Jurnal Sarjana Institut Teknologi Bandung bidang Teknik Elektro dan Informatika
Pemanfaatan Sistem Inferensi Fuzzy pada Aplikasi Pendiagnosis Penyakit Kulit pada Anak Aditya Agung Putra#1, Dr. Ir. Rinaldi Munir, M.T.*2 #
Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10 Bandung 40132, Indonesia
[email protected]
*
Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10 Bandung 40132, Indonesia
[email protected]
Abstrak — Makalah ini membahas pemanfaatan sistem inferensi fuzzy pada aplikasi pendiagnosis penyakit kulit anak. Jenis penyakit yang dipilih untuk didiagnosis adalah campak, campak Jerman, dan cacar air. Ketiga penyakit tersebut dipilih karena memiliki kemiripan dalam pola infeksi dan gejala yang ditimbulkan seperti ruam dan demam. Sistem inferensi fuzzy pada aplikasi memiliki variabel yang menandakan gejala-gejala yang mungkin muncul pada ketiga penyakit. Kaidah fuzzy pada sistem disusun berdasarkan pengetahuan dari literatur dan pakar. Aplikasi dilengkapi dengan fitur-fitur untuk memodifikasi sistem inferensi yang digunakan. Pada pengujian menggunakan 25 data kondisi pasien, aplikasi berhasil mendiagnosis 19 penyakit pasien dengan benar. Kata kunci — penyakit kulit anak, gejala, logika fuzzy, sistem inferensi, aplikasi
I. PENDAHULUAN Sistem pakar telah dimanfaatkan secara meluas pada berbagai disiplin ilmu, termasuk kesehatan. Pada bidang kesehatan, tidak sedikit sistem pakar telah dirancang untuk membantu pakar dalam menganalisis data pasien. Sistem pakar medis pertama yang dirancang, MYCIN telah menginspirasi pengembangan sistem pakar lainnya di bidang kesehatan seperti INTERNIST dan EMERGE [1]. Sistem pakar yang dikembangkan memanfaatkan metode pelacakan ke depan (forward chaining) dan pohon keputusan untuk mengidentifikasi penyakit yang diderita. Setiap penyakit yang muncul pada pasien harus dapat diketahui secara jelas supaya dapat ditangani secara tepat. Tak terkecuali penyakit kulit yang jenisnya bermacam-macam tetapi memiliki gejala yang mirip satu sama lain. Pada saat didiagnosis, tidak jarang gejala yang dirasakan pasien dapat diketahui secara keseluruhan [2]. Oleh karena itu, konsep logika fuzzy dapat dimanfaatkan dalam menangani ketidak akuratan informasi pada saat diagnosis. Dalam praktiknya, logika fuzzy digunakan dalam kaidah logika yang disusun berdasarkan pengetahuan pakar. Publikasi mengenai pemanfaatan logika fuzzy di bidang kesehatan sudah banyak ditemui sejak tahun 2000 [3]. Konsep
logika fuzzy telah digunakan pada sistem inferensi fuzzy untuk mendiagnosis penyakit sepsis [4] dan relasi fuzzy untuk mendiagnosis data kondisi penderita campak dan cacar air [5]. Keduanya memberikan hasil yang baik dan kesimpulan bahwa konsep logika fuzzy potensial untuk digunakan dalam diagnosis penyakit. Keberhasilan tersebut lalu memberikan inspirasi untuk mengembangkan sistem inferensi fuzzy untuk mendiagnosis penyakit kulit pada anak. II. DASAR TEORI A. Penyakit Kulit pada Anak Ketiga penyakit yang dipilih untuk didiagnosis oleh aplikasi adalah campak, campak Jerman, dan cacar air. Ketiga penyakit tersebut disebabkan oleh infeksi virus, dapat dicegah melalui vaksinasi, dan memiliki banyak kemiripan gejala. Penjelasan ketiga penyakit tersebut diberikan sebagai berikut: 1. Campak Campak (rubeola) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh virus yang menyebar melalui saluran pernafasan dan sentuhan langsung [6]. Tahap infeksi dari penyakit ini dimulai dengan masa inkubasi yang terjadi selama 10 – 14 hari. Pada masa inkubasi, gejala campak belum tampak. Fase infeksi berikutnya pada penyakit ini dinamakan fase prodromal [6]. Gejala yang tampak pada fase ini adalah demam yang meninggi dan gejala tidak spesifik seperti batuk-batuk, pilek, sakit tenggorokan, dan radang mata. Pada penderita yang belum diimunisasi dapat ditemukan juga bercak putih kebiruan di dalam daerah pipi dan gusi yang dikenal sebagai bercak Koplik. Ruam pada tubuh baru muncul 3 – 4 hari setelah fase prodromal. Ruam pertama kali muncul saat demam yang dirasakan tubuh semakin parah. Ruam yang tampak awalnya ditemukan di wajah dan belakang telinga lalu menyebar ke seluruh tubuh seperti ditunjukkan pada gambar 1. Semakin menyebarnya ruam diiringi oleh turunnya demam dan hilangnya gejala selama masa prodromal. Ruam yang telah menyebar umumnya berubah warna menjadi kecoklatan lalu menghilang. Komplikasi dari penyakit ini dapat berupa diare, infeksi telinga, bronkhitis, pneumonia, dan radang otak.
Gambar 2 Ruam khas pada penyakit cacar air
Gambar 1 Ilustrasi ruam pada penyakit campak [7]
2. Campak Jerman (rubella) Campak Jerman (rubella) disebabkan oleh virus yang berbeda dengan virus campak dan memiliki gejala yang tidak separah campak. Penyakit ini menyerang kulit dan kelenjar getah bening anak [8]. Gejala dari penyakit ini muncul setelah minggu kedua sejak infeksi virus dan tampak selama dua atau tiga hari dan terkadang terasa lebih ringan dibandingkan penyakit campak [9]. Infeksi virus campak Jerman biasa dimulai dengan demam ringan, lesu, dan radang mata ringan. Gejala seperti sakit kepala, pilek, dan hilang nafsu makan juga dapat ditemukan secara tidak pasti. Gejala tersebut terlihat sebelum munculnya ruam yang menyebar ke seluruh tubuh mulai dari wajah. Ruam yang muncul pada tubuh mirip dengan ruam pada penyakit campak seperti yang telah ditunjukkan pada gambar 1. Penyakit ini ditandai dengan nyeri sendi dan kelenjar getah bening yang membuat daerah leher dan telinga membengkak sejak infeksi dimulai. 3. Cacar Air Cacar air [10] adalah penyakit yang disebabkan virus varicella-zoster dan ditandai dengan ruam berair yang khas. Ruam yang muncul pada tubuh penderita dapat disertai dengan gejala seperti pada penyakit flu. Penyakit ini ditandai dengan gejala tidak khas seperti sakit kepala, hilang nafsu makan, lesu, sakit tenggorokan, atau diare. Gejala tersebut tampak dalam waktu singkat. Demam ringan dapat dirasakan bersamaan dengan gejala-gejala tersebut. Demam yang dirasakan dapat meninggi saat penderita mengalami komplikasi. Ruam dari penyakit ini lebih dapat dikenali dibandingkan penyakit lainnya seperti pada gambar 2. Ruam yang muncul mula-mula berupa benjolan merah yang terlihat seperti jerawat atau gigitan serangga [11]. Ruam muncul selama 2 hingga 4 hari lalu memunculkan cairan nanah pada ruam. Setelah beberapa hari, nanah pecah dan menjadi kerak kulit. Benjolan merah, nanah, dan kerak kulit tersebut dapat tampak bersamaan dan terus muncul dalam beberapa hari. Ruam penyakit ini menyebar mulai dari wajah hingga ke seluruh tubuh dan dapat terkonsentrasi pada batang leher. Ruam spesifik dari penyakit ini hanya muncul saat penderita belum mendapatkan vaksin. Setelah mengalami vaksinasi, penyakit ini dapat muncul kembali dengan ruam yang tidak spesifik. Pada saat itulah gejala dari penyakit ini sulit dibedakan dengan gejala dari penyakit campak.
B. Logika Fuzzy Konsep logika fuzzy dikenal melalui publikasi Lotfi A. Zadeh pada tahun 1965 [12]. Logika fuzzy digunakan untuk mendeskripsikan masalah-masalah yang memiliki unsur ketidakpastian atau ketidaktepatan. Logika fuzzy dikembangkan berdasarkan fenomena dalam menyatakan kebenaran dari masalah yang ditemui di dunia nyata dan penafsiran bahasa alami. Dalam sistem logika fuzzy, terdapat variabel fuzzy yang memiliki beberapa nilai linguistik [13]. Nilai linguistik suatu variabel fuzzy umumnya berupa kata sifat yang merepresentasikan nilai kualitatif dari variabel itu sendiri. Nilai kuantitatif suatu variabel terhadap suatu nilai linguistik, atau derajat keanggotaan ditentukan dengan suatu fungsi keanggotaan yang dapat memiliki semua nilai yang di antara 0 dan 1 [13]. Semakin dekat karakteristik suatu variabel terhadap karakteristik suatu nilai linguistik, semakin tinggi pula nilai fungsi keanggotaannya terhadap nilai linguistik tersebut. Pada logika fuzzy, dikenal operasi seperti pada logika tegas, yaitu gabungan, irisan, komplemen, dan selisih. Predikat dalam logika fuzzy umumnya berbentuk V is F dimana V dan F berturut-turut menyatakan suatu variabel fuzzy dan nilai linguistik. Predikat tersebut digunakan pada kaidah fuzzy yang memiliki bentuk Jika A maka B dimana A dan B berturut-turut merupakan blok antiseden dan konsekuen yang dapat terdiri dari lebih dari satu predikat fuzzy. Predikat fuzzy pada antiseden dan konsekuen dapat dioperasikan dengan operator AND, OR, dan NOT. Kaidah fuzzy tersebut umum digunakan pada sistem inferensi fuzzy. C. Sistem Inferensi Fuzzy Pada sistem inferensi fuzzy, terdapat lebih dari satu kaidah fuzzy yang digunakan. Tahap umum yang dilakukan oleh sistem inferensi fuzzy dijelaskan sebagai berikut [4]: 1. Fuzzifikasi, atau tahap menentukan derajat keanggotaan dari setiap masukan numerik pada variabel fuzzy [13]. 2. Menentukan nilai kebenaran suatu antiseden dengan aturan operasi logika fuzzy yang dijelaskan pada bagian sebelumnya. 3. Implikasi, atau tahap menghitung nilai kebenaran dari konsekuen. Masukan dari proses ini adalah nilai kebenaran bagian antisenden dan aturan fuzzy pada bagian konsekuen. Metode yang umum digunakan adalah metode Mamdani yaitu menghitung nilai kebenaran konsekuen berdasarkan nilai kebenaran antiseden yang telah dihitung.
4.
5.
Agregasi yang dilakukan jika terdapat lebih dari satu kaidah fuzzy yang dievaluasi. Pada tahap ini dilakukan operasi OR terhadap semua keluaran dari proses implikasi. Tahap tersebut juga merupakan bagian dari metode Mamdani. Defuzzifikasi, atau tahap memetakan hasil agregasi ke dalam nilai riil. Metode yang paling sering digunakan pada tahap ini adalah metode titik tengah (centroid). Metode ini ekuivalen dengan menghitung titik berat dari daerah hasil agregasi. Nilai riil yang didapat dituliskan sebagai [13]
z*
z. ( z)dz ( z) c
(2.1)
c
persebaran ruam ditentukan oleh standar yang sudah dikonfirmasi oleh pakar sebagai berikut 03 35 ruam 57 7 10
, ,
jika hanya tampak pada wajah jika tampak pada wajah dan leher
, ,
jika tampak juga pada lengan dan kaki jika tampak juga pada bagian tub uh lain
(3.1)
Setiap gejala tambahan pada tabel I dapat dijadikan masukan pada saat diagnosis tetapi tidak dapat dijadikan variabel yang memiliki nilai linguistik seperti dua gejala sebelumnya. Banyak gejala spesifik yang ditemukan dapat dihitung untuk mengetahui kedekatan karakteristik penyakit dengan hasil diagnosis dan dinyatakan sebagai variabel fuzzy lain dengan nilai linguistik sedikit dan banyak. Penghitungan nilai dari variabel tersebut berdasarkan pada jumlah bobot dari setiap gejala yang muncul yang diberikan pada tabel II.
III. ANALISIS A. Analisis Diagnosis Penyakit Kulit Ketiga penyakit yang didiagnosis pada aplikasi ditandai oleh ruam yang menyebar pada kulit dan demam yang dirasakan pasien. Ketiga penyakit tersebut dapat dibedakan menurut pola infeksi dan kumpulan gejala tambahan yang turut menandakan ketiga penyakit tersebut. Pada penyakit campak, demam yang dirasakan semakin meninggi seiring bertambah parahnya infeksi. Pada penyakit campak Jerman dan cacar air, demam yang dirasakan tidak seberat yang dirasakan penderita campak. Beberapa gejala khas dapat langsung mengarahkan diagnosis ke jenis penyakit spesifik. Salah satu gejala khas tersebut adalah bercak Koplik di dalam mulut yang menandakan penyakit campak. Tabel I menunjukkan berbagai gejala tambahan yang ditemukan pada ketiga penyakit berdasarkan uraian pada bagian II.A. TABEL I GEJALA TAMBAHAN PENYAKIT CAMPAK, CAMPAK JERMAN, DAN CACAR AIR
Batuk-batuk Pilek Sakit tenggorokan Radang mata Bercak Koplik Diare Sakit kepala
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak
Campak Jerman Tidak Ya Tidak Ya Tidak Tidak Ya
Leher atau telinga bengkak Hilang nafsu makan Lesu Mual Nyeri sendi
Tidak
Ya
Ya Ya Ya Tidak Tidak Ya Di awal gejala Tidak
Tidak Tidak Tidak Tidak
Tidak Ya Tidak Ya
Ya Ya Ya Tidak
Gejala
Campak
Cacar Air
B. Analisis Sistem Inferensi Fuzzy Pada ketiga penyakit yang didiagnosis, suhu tubuh yang dapat menandakan demam dan seberapa menyebarnya ruam pada tubuh dapat dijadikan variabel fuzzy dengan nilai linguistik berupa rendah, sedang, dan berat. Nilai variabel
TABEL II NILAI BOBOT SETIAP GEJALA TERHADAP SETIAP PENYAKIT
Gejala Radang mata Sakit kepala Batuk Pilek Sakit tenggorokan Bercak Koplik Diare Lesu Nyeri sendi Leher/telinga bengkak Hilang nafsu makan Nanah/kerak kulit
0.5 0 0.5 0.5 0.5 1 3 0 0 0
Bobot Campak Jerman 0.5 0.5 0 1 0 0 0 2 2 2
0 0
0 0
Campak
Cacar Air 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0 0.5 0.5 0 0 2 4
Hasil diagnosis berupa keputusan akhir penyakit yang diderita oleh pasien. Tingkat kekritisan dari penyakit dapat dijadikan variabel fuzzy dengan nilai linguistik ringan, sedang, dan berat. Karena terdapat tiga kemungkinan penyakit yang didiagnosis, maka penyakit yang diderita pasien adalah penyakit yang didiagnosis paling parah pada saat inferensi. Tingkat keparahan penyakit dilihat dari hasil defuzzifikasi setiap variabel keluaran. Dengan demikian, pada sistem inferensi yang dibangun terdapat 5 variabel masukan dan 3 variabel keluaran. Variabel masukan terdiri dari variabel demam, ruam, dan tiga variabel yang menyatakan banyaknya gejala dari setiap penyakit yang dapat didiagnosis. Ketiga variabel tersebut menggunakan jenis fungsi keanggotaan yang sama. Ketiga variabel keluaran juga menyatakan seberapa tampak ketiga penyakit tersebut muncul pada tubuh pasien. Ketiga variabel keluaran juga memiliki fungsi keanggotaan yang sama. Fungsi keanggotaan yang digunakan pada setiap variabel ditunjukkan pada gambar 3. Kaidah fuzzy yang digunakan terdiri dari 21 kaidah yang disusun berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi bersama pakar. 21 kaidah yang disusun terdiri dari 8 kaidah untuk mendiagnosis penyakit campak, 6 kaidah untuk mendiagnosis penyakit campak Jerman, dan 7 kaidah untuk mendiagnosis
penyakit cacar air. Kaidah fuzzy yang digunakan pada sistem inferensi antara lain
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
(a) 9. 10. 11. 12. 13. 14. (b)
15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
(c)
(d) Gambar 3 Fungsi keanggotaan untuk variabel: (a) demam, (b) ruam, (c) banyak gejala khas tiap penyakit, (d) keluaran
IF Demam is Bebas AND KhasCampak is Sedikit THEN Campak is Aman IF Demam is Bebas AND Ruam is Sedang AND KhasCampak is Sedikit THEN Campak is Sedang IF Demam is Bebas AND Ruam is Sedang AND KhasCampak is Banyak THEN Campak is Sedang IF Demam is Bebas AND Ruam is Berat AND KhasCampak is Banyak THEN Campak is Berat IF Demam is Ringan AND Ruam is Ringan AND KhasCampak is Sedikit THEN Campak is Ringan IF Demam is Ringan AND Ruam is Sedang AND KhasCampak is Sedikit THEN Campak is Sedang IF Demam is Tinggi AND Ruam is Ringan AND KhasCampak is Sedikit THEN Campak is Sedang IF Demam is Tinggi AND Ruam is Sedang AND KhasCampak is Sedikit THEN Campak is Sedang IF Demam is Bebas AND KhasRubella is Sedikit THEN Rubella is Aman IF Demam is Bebas AND Ruam is Ringan AND KhasRubella is Banyak THEN Rubella is Ringan IF Demam is Bebas AND Ruam is Sedang AND KhasRubella is Sedikit THEN Rubella is Ringan IF Demam is Bebas AND Ruam is Berat AND KhasRubella is Sedikit THEN Rubella is Berat IF Demam is Ringan AND Ruam is Ringan AND KhasRubella is Sedikit THEN Rubella is Ringan IF Demam is Ringan AND Ruam is Sedang AND KhasRubella is Sedikit THEN Rubella is Sedang IF Demam is Bebas AND KhasCacarAir is Sedikit THEN CacarAir is Aman IF Demam is Bebas AND Ruam is Sedang AND KhasCacarAir is Sedikit THEN CacarAir is Sedang IF Demam is Bebas AND Ruam is Sedang AND KhasCacarAir is Banyak THEN CacarAir is Berat IF Ruam is Berat AND KhasCacarAir is Banyak THEN CacarAir is Berat IF Demam is Ringan AND Ruam is Ringan AND KhasCacarAir is Sedikit THEN CacarAir is Ringan IF Demam is Ringan AND Ruam is Sedang AND KhasCacarAir is Banyak THEN CacarAir is Sedang IF Ruam is Berat AND KhasCacarAir is Sedikit THEN CacarAir is Berat
C. Analisis Kebutuhan Aplikasi Aplikasi yang dibuat digunakan untuk mendiagnosis penyakit kulit yang diderita oleh anak. Proses diagnosis memanfaatkan sistem inferensi fuzzy pada bagian III.B. Pengaturan dari sistem inferensi tersebut dapat disimpan dalam dan dimuat pada sebuah berkas eksternal. Pada aplikasi, pengguna bersama pakar juga dapat menambahan, mengubah, dan menghapus kaidah fuzzy dan gejala penyakit yang diketahui aplikasi. Variabel fuzzy yang digunakan beserta setiap fungsi keanggotaannya juga dapat dimodifikasi. Hal tersebut dapat dilakukan jika ada pengetahuan baru dari pakar. Pengguna juga dapat melihat komponen sistem inferensi fuzzy (detil variabel dan daftar kaidah) yang digunakan.
IV. IMPLEMENTASI Aplikasi diimplementasikan menggunakan bahasa pemrograman C#. Antarmuka dari fitur ini ditunjukkan pada gambar 4. Selain fitur untuk mendiagnosis penyakit, pada aplikasi juga diimplementasikan fitur untuk melakukan modifikasi terhadap sistem inferensi dan gejala penyakit seperti yang disebutkan pada bagian III.C. Sistem inferensi yang digunakan pada aplikasi diimplementasikan melalui kelas-kelas yang dideskripsikan pada tabel III. Selain kelas yang digunakan pada sistem inferensi, pada aplikasi juga diimplementasikan kelas Symptom yang menyatakan suatu gejala penyakit dan Diagnoser yang memuat sistem inferensi dan daftar gejala yang diketahui aplikasi. Berkas yang digunakan untuk menyimpan konfigurasi aplikasi juga dibuat bersamaan dengan implementasi aplikasi. Hal-hal yang ditulis pada berkas tersebut adalah daftar gejala yang diketahui beserta bobotnya untuk setiap penyakit, variabel fuzzy yang digunakan bersama dengan spesifikasi dan setiap fungsi keanggotaannya, dan susunan kaidah yang digunakan untuk inferensi. V. HASIL DAN DISKUSI Terdapat dua jenis pengujian yang dilakukan. Pengujian pertama bertujuan untuk menentukan apakah sistem inferensi yang dibuat dapat bekerja dengan benar. Pada tahap ini dibuat juga sistem inferensi serupa menggunakan kakas Fuzzy Logic pada Matlab. Pada kedua sistem inferensi, diberikan masukan nilai tegas yang sama untuk setiap variabel. Kedua sistem inferensi mampu memberikan hasil defuzzifikasi yang sesuai. Dengan begitu, sistem inferensi yang dibangun dapat dikatakan telah diimplementasikan dengan benar. TABEL III DESKRIPSI KELAS-KELAS PADA SISTEM INFERENSI
Kelas FIS
FuzzyVar ImpArea
MemFunction Proposition Rule
Deskripsi Kelas utama sistem yang terdiri dari senarai variabel fuzzy, senarai kaidah fuzzy, dan senarai hasil implikasi. Tahap implikasi hingga agregasi dilakukan oleh kelas ini. Kelas yang menyatakan variabel fuzzy yang terdiri dari senarai fungsi keanggotaan, masukan nilai riil, dan nama variabel. Kelas yang menyatakan satu daerah hasil implikasi. Kelas terdiri dari variabel fuzzy yang dihasilkan, fungsi keanggotaannya, dan nilai riil hasil operasi fuzzy dari antiseden. Kelas abstrak dari suatu fungsi keanggotaan. Tahap fuzzifikasi dilakukan oleh kelas ini. Kelas yang menyatakan satu predikat fuzzy yang terdiri dari variabel fuzzy dan fungsi keanggotaan. Kelas yang menyatakan suatu kaidah fuzzy yang terdiri dari senarai antiseden dan konsekuen. Operasi logika fuzzy pada antiseden dilakukan oleh kelas ini.
Gambar 4 Antarmuka fitur utama aplikasi
Pengujian kedua dilakukan untuk menentukan apakah hasil diagnosis oleh aplikasi telah sesuai dengan hasil diagnosis oleh pakar. Pada pengujian kedua, digunakan 25 data kondisi pasien yang menderita salah satu dari ketiga penyakit yang dapat didiagnosis oleh aplikasi. Data pasien tersebut terdiri dari suhu tubuh, nilai yang mendeskripsikan persebaran ruam pada tubuh, sakit kepala yang dirasakan, dan gejala spesifik lainnya yang ditemukan. 25 data tersebut disusun berdasarkan pengalaman pakar dan terdiri dari data 9 pasien campak, 7 pasien campak Jerman, dan 9 pasien cacar air. Banyak data kondisi pasien campak Jerman lebih sedikit dibandingkan kedua penyakit lainnya karena dalam kenyataannya penyakit ini lebih jarang ditemukan. Hasil pengujian untuk setiap data kondisi pasien ditunjukkan pada tabel IV. Aplikasi dapat memberikan hasil diagnosis secara tepat pada 19 dari 25 kondisi pasien dengan detil 8 dari 9 pasien campak, 5 dari 7 pasien campak Jerman, dan 6 dari 9 pasien cacar air. Hal ini sesuai dengan kondisi sebenarnya karena penyakit cacar air memang sulit dibedakan dengan penyakit campak setelah pasien mendapatkan vaksin. Pada 4 dari 25 kondisi, pasien campak dan cacar air yang didiagnosis secara salah. Penyakit cacar air sendiri lebih mudah dideteksi saat pasien belum mendapatkan vaksin karena ruam yang dihasilkan lebih khas. Hasil pengujian juga menunjukkan akurasi kaidah fuzzy yang disusun bersama pakar. Penyakit campak dapat didiagnosis dengan baik karena kaidah yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit campak berasal dari pengamatan pola infeksi yang paling jelas. Berdasarkan pengetahuan pakar dan studi literatur, gejala pada campak Jerman dan cacar air kurang teratur saat diamati. Hal ini berpengaruh pada pendefinisian kaidah yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit campak Jerman dan cacar air. Kaidah yang digunakan dalam mendiagnosis kedua penyakit tersebut dapat ditinjau ulang
dalam rangka meningkatkan akurasi sistem inferensi. Himpunan fuzzy yang digunakan juga dapat dimodifikasi lagi untuk memberikan hasil inferensi yang lebih akurat. Modifikasi yang dapat dilakukan salah satunya adalah mencoba alternatif jenis fungsi keanggotaan lain. TABEL IV PERBANDINGAN HASIL DIAGNOSIS PAKAR DAN APLIKASI
Pasien 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Diagnosis Pakar Campak Campak Campak Campak Campak Campak Campak Campak Campak Campak Jerman Campak Jerman Campak Jerman Campak Jerman Campak Jerman Campak Jerman Campak Jerman Cacar air Cacar air Cacar air Cacar air Cacar air Cacar air Cacar air Cacar air Cacar air
Diagnosis Aplikasi Campak Campak Campak Campak Campak Cacar air Campak Campak Campak Campak Jerman Cacar air Ketiga penyakit Campak Jerman Campak Jerman Campak Jerman Campak Jerman Cacar air Cacar air Cacar air Cacar air Campak, Cacar air Cacar air Campak, Cacar air Cacar air Campak, Cacar air
Ketepatan bobot pada setiap gejala mampu mempengaruhi proses inferensi secara akurat karena dapat mengubah nilai tegas pada setiap variabel yang menyatakan banyaknya gejala khas penyakit. Hal ini mempengaruhi diagnosis pasien dengan gejala khas seperti bercak Koplik, leher bengkak, atau kerak kulit. Pada pengujian sebelumnya, terdapat 6 kondisi pasien yang memiliki gejala khas tersebut. Aplikasi mampu mendiagnosis dengan benar semua kondisi pasien tersebut. VI. KESIMPULAN DAN SARAN Dari uraian sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan berikut: 1. Sistem inferensi fuzzy yang dibangun memiliki variabel fuzzy yang menyatakan suhu tubuh, distribusi ruam pada tubuh, dan kedekatan gejala setiap penyakit dengan gejala yang ditemukan pada tubuh pasien. 2. Kaidah fuzzy yang digunakan dalam sistem inferensi disusun berdasarkan pengetahuan dari pakar. 3. Aplikasi mampu mendiagnosis 19 dari 25 penyakit pada pengujian secara tepat. 4. Akurasi dari sistem inferensi pada aplikasi dipengaruhi oleh seberapa cocok kaidah yang digunakan dalam
proses inferensi dengan pengetahuan dari pakar, pembobotan setiap gejala pada setiap penyakit, dan konfigurasi fungsi keanggotaan pada setiap variabel fuzzy. Pada pengembangan aplikasi pendeteksi penyakit kulit anak dengan sistem inferensi fuzzy berikutnya, diberikan saran-saran berikut: 1. Modifikasi fungsi keanggotaan pada setiap variabel fuzzy yang digunakan dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. 2. Penambahan gejala setiap penyakit, terutama gejala yang menandakan adanya komplikasi dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil diagnosis yang lebih akurat. 3. Diagnosis penyakit kulit dengan logika fuzzy berikutnya dapat memanfaatkan konsep jaringan saraf tiruan fuzzy adaptif (ANFIS) dalam rangka memperoleh himpunan fuzzy yang lebih akurat. Konsep ini memungkinkan setiap gejala penyakit untuk menjadi satu variabel tersendiri. Data latihan untuk jaringan saraf tiruan dapat diperoleh dari pengalaman pakar. 4. Aplikasi dapat dibuat kembali dalam platform web dan mobile sehingga lebih mudah digunakan oleh pengguna. Versi web dan mobile dari aplikasi ini dapat memiliki antarmuka yang lebih bersahabat dengan pengguna. REFERENSI [1] D. I. Hudson and M. E. Cohen, “The Role of Approximate Reasoning in a Medical Expert System,” in Fuzzy Expert Systems, Florida, CRC Press, 1992. [2] F. Steimann and K. Adlassing, “Fuzzy Medical Diagnosis,” Institute of Physics Pub., 1998. [3] A. Torres and J. J. Nieto, “Fuzzy Logic in Medicine and Bioinformatics,” Journal of Biomedicine and Biotechnology, pp. 1-7, 2006. [4] I. C. Efosa and A. V.V.N., “Knowledge-Based Fuzzy Inference System for Sepsis Diagnosis,” International Journal of Computational Science and Information Technology, 2013. [5] A. A. Mahdi, A. M. Razali and A. A. Salih, “The Diagnosis of Chicken Pox and Measles Using Fuzzy Relations,” Journal of Basic and Applied Scientific Research, pp. 679-686, 2011. [6] WHO, “Measles Vaccines: WHO Position paper,” Weekly Epidemiological Record, pp. 349-360, 28 August 2009. [7] J. Klein, “Measles,” Oktober 2011. [Online]. Available: http://kidshealth.org/parent/infections/lung/measles.html. [8] J. Klein, “Rubella (German Measles),” Juli 2012. [Online]. Available: http://kidshealth.org/parent/infections/skin/german_measles.html. [9] WHO, “Rubella Vaccines: WHO Position Paper,” Weekly Epidemiological Record, pp. 301-316, 15 July 2011. [10] W. Atkinson, C. Wolfe and J. Hamborsky, Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases, Washington DC: Public Health Foundation, 2012. [11] C. L. Lamprecht, “Chickenpox,” September 2012. [Online]. Available: http://kidshealth.org/parent/infections/skin/chicken_pox.html. [12] W. Pedrycz and F. Gomide, Fuzzy Systems Engineering Toward Human-Centric Computing, New Jersey: A John Wiley and Sons, 2007. [13] W. Siler and J. J. Buckley, Fuzzy Expert Systems and Fuzzy Reasoning, New Jersey: John Wiley & Sons, 2005.