmadja. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Universitas Khatolik Widya Mandala. Surabaya. Sudarmadji S., B. Haryono dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Sutardi dan Supriyanto. 1996. Sifat Tepung dan Kesesuainnya untuk diolah menjadi berbagai produk olahan makanan kecil. Media komunikasi dan informasi pangan. Jakarta. Sutomo, B., 2008. Cegah Anemia dengan Tempe. http://myhobbyblogs. com/food/files/2008/06/. Diakses tanggal 21 juni 2016. Suyanti dan Suismono. 2008. Teknologi Pengolahan untuk Penganekaragaman Komsumsi Pangan.
JOM Faperta Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
Departemen Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Bogor. Sundari, E. (2001). Pengambilan minyak atsiri dan oleoresin dari kulit kayu manis, Institus Teknologi Bandung. Central Library. Ganesha. Bandung. Thomas, J. and P. P. Duethi. (2001), Cinnamon Handbook of Herbs and Spices. CRC Press, New York, pp.143-153 Verheij, E. W. M. dan R. E Coronel. 1997. Proses Sumberdaya Nabati Asia Tenggara 2, Buah-buahan yang dapat dimakan. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Widowati,s., Richana. 2003. Studi Potensi dan Peningkatan Daya Guna Sumber Pangan lokal untuk penganekaragaman pangan di Sulawesi Selatan. Laboratorium Hasil Penelitian Puslitbangtan. Bogor. Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
12