PEDAGANG KAKI LIMA DI LINGKUNGAN MASJID AL AKBAR SURABAYA (Strategi Adaptasi PKL Anggota Paguyuban PKL Makmur Pagesangan Untuk Tetap Berjualan Di Lingkungan Masjid Al Akbar Surabaya) Bagus Fajar F.
[email protected] Departemen Antropologi FISIP Universitas Airlangga
Abstrak Ramainya pengunjung Masjid Al Akbar Surabaya membuat banyak pedagang kaki lima atau PKL yang berjualan di area masjid tersebut. Salah satu kelompok PKL yang ada adalah Payuban PKL Makmur yang dikelola warga Pagesangan dan menempati di lahan kosong seluas 10.962 meter persegi yang berada 200 meter di sebelah utara Masjid Al Akbar Surabaya. Lahan tersebut adalah lahan milik pemerintah kota yang diamanatkan kepada Masjid Al Akbar Surabaya. Keberadaan Paguyuban PKL Makmur Pagesangan ini mengalami banyak sekali permasalahan, utamanya terkait dengan status lahan milik Pemkot yang diamanatkan kepada Masjid Al Akbar Surabaya tersebut. Berbagai masalah tersebut ini ditengarai sebagai upaya manajemen untuk merebut pengelolaan PKL di lahan tersebut yang dipegang oleh warga Paguyuban PKL Makmur Pagesangan. Karena sejak adanya PKL tersebut, tempat ini selalu ramai dan mampu mengundang banyak pengunjung, bahkan banyak pedagang yang memilih bergabung ke Paguyuban PKL Makmur Pagesangan karena tempatnya lebih nyaman. Dalam menghadapi berbagai permasalahan yang terjadi dan bisa tetap bertahan di lokasi berjualan di lahan kosong sisi utara masjid, strategi yang diterapkan oleh para PKL anggota Paguyuban PKL Makmur Pagesangan salah satunya adalah dengan melakukan perlawanan, dengan ngotot mempertahankan dagangannya, dengan menjebol pagar seng yang dipasang, maupun dengan memindahkan pintu yang digembok tanpa merusak gembok yang dipasang. Strategi adaptasi lain, dilakukan dengan menciptakan, mengembangkan dan memelihara hubungan-hubungan sosial yang telah membentuk suatu jaringan sosial. Jaringan sosial ini merupakan strategi adaptasi yang paling efektif dari para PKL untuk tetap berjualan di lahan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa hampir semua penyelesaian dari permasalahan yang ada diserahkan sepenuhnya oleh para PKL kepada pengurus Paguyuban PKL Makmur. Kata Kunci: strategi adaptasi , pedagang kaki lima
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 186
Abstract Crowded visitors of Masjid Al Akbar Surabaya is make a lot of street vendors who trade in the mosque area. One of a group of street vendors there are exist is Paguyuban PKL Makmur that run by Pagesangan resident and and occupy on vacant land area of 10.962 square meters which is located 200 meters on the north side of Masjid Al Akbar Surabaya. The land is owned by a city government that mandated to the Masjid Al Akbar Surabaya. Existence of Paguyuban PKL Makmur Pagesangan has experienced a lot of problems, mainly about the status of land owned by the city goverment’s that mandated to the Masjid Al Akbar Surabaya.Various the issue is indicates as management efforts to seize management of street vendors on the land held by Paguyuban PKL Makmur Pagesangan. Because since the existence of these street vendorss, this place is always crowded and capable to attracting more visitors, even many vendorss who chose joined to Paguyuban PKL Makmur Pagesangan because of its more comfortable place. In dealing with the various problems that occurs and can remain trade in the empty land of north side of mosque, strategy implemented by the street vendors members of the Paguyuban PKL Makmur Pagesangan one of them is by performing resistance, a stickler for maintaining their goods, and broke the fence, which installed zinc or to move the door locked without damaging a mounted. Adaptation strategies are done with the creation, develop and maintain social relationships have established a social network. Social networking this is the strategy that most effective to keep it from the street treader to trade in these area. This was evidenced by the fact that almost all settlement of the existing problems be fully surrendered by the street vendors to the coordinator of Paguyuban PKL Makmur. Keywords: adaptation strategy , street vendors pekerjaan. Pendahuluan Sejalan
Terdapat
juga
tambahan
pengangguran dari kalangan perempuan. tingkat
Jumlah ibu rumah tangga yang tidak
pertumbuhan jumlah penduduk, jumlah
bekerja sebesar 542.998 orang dan pelajar
pengangguran
juga
atau mahasiswa 462.738 orang. Jumlah
disebabkan
seluruhnya sekitar 1,7 juta orang. Sehingga
berbagai permasalahan seperti, rendahnya
lebih dari separuh penduduk Surabaya ini
tingkat keterampilan (skill) dari masyarakan
belum bisa dikategorikan mandiri dan
masyarakat desa yang pindah ke kota
masih
Surabaya atau juga adanya masyarakat yang
(ekbis.sindonews.com, 2013).
meningkat
dengan
besarnya
di
kota
Surabaya
pesat.
Hal
ini
menganggur karena di PHK-kan oleh perusahaannya
meskipun
bergantung
pada
orang
lain
Dengan banyaknya masyarakat yang
mempunyai
tidak memperoleh pekerjaan atau gagal
keterampilan (skill) yang memadai. Hingga
mencari peluang usaha, salah satu jalan
pertengahan 2013 saja, dari sekitar 3 juta
yang mereka tempuh adalah membuka
penduduk
tercatat
usaha menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL)
sebanyak 80.568 warga tidak memiliki
dengan modal dan keterampilan yang
Surabaya
tersebut,
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 187
minim. PKL ini muncul dari akibat tidak
maupun kepadatan tempat. Kondisi inilah
tersedianya lapangan pekerjaan bagi rakyat
yang seringkali menjadi alasan mengapa
(kecil) yang tidak mampu mendapatkan
PKL selalu dianggap sebagai permasalahan,
penghasilan. Keberadaan mereka semakin
baik kebersihan maupun kemacetan serta
menjamur terutama di obyek-obyek vital
menjadi persoalan serius di berbagai kota
perkotaan.
besar di Indonesia, termasuk di Surabaya.
PKL
merupakan
alternatif
pekerjaan yang terbilang mudah dan tetap
Salah satu lokasi yang dianggap
bertahan sampai saat ini. Keberadaannya
strategis
seringkali
berjualan oleh PKL di kota Surabaya adalah
padahal
juga dalam
kurang
diperhatikan,
kenyataannya
dan
ramai
dijadikan
tempat
kegiatan
kawasan sekitar Masjid Al Akbar Surabaya.
ekonomi informal ini cukup penting dalam
Masjid nasional ini terletak di bagian
menopang
Bagi
selatan kota Surabaya, tepatnya di daerah
kecil
Pagesangan,
perekonomian
masyarakat
rakyat.
berpenghasilan
dekat
dengan
jalan
tol
keberadaan PKL sangat dibutuhkan karena
Surabaya-Gempol. Berbagai keindahan dan
yang bisa menyediakan produk dengan
keunikan yang dimiliki masjid Al Akbar ini
harga terjangkau.
membuatnya menjadi salah satu tujuan
Lokasi
PKL
sangat
berpengaruh
utama wisata religi di Surabaya, dan tidak
terhadap perkembangan dan kelangsungan
pernah
usaha para PKL, yang pada gilirannya akan
wisatawan, terlebih pada hari libur. Hal ini
mempengaruhi pula volume penjualan dan
tentu sedikit aneh bagi banyak orang yang
tingkat keuntungan. Secara garis besar
berpandangan bahwa masjid hanya sebagai
kesulitan yang dihadapi oleh para PKL
tempat beribadah. Namun kenyataannya,
berkisar
pemerintah
masjid Al Akbar memang telah menjadi
mengenai penataan PKL belum bersifat
destinasi wisata terkenal di Surabaya.
membangun/konstruktif,
Masjid
antara
peraturan
kekurangan
sepi
dari
Nasional
Al
pengunjung
Akbar
atau
memang
modal, kekurangan fasilitas pemasaran, dan
terbuka untuk umum, bahkan bagi seorang
belum adanya bantuan kredit (Hidayat,
non
1978 dalam Suriatmi, 2005). Namun, pada
berkunjung. Ramainya jumlah pengunjung
umumnya PKL kurang memperhatikan
di Masjid Al Akbar inilah yang kemudian
masalah lingkungan dan faktor hygiene
menarik minat pedagang kaki lima (PKL)
sebagai produk sampingan yang negatif.
untuk berjualan di sekitar area Masjid Al
Masalah lingkungan berkaitan erat dengan
Akbar Surabaya.
muslim
sekalipun,
boleh
juga
kepadatan, misalnya kepadatan lalu lintas AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 188
Keberadaan para pedagang kaki lima
beberapa kali menimbulkan konflik antara
di sekitar area masjid Al Akbar tersebut
PKL dengan manajemen Masjid Al Akbar
ternyata
Surabaya. Pihak manajemen Masjid Al
juga
pengunjung
dibutuhkan
masjid,
oleh
terbukti
para dengan
Akbar
Surabaya
beberapa
kali
telah
larisnya dagangan yang mereka jajakan.
membuat laporan kepada kepolisian terkait
Setiap hari, para PKL yang diwawancarai
keberadaan PKL Pagesangan yang dikelola
penulis menyebutkan bahwa omzet mereka
warga
berkisar antara 300 hingga 800 ribu rupiah,
mengganggu kekhidmatan umat muslim
yang
yang sedang melaksanakan ibadah di
sedikit
banyak
bergantung
dari
kondisi cuaca. Bahkan di berbagai alamat website yang merekomendasikan Masjid Al
setempat
karena
dianggap
Masjid Al-Akbar. Adanya laporan-laporan dari pihak
Akbar Surabaya sebagai tujuan wisata
manajemen
tersebut,
menurut
seringkali menyebutkan bahwa di Masjid
Paguyuban
PKL
Al Akbar Surabaya seorang pengunjung
membuat para PKL tak habis mengerti.
bisa mencoba bermacam kuliner atau bisa
Sebab setelah mereka ditertibkan kini sudah
hanya sekedar “nongkrong” di kawasan
tak berjualan lagi di badan jalan sehingga
tersebut, karena di sekeliling masjid banyak
tak menganggu lalu lintas dan jamaah
yang berjualan selayaknya pasar malam.
Masjid Al Akbar Surabaya. Alasan yang
Khusus pada minggu pagi di beberapa jalan
dijadikan bahan laporan ke polisi ini dinilai
ditutup dikhususkan untuk orang-orang
juga terlalu mengada ada. Sebab selain para
yang berolah raga. Gambaran tersebut
PKL yang ada di sentra PKL belakang
memperlihatkan bahwa keberadaan PKL
Masjid Al Akbar Surabaya ini masih ada
telah menjadi bagian tak terpisahkan dari
lagi sentra PKL lainnya yang ada di jalan
Masjid Al Akbar.
depan Masjid Al Akbar Surabaya. Hanya
Makmur
Ketua
(P2KLM)
Dalam perkembangannya, keberadaan
saja para PKL yang ada di depan Masjid Al
PKL di Masjid Al Akbar ini, seperti PKL-
Akbar Surabaya ini justru merupakan
PKL di tempat lain, dianggap menjadi
binaan dari Masjid Al Akbar Surabaya
masalah. Keberadaan mereka dianggap
sendiri
mengganggu keindahan, ketertiban dan
umum. Gedung serbaguna yang ada di
kebersihan
dalam masjid juga disewakan untuk umum
seringkali
lingkungan juga
masjid,
dianggap
bahkan
mengganggu
seperti
meskipun
resepsi
menempati
pernikahan,
kekhusyukan orang yang beribadah di
dianggap
mengganggu
Masjid Al Akbar tersebut. Hal ini kemudian
(www.surabayakita.com, 2011).
fasilitas
tapi
tidak
kekhusukan
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 189
mendorong semakin banyak pekerja ke Teori
sektor informal. Menurut Hart (dalam Manning, 1991)
Sektor Informal Istilah
sektor
biasanya
mereka yang terlibat dalam sektor informal
digunakan untuk menunjukkan sejumlah
pada umumnya miskin, kebanyakan dalam
kegiatan ekonomi yang berskala kecil.
usia kerja utama (prime age), bependidikan
Namun,
(2003)
rendah, upah yang diterima di bawah upah
kalangan akademisi masih memperdebatkan
minimum, modal usaha rendah, serta sektor
teori dan konsep mengenai sektor informal
ini
ini. Ada yang menganggap bahwa sektor
mobilitas vertikal. Menurut Breman (dalam
informal
terbatasnya
Manning, 1991) sektor informal memiliki
kapasitas industri-industri formal dalam
ciri-ciri sebagai berikut: padat karya,
menyerap tenaga kerja yang ada, sehingga
tingkat
terdapat
pelanggan
menurut
muncul
informal
Safaria,dkk
karena
kecenderungan
bahwa
sektor
memberikan
kemungkinan
produktivitas yang sedikit
untuk
yang
rendah,
dan
biasanya
informal ini muncul di pinggiran kota besar.
miskin, tingkat pendidikan formal yang
Sebagian yang lain menganggap bahwa
rendah, penggunaan teknologi menengah,
sektor informal ini sudah lama ada. Ini
sebagian
adalah pandangan dari perspektif yang
pemilik usaha oleh keluarga, gampangnya
“dualistik”, yang melihat sektor ”informal”
keluar masuk usaha, serta kurangnya
dan “formal” sebagai dikotomi antara
dukungan dan pengakuan pemerintah.
besar
pekerja
keluarga
dan
model ekonomi tradisional dan modern. Menurut Safaria, dkk (2003) sektor informal dipandang sebagai kekuatan yang
Pedagang Kaki Lima Pedagang
kaki
PKL
lima
semakin signifikan bagi perekonomian
merupakan
lokal dan global, seperti yang dicantumkan
mengurangi angka pengangguran. Tidak
dalam pernyataan visi WIEGO (Woman In
sebandingnya antara lapangan pekerjaan
Informal Employment
dengan
Globalizing
and
salah satu alternatif dalam
angka
para
pencari
kerja
Organizing) yaitu mayoritas pekerja di
menyebabkan
dunia kini bekerja di sektor informal dan
menciptakan
proporsinya terus membengkak sebagai
bersifat
dampak dari globalisasi: mobilitas capital,
kebutuhan
restrukturisasi produksi barang dan jasa,
tersebut tidak membutuhkan syarat-syarat
dan
keahlian dan modal yang tinggi (Maryatmo
deregulasi
pasar
tenaga
kerja
sebagian lapangan
informal hidupnya.
masyarakat
pekerjaan
untuk Sektor
yang
memenuhi informal
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 190
dan Susilo, 1996) serta tidak terikat dengan
mengkoordinasikan
tenaga
kerja
yang
Kurniadi
dan
menjualkan barang-barangnya. Termasuk
Kehadirannya
pun
pedagang kaki lima jenis ini yaitu padagang
sering menyalahi aturan penataan ruang
kaki lima yang mempunyai toko, dimana
publik.
tokonya berperan sebagai grosir yang
waktu
dan
tempat
Tangkilisan,
2001.
Menurut
Alisyahbana
(2005)
menjual
barang
daganganya
kepada
berdasarkan penelitiannya di kota Surabaya
pedagang kaki lima tak bermodal dan
telah mengkategorikan pedagang kaki lima
barang yang diambil baru dibayar setelah
menjadi 4 tipologi. Keempat tipologi
barang tersebut laku.
tersebut adalah: 1) Pedagang kaki lima murni, yang masih bisa dikategorikan pedagang kaki lima adalah dengan skala
Adaptasi Menurut
Kaplan
(2002)
adaptasi
modal terbatas, dikerjakan oleh orang yang
merupakan satu dari dua konsep sentral
tidak
selain
dalam teori ekologi budaya. Suatu ciri
pedagang kaki lima, ketrampilan terbatas,
dalam ekologi budaya adalah perhatian
tenaga kerja yang bekerja adalah anggota
mengenai
keluarga. 2) Pedagang kaki lima yang
pertama, sehubungan dengan cara sistem
hanya berdagang ketika ada bazar (pasar
budaya beradaptasi terhadap lingkungan
murah/pasar rakyat, berjualan di Masjid
totalnya,
pada hari Jumat, halaman kantor-kantor). 3)
adaptik sistemik itu perhatian terhadap cara
Pedagang kaki lima yang sudah melampaui
institusi dalam suatu budaya beradaptasi
ciri pertama dan kedua, yakni pedagang
atau saling menyesuaikan diri. Umumnya
kaki
ekologi
mempunyai
lima
pekerjaan
yang
telah
mampu
adaptasi
kedua,
pada
dua
sebagai
budaya
konsekuensi
menekankan
mempekerjakan orang lain. Ia mempunyai
dipentingkannya
karyawan,
memungkinkan kita dapat melihat cara
dengan
membawa
barang
proses
tataran:
adaptasi
pemeliharaan,
akan
daganganya dan peraganya dengan mobil,
kemunculan,
dan
dan bahkan ada yang mempunyai stan lebih
transformasi berbagai konfigurasi budaya.
dari satu tempat. Termasuk dalam tipologi
Adaptasi adalah suatu penyesuaian
ini adalah pedagang kaki lima yang
pribadi terhadap lingkungan, penyesuaian
berpindah-pindah
ini dapat berarti mengubah diri pribadi
menggunakan
tempat
mobil
bak
dengan 4)
sesuai dengan keadaan lingkungan, juga
termasuk
dapat berarti mengubah lingkungan sesuai
terbuka.
Pedagang
kaki
lima
yang
pengusaha
kaki
lima.
Mereka
hanya
dengan
keinginan
pribadi
(Gerungan,
AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 191
1991). Adaptasi sendiri memiliki beberapa
untuk memudahkan anggota-anggotanya
macam yaitu adaptasi morfologi, adaptasi
memperoleh akses ke sumber daya ekonomi
fisiologi,
kultural
yang tersedia di lingkungannya. Jaringan
(Soemarwoto, 2004). Pada penelitian ini
sosial dapat dibentuk berdasarkan basis
digunakan konsep dari adaptasi kultural.
kerabat,
Adaptasi kultural adalah adaptasi dalam
campuran dari unsur-unsur tersebut.
dan
adaptasi
tetangga,
pertemanan,
atau
bentuk kelakuan yang dilakukan individu terkait pranata sosial-budaya di sekitarnya. Menurut Vayda dan Rappaport dalam Mulyadi (2007) dikutip oleh Sugihardjo, dkk (2012), adaptasi manusia dapat dilihat secara fungsional dan prosesual. Adaptasi fungsional
merupakan
respon
suatu
organisme atau sistem yang bertujuan untuk mempertahankan
kondisi
stabil
(homostatis). Sedangkan adaptasi prosesual merupakan dibentuk
sistem sebagai
tingkah akibat
laku dari
yang proses
penyesuaian manusia terhadap perubahanperubahan lingkungan disekitarnya. Strategi
adaptasi
lain,
hubungan-hubungan
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Pada dasarnya penelitian dengan jenis studi kasus bertujuan untuk mengetahui tentang sesuatu hal secara mendalam. Maka dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode studi kasus untuk faktor-faktor yang mendorong para PKL untuk berjualan di area sekitar Masjid
Al
Akbar
Surabaya
dan
Bagaimanakah strategi adaptasi dari para PKL untuk tetap dapat berjualan di area sekitar Masjid Al Akbar Surabaya.
dilakukan
dengan menciptakan, mengembangkan dan memelihara
Metode
sosial
yang telah membentuk suatu jaringan sosial. Mitchel (1969) yang dikutip oleh Fachrina, dkk. (2010), menyatakan bahwa jaringan sosial merupakan seperangkat hubungan khusus yang terbentuk diantara sekelompok orang. Pemanfaatan jaringan sosial merupakan hal yang paling mudah untuk dilakukan oleh masyarakat miskin untuk mengatasi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi jaringan sosial adalah
Pendekatan
penelitian
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif (qualitative research). Dengan menggunakan metode kualitatif peneliti
dapat
dengan
mudah
untuk
mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai strategi adaptasi pedagang kaki lima di sekitar Masjid Al Akbar Surabaya, serta melihat secara langsung kegiatan berjualan yang dilakukan oleh pedagang kaki lima tersebut. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive atau sengaja, karena secara AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 192
langsung penelitian ini berlokasi Masjid Al
Data
yang
dalam
Akbar Surabaya. Dalam penelitian ini
penelitian
peneliti memilih lokasi di Pemanfaatan
menggunakan
Masjid Al Akbar Surabaya
dengan
wawancara mendalam (Depth Interview).
pertimbangan karena masjid Al Akbar
Dalam penelitian ini data yang diperoleh
merupakan tempat ibadah dan menjadi
dari hasil wawancara dengan informan
tempat
banyak
dalam bentuk rekaman informan ditranskrip
kemudian
terlebih dahulu ke dalam sebuah catatan.
dimanfaatkan oleh para pedagang kaki lima
Kemudian data hasil transkrip wawancara,
untuk berjualan di lokasi tersebut.
observasi, internet, buku, dan jurnal diolah
wisata
dikunjungi
orang,
Pada informan
religi
yang yang
penelitian ditentukan
ini
diperlukan dikumpulkan
cara
dengan
observasi
dan
ini,
penentuan
untuk kelompokkan untuk mempermudah
secara
purposive
proses
memasukkan
data
sesuai
berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang
permasalahan penelitian. Setelah itu data
dapat
dapat
membantu
Informan memberikan diperlukan
adalah
proses orang
berbagai selama
penelitian.
dikategorisasi
yang
akan
dilakukan
analisis
informasi
yang
Analisis
data
proses
untuk atas
selanjutnya
data
kemudian
tersebut. dilakukan
penelitian..
berdasarkan kategorisasi dan fokus masalah
Adapun kriteria yang digunakan peneliti
dalam penelitian, yaitu untuk mengungkap
dalam menentukan informan adalah:
faktor-faktor yang mendorong para PKL
1. Pedagang Kaki Lima Murni
untuk berjualan di area sekitar Masjid Al
2. Telah berjualan lebih dari 2 tahun di
Akbar Surabaya dan strategi adaptasi dari
kawasan Masjid Al Akbar Surabaya
para PKL untuk tetap dapat berjualan di
3. Aktif berjualan dan tergabung dalam
area sekitar Masjid Al Akbar Surabaya
Paguyuban PKL Makmur Pagesangan
tersebut.
Selain itu, peneliti juga menggunakan Snowball Sampling (bola salju) untuk
Pembahasan
menentukan informan. Dengan teknik ini,
Seperti layaknya kawasan wisata
peneliti digiring berdasarkan data dari
religi yang lain, ramainya pengunjung
informan satu ke informan lainnya hingga
Masjid Al Akbar tersebut juga membuat
data yang didapatkan mencukupi. Maksud
banyak pedagang kaki lima atau PKL yang
mencukupi yaitu data yang didapatkan
berjualan di area masjid tersebut. Awalnya,
sudah mencapai titik jenuh atau sama.
para PKL bahkan berjualan di area sekitar masjid dan berada di bawah pengelolaan AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 193
langsung manajemen Masjid Al Akbar
Surabaya dan biasa digunakan sebagai
Surabaya. Tenda-tenda yang digunakan
lahan parkir jamaah pada saat ada kegiatan-
bahkan disediakan oleh pihak manajemen
kegiatan besar di Masjid Al Akbar.
Masjid Al Akbar dengan pembayaran sewa
Pengelolaan PKL di lahan tersebut
tempat dan tenda dengan sistem infaq. Pada
dilakukan dengan alasan untuk membuka
tahun 2005, Bapak Bambang DH, walikota
lapangan
Surabaya pada waktu itu, melarang para
penghasilan baik warga Pagesangan dan
PKL berjualan di area Masjid Al Akbar.
juga menyediakan tempat berjualan bagi
Akibatnya banyak PKL yang kemudian
para PKL di sekitar Masjid Al Akbar.
berhenti berjualan dan menganggur. Selain
Untuk menempati lahan ini sejak awal, Ibu
itu banyak juga yang tetap berjualan dan
Rumiati, Ketua Paguyuban PKL Makmur
menjadi PKL “liar” di kawasan tersebut.
Pagesangan, telah mengajukan ijin kepada
Kondisi ini berlangsung sekitar 5 tahun
Pemerintah Kota Surabaya, namun tidak
hingga
dengan
ada jawaban. Dengan ketiadaan jawaban
didirikannya sentra PKL Gayungan oleh
tersebut, maka Ibu Rumiati mengambil
pihak Pemkot, para PKL mulai kembali
kesimpulan bahwa juga tidak ada larangan
dapat berjualan dengan tenang. Selain itu
untuk menempati lahan tersebut bagi PKL.
pihak masjid juga masih tetap mengelola
Terlebih tanah tersebut digunakan sebagai
PKL disekitar area sekitar Masjid Al Akbar.
sarana penghidupan bagi warga Surabaya
Namun meski telah dibuatkan sentra
serta tidak dibangun apalagi dijual. Selain
tahun
2010.
Dimulai
pekerjaan
itu
berjualan di jalan dan trotoar sekitar Masjid
memungut
Al Akbar. Melihat hal tersebut, Ibu Siti
jumlahnya saat ini untuk orang yang baru
Rumiati, warga Pagesangan yang juga
mencapai
menjabat sebagai Ketua Asosiasi Pedagang
pembayarannya
Kaki
Timur,
masalah uang pendaftaran ini tampaknya
berinisiatif untuk mengelola PKL yang
disembunyikan oleh Ketua Paguyuban PKL
masih “liar” dan menempatkannya di lahan
Makmur, Ibu Siti Rumiati, karena dalam
kosong seluas 10.962 meter persegi yang
keterangannya, para PKL tidak dipungut
berada 200 meter di sebelah utara Masjid
biaya pendaftaran, dan dipungut biaya
Al Akbar Surabaya. Lahan tersebut adalah
retribusi setiap harinya.
lahan
milik
(APKLI)
pemerintah
Jawa
kota
yang
diamanatkan kepada Masjid Al Akbar
Terkait
Pengurus
memberikan
PKL, tetap saja masih banyak PKL yang
Lima
pihak
dan
uang
satu
Paguyuban pendaftaran,
juta bisa
dengan
rupiah
diangsur.
syarat
juga yang
yang Namun
keharusan
warga Surabaya, tidak seperti di sentra PKL AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 194
Gayungan yang dengan ketat menerapkan
lulusan setingkat SLTA, yaitu Bapak
aturan bahwa yang berjualan harus warga
Rakidin dan Ibu Anik, sedangkan satu
Surabaya, PKL yang berjualan di lahan
orang yang terakhir, yaitu Bapak Budi,
Pemkot utara Masjid Al Akbar tidak
menyelesaikan pendidikan Sarjana S1.
semuanya orang Surabaya, namun ketika mendaftar
tetap
menggunakan
Secara umum para informan yang
KTP
diteliti telah lama menjadi pedagang kaki
Surabaya yang dipinjam dari saudara
lima (PKL) ini. Diketahui hanya satu orang
maupun
dalam
saja, yaitu Bapak Brodin, yang belum
kesehariannya,
sampai lima tahun menjadi PKL, setelah
kerabatnya.
Sedangkan
kegiatan
operasional
pengurus
Paguyuban
PKL
Makmur
sebelumnya menjadi pedagang di pasar
Pagesangan memungut iuran kebersihan
Mangga Dua Jagir.
dan keamanan sebesar tiga ribu rupiah serta
lainnya telah lebih dari lima tahun menjadi
uang
bervariasi
PKL dan bahkan salah satunya telah lebih
tergantung pemakaian dari para PKL
dari sepuluh tahun menjadi PKL, yaitu
anggotanya.
Bapak Rakidin.
listrik
yang
jumlah
Saat ini jumlah PKL yang menjadi anggota
Paguyuban
PKL
Makmur
Sedang informan
Salah seorang informan, yaitu Bapak Brodin,
meskipun
sama-sama
menjadi
Pagesangan ini telah mencapai sekitar 600
pedagang awalnya justru berdagang di
orang, yaitu sekitar 100 orang lebih
pasar sebelum akhirnya memilih menjadi
berjualan di malam hari dan sisanya
PKL di area Masjid Al Akbar karena
merupakan PKL yang berjualan pada
menurutnya menjadi PKL menjanjikan
Minggu pagi. Adapun PKL yang berjualan
penghasilan
di Minggu pagi tersebut, sebagian besar
terdapat hanya dua orang langsung sejak
merupakan PKL yang setiap harinya, pada
awal bekerja langsung memilih menjadi
malam hari, berjualan di area Markas
PKL, yaitu Ibu Lastri dan Ibu Anik.
Kodam V Brawijaya.
Sementara dua orang lainnya, yaitu Bapak
Para
PKL
yang
menjadi
yang
lebih
besar.
Selain
obyek
Rakidin dan Bapak Budi sebelumnya
penelitian ini, secara umum memiliki
pernah bekerja di sektor formal dengan
tingkat pendidikan yang beragam. Dari lima
menjadi karyawan perusahaan. Namun
orang informan yang diwawancarai peneliti,
kedua orang di atas, memiliki alasan yang
satu orang diantaranya, yaitu Ibu Lastri,
berbeda terkait keputusannya untuk menjadi
merupakan lulusan SD, satu orang lulusan
PKL. Bapak Rakidin memutuskan menjadi
SLTP, yaitu Bapak Brodin, dua orang
PKL dengan pertimbangan bahwa dengan AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 195
usianya saat itu sudah tidak memungkinkan
Adapun dua informan yang lain, yaitu
baginya untuk kembali bekerja di pabrik,
Bapak Brodin dan Bapak Budi sejak awal
sehingga dia memutuskan untuk menjadi
masuk
PKL. Berbeda dengan Bapak Rakidin yang
menempati lahan kosong milik Pemkot
terkesan terpaksa menjadi PKL karena tidak
yang dikelola Paguyuban PKL Makmur
memungkinkan kembali ke pabrik karena
Pagesangan. Selain itu kedua orang ini
faktor usia, Bapak Budi memilih menjadi
sebelumnya telah berjualan di lokasi lain.
PKL karena profesi ini justru dianggapnya
Persamaannya
lebih baik dari profesi sebelumnya sebagai
kepindahan ke lokasi Al Akbar tersebut
sales di sebuah perusahaan.
dilakukan atas informasi temannya.
ke
area
Al
antara
Akbar
langsung
keduanya
bahwa
Selanjutnya, dari kelima informan
Dari uraian di atas dapat dilihat
tersebut, tiga orang diantaranya dapat
bahwa para informan yang diteliti memiliki
dikatakan sebagai PKL “asli” area Masjid
perjalanan
Al Akbar, karena sejak awal memang telah
sebelum akhirnya sama-sama menjadi PKL
berada di area tersebut sebelum adanya
anggota
pembukaan lahan kosong sisi utara masjid
Surabaya. Ada di antaranya yang sejak awal
untuk PKL oleh warga Pagesangan. Ketiga
memang menjadi PKL dan ada juga yang
orang tersebut adalah Bapak Rakidin, Ibu
sebelumnya bekerja di sektor formal. Selain
Lastri dan Ibu Anik. Namun mereka tidak
itu juga tidak semuanya sejak awal memang
langsung berjualan di lahan kosong milik
telah berjualan di area Al Akbar, bahkan
Pemkot tersebut, melainkan di area yang
sebelum adanya pembukaan lahan kosong
lebih dekat di sekitar Masjid Al Akbar,
milik Pemkot untuk berjualan oleh warga
karena memang tempat yang saat ini belum
Pagesangan, melainkan ada juga yang baru
digunakan untuk berjualan para PKL.
masuk setelahnya, sehingga sejak masuk
Meski
area sekitar Al Akbar langsung berjualan di
demikian,
dari
ketiganya
juga
terdapat perbedaan, karena ternyata Pak
usaha
yang
Paguyuban
berbeda-beda
PKL
Makmur
lokasi tersebut.
Rakidin ketika masih di area Al Akbar merupakan
anggota
PKL
binaan
manajemen Masjid Al Akbar. Sementara
Faktor Yang Mendorong Untuk Berjualan Di Lahan Kosong Di Sisi Utara Masjid
kedua orang lainnya merupakan PKL “liar” yang berjualan di pinggir jalan sekitar masjid
Al
Akbar
sehingga
ditertibkan oleh aparat.
seringkali
Seperti diketahui, lahan kosong milik Pemkot yang diamanahkan pada Masjid Al Akbar disisi utara masjid, baru dibuka AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 196
untuk
berjualan
PKL
oleh
warga
Pagesangan sekitar pada tahun 2010. Jadi
dengan alasan bahwa area masjid harus bersih dari PKL.
baru sekitar empat tahun para PKL anggota
Alasan lain yang diungkapkan oleh
Paguyuban PKL Makmur tersebut berjualan
PKL adalah masalah kenyamanan dan
di
yang
keamanan, tanpa takut adanya penertiban
diberikan para PKL sesuai dengan adanya
dari aparat dibandingkan bila mereka masih
surat
dikeluarkan
berjualan di jalan. Masalah keamanan
bernomor
tersebut, menurut para PKL, disebabkan
300/06/436.11.9/2011 tertanggal 7 Januari.
karena adanya pengelola yang selama ini
Surat itu berisi pemberitahuan kepada
memberikan
Pedagang Kaki Lima (PKL) di utara MAS
Berikutnya adalah karena menurut mereka
dan PKL harian, mulai 16 Januari dilarang
tempat tersebut lebih rame dibandingkan di
berjualan di lokasi tersebut. Sementara
tempat jualan mereka sebelumnya, dan
menurut pedagang pada saat itu telah ada
iuran yang harus dibayarkan juga murah.
lokasi
surat
Kecamatan
tersebut.
edaran
Keterangan
yang
Jambangan
jaminan
kepada
mereka.
peringatan dari petugas sebulan sebelumnya
Dari uraian di atas dapat dijelaskan
(www.surabayapagi.com, 2011). Dari berita
bahwa faktor-faktor yang mendorong PKL
tersebut dapat diketahui bahwa PKL di
untuk memilih berjualan di lahan kosong
lahan kosong sebelah utara Masjid Al
milik Pemkot di sisi utara Masjid Al Akbar
Akbar tersebut telah ada sejak 2010.
adalah faktor kenyamanan karena tempat
Dari
keterangan
sebelumnya
yang luas, dan faktor keamanan karena ada
diketahui bahwa beberapa informan telah
jaminan dari pengelolanya. Selain itu juga
lama berjualan di sekitar Al Akbar, bahkan
karena mereka merasa bahwa berjualan
ada yang memang menjadi PKL binaan
ditempat tersebut lebih ramai dibanding
manajemen Masjid Al Akbar. Namun sejak
tempat sebelumnya dan juga iuran yang
dibukanya lahan kosong di sisi utara masjid
murah. Bahkan sejak berdirinya sentra PKL
tersebut, mereka memilih untuk pindah
di lokasi tersebut Masjid, banyak pedagang
berjualan di lokasi tersebut. Hal ini tentu
yang boyongan dari depan masjid, yang
didasari oleh berbagai alasan yang menurut
dikelola oleh manajemen masjid. Mereka
mereka akan lebih menguntungkan. Faktor
memilih bergabung ke Paguyuban PKL
yang mendorong mereka untuk berjualan di
Makmur Pagesangan karena tempatnya
lahan kosong di sisi utara Masjid Al Akbar
lebih nyaman (surabayakita.com, 2011).
tersebut antara lain adalah karena adanya pembubaran PKL yang di area masjid AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 197
Masalah Yang Dihadapi PKL Anggota Paguyuban PKL Makmur Pagesangan Sejak awal menempati lahan kosong di sisi utara Masjid Al Akbar para PKL telah
seringkali
mendapatkan
banyak
masalah seperti pengusiran yang dilakukan oleh Camat Jambangan lama, yaitu Bapak Nono Indriyatno. Ironisnya tindakan Camat Jambangan lama tersebut justru mendapat dukungan dari LKMK Jambangan. LKMK tampaknya tidak peduli dengan nasib para PKL dan berencana mengambil alih paksa pengelolaan PKL, namun mengurungkan niatnya.
Hal
ini,
didasarkan
pada
pertimbangan, tak ingin terjadi kisruh di lapangan (www.surabayapagi.com, 2011). Selanjutnya
dalam
perjalanannya,
keberadaan para PKL juga seringkali dipermasalahkan oleh pihak manajemen masjid. Awalnya hal ini didasari oleh adanya perebutan pengelolaan PKL di lahan kosong tersebut. Pada awal 2011, pasar minggu yang digelar di area lapangan masjid diperebutkan dua pihak, yakni pengelola lama yang bernaung di bawah PKLLM (PKL Lapangan Masjid), serta pihak Paguyuban PKL Makmur bentukan LKMK Pagesangan. Menurut manajemen, pihaknya tidak pernah memberikan ijin penggunaan lahan tersebut kepada Paguyuban PKL Makmur Pagesangan. Paguyuban PKL Makmur Pagesangan Surabaya, yang biasa berjualan
di area tersebut mengajukan surat izin untuk berjualan
ke
managemen
MAS
No
003/P2KLM/II/2011 tertanggal 1 Februari 2011. Namun pihak managemen MAS melalui surat No 34/E/01-MAS/II/2011 menyatakan
keberatan
atas
rencana
pedagang sebelum ada izin resmi dari Walikota Tri Rismaharini. (news.detik.com, 2011). Sementara pihak Paguyuban PKL Makmur Pagesangan merasa tidak ada larangan atas tindakan mereka menempati lahan
tersebut
penolakan
karena
pihak
tidak
Pemkot
adanya
atas
ijin
penggunaan lahan yang mereka ajukan. Karenanya
perbedaan
pandangan
tersebut, pada bulan Januari 2011, pihak sempat membuat pagar seng setinggi 2 meter agar lahan tersebut tidak lagi. Akibatnya
para
penjebolan
pedagang
pagar
melakukan
tersebut.
Sebelum
kejadian, para pedagang telah mendatangi kantor
Kecamatan
Jambangan,
namun
pihaknya tidak mengetahui hasil pertemuan pihak kecamatan dan pedagang. Para pedagang
yang
berjumlah
15
orang
memaksa masuk dan mendirikan tendatenda dagangannya, dengan cara menjebol pintu masuk bagian selatan dan utara. Peristiwa tersebut kemudian dilaporkan pihak manajemen Masjid Al Akbar ke Polsek Jambangan (news.detik.com, 2011). Konflik
yang
berujung
pada
pelaporan kepada pihak kepolisian oleh AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 198
manajemen Masjid Al Akbar tersebut
ini tidak diketahui oleh pihak Kecamatan
bukan hanya terjadi sekali. Pada tanggal 8
dan Kelurahan setempat yang notabene
Juni 2011, Direktur Utama Masjid Al
sebagai
Akbar Surabaya kembali membuat laporan
Surabaya (www.beritalima.com, 2014).
kepanjangan
tangan
Pemkot
ke Polrestabes Surabaya. Yang dilaporkan
Yang terbaru pada bulan November
adalah para pedagang kaki lima (PKL) yang
2014 kemarin, manajemen Masjid Al Akbar
berjualan di belakang MAS (PKL Makmur
Surabaya memasang gembok besar di pintu
Pagesangan). Laporan itu disebutkan jika
pagar yang menjadi pintu masuk ke lahan
para
mengganggu
yang biasa dipakai untuk berjualan para
kekhusukan beribadah bagi jamaah MAS
PKL anggota Paguyuban PKL Makmur
(surabayakita.com, 2011). Sering adanya
Pagesangan. Tidak hanya mengunci pintu
pelaporan ini dibenarkan oleh Ibu Siti
masuk ke lahan kosong yang selama ini
Rumiyati.
digunakan sebagai tempat mengais rejeki
PKL
ini
Sekitar
telah
bulan
April
lahan
para PKL ini, manajemen MAS bahkan
kosong milik Pemkot Surabaya ini juga
memasang tulisan berupa peringatan yang
pernah dipersoalkan. Kala itu berdalih turut
ditujukan ke para PKL tersebut. Peringatan
menjaga
itu berbunyi: PERINGATAN !!!! Barang
asset
2013
pemkot
Surabaya,
manajemen Masjid Al Akbar Surabaya
Siapa
memasang papan pengumuman di lahan
Diancam Hukuman Pidana.
kosong milik pemkot Surabaya yang berisi
Merusak
Kunci/Gembok
Akan
Pintu ini akhirnya dirusak oleh pihak
bahwa lahan tersebut telah di amanatkan ke
yang
manajemen Masjid Al Akbar. Paguyuban
diarahkan kepada Pengurus Paguyuban
PKL
persoalannya
PKL Makmur Pagesangan. Namun Ketua
menjadi ricuh bahkan sampai Polrestabes
Paguyuban PKL Makmur Pagesangan,
turun tangan untuk menjadi mediator
justru
(suarapubliknews.net,
Papan
manajemen sendirilah yang merusak pintu
pengumuman ini kembali dipasang pada
tersebut dan menyalahkan orang lain.
bulan April 2014, dengan tulisan Tanah
Namun
Milik
DALAM
permasalahan tersebut, para PKL umumnya
AMANAT Masjid Nasional Al Akbar
tidak mau ambil pusing dan menyerahkan
Surabaya Berdasarkan Denah Dinas Tata
semuanya kepada ketua Paguyuban PKL
Kota
Makmur Pagesangan, Ibu Siti Rumiati.
bereaksi
Pemkot
Surabaya
sehingga
2014).
Surabaya
no
188/PI/PTSK/1995.
diketahui,
menuduh
terkait
meskipun
balik
tuduhan
bahwa
dengan
pihak
berbagai
Ternyata keberadaan papan pengumuman AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 199
Strategi Adaptasi PKL Anggota Paguyuban PKL Makmur Pagesangan Untuk Tetap Dapat Berjualan Di Area Sekitar Masjid Al Akbar
Masjid maupun pihak lainnya, yaitu Pak Rakidin. Selain Pak Rakidin, PKL lainnya mengaku
tidak
pernah
berinteraksi
langsung dengan pihak manajemen. Dalam
menghadapi
berbagai
permasalahan yang terjadi dan bisa tetap bertahan di lokasi berjualan di lahan kosong sisi utara masjid, berbagai strategi telah diterapkan
oleh
para
PKL
anggota
Paguyuban PKL Makmur Pagesangan, khususnya oleh pihak pengurusnya. Dari PKL sendiri salah satu cara yang dilakukan tentunya
adalah
mempertahankan
dengan
jualannya
ngotot
ketika
ada
pihak yang mengusirnya, seperti yang dilakukan Pak Rakidin, waktu awal-awal berjualan di lokasi tersebut.
juga
selalu
berusaha
berinteraksi dengan manajemen Masjid Al Akbar untuk mencari pemecahan masalah yang terjadi. Sayangnya, interaksi tersebut, meskipun ada juga jarang terjadi. Padahal dari
pihak
Paguyuban
PKL
Makmur
Pagesangan berharap, bahwa setiap kali ada masalah, pihaknya bisa dipanggil untuk diajak berkomunikasi
Paguyuban PKL Makmur Pagesangan, juga tidak
ada
(2007)
yang
dikutip
oleh
Sugihardjo, dkk., (2012), adaptasi manusia dapat
dilihat
secara
fungsional
dan
prosesual. Adaptasi fungsional merupakan respons suatu organisme atau sistem yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi stabil (homostatis). Sejak awal berjualan di lahan kosong sisi utara masjid, PKL telah mendapat tekanan dari berbagai pihak, khususnya
dari
kecamatan
Jambangan
bersama dengan Satpol PP. Kondisi ini
PKL dan upaya untuk mengadaptasikan diri terhadap
masalah
tersebut.
Mereka
melakukan perlawanan terhadap upaya penertiban
aparat
dengan
ngotot
mempertahankan dagangannya. Terlebih bagi
mereka,
keberadaan
lahan
yang
dimiliki Pemkot adalah lahan milik umum yang digunakan untuk kebutuhan semua orang, dan mereka yakin juga berhak menempati lahan tersebut selama lahan
Selain dari pengurus, pihak PKL dari
hampir
Mulyadi
menyebabkan munculnya respon bagi para
Pihak Paguyuban PKL Makmur Pagesangan
Menurut Vayda dan Rappaport dalam
yang
berinteraksi
langsung dengan manajemen. Dari seluruh informan hanya satu orang yang mengaku ikut pertemuan dengan pihak manajemen
tersebut tidak digunakan untuk kepentingan pemerintah kota. Sedangkan merupakan dibentuk
sistem sebagai
adaptasi tingkah akibat
prosesual laku dari
yang proses
penyesuaian manusia terhadap perubahanAntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 200
perubahan lingkungan disekitarnya. Ketika
tersebut.
dalam prosesnya, aktivitas berjualan para
kenyataan
PKL terus menerus diganggu dengan
penyelesaian dari permasalahan yang ada
berbagai tindakan manajemen Masjid Al
diserahkan sepenuhnya oleh para PKL
Akbar, para PKL juga terus berusaha
kepada pengurus Paguyuban PKL Makmur.
melakukan komunikasi dengan
pihak-pihak
terkait,
baik
dengan pihak kepolisian dan pemerintah, dalam
Jambangan. untuk
hal
ini
Upaya
mencari
adalah
tersebut
solusi
dilakukan
terbaik
dari
utama bahwa para PKL akan tetap dapat terus berjualan di lahan kosong milik
lain,
dilakukan
dengan menciptakan, mengembangkan dan memelihara
hubungan-hubungan
sosial
yang telah membentuk suatu jaringan sosial. Jaringan sosial yang dimaksud dalam hal ini adalah Paguyuban PKL Makmur Pagesangan, yang memang sejak awal mengelola para PKL yang berjualan di lahan kosong milik Pemkot di sisi utara Masjid Al Akbar. Dengan berbagai alasan, seperti
pertemanan,
kekerabatan
dan
sebagainya, kemudian membuat para PKL bersama-sama
bahwa
dengan
hampir
semua
Hubungan Antara PKL Anggota Paguyuban PKL Makmur Pagesangan Dan Pihak Manajemen Masjid Al Akbar Pada Saat Ini Setelah seringkali berbenturan, saat ini sudah terdapat pengertian antara pihak manajemen Masjid Al Akbar dengan para PKL yang tergabung dalam Paguyuban PKL Makmur Pagesangan. Hal ini berarti bahwa
Pemkot tersebut. adaptasi
dibuktikan
Camat
permasalahan yang terjadi, dengan tujuan
Strategi
ini
dan koordinasi
manajemen Masjid Al Akbar, maupun
yang
Hal
bergabung
dan
menjadi
anggota Paguyuban PKL Makmur. Dalam prakteknya, jaringan sosial ini merupakan strategi adaptasi yang paling efektif dari para PKL untuk tetap berjualan di lahan
pihak
manajemen
mempermasalahkan
tidak
penempatan
lagi lahan
kosong tersebut oleh para PKL. Hal ini juga didukung dengan pernyataan manajemen yang dimuat di media. Hendro Dirut Manajemen Masjid Al Akbar Surabaya saat dikonfirmasi
media
mengatakan,
manajemen Masjid Al Akbar Surabaya tidak mempermasalahkan para PKL untuk berdagang di lahan kosong samping Masjid Al Akbar Surabaya. Bahkan, kepada para pedagang yang biasa berdagang di lahan tersebut, diminta untuk tetap melakukan aktivitasnya
itu
(surabayaupdate.com,
2014). Hanya
saja
seperti
yang
sudah
berjalan selama ini, PKL harus libur ketika lahan tersebut dibutuhkan untuk parkir bila AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 201
pada waktu-waktu tertentu lahan parkir di
Al
dekat Masjid Al Akbar tidak mencukupi.
berjalannya waktu, banyak juga para PKL
Bahkan menurut Bapak Rakidin sebenarnya
yang
ada wacana dari Pemkot untuk menjadikan
Manajemen masjid Al Akbar Surabaya,
lokasi tersebut sebagai sentra PKL terbesar
salah satunya adalah kelompok PKL yang
se Surabaya, namun rencana tersebut
berjualan di lahan kosong seluas 10.962
ditolak manajemen karena kebutuhan lahan
meter persegi yang berada 200 meter di
parkir tersebut. Meski begitu pihak Ketua
sebelah utara Masjid Al Akbar Surabaya.
Paguyuban
Pagesangan
Kelompok PKL tersebut dikelola oleh
sendiri juga menyatakan bahwa mereka
warga Pagesangan dalam wadah Paguyuban
cukup tahu diri untuk libur ketika memang
PKL Makmur Pagesangan.
PKL
Makmur
Akbar
lahan tersebut dibutuhkan.
Surabaya.
berjualan
di
Namun
luar
seiring
pengelolaan
Dalam perjalanannya, keberadaan
Dengan demikian tampaknya segala
Paguyuban PKL Makmur Pagesangan yang
permasalahan terkait penggunaan lahan
menempati lahan Pemkot ini mengalami
kosong milik Pemkot di sisi utara Masjid Al
banyak sekali permasalahan, utamanya
Akbar tersebut sudah dapat sudah dapat
terkait dengan status lahan milik Pemkot
diselesaikan oleh semua pihak yang terkait.
yang diamanatkan kepada Masjid Al Akbar
Hal ini terjadi karena sudah terbukanya
Surabaya
komunikasi setelah adanya pertemuan yang
tersebut
dilakukan antara pihak manajemen dengan
manajemen untuk merebut pengelolaan
pengelola PKL Makmur Pagesangan, yang
PKL di lahan tersebut yang dipegang oleh
juga
warga
dihadiri
dari
pihak
Kecamatan
Jambangan dan juga Polrestabes.
tersebut. ini
Berbagai
ditengarai
Paguyuban
masalah
sebagai
PKL
upaya
Makmur
Pagesangan. Karena sejak adanya PKL tersebut, tempat ini selalu ramai dan
SIMPULAN
mampu mengundang banyak pengunjung.
Sebagai salah satu tujuan wisata religi
Bahkan sejak berdirinya sentra PKL di
di Surabaya, Masjid Al Akbar Surabaya
lokasi tersebut Masjid, banyak pedagang
yang selalu ramai pengunjung, menarik
yang pindah dari depan masjid, yang
minat banyak pedagang kaki lima atau PKL
dikelola oleh manajemen masjid. Mereka
yang berjualan di area masjid tersebut.
memilih bergabung ke Paguyuban PKL
Awalnya, para PKL bahkan berjualan di
Makmur Pagesangan karena tempatnya
area sekitar masjid dan berada di bawah
lebih nyaman.
pengelolaan langsung manajemen Masjid AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 202
Dalam
menghadapi
berbagai
lahan parkir di dekat Masjid Al Akbar tidak
permasalahan yang terjadi dan bisa tetap
mencukupi. Meski begitu pihak Ketua
bertahan di lokasi berjualan di lahan kosong
Paguyuban
sisi utara masjid, strategi yang diterapkan
sendiri juga menyatakan bahwa mereka
oleh para PKL anggota Paguyuban PKL
cukup tahu diri untuk libur ketika memang
Makmur Pagesangan salah satunya adalah
lahan tersebut dibutuhkan.
PKL
Makmur
Pagesangan
dengan melakukan perlawanan, dengan ngotot
mempertahankan
daganganya,
dengan menjebol pagar seng yang dipasang, maupun dengan memindahkan pintu yang
Daftar Pustaka Alisyahbana. 2005. Marginalisasi Sektor Informal Perkotaan. Surabaya: ITS Press.
digembok tanpa merusak gembok yang dipasang. Strategi adaptasi lain, dilakukan dengan menciptakan, mengembangkan dan memelihara
hubungan-hubungan
sosial
yang telah membentuk suatu jaringan sosial.
Jaringan
sosial
ini
merupakan
strategi adaptasi yang paling efektif dari para PKL untuk tetap berjualan di lahan tersebut. kenyataan
Hal
ini
bahwa
dibuktikan hampir
dengan semua
penyelesaian dari permasalahan yang ada diserahkan sepenuhnya oleh para PKL kepada pengurus Paguyuban PKL Makmur. Saat ini sudah terdapat pengertian
Fachrina, Rama Yani and Damsar. 2010 Jaringan Sosial Dalam Masyarakat Nelayan (Studi terhadap Keluarga Nelayan Miskin di Desa Pasir Baru Kec. Sungai Limau). Project Report. Lembaga Penelitian Universitas Andalas Gerungan. 1991. Psikologi Bandung: Eresco.
Sosial.
Kaplan, David. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kurniadi, Tri dan Hessel Nogi S. Tangkilisan. 2001. Ketertiban Umum & Pedagang Kaki Lima Di DKI Jakarta : Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Yayasan Pembaharuan Administrasi Publik
antara pihak manajemen Masjid Al Akbar dengan para PKL yang tergabung dalam Paguyuban PKL Makmur Pagesangan. Pihak
manajemen
mempermasalahkan
tidak penempatan
lagi
Manning, Chris dan Effendi, Tadjuddin Noer. 1991. Urbanisasi, Pengangguran dan Sektor Informal di Kota. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
lahan
kosong tersebut oleh para PKL. Hanya saja seperti yang sudah berjalan selama ini, PKL harus libur ketika lahan tersebut dibutuhkan
Maryatmo, R. dan Susilo, YS. 1996. Kumpulan Tulisan Dari Masalah Usaha Kecil Sampai Masalah Ekonomi Makro. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.
untuk parkir bila pada waktu-waktu tertentu AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 203
Safaria, Anne Friday; Dadi Suhanda dan Selly Riawanti. 2003. Hubungan Perburuhan Di Sektor informal. Bandung: Yayasan AKATIGA. Sugihardjo, Eny Lestari, Agung Wibowo. 2012. Strategi Bertahan Dan Strategi Adaptasi Petani Samin Terhadap Dunia Luar (Petani Samin Di Kaki Pegunungan Kendeng Di Sukolilo Kabupaten Pati). SEPA. Vol. 8 No. 2 Februari 2012. Hal 51 – 182. Suriatmi. 2005. Perdagang Kaki Lima Sebagai Dampak Sosial Dari Peningkatan Jumlah Pengangguran Di Kota Bogor. Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005 Sumber Internet:
Manajemen Masjid Al-Akbar Kembali Usik PKL Pagesangan. Senin, 03 November 2014. http://suarapubliknews.net/index.ph p/peristiwa-6/item/2595manajemen-masjid-al-akbarkembali-usik-pkl-pagesangan diakses 2 Desember 2014) Manajemen Masjid Al Akbar Surabaya Arogan. 4 Oktober 2011. http://surabayaupdate.com/manajem en-masjid-al-akbar-surabayaarogan/ (diakses 2 Desember 2014) Redaksi Surabayakita. PKL Masjid Al Akbar Dilaporkan Ke Polisi. Rabu, 08 Juni 2011http://surabayakita.com/index.p hp?option=com_content&view=arti cle&id=2653:pkl-masjid-al-akbardilaporkan-kepolisi&catid=25&Itemid=2. (diakses 5 Oktober 2014)
Camat Jambangan Usir Pedagang MAS. Senin, 10 Jan 2011. http://www.surabayapagi.com/index .php?read=Camat-Jambangan-UsirPedagangMAS;3b1ca0a43b79bdfd9f9305b81 2982962a73fe4f41b7a76e61338eb6 6786c384d (diakses 9 September 2014) Haryono, Aan. 80.568 warga Surabaya masih pengangguran. http://ekbis.sindonews.com/read/76 3561/34/80-568-warga-surabayamasih-pengangguran-1374398927 (diakses 9 September 2014) Jajeli, Rois. Lahan Parkir Masjid Al Akbar Diserobot PKL, Polisi Diam Saja. Rabu, 02 Februari 2011. http://news.detik.com/surabaya/read /2011/02/02/121724/1558852/466/la han-parkir-masjid-al-akbardiserobot-pkl-polisi-diam-saja (diakses 6 Mei 2014) AntroUnairdotNet, Vol.IV/No.2/Juli 2015, hal 204