UTILIZATION OF SALAM LEAF POWDER (Eugenia polyantha Wight) ADDITION IN FEED ON PHYSICAL QUALITY OF BROILER MEAT Niati Ningsih1), Irfan H. Djunaidi2), and Osfar Sjofjan2) 1) 2)
Student of Animal Nutrition and Feed Departement, Faculty of Animal Husbandry, University of Brawijaya Lecturer of Animal Nutrition and Feed Departement, Faculty of Animal Husbandry, University of Brawijaya Faculty of Animal Husbandry, University of Brawijaya, Veteran Street, Malang (65145), Indonesia
Email:
[email protected]
ABSTRACT This research was conducted to know effect of salam powder (Eugenia polyntha Wight) addition in feed on physical quality of broiler meat. The material used for this research were 80 Lohman MB 202 broiler unsexed 15-days old with average body wight 307,73 ± 22,17 g/head. The broiler will be reared until 35-days old. The research method was experimental using Completely Randomized Design (CRD) with five treatments and four replication, each replication consisted of four broiler chickens. The treatment consisted of P0 (Basal Feed), P1 (Basal Feed + Salam Leaves Powder 1%), P2 (Basal Feed + Salam Leaves Powder 2%), P3 (Basal Feed + Salam Leaves Powder 3%), P4 (Basal Feed + Salam Leaves Powder 4%). The data were analyzed by ANOVA and continued by Duncan Multiple Range Test (DMRT). The variables measured were pH, Tenderness, Meat Colour, Water Holding Capacity (WHC), and Cooking Loss. The results of this research showed the addition of salam leaves powder did not give significant effect (P>0,05) on pH, Tenderness, Meat Colour (L* Lightness and b* Yellowness), WHC, and Cooking Loss, but give significant different effect on Meat Colour (a* Redness). It can be concluded that feed with addition of salam powder gived better influence on physical quality of broiler meat (pH, tenderness, meat colour, and WHC). Addition 1 % salam lef powder in broiler feed showed the best result on tenderness and meat colour. Keyword: Salam leaf, feed, physical quality of meat, broiler
PEMANFAATAN TEPUNG DAUN SALAM (Eugenia polyantha Wight) DALAM PAKAN TERHADAP KUALITAS FISIK DAGING AYAM PEDAGING Niati Ningsih1), Irfan H. Djunaidi2), dan Osfar Sjofjan2) Mahasiswa Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak , Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya 2) Dosen Bagian Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Jln. Veteran Malang (65145), Indonesia Email:
[email protected]
1)
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanfaatn tepung daun salam (Eugenia polyntha Wight) dalam pakan terhadap kualitas fisik daging ayam pedaging. Materi yang digunakan adalah ayam pedaging MB 202 umur 15 hari yang tidak dibedakan jenis kelamin (unsexed) sebanyak 80 ekor dengan rata-rata bobot 307,73 g ± 22,17 g/ekor. Ayam pedaging dipelihara hingga umur 35 hari. Analisis data menggunakan analisis ragam (ANOVA) dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan, 1
apabila terdapat perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut Jarak Berganda Duncan’s. Perlakuan terdiri dari P0 Pakan Basal tanpa perlakuan, P1 Pakan Basal + TDS 1 %, P2 Pakan Basal + TDS 2 %, P3 Pakan Basal + TDS 3 %, P4 Pakan Basal + TDS 4 %. Variabel yang diamati meliputi pH, Keempukan, Warna, Water Holding Capcity (WHC), dan Cooking Loss. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan TDS dalam pakan hingga 4% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kulaitas fisik daging ayam pedaging yang meliputi pH, Keempukan, Warna Kecerahan (L*) dan Kekuningan (b*), WHC, dan Cooking Loss, akan tetapi memberikan pengaruh yang nyata pada Warna Kemerahan (a*) daging. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan TDS dalam pakan memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap kualitas fisik daging ayam pedaging yang meliputi nilai pH, keempukan, warna, dan WHC. Penambahan tepung daun salam 1% memberikan hasil yang terbaik terhadap warna dan keempukan daging. Kata kunci: Daun salam, pakan, kualitas fisik daging, ayam pedaging PENDAHULUAN Ayam pedaging merupakan salah satu ternak penghasil daging yang cukup potensial dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani. Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan produksi ayam pedaging. Syahruddin, dkk. (2014) menyatakan bahwa biaya pakan adalah 73% dari komponen biaya produksi. Tingginya biaya pakan disebabkan karena mahalnya harga bahan pakan yang sebagian besar merupakan bahan impor dan masih bersaing dengan kebutuhan manusia. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi biaya pakan adalah dengan memanfaatkan bahan pakan lokal seperti hasil dari tanaman yang kurang dimanfaatkan. Daun salam (Eugenia polyantha Wight) adalah produk dari tanaman yang biasanya digunakan sebagai penyedap makanan. Daun salam yang digunakan untuk penyedap makanan hanyalah bagian ujung daun yang masih muda dan dalam jumlah yang sedikit, sedangkan daun salam yang sudah tua yang biasanya terletak dipangkal daun sudah tidak lagi digunakan dan dibiarkan hingga mengering. Tepung daun salam (TDS) mengandung zat bioaktif seperti tanin, flavonoid, dan minyak atsiri (Dalimarta, 2000). Kandungan zat bioaktif dalam daun salam menjadikan daun salam memiliki
aktivitas antibakteri, antioksidan, dan potensial untuk dijadikan pakan ternak. Wiryawan, dkk. (2007) menambahkan bahwa minyak atsiri yang terkandung dalam daun salam memiliki aroma khas yang dapat meningkatkan konsumsi pakan. Kualitas fisik daging seperti pH, Keempukan, Warna, Water Holding Capacity (WHC), dan Cooking Loss sangat mempengaruhi nilai penerimaan konsumen. Untuk menghasilkan daging dengan kualitas baik ditentukan oleh beberapa faktor salah satunya adalah pakan. Kualitas dan kandungan nutrisi dalam pakan akan mempengaruhi komposisi kimia dan kualitas fisik daging. Soeparno (2005) menyatakan bahwa perbedaan kualitas dan kandungan nutrisi dalam pakan akan mempengaruhi jumlah konsumsi pakan yang nantinya akan berpengaruh pada kualitas daging. Pemanfaatan TDS yang memiliki kandungan bioaktif tannin, flavonoid, dan minyak atsiri dalam pakan diharapkan dapat meningkatkan kualitas fisik daging. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan TDS dalam pakan terhadap kualitas fisik daging ayam pedaging yang meliputi pH, Keempukan, Warna, WHC, dan Cooking Loss.
2
MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan ayam pedaging MB 202 umur 15 hari yang tidak dibedakan jenis kelamin (unsexed) sebanyak 80 ekor dengan rata-rata bobot badan 307,73 ± 22,17 g/ekor. TDS yang digunakan didapatkan dari UPT. Materia Medika Batu dengan harga Rp.75.000,00/Kg. Kandang yang digunakan dalam penelitian yaitu kandang sistem litter dengan menggunakan sekam. Kandang diberi sekat sebanyak 20 petak, setiap petak kandang berukuran panjang, lebar dan tinggi 70 x 70 x 70 cm. Komposisi dan kandungan zat makanan pakan basal dapat dilhat pada Tabel 1. Susunan pakan perlakuan adalah sebagai berikut: P0 = Pakan basal tanpa perlakuan P1 = Pakan basal + TDS 1% P2 = Pakan basal + TDS 2% P3 = Pakan basal + TDS 3% P4 = Pakan basal + TDS 4%
VARIABEL PENELITIAN Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kualitas fisik daging ayam pedaging yang meliputi: 1. pH Pengukuran pH menggunakan pH meter berdasarkan metode AOAC (1995). 2. Keempukan Prosedur pengukuran keempukan daging dengan menggunakan alat Tensile Strength Instrument berdasarkan metode Cuq, et al. (1996). 3. Warna Warna daging diukur dengan menggunakan Chromatometer Minolta Colour Reader dengan metode sistem Hunter/L*, a*, b* berdasarkan Weaver (1996). 4. WHC Pengukuran WHC berdasarkan metode AOAC (1995). 5. Cooking Loss Nilai cooking loss dihitung berdasarkan metode AOAC (1995).
Tabel 1. Komposisi dan kandungan zat makanan pakan basal Komposisi (%) Bahan Pakan Starter (0-21 hari) Finisher (22-35 hari) Jagung 60 60 Bungkil kedelai 28 24,5 Bekatul 3 Minyak kelapa 2 Meat Bone Meals (MBM) 7 6,12 Corn Germ Meals (CGM) 3 2,62 Premix 1 0,87 Tepung kerang 0.8 0,7 Garam 0.2 0,17 Jumlah 100 100 Perhitungan zat makanan pakan basal ayam pedaging Energi metabolis (Kkal/kg) 2939,12 3055,58 PK (%) 21,99 20,23 LK (%) 3,63 5,96 SK (%) 3,72 3,74 Ca (%) 1,35 1,18 P tersedia (%) 0,59 0,53 Lysin 0,37 0,38 Metionin 0,22 0,22
3
ANALISIS DATA Data yang diperoleh akan ditabulasi dengan program Microsoft Excel, selanjutnya dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dari Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan dan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan’s apabila terjadi pengaruh perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian dengan penambahan TDS (Eugenia polyantha Wight) dalam pakan terhadap kualitas fisik daging ayam pedaging yang meliputi pH, Keempukan, Warna, WHC, dan Cooking Loss secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pemanfaatan TDS (Eugenia polyantha Wight) dalam pakan terhadap kualitas fisik daging ayam pedaging (pH, Keempukan, Warna, WHC, dan Cooking Loss). Perlakuan Variabel P0 P1 P2 P3 P4 5,46 ± 0,03 pH 5,55 ± 0,11 5,45 ± 0,04 5,48 ± 0,07 5,45 ± 0,02 Keempukan (N) 12,77 ± 6,67 9,9 ± 2,41 12,9 ± 4,45 12,32 ± 4,18 16,1 ± 10,16 Warna 40,42 ± 3,18 44,4 ± 0,83 42,5 ± 1,02 42,92 ± 1,96 43,55 ± 0,51 L* b b b a a* 14,25 ± 1,11 15,17 ± 0,8 14,57 ± 1,7 13,45 ± 0,86 12,35 ± 0,86ab b* 13,6 ± 2,59 14,15 ± 2,45 13,25 ± 1,79 13,75 ± 2,28 13,17 ±0 ,31 WHC (%) 35,96 ± 6,06 29,724 ± 6,44 30,69 ± 7,14 33,82 ± 7,01 26,38 ± 1,26 Cooking Loss 40,63 ± 1,89 41,15 ± 2,66 42,01 ± 2,38 41,06 ± 2,22 43,15 ± 3,63 Keterangan: L*): Kecerahan, a*): Warna Kemerahan, b*): Warna Kekuningan. Notasi superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang nyata (P < 0,05).
daging. Tidak adanya darah setelah hewan dipotong menyebabkan penyediaan oksigen ke otak berhenti dan tidak ada lagi glikogen dalam otot sehingga hasil sisa metabolisme tidak dapat dikeluarkan dari otot dan mulai terjadi perubahan pada otot menjadi daging meliputi perubahan suhu, perubahan pH dan terjadinya proses rigormortis. Nilai pH daging dengan pakan perlakuan cenderung lebih rendah dibandingkan nilai pH daging dengan pakan kontrol, nilai pH daging dengan pakan perlakuan berkisar antara 5,45-5,48 sedangkan dengan pakan kontrol nilai pH daging adalah 5,5. Adanya kandungan bioaktif dalam TDS yang berfungsi sebagai antibakteri menyebabkan pertumbuhan bakteri patogen dalam pencernaan ayam pedaging berkurang akan tetapi pertumbuhan bakteri non patogen semakin meningkat. Semakin banyak penambahan TDS dalam pakan menjadikan populasi bakteri asam laktat
Potensial Hidrogen (pH) Hasil analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai pH daging ayam pedaging, namun nilai rataan pH daging cenderung menurun. Perbedaan yang tidak nyata pada nilai pH daging hasil penelitian disebabkan karena penambahan TDS dalam pakan tidak banyak memberikan berbedaan pada kandungan nutrisi setiap pakan perlakuan sehingga menghasilkan nilai pH daging yang relatif sama, selain itu juga disebabkan karena perlakuan sebelum dan setelah pemotongan serta spesies dan umur ternak yang sama. Nilai pH daging hasil penelitian sesuai dengan nilai pH daging secara umum yaitu berkisar antara 5,4-5,8 (Soeparno, 2005). Perubahan nilai pH daging setelah dipotong disebabkan karena terjadinya perubahan biokimia konversi otot menjadi 4
dalam tubuh ayam pedaging juga semakain meningkat. Dewanti dan Wahyudi (2007) menjelaskan bahwa adanya minyak atsiri, tanin, dan flavanoid dalam daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Lawrie dan Ledward (2006) menambahkan bahwa produksi asam laktat merupakan faktor utama yang menyebabkan penurunan pH selama proses glikolisis paskamati.
berkualitas akan berpengaruh pada keempukan daging. Suryanata, dkk. (2014) menambahkan bahwa peningkatan protein dalam pakan dapat meningkatkan laju pertumbuhan ternak, sehingga proses pembentukan lemak daging juga akan meningkat. Kadar lemak dalam daging akan mempengaruhi nilai keempukan daging. Akumulasi lemak dapat melarutkan kolagen sehingga daging menjadi lebih lunak. Hartono, dkk. (2013) menambahkan bahwa daging yang tidak berlemak menyebabkan nilai keempukan daging rendah dan daging menjadi lebih keras. Adanya kandungan flovonoid dalam TDS mempengaruhi penyerapan lemak oleh sistem pencernaan ayam pedaging. Widyamanda, dkk. (2013) menjelaskan bahwa flavonoid mempunyai sifat yang dapat mengaktifkan enzim lipase. Enzim lipase akan mengubah lemak berlebih dalam tubuh menjadi asam lemak dan gliserol sehingga tidak terjadi penimbunan lemak dalam tubuh ayam pedaging. Hal ini menyebabkan semakin tinggi penambahan TDS maka kandungan flavonoid juga semakin tinggi dan kandungan lemak dalam tubuh ayam pedaging semakin berkurang sehingga keempukan daging semakin rendah.
Keempukan Hasil analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai keempukan daging ayam pedaging. Nilai keempukan daging yang lebih kecil merupakan daging yang memiliki tingkat keempukan paling tinggi. Hal ini dikarenakan semakin kecil tekanan N yang digunakan untuk menekan daging. Meskipun tidak memberikan perbedaan yang nyata tetapi P1 dengan penambahan 1% TDS memberikan hasil yang terbaik dan P4 dengan penambahan 4% TDS memberikan hasil yang terendah pada nilai keempukan daging. Adanya kandungan minyak atsiri dalam daun salam dapat meningkatkan palatabilitas sehingga konsumsi pakan juga akan mengalami peningkatan. Sesuai dengan pernyataan Wiryawan, dkk. (2007) bahwa minyak atsiri yang terkandung dalam daun salam memiliki aroma khas yang dapat meningkatkan konsumsi pakan. Akan tetapi tingginya kandungan serat kasar dalam daun salam menyebabkan penambahan TDS dengan presentase lebih tinggi sampai 4% memberikan hasil yang kurang baik terhadap nilai keempukan daging. Krisnan (2005) menjelaskan bahwa tingginya kandungan serat kasar dalam pakan dapat menggangu proses pencernaan zat nutrisi dalam pakan serta dapat menurunkan daya absorsi zat nutrisi oleh alat pencernaan unggas. Kandungan zat makanan dalam pakan dapat mempengaruhi nilai keempukan daging. Soeparno (2005) menyatakan bahwa kandungan pakan yang
Warna Hasil analisis ragam PADA Tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap tingkat kecerahan (L*) dan warna kekuningan (b*), serta memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap warna kemerahan (a*) daging ayam pedaging. Soeparno (2005) menjelaskan bahwa warna daging dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stress, pH, dan oksigen. Faktorfaktor tersebut dapat mempengaruhi penentu utama warna daging yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin. Warna daging hasil penelitian menunjukkan tingkat kecerahan (L*) yang cukup tinggi dan hampir sama pada setiap 5
perlakuan yaitu berkisar antara 40,42– 44,4. Tingkat kecerahan yang tidak perbeda nyata pada setiap perlakuan disebabkan karena nilai pH akhir daging yang hampir sama yaitu berkisar antara 5,45–5,55. Nilai pH daging hasil penelitian yang tergolong rendah menjadikan warna daging lebih cerah, hal ini disebabkan ikatan protein dan air serta serat daging tidak terlalu padat sehingga cahaya dapat menyebar dan membuat warna daging terlihat lebih cerah. Afrianti, dkk. (2013) menjelaskan bahwa jika pH akhir daging tinggi yaitu sekitar 6,50 akan membuat warna daging menjadi lebih gelap hal ini disebabkan karena kandungan air intraselular yang tinggi sehingga menyebabkan kemampuan untuk memantulkan cahaya akan berkurang dan warna daging menjadi lebih gelap. Lawrie dan Ledward (2006) menambahkan bahwa pH akhir daging yang tinggi akan mengubah sifat-sifat penyerapan mioglobin sehingga membuat permukaan daging menjadi lebih gelap, selain itu daging dengan pH tinggi akan terlihat gelap karena ikatan daging begitu padat sehingga cahaya tidak bisa menyebar. Warna kemerahan daging (a*) memiliki perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan. Zulfahmi, dkk. (2013) menjelaskan bahwa warna daging dipengaruhi oleh pigmen daging yang terdiri atas dua macam protein yaitu hemoglobin dan mioglobin. Semakin tinggi kandungan protein dalam pakan maka akan memberikan warna daging yang semakin baik. Agustin (2012) menjelaskan bahwa kandungan flavonoid dalam daun salam dapat berfungsi untuk sintesis protein, sehingga menyebabkan sintesis protein oleh tubuh ayam menjadi lebih mudah dan proses penyerapan protein dapat berjalan dengan baik, akan tetapi tingginya kandungan serat kasar dan adanya zat antinutrisi tanin serta rendahnya kandungan protein dalam daun salam menyebabkan semakin banyak penambahan TDS memberikan warna daging yang lebih pucat. Oleh karena itu
P1 dengan penambahan 1% TDS memberikan warna kemerahan yang terbaik dan P4 dengan penambahan 4% TDS memberikan warna yang paling rendah. Warna kekuningan daging (b*) tidak memberikan pengaruh yang nyata pada setiap perlakuan. Tidak adanya berbedaan yang nyata pada warna kekuningan daging ini disebabkan karena sedikitnya bahan pakan yang memiliki pigmen kuning seperti xanthophylls. Bahan pakan penelitian yang memiliki pigmen xanthophylls cukup tinggi adalah jagung, penambahan jagung pada pakan perlakuan hampir sama yaitu sekitar 60%, sehingga menyebabkan warna kekuningan pada daging yang dihasilkan dari setiap perlakuan tidak berbeda nyata yaitu berkisar antara 14,15-13,25. Hal ini sesuai dengan pernyataan Leeson dan Summers (2005) bahwa pigmentasi pada masa pertumbuhan ayam pedaging diperoleh dari pigmen pada pakan, sehingga pakan yang diberikan menjadi faktor utama dalam menentukan warna daging yang dihasilkan. Samudera dan Hidayatullah (2008) menambahkan bahwa kandungan xanthophylls yang terabsorsi dalam darah selanjutnya akan di sebarkan keseluruh tubuh dan memberikan pigmentasi pada warna kulit serta daging ayam pedaging. Water Holding Capacity (WHC) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai WHC daging ayam pedaging. Nilai WHC daging hasil penelitian yang berkisar antara 26,7235,96% lebih rendah apabila dibandingkan dengan nilai WHC daging dengan penambahan tepung daun kemangi dalam pakan yaitu berkisar antara 48,36-50,96% (Hamiyati, dkk. 2013). Rendahnya nilai WHC daging dengan penambahan TDS dalam pakan dikarenakan kandungan protein dan lemak dalam TDS yang rendah sedangkan kandungan serat kasar tinggi. Tingginya kandungan serat kasar pada 6
daun salam menyebabkan daya cerna pakan yang diberikan semakin berkurang sehingga zat makanan yang terkandung dalam pakan tidak dapat terserap sempurna oleh ternak. Hal tersebut menyebabkan rendahnya kandungan zat makanan seperti lemak dan protein terserap oleh tubuh ternak, sehingga menjadikan penurunan nilai WHC. Besar kecilnya kemampuan daging dalam mengikat air juga dipengaruhi oleh pH daging. Nilai pH daging berbanding lurus dengan daya ikat air, semakin tinggi nilai pH daging maka semakin besar pula kemampuan daging untuk mengikat air dan begitupula sebaliknya, semakin rendah nilai pH daging maka daya ikat air juga semakin menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lawrie and Ledward (2006) bahwa laju penurunan pH daging postmortem merupakan penentu utama daya ikat air. Semakin tinggi nilai pH daging maka nilai daya ikat air juga semakin meningkat.
yang memilki lemak marbling lebih tinggi akan kehilangan lemak lebih banyak akan tetapi nilai cooking loss relatif lebih kecil. Lawrie dan Ledward (2006) menambahkan bahwa kandungan lemak yang lebih besar akan meningkatkan daya ikat air oleh protein daging, karena adanya lemak intramuskular yang menutup jaringan mikrosturktur daging. Lemak dipermukaan daging akan meleleh saat dimasak dan menyelimuti daging sehingga susut masak lebih rendah. Hamiyati, dkk. (2013) menyatakan bahwa nilai cooking loss juga dipengaruhi oleh nilai pH daging postmortem. Semakin tinggi penurunan pH mengakibatkan banyak protein miofibril yang rusak sehingga kemampuan protein untuk mengikat air mengalami penurunan dan mengakibatkan tingginya nilai cooking loss. Cooking loss merupakan salah satu penentu kualitas daging, karena berhubungan dengan besar kecilnya jumlah kadar air serta nutrisi yang larut dalam air hilang akibat pengaruh pemasakan. Suryanata, dkk. (2014) menambahkan bahwa daging dengan nilai susut masak yang lebih rendah memiliki kualitas yang lebih baik daripada daging dengan nilai susut masak lebih tinggi. Hal ini dikarenakan kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit.
Cooking Loss Hasil analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan memberikan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai cooking loss daging ayam pedaging. Nilai cooking loss daging dipengaruhi oleh kandungan nutrisi dalam pakan. Tingginya serat kasar dalam TDS serta rendahnya kandungan lemak dan protein menyebabkan rendahnya nilai cooking loss. Pakan dengan kandungan serat kasar tinggi menjadikan kandungan zat makanan dalam pakan tidak dapat dicerna sempurna sehingga zat makanan yang masih dibutuhkan ternak seperti protein dan lemak ikut terbuang bersama feses. Rendahnya kadar lemak dan protein mengakibatkan rendahnya nilai cooking loss. Soeparno (2005) menyatakan bahwa nilai cooking loss mempunyai hubungan erat dengan perlemakkan daging (marbling), kandungan lemak marbling yang tinggi akan menghambat atau mengurangi lepasnya cairan daging pada saat pemasakan, meskipun pada daging
KESIMPULAN DAN SARAN Penambahan TDS (Eugenia polyantha Wight) dalam pakan memberikan pengaruh yang cukup baik terhadap kulaitas fisik daging ayam pedaging yang meliputi nilai pH, keempukan, warna, dan WHC. Penambahan TDS 1% memberikan hasil yang terbaik terhadap warna dan keempukan daging. Berdasarka hasil penelitian disarankan memanfaatkan TDS dalam pakan ayam pedaging dengan batasan penggunaan 4% dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan TDS untuk unggas lainya.
7
Hartono, E., N. Iriyanti, dan R. S. S. Santoso. 2013. Penggunaan Pakan Fungsional Terhadap Daya Ikat Air, Susut Masak, dan Keempukan Daging Ayam Broiler. Vol. 1 (1): 10-19.
DAFTAR PUSTAKA Afrianti, M., B. Dwiloka dan B. E. Setiani. 2013. Perubahan Warna, Profil Protein, dan Mutu Organoleptik Daging Ayam Broiler Setelah Direndam dengan Ekstrak Daun Senduduk. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 2 (3): 116120.
Krisnan, Rantan. 2005. Pengaruh Pemberian Ampas Teh (Camelia sinensis) Fermentasi dengan Aspergillus niger pada Ayam Broiler. JITV. Vol. 10 (1): 1-5.
Agustina, Widiyaningrum, dan Yuniastuti. 2012. Efek Perendaman Infusa Daun Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap Kualitas Daging Ayam Postmortem. Biosaintifika Vol. 4 (2): 78-82.
Lawrie, R. A., and D. A. Ledward. 2006. Lawrie’s Meat Science. Seventh Edition. Woodhead Publishing Limited. Combridge England.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Arlington: Association of Official Analitycal Chemists.
Lesson, S. and J. D. Summer. 2000. Production and Carcass Characteristic of the Broiler. Poultry Sci Vol.59: 786-798.
Cuq T. P., Macnally, L. and Hutardo, F. Tensile Strenght Instrument. J. Food Sci. 37:45.
Samudera, R., dan Hidayatullah, A. 2008. Warna Kulit, Lemak Abdomen, dan Lemak Karkas Itik Alabio (Anas plathyrhincos Borneo) Jantan Akibat Pemberian Azolla dalam Ransum. Animal Production Journal. Vol.10 (3): 164-167.
Dalimarta, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat di Indonesia Jilid 2. (http://books.google.co.id/books?id =vmrbQE4jfYcC&pg=PA165&dq =daun+salam&hl=en&sa=X&ei= lRtPVJPXLcPc8AWbuYLoDQ&red ir_esc=y#v=onepage&q=daun%2 0salam&f=false), Diakses tanggal 28 Oktober 2014.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dewanti, S. dan M.T. Wahyudi. 2011. Antibacteri Activity of Bay Infuse (Folia Syzygium polyanthum Wight) to Escherichia coli In-Vitro. Jurnal Medika Planta 1(4): 78-81.
Suryanata, I. K., I. H. Djunaidi, dan M. H., Natsir. 2014. Pengaruh Penambahan Xilanase dalam Pakan dengan Level Dedak yang Berbeda terhadap Kualitas Fisik Daging Ayam Pedaging. Hal.: 1-8. http://fapet.ub.ac.id/wpcontent/uploads/2014/03/Pengaruh -Penabahan-Xilanase-DalamPakan-Dengan-Level-Dedak-YangBerbeda-Terhadap-Kualitas-FisikDaging-Ayam-Pedaging.pdf. Diakses tanggal 2 Februari 2015.
Hamiyati, A. A., B. Sutomo, A. F. Rozi, Y. Adnyono dan R. Darajat. 2013. Pengaruh Penambahan Tepung Kemangi (Ocimum basilicum) terhadap Komposisi Kimia dan Kualitas Fisik Daging Broiler. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan Vol. 23(1): 25-29.
8
Syahruddin, E. R., Herawaty, and R. W. S. Ningrat. 2014. Effect of Substitution of Leaves and Seeds of Rubber (Hevea Brasilliensis) Fermentation with Soybean Meal on the Performance of Broilers. Pakistan Journal of Nutrition Vol. 13 (7): 422-426.
Wiryawan, K. G., S. Luvianti, W. Hermana, dan S. Suharti. 2007. Peningkatan Performa Ayam Broiler dengan Suplementasi Daun Salam [Syzygium polyanthum (Wight) Walp] Sebagai Antibakteri Escherichia coli. Media Peternakan Vol. 30 (1): 55-62.
Weaver, C. 1996. The Food Chemistry Laboratory. CRC Press: Boca Raton, New York, London, Tokyo. Hal.: 3-5.
Zulfahmi, M., Y. B. Pramono, dan A. Hintono. 2013. Pengaruh Marinasi Ektrak Kulit Nenas (Ananas Comucos L. Merr) Pada Daging Itik Tegaal Betina Afkir Terhadap Kualitas Keempukan dan Organoleptik. Jurnal Pangan dan Gizi Vol.04 (8): 9-26.
Widyamanda, L. P., V. D. Yunianto, dan I. Estiningdriati. 2013. Pengaruh Penambahan Bangle (Zingiber cassumunar) dalam Ransum Terhadap Total Lipid dan Kolesterol Hati Pada Ayam Broiler. Animal Agriculture Journal. Vol. 2 (1): 183-190.
9