Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN 1693-248X
PELUANG DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN BIODIESEL DI INDONESIA : Artikel Review Zulfikar *)
ABSTRAK Konsumsi energi terus meningkat seiring dengan laju pembangunan. Konsumsi energi terbesar ada pada sektor transportasi, terutama sektor transportasi darat yang mengalami pertumbuhan dengan pesat. Sementara kemampuan produksi kilang terbatas dan cadangan minyak bumi semakin menipis, sehingga usaha diversifikasi perlu segera dilakukan. Penggunaan biodiesel yang diproduksi dari sumber nabati dan dapat diperbaharui sebagai bahan bakar pengganti petrodiesel merupakan suatu hal yang perlu didukung dan dikembangkan. Indonesia sangat berpotensi untuk pengembangan biodiesel karena ketersediaannya bahan baku, dukungan teknologi, ramah lingkungan, dan pemerataan pembangunan. Namun, Indonesia juga perlu memikirkan cara mengatasi beberapa kendala, diantaranya investasi yang tinggi, komitmen pemerintah dan kesadaran sosial yang masih rendah. Kata kunci: Biodiesel, bahan bakar, bahan baku PENDAHULUAN Laju pembangunan di Indonesia menyebabkan konsumsi energi semakin meningkat hingga 22,8% pada tahun 2000. Peningkatan yang cukup besar terjadi pada sektor industri 17,3% dan sektor transportasi 5,1%. Energi yang bersumber pada bahan bakar minyak (BBM) masih mendominasi kebutuhan konsumsi energi nasional. Pada tahun 2000, konsumsi BBM tidak kurang dari 55.868.739 KL. Konsumsi terbesar terjadi pada sektor transportasi, yaitu lebih dari 47% (sekitar 13.970x103 KL) dan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan aktifitas di sektor ini, terutama subsektor angkutan jalan raya yang lebih didominasi oleh kendaraan kurang produktif (Watkins, 1991). Kemudian diikuti sektor industri yang mengkonsumsi lebih dari 21% dan lebih dari setengahnya merupakan minyak solar (sekitar 8.168x103 KL). Beberapa upaya pemenuhan kebutuhan energi telah dilakukan, namun kemampuan produksi tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan BBM nasional, karena jumlah dan kemampuan produksi kilang yang ada sangat terbatas, hanya memproduksi BBM sekitar 43.505x103KL dan sekitar 15.199x103KL (34,94%) merupakan minyak solar yang banyak digunakan untuk mengoperasikan mesin-mesin diesel. Sementara itu, cadangan minyak bumi Indonesia semakin berkurang dan pendirian kilang baru membutuhkan biaya investasi yang cukup mahal. Solusi alternatif adalah penggunaan energi bersumber pada sumber dapat diperbaharui, seperti biodiesel. Penggunaan biodiesel
merupakan suatu upaya memenuhi kebutuhan energi dan penyelamatan lingkungan sehingga lingkungan tetap terjaga kelestariannya dan dapat memberikan daya dukungnya bagi kelangsungan pembangunan di Indonesia (Wahid, 2000). Proses Produksi Biodiesel. Biodiesel diproduksi melalui suatu proses kimia transesterifikasi dari minyak nabati atau lemak hewani dan alkohol yang menghasilkan 2 jenis produk, yaitu biodiesel dan glycerin. Reaksi transesterifikasi tersebut diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Reaksi transestertifikasi minyak nabati
Biodiesel dapat berupa metil ester atau etil ester tergantung dari jenis alkohol yang digunakan. Namun, biodiesel metil ester lebih banyak diproduksi karena metanol lebih mudah diperoleh dan harganya relatif murah. Diagram alir proses produksi biodiesel diperlihatkan pada Gambar 2.
*) Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Universitas Malikussaleh
27
Zulfikar, Peluang Dan Tantangan Pengembangan Biodiesel Di Indonesia : Artikel Review
Alcohol Alcohol Recovery
Reactor
Catalyst
Settler
Purification
Washing
Neutralization Distillation
Settler
Evaporator
Biodiesel
Evaporation
Glycerine
Mineral Acid Vegetable Oil
Fatty Acids
Gambar 2. Diagram alir proses produksi biodiesel
Penggunaan katalis basa pada proses produksi biodiesel lebih menguntungkan dan ekonomis, yaitu reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan rendah (150 oF dan 20 Psi), konversi yang tinggi hingga 98% dengan waktu reaksi lebih singkat dan jumlah produksi produk samping yang sedikit, konversi langsung menjadi biodiesel tanpa tahap intermediate dan tidak membutuhkan kontruksi peralatan yang mahal (www.Biodesel.org, 2004).
tersebut (B20: 20% biodiesel, 80% petrodiesel) (Strong, 2004). Biodiesel atau campurannya dapat digunakan tanpa harus memodifikasi mesin dan tidak membutuhkan mesin konversi (persiapan). Namun sedikit modifikasi pada sistem injeksi mampu meningkatkan kinerja mesin (Canakci, 2001). Semua infrastruktur pendistribusian petrodiesel dapat digunakan juga pada biodiesel tanpa harus memodifikasinya (www.Biodiesel.org, 2004).
Peluang Kemampuan biodiesel di pasar energi merupakan syarat utama bagi keberhasilan pengembangan biodiesel sebagai bahan bakar mesin diesel di masa mendatang. Ada beberapa potensi yang mendukung pengembangan biodiesel di Indonesia, diantaranya:
Memenuhi Standar Bahan Bakar Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang sustainable (Gualberti, 2005) sebagai pengganti petrodiesel karena memenuhi spesifikasi bahan bakar diesel, sangat mudah digunakan, tidak beracun, biodegradable, bebas dari sulfur dan senyawa-senyawa aromatic (Hester, 1998). Beberapa standar biodiesel telah ditetapkan, diantaranya Amerika dengan ASTM-D675 (Strong, 2004), Jerman dengan DIN-51606 dan EN14214 untuk Eropa, sedangkan Indonesia (FBI-S01-03) masih dalam tahap pengembangan (The Enviromental Protection Agency, 2002). Pemakaian biodiesel sebagai bahan bakar dapat berupa biodiesel murni (100% biodiesel) maupun sebagai bahan aditif dalam campuran bahan bakar. Campuran biodiesel dinotasikan sebagai “BXX” dengan “XX” jumlah persentasi biodiesel dalam campuran 28
Dukungan Teknologi Teknologi biodiesel relatif lebih mudah dikuasai dan dikembangkan daripada teknologi kilang minyak (Tatang, 2005). Ada 3 tahap pengembangan biodiesel di Indonesia. Tahap pertama, optimalisasi hasil penelitian dan pengembangan (litbang) meliputi pengembangan teknologi ekspresi dan ekstraksi bermacam-macam fatty-oils dari bahan baku yang berbeda. Tahap kedua, pembangunan pilot plant dan uji jalan yang ditandai dengan pembangunan pilot plant biodiesel yang berbasis CPO di Riau dengan kapasitas produksi 8.000 liter per hari oleh Balai Pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT), serta studi fuel blending dan uji jalan oleh Lembaga Minyak dan Gas (Lemigas) dan Pertamina. Tahap ketiga, sosialisasi untuk komersialisasi. Tahap ini mencakup regulasi, standarisasi, skenario produksi dan studi dampak sosial ekonomi. Forum Biodiesel Indonesia (FBI) telah mengembangkan suatu standar FBI-S01-03 yang sekarang sedang dibahas oleh pemerintah (Wahid, 2000), dan secara bersama terus dikembangkan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB), BPPT, LEMIGAS dan Pusat Pengembangan Kelapa Sawit
Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN 1693-248X
(P2KS). Kegiatan komersialisasi juga telah dilakukan di Jakarta oleh PT. Energi Alternatif Indonesia yang berhasil menjual 800 liter per bulan dan akan diikuti di lima kota-kota besar lainnya. Untuk masalah regulasi, FBI secara aktif melakukan promosi dan lobi terhadap pemerintah (Departemen Energi, Perhubungan, dan Industri) serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
bahan baku yang lebih rendah emisi NOx. Biodiesel berbasis lemak hewani menghasilkan emisi NOx yang lebih sedikit daripada biodiesel berbahan baku minyak nabati (The Enviromental Protection Agency, 2002). Ketersediaan dan keanekaragaman bahan baku Ketersediaan bahan baku biodiesel lebih stabil dan terjamin dibandingkan dengan cadangan minyak bumi, karena biodiesel merupakan produk lokal dari sumber yang dapat diperbaharui dan berkelanjutan. Indonesia merupakan negara beriklim tropik yang kaya dengan varitas tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan baku biodiesel, seperti Jarak Pagar (Jatropha curcas) yang sangat berpotensi dikembangkan untuk jangka panjang (Tatang, 2005). Sedangkan penggunaan CPO sebagai bahan baku merupakan strategi jangka pendek yang memungkinkan, karena pada saat ini Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia.
Ramah Lingkungan Aspek lingkungan yang terkait dengan pembakaran bahan bakar, terutama pada sarana transportasi adalah pemanasan global dan penurunan kualitas udara. Penggunaan Biodiesel secara signifikan lebih bersih daripada petrodiesel, hampir dalam semua katagori emisi yang diukur (Wahid, 2000). Biodiesel mengandung karbon yang lebih sedikit, sehingga emisi carbon monoxide (CO), jelaga (elemental carbon) dan carbon dioxide (CO2) dapat dikurangi. Dan lebih dari 60% efek rumah kaca disebabkan oleh senyawa tersebut. Kandungan sulfur biodiesel yang kecil menyebabkan emisi sulfur dioxide (SO2) yang dihasilkan sangat rendah dan dampak negatif terhadap kesehatan system pernafasan dan jantung, pembentukan hujan asam, gangguan penglihatan dan pengurangan jarak pandang dapat diminimalkan (Hutapea, 2005). Emisi particulate matter (PM) dapat menyebabkan asma. Emisi PM dari pembakaran B20 berbasis soy 10,1% lebih rendah daripada petrodiesel kualitas nomor dua dan persentase emisi terus berkurang terhadap peningkatan persentase biodiesel dalam campuran (The Enviromental Protection Agency, 2002). Pembakaran B100 mampu mengurangi emisi polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) sekitar 4875% dan B20 sekitar 12-60% daripada pembakaran petrodiesel. Pengurangan nitrated polycyclic aromatic hydrocarbons (nPAH) lebih besar yaitu sekitar 69-93% untuk penggunaan B100 dan 13-49% untuk B20 (Canakci, 2001). Emisi C1-C12 sangat potensial terhadap pengikisan ozon dan HC carcinogen dapat menyebabkan kanker (Hester, 1998). Sedangkan emisi NOx dari pembakaran biodiesel lebih besar daripada petrodiesel dan cenderung meningkat dengan pertambahan kandungan biodiesel dalam bahan bakar. Namun hal ini bisa dikurangi dengan beberapa cara, diantaranya penurunan cetane number, penerapan teknologi exhaust gas recirculation (EGR) dan menggunakan
Membuka lapangan kerja baru Bila ada 10 pabrik biodiesel dengan kapasitas 30.000 tandan sawit per jam yang dipasok dari 60.000 ha perkebunan sawit. Dengan asumsi setiap pabrik mempekerjakan 100 pekerja dan setiap petani mengerjakan 2 hektar, maka akan terserap tenaga kerja sejumlah 31.000 pekerja. Sementara itu, pabrik pupuk, industri peralatan proses dan alat pertanian, jasa transportasi dan jasa lainnya akan ikut berkembang. Ini merupakan potensi yang harus dicermati dan diharapkan mampu mengurangi jumlah penggangguran yang mencapai 5.813.231 jiwa (2,9% penduduk Indonesia) pada tahun 2000. Pemerataan Pembangunan Biodiesel bersumber pada kekayaan nabati dan setiap daerah sangat berpotensi untuk mengembangkan sumber tersebut. Dengan demikian, setiap daerah mempunyai peluang dan kesempatan yang sama sehingga kesenjangan pendapatan antar daerah dapat diminimalisasi. Pembangunan yang merata, tidak terkonsentrasi pada daerah tertentu dengan munculnya daerah-daerah sentra pertumbuhan ekonomi baru (perdesaan), maka masalah urbanisasi dan kependudukan lainnya dapat dikurangi sehingga kesejahteraan tercapai dan stabilitas nasional semakin stabil. 29
Zulfikar, Peluang Dan Tantangan Pengembangan Biodiesel Di Indonesia : Artikel Review
kebijakan subsidi langsung dan kredit modal usaha dari perbankan guna mengembangkan industri biodiesel yang juga akan memperkuat agroindustri.
Peraturan dan Undang-Undang Migas Biaya produksi biodiesel masih relatif mahal. Namun, harga tersebut masih tergolong kompetitif jika harga petrodiesel diserahkan pada mekanisme pasar sesuai dengan Undang-Undang Migas (Tatang, 2005). Selain itu, Indonesia juga telah menandatangani perjanjian UNFCCC dan Kyoto Protocol yang bertujuan mengurangi produksi gas pengrusak ozon yang merupakan hasil dari pembakaran bahan bakar bersumber dari minyak bumi.
Kesadaran sosial yang kurang Pemahaman dan kesadaran masyarakat umum sebagai stakeholder sangat kurang terhadap pencemaran lingkungan, cadangan bahan bakar fosil yang semakin berkurang, sistem distribusi dan ketersediaan di tingkat grassroots, dan pemberdayaan perekonomian masyarakat desa (petani sawit), karena rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya pengetahuan yang dimiliki masyarakat. Hal lain yang tidak kalah penting adalah kesadaran para penentu kebijakan (anggota legislatif dan eksekutif) di pusat maupun di daerah terhadap keuntungan dan potensi pengembangan industri biodiesel sehingga sosialisasi biodiesel sebagai bahan bakar dapat berjalan dengan lancar, yang akhirnya akan meningkatkan kesadaran masyarakat.
Tantangan Peluang biodiesel sebagai bahan bakar masa depan sangat besar seperti yang telah diuraikan di atas, namun masih cukup banyak tantangan yang harus diselesaikan, baik yang bersifat teknis, ekonomis, sosial maupun institusional diantaranya : Komitmen dan Kebijakan Pemerintah Bangsa Indonesia telah jauh tertinggal dalam penguasaan teknologi energi dan telah masuk dalam jebakan ketergantungan teknologi (technological dependency trap). Sebagian besar teknologi eksploitasi dan pembangkit listrik masih didatangkan dari luar negeri. Disisi lain, Indonesia kaya dengan sumbersumber energi alternatif dan SDM yang mampu untuk mengembangkan potensi tersebut, seperti biodiesel. Persoalannya adalah bagaimana kita secara konsisten, berani dan berkomitmen untuk mengembangkan secara serius biodiesel sebagai bahan bakar. Oleh karena itu sangat diperlukan peran aktif semua pihak, terutama pemerintah dengan kebijakan-kebijakan yang mendukung. Usaha pengembangan biodiesel di Indonesia tidak hanya mencari sumber energi alternatif untuk menjamin ketersediaan energi nasional, namun sangat diharapkan dapat memanfaatkan multiplayer effect dari industri biodiesel tersebut.
KESIMPULAN Biodiesel merupakan bahan bakar sustainable yang ramah lingkungan untuk dikembangkan dalam upaya memenuhi kebutuhan energi yang semakin meningkat dan sesuai dengan CDM. Pengembangan industri biodiesel mampu meningkatkan kapabilitas negara di sektor teknologi industri dan pertanian, peralatan pemrosesan produksi dan mengurangi ketergantungan pada pihak asing. Penggunaan biodiesel dapat mendorong pertumbuhan perekonomian rakyat, membuka lapangan kerja baru dan pembangunan yang lebih merata sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperkuat stabilitas nasional. Untuk mengembangkan Biodiesel, diperlukan kebijakan pemerintah yang tepat dalam mendorong pengembangan dan pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar. Peran aktif dari semua komponen sangat diharapkan untuk merealisasikan biodiesel bahan bakar alternatif masa depan.
Biaya investasi yang tinggi Pembangunan pabrik biodiesel membutuhkan biaya investasi awal yang relatif besar sehingga harga biodiesel yang dihasilkan tidak ekonomis, dan kalah bersaing di pasar bahan bakar diesel. Ini merupakan jumlah yang cukup besar, sehingga para investor menunggu bantuan pemerintah dengan
DAFTAR PUSTAKA Canakci. M., and Gerpen. J.H.V., 2001., Comparison of Engine Performance and Emissions for Petroleum Diesel Fuel,
30
Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol. 3 No.5, Juni 2005 ISSN 1693-248X
Yellow Grease Biodiesel, and Soybean Oil Biodiesel, ASAE Annual International Meeting Sacramento Convention Center, No. 016050 July 30 August 1st, Sacramento, California, USA. Gualberti, G, et al.,2005., Renewable Energy and CDM Opportunities in Indonesia, Workshop on Energy and Clean Development Mechanism for Sustainable Development in Indonesia. Bandung Institute of Technology, Bandung. Hester, R.E., and Harrison, R.M., 1998., Air Pollution and Health, The Royal Society of Chemistry, UK Hutapea, M., 2005., Renewable Energy as Alternative Solution for Country’s Problem in Energy Sector., Workshop on Energy and CDM for Sustainable Development in Indonesia, Bandung Institute of Technology. Bandung. National Biodiesel Board, 2004., http://www.biodiesel.org Strong, C., Erickson, C., dan Shukla., Deepak., 2004, Evaluation of Biodiesel Fuel, Western Transportation Institute., College of Enginering., Montana State University. Bozeman. Tatang. H. S., 2005., Biodiesel Development in Indonesia, Workshop on Energy and CDM for Sustainable Development in Indonesia. Bandung Institute of Technology, Bandung. The Enviromental Protection Agency, 2002.,A Comprehensive analysis of Biodiesel Impacts on Exhaust Emissions (Draft Technical Report), The Environmental Protection Agency, Air and radiation.,EPA 420-P-02-001. October 2002. USA. Wahid. L M. A., 2000., Konsumsi Bahan Bakar dan Produktifitas Sektor Transportasi, Majalah Ilmiah Pengkajian Industri, Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT, ed. 10/April/2000. ISSN: 1410-3680. Watkins. L.H., 1991., Air Pollution from Road Vechiles, HMSO Publications, London.
31