PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGADAAN SEPTIC TANK KOLEKTIF DI WILAYAH DAS CITARUM
RADHA SANTUNNIA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Radha Santunnia NIM. I34110016
ABSTRAK RADHA SANTUNNIA. Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic Tank Kolektif di wilayah DAS Citarum. Dibimbing oleh ARYA HADI DHARMAWAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif dua komunitas (Hulu dan Tengah). Penelitian ini juga akan melihat hubungan antara faktor-faktor internal dan eksternal terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif dibantu dengan data kualitatif. Pengambilan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner dan data kualitatif didapatkan melalui wawancara mendalam dengan informan. Hasil penelitian memperlihatkan perbedaan tingkat partisipasi di kedua tempat penelitian. Wilayah Hulu tingkat partisipasi masyarakat tergolong tinggi, sedangkan di Wilayah Tengah tingkat partisipasi masyarakat tergolong sedang. Wilayah Hulu, tingkat partisipasi berhubungan dengan lama bergabung dalam komunitas, jenis kelamin, peran pemimpin, hubungan dalam komunitas dan keteladanan pemimpin. Di wilayah Tengah, hanya faktor internal yang memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Faktor-faktor internal tersebut antara lain, usia, lama bergabung dalam komunitas dan tingkat pendidikan. Kata Kunci : Tingkat Partisipasi, Komunitas, DAS Citarum ABSTRACT RADHA SANTUNNIA. Community Participation in Program of Creating Collective Septic Tank at DAS Citarum Areas. Supervised by ARYA HADI DHARMAWAN. The purpose of this research is to analyze the level of community participation in program of creating collective septic tank in two communities (Upper and Middle). This research will also see the relationship between internal and external factors to the level of community participation. This research was conducted using quantitative method assisted with qualitative data. Quantitative approach performed using questionnaire and qualitative data obtained through interviews with informants. The research's results showed differences in the level of participation in both research sites. In the upper region the community participation rate is high, while in the central region the rate is moderate. Upper region, the level of participation was affected by duration of joining the community, gender, the role of leaders, community relations and exemplary leader. In the Central region, only the internal factors that have a relationship with the level of community participation. Those internal factors are age, duration of joining the community and education level. Keywords: Level of Participation, Community, Citarum Watershed
4
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGADAAN SEPTIC TANK KOLEKTIF DI WILAYAH DAS CITARUM
RADHA SANTUNNIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi Nama NIM
: Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum : Radha Santunnia : I34110016
Disetujui oleh
Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, MSc.Agr Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ________________
6
7
PRAKATA Alhamdulilah, segala Puji dan Syukur hanya untuk Allah SWT. Berkat rahmat, Hidayah dan Izin-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian dan laporan skripsi berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif di Wilayah DAS Citarum” dengan baik. Penulis menyadari dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis ingin memberikan ucapan terimakasih kepada : 1. Dr Ir Arya Hadi Dharmawan, M.sc. Agr selaku dosen pembimbing. Terimakasih untuk segala nasihat, masukan dan arahannya bagi penulis selama proses penelitian. 2. Keluarga penulis Bapak Edi Susanto, Mama Sri Yatun, Adik Estoe Arif Wibowo dan Adik Annisa Asta Izah yang menjadi motivasi terbesar penulis dalam menjalani proses pendidikan ini. Terimakasih untuk waktu, kasih sayang, nasihat dan doa yang dipanjatkan bagi penulis. 3. Fady Noor Ilmi, Ipah, Garry, Bapak Yoga dan anggota Komunitas WPL yang membantu penulis dalam proses pengambilan data. Seluruh masyarakat Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak yang sudah menerima penulis dengan baik. 4. Keluarga besar KIR 27, Advokasi BEM TPB Madani, Sosling BEM FEMA Trilogi, Sosling BEM FEMA Mozaik Tosca, INDEX 2014, dan Jejak Sepatu yang memberikan penulis banyak pengalaman, pelajaran hidup dan keluarga baru. 5. Fatimah Azzahra, Siska Erma Lia dan Akselerasi 48, sahabat seperjuangan di tingkat akhir. Sahabat yang siap membantu, menampung keluh kesah dan kebahagiaan bersama. 6. Nihayatul F Alhasaniy, Dwi Setiyaningsih, Fitri Rabbani, Nanda Karlita, Afiefah M, Soraya F dan keluarga besar SKPM 48, teman yang selalu menemani penulis selama masa kuliah. 7. Fadila dan Kirana Fajar Rahmah terimakasih untuk setiap obrolan di dunia nyata dan maya. Teman diskusi yang selalu memberikan dukungan, doa dan semangat. Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca. Kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan. Bogor, Januari 2015
Radha Santunnia I34110016
8
vii
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisi Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM Desa Nanjung, Kampung Dara Ulin Desa Rancamanyar, Kampung Cilebak PROFIL KOMUNITAS WARGA PEDULI LINGKUNGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGADAAN SEPTIC TANK KOLEKTIF Tingkat Partisipasi Tahap Perencanaan Tingkat Partisipasi Tahap Pelaksanaan Tingkat Partisipasi Tahap Pemanfaatan Hasil Tingkat Partisipasi Tahap Evaluasi dan Monitoring Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Partisipasi di Wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin) Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Partisipasi di Wilayah Tengah (Kampung Cilebak) ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL (KARAKTERISTIK INDIVIDU) DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Hubungan Usia Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat Hubungan Jenis Kelamin Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat Hubungan Tingkat PendidikanTerhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat Hubungan Tingkat Lama Bergabung Komunitas Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL (KOMUNITAS) TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Peran Pemimpin dalam Program Pengadaan septic Tank kolektif Hubungan anggota Komunitas dalam Program Pengadaan Septic Tank
ix x xi 1 1 3 4 4 6 6 13 14 14 17 17 17 18 21 21 23 25 33 33 38 42 45 47 51 55 56 58 60 61 65 65 69
viii
kolektif Keteladanan Pemimpin dalam Program Pengadaan Septic Tank kolektif PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
73 75 75 76 77 79 93
ix
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Metode pengumpulan data Jumlah penduduk menurut wilayah RW dan jenis kelamin di desa Nanjung tahun 2011 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat perencaaan di Kampung Dara Ulin dan Cilebak tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut keterlibatan dalam rapat perencanaan pembangunan septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pelaksanaan di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat evaluasi dan monitoring di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi masyarakat di Kampung Dara Ulin tahun 2014 Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi masyarakat di wilayah tengah (Kampung Cilebak) tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi responden dan usia di Kampung Dara Ulin tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan usia di Kampung Cilebak tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan jenis kelamin di Kampung Dara Ulin tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan jenis kelamin di Kampung Cilebak tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan tingkat pendidikan di Kampung Dara Ulin tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat pendidikan di Kampung Cilebak tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat lama bergabung dalam komunitas di Kampung Dara Ulin tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat lama bergabung dalam komunitas di Kampung Cilebak tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat peran pemimpin di Kampung Dara Ulin tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat hubungan dalam komunitas di Kampung Dara Ulin tahun 2014 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan tingkat keteladanan pemimpin di Kampung Dara Ulin tahun 2014
18 22 34
36 38 45 48 51 56 57 58 59 60 61 62 63 66 70 73
x
DAFTAR GAMBAR 1 2
Kerangka Pemikiran Persentase responden menurut keterlibatan dalam penentuan letak, sistem dan jalur pemipaan septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 3 Persentase responden menurut keterlibatan dalam pelaksanaan program septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 4 Persentase responden menurut alasan mengikuti aktivitas lingkungan dari WPL di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 5 Jumlah RT dalam penggunaan pembuangan limbah rumah tangga di Kampung Dara Ulin tahun 2005 6 Persentase responden menurut penggunaan fasilitas septic tank komunal di Kampung dara Ulin dan Cilebak 7 Jumlah responden berdasarkan kategori tingkat partisipasi masyarakat dalam aktivitas septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 8 Persentase persepsi responden menurut persepsi keberadaan sosok pemimpin di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 9 Persentase responden menurut persepsi peranan pemimpin program septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 10 Persentase responden menurut masalah yang dirasakan dalam kelompok di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 11 Persentase responden menurut pendapatnya dalam kelompok di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 12 Persentase responden menurut tingkat interaksi antar anggota di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014
13
37 39 41 42 43
47 67 68 71 71 72
xi
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Peta Lokasi Tabel Pelaksanaan Penelitian tahun 2014-2015 Kuesioner Penelitian Panduan Wawancara Mendalam Kerangka Sampling dan Data Responden Dokumentasi Kegiatan Lapang
80 81 82 87 89 90
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma pembangunan pada zaman orde baru menjunjung tinggi nilainilai sentralisasi. Pendekatan sentralistik yang digunakan seringkali dilandaskan kepada argumentasi seolah-olah ia merupakan konsekuensi dari sistem negara kesatuan (Haris et al. 2007) Sentralisasi mengutamakan penyeragaman program dan kebijakan daerah yang diatur langsung oleh pemerintah, sehingga menambah kuatnya ketergantungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat (Basri 2003). Sistem ini lama kelamaan membawa dampak yang kurang baik bagi masyarakat Indonesia. Terabaikannya pemikiran lokal dalam perencanaan kebijakan pemerintahan termasuk dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya alam. Puncaknya, inflasi dan krisis ekonomi akut yang dialami Indonesia disinyalir juga merupakan dampak dari sistem sentralisasi ini. Pemerintah pusat terlalu banyak mengurusi masalah daerah yang sebenarnya dapat diatasi oleh pemerintah daerahnya sendiri. Atas dasar inilah muncul UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah. Munculnya UU Otonomi Daerah ini diharapkan mampu memberdayakan pemerintah daerah dalam mengurus wilayahnya sendiri. Pemerintah daerah dipandang sebagai pihak yang lebih mengetahui karakteristik dari masyarakat dan wilayahnya. Penyelesaian masalah yang terjadi dapat melalui pendekatan budaya yang dianut di tiap wilayah. Harapan indah otonomi daerah ternyata tak tampak pada sistem pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada praktiknya, telah terjadi perubahan yang cukup mendasar dalam pengelolaan DAS yang awalnya diatur dalam UU No. 5 Tahun 1974 menjadi UU No. 22 Tahun 1999. Setelah implementasi otonomi daerah pengelolaan sumberdaya alam DAS dilakukan secara terfragmentasi. Masing-masing daerah mengelola sendiri sumberdaya alam (SDA) yang ada di daerahnya (Suwarno et al. 2011). Peraturan tersebut diperkuat dengan munculnya UU No. 32 Tahun 2009 pasal 13 ayat 3 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal ini menegaskan bahwa pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup merupakan tanggung jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan penanggung jawab usaha/kegiatan sesuai dengan kewenangan dan peran masing-masing. Kecenderungan pemerintah daerah adalah berupaya menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan termasuk sumberdaya DAS. Pengelolaan DAS selama ini memperlihatkan bahwa lembaga pengelolaan DAS hanya bekerja pada batas administrasi tertentu. Penyimpangan ini terjadi karena lemahnya pengawasan terhadap kebijakan daerah yang awalnya berusaha untuk menyesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Serta belum berfungsinya kelembagaan yang melakukan pengawasan dan partisipasi masyarakat dalam sistem pengelolaannya. Regulasi dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berubah secara fundamental menyebabkan banyak permasalahan. Salah satunya adalah kerusakan dari sistem Daerah Aliran Sungai atau DAS. Sungai merupakan sumberdaya bersama atau biasa disebut common pool resources (CPR). Persoalan konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya
2
alam adalah masalah klasik yang selalu menjadi wacana penting pengelolaan CPR (Dharmawan 2003). Konflik kepentingan inilah yang seringkali menjadi akar masalah dalam pengelolaan sumberdaya DAS. Hal tersebut menyebabkan kerusakan DAS. Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat, Indonesia. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum seluas 12 000 km2 meliputi 12 wilayah administrasi kabupaten/kota antara lain Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, Kota Bandung, Kota Bekasi dan Kota Cimahi 1. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 dan PU.124/KPTS/1984 Tahun 1984 tanggal 4 April 1984 tentang Penanganan Konservasi Tanah dalam Rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas, DAS Citarum termasuk dalam 22 DAS prioritas di Indonesia. 2 Urutan DAS disusun berdasarkan skoring seperti luasnya lahan yang kritis, tingginya erosi, sedimentasi, tekanan pertumbuhan penduduk, pengamatan bendungan vital, daerah miskin dan tertinggal, rawan banjir, daerah tangkapan air (DTA) bawah tanah, dan pengamanan hutan lindung. DAS Citarum masuk kedalam DAS golongan prioritas I, dimana kategori ini menunjukkan adanya desakan untuk segera mengadakan pengelolaan untuk keberlanjutan dari DAS. DAS Citarum merupakan DAS yang penting peranannya dalam kehidupan masyarakat. Sungai Citarum merupakan pasokan air bersih ke kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Sungai Citarum juga menjadi sumber pengairan bagi 240 ribu hektare areal persawahan di wilayah Jakarta, Kabupaten/kota Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu. Beberapa penelitian baik dari instansi pemerintahan maupun akademisi hasilnya mengindikasikan bahwa DAS Citarum mengalami keracunan limbah berat dan kualitas air memasuki kualitas IV atau hanya dapat digunakan untuk irigasi bukan air baku minum. Hal ini dikarenakan kontribusi terbesar dalam pembangunan Jawa Barat secara makro didominasi oleh sektor industri pengolahan (60% berlokasi di Jawa Barat) yang akhirnya berimplikasi pada sistem hidrologi3. Pengelolaan DAS terpadu pada dasarnya merupakan peran partisipatif dari berbagai pemangku kepentingan dalam memanfaatkan sumberdaya alam pada tingkat DAS. Pemangku kepentingan seharusnya menyadari betapa pentingnya peranan partisipasi masyarakat dalam sebuah kelembagaan pengelolaan DAS, mulai dari perencanaan, perumusan kebijakan, pelaksanaan hingga pemungutan manfaat (Halimatusadiah 2011). Kondisi sungai Citarum yang semakin parah ternyata membangun pemikiran warga Citarum yang ingin menyelamatkan kondisi Citarum. Warga Peduli Lingkungan (WPL) merupakan komunitas yang 1
Artikel di Citarum.org berjudul “Fakta Tentang Citarum” diakses pada 6 Juni 2014 pukul 22.51 di http://www.citarum.org/node/193 2 Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 19/1984, KH. 059/KPTS-II/1984 dan PU.124/KPTS/1984 tentang Penanganan Konservasi Tanah Dalam Rangka Pengamanan Daerah Aliran Sungai Prioritas diakses pada tanggal 5 Juni 2014 pukul 22.56 di www.hukumonline.com 3 Artikel di Citarum.org berjudul “Kondisi Sungai Citarum Saat Ini” diakses pada 6 Juni 2014 pukul 23.00 di http://citarum.org/upload/upload/fact%20sheet%20citarum%20100325.doc
3
berusaha meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan membangun kesadaran serta inisiatif lokal untuk memerangi polusi sungai yang diakibatkan oleh perilaku buruk masyarakat. Septic tank kolektif merupakan salah satu program yang di inisiasi oleh komunitas WPL bagi masyarakat bantaran sungai Citarum. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sistem sanitasi yang baik. Masyarakat masih banyak yang belum memiliki MCK. Mereka Buang Air Besar (BAB) di kebun bahkan di sungai. Kegiatan ini memperburuk kondisi dan kualitas air sungai Citarum. Mereka pun tahu, Sungai Citarum sebagai sumber air mereka sehari-hari. Ironisnya, warga mengkonsumsi air tercemar tersebut sehingga menimbulkan berbagai jenis penyakit. Keberhasilan program penyelamatan sungai ditentukan oleh partisipasi aktif dari masyarakat sekitar untuk mempertahankan keberadaan dan kebermanfaatan dari program penyelamatan sungai. Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian lebih jauh mengenai Partisipasi Masyarakat dalam Aktivitas Penyelamatan Lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS). Masalah Penelitian Implementasi UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah membuat sistem pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi terfragmentasi berdasarkan wilayah administratif. Slogan“One river, one plan, one management” dalam kelembagaan pengelolaan DAS tidak berjalan dengan baik. Peran strategis pemerintah daerah dalam mengendalikan pengelolaan DAS untuk menjaga keseimbangan ekologisnya ternyata tidak berdampak banyak. Pemerintah daerah justru menjadikan wilayah DAS sebagai ladang untuk meningkatkan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) dan terkesan melupakan kebutuhan ekologis. Banyak program yang dilakukan oleh pemerintah untuk menyelamatkan kondisi DAS dari kerusakan lingkungan yang semakin hari justru semakin sulit diatasi (Fauzia dan Nasyiah 2005). Program yang dijalankan seringkali mempertajam konflik sosial antar stakeholder terkait. Masyarakat sebagai pemangku kepentingan dalam sistem pengelolaan DAS juga memiliki peranan penting. Partisipasi aktif masyarakat menjadi salah satu indikator dalam keberhasilan aktivitas penyelamatan sungai yang dilihat melalui keberlanjutan sistem DAS. Penelitian Hidayat (2010) menunjukkan bahwa pengelolaan DAS terpadu membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat yang tinggal di wilayah DAS. Masyarakat harus terlibat mulai dari sesi perencanaan sampai pada evaluasi dan monitoring. Peran pemangku kepentingan menjadi hal yang sangat strategis karena pengelolaan DAS sangat bergantung pada individu/kelompok/organisasi/kelembagaan yang mengelolanya (Halimatusadiah 2011). Terbentuknya komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) lingkup DAS Citarum merupakan inisiatif dari salah satu masyarakat yang tinggal di wilayah DAS Citarum. Aktivitas dari komunitas ini adalah penyadaran kepada masyarakat dan menjaga kelestarian sungai Citarum. Dalam pelaksanaan aktivitas penyelamatan sungai sangat dibutuhkan partisipasi masyarakat sebab masyarakatlah yang hidup dekat dengan sungai. Program pengadaan septic tank kolektif merupakan upaya WPL dalam menjaga kondisi lingkungan DAS Citarum
4
serta membangun kesadaran kritis dari masyarakat. Melalui program ini, diharapkan masyarakat dapat menyadari pentingnya memiliki sistem sanitasi yang higienis. Program pengadaan septic tank kolektif juga sebagai upaya menghentikan kebiasaan buruk masyarakat Buang Air Besar (BAB) di sungai. Tujuan ini tidak akan terwujud tanpa melibatkan peran penting masyarakat. Pengadaan septic tank kolektif dilaksanakan di dua tempat berbeda. Kedua wilayah ini memiliki struktur sosial dan karakteristik masyarakat yang berbeda. Kondisi tersebut memungkinkan adanya perbedaan partisipasi masyarakat dalam program tersebut. Penting bagi komunitas WPL mengetahui kondisi masyarakat dan berupaya meningkatkan partisipasi masyarakat untuk keberlanjutan program septic tank kolektif ini. Penulis bermaksud meneliti keterlibatan masyarakat dalam program inisiasi komunitas WPL dalam hal: 1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif di kedua komunitas? 2. Bagaimana hubungan faktor-faktor internal (karakteristik individu) terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif di kedua komunitas? 3. Bagaimana hubungan faktor-faktor eksternal (komunitas) terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif di kedua komunitas? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut : 1. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif di kedua komunitas dilihat melalui empat tahapan partisipasi. 2. Menganalisis hubungan faktor-faktor internal (karakteristik individu) terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank di kedua komunitas. 3. Menganalisis hubungan faktor-faktor eksternal (komunitas) terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif di kedua komunitas. Kegunaan Penelitian 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan literatur mengenai topik terkait. 2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai salah satu program penyelamatan kondisi DAS Citarum yang dilaksanakan Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL), sehingga
5
mampu memberikan inspirasi bagi terbentuknya komunitas peduli DAS di wilayah lainnya. 3. Bagi komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL), penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran sosial masyarakat binaan Komunitas WPL dan kondisi keberlanjutan program. Penelitian dapat menjadi gambaran bagi komunitas dalam pengembangan program melalui partisipasi masyarakat.
6
7
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka
Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut dan ke danau (Effendi 2008). Batas suatu DAS tidak hanya batas di permukaan tanah saja tetapi juga terdapat batas didalam tanah, dimana batas keduanya tidak selalu bersesuaian. Batas di dalam tanah (dibawah permukaan tanah) relatif lebih sulit ditetapkan dan cenderung bersifat dinamis, sehingga dalam kegiatan praktis, batas suatu DAS haya menggunakan batas di permukaan tanah, yang bersifat definitif untuk aliran permukaan dan bersifat indikatif untuk aliran di dalam tanah. Secara institusional Kartodihadjo et al. (2004) mendefinisikan DAS sebagai sumberdaya alam berupa stock dalam ragam kepemilikan dan berfungsi sebagai penghasil barang dan jasa, baik bagi individu dan/atau kelompok, masyarakat maupun bagi publik secara luas serta menyebabkan saling ketergantungan atau interdependensi antar pihak, individu dan/atau kelompok masyarakat serta antar lembaga. Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan/ institutional arrangement (Suharno 2005). Berdasarkan pengertian para ahli, dapat dikatakan pula bahwa DAS merupakan suatu cakupan wilayah dimana air hujan yang jatuh diwilayah tesebut akan mengalir ke area sungai. DAS merupakan suatu keutuhan dari berbagai wilayah administratif yang dalam penanganannya tidak bisa dipisahkan secara bagian sektor, harus menjadi satu kesatuan. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah serangkaian kegiatan dengan berbagai area yang terkait dengan penuh pertimbangan untuk mencapai suatu tujuan. Pengelolaan daerah aliran sungai bertujuan untuk memberikan manfaat yang maksimal dan berkesinambungan bagi kelestarian dan kesejahteraan manusia. Pengelolaan DAS terpadu didefinisikan oleh Cahyono et al (2003) sebagai proses formulasi dan implementasi suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan memperhitungkan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan faktor institusi yang ada di DAS tersebut dan sekitarnya untuk mencapai tujuan sosial yang lebih spesifik. Pengelolaan DAS merupakan suatu tata aturan dalam mengolah, menjaga,
8
melestarikan serta mempertahankan keberadaan sumberdaya DAS yang dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi, politik dan kebudayaan setempat. Ruang lingkup pengelolaan DAS secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian, implementasi/pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap upaya-upaya pokok berikut : 1. Pengelolaan ruang melalui usaha pengaturan penggunaan lahan (landuse) dan konservasi tanah dalam arti yang luas. 2. Pengelolaan sumberdaya air melalui konservasi, pengembangan, penggunaan dan pengendalian daya rusak air. 3. Pengelolaa vegetasi yang meliputi pengelolaan hutan dan jenis vegetasi terestria1 lainnya yang memiliki fungsi produksi dan perlindungan terhadap tanah dan air. 4. Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia termasuk pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS. Bentuk pengelolaan daerah aliran sungai di berbagai wilayah juga beragam. Pada penelitian Sumarna et al. (2010), masyarakat Kampung Kuta memanfaatkan kearifan lokal yang mereka miliki untuk melakukan pengelolaan sumberdaya airnya. Upaya masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian dari air mereka dengan melakukan konservasi hutan dan pengendalian daya rusak air. Kearifan lokal yang diterapkan dalam masyarakat Kuta sangat berhasil dalam menjaga kelestarian sumberdaya air di wilayah Kuta, lain halnya dengan yang terjadi di Danau Tondano, masyarakat Danau Tondano melakukan pengelolaan DAS melalui pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia dalam ikut berperan dalam upaya pengelolaan DAS. Pada penelitian Umboh dan Pangemanan (2002) dikatakan bahwa riset ini dilakukan dengan action research terhadap penerapan pupuk organik EM-plus yang berfokus pada peran perempuan sebagai penggerak utama. Perempuan sebagai fokus dalam penlitian ini diberikan pelatihan dan pendidikan tentang pupuk ramah lingkungan. Perempuan yang diberikan pendidikan merasa statusnya lebih tinggi dari sebelumnya. Nasdian (2005) menyebutkan bahwa tujuan pengelolaan DAS meliputi : (1) terjaminnya penggunaan sumberdaya alam yang lestari; (2) tercapainya keseimbangan ekologis lingkungan sebagai sistem penyangga kehidupan; (3) terjaminnya kuantitas dan kualitas air sepanjang tahun; (4) mengendalikan aliran permukaan banjir; dan (5) mengendalikan erosi tanah dan proses degradasi lahan lainnya. Kartodihardjo et al. (2004) mengatakan, pengelolaan DAS dikatakan telah efektif jika tujuan manajemen dapat dicapai bersamaan dengan peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat penghuninya. Keberhasilan pengelolaan DAS akan lebih mudah jika : 1. Sumberdaya di dalam DAS menghasilkan manfaat yang besar. 2. Peluang pendapatan masyarakat lokal sejalan dengan aktivitas rehabilitas DAS 3. Hak atas lahan (tenureship) jelas, terjamin dan terdistribusi dengan adil 4. Ada insentif bagi mereka yang bersedia mengorbankan manfaat jangka pendeknya (manfaat individu) untuk memperoleh manfaat jangka panjang (manfaat sosial) dan 5. Adanya kerjasama antar pemangku kepentingan pengelolaaan DAS.
9
Upaya Penyelamatan wilayah DAS Kualitas Lingkungan hidup sangat bergantung dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia. lingkungan yang baik akan menciptakan daya dukung lingkungan yang mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya (Hardoyono 2009). Hardoyono (2009) menilai bahwa selama ini proses pembangunan manusia lebih banyak ditujukan bagi pembangunan fisik dan ekonomi, dan kegiatan pembangunan tersebut seringkali menimbulkan penurunan kualitas lingkungan hidup. Alokasi anggaran pemerintah dalam upaya penyelamatan kualitas lingkungan hidup sangatlah minim, sedangkan seluruh dunia kini mengalami masalah yang sama dengan bumi yang ditempatkan saat ini. Bencana, wabah penyakit, penurunan kuantitas lahan hijau sampai pada global warming issues. Masalah ini pun yang terlihat dalam skala wilayah yang spesifik seperti DAS. Wilayah DAS kini banyak dijadikan lahan pembangunan ekonomi. Berkembangnya industrialisasi di wilayah hulu menjadi bencana di wilayah hilir. Suganda et al. (2009) menyebutkan bencana yang banyak terjadi di wilayah hulu adalah erosi, tanah longsor dan sedimentasi. Bencana ini terjadi karena salah satu sebab adanya eksploitasi negatif lingkungan seperti pembangunan pemukiman seperti halnya yang terjadi di wilayah situ Gintung. Menanggapi masalah lingkungan yang banyak terjadi khususnya di wilayah DAS, saat ini banyak aksi kemasyarakatan yang mengusung tema-tema penyelamatan sungai. Upaya penyelamatan sungai menjadi titik balik dalam pembangunan berkelanjutan yang menyelaraskan tiga aspek penting, yaitu lingkungan, ekonomi dan sosial (Suganda et al. 2009). Nasdian (2005) menerangkan lebih lanjut bahwa prinsip keberlanjutan (sustainability) menjadi acuan dalam pengelolaan DAS, yakni fungsi ekologis, ekonomi dan sosial budaya dapat terjamin dan berimbang di berbagai sumberdaya DAS. Hasil penelitian Yunus dan Dharmawan (2005), dalam pelaksanaan pengelolaan DAS Citanduy, ada prasayarat yang harus dipenuhi untuk pengelolaan DAS berkelanjutan antara lain : 1. Secara sosial, masyarakat terlibat langsung dalam pengelolaan DAS perlu diperhatikan agar tujuan sosial mereka tercapai bersamaan dengan tercapainya kelestarian lingkungan. Pemberdayaan bagi masyarakat sangat diperlukan bagi keberlanjutan dari sistem DAS. Apabila tidak, maka akan berpengaruh pada kemiskinan dan keberhasilan jangka panjang program pengelolaan DAS yang direncanakan. 2. Secara ekonomi, pengelolaan DAS yang berkelanjutan harus mempunyai relevansi terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat yang terlibat secara langsung dalam upaya rehabilitasi DAS. Pengelolaan DAS citanduy tidak akan dikatakan sukses apabila kehidupan ekonomi masyarakat yang terlibat langsung dalam pengelolaan DAS tidak stabil, dan penuh ketidakpastian. Tingkat pendapatan masyarakat harus mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kebutuhan hidup yang terpenuhi dapat menghindari masyarakat dari aksi eksploitasi yang berlebihan, seperti adanya penebangan pohon secara illegal.
10
Sistem pengelolaan DAS sedikit yang berhasil dalam ketiga fungsi DAS tersebut. Pada penelitian Suganda et al. (2009) terlihat adanya ketidakseimbangan ketiga fungsi dalam sistem pengelolaan DAS Ciliwung. Hal ini terlihat dari bagaimana pemerintah daerah memegang peranan penting dalam pengelolaan ini justru merusak DAS Ciliwung, dengan adanya UU tentang otonomi daerah, pemerintah daerah lebih mementingkan keberlanjutan perekonomian daerah, tanpa memikirkan dampak ekologi dan sosial yang terjadi akibat kebijakan tersebut. Begitu pula yang banyak terjadi di hulu sungai ciliwung di wilayah Puncak Bogor. Pemerintah daerah mengubah wilayah yang seharusnya menjadi konservasi ke perumahan atau villa besar demi menambah pendapatan daerah. Akibatnya, ruang serap air di puncak menjadi berkurang. Akibat dari berkurangnya ruang vegetasi di puncak tidak berakibat langsung di daerah hulu, tetapi ke daerah hilir. Banjir di Jakarta tiap kali Bogor diguyur hujan menjadi indikator dalam menilai kegagalan sistem pengelolaan di DAS Ciliwung. Studi lain di dua negara besar China dan Denmark memperlihatkan hasil bahwa pertumbuhan penduduk dan sistem regulasi menjadi faktor yang juga berpengaruh terhadap rusaknya sungai atau sumberdaya air lainnya. Pertumbuhan penduduk akan dibarengi dengan menjamurnya industri dan perkembangan teknologi dan limbah industri menjadi penyumbang kerusakan sungai (Su Liya et al. 2010). Kerusakan sungai tidak juga mampu dicegah dengan adanya regulasi yang jelas terkait perlindungan sumberdaya air dan sungai di kedua negara. Aktivitas penyelamatan wilayah DAS sangat beragam. Penelitian Sumarna (2010) menjelaskan aturan adat sebagai upaya masyarakat dalam menjaga kualitas air di Kampung Kuta ternyata sangat efektif. Masyarakat Kampung Kuta memegang teguh aturan adat demi menjaga kelestarian sumberdaya air yang mereka miliki. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pembentukan kelompok/komunitas atau bahkan kelembagaan lokal kemasayarakatan bisa menjadi arena dalam upaya penyelamatan sungai. Organisasi Islam di Jawa Barat menggunakan unsur dakwah dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pengelolaan air bersih. Ormas ini banyak memberikan penyuluhan serta praktek praktis pengelolaan air bersih yang sudah dijadwalkan secara rutin dalam agenda lembaga islam perempuan tersebut (Suprihatin dan Fauziah 2010). Pemanfaatan sisi feminis juga digunakan dalam aksi pengelolaan pupuk organik di Danau Tondano. Mereka mulai kampanye, praktek dan pencerdasan kepada masyarakat untuk menggunakan pupuk organik supaya tidak merusak lingkungan di Danau Tondano. Forum komunikasi DAS Citarum merangkum kegiatan mereka selama tahun 2013. Aktivitas rutin seperti minggu bersih, penanaman pohon, susur sungai, diskusi lingkungan hidup, advokasi kepada stakeholder terkait,serta perkumpulan komunitas.4 Tak ubahnnya komunitas lainnya, komunitas pecinta Ciliwung (KPC) yang terbagi dalam segmen aliran DAS juga melakukan upaya penyelamatan lingkungan. kegiatan di Hulu dengan penanaman lahan kosong dengan tanamanan sayuran, obat-obatan dan pohon berbuah besar. Lain dengan komunitas di Cawang yang mengolah pupuk kompos dari sampah organik dan 4
Artikel dalam Forkadascitarum.blogspot.com (situs resmi forum Komunikasi DAS Citarum) diakses pada 8 Juni 2014 di http://forkadascitarum.blogspot.com/2014/01/susuricitarum-part-3-di-akhir-tahun.html
11
melakukan penanaman di bantaran sungai. Komunitas lain di wilayah Lenteng Agung tak mau kalah dengan aksi bank sampahnya dalam menjaga pembuangan sampah ke sungai. 5 Konsep Partisipasi Menurut Kumar (2002) yang dikutip oleh Prabawaputra (2009) partisipasi adalah sebuah proses dimana pihak-pihak yang berkepentingan memberikan kontribusi secara sukarela dalam program masyarakat yang ditujukan untuk pembangunan nasional. Menurut Pretty et al. (1995) seperti dikutip oleh Prabawaputra (2009) dalam pandangannya tentang partisipasi merupakan proses dimana pihak-pihak yang berkepentingan memengaruhi dan memegang kendali atas kebijakan pembangunan, keputusan, dan sumberdaya yang memengaruhi mereka. Uphoff et al. (1979) membagi partisipasi menjadi 4 kategori, yaitu : 1. Partisipasi dalam membuat keputusan : Secara lebih spesifik, partisipasi ini melihat peran masyarakat dalam memberikan keseluruhan ide, formulasi pilihan, evaluasi pilihan dan membuat keputusan atas pilihan-pilihan tersebut. Melihat strategi yang terbaik untuk mengambil keputusan dan melihat dampak dari keputusan tersebut 2. Partisipasi dalam pengambilan keuntungan : Partisipasi ini melihat bagaimana sebuah program memberikan keuntungan bagi masyarakat. Setidaknya ada tiga jenis keuntungan yaitu, keuntungan materi, sosial dan pribadi. Partisipasi ini relatif pasif, namun inilah tujuan yang diinginkan dari adanya sebuah program. 3. Partisipasi dalam implementasi : Partisipasi ini dapat dilihat dari keterlibatan masayarakat dalam memberikan sumbangan sumberdaya, administrasi dan koordinasi serta pendataan aktivitas program. 4. Partisipasi dalam evaluasi : Partisipasi ini berupa penilaian terkait pencapain program, serta memberikan masukan dan arahan bagi program agar lebih berkembang. Astuti (2011) dalam penelitiannya, melihat partisipasi menjadi empat kategori, yaitu : 1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan. Partisipasi ini berhubungan langsung dengan peran masyarakat dalam memberikan ide atau gagasan untuk memperoleh keputusan bagi kepentingan bersama. Partisipasi ini ditandai dengan aktifnya dalam kehadiran rapat, diskusi, menyumbang ide/gagasan, serta menyampaikan aspirasinya dalam menolak dan menerima pendapat orang lain dalam forum. 2. Partsipasi dalam pelaksanaan. Partisipasi pada kategori ini meliputi penggerakan sumber dana, kegiatan administratif, koordinasi dan penjabaran program. Partisipasi ini merupakan kelanjutan dari partisipasi perencanaan yang telah digagas sebelumnya.
5
Artikel di buletin.teaterkinasih.org “Mat Peci, Selamatkan Ciliwung Untuk Masa Depan” diakses pada 25 Mei 2014 pukul 20.56 di http://www.buletin.teaterkinasih.org/kontenutama/nusantara/item/154-mat-peci,-selamatkan-ciliwung-untuk-masa-depan
12
3. Partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak terlepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik yang berkaitan dengan kualitas dan kuantitas. 4. Partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi ini ditandai dengan pengetahuan mengenai ketercapaian program yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Salampesy et al. (2009) mengidentifikasi pastisipasi masyarakat dalam 4 kategori, antara lain : 1. Perencanaan : partisipasi di wilayah perencanaan dapat terlihat dari proses keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan survey, pemberian informasi sampai pada pengajuan usul dan saran 2. Pelaksanaan : partisipasi ada kategori ini dapat dinilai berdasar keaktifan masyarakat dalam pelaksanaan. Masyarakat mampu memberikan sumbangan tenaga, sumbangan pikiran dan sumbangan materi. 3. Penerimaan manfaat : pada bagian ini, masyarakat daat menikmati hasil kegiatanan. Dalam penelitiannya di Hutan Lindung Gunung Nona, dilihat melalui peningkatan pendapatan, manfaat hutan dan ketergantungan terhada hutan. 4. Monitoring dan evaluasi : fase ini sudah melibatkan masyarakat dalam mengawasi kegiatan ini. seperti, monitoring hutan limdung, mengawasi hutan lindung dan mengevaluasi hutan lindung. Pendekatan DAS terpadu memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat sekitar DAS. Masyarakat harus dilibatkan mulai dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaannya (Suganda et al. 2009). Namun, sebagian besar penelitian mengenai tingkat pasrtisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan masih tergolong rendah. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan atau perbaikan lingkungan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal serta faktor pribadi dan faktor kelembagaan. Salampessy et al. (2009) dalam penelitiannya di Hutan Lindung Gunung Nona meyebutkan faktor individu (pengetahuan, luas dusung, status kepemilikan, pendapatan, nilai aset, dan lama keterlibatan dalam organisasi) serta faktor organisasi (hubungan dalam organisasi, komunikasi, pemahaman aturan organisasi, pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah) menjadi variabel yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi. Penelitian Prabawaputra (2009) diketahui bahwa faktor internal yang berpengaruh nyata terhadap tingkat pasrtisipasi adalah lama tinggal dan faktor eksternal seperti peran tokoh masyarakat, iuran pengangkutan sampah dan fasilitas tidak memberikan pengaruh nyata. Studi di masyarakat Hilir sungai Ciliwung memiliki partisipasi yang rendah dalam sistem pengelolaan lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan membuat masyarakat hilir sungai Ciliwung enggan untuk mengikuti aktivitas lingkungan yang diusung oleh pemerintah maupun masyarakat setempat. Hal ini juga disebabkan representasi masyarakat terhadap sungai Ciliwung masih sebatas tempat membuang sampah, membuang hajat, dan keperluan MCK. Bukan sebagai sektor yang dimanfaatkan bagi kelangsungan hidup mereka.
13
Kerangka Pemikiran Pelaksanaan aksi penyelamatan sungai merupakan hasil kolaborasi antar stakeholder yang terlibat. Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) adalah kelompok masyarakat yang peduli dengan kondisi DAS Citarum dan berusaha mengurangi dampak kerusakan DAS Citarum. Kegiatan utama dari kegiatan WPL adalah mengajak masyarakat untuk ikut serta menjaga sungai dan penyadaran akan kepentingan menjaga kondisi sungai. Keberhasilan dari komunitas WPL tidak terlepas dari partisipasi masyarakat sebagai stakeholder yang berinteraksi dengan sungai. Partisipasi masyarakat dapat dipengaruhi dari faktor pribadi dan faktor komunitas. Faktor internal terdiri tingkat pendidikan, lama tinggal, tingkat pendapatan, jenis kelamin dan curahan waktu luang. Faktor eksternal terdiri dari komunikasi dalam komunitas, hubungan dalam komunitas dan peran tokoh pemimpin.
Faktor internal (karakteristik pribadi) (X1) 1. Usia (X1.1) 2. Jenis Kelamin (X1.2) 3. Tingkat Curahan Waktu Luang (X1.3) 4. Tingkat kesehatan (X1.4) 5. Tingkat Lama Tinggal (X1.5) 6. Tingkat Pendidikan (X1.6) 7. Tingkat Lama bergabung dalam komunitas (X1.7)
Tingkat Partisipasi dalam penyelamatan DAS (Y1) Tingkat Perencanaan (Y1.1) Tingkat Pelaksanaan (Y1.2) Tingkat Pemanfaatan Hasil (Y1.3) Tingkat Evaluasi dan monitoring (Y1.4)
Faktor eksternal (komunitas) (X2) 1. Tingkat peran pemimpin (X2.1) 2. Tingkat hubungan dalam komunitas (X2.2) 3. Tingkat interaksi antar anggota (X2.3) Gambar 1. Kerangka Pemikiran 4. Tingkat keteladanan pemimpin (X2.4) Gambar 1 Kerangka Pemikiran KETERANGAN : : Memiliki hubungan
14
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diduga terdapat hubungan antara faktor-faktor internal (karakteristik individu) dengan tingkat partisipasi. 2. Diduga terdapat hubungan antara faktor-faktor internal (karakteristik individu) dengan tingkat partisipasi. Definisi Operasional Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat partisipasi masyarakat : Keterlibatan masyarakat dalam ativitas komunitas dalam upaya pengadaan program septic tank kolektif. Keterlibatan ini dinilai melalui tahap perencanaan sampai pada monitoring dan evaluasi. Indikator berupa partisipasi tinggi (10-12 poin), partisipasi sedang (7-9 poin), partisipasi rendah (4-6 poin). Data yang diambil data ordinal. 2. Tingkat perencanaan : Keterlibatan masyarakat dalam merancang program septic tank kolektif. Kegiatannya meliputi menentukan letak, jalur pemipaan dan sistem dari septic tank kolektif. Hal ini diukur dari intensitas kehadiran rapat, sumbangan ide/gagasan, keaktifan mengajukan pertanyaan, keterlibatan dalam rapat serta keterlibatan dalam pengambilan keputusan. Partisipasi tinggi (24-30 poin), partisipasi sedang (17-23 poin), partisipasi rendah (10-16 poin). Data yang diambil data ordinal. 3. Tingkat Pelaksanaan : Keterlibatan masyarakat pada pelaksanaan program/aktivitas septic tank kolektif. Hal ini diukur berdasarkan keikutsertaan dalam program, sumbangan tenaga, sumbangan bahan material serta sumbangan dana. Indikator berupa partisipasi tinggi (13-16 poin), partisipasi sedang (10-12 poin), partisipasi rendah (7-9 poin). Jenis data yang diambil adalah ordinal. 4. Tingkat Pemanfaatan Hasil : Keterlibatan masyarakat dalam menerima manfaat program pengadaan septic tank kolektif. Hal ini diukur mulai dari akses penggunaan dan menerima manfaat adanya program. Indikatornya dibedakan dalam partisipasi tinggi (6 poin), partisipasi sedang (5 poin), partisipasi rendah (3-4 poin). Jenis data yang diambil adalah Ordinal. 5. Fase Evaluasi dan monitoring : Keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi dan memantau kegiatan penyelamatan sungai. Hal ini diukur berdasarkan kehadiran dalam rapat evaluasi dan penyampaian ide untuk mengadakan aktivitas yang lebih baik lagi. Selain itu, partisipasi ini juga diukur melalui sejauh mana masyarakat terlibat dalam memantau kegiatan dan memelihara fasilitas yang telah dimiliki. Indikatornya dibedakan dalam partisipasi tinggi (8-10 poin), partisipasi sedang (6-7 poin), partisipasi rendah (4-5 poin). Jenis data yang diambil adalah Ordinal. 6. Usia : Rentang kehidupan yang diukur dengan tahun. Jenis data yang diambil adalah rasio.
15
7. Jenis kelamin : pembeda masyarakat segi biologis. Indikatornya adalah lakilaki dan perempuan. Jenis data yang diambil data nominal. 8. Lama pendidikan : Jenjang pendidikan formal terakhir yang ditempuh. Jenis data yang diambil adalah rasio. Diukur melalui lama responden menempuh masa pendidikan. 9. Lama tinggal : jumlah tahun lama responden menetap di wilayah DAS Citarum sampai penelitian dilaksanakan. Jenis data yang diambil adalah rasio. 10. Tingkat kesehatan : kondisi kesehatan jasmani masyarakat yang mendukung aktivitas mereka. Jenis data berupa data interval. 11. Curahan waktu luang : proporsi waktu yang dimiliki responden untuk melakukan aktivitas diluar kebiasaan sehari-hari. Jenis data adalah rasio. 12. Tingkat interaksi antar anggota : tingkat interaksi responden dengan komunitas atau anggota kelompok lain dan informasi yang didapatkan dari responden. kategori tinggi (6 poin), sedang (5 poin) dan rendah (3-4). Jenis data yang diambil ordinal. 13. Kontak hubungan dalam komunitas : keharmonisan responden dengan anggota kelompok lain. Dinilai melalui konflik yang muncul dan penyebaran informasi yang merata. Kategori tinggi (10-12 poin ), sedang (9 poin) dan rendah (6-8 poin). Jenis data yang diambil adalah ordinal. 14. Tingkat peran pemimpin : kehadiran tokoh pemimpin yang dirasakan responden dalam mengingatkan dan mengajak responden dalam berpartisipasi di aktivitas pengadaan septic tank kolektif. Peran tinggi (1012 poin), peran sedang (9 poin), peran rendah (6-8 poin) 15. Tingkat keteladanan tokoh pemimpin : kehadiran tokoh yang dirasakan responden mampu memberikan motivasi dan contoh baik bagi masyarakat. jenis data yang diambil ordinal. Dengan indikator keteladanan tinggi (6 poin), keteladanan sedang (5 poin) dan keteladanan rendah (3-4 poin)
16
17
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Dara Ulin, Desa Nanjung dan Kampung Cilebak, Desa Rancamanyar, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat (Lampiran 1). Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja. Kedua lokasi merupakan Desa binaan Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) yang menjalankan program pengadaan septic tank kolektif. Lokasi penelitian berada di dua sektor sungai yang berbeda. Kampung Dara Ulin merupakan bagian Hulu dari Sub DAS Cikapundung (DAS Citarum), sedangkan Kampung Cilebak masuk pada bagian Tengah Sub DAS yang sama. Pemilihan lokasi ini didasari dari perbedaan karakteristik masyarakat dan struktur sosial. Peneliti melakukan observasi melalui penjajakan ke lokasi penelitian dan penelusuran literatur melalui internet. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Lama pelaksanaan penelitian sekitar 6 bulan (Lampiran 2). Teknik Pengumpulan Data Metode penelitian yang digunakan untuk menggali fakta, data, dan informasi dalam penelitian adalah metode kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Pendekatan penelitian yang dilakukan di wilayah Hulu adalah survei dengan mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat penggumpul data (Singarimbun dan Efendi 2008) (Lampiran 3). Sedangkan di wilayah Tengah menggunakan pendekatan sensus karena responden merupakan populasi. Pengumpulan data secara kualitatif menggunakan pendekatan wawancara mendalam terhadap informan (Lampiran 4). Pendekatan lain yang digunakan adalah observasi lapang di lokasi penelitian guna melihat fenomena aktual yang terjadi serta mengkaji dokumen Komunitas WPL seperti baseline program septic tank kolektif di kedua wilayah. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah anggota komunitas WPL di dua desa penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik pengambilan sampel acak sederhana (Simple Random Sampling). Teknik ini dipilih karena populasi yang menjadi sasaran bersifat homogen, terdapat daftar kerangka sampling serta keadaan populasi tidak terlalu tersebar secara geografis (Singarimbun dan Effendi 1989). Jumlah responden penelitian ini sebanyak 57 orang. Jumlah ini diambil dari dua desa tempat penelitian. Responden wilayah Hulu berjumlah 30 orang dan wilayah Tengah sebanyak 27 orang. Lebih lanjut tentang pengumpulan data dapat dilihat pada tabel berikut.
18
Tabel 1 Metode pengumpulan data Teknik Pengumpulan Data Kuesioner
Wawancara Mendalam
Observasi Lapang Analisis Dokumen
Data yang dikumpulkan
1.
Karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan,lama tinggal) 2. Tingkat pendapatan 3. Curahan waktu luang 4. Tingkat kesehatan 5. Tingkat Hubungan dalam kelompok 6. Tingkat Interaksi antar anggota 7. Tingkat peran pemimpin 8. Tingkat keteladanan pemimpin 1. Apa saja aktivitas komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) 2. Bagaimana pengaruh keberadaan komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) dan program septic tank kolektif terhadap kondisi masyarakat 3. Sejarah terbentuknya komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) dan program septic tank kolektif 4. Bagaimana ciri orang yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan WPL dan alasannya 5. Peran WPL dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan septic tank kolektif 1. Aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat sehari-hari 2. Aktivitas penyelamatan sungai yang dilakukan komunitas dan masyarakat 1. Baseline program septic tank kolektif di wilayah Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Untuk menganalisis data yang telah terkumpul dilakukan reduksi data, yakni pemilihan, pemusatan perhatian, serta penyederhanaan terhadap data sehingga menjawab tujuan penelitian. Data yang diperoleh dari pendekatan kuantitatif diolah dan kemudian dianalis secara deskriptif. Data yang diperoleh melalui kuesioner diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 sebelum dimasukkan kedalam perangkat lunak SPSS for Windows versi 16. Data tersebut akan dimasukkan dengan kode angka sesuai dengan jawaban responden. Data yang telah dimasukan lalu dijumlahkan dan dikategorikan sesuai dengan indikator yang sudah ada. Uji statistik untuk melihat faktor yang berpengaruh dengan tingkat partisipasi masyarakat adalah uji regresi linier. Selanjutnya, dilihat hubungan kedua variabel dengan menggunakan tabulasi silang. Data kualitatif dari wawancara mendalam dan observasi disajikan secara deskriptif untuk mendukung dan memperkuat analisis kuantitatif. Gabungan dari data kuantitatif dan kualitatif diolah dan dianalisis untuk disajikan dalam bentuk teks naratif, tabel, dan gambar.
19
Tahap terakhir yaitu menarik kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.
20
21
GAMBARAN UMUM WILAYAH Desa Nanjung, Kampung Dara Ulin Desa Nanjung terletak di kecamatan Margaasih kabupaten Bandung Jawa Barat. Desa ini masuk kedalam wilayah Hulu sungai Citarum pada Sub DAS Cikapundung. Desa Nanjung memiliki luas wilayah 319.828 Ha dengan 34 493.5 Ha menjadi wilayah pemukiman. Desa Batas wilayah Desa Nanjung disebelah Utara berbatasan dengan Desa Margaasih. Sebelah Timur dengan Desa Mekar Rahayu atau Desa Cigondewah Hilir, sebelah Barat dengan Desa Jelegong dan sebelah Selatan dengan Desa Gajah Mekar. Jarak tempuh dari pusat pemerintahan kecamatan hanya sejauh 3 km. Desa Nanjung terbagi menjadi 3 Dusun, 6 Kampung, 13 Rukun Warga (RW) dan 73 Rukun Tetangga (RT). Kampung ini dibagi berdasarkan cakupan Rukun Warga (RW) yang ada di Desa Nanjung. Luas persawahan di Desa Nanjung seluas 20 696.1 Ha atau berkisar 30% dari luas wilayah yang ada. Berdasarkan informasi yg diperoleh di lapang 85% luas persawahan yang ada sudah dimiliki oleh orang-orang diluar Desa Nanjung. Biasanya dipakai menjadi kepemilikan pabrik atau biasa disebut sebagai “tanah petrik”. Kampung Dara Ulin merupakan salah satu kampung yang masuk ke wilayah Desa Nanjung. Kampung Dara Ulin meliputi wilayah RW 06 dan 07. Kampung Dara Ulin berada di wilayah yang dikelilingi oleh aliran sungai Citarum lama dan Citarum baru. Kampung Dara Ulin sebagian wilayahnya sudah menjadi lahan pemukiman penduduk. Sedikit yang masih menjadi lahan pertanian. Masyarakat memanfaatkan jembatan gantung sebagai akses mereka menuju wilayah lain. Akses menuju Kampung Dara Ulin tidak terlalu baik. Jalanannya banyak yang sudah rusak dan sulit dilalui. Penduduk Desa Nanjung berjumlah 15 926 Jiwa, terdiri dari 8 115 Jiwa laki-laki dan 7 511 jiwa perempuan. Distribusi penduduk di setiap wilayah RW beragam. Berikut dipaparkan data persebaran penduduk menurut wilayah Rukun Warga (RW). Desa Nanjung merupakan wilayah yang tergolong pedesaan dengan sosial kemasyarakatan yang kental akan nilai budaya. Bahasa Sunda masih menjadi bahasa ibu yang digunakan masyarakat Desa Nanjung. institusi/kelembagaa yang terbentuk di Desa Nanjung merupakan salah satu wadah untuk meningkatkan solidaritas dan partisipasi masyarakat. Kelembagaan yang dibentuk berhubungan dengan kegiatan keagamaan, pendidikan, kesehatan dan kepentingan sosial. Kelompok pengajian, kelompok arisan, dewan pengurus masjid, Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan kelompok kepemudaan merupakan institusi yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kelompok ini aktif kurun waktu mingguan atau bulanan. Kegiatan berupa posyandu, pelatihan ibu hamil dan program PMT yang masih dijalankan oleh kader setempat. Pengajian juga dilakukan secara rutin dengan kelompok pengajian berdasarkan jenis kelamin dan usia. Pengajian anak-anak SD dilakukan setelah waktu shalat Isya sampai dengan pukul 21.00. penduduk Kampung Dara Ulin terlihat rukun dan damai. Sistem gotong-royong di wilayah ini masih terasa sangat kental. Tolong-menolong menjadi nilai moral yang tinggi bagi penduduk sekitar. Kekeluargaan di Kampung Dara Ulin masih sangat kuat.
22
Tabel 2 Jumlah penduduk menurut wilayah RW dan jenis kelamin di desa Nanjung tahun 2011 Rukun Jumlah Warga Laki-laki Perempuan Jumlah KK penduduk (RW) 01 947 895 488 1 842 02 759 810 387 1 569 03 591 541 325 1 132 04 546 530 285 1 076 05 514 497 270 1 011 06 929 853 457 1 782 07 858 889 432 1 747 08 769 677 369 1 446 09 357 325 200 682 10 301 314 163 615 11 663 712 350 1 375 12 616 527 338 1 143 13 265 241 506 506 Total 8 115 7 511 4 268 15 926 Sumber : Buku potensi dan perkembangan Desa Nanjung (2011)
% 11.60 9.85 7.11 6.76 6.35 11.20 11.00 9.08 4.28 3.86 8.63 7.18 3.18 100.00
Berdasarkan data kependudukan yang diperoleh dari Buku Potensi dan Perkembangan Desa Nanjung Tahun 2011 jumlah penduduk terbanyak berada di wilayah RW.01. Penduduk terbanyak berada di Kampung Jati yang meliputi 4 RW, yaitu RW 01, 02, 11 dan 12. Kampung Dara Ulin yang mencakup RW 06 dan 07 memiliki 889 KK. Kampung Dara Ulin termasuk kedalam wilayah yang pada penduduk. Penduduk Kampung Dara Ulin sebagian besar beragama islam. Kampung Dara Ulin banyak dihuni oleh penduduk asli. Banyak dari penduduk yang lahir dan besar diwilayah tersebut. Antar tetangga masih memiliki ikatan keluarga. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Nanjung masih tergolong sedang. Data yang diambil dari Buku Potensi dan Perkembangan Desa Nanjung tahun 2008, penduduk Desa Nanjung 19,67 persen merupakan tamaran SLTP/SMP sederajat. Penduduk dengan pendidikan di tamatan SD sebanyak 12,19 persen dan 15,11 persen penduduk tidak tamat SD. Hanya sebagian kecil penduduk yang menikmati pendidikan di SLTA/SMA sederajat (12,85%) dan pendidikan tinggi (11,1%). Pendidikan di masyarakat Kampung Dara Ulin masih tergolong rendah. Sebagian besar penduduk hanya menyelesaikan pendidikan mereka di tingkat Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Rakyat (SR). Masyarakat yang terpaksa hanya berpendidikan rendah karena tidak memiliki biaya. Mereka banyak yang menyekolahkan anak-anak mereka ke pendidikan yang jauh lebih tinggi, bahkan sampai merantau. Pendidikan disini masih dianggap sebagai warisan yang penting bagi anak-anaknya. Potensi lahan pertanian yang cukup tinggi di wilayah Desa Nanjung menjadi mata pencaharian utama penduduk. Penduduk Desa Nanjung 49,68 persen bermata pencaharian sebagi petani dan buruh tani. Penduduk memanfaatkan potensi lahan pertanian yang ada. Masyarakat yang menjadi buruh
23
tani biasanya menggarap lahan milik orang lain. Kepemilikan lahan di wilayah Desa Nanjung sudah banyak dimiliki oleh orang di luar Desa Nanjung. Kampung Dara Ulin merupakan sentra pembuatan topi. Penduduk Kampung Dara Ulin sudah sedikit yang bertani atau menjadi buruh tani. Ada juga buruh tani yang hanya bekerja musiman. Mereka yang hanya mengambil sisa-sisa panen yang ada disawah lalu dijual atau dimakan sendiri. Sebagian besar dari buruh tani di Kampung Dara Ulin masih menggarap lahan orang lain yang bagi hasilnya beragam. Sebagian besar penduduk Kampung Dara Ulin bekerja sebagai buruh, salah satunya buruh pabrik pembuatan topi. Penduduk RW 06 khususnya, banyak yang bekerja menjadi buruh lepas, seperti buruh bangunan. Penduduk Kampung Dara Ulin pun banyak yang memilih untuk bekerja lepas waktu, seperti wiraswasta. Usaha yang dijalankan beragam. Ada yang usaha dibidang air minum, jual beli lahan sampai dengan jual beli kayu. Penduduk wanita biasanya bekerja di bidang domestik. Salah satunya membuka warung di dekat rumah untuk menambah penghasilan. Desa Rancamanyar, Kampung Cilebak Desa Rancamanyar terletak di kelurahan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 352.450 Ha. Desa Rancamanyar masih masuk ke wilayah tengah aliran sungai Citarum dengan sub DAS Cikapundung. Wilayah Desa ini berbatasan langsung dengan Desa Sukamukti, Kecamatan Ketapang disebelah Barat. Disebelah Timur dibatasi dengan Desa Bojong Malaka, Sebelah Utara dengan Desa Cangkuang Kulon dan Desa Rancamulya di sebelah Selatan. Topografi wilayah Desa Rancamanyar termasuk ke dataran rendah dengan ketinggian 300-400 mdpl (meter diatas permukaan laut). Wilayah Desa Rancamanyar memiliki curah hujan 3000-4500 mm/tahun. Desa Rancamanyar menjadi langganan banjir tiap kali hujan turun. Banjir ini disebabkan karena meluapnya sungai Citarum dan rendahnya kontur wilayah Desa Rancamanyar. Kampung Cilebak merupakan salah satu wilayah Desa Rancamanyar yang terdiri dari 5 Rukun Warga (RW) yaitu RW 02, 03, 04, 17 (Regency) dan 20. Akses menuju Kampung Cilebak tergolong baik. Jika hujan turun, akses jalan tertutup air dan tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda dua. Desa Rancamanyar memiliki penduduk berjumlah 28 137 jiwa, dengan penduduk laki-laki berjumlah 14 911 jiwa dan 13 226 penduduk wanita. Tingkat pendidikan di wilayah Kampung Cilebak dapat dikatakan sedang. Sudah banyak masyarakat yang mengenyam bangku pendidikan hingga tingkat SLTP/SMP sederajat. Ada pula yang menjadi lulusan Sekolah Dasar (SD) sederajat. Kampung Cilebak banyak dihuni oleh pendatang baru dari luar Bandung. Banyaknya pendatang ini juga merupakan konsekuensi dibangunnya regency atau perumahan besar diwilayah Kampung Cilebak. Dibukanya regency dan perumahan penduduk kelas atas membawa dampak baik bagi penduduk sekitar. RW 02, 03, dan 04 memiliki karakteristik kependudukan yang serupa, sedangkan RW 17 dan 20 memiliki karakteristik tersendiri. RW 02, 03, dan 04 dihuni oleh masyarakat golongan menengah ke bawah sedangkan RW 17 dan 20 tergolong menengah keatas. Penduduk dengan golongan menengah ke atas di Kampung Cilebak banyak bekerja di sektor informal. Penduduk laki-laki biasanya bekerja sebagai buruh dan perempuan sebagai pembantu rumah tangga di perumahan sekitar. Ada
24
pula yang bekerja di perusahaan swasta seperti perusahaan provider telepon genggam, perusahaan air minum sampai dengan perusahaan negara. Desa Rancamanyar terletak tidak jauh dari pusat kota. Sudah banyak fasilitas yang dapat menunjang kebutuhan masyarakat. mulai dari fasilitas kesehatan sampai dengan hiburan. Menjamurnya ruko-ruko perbelanjaan di wilayah Desa Rancamanyar menjadi salah satu indikator pembangunan desa. Desa Rancamanyar juga menjadi incaran para investor untuk membangun perumahan besar disana. Hal inilah yang membuat desa ini sudah tergolong ke masyarakat perkotaan. Masyarakatnya sudah lebih heterogen dibandingkan dengan Desa Nanjung. Nilai-nilai kekeluargaan dan solidaritas tidak lagi sekental dulu. Masyarakat Kampung Cilebak Khususnya tak lagi mengenal budaya gotongroyong dan tolong-menolong. Masyarakat sudah menilai segalanya dengan materi (uang). Bahkan, sistem gotong-royong yang lebih membutuhkan partisipasi aktif masyarakat, justru dijadikan ajang menjaring uang denda. Kelembagaan keagamaan yang masih kental terasa di wilayah ini karena aktifnya masjid-masjid di Kampung Cilebak. Masjid banyak dijadikan tempat berkumpul masyarakat. pengajian menjadi waktu berkualitas masyarakat untuk saling bertemu dan tegur sapa.
25
PROFIL KOMUNITAS WARGA PEDULI LINGKUNGAN Latar Belakang Terbentuknya Komunitas WPL Komunitas Warga Peduli Lingkungan merupakan komunitas yang dibentuk oleh Sunardhi Yogantara. Pak Yoga, begitu beliau akrab disapa mengaku prihatin dengan kondisi lingkungan DAS Citarum yang kian memburuk. Terbentuknya Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi lingkungan DAS Citarum yang lebih baik. Masalah utama yang dihadapi oleh lingkungan DAS Citarum adalah tidak dikelolanya sampah padat, sehingga mencemari sungai. Sungai terpanjang di Jawa Barat ini bahkan di nobatkan sebagai sungai terkotor di dunia oleh suatu lembaga survei. Padahal, Sungai Citarum telah menjadi pasokan air utama bagi kebutuhan air minum, pertanian, industri, pembangkit listrik dan kegiatan lainnya. Pak Yoga menilai bahwa menurunya derajat kesehatan dan kualitas lingkungan berakar dari perilaku dan kebiasaan masyarakat dalam pemanfaatan Sungai Citarum. Lahirnya Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) diharapkan menjadi wadah bagi masyarakat wilayah DAS Citarum dalam menjawab persoalan lingkungan hidup yang terjadi di sekitar mereka. WPL menjadi sebuah kelompok masyarakat yang dibentuk dan dikembangkan sendiri oleh masyarakat sekitar DAS Citarum dengan upaya menginisiasi program dan aksi nyata bagi lingkungan berlandaskan perubahan perilaku pada masyarakat. WPL mempunyai visi yang berbunyi “Terwujudnya kualitas lingkungan pemukiman DAS Citarum yang bersih, sehat dan produktif”. WPL yakin dengan melibatkan peran serta masyarakat pada setiap kegiatan WPL akan lebih meningkatkan keberlanjutan dari program yang diusung. Pada tahun 2000, WPL melaksanakan gerakan lingkungan pertamanya di Kampung Bojongbuah, Desa Pangauban, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait pengelolaan sampah. Dalam kegiatan ini, WPL memberikan pedoman awal bahwa keberhasilan dalam peningkatan kualitas lingkungan DAS Citarum sangat ditentukan oleh partisipasi dan keaktifan dari masyarakat setempat. Gerakan WPL diharapkan mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta pada setiap proses. Mulai dari proses identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi dan monitoring program. WPL juga berupaya menguatkan kapasitas kelompok masyarakat agar mampu merespon dan mencari solusi sendiri atas masalah lingkungan yang terjadi di sekitar mereka. Masyarakat ditempatkan sebagai stakeholder yang aktif dalam setiap kegiatan yanng dilakukan. Pada awal pelaksanaan program, WPL melakukan aksi nyata berupa : 1. Menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dengan masyarakat untuk berdialog mengenai pentingnya mengembangkan rasa peduli lingkungan. Berusaha menyetarakan beragam elemen masyarakat lokal di berbagai lokasi pemukiman 2. Membuat dan menyebarkan beragam materi publikasi kampanye seperti brosur, leaflet, buletin dsb. 3. Melakukan dialog dan diskusi dengan guru/pendidik di sekolah yang berlokasi sepanjang DAS Citarum untuk menanamkan dan memperkenalkan pendidikan peduli lingkungan bagi peserta didik
26
4. 5.
Melakukan uji coba permodelan pengelolaan sampah berkelanjutan berbasis masyarakat melalui optimalisasi pemilahan, pemanfaatan, dan daur ulang. Melakukan upaya bersama masyarakat dalam perbaikan saran permukiman dalam skala kecil seperti perbaikan gorong-gorong, gang dan saluran pembungan/drainase.
Kegiatan-kegiatan kecil diatas diharapkan mampu menjembatani komunitas WPL untuk terus berperan dalam penyelamatan kondisi DAS Citarum. Minimalnya WPL mampu merubah perilaku masyarakat untuk tidak terus memperburuk kondisi DAS Citarum. Sejak tahun 2007, WPL telah memiliki banyak anak program yang salah satunya dilakukan di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak sebagai tempat penelitian. Gerakan akar rumput WPL semakin banyak merambah di berbagai sektor DAS Citarum. Bukan hanya soal sampah yang menjadi sasaran WPL, namun juga mengenai infrastrukttur pendukung. Kegiatan Komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) Pengelolaan Sampah Kolektif Mandiri Kampung Bojongbuah, Desa Pangauban menjadi desa percobaan kegiatan pengelolaan sampah padat secara kolektif di tahun 2001. Kegiatan ini diawali dengan mengadakan sosialisasi untuk menyadarkan masyarakat untuk tidak lagi membuang sampah di Sungai Citarum. Setahun kemudian, WPL mengembangkan sistem pengelolaan sampah dengan mengurangi sumber sampah. Pengurangan sumber sampah yang dibuang dimulai dengan memilah jenis sampah dan melakukan daur ulang. Kampanye dan pengelolaan sampah ini sudah dilakukan oleh 80 KK di Kampung Bojongbuah dengan menghasilkan produk berupa kompos dan kerajinan daur ulang. Terjadi perubahan pola perilaku masyarakat yang mulanya menjadikan Sungai Citarum sebagai TPS, kini tidak lagi. Masyarakat sudah memiliki TPA untuk menampung sampah mereka. Keberhasilan program pengelolaan sampah kolektif mandiri di wilayah Kampung Bojongbuah, WPL menjalankan program sejenis di Cikambuy Hilir dan Kampung Penclut dengan sasaran sebanyak 700 KK. Konsep yang digunakan dalam kegiatan ini adalah “Kawasan Bersih Warga Mandiri” yakni sebuah pengelolaan sampah kolektif yang direncanakan, dioperasikan dan dibiayai oleh masyarakat sendiri. WPL sebagai fasilitator dalam kegiatan ini berupaya untuk melakukan sosialisasi, penyiapan masyarakat sampai penguatan kapasitas kelompok pengelola. Pancapaian program ini di tahun 2007 antara lain sudah memiliki sarana pemilahan, pengomposan dan mesin pencacah/bedeng kerja. Adanya sarana yang mendukung, anggota komunitas mampu menghasilkan produk berupa kompos, cacahan sampah plastik, dan aneka kerajinan daur ulang. Pemilahan sampah rumah tangga masih tergolong fluktuatif. Sudah ada kepengurusan yang jelas terkait program ini, namun masih perlu penguatan kapasitas. Untuk itu, tahuntahun berikutnya komunitas WPL bersama dengan masyarakat memiliki rencana tindak lanjut, antara lain :
27
1.
2. 3. 4. 5.
Memperbaiki dan menyempurnakan sarana dan tempat pengelolaan, perapungan tungku pembakaran, penataan lahan pengelolaan dan perbaikan sarana pengomposan Sosialisasi kembali pengelolaan sampah dan revitalisasi program Penguatan organisasi pengelola melalui pelatihan di tiga lokasi Peningkatan usaha ekonomi sampah dengan optimalisasi penggunaan sampah bagi daur ulang melalui komposting dan kerajinan daur ulang Membuka outlet yang menjual hasil produk daur ulang.
Program pengelolaan sampah kolektif mandiri ini didukung oleh berbagai pihak. Pendanaan program ini merupakan hasil dari iuran warga, dana hibah dari bagian pemukiman & LH Yansos-Setda Provinsi Jawa Barat serta Asia Foundation. Biotope Proyek normalisasi Sungai Citarum di tahun 1986 telah menyisakan wilayah sungai yang terpotong dari induknya (oxbow). Terdapat sekurangnya sebelas titik/kawasan Citarum lama berupa oxbow Citarum bagian Hulu. Oxbow memiliki aset konservasi yang kaya akan flora dan fauna, menjadi muara drainase pemukiman, sungai kecil dan mata air serta kawasan penahan limpasan air ketika debit air Citarum tinggi. Wilayah oxbow ini justru menjadi tempat pembuangan limbah dan sampah bagi masyarakat sekitar. Mencegah kerusakan aset konservasi ini, WPL bersama warga sekitar oxbow melakukan penanaman produktif dan pelindung untuk memperkaya vegetasi disekitar kawasan dan membentuk kelompok pengelola kawasan. Konsep biotop merupakan upaya menjadikan kawasan Citarum lama dapat bermanfaat secara ekonomi namun tidak merusak keutuhan ekosistem yang sudah ada. Pertama kali kegiatan ini dilakukan di sisa sudetan kecil sungai Citarum di Bojongtanjung, Desa Sangkanhurip yang dicanangkan oleh Gubernur Jawa Barat di tahun 2003. Replikasi program ini dilakukan di Dara Ulin, Desa Nanjung dan Mahmud yang diarahkan menjadi kawasan ekowisata. Tujuan penting diadakannya program ini adalah mengembalikan piramida ekosistem ekosistem kawasan serta menggali potensi ekonomi yanng ada. Dalam pelaksanaannya, dilakukan kajian kawasan sungai Citarum lama secara partisipatif untuk menentukan arah kegiatan/pengelolaannya. Disetiap kawasan oxbow berbeda arahan. Di Bojongtanjung misalnya diarahkan ke penanaman hutan kembali dengan membangun tegakan produktif (MPTS) yang dikelola oleh masyarakat. Ditahun 2007, sudah ada kajian sosial bagi program biotop ini. kajian sosial ini antara lain membuat peta dasar lokasi oxbow oleh masyarakat secara partisipatif. Kajian ini pun mampu membuat Gubernur mengeluarkan Surat Keputusan (SK) terkait pengelolaan kawasan biotop oleh masyarakat yang dilimpahkan ke Kepala Desa melalui perencanaan program biotop sebagai bagian dari program Citarum Bergetar. Melalui program ini bagian Hulu sudah ditanami dengan 2 400 pohon tegakan produktif dan dikembangkannya 9 000 ekor ikan dari berbagai jenis. Kemajuan program biotop ini membuat WPL membuat rencana tindak lanjut berupa : 1. Memperbaiki dan memperkaya tanaman pohon tegakan produktif
28
2. Pembentukan dan penguatan kelompok masyarakat yang mengelola 3. Sosialisasi dan pendidikan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem terus dilakukan 4. Serta perwujudan manfaatan ekonomi kawasan bagi masyarakat. Pendanaan dalam program ini berasal dari Gubernur Jawa Barat, BPLHD Provinsi Jawa Barat serta Dinas Lingkungan Hidup Kab. Bandung. Program ini juga akan diinisiasi di Kampung Mahmud Desa Mekar Rahayu dan Kampung Dara Ulin Desa Nanjung di Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dengan konsep biotop yang berbeda. Pembangunan sistem sanitasi berbasis masyarakat Pembangunan sistem sanitasi ini dilakukan dengan membangun sarana pembuangan limbah tinja skala kolektif (septic tank kolektif). Komunitas WPL berupaya untuk melakukan penyehatan lingkungan sanitasi masyarakat yang masih buruk. Program ini dilakukan dengan metode PHAST (Participatory Higiens and Sanitation Transformation) secara partisipatif mulai dari penentuan lokasi, penempatan jalur pemipaan, penyepakatan sistem sampai dengan penyepakatan iuran masyarakat. Upaya pertama yang dilakukan adalah dengan mempersiapkan masyarakat dengan membangun kesadaran dan pengetahuan serta inisiatif masyarakat akan pentingnya memperbaiki perilaku dan mengorganisir masalah sanitasi setempat. Pada tahun 2005, WPL bekerjasama dengan Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Provinsi Jawa Barat, dan program ESP-USAID berupaya membangun fasilitas septic tank kolektif bagi masyarakat di dua pemukiman di bantaran DAS Citarum. Tujuan dari program ini sebagai upaya meningkatkan pemahaman akan pentingnya hidup sehat dan bersih, kesediaan merubah perilaku serta mengorganisir masyarakat untuk memanfaatkan dan mengelola sarana septic tank kolektif. Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak menjadi dua pemukiman yang dipilih untuk menerima program septic tank kolektif. Dara Ulin merupakan pemukiman dengan hampir 50 persen masyarakatnya tidak memiliki jamban dan septic tank, mereka memiliki kebiasaan buruk yaitu Buang Air Besar (BAB) di sungai dan kebun. Di Kampung Cilebak, masyarakat sudah banyak yang memiliki septic tank namun masih belum memenuhi standar. Semakin padatnya pemukiman ini membuat masyarakat memiliki septic tank yang terlalu dekat dengan sumber air, sehingga berpotensi untuk mencemari sumber air bersih yang mereka gunakan sehari-hari. Hal tersebutlah yang membuat komunitas WPL berupaya mengajak masyarakat untuk membangun fasilitas septic tank kolektif dengan kapasitas 150 KK dan 60 KK di masing-masing pemukiman. Pada tahun 2007, WPL bersama masyarakat mampu membentuk pengurus fasilitas septic tank kolektif, mendata penerima manfaat sampau dengan membentuk aturan dan tata tertib. Terbangunnya sarana septik tank kolektif di Dara Ulin dan Penclut masing-masing dengan kapasitas 1000 jiwa termasuk instalasi pipa induk dan bak pembagi sambungan di kedua wilayah pemukiman. Program ini masih berlum menjalankan kerja sama yang jelas dengan Dinas terkait operasional dan pemeliharaan. Program septic tank kolektif ini masih perlu perbaikan program seperti penguatan kapasitas kelompok dan tim pengelola
29
dalam bidang operasional dan manajemen. Masih banyak hal yang bisa dievaluasi untuk kemajuan dari program tersebut, salah satunya membangun kembali kepengurusan program septic tank kolektif di wilayah Kampung Cilebak. Pada tahun 2007 sampai dengan 2008, WPL mencoba melaksanakan kegiatan perbaikan sanitasi dan pengelolaan air bersih skala kecil di permukiman kumuh di sekitar sungai Citarum di Cilebak. Selain melakukan intervensi penyiapan masyarakat, bekerja sama dengan masyarakat setempat akan pula di coba penyediaan sarana pengelolaan sampah terpadu kolektif, sarana pengolah tinja dengan bio-digester serta instalasi penyediaan air bersih skala kecil. Program yang merupakan demonstration project ini merupakan kerjasama dengan South East Asia-Urban Environmental Management Application kerjasama CIDA-AIT Thailand. Rehabilitasi lahan kritis-program bank pohon Bank pohon merupakan program kolaborasi antara WPL dan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai upaya rehabilitasi lahan kritis. Pendekatan yang digunakan dalam program ini adalah kajian dan PRA (participatory Rural Appraisal). Pendekatan ini memungkinkan munculnya inisiatif dan inovasi dari petani lokal serta keterlibatan masyarakat secara optimal dalam mengatasi persoalan lahan kritis. Program ini dilakukan di Kampung Kiara Payung, Desa Banjaran Wetan dan Kampung Pasir Peundeuy Desa Mekar Jaya, Kecamatan Banjaran dilahan dengan total 50 Ha. Program ini dimulai tahun 2004 di Kiara Payung lalu dijalankan di Pasir Peundeuy dua tahun kemudian. Program yang dilaksanakan berkat adaya dana dari PT. Kaltim Prima Coal ini, diikuti oleh 105 petani untuk diajak bersama memulihkan lahan kritis dengan menanam tanaman kopi pada lahan seluas 30 Ha. Pola Bank pohon yang dilakukan WPL bukan semata program penyediaan bibit tanaman namun lebih melihat kesungguhan masyarakat untuk ikut serta dalam program rehabilitasi lahan kritis dan mendukung masyarakat sebagai pemeran utama program. Di tahun 2007, masyarakat dan WPL sudah mempu menanam 6 800 pohon kopi di Desa Banjara Wetan dan 4000 pohon kpi di Desa Mekar Jaya ditambah dengan pohon tegakan dan buah-buahan lainnya. program ini pun telah memiliki pengurus, serta aturan yang jelas. Program ini masih memerlukan penguatan kelompok petani penghijauan bank pohon (Papepeng = Paguyuban Petani Penghijauan), pembentukan koperasi petani, penyediaan alat untuk pengolahan pasca panen dan membuka akses pasar yang memadai bagi produk ptani. Pada akhir tahun 2009, WPL melakukan program pemulihan lahan krittis untuk mengatasi erosi dan mempertahankan stabilitas lahan di Desa Mekarjaya di kawasan Sub DAS Cisangkuy. Pemulihan lahan dilakukan dengan menanam tanaman bambu. Pelaksanaan program ini untuk menjadi sebuah model pemulihan lahan kritis dengan pengembangan potensi ekonomi masyarakat sekitar. Pendampingan petani bambu dilakukan melalui pelatihan dan workshop. Masyarakat diminta untuk menjaga dan mengembangkan usaha ekonomi berbasis bambu. Lahan seluas 6 Ha di Kampung Pasir Bungur menjadi hutan bambu rakyat untuk melindungi lahan dari erosi, menyuburkan mata air dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
30
Program-program didanai oleh swasta dan pemerintah. pihak yang terlibat yaitu, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, PT. Kaltim Prima Coal, Yayadan Fuji Xerox Astra Graphia dan PTJ II. Model penataan kawasan sempadan Merujuk pada Perda Jawa Barat No 20 Tahun 1995 dan Perda No 12 Tahun 1997 dan dipertajam dengan perda no 8 Tahun 2005, maka WPL menggagas penertiban bangunan-bangunan liar pinggir Sungai Citarum. Sebagai kawasan yang berfungsi konservasi, kawasan sempadan seyogyanya dikelola dengan melibatkan masyarakat setempat. Sosialisasi regulasi kawasan sempadan dilakukan oleh WPL bersama pihak-pihak terkait agar masyarakat memahami dengan baik peruntukan perbaikan sempadan dan memotivasi untuk berperan serta dalam program tersebut. Selama tahun 2003, WPL secara khusus melakukan gagasan model penataan sempadan di Rancamanyar. Sosialisasi dan pendekatan secara persuasif dilakukan kepada pihak yang telah mendirikan bangunan usaha di sempadan DAS Citarum untuk membongkar bangunannya tersebut. WPL dan masyarakat langsung melakukan perencanaan penataan kawasan sempadan yang diarahkan sebagai “Water Front Garden” pada kawasan sempadan sejauh 2 Km di Rancamanyar. Langkah awalnya dengan memagari dan menanam tanaman keras sebagai pelindung oleh masyarakat sekitar. Konsep sempadan yang dilakukan di Sangkanhurip, Kecamatan Ketapang merupakan perwujudan kawasan sempadan sebagai kawasan hijau yang dikelola langsung oleh masyarakat setempat. Sempadan ini akan digunakan sebagai Gazebo untuk tempat berkumpul masyarakat, pembuatan jogging track serta wilayah berdagang yang lebih tertata. Wilayah sempadan ini tetap asri dengan dibuat pagar pembatas antara sempadan dengan bantaran dan pananaman pohon pelindung disekitarnya. Pedagang di wilayah ini harus menggunakan gerobak dan berjualan dengan waktu yang telah disepakati, sehingga ketika selesai berjualan mereka tidak meninggalkan lapak usaha dalam kondisi kotor. Sejak tahun 2007, sudah sepanjang 1 500 meter sempadan DAS Citarum yang sudah ditata. Adanya kepengurusan untuk setiap kawasan sempadan membuat program ini berjalan dengan seharusnya. Pekerjaan rumah yang lain bagi WPL kini adalah menata kawasan sempadan di wilayah lain yang belum tersentuh program. Pihak WPL sedang mengupayakan untuk mengadvokasi peraturan desa untuk pengelolaan sempadan. Program ini sudah melibatkan Dinas PSDA provinsi Jawa Barat dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bandung. Sistem air bersih pedesaan berbasis masyarakat Hasil Kajian PRA di Kampung Pasir Peundeuy Desa Mekarjaya Kec. Banjaran Kab. Bandung memunculkan prioritas masalah berupa kekurangan air bersih bagi warga kampung tersebut. Di kampung Pasir Peundeuy masyarakat sudah terbiasa mengangkut air antara 2 sampai 3 km dari mata air yang berada di lereng bukit, hal ini mendorong WPL memfasilitasi keadaan ini dengan menyampaikan permasalahannya kepada Dinas KIMTAWIL Kab. Bandung. Akhirnya dari Dinas Kimtawil memberi kesanggupan untuk memberikan bantuan material berupa pipa dan semen, serta pengujian kualitas dan kuantitas air dari
31
mata air yang ada. Dengan semangat gotong royong masyarakat RW 13 Kampung Pasir Peundeuy akhirnya dapat mewujudkan pembuatan bak penampungan dan distribusi airnya lebih dekat ke pemukiman mereka. Program ini mulai dilaksanakan sejak tahun 2006. Masyarakat Kampung Kiara Payung pun menginginkan adanya progra, air bersih sejak tahun 2004. Mereka bahkan menabung dari hasil uang tanam guna mewujudkan program tersebut. Tahun 2006, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air Departemen Pekerjaan Umum membuat program pembuatan Aquiper buatan yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat kampung Kiara Payung. Alat ini mampu memberikan suplai air bersih ke 415 KK meliputi RW 12, 13 dan 16. Proses perencanaan sampai dengan pembebasan lahan untuk membangun alat air bersih tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat. WPL masih perlu melakukan penguatan kapastias lokal dan pembentukan lembaga pengurus. Program air bersih ini juga dilaksanakan di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak. Program ini terlaksana berkat adanya kerjasama Departemen Pekerjaaan Umum. Pendidikan Peduli Lingkungan (Eco School) Akar dari persoalan lingkungan yang terjadi di DAS Citarum disebabkan karena perilaku masyarakat yang tidak dapat menjaga lingkungan. WPL memfokuskan kegiatan untuk pendidikan kepada masyarakat dan membangun kepedulian masayarakat. Anak-anak merupakan objek yang masih bisa dibangun rasa cintanya terhadap lingkungan. Program pendidikan berbasis lingkungan ini mengarahkan anak-anak usia sekolah untuk sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Tahun 2001, WPL memulai kegiatan dengan mengajak ratusan siswa sejikah dasar yang berlokasi di sekitar aliran sungai Citarum bagian hulu untuk melakukan pembersihan kawasan sempadan seungai dari sampah dan melakukan penanaman pohon pelindung. Setahun kemudian, melalui gerakan cinta air dan sungai (Pulasara Citarum), WPL menyelenggarakan Citarum Fair dengan mengadakan kegiatan berupa lomba dan sosialisasi bagi siswa sekolah dasar. Mata lomba antara lain Lomba menggambar, menulis dan membuat puisi. puncak acara diramaikan oleh bazar lingkungan. Pesantren lingkungan merupakan salah satu program pendidikan bagi siswa sekolah dasar. Disana akan ada perwakilan dari 20 sekolah SD Citarum. kegiatan pesantren lingkungan akan lebih banyak dilakukan dialam terbuka. Para peserta diajak untuk mengenali potensi masalah sungai, mengenal sumber sampah, sampai potensi pencemarannya. Pada Alumni pesantren ini membentuk Kader Cinta Lingkungan (KANCIL). Program ini dijalankan atas inisiasi WPL dibantu dengan pemerintah Provinsi Jawa Barat, PT. Indonesia Power dan Perum Jasa Tirta II. Kegiatan lain yang dilaksanakan WPL antara lain mitigasi banjir, kampanye penyadaran masyarakat peduli lingkungan, wangkongan lingkungan, sosialisasi dan pelatihan kader. Semua program terlaksana dengan baik berkat partisipasi aktif dari masyarakat sekitar DAS Citarum.
32
33
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGADAAN SEPTIC TANK KOLEKTIF Pendahuluan Masyarakat bantaran sungai Citarum dulu memiliki kondisi sanitasi yang buruk. Terlihat dari kepemilikan akan kebutuhan mandi, cuci dan kakus. Masyarakat bantaran sungai Citarum dahulu memanfaatkan sungai dan kebun sebagai tempat untuk buang air besar. WPL berinisiatif membuat media pembuangan kotoran bersama yang biasa disebut septic tank kolektif. Septic tank ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan sanitasi yang lebih baik. Partisipasi masyarakat merupakan komponen penting dalam kegiatan yang diusung oleh komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL). Keterlibatan masyarakat dalam sebuah program akan menjadi tolak ukur keberhasilan dari program yang dijalankan. Masyarakat Dara Ulin dan Cilebak sudah dilibatkan mulai dari awal proyek ini dibangun sampai dengan perawatannya. Untuk itu, pada penelitian ini, tingkat partisipasi akan diukur melalui 4 tahap partisipasi, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap pemanfaatan hasil dan tahap evaluasi dan monitoring. Serta memberikan gambaran sejauh mana partisipasi masyarakat pada setiap tahap nya di dua tempat penelitian. Tahap perencanaan Tahap perencanaan merupakan tahap awal dari sebuah program. Perencanaan dimaksudkan untuk mendapatkan kesepakatan bersama mengenai keberlanjutan dari program. Pembuatan septic tank kolektif oleh komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) di wilayah Dara Ulin dan Cilebak dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan sanitasi yang baik dan higienis. WPL mengajak masyarakat di kedua wilayah untuk bersama membuat perencanaan bagi septic tank kolektif. Perencanaan dijalankan dengan membuat forum bersama masyarakat, mencari dana sampai penentuan keberlanjutan septic tank kolektif. Pada tahap ini akan menghasilkan usulan, ide, komentar dan akhirnya diambil sebuah keputusan bersama mengenai program. Rencana pembangunan septic tank kolektif di Dara Ulin dan Cilebak diawali dengan kunjungan founder WPL, Pak Yoga tahun 2000 di wilayah tersebut. Beliau melihat fenomena yang memilukan ketika melihat sebagian masyarakat masih Buang Air Besar (BAB) di kebun atau sungai Citarum. Warga yang buang air besar di sungai bisa mencemari sungai Citarum. Mereka pun menggunakan air sungai yang sama untuk mandi, cuci bahkan memasak. Fakta lain yang masih terjadi adalah buruknya sistem sanitasi masyarakat. Banyak septic tank yang dibangun tidak memenuhi standar. Jarak septic tank yang hanya 3-4 meter dari sumber air membuat masyarakat seringkali mengalami gejala penyakit. Penyakit yang banyak menjangkit masyarakat adalah diare, muntaber dan sakit kepala. Alasan inilah yang menjadi dasar tercetusnya ide untuk membuat septic tank kolektif (pembuangan limbah bersama) yang nantinya akan menjadi tempat
34
pembuangan akhir limbah rumah tangga dan setiap rumah dapat memiliki kamar mandi dan sistem sanitasi yang sehat. Pada tahun 2004, pembangunan awal septic tank pun dilaksanakan. Kapasitas pembuangan akhir ini mencapai 150 rumah. Septic tank ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan warga di RT 02, 03, 04 dan 06 di RW 06, kampung Dara Ulin, Desa Nanjung, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Warga yang menikmati fasilitas ini awalnya hanya 60 rumah dengan 4 bak kontrol. Saat ini pengguna sudah mencapai 150 rumah dengan 20 buah bak kontrol yang masih dalam kondisi baik. Pada proses perencanaan komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) melibatkan seluruh lapisan masyarakat untuk dapat saling bertukar pikiran mengenai rencana pembangunan septic tank kolektif. Hasil rembug warga menghasilkan usulan berupa letak septic tank yang akan dibangun dan jalur pemipaan serta sistemnya. Rencana pembangunan septic tank kolektif di wilayah Kampung Cilebak, Desa Rancamanyar dimulai dengan adanya usulan Bapak Wawan untuk membangunkan septic tank kolektif di tahun 2002. Bapak Wawan dan Bapak Yoga mencari dana untuk pambangunan fasilitas kebersihan bagi warga RW 03. Pembangunan septic tank kolektif ini juga melibatkan warga setempat. Saat perencanaan ini juga dipilih ketua pengurus septic tank kolektif. Berbeda dengan warga di Dara Ulin,warga Cilebak sebagian besar sudah memiliki septic tank sendiri ditiap rumahnya. Pembangunan septic tank masyarakat masih tidak sesuai dengan standar, yaitu kurang dari 10 meter dari sumber air. Tahap perencanaan bermula dari diadakannya rapat yang melibatkan seluruh masyarakat di dua wilayah penelitian. Hal ini dikarenakan kepengurusan septic tank akan diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat, komunitas WPL hanya sebagai fasilitator saja. Partisipasi masyarakat pada tahap ini menjadi sangat penting. Berikut akan dipaparkan data mengenai keterlibatan masyarakat pada tahap perencanaan di dua wilayah. Tabel 3 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat perencaaan di Kampung Dara Ulin dan Cilebak tahun 2014 Tingkat Perencanaan Tinggi Sedang Rendah Total
Wilayah Dara Ulin Wilayah Cilebak n % n % 13 43.3 2 7.4 8 26.7 5 18.5 9 30.0 20 74.1 30 100 27 100
Total n 15 13 29 57
% 26.3 22.8 50.9 100.0
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa masyarakat di wilayah Dara Ulin lebih partisipatif dibandingkan dengan warga di di wilayah Cilebak pada tahap perencanaan. Terlihat bahwa 43.3 persen warga di Dara Ulin memiliki tingkat perencanaan yang tinggi. Hal ini dikarenakan kebutuhan masyarakat akan dibangunnya septic tank kolektif yang sangat tinggi. Banyak dari masyarakat yang masih menggunakan toilet umum untuk buang air besar, bahkan di RT 01 dan 05 masih ada warga yang belum memiliki toilet pribadi. Pembuangan limbah air juga 90 persen masyarakatnya masih menggunakan cublug dangkal selebihnya memiliki septic tank dengan kondisi yang sangat tidak layak, terlalu dekat sumber
35
air. Sebelum diadakannya rembug atau musyawarah dengan warga, komunitas WPL melakukan proses sosialisasi dan edukasi mengenai sistem sanitasi dan pentingnya memiliki sanitasi yang layak bagi masyarakat. Tujuannya agar masyarakat lebih memahami bahwa septic tank kolektif menjadi kebutuhan mereka. Ketika masyarakat merasa butuh, maka akan lebih mudah untuk melibatkan masyarakat dalam pembangunan septic tank kolektif ini. Proses penyadaran inilah yang sebenarnya menjadi tujuan dari komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) dalam menjalankan aktifitas penyelamatan sungai, seperti yang dituturkan oleh Bapak Yoga sebagai berikut : “...Jadi prinsip saya software follow hardware. Masyarakat harus dibuat sadar terlebih dahulu, cara berfiikirnya dirubah. kalau fasilitas yang akan dibangun dirasa menjadi kebutuhan masyarakat,langkah selanjutnya, kita bangun fasilitasnya. Sehingga, akan lebih berguna dan masyarakat bersedia untuk mengurusinya..” (SY) Lain hal dengan yang terjadi di Dara Ulin, masyarakat Cilebak 74.1 persen memiliki tingkat perencanaan yang rendah. Masih banyak masyarakat yang tidak terlibat dalam perencaaan. Struktur masyarakat di wilayah Cilebak sudah berubah. Saat ini banyak wilayah yang dihuni oleh pendatang baru. Pendatang baru yang di wilayah RW 03 hanya menggunakan septic tank kolektif tanpa tahu proses perencanaannya, sedangkan penghuni lama banyak yang pindah ke wilayah lain atau meninggal. Berikut penuturan ibu CC, istri dari mantan RW 03 yang mengatakan bahwa : “..semua masyarakat sudah diundang, sedikit yang mau datang. Terlebih pendatang baru. mereka acuh, tidak peduli dengan kondisi sekitar. Saya dan bu Yenny saja yang mengurus program-program WPL..” (CC) Saat ini, ada 27 pengguna/anggota septic tank kolektif di wilayah Cilebak, sebagian besar pendatang atau warga lama yang baru bergabung sebagai anggota/pengguna. Seluruh masyarakat mengetahui adanya pengumuman musyawarah, namun masih ada yang enggan datang karena merasa tidak butuh, selain alasan sibuk bekerja. Pendatang baru di wilayah tersebut mengaku hanya menggunakan saja dan tidak mengetahui proses awal pembuatan septic tank kolektif. Pada tahap perencanaan, masyarakat dilibatkan untuk memberikan masukan selama musyawarah. Masyarakat diberikan kesempatan yang sama dalam menyampaikan segala usul, ide, sampai kritik sebelum pembanguan septic tank kolektif ini berlanjut. Masyarakat juga dilibatkan dalam penentuan jalur pemipaan, letak septic tank dan penentuan sistem septic tank kolektif yang akan dibangun.
36
Tabel 4 Jumlah dan persentase responden menurut keterlibatan dalam rapat perencanaan pembangunan septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Aktivitas dalam rapat Hanya duduk saja Memperhatikan jalan rapat namun tidak berpendapat Memperhatikan, berpendapat dan/atau bertanya selama rapat Total
Wilayah Dara Ulin n % 8 26.7 10 33.3
Wilayah Cilebak n % 20 74.1 3 11.1
Total N 28 13
% 49.1 22.8
12
40.0
4
14.8
16
28.1
30
100.0
27
100.0
57
100.0
Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa 40 persen masyarakat Dara Ulin dan 14.8 persen masyarakat Cilebak berani memberikan pendapat selama berjalannya rapat. Angka yang cukup tinggi di Dara Ulin memperlihatkan bahwa warga cukup aktif selama proses rapat berlangsung, sehingga banyak masukan dan ide yang munculnya dari masyarakat. Masyarakat Cilebak hanya ada 4 orang atau sebanyak 14.8 persen yang terlibat aktif selama rapat berlangsung. Mereka yang terlibat aktif memberikan pendapat biasanya dewan pengurus kampung atau seseorang yang telah terlebih dahulu ditunjuk sebagai kader komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL). Proses perencanaan pembangunan septic tank kolektif di wilayah Cilebak banyak mempertimbangkan keputusan dari petinggi atau pejabat wilayah. Hal ini terlihat dari penuturan salah satu responden (Yt 52) yang mengatakan bahwa mereka (masyarakat) hanya mengikuti keputusan yang WPL, kader dan pejabat kampung putuskan. Masyarakat Cilebak cenderung pasif menerima selama proses berjalannya rapat. “..ibu mah tidak ikut bicara, ikut saja apa hasilnya..” (YT 52) Pada tahap ini pula di adakan FGD (Focus Group Discussion) bersama masyarakat untuk membahas mengenai sistem septic tank kolektif, jalur pemipaan dan tempat peletakan septic tank. Masyarakat Dara Ulin memiliki gambaran peta jalur pemipaan yang dibuat langsung oleh masyarakat. komunitas Warga Peduli Lingkungan (WPL) menjadi fasilitator dalam setiap FGD. Masyarakat yang menentukan dimana letak septic tank tersebut, sehingga banyak warga yang bisa menggunakan fasilitas tersebut.
37
Gambar 2 Persentase responden menurut keterlibatan dalam penentuan letak, sistem dan jalur pemipaan septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa keterlibatan masyarakat dalam menentukan letak septic tank, sistem septic tank dan jalur pemipaan septic tank di wilayah Dara Ulin lebih tinggi dibandingkan dengan keterlibatan masyarakat di wilayah Cilebak. Masyarakat yang dilibatkan dalam penentuan letak, jalur pipa dan sistem dari septic tank kolektif di Dara Ulin memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Cilebak. Penentuan letak septic tank kolektif di wilayah Dara Ulin dengan mengajak berbagai lapisan masyarakat dalam sebuah forum musyawarah. Sebidang tanah milik salah satu warga dibeli oleh pihak WPL dan dijadikan sebagai pusat pembuangan limbah masyarakat Kampung Dara Ulin khususnya RW 06. Setiap anggota dan pengurus diberikan kesempatan yang sama untuk menyampaikan pendapat terkait letak septic tank kolektif. Letak tanah yang akan dibangun fisik septic tank kolektif merupakan tempat yang strategis, tidak terlalu jauh dan juga tidak di dekat pemukiman. Masyarakat Dara Ulin aktif dalam kegiatan ini, dibuktikan 63.3 persen responden selalu terlibat saat proses penentuan letak bangunan septic tank kolektif ini. Sistem dan jalur septic tank kolektif di Dara Ulin dilakukan bersamaan. Sistem penampungan dan bak kontrol disosialisasikan dari WPL, namun masyarakat masih diberikan kesempatan untuk berpendapat saat musyawarah. Penentuan jalur septic tank kolektif Dara Ulin dilaksanakan melalui FGD (Focus Group Discussion). FGD ini dilanjutkan dengan mengadakan transek partisipatif yang melibatkan perwakilan masyarakat tiap RT, tokoh masyarakat, pemuda dan kaum perempuan. Transek partisipatif ini dilakukan dengan tujuan memberikan jalur pipa yang sesuai dengan aksesibilitas warga yang lebih membutuhkan, kemudahan pemeliharaan dan kepemilikan lahan jalur pipa. Semua ini disepakati bersama masyarakat dan dikonsultasikan kepada ahli. Keterlibatan masyarakat dalam proses penentuan jalur pipa di kampung Dara Ulin dapat dikatakan tinggi. Responden yang terlibat dalam proses penentuan jalur pipa sebanyak 56.7 persen. Sama hal yang dilakukan dengan masyarakat Dara Ulin, anggota WPL juga melakukan transek partisipatif dan FGD dalam menentukan letak, sistem dan jalur pipa septic tank kolektif yang akan dibangun. WPL dan kelompok
38
masyarakat yang dipimpin pak Agus menggunakan metode yang sama dengan masyarakat Dara Ulin yang dipimpin oleh bapak Odik dalam proses penentuan letak, jalur dan sistem septic tank kolektif. Proses penentuan ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat. Sebanyak 81.4 persen responden menyatakan tidak pernah terlibat dalam proses penentuan ketiga komponen tersebut. Hal ini dikarenakan 44.4 persen responden merupakan pendatang baru yang tinggal selama 1 sampai 10 tahun dan 33.3 persen anggota baru komunitas sebagai pengguna yang baru ikut bergabung selama 1 sampai 2 tahun. Anggota-anggota komunitas baru ini memang tidak pernah dilibatkan selama proses perencanaan. Rendahnya kohesivitas antar masyarakat menjadi alasan lainnya mengapa masyarakat sedikit yang terlibat dalam penentuan komponen septic tank ini. Responden menyebutkan bahwa seringkali masyarakat tidak peduli dengan kegiatan yang tidak menguntungkan mereka. Bapak WK selaku mantan RW mengakui bahwa masyarakat RW 03 memang kurang akrab satu sama lainnya. Tidak peduli dengan kondisi sekitar mereka, termasuk juga dengan kegiatan lingkungan. Ketiadaan sosok pemimpin masyarakat juga menjadi hal yang membuat masyarakat enggan berpartisipasi, tidak ada sosok yang memberikan teladan dalam setiap aktivitas komunitas. “..dahulu saya masih bekerja, jadi tidak sempat untuk hadir. Lagipula masyarakat disini tidak peduli dengan sekitar” (NN 43) Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan merupakan tahap dimana aktivitas atau program siap dijalankan. Tahap pelaksanaan program septic tank kolektif dilihat melalui keterlibatan masyarakat dalam mendaftarkan diri di program, aktif dalam pembangunan, pemberian sumbangan material, uang dan tenaga. Pada tahapan ini masyarakat juga turut dilibatkan dengan harapan masyarakat merasa memiliki septic tank kolektif tersebut. Menumbuhkan sense of belonging ini menjadi cara yang dilakukan komunitas WPL agar masyarakat dapat melanjutkan program septic tank kolektif ini dengan baik. Tabel 5 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pelaksanaan di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Tingkat Pelaksanaan Tinggi Sedang Rendah Total
Wilayah Dara Wilayah Cilebak Ulin n % n % 26 86.7 12 44.4 3 10.0 3 11.1 1 3.3 12 44.4 30 100.0 27 100.0
Total n 38 6 13 57
% 66.7 10.5 22.8 100.0
Berdasarkan Tabel 5 masyarakat wilayah Kampung Dara Ulin memiliki tingkat partisipasi tahap pelaksanaan lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat di wilayah Cilebak. Hal ini terlihat dari 86.7 persen responden di
39
wilayah Kampung Dara Ulin memiliki kategori tinggi pada tahap pelaksanaan, sedangkan hanya 44.4 persen responden di wilayah Kampung Cilebak yang memiliki kategori tinggi pada tahap pelaksanaan. Masyarakat Kampung Dara Ulin masih memiliki kekuatan gotong-royong yang tinggi dan sering melakukan aktivitas bersama. Salah satu aktivitas yang dilakukan bersama yaitu dalam pembangunan fasilitas septic tank kolektif. Warga bergotong-royong membantu dalam proses pembangunan sampai pemasangan jalur pipa bagi 60 pengguna pertama. Sebaliknya, yang terjadi dengan masyarakat Cilebak tidak demikian. Struktur masyarakat yang lebih heterogen dan kekotaan membuat masyarakat Kampung Cilebak tidak lagi memiliki kebiasaan gotong-royong sekuat masyarakat Dara Ulin. Masyarakat di kedua wilayah juga memberikan sumbangan baik tenaga, uang dan material bangunan yang digunakan untuk keperluan septic tank kolektif ini. sumbangan ini diberikan selama proses pembangunan dan selama penggunaan septic tank kolektif.
Gambar 3 Persentase responden menurut keterlibatan dalam pelaksanaan program septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa yang paling banyak diberikan oleh masyarakat adalah bantuan tenaga. Bantuan tenaga ini diberikan mulai dari pembangunan fisik septic tank kolektif di masing-masing wilayah. Sebanyak 93.3 persen responden di Kampung Dara Ulin memberikan sumbangan tenaga, 3.3 persen memberikan sumbangan bahan material dan 23.3 persen memberikan sumbangan uang. memberikan sumbangan tenaga bagi pelaksanaan program septic tank kolektif, sedangkan, 51.8 persen responden di Cilebak memberikan sumbangan tenaga, 7.4 persen memberikan bahan material dan 45.5 persen memberikan sumbangan uang. Di Kampung Dara Ulin, masyarakat membangun septic tank kolektif secara bersama-sama, setiap masyarakat diminta ikut serta. Laki-laki melakukan pekerjaan bangunan, mulai dari mengangkat bahan material seperti batu bata
40
sampai menjadi “tukang”. Kaum wanita (ibu-ibu dan remaja wanita) membantu dalam bentuk yang lain. Mereka menyediakan sarapan, makan siang sampai menyediakan kudapan bagi para pekerja bangunan. Tidak menutup kemungkinan juga mereka membantu mengangkat-angkat batu dan membawakan ember semen. Selama waktu pembangunan, bapak Odik selaku ketua kelompok selalu mengundang seluruh masyarakat, baik secara personal maupun secara kolektif melalui microphone masjid. Ada rasa malu ketika tidak bisa memberikan bantuan. Warga yang sibuk bekerja, biasanya mengutus salah satu anggota keluarga untuk menggantikannya. Dikala hari libur, mereka pasti akan hadir di setiap kerja bakti atau gotong royong. Gotong-royong ini bukan hanya saat pembangunan fisik, namun juga saat terjadi kerusakan. Setiap kali ada kerusakan, masyarakat mengadukannya ke bapak Odik. Bapak Odik lalu akan melihat jenis kerusakannya dengan mengajak masyarakat setempat untuk berpartisipasi membantu, sehingga kerusakan bisa dengan cepat diselesaikan. Berikut penuturan ibu CU (40) dan pak UM (47) : “..kalau ada kerusakan dibantu sama tetangga-tetangga untuk memperbaiki. Cepet selesai. Kalau tidak ya memberi tahu pak Odik saja..”(CU 40) “..kalau bapak lagi tidak ada waktu dinas, bapak mau ikut, tidak enak dengan tetangga kalau tidak ikut membantu. Demi kebutuhan kita juga. Kalau rusak ya kita juga yang merasa tidak enak..” (UM 47) Sama hal dengan masyarakat kampung Dara Ulin, masyarakat Kampung Cilebak juga membangun septic tank ini secara gotong royong. Masyarakat Kampung Cilebak tidak seaktif masyarakat di kampung Dara Ulin. Nilai kerjasama antar masyarakat tidak kuat lagi. Sistem denda diberlakukan bagi yang tidak mengikuti kerja bakti. Tujuan awal diberlakukan denda untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan lingkungan. Denda justru membuat masyarakat enggan berpartisipasi dan lebih suka membayar denda. Setiap kali terjadi kerusakan, masyarakat Kampung Cilebak diminta untuk kerja bakti memperbaiki saluran yang rusak. Sedikit masyarakat yang mau turun langsung. Penyebab utamanya adalah kesibukan mereka bekerja. Sehingga, mereka harus membayar denda sebesar 50 000 rupiah tiap kali tidak ikut kerja bakti. Bahan material bagi pembangunan awal fisik septic tank kolektif diberikan langsung dari komunitas WPL. Bahan material ini dibeli dari uang sponsor yang didapatkan oleh komunitas WPL bagi terlaksananya kegiatan septic tank kolektif tersebut. Baik di Kampung Dara Ulin maupun Kampung Cilebak keduanya tidak banyak memberikan sumbangan material. Hanya 3.3 persen (Kampung Dara Ulin) dan 7.4 persen (Kampung Cilebak) yang memberikan sumbangan material. Pemberian sumbangan material ini diberikan masyarakat bagi perawatan septic tank saat ada kerusakan. Begitu pula dengan sumbangan uang. Modal awal pembangunan diberikan langsung dari sponsor yang diterima oleh komunitas WPL, sehingga masyarakat tidak perlu lagi memberikan sumbangan uang bagi pembangunan fisik septic tank kolektif. Hanya 23.3 persen responden Kampung Dara Ulin yang pernah memberikan sumbangan uang. Masyarakat Kampung Dara
41
Ulin mengeluarkan uang ketika memang terjadi kerusakan dan harus ada peralatan yang dibeli atau untuk membayar tukang sewaan. Uang yang diberikan bukan berupa uang rutin, tetapi uang “udunan” atau sumbangan dari warga yang salurannya rusak. Angka responden yang pernah memberikan sumbangan uang di Cilebak lebih besar, yaitu 45.5 persen. Masyarakat di Cilebak memberikan sumbangan uang berupa uang simpanan (kas) untuk menangani kerusakan saluran septic tank. Sarana pengendalian organisasi menurut (Etzioni 1985) dibagi dalam tiga kategori analitik yaitu fisik, material dan simbolik. Sistem pengendalian yang terjadi di komunitas wilayah Hulu adalah simbolik. Penggunaan simbol-simbol sebagai sarana pengendalian disebut sebagai kekuatan normatif. Kekuatan normatif ini cenderung menimbulkan tanggung jawab pada anggota komunitas. Anggota komunitas di Hulu banyak patuh pada ketua kelompok dengan alasan moral. Adanya hukuman secara sosial membuat masyarakat tetap kompak dalam segala kegiatan komunitas, khususnya septic tank komunal. Lain hal yang terjadi di komunitas Tengah (Kampung Cilebak), sarana pengendaliannya dengan kekuatan utilitarian. Ganjaran tersebut dengan menggunakan barang dan jasa. Terlihat dari masyarakat Kampung Cilebak mengikuti kegiatan ketika mereka merasakan adanya keuntungan yang akan mereka terima. Masyarakat Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak memiliki beberapa alasan untuk ikut terlibat dalam kegiatan WPL ini. Berikut pemaparan data nya :
Gambar 4 Persentase responden menurut alasan mengikuti aktivitas lingkungan dari WPL di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa warga Dara Ulin memiliki kesadaran diri yang tinggi untuk ikut terlibat dalam kegiatan septic tank ini. Terlihat dari angka 56.7 persen responden mengikuti kegiatan septictank (mulai dari pembangunan sampai perawatan) karena keinginan sendiri. Dibandingkan dengan Dara Ulin, warga Cilebak hanya 11.1 persen yang melakukan kegiatan WPL karena keinginan sendiri. Sebanyak 48.1 persen warga Cilebak yang mengikuti kegiatan karena adanya iming-iming upah. Berdasarkan jawaban salah
42
satu responden di Kampung Dara Ulin, mereka aktif dalam kegiatan salah satunya karena septic tank kebutuhan bersama, keuntungannya diterima bersama dan segala resikonya pun ditanggung bersama. Warga secara sadar akan ikut turut serta ketika ada kerusakan atau hal-hal berkaitan dengan aktivitas lingkungan dari WPL. Sampai penelitian dilakukan, pengurus aktif septic tank kolektif Kampung Dara Ulin masih aktif dan anggota masyarakat turut merawat fasilitas septic tank kolektif. Septic tank kolektif di Cilebak tidak ada lagi pengurus yang aktif, sehingga partisipasi masyarakat juga minim, ditambah kesadaran masyarakat yang rendah. Masyarakat ikut serta dalam kegiatan karena adanya iming-iming uang cukup tinggi yaitu 48.1 persen. Hal ini dikarenakan uang denda (tidak ikut gotong-royong) dijadikan dana operasional septic tank dan membayar “tukang” yang juga merupakan warga asli Cilebak. Warga yang ikut gotong-royong tidak perlu membayar denda, bahkan uang denda akan dijadikan upah bagi warga yang mengerjakan perbaikan septic tank kolektif. Tahap Pemanfaatan Hasil Tahap pemanfaatan hasil adalah tahapan dimana masyarakat memperoleh keuntungan dari adanya sebuah program. Dalam penelitian ini akan dilihat kebermanfaatan dibangunnya septic tank kolektif di wilayah Dara Ulin dan Cilebak. Serta perbandingan yang dirasakan masyarakat di kedua wilayah. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan dan responden, didapatkan bahwa setelah dibangun septic tank kolektif, masyarakat mendapatkan banyak manfaat. Keuntungan ini bisa dilihat dari aspek ekonomi, sosial dan ekologis. Kebermanfaatan ini juga dinilai melalui merata atau tidaknya penggunaan septic tank kolektif oleh masyarakat. Sebelum masuknya program septic tank kolektif, masyarakat Dara Ulin memiliki sistem sanitasi yang buruk. Warga di RW 06 khususnya masih banyak yang belum memiliki saluran pembuangan limbah mereka. Berikut gambaran penggunaan sarana pembuangan air kotor masuyarakat Kmapung Dara Ulin RW 06 sebelum masuknya septic tank kolektif. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Septi Tank Cubluk Drainase Sungai Kebun
RT 01 RT 02 RT 03 RT 04 RT 05
Gambar 5 Jumlah RT dalam penggunaan pembuangan limbah rumah tangga di Kampung Dara Ulin tahun 2005
43
Terlihat bahwa masih sedikit yang memiliki septic tank. Hanya masyarakat di RT 02 dan RT 04 yang sudah memiliki septic tank namun masih tidak memenuhi standar kesehatan. Jarak antara septic tank dengan sumber air masih kurang dari 10 meter. Selain itu, masyarakat masih banyak yang menjadikan sungai sebagai jambannya. Masyarakat pun memanfaatkan air sungai sebagai air mencuci, air mandi bahkan memasak. Akibatnya, masyarakat banyak terjangkit penyakit seperti diare, muntaber dan cacingan. Dibangunnya septic tank kolektif di tahun 2004 membawa dampak positif bagi warga Dara Ulin khususnya RT 02, 03, 04 dan 06 RW 06. Memang tidak seluruh warga merasakan hadirnya septic tank kolektif. Pengguna septic tank kolektif merasakan keuntungan setelah ikut dalam keanggotaan septic tank kolektif dari komunitas WPL. Berikut pemaparan datanya :
Gambar 6 Persentase responden menurut penggunaan fasilitas septic tank komunal di Kampung dara Ulin dan Cilebak Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa hampir seluruh responden di kedua wilayah menjadi pengguna dari septic tank kolektif ini. Wilayah Hulu pengguna fasilitas septic tank komunal sebanyak 150 rumah, sedangkan wilayah Tengah hanya 25 rumah. Kampung Cilebak (Wilayah Tengah) mengalami penurunan jumlah pengguna sejak dibangun pada tahun 2008. Pada awal pembangunan fasilitas sanitasi ini, pengguna septic tank komunal sebanyak 40 rumah. Lama kelamaan, pengguna lain memutuskan untuk membuat septic tank pribadi. Kebalikan yang terjadi di Kampung Dara Ulin (wilayah Hulu), pengguna fasilitas sanitasi semakin meningkat. Hal ini dibuktikan dengan data pengguna tahun 2004 sebanyak 60 rumah, saat ini pengguna berjumlah 150 rumah. Sejak dibangunnya fasilitas septic tank kolektif tidak ada lagi masyarakat yang buang air besar (BAB) di sungai dan di kebun. Masyarakat yang awalnya
44
sering terjangkit diare, muntaber dan cacingan berangsur berkurang setelah kebiasaan buruk tersebut hilang, dengan menggunakan septic tank bersama masyarakat Dara Ulin tidak harus mengeluarkan banyak uang hanya untuk memiliki saluran pembuangan limbah. Penggunaan septic tank komunal ini dirasakan lebih hemat dan lebih mudah perawatannya. Kondisi lingkungan menjadi lebih bersih dan tidak banyak air menggenang. Karena semua air kotor dialirkan menuju septic tank kolektif. Penggunaan septic tank kolektif membantu warga yang tidak memiiki lahan dan modal membuat septic tank pribadi. Pembuatan septic tank pribadi minimal menghabiskan 2 juta rupiah, biaya operasional penyedotan, perawatan sendiri yang memberatkan warga. Warga yang akan menyalurkan ke septic tank kolektif hanya mendaftarkan diri kepada pak Odik, membeli pipa paralon dan memasangnya sendiri. Sehingga, setiap masyarakat mampu memiliki septic tank tanpa harus menggunakan banyak tempat dan biaya. Berikut penuturan bapak OS (62) : “..kalau rusak ditanggung bersama, tidak perlu menyedot kalau sudah penuh. Biaya sedot WC agak mahal. Merawatnya pun bersama-sama, jadi bisa lebih mudah..pokoknya lebih enak dengan septic tank kolektif..”(OS 62) Masyarakat Kampung Cilebak juga merasakan hal yang sama setelah menggunakan septic tank kolektif. Sebelumya masih ada masyarakat di Kampung Cilebak yang baung air besar di kali dan kebun. Hal ini menimbulkan masalah yang sama. Timbulnya penyakit, sistem sanitasi yang buruk juga perkampungan yang kumuh. Masyarakat Kampung Cilebak memang sudah banyak yang mempunyai septic tank pribadi. Kondisinya septic tank masih juga tidak memenuhi standar. Jarak yang terlalu dekat dengan sumber air menjadi masalah utama. Seiring bertambahnya jumlah penduduk, lahan semakin sempit dan semakin sulit untuk membangun septic tank sendiri. Septic tank kolektif menjadi pilihan pendatang yang masuk ke wilayah tersebut. Mereka yang tinggal di wilayah RT 03/03 dan RT 04/03 bisa menyalurkan pembuangan limbah rumah mereka ke septic tank kolektif. Selain lebih sehat, menggunakan septic tank kolektif juga dirasakan hemat biaya. Baik biaya pembangunan dan biaya perawatan dibandingkan dengan septic tank sendiri. Alasan masyarakat menggunakan septic tank komunal 80% karena alasan efisiensi. Efisiensi lahan, keuangan dan tenaga. Angka tersebut juga menunjukkan edukasi sanitasi bersih dan sehat tidak bergitu berdampak pada kesadaran kritis masyarakat akan kegiatan ekologis. Masyarakat masih menilai keuntungan ekonomis dalam suatu program. Berdasarkan hasil penelitian masyarakat di kedua wilayah merasakan kebermanfaatan dari program septic tank kolektif. Memang tidak setiap anggota komunitas/masyarakat setempat bisa menyalurkan ke septic tank kolektif. Masalah utama di kampung Dara Ulin adalah kapasitas dari septic tank yang tidak menampung bagi semua RT. Masalah di Kampung Cilebak adalah letak septic tank yang kurang strategis. Tanah dibangunnya septic tank kolektif di wilayah Kampung Cilebak bukan wilayah yang paling rendah dan mudah dijangkau tiap rumah. Rumah warga yang berada di kontur lebih rendah dari keberadaan septic tank kolektif tidak dapat menggunakan fasilitas septic tank komunal. Begitu pula dengan rumah warga yang terlalu jauh dan sulit menyalurkan.
45
Tahap evaluasi dan monitoring Tahap evaluasi dan monitoring adalah waktu dimana masyarakat berpartisipasi dalam hal perawatan dan pengawasan penggunaan septic tank kolektif. Pada penelitian kali ini, keterlibatan masyarakat dalam tahap ini dinilai melalui kehadiran rapat evaluasi, keaktifan dalam rapat, keikutsertaan dalam pengawasan penggunaan dan keikutsertaan perawatan. Rapat evaluasi dan monitoring program septic tank kolektif diselenggarakan langsung oleh pihak komunitas WPL yang dipimpin pak Yoga, sedangkan sistem pengawasan dan pemeliharaan fasilitas septic tank kolektif ini dikoordinir langsung oleh ketua lokal. Rapat evaluasi dan monitoring diadakan untuk memantau kegiatan septic tank kolektif di tiap wilayah. Masyarakat Dara Ulin dan komunitas WPL sudah lebih dari 3 kali mengadakan rapat evaluasi dan monitoring bersama. Selebihnya, masyarakat mengadakan rapat/musyawarah sendiri untuk memnentukan sistem keberlanjutan dari program ini. Di Cilebak, rapat evaluasi dan monitoring baru dilakukan 1 kali. Kepengurusan septic tank kolektif di Cilebak sudah bubar sejak tahun 2009, setahun setelah septic tank digunakan. Hal ini menjadi kendala besar dalam pelaksanaan rapat evaluasi dan monitoring bersama. Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat evaluasi dan monitoring di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Wilayah Wilayah Cilebak Tingkat Evaluasi Dara Ulin dan Monitoring n % n % Tinggi 14 46.7 8 29.6 Sedang 11 36.7 9 33.3 Rendah 5 16.6 10 37.1 Total 30 100.0 27 100.0
Total N 22 20 15 57
% 38.6 35.1 26.3 100.0
Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa masyarakat wilayah Dara Ulin memiliki keterlibatan dalam evaluasi dan monitoring lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Cilebak. Dari data tersebut diperoleh 46.7 persen responden di Dara Ulin memiliki kategori keterlibatan yang tinggi, sedangkan hanya di Cilebak hanya 29.6 persen responden yang memiliki kategori tersebut. Hal ini dapat terjadi dikarenakan struktur masyarakat dan sistem kepengurusan di dua wilayah yang berbeda. Masyarakat Dara Ulin masih memiliki hubungan kekerabatan yang kuat, kebiasaan gotong royong yang kental danpatuh pada pemimpin lokal. Inilah yang mendasari banyaknya masyarakat yang mau untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang diadakan di wilayah tersebut, termasuk pengadaan septic tank kolektif. Rapat evaluasi bersama komunitas WPL banyak dihadiri warga, khusunya para pengguna. Biasanya rapat dipimpin langsung oleh Bapak Yoga. Seluruh masyarakat RW 06 kampung Dara Ulin diundang baik secara personal maupun kolektif oleh Bapak Odik untuk hadir dalam rapat evaluasi septic tank kolektif, dalam rapat ini biasanya dibahas mengenai sistem pendanaan dalam
46
perawatan dan pengawasan penggunaan septic tank kolektif. Masyarakat dilibatkan dengan tujuan memberikan gambaran langsung mengenai masalah yang dihadapi dalam program dan berusaha memecahkan solusi tersebut bersama-sama. Masyarakat Kampung Cilebak baru melaksanakan rapat evaluasi nya sebanyak satu kali. Hal ini dikarenakan pengurus kelompok septic tank kolektif bubar setahun setelah septic tank tersebut dibangun. Ketua kelompok yang ditunjuk untuk bertanggung jawab dalam meneruskan keberlanjutan program ini sudah tidak lagi berada di wilayah tesebut. Bapak AG yang saat itu ditunjuk sebagai ketua tidak menjalankan perannya dengan baik. pengurus lain pun ikut acuh, sehingga tidak ada lagi yang mengatur jalannya aktivitas septic tank kolektif ini. ditambah dengan masalah pergantian ketua RW di wilayah tersebut. ketua RW 06 bapak WK merupakan RW yang aktif dan terus mengontrol kegiatan di wilyahnya. Kegiatan perawatan dan pengawasan penggunaan septic tank kolektif masih berjalan dengan baik. Tahun 2009 bapak WK lengser dan digantikan oleh adiknya. Ketua RW baru ini tidak peduli dan sangat sibuk, sehingga tidak mau mengurusi kegiatan di wilayahnya. Dua masalah besar inilah yang membuat kepengurusan septic tank kolektif tidak ada lagi sampai saat ini. Sekarang yang terjadi, pengawasan dan pemeliharaan penggunaan septic tank kolektif dilakukan oleh masing-masing RT. Tidak ada lagi musyawarah, jika ada kerusakan warga langsung dikenai biaya sebanyak Rp 50 000/KK. Kurangnya kontrol dari pihak WPL terhadap kegiatan di kampung ini juga menimbulkan protes dari warga pengguna. Berikut penuturan ibu CC (45) : “..sia-sia. Air bersih tidak berjalan, TPS sama saja, septic tank juga tidak ada pak RT, tidak ada yang mengurus. Pak Yoga jarang kesini..”(CC 45) Setiap pelaksanaan rapat evaluasi pembahasanya mengenai sistem pendanaan dalam pengawasan dan perawatan fasilitas septic tank kolektif. Rapat ini sama halnya dengan rapat dalam perencanaan untuk melibatkan masyarakat sebagai pengguna dan pengurus. Dari rapat inilah dihasilkan ide, usulan dan keputusan bersama untuk keberlanjutan program. Tingkat partisipasi Tingkat partisipasi merupakan penilaian keterlibatan masyarakat terhadap program septic tank kolektif. Pengkategorian keterlibatan masyarakat ini dinilai melalui komponen yang ada di 4 tahapan partisipasi yang sudah dijelaskan sebelumnya.
47
Gambar 7 Jumlah responden berdasarkan kategori tingkat partisipasi masyarakat dalam aktivitas septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa tingkat partisipasi dari masyarakat di Dara Ulin lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Cilebak. Hal ini ditunjukkan dengan 20 responden Dara Ulin memiliki kategori tingkat pasrtisipasi tinggi sedangkan Cilebak hanya 4 orang. Banyak hal yag dapat menyebabkan ini terjadi, mulai dari faktor pemimpin, struktur masyarakat, hubungan masyarakat, sampai karakteristik responden. Tingkat partisipasi ini merupakan hasil akumulasi keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan partisipasi. Tingkat partisipasi tinggi dinilai melalui keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan partisipasi. Responden dengan tingkat partisipasi tinggi akan memiliki keterlibatan dalam kehadiran, ide, sumbangan sampai dengan keaktifan dalam kegiatan sampai sekarang. Responden di wilayah Hulu memiliki kategori partisipasi tinggi dengan kontribusi terbesar pada kehadiran rapat, penerima manfaat dan sumbangan tenaga. Tingkat partisipasi sedang dominan terjadi di wilayah Tengah. Keterlibatan masyarakat dalam program pengadaan septic tank komunal tidak menyeluruh. Kontribusi masyarakat Kampung Cilebak banyak dalam bentuk materi. Kehadiran rapat dan memberikan ide untuk program masih tergolong jarang. Begitu pula keaktifan dalam pemeliharaan dan perawatan fasilitas program. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Partisipasi di Wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin) Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi dianalisis melalui uji regresi dengan alpha 0.1. Alpha 0.1 menunjukkan bahwa toleransi kesalahan pada uji regresi sebesar 10 persen dan kebenarannya sebesar 90 persen. Faktorfaktor yang diuji terdiri dari faktor internal (karakteristik individu) dan faktor eksternal (komunitas). Nilai signifikansi lebih kecil dari 0.1 (alpha) menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Faktor internal antara lain usia, jenis kelamin, tingkat curahan waktu
48
luang, tingkat kesehatan, tingkat lama bergabung menjadi anggota, lama tinggal dan tingkat pendidikan. Faktor eksternal yang diuji yaitu, peran pemimpin, hubungan dalam komunitas, interaksi antar anggota serta keteladanan pemimpin. Berikut dipaparkan hasil uji regresi faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Tabel 7 Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi masyarakat di Kampung Dara Ulin tahun 2014 Coefficientsa Standardize d Coefficients
Unstandardized Coefficients Model (Constant)
B
Std. Error
Beta
T
Sig.
3.769
3.433
USIA
.007
.024
WAKTU LUANG
.001
.030
-.398
.242
-.177 -1.646
.137
.061
.302 2.242
.038*
-.018
.018
-.115 -.953
.353
PENDIDIKAN
.083
.079
.118 1.050
.308
PERAN PEMIMPIN
.647
.338
.282 1.912
.072*
HUBUNGAN ANGGOTA
-.349
.174
-.249 -2.001
.061*
INTERAKSI ANGGOTA
.241
.290
.155
.829
.418
KETELADANAN
.673
.351
.283 1.921
.071*
JENIS KELAMIN
-1.035
.577
-.261 -1.793
.090*
KESEHATAN LAMA ANGGOTA LAMA TINGGAL
1.098
.287
.044
.304
.764
.004
.031
.976 .117
a. Dependent Variable: TINGKAT PARTISIPASI b. * : signifikan Berdasarkan hasil uji regresi tersebut didapatkan hasil bahwa faktor-faktor internal yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin) adalah lama bergabung dalam kelompok dan jenis kelamin. Kedua faktor tersebut memiliki nilai koefisien yang berbeda. Lama bergabung dalam kelompok serta jenis kelamin memiliki nilai koefisien masing-masing sebesar 0.038 dan 0.090. Faktor lama bergabung dalam kelompok memiliki nilai
49
koefisien yang terendah. Artinya, pengaruh lama bergabung dalam kelompok memiliki pengaruh paling signifikan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program septic tank kolektif. Faktor-faktor eksternal (komunitas) yang signifikan terhadap tingkat partisipasi adalah peran pemimpin, hubungan antar anggota serta keteladanan pemimpin. Masing-masing variabel memiliki nilai koefisien 0.072, 0.061, 0.071. Lama waktu bergabung memiliki nilai koefisien paling kecil. Artinya, lama waktu bergabung dalam komunitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengadaan septic tank kolektif. Lama waktu bergabung dilihat melalui berbagai sudut pandang. Anggota komunitas WPL tidak memiliki basis data yang jelas. Sampai saat ini pun, anggota komunitas ini tidak dapat diketahui secara pasti berapa jumlahnya. Ukuran menentukan lama menjadi anggota melalui dua cara. Pertama, dimulai sejak pertama mereka ikut bergabung dalam rapat komunitas. Kedua, dimulai sejak mereka memutuskan untuk bergabung menggunakan septic tank kolektif. Responden dengan keikutsertaan yang lebih lama akan memiliki pemahaman tentang komunitas dan program pengadaan septic tank kolektif. Individu yang lebih lama bergabung dengan komunitas akan mengerti program septic tank kolektif sejak awal perencanaan. Mereka memiliki kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan partisipasinya. Mereka akan memiliki rasa kepemilikan terhadap program yang lebih besar dibandingkan dengan yang baru saja bergabung. Individu yang sudah bergabung dalam komunitas akan merasakan atmosfer kelompok yang lebih kuat, sehingga ada rasa tanggung jawab untuk berperan aktif dalam segala kegiatan komunitas. Jenis kelamin menjadi salah satu faktor yang berpengaruh di wilayah Dara Ulin. Terdapat beberapa perbedaan dari keaktifan anggota laki-laki dan perempuan. tahap perencaaan program septic tank kolektif banyak dihadiri anggota kelompok dan masyarakat Kampung Dara Ulin. Baik laki-laki maupun perempuan turut serta dalam rapat/musyawarah yang dilakukan. Saat rapat perencanaan, laki-laki lebih aktif memberikan pendapat dibandingkan dengan perempuan. Anggota perempuan cenderung mengikuti keinginan dan keputusan dari kaum laki-laki. Sampai dengan proses evaluasi dan monitoring, laki-laki masih lebih aktif dibandingkan dengan perempuan. Selain memberikan sumbangan tenaga dalam proses pembangunan, kaum laki-laki juga banyak menyumbangkan ide, usulan dan masukan bagi keberlanjutan program septic tank kolektif ini. Perawatan septic tank kolektif juga banyak dikerjakan oleh laki-laki. Biasanya yang hadir bekerja bakti membersihkan dan merawat saluran septic tank adalah laki-laki. Perempuan hanya memberikan makan siang dan kudapan bagi laki-laki yang bekerja. Dilihat dari segi waktu, kaum laki-laki lebih banyak memiliki waktu luang untuk aktif dalam kegiatan pengadaan septic tank kolektif. Laki-laki yang bekerja masih memiliki waktu luang setelah pulang bekerja dan saat akhir pekan. Berbeda dengan perempuan yang setiap harinya harus mengurus rumah tangga. Waktu luang banyak digunakan untuk beristirahat. Menjaga anakanak, mengurus keperluan suami, mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, menyapu, mengepel dan memasak banyak menyita waktu para ibu sehingga tidak terkadang tidak bisa aktif di kegiatan komunitas. Peran pemimpin merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh untuk tingkat partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan/program. Peran
50
pemimpin dinilai berdasarkan keberadaan pemimpin yang selalu mengajak, mengingatkan dan mau terjun langsung dalam kegiatan septic tank kolektif. Adanya sosok pemimpin untuk sselalu memberikan informasi dan mengatur kegiatan anggotanya dalam program/kegiatan septic tank kolektif. Keberadaan pemimpin menjadi penting untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Sosok pemimpin inilah yang nantinya akan diikuti kata-katanya oleh anggota yang lain. Kampung Dara Ulin memiliki sosok pemimpin yang disegani masyarakat. Bapak Odik Sodikin adalah mantan ketua RW 06 Kampung Dara Ulin. Beliau diminta langsung oleh WPL dan masyarakat untuk menjadi ketua pengurus septic tank kolektif. Sampai pada penelitian dilakukan, kepengurusan septic tank kolektif masih terus aktif. Masyarakat pun sangat segan dengan Bapak Odik. Setiap kali Bapak Odik meminta masyarakat untuk rapat/musyawarah, kerja bakti sampai dengan membantunya membenarkan saluran septic tank, masyarakat aktif dan turut membantu. Peran pemimpin inilah yang menjadikan partisipasi masyarakat kampung Dara Ulin tergolong tinggi. Sebaliknya, di Kampung Cilebak tidak pernah ada sosok pemimpin dalam kegiatan ini. Ketua pengurus septic tank kolektif di wilayah Tengah membubarkan kepengurusan septic tank kolektif pada tahun kedua septic tank kolektif dibangun. Sehingga, masayarakat tidak mendapatkan sosok pemimpin yang selalu mengajak mereka untuk melaksanakan kegiatan lingkungan. Hubungan dalam komunitas menjadi faktor yang juga diuji dalam penelitian ini. Hubungan individu didalam komunitas dinilai melalui keharmonisan dengan anggota kelompok lain, keterdedahan informasi, serta konflik yang mungkin terjadi dalam kelompok. Semakin baik hubungan dalam komunitas maka akan meningkatkan motivasi untuk berpartisipasi aktif dalam program/kegiatan. Masyarakat Kampung Dara Ulin memiliki hubungan yang kuat. Dibutikan dengan masih kentalnya kebiasaan gotong-royong dan tolongmenolong antar masyarakat. Adanya hukuman moral bagi yang tidak ikut dalam kegiatan bersama masyarakat. Mereka akan saling mengajak tetangga lainnya untuk turut serta. Konflik yang terjadi di Kampung Dara Ulin tidak pernah dibiarkan berlarut-larut dan diselesaikan secara kekeluargaaan. Lain halnya dengan yang terjadi di Cilebak. Masyarakat Cilebak memiliki struktur masyarakat yang berbeda dengan masyarakat Kampung Dara Ulin. Kampung Cilebak banyak dihuni oleh pendatang baru. Para pendatang baru ini memiliki sifat yang tidak peduli dengan kegiatan septic tank kolektif ini. Budaya gotong-royong tidak lagi kental. Konflik yang terjadi pun lebih banyak konflik laten, tidak diselesaikan dengan baik. Keteladanan pemimpin merupakan indikator yang menggambarkan keberadaan seorang pemimpin dan pengaruhnya bagi partisipasi masyarakat. semakin tinggi tingkat keteladanan seorang pemimpin, maka akan semakin banyak masyarakat yang berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, sosok bapak Odik sebagai teladan dari masyarakat Kampung Dara Ulin. Masyarakat masih menjadikan bapak Odik sebagai teladan mereka dalam melaksanakan kegiatan septic tank kolektif. Untuk itu, partisipasi masyarakat Kampung Dara Ulin tergolong tinggi.
51
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Partisipasi di Wilayah Tengah (Kampung Cilebak) Melalui uji regresi linier yang sama didapatkan hasil yang berbeda di wilayah tengah. Faktor internal yang berpengaruh dengan tingkat partisipasi masyarakat wilayah Tengah (Kampung Cilebak) lain, usia, lama menjadi anggota dan tingkat pendidikan. Dengan menggunakan alpha sebesar 0.1 atau 10 persen toleransi kesalahan, didapatkan nilai koefisien faktor usia, lama bergabung di komunitas dan tingkat pendidikan berturut-turut 0.097, 0.053 dan 0.034. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki nilai koefisien yang paling kecil. Artinya, tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengadaan septic tank kolektif. Faktor-faktor eksternal yang diuji tidak ada yang signifikan. Hal ini dikarenakan tidak berfungsinya kepengurusan septic tank kolektif di wilayah Cilebak. Berikut akan dipaparkan hasil uji regresi di wilayah Cilebak. Tabel 8 Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi masyarakat di wilayah tengah (Kampung Cilebak) tahun 2014 Coefficientsa Standardize d Coefficients
Unstandardized Coefficients Model
B
1(Constant)
1.354
3.961
.342
.737
.061
.035
.386 1.772
.097*
-.318
.645
-.096 -.494
.629
.096
.246
-.147
LAMA ANGGOTA LAMA TINGGAL
USIA JK WAKTU LUANG
Std. Error
Beta
Sig.
.391
.701
.407
-.075 -.363
.722
.349
.166
.418 2.101
.053*
-.004
.021
-.035 -.166
.871
PENDIDIKAN
.340
.146
.458 2.333
.034*
PEMIMPIN
.108
.198
.173
HUBUNGAN
-.006
INTERAKSI
KESEHATAN
KETELADANA N
.086
T
.544
.595
.185
-.008 -.033
.974
-.078
.595
-.028 -.131
.898
.128
.451
.101
.284
.780
52
Berdasarkan tabel 8 menunjukkan hasil bahwa ada perbedaan faktor-faktor yang signifikan terhadap tingkat partisipasi. Usia menjadi ukuran rentang hidup yang dihitung dengan tahun. Individu yang masih dalam rentang usia produktif memiliki mobilitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan usia yang tidak produktif. Usia muda masih memiliki kekuatan untuk aktif dalam kegiatan septic tank kolektif. Jika sudah beranjak tua, fisik sudah tidak lagi mendukung. Banyak keluhan kesehatan yang menjadi penghalang dalam melakukan mobilitas sosial yang tinggi. Begitupun yang terjadi di Kampung Cilebak. Usia menjadi penentu keterlibatan masyarakat dalam menjalankan program septic tank kolektif. Individu yang berada dalam rentang usia produktif akan memiliki partisipasi yang lebih aktif dibandingkan dengan individu yang berada di luar rentang usia produktif. Asumsi tersebut tidak berlaku di wilayah Cilebak. Di usia produktif partisipasi terhadap program septic tank kolektif rendah. Hal ini dikarenakan mereka dengan usia produktif sedang mengejar karir dalam bekerja. Sehingga, waktu luang habis untuk bekerja. Lama bergabung dalam komunitas juga menjadi faktor yang berpengaruh di wilayah tengah (Kampung Cilebak). Sama halnya dengan yang terjadi di wilayah Hulu. Masyarakat yang lebih lama terlibat dalam komunitas akan memiliki kesempatan lebih untuk aktif dalam setiap tahapan partisipasi. Mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi dan monitoring. Penduduk wilayah tengah (Kampung Cilebak) sudah banyak dihuni oleh pendatang baru. Para pendatang baru ini hanya dapat memanfaatkan septic tank kolektif yang sudah siap dan ikut serta dalam perawatan. Masyarakat yang baru bergabung dengan program septic tank kolektif ini tidak memiliki peran sama sekali dalam proses perencanaan program dan pembangunan fisik septic tank kolektif nya. Sehingga, tingkat partisipasi dalam program tergolong rendah. Lain halnya dengan penduduk asli yang memang dari awal berperan aktif dalam program. Selain itu, rasa memiliki yang lebih kuat ketika mengetahui perjuangan awal pembuatan septic tank kolektif hanya akan dimiliki oleh individu yang terlibat lebih lama di komunitas. Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh. Tingkat pendidikan ini diukur berdasarkan lama bersekolah dari individu. Sebuah penelitian di DAS Ciliwung memperlihatkan hasil bahwa masyarakat bantaran sungai Ciliwung memiliki kecenderungan perilaku yang merusak lingkungan karena tingkat pendidikan masyarakat yang rendah. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat menjadi kendala dalam upaya penyelamatan lingkungan. Masyarakat tidak mengerti pentingnya menjaga lingkungan dan akibatnya jika kondisi sungai semakin buruk. Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi maka individu akan lebih aktif untuk ikut serta di kegiatan yang memiliki manfaat bagi dirinya dan lingkungannya. Sehingga mereka dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki partisipasi yang tinggi dalam kegiatan septic tank kolektif. Mereka mengerti keuntungan yang didapatkan ketika septic tank kolektif ini terus berjalan. Ikhtisar Mayarakat Kampung Dara Ulin terlibat lebih aktif dalam kegiatan septic tank kolektif di wilayahnya dibandingkan dengan masyarakat Kampung Cilebak.
53
Dilihat melalui pengukuran 4 tahapan partisipasi, masyarakat Kampung Dara Ulin memiliki kategori keterlibatan yang tinggi dibandingkan dengan wilayah Cilebak. Banyak hal yang memungkinkan hal tersebut terjadi. Struktur masyarakat yang berbeda antara rural dengan urban low income membuat hubungan antar anggota masyarakat cenderung berbeda. Masyakarat Dara Ulin yang masuk kategori rural memiliki hubungan kekeluargaan yang kuat, kebiasaan gotong-royong yang kental dan tolong-menolong. Sedangkan yang terjadi di Wilayah urban low income seperti Kampung Cilebak hal tersebut sudah sulit ditemukan. masyarakatnya cenderung angkuh dan acuh terhadap kondisi sekitar. Keberadaan pemimpin lokal yang cenderung berbeda juga menjadi sebab perbedaan keterlibatan masyarakat dalam mengikuti aktivitas lingkungan yang diadakan WPL di kedua wilayah. Faktor-faktor yang signifikan terhadap tingkat partisipasi di kedua sektor Sub DAS berbeda. Faktor internal yang berpengaruh di wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin) yaitu jenis kelamin dan lama bergabung dalam komunitas. Lain hal dengan wilayah Tengah, faktor yang berpengaruh antara lain, usia, lama bergabung dalam komunitas serta tingkat pendidikan. Faktor eksternal hanya berpengaruh di wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin). Hal ini disebabkan karena tidak berfungsinya anggota kepengurusan septic tank kolektif di wilayah Tengah.
54
55
ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL (KARAKTERISTIK INDIVIDU) DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Pendahuluan Tingkat partisipasi merupakan gambaran keterlibatan masyarakat dalam suatu program atau kegiatan. Keterlibatan ini bisa dilihat melalui kehadiran dalam proses perumuskan program, sumbangan materil (uang) yang diberikan atau hanya sekedar menerima manfaat dari sebuah program. Tingkat partisipasi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal. Faktor-faktor internal tersebut merupakan karakteristik individu yang terlibat dalam program. Hal yang dibahas dalam penelitian ini, faktor-faktor internal terbagi menjadi tujuh variabel yakni, usia, jenis kelamin, tingkat curahan waktu luang, lama bergabung dalam komunitas, lama tinggal disekitar DAS Citarum, dan tingkat pendidikan individu (responden). Keikutsertaan atau partsipasi masyarakat di program septic tank kolektif di dua wilayah (hulu dan tengah DAS Citarum) dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yang berbeda pula. Hubungan Faktor-Faktor Internal (Karakteristik Individu) dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Septic tank Kolektif Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengadaan septic tank kolektif di wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin) tergolong tinggi. Responden dengan tingkat partisipasi tinggi berjumlah 20 orang. Responden ini dinilai sangat aktif dalam aktivitas pengadaan septic tank kolektif, mulai dari perencanaan program sampai dengan evaluasi dan monitoring. Mereka bukan hanya hadir secara fisik saja, tetapi juga memberikan masukan yang berguna bagi keberlanjutan program septic tank kolektif ini. Responden dengan kategori sedang berjumlah 7 orang dan kategori rendah berjumlah 3 orang. Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengadaan septic tank kolektif di wilayah tengah (Kampung Cilebak) masuk kategori sedang. Sebanyak 55.6 persen atau 15 orang responden di wilayah ini memiliki tingkat partisipasi sedang. Responden dengan tingkat partisipasi tinggi hanya berjumlah 4 orang (14.8%) dan tingkat partisipasi rendah sebanyak 8 orang (39.6%). Berbeda dengan masyarakat Kampung Dara Ulin, masyarakat Kampung Cilebak cenderung acuh dengan kegiatan septic tank kolektif ini. Masyarakat lebih banyak dilibatkan untuk mendukung dana dan bahan bangunan bagi perbaikan septic tank kolektif saja. Berdasarkan hasil uji regresi linier, didapatkan faktor-faktor internal yang signifikan di wilayah Hulu dan Tengah. Faktor-faktor tersebut adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama bergabung dalam komunitas. Berikut akan dipaparkan mengenai hubungan faktor-faktor internal (karakteristik individu) dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap wilayah (Hulu dan Tengah).
56
Hubungan Usia terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat Usia merupakan rentang hidup manusia yang diukur dengan satuan tahun. Di usia produktif, seseorang mampu melakukan banyak aktivitas dan mobilitasnya masih tinggi. Seseorang dengan usia melewati batas usia produktif cenderung memiliki mobilitas yang rendah dan aktivitasnya terbatas. Dimasa tua biasanya aktivitasnya dibatasi karena alasan kesehatan. Individu yang memasuki usia tua tidak lagi bugar dan seaktif orang-orang muda, sedangkan individu di usia muda cenderung menyukai kegiatan-kegiatan diluar aktivitas harian. Selain mengisi waktu luang, mereka juga banyak mencari pengalaman, jaringan dan keinginan untuk membantu sesama. Responden di wilayah hulu (Kampung Dara Ulin) paling banyak berada di rentang usia 25 sampai 45 tahun sedangkan di wilayah Tengah (Kampung Cilebak) responden terbanyak berada di rentang usia 24 sampai 37. Kedua rentang usia masuk kedalam rentang usia produktif. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi responden dan usia di Kampung Dara Ulin tahun 2014 Usia Tinggi Produktif (24-45 tahun) Kurang produktif (46-67 tahun) Tidak produktif (68-79 tahun)
Tingkat partisipasi Sedang n % 5 21.7
Total Rendah N % 3 13.1
n 15
% 65.2
N % 23 100
4
66.7
2
33.3
0
0
6 100
1
100.0
0
0
0
0
1 100
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa rentang usia yang semakin tua memiliki jumlah responden dengan tingkat partisipasi tinggi yang semakin sedikit. Responden dengan partisipasi tinggi terbanyak ada di rentang usia 24-45 tahun berjumlah 15 orang. Hal ini dapat terjadi dikarenakan rentang usia tersebut masuk kedalam kategori usia produktif. Jumlahnya menurun di rentang 46-67 tahun menjadi 4 orang dan rentang usia 68-79 tahun berjumlah 1 orang. Responden dengan tingkat partisipasi rendah hanya berada di rentang usia 24-45 tahun. Masyarakat yang berada pada rentang usia 24-45 tahun banyak yang masih turut aktif dalam kegiatan septic tank kolektif. Kader-kader WPL biasanya berada di rentang usia tersebut. Mereka yang aktif dalam kegiatan pengadaan septic tank kolektif memiliki banyak tujuan dan keinginan. Keaktifan kader muda ini sebagai bentuk tanggung jawab mereka kepada masyarakat tempat dimana mereka dilahirkan dan besar. Mereka yang menjadi kader akan memiliki jaringan pertemanan yang lebih luas karena seringkali diajak pihak WPL untuk studi banding di wilayah lain. Kader-kader muda ini juga masih memiliki tenaga dan ide-ide yang segar. Tidak heran kalau banyak dari mereka yang aktif di dalam forum untuk menyampaikan pendapat terkait keberlanjutan program septic tank kolektif. Di wilayah Hulu anggota tertua berusia 79 tahun. Bapak berinisial OL ini menjadi anggota pengurus septic tank kolektif sekaligus sebagai ketua RT 02/06.
57
Usia tua bukan menjadi penghalang beliau untuk tetap berpartisipasi aktif dalam kegiatan septic tank kolektif. Bapak OL bahkan menjadi pelopor untuk melakukan kerja bakti jika ada saluran septic tank warganya yang rusak atau tersumbat. Beliau siap membantu walau dengan keterbatasan diri. Bapak OL masih mau ikut serta dalam program ini karena merasa bertanggung jawab atas kepemilikan fasilitas tersebut. Bantuan dari komunitas WPL ini sangat bermanfaat bagi masyarakat. Beliau memilih untuk tetap secara aktif turun langsung untuk memberikan teladan bagi kaum muda. Berikut penuturan bapak OL (79) : “..walaupun bapak sedang sakit, bapak masih mau untuk membersihkan saluran kalau tersumbat. Daripada rusak karena tidak terawat ya neng, lebih baik bapak bersihkan dan mengajak warga lain” Jabatan beliau sebagai ketua RT.02/06 membuat beliau juga bertanggung jawab atas keluhan masyarakat khususnya soal septic tank kolektif. Tiap kali ada rapat evaluasi, beliau selalu berusaha untuk datang. Tujuan beliau tidak lain adalah menyuarakan keluhan dan saran dari warga RT.02/06. Beliau pun mengakui bahwa beliau tak lagi seaktif 10 tahun lalu saat pertama keberadaan program septic tank kolektif. Saat ini beliau lebih banyak membantu pekerjaan yang ringan saja. Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan usia di Kampung Cilebak tahun 2014
Usia Produktif (24-37 tahun) Kurang produktif (38-51 tahun) Tidak produktif (52-57 tahun)
Tingkat partisipasi Tinggi Sedang Rendah % % % n n n 2 18.2 3 27.3 6 54.5
Total n 11
% 100
1
10
7
70.0
2
20.0
10
100
1 16.7
5
83.3
0
0
6
100
Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa ada hubungan antara usia dengan tingkat partisipasi di Kampung Cilebak. Hubungan yang terlihat yaitu pada usia yang lebih produktif tingkat partisipasi semakin rendah. Responden di usia produktif (24-37 tahun) 54.5 persennya memiliki tingkat partisipasi rendah. Pada rentang usia kurang produktif (38-51 tahun) sebanyak 7 orang atau 70 persen memiliki tingkat partisipasi sedang. Responden yang berada di usia tidak produktif justru memiliki presentase yang lebih besar yaitu 83.3 persen untuk responden dengan tingkat partisipasi sedang. Data tersebut menggambarkan bahwa, usia memang memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi. Pada rentang usia produktif (24-37 tahun) masyarakat Kampung Cilebak lebih memilih untuk sibuk dengan karir pekerjaan mereka. Tidak ada waktu bagi kegiatan diluar kegiatan kantor.
58
Hubungan Jenis Kelamin terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat Keanggotaan pengurus septic tank kolektif di wilayah Hulu dan Tengah lebih banyak diikuti oleh kaum perempuan. Dari 30 orang anggota dan pengurus aktif kegiatan septic tank kolektif di wilayah Hulu, 19 orang diantaranya adalah kaum perempuan. Ada beberapa anggota perempuan yang kini sudah pasif mengurus septic tank kolektif. Padatnya waktu untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak menjadi alasan utama. Di wilayah Tengah (Kampung Cilebak) terdiri dari 9 orang laki-laki dan 18 orang perempuan. Tidak ada lagi kepengurusan yang resmi. Saat ini urusan septic tank kolektif hanya di pegang oleh ketua RT masingmasing wilayah. Berikut akan dipaparkan tabel mengenai tingkat pasrtisipasi masyarakat berdasarkan jenis kelamin di tiap wilayah penelitian. Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan jenis kelamin di Kampung Dara Ulin tahun 2014 No
1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Tingkat partisipasi Tinggi Sedang n % n % 11 100.0 0 0 9 47,4 7 36,8
Total Rendah N % 0 0 3 15,8
N 11 19
% 100 100
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa laki-laki dengan tingkat partisipasi tinggi mencapai 55 persen atau 11 responden dan perempuan hanya 45 persen atau sejumlah 9 responden. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa seluruh anggota laki-laki memiliki kategori tingkat partisipasi tinggi. Anggota perempuan dengan tingkat partisipasi kategori sedang berjumlah 7 orang dan kategori rendah berjumlah 3 orang. Hal ini disebabkan karena anggota laki-laki berpatisipasi aktif baik dalam hal tenaga, materi dan juga ide yang membangun. Rapat perencanaan dan evaluasi program di dominasi oleh kaum laki-laki. Partisipan laki-laki banyak memberikan ide, usulan dan masukan bagi keberlanjutan program. Partisipan perempuan lebih banyak diam dan mendengarkan dikala rapat. Berikut penuturan ibu SN (24) : “ah, malu neng. Biar bapak-bapak saja. Ibu-ibu terima hasil saja neng. tahu informasi aja saya” Proses penentuan letak, jalur pemipaan sampai dengan sistem septic tank kolektif banyak dilakukan oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan kaum perempuan. Partisipan perempuan hanya menerima hasil rapat saja. Sedikit yang mau memberikan usulan terkait keberlanjutan dan pengembangan program. Saat pembangunan fisik septic tank kolektif lebih banyak dihadiri oleh laki-laki. Pekerjaan bangunan ini dikerjakan langsung oleh bapak-bapak di wilayah Kampung Dara Ulin. Ibu-ibu hanya bertugas membuat konsumsi bagi pekerja. Begitu pula saat kerja bakti atau memperbaiki saluran septic tank kolektif yang rusak. Saat ini beberapa anggota perempuan tidak aktif lagi mengurus septic tank kolektif. Alasan utama karena padatnya waktu untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak. Ada juga ibu-ibu yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah
59
tangga dengan menjadi pedagang atau menjadi buruh tani, sehingga waktu mereka banyak disita oleh kegiatan domestik. Waktu luang mereka banyak digunakan untuk beristirahat. Berikut penuturan ibu IN (42) : “..dulu saya aktif di komunitas. Sekarang sudah ada anak dan harus menjaga warung. tidak sempet lagi mengikuti aktifitas komunitas..” (IN 42) Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan jenis kelamin di Kampung Cilebak tahun 2014 No
1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Tingkat partisipasi Tinggi Sedang n % n % 3 33.3 5 55.6 1 5.5 10 55.6
Total Rendah n % 1 11.1 7 38.9
N 9 18
% 100 100
Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa responden laki-laki cenderung berada di tingkat partisipasi tinggi dan perempuan di tingkat partisipasi rendah. Data memperlihatkan bahwa 33.3 persen dari responden laki-laki memiliki tingkat partisipasi tinggi, sedangkan 38.9 persen dari responden perempuan justru memiliki partisipasi rendah. Sama halnya dengan yang dialami oleh masyarakat di wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin). Kaum perempuan cenderung lebih pasif dibandingkan laki-laki. Sejak dibubarkannya kepengurusan resmi septic tank kolektif, ibu-ibu ini tidak mau lagi ikut kegiatan septic tank kolektif. Pembubaran kepengurusan septic tank kolektif juga berdampak pada buruknya kualitas kegiatan WPL lainnya di Kampung Cilebak. Ibu-ibu yang awalnya aktif untuk kerja bakti, hadir rapat dan mengikuti kegiatan pemilahan sampah, kini tidak ada lagi. Mereka lebih memilih mengisi waktu mereka dengan bekerja membantu keuangan keluarga daripada ikut kegiatan WPL. “..air bersih mesinnya hilang, septic tank pengurusnya bubar, TPS saja yang masih berjalan. Tapi sekarang ibu-ibu sudah malas memisahkan sampah. tidak ada lagi itu kegiatan membuat tas dari sampah detergen, kopi. Ibu-ibu banyak yang lebih memilih bekerja jadi pembantu di regency..” (CC 45) Bapak-bapak di Kampung Cilebak masih sering melakukan kerja bakti untuk perbaikan septic tank kolektif. Hal ini dilakukan karena kesadaran akan kebutuhan mereka dengan fasilitas septic tank kolektif tersebut. Ibu-ibu di Kampung Dara Ulin bersama-sama membuatkan konsumsi bagi bapak-bapak yang bekerja, sedangkan di Kampung Cilebak tidak. Tidak ada kegiatan bersama ibu-ibu. Ketika ada kerja bakti, konsumsi dibeli langsung dari warung menggunakan uang iuran yang dikumpulkan oleh pengguna septic tank kolektif. Hubungan sosial masyarakat Kampung Cilebak memang tidak sekuat Kampung Dara Ulin. Dari analisis tersebut, terlihat bahwa memang terjadi perbedaan tingkat partisipasi anatar laki-laki dan perempuan di Kampung Cilebak. Hubungan jenis
60
kelamin dan tingkat partisipasi lebih terlihat di Kampung Dara Ulin dibandingkan dengan Kampung Cilebak. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Tingkat pendidikan merupakan karakteristik penting dalam menentukan tingkat partisipasi seseorang dalam suatu kegiatan. Beberapa penelitian mengatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah akan membuat seseorang cenderung rendah keikut sertaannya dalam suatu kegiatan, khususnya kegiatan lingkungan. Penelitian lain menyebutkan bahwa seseorang dengan pendidikan tinggi cenderung berpartisipasi rendah dikarenakan kesibukan mereka bekerja. Hasil penelitian di Kampung Dara Ulin anggota paling banyak berada di tingkat pendidikan rendah dengan tingkat partisipasi tinggi. Kondisi lain terjadi di Kampung Cilebak. Di Wilayah tengah responden paling banyak berada di tingkat pendidikan rendah dengan partisipasi sedang. Berikut dipaparkan data dan analisis hubungan keduanya. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan tingkat pendidikan di Kampung Dara Ulin tahun 2014
Tingkat Partisipasi Tinggi Sedang Rendah Total
n 3 0 0 3
tinggi % 100 0 0 100
Tingkat pendidikan Sedang % n 66.7 4 16.7 1 16.6 1 100.0 6
n 13 6 2 21
Rendah % 61.9 28.6 9.5 100.0
Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa 21 responden atau 70 persen responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Responden dengan tingkat pendidikan tinggi dan partisipasi tinggi berjumlah 3 orang. Sedangkan tidak ada responden dengan tingkat pendidikan tinggi dan tingkat partisipasi sedang maupun rendah. Responden yang berpendidikan tinggi memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai manfaat program septic tank kolektif ini. Sehingga, mereka mau berpartisipasi aktif ditengah kesibukan bekerja. Responden dengan tingkat pendidikan rendah dan tingkat partisipasi tinggi berjumlah 13 orang. Sejumlah responden dengan tingkat pendidikan rendah, 61.9 persen diantaranya memiliki tingkat partisipasi tinggi. Data tersebut menunjukkan keberhasilan dari proses sosialisasi yang dilakukan pihak komunitas WPL sebelum pembentukan program septic tank kolektif. Slogan “software follows hardware” yang diterapkan oleh pak Yoga selaku founder WPL ternyata berhasil dilakukan di wilayah Hulu. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan rendah menjadi lebih mengetahui kegunaan dan manfaat dari program septic tank kolektif. Mulai dari membaiknya sistem sanitasi, berkurangnya penderita penyakit diare dan muntaber sampai dengan mengurangi pengeluaran pembuatan septic tank pribadi. Berdasarkan analisis tersebut, disimpulkan bahwa tingkat pendidikan bukan menjadi faktor utama yang menyebabkan seseorang mau aktif
61
berpartisipasi dalam kegiatan septic tank kolektif di wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin). Hasil yang berbeda terdapat di Kampung Cilebak (wilayah Tengah). Tabel 14 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat pendidikan di Kampung Cilebak tahun 2014
Tingkat Partisipasi Tinggi Sedang Rendah Total
Tinggi % n 100 2 0 0 0 0 100 2
Tingkat pendidikan sedang % N 18.2 2 54.5 6 27.3 3 100.0 11
Rendah % n 0 0 64.3 9 35.7 5 100.0 14
Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi. Semua responden dengan tingkat pendidikan tinggi (10-12 tahun masa sekolah) memiliki tingkat partisipasi tinggi. Menurut penuturan LJ (52), beliau masih aktif membantu masyarakat berurusan dengan septic tank dan program WPL lainnya. Beliau berharap septic tank kolektif ini dapat terus dipakai oleh masyarakat. Bapak LJ bahkan memiliki harapan bahwa septic tank kolektif memiliki pengurus agar lebih bermanfaat. Berikut penuturan LJ (52) : “kalau tidak diperbaiki, warga yang tidak menggunakan septic tank kolektif juga terkena dampak. terkadang air septic tanknya meluap. sampai masuk ke rumah warga lain. untuk itu saya ingin septic tank kolektif ini ada pengurusnya lagi, supaya bisa lebih terawat “ (LJ 52) Responden dengan tingkat pendidikan sedang (7-9 tahun masa sekolah), 18.2 persen memiliki tingkat partisipasi tinggi, 54.5 persen memiliki tingkat partisipasi sedang dan 27.3 persen memiliki tingkat partisipasi rendah. Responden dengan pendidikan rendah dan partisipasi rendah berjumlah 5 orang. Data-data tersebut menunjukkan bahwa, terlihat adanya hubungan antara tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi masyarakat di kasus wilayah Tengah. Responden yang memiliki pendidikan tinggi memiliki pola pikir untuk yang optimis terhadap program septic tank kolektif ini dapat terus berjalan. Hasil analisis di kedua wilayah penelitian memiliki hasil yang berbeda. Di wilayah Hulu, tingkat pendidikan bukan menjadi faktor yang terlalu berpengaruh, sedangkan di Kampung Cilebak justru sebaliknya. Hubungan Tingkat Lama Bergabung Komunitas terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat Lama bergabung menjadi anggota komunitas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Semakin lama anggota bergabung dalam sebuah komunitas, maka semakin tinggi tingkat partisipasinya. Angggota yang sudah lama bergabung dalam komunitas akan mengetahui kondisi
62
komunitasnya. Rasa memiliki dengan program septic tank kolektif akan lebih kuat. Untuk itu, anggota lama cenderung berusaha untuk terus aktif demi keberlanjutan program. Data kuesioner menunjukkan bahwa 53.3 persen responden di Kampung Dara Ulin memiliki waktu lama bergabung tinggi yaitu pada rentang 10-14 tahun. Pembentukan kelompok binaan WPL di Cilebak baru dilakukan pada tahun 2008. Data menunjukkan bahwa 40.7 persen responden di Kampung Cilebak memiliki tingkat lama bergabung yang tinggi yaitu selama 5-6 tahun. Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat lama bergabung dalam komunitas di Kampung Dara Ulin tahun 2014 Tingkat Partisipasi Tinggi Sedang Rendah Total
Tingkat Lama Bergabung dalam Komunitas Tinggi Sedang Rendah % % % n n n 87.5 100 27.3 14 3 3 12.5 0 45.4 2 0 5 0 0 27.3 0 0 3 100.0 100 100.0 16 3 11
Berdasarkan Tabel 15 diperoleh data bahwa responden dengan tingkat lama bergabung tinggi (10-14 tahun) dan tingkat partisipasi tinggi berjumlah 14 orang. Anggota komunitas ini sudah bergabung di dalam komunitas sebelum adanya septic tank kolektif. Sebagian dari mereka merupakan pengurus aktif dalam program septic tank kolektif. Mereka yang telah lama bergabung mempunyai kesempatan aktif mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi dan monitoring. Mereka sampai saat ini masih aktif dalam kegiatan WPL. Baik septic tank kolektif, air bersih maupun program penghijauan. Mereka mengaku menginginkan kondisi sungai Citarum yang “membaik”. Minimal yang mereka lakukan untuk mengurangi kerusakan yang terus terjadi di Sungai Citarum akibat banyaknya limbah pabrik di Hulu sungai. Responden dengan tingkat lama bergabung tinggi (10-14 tahun) dan tingkat partisipasi sedang berjumlah 2 orang. Responden ini biasanya berkeja harian, baik di kantor maupun di pabrik. Mereka hanya bisa aktif saat kegiatan WPL dilaksanakan di akhir pekan. Tetapi, tiap kali mereka hadir rapat, mereka masih aktif memberikan ide atau masukan bagi program septic tank kolektif ini. Responden yang telah bergabung selama tidak ada yang memiliki tingkat partisipasi rendah. Memang anggota yang lebih lama bergabung akan memiliki tanggung jawab moral yang lebih tinggi terhadap keberlanjutan program septic tank kolektif ini. Semua responden dengan tingkat lama bergabung sedang (5-9 tahun) memiliki tingkat partisipasi tinggi. Rasa kepemilikan terhadap septic tank kolektif ini menjadi alasan untuk aktif dalam kegiatan septic tank kolektif. Kebutuhan akan keberadaan septic tank kolektif membuat masyarakat bersedia untuk terus menjaga kondisi septic tank kolektif. Terdapat 27.3 persen dari responden yang memiliki tingkat lama bergabung dalam komunitas rendah (0-4 tahun) namun dan memiliki partisipasi tinggi. Alasan mereka untuk aktif dalam kegiatan septic tank kolektif, mulai dari rapat evaluasi sampai dengan kerja bakti adalah perihal
63
kebutuhan. Mereka menganggap, kebutuhan akan septic tank kolektif ini sangat kuat di masyarakat Kampung Dara Ulin. Sebanyak 45.4 persen responden dari tingkat lama bergabung rendah (0-4 tahun) yang memiliki partisipasi sedang. Hal ini dikarenakan mereka yang tidak dapat ikut dari tahap perencanaan program. Mereka hanya merasakan manfaat dan membantu merawat fasilitas septic tank kolektif ini. Mereka yang hanya memanfaatkan septic tank kolektif tanpa mau aktif di kegiatan septic tank kolektif berjumlah 3 orang. Semua responden dengan tingkat partisipasi kategori rendah baru bergabung di Komunitas WPL selama rentang waktu 0-4 tahun. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat lama bergabung dalam komunitas di Kampung Cilebak tahun 2014 Tingkat Partisipasi Tinggi Sedang Rendah Total
Tingkat Lama Bergabung dalam Komunitas Tinggi Sedang Rendah % % % n n n 27.3 14.3 0 3 1 0 63.6 71.4 33.3 7 5 3 9.1 14.3 66.7 1 1 6 100 100.0 100.0 11 7 9
Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa 66.7 persen responden dengan tingkat lama bergabung rendah (0-1 tahun) memiliki tingkat partisipasi yang rendah. Responden dengan lama bergabung selama 0-1 tahun merupakan para pendatang baru yang menggunakan fasilitas septic tank kolektif ini. Mereka yang baru bergabung dalam komunitas pengguna septic tank kolektif ini tidak memiliki kesempatan yang sama untuk terlibat dari tahap awal. Mereka tidak mengikuti tahap perencanaan sampai pada pelaksanaan. Pada saat evaluasi dan monitoring juga tidak pernah, karena dalam jangka 0-1 tahun kebelakang rapat evaluasi belum pernah diadakan lagi. Keikutsertaan mereka tidak lain memberikan sumbangan materi dan tenaga untuk kerja bakti. Responden dengan tingkat lama bergabung tinggi (5-6 tahun) dan memiliki tingkat partisipasi tinggi berjumlah 3 orang, sedangkan yang memiliki partisipasi sedang berjumlah 7 orang. Responden yang sudah bergabug selama 5-6 tahun merupakan masyarakat yang sejak tahap perencanaan aktif turut serta. Beberapa dari responden juga merupakan pengurus septic tank kolektif yang saat ini sudah bubar kepengurusan. Namun, masih ada anggota yang masih bersedia aktif untuk mengajak masyarakat juga turut serta dalam kegiatan septic tank kolektif. Lainnya merupakan anggota yang bergabung untuk menjadi pengguna septic tank kolektif. Mereka memiliki intensitas yang tinggi dalam kelompok, namun tidak banyak memberikan ide bagi keberlanjutan program. Berdasarkan analisis di kedua wilayah, faktor lama bergabung dalam kelompok memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi di kedua wilayah penelitian. Semakin lama anggota bergabung dalam kelompok maka semakin tinggi tingkat partisipasi anggota tersebut. Hal ini membuktikan bahwa, rasa memiliki oleh program dapat dibangun seiring lamanya bergabung dalam komunitas. Tentu saja harus dibarengi dengan proses manajeman yang baik dari komunitas WPL sebagai pembina.
64
Ikhtisar Faktor internal (karakteristik pribadi) memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif. Faktor internal yang berpengaruh ditiap wilayah penelitian berbeda. Faktor yang memiliki hubungan di wilayah hulu antara lain, lama bergabung dalam komunitas dan jenis kelamin. Di wilayah tengah, faktor yang memengaruhi tingkat partisipasi masyarakat ada usia, tingkat pendidikan dan lama menjadi anggota. Faktor lama bergabung dalam kelompok menjadi faktor yang sama-sama memiliki pengaruh di kedua wilayah penelitian. Waktu pembentukan kelompok Dara Ulin yang lebih dulu dibandingkan dengan kelompok Cilebak juga menunjukkan indikasi perbedaan kategori tingkat partisipasi masyarakatnya. Kelompok Dara Ulin yang sudah 14 tahun terbentuk 66.7 persen responden memiliki kategori tingkat partisipasi tinggi. Lain halnya dengan kelompok Cilebak yang baru 6 tahun terbentuk 55.6 persen masyarakatnya masih tergolong tingkat partisipasi sedang. Berdasarkan hasil analisis tabulasi silang, faktor-faktor internal memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi di kedua wilayah. Faktor internal yang berhubungan pun berbeda-beda. Masing-masing faktor memberikan gambaran tingkat partisipasi yang berbeda di kedua wilayah. Setiap wilayah, baik hulu maupun hilir memiliki penjelasan yang logis terjadinya hubungan antara kedua variabel. Faktor lama bergabung dalam komunitas masih menjadi faktor yang sama-sama memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi di kedua wilayah. Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa kelompok yang kuat akan membangun partisipasi anggota yang kuat.
65
ANALISIS HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL (KOMUNITAS) TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Pendahuluan Penelitian di Hutan Lindung Gunung Nona menyebutkan bahwa faktor dalam organisasi memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Penelitian Salampessy et al. (2009) ini mendapatkan hasil bahwa faktor organisasi yang berpengaruh antara lain hubungan dalam komunitas, komunikasi, pemahaman aturan kelompok, pengambilan keputusan dan penyelesaian masalah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Prabawaputra (2009) di bantaran sungai Ciliwung memiliki hasil yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, penelitian ini pun akan melihat faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor eksternal (komunitas) dalam penelitian ini meliputi peran pemimpin, hubungan dalam komunitas, interaksi antar anggota dan keteladanan pemimpin. Kedua wilayah penelitian (Hulu dan Tengah) memiliki faktor-faktor pengaruh eksternal yang berbeda. Berdasarkan uji regresi linier didapatkan hasil bahwa faktor-faktor eksternal hanya berpengaruh di Kampung Dara Ulin. Faktor-faktor eksternal tersebut antara lain peran pemimpin, hubungan dalam komunitas dan keteladanan pemimpin. Berikut akan dijelaskan hubungan faktor-faktor eksternal yang signifikan terhadap tingkat partisipasi melalui crosstab (tabel silang). Peran Pemimpin dalam Program Pengadaan Septic Tank Kolektif Pemimpin merupakan seseorang yang mampu merubah atau memengaruhi perilaku orang lain sesuai dengan apa yang diinginkan. Pemimpin dalam penelitian ini bukan hanya dinilai keberadaannya, namun juga peran yang dijalankan. Pembentukan septic tank kolektif dibarengi dengan pembentukan kepengurusan. Komunitas WPL sebagai pembawa program menunjuk salah satu warga untuk menjadi ketua pengurus septic tank kolektif. Ketua berguna untuk keberlanjutan program septic tank kolektif. Ketua diharapkan mampu mengorganisir masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan septic tank kolektif, seperti rapat koordinasi dan kerja bakti. Ketua harus mampu menggiring masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam setiap tahapan partisipasi mulai dari perencanaan sampai evaluasi monitoring. Sosok pemimpin yang disegani dapat meningkatkan partisipasi masyarakat. Pemimpin menjadi sumber informasi dari komunitas WPL dan menjadi opinion leader bagi anggota komunitas septic tank kolektif lainnya. Peran pemimpin dalam penelitian ini dinilai melalui penilaian masyarakat terhadap kinerja dari pemimpin program septic tank komunal. Penilaian masyarakat bukan hanya melalui keberadaan sosok pemimpin dalam komunitas tetapi juga peran yang seharusnya dijalankan. Peran pemimpin dalam komunitas antara lain mengajak dan mengingatkan anggota untuk ikut serta dalam aktivitas septic tank komunal. Pemimpin juga ikut turun langsung dalam kegiatan dan
66
mengatur segala aktivitas komunitas dalam program septic tank komunal. Penting pula bagi pemimpin untuk menyalurkan informasi ke seluruh anggota komunitas. Masyarakat Kampung Dara Ulin memiliki pemimpin komunitas bernama bapak Odik Sodikin. Bapak Odik ditunjuk langsung oleh pembina WPL sebagai ketua. Beliau yang memiliki peran strategis sebagai ketua RW 06, diminta oleh pihak WPL untuk mengorganisir masyarakat supaya program septic tank kolektif dapat berkelanjutan. Berikut dipaparkan hubungan tingkat peran pemimpin terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program septic tank kolektif.
Tabel 17 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat peran pemimpin di Kampung Dara Ulin tahun 2014 Tingkat Partisipasi Tinggi Sedang Rendah Total
Tinggi % n 71.4 20 21.4 6 7.2 2 100.0 28
Tingkat peran pemimpin Sedang % n 0 0 50 1 50 1 100 2
Rendah n 0 0 0 0
% 0 0 0 0
Berdasarkan Tabel 17 diketahui bahwa sebanyak 20 responden memiliki tingkat peran pemimpin tinggi dan tingkat partisipasi tinggi. Responden dengan tingkat peran pemimpin tinggi sebanyak 28 orang. Responden dengan tingkat peran pemimpin sedang, 50 persen diantaranya memiliki tingkat pastisipasi sedang dan sisanya memiliki tingkat partisipasi rendah. Data tersebut menunujukkan adanya hubungan antara tingkat peran pemimpin dengan tingkat partisipasi masyarakat. Semakin tinggi tingkat peran pemimpin, maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat. Hal ini disebabkan karena besarnya peran pemimpin lokal terhadap masyarakat. Masyarakat Kampung Dara Ulin sangat menyegani sosok Bapak Odik. Apapun yang bapak Odik perintah masyarakat pasti melaksanakan. Sosok pemimpin lokal ini sangat dikagumi oleh masyarakat Kampung Dara Ulin. Faktor peran pemimpin tidak memiliki pengaruh bagi tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan septic tank kolektif di wilayah tengah. Hal ini disebabkan tidak adanya sosok pemimpin yang mampu mendorong motivasi masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan septic tank kolektif. Sebanyak 93.3 persen responden di kampung Dara Ulin dan 74.1 persen di Kampung Cilebak menilai bahwa pemimpin mereka menjalankan peran pemimpinnya dengan baik. Pemimpin di Kampung Cilebak bukanlah ketua pengurus septic tank kolektif. Pemimpin mereka saat ini adalah ketua RT masing-masing yang mau mengurus keperluan septic tank kolektif. Keberadaan sosok pemimpin menjadi sangat penting untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan septic tank kolektif. Berikut akan dipaparkan data mengenai persepsi masyarakat akan kehadiran sosok pemimpin.
67
Gambar 8 Persentase persepsi responden menurut persepsi keberadaan sosok pemimpin di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa seluruh masyarakat Kampung Dara Ulin merasakan kehadiran sosok pemimpin dalam kegiatan septic tank kolektif. Septic tank kolektif di wilayah Hulu memiliki pengurus resmi yang sampai saat ini masih aktif dan ketua juga yang masih aktif. Bapak Odik selalu aktif untuk mengurus dan melakukan perawatan bagi septic tank kolektif. Masyarakat yang mengalami permasalahan dengan saluran septic tank dirumah biasanya mengeluhkannya kepada bapak Odik. Bapak Odik selalu siap untuk melayani kebutuhan masyarakatnya. Jika ada kerusakan, Bapak Odik selalu mengajak masyarakat untuk memperbaikinya bersama-sama. Setiap kali akan diadakan rapat evaluasi, Bapak Odik selalu mengajak seluruh masyarakat untuk datang. Sosok Bapak Odik yang dikagumi disegani masyarakat membuat pengaruh Bapak Odik sangat kuat bagi masyarakat. Penutururan salah satu responden diketahui bahwa Bapak Odik sangat senang membantu orang lain. Perilaku baik pak Odik membuat masyarakat enggan untuk menolak permintaan Bapak Odik, begitu pula keinginan pak Odik untuk mengurus septic tank kolektif bersama-sama. Berikut penuturan TR (38) : “..Bapak Odik sangat senang membantu warga disini. Mulai dari pembuatan KTP dan surat penting lainnya sampai masalah sengketa semua beliau bantu menyelesaikan. Masyarakat tidak bisa menolak permintaan Bapak Odik, salah satunya karena alasan tersebut. Bapak Odik itu sesepuh yang selalu kami hormati..” (TR 38) Persepsi masyarakat atas kehadiran sosok pemimpin di Wilayah Tengah (Kampung Cilebak) hanya dirasakan oleh sebagian besar responden saja. Masih ada 25.9 persen masyarakat Kampung Cilebak yang tidak merasakan kehadiran sosok pemimpin. Hal ini dikarenakan, pengurus septic tank kolektif telah dibubarkan sejak tahun 2009. Saat ini, septic tank kolektif diurus oleh masingmasing RT, baik RT 03 maupun RT 04. Di RT 03 dipimpin langsung oleh ketua
68
RT Bapak Jajang, sedangkan di RT 04 dipimpin oleh Bapak Arif. Kehadiran mereka untuk mengorganisir masyarakat Cilebak memang tidak telalu dirasaka. Pasalnya, mereka tidak memiliki pengaruh yang kuat ke masyarakat Kampung Cilebak. Terlebih kondisi struktur sosial masyarakat yang tidak peduli satu sama lain. Bapak Jajang dan Bapak Arif biasanya mengkoordinir uang sumbangan dan mengajak bapak-bapak untuk turut kerja bakti. Selain kehadiran sosok pemimpin, peran mereka untuk meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan septic tank kolektif sangat penting. Tidak meratanya penyebaran informasi menjadi masalah utama masyarakat untuk ikut serta. Ketua kelompok berkewajiban mengajak dan mengingatkan masyarakat untuk tetap aktif melanjutkan program bantuan septic tank kolektif ini. Ketua kelompok juga harus mampu menjadi teladan untuk terjun langsung dalam kelompok. Jika peranan-peranan ini dijalankan dengan baik maka akan menarik simpati masyarakat untuk turut serta. Ketua harus mampu mengorganisir segala kebutuhan masyarakat, meningkatkan motivasi masyarakat dan melanjutkan program dengan baik.
Gambar 9 Persentase responden menurut persepsi peranan pemimpin program septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa peranan pemimpin lebih dirasakan oleh masyarakat di wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin) dibandingkan dengan masyarakat wilayah Tengah (Kampung Cilebak). Menurut data primer diperoleh 86.7 persen masyarakat Kampung Dara Ulin merasa diajak oleh pemimpin mereka untuk ikut serta dalam kegiatan septic tank kolektif. Ajakan untuk ikut serta dalam kegiatan septic tank kolektif bukan hanya disampaikan secara kolektif melalui microphone masjid, tetapi juga secara personal. Bapak Odik langsung menemui warganya satu persatu untuk diajak rapat atau bekerja bakti. Bapak Odik menggunakan sentuhan personal tiap kali meminta kehadiran warganya. Sebanyak 93.3 persen mengetahui setiap informasi terkait septic tank kolektif ataupun kegiatan WPL lainnya. Sedangkan 6.7 persen yang lain mengaku belum pernah mendapatkan informasi apapun terkait kegiatan tersebut. Menurut penuturan salah
69
satu responden, mungkin saja informasi diberikan saat beliau masih ada di tempat bekerja. Bapak Odik bukan hanya memberikan informasi saja, namun juga mau terjun lansung dalam pelaksanaan program. Berikut penuturan MS (47) dan HJ (42) : “..biasanya informasi diberikan melalui microphone masjid dan secara personal dari rumah ke rumah. Bapak Odik yang melakukannya sendiri..” (MS 47) “..Pak Odik selalu turun langsung tiap kali ada permasalahan dengan septic tank kolektif ini..” (HJ 42) Berdasarkan data yang sama diperoleh informasi bahwa 74,1 persen masyarakat Kampung Cilebak diajak untuk berpartisipasi. Partisipasi masyarakat Kampung Cilebak dalam kegiatan septic tank kolektif tergolong sedang. Sedikit masyarakat yang ikut aktif dalam kegiatan ini. Sebanyak 77,8 persen responden selalu mendapatkan informasi terkait kegiatan septic tank kolektif. Angka yang tidak sedikit, namun partisipasi masyarakat masih saja rendah. Hal ini dimungkinkan sulitnya waktu luang masyarakat untuk ikut dengan kegiatan lingkungan. Masyarakat lebih memilih membayar denda sebesar Rp 50.000 setiap kali bolos kerja bakti. Kepedulian masyarakat sangat rendah akan fasilitas septic tank kolektif ini. Hanya ada 77.8 persen responden yang merasa pemimpin mau turun langsung bersama-sama masyarakat untuk merawat septic tank kolektif tersebut. data tersebut menunjukkan bahwa peranan pemimpin belum maksimal di Kampung Cilebak. Peran pemimpin tidak berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Hubungan (Kerjasama) Anggota Komunitas dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif Hubungan baik dalam komunitas akan menciptakan sebuah keharmonisan Keharmonisan sebuah kelompok penting dalam menjaga kohesivitas komunitas. Komunitas yang penuh konflik membuat anggota kelompok tidak betah berada dalam komunitas. Atmosfer komunitas yang positif akan meningkatkan motivasi anggota komunitas untuk ikut serta dalam setiap kegiatan komunitas. Hubungan komunitas pada penelitian ini dinilai melalui persepsi anggota komunitas terkait keharmonisan, konfik, dan penyebaran informasi. Masyarakat wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin) memiliki tingkat hubungan dalam komunitas yang tergolong tinggi. Sebanyak 96.7 persen responden di Kampung Dara Ulin memiliki tingkat hubungan dalam komunitas yang tinggi. Artinya, responden menganggap bahwa hubungan dalam komunitas mereka harmonis dan tidak ada konflik besar.
70
Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dan tingkat hubungan dalam komunitas di Kampung Dara Ulin tahun 2014
Tingkat Partisipasi Tinggi Sedang Rendah Total
Tingkat hubungan dalam komunitas Tinggi Sedang Rendah % % % n n n 69.0 0 0 20 0 0 20.7 0 100 6 0 1 10.3 0 0 3 0 0 100.0 0 100 29 0 1
Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat hubungan antara tingkat hubungan dalam komunitas dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif. Responden yang memiliki tingkat hubungan dalam komunitas tinggi dan tingkat partisipasi tinggi berjumlah 20 orang. Responden dengan tingkat hubungan dalam komunitas rendah seluruhnya memiliki tingkat pasrtisipasi sedang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat hubungan dalam komunitas maka semakin tinggi tingkat partisipasinya. Masyarakat Kampung Dara Ulin memiliki hubungan antar masyarakat yang baik. Kuatnya rasa persaudaraan membuat masyarakat Kampung Dara Ulin gemar tolongmenolong. Pada setiap kegiatan kelompok, seluruh masyarakat dilibatkan. Tidak ada konflik yang membuat komunitas menjadi bubar. Jalinan dalam komunitas sangat harmonis, sehingga masyarakat masih mau untuk terus aktif dalam kegiatan komunitas. Kondisi lain terjadi di Kampung Cilebak. Pengurus septic tank kolektif di Kampung Cilebak sudah dibubarkan sejak 2009. Perginya ketua kelompok ke wilayah lain serta pergantian ketua RW menjadi sebabnya. Ketua kelompok pengurus septic tank kolektif tidak menjalankan tanggung jawabnya dengan baik, sehingga program septic tank kolektif tidak berjalan dengan baik. Ketua RW saat ini tidak terlalu peduli dengan kondisi masyarakatnya. Urusan septic tank kolektif diserahkan langsung kepada RT masing-masing. Konflik juga pernah terjadi antara pengguna septic tank dan bukan pengguna. Ketika banjir, septic tank kolektif akan tergenang, air limbah pun menggenangi rumah warga yang bukan pengguna septic tank kolektif. warga sudah mengeluhkan hal tersebut, namun penanganannya masih lambat. Konflik di dalam kelompok atau masyarakat memiliki potensi untuk merusak hubungan antar anggota. Masalah yang berlarut-larut dibiarkan akan mengurangi motivasi masyarakat untuk ikut serta dalam kegiatan kelompok. Berikut akan dipaparkan data mengenai responden yang memiliki masalah dengan anggota kelompok lainnya.
71
Gambar 10 Persentase responden menurut masalah yang dirasakan dalam kelompok di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa masyarakat Kampung Cilebak memiliki persentase responden yang memiliki masalah lebih banyak dibandingkan masyarakat Kampung Dara Ulin. Sebanyak 18.5 persen responden mengaku memiliki masalah dengan anggota kelompok lain. Masalah ini timbul ketika saluran septic tank kolektif mengalami kerusakan yang merugikan pihak lain atau anggota masyarakat lain diluar pengguna. Data yang sama memperlihatkan bahwa sebagian besar anggota komunitas merasakan keharmonisan dalam kelompok. Masalah yang timbul dapat dengan cepat diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
Gambar 11 Persentase responden menurut pendapatnya dalam kelompok di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa masih terjadi kesalahpahaman dan perbedaan pendapat dalam kelompok, baik di Kampung Dara Ulin maupun
72
Kampung Cilebak. Angka yang cukup tinggi terlihat pada responden di Kampung Dara Ulin. sebanyak 53.3 persen responden merasa pernah terjadi perbedaan pendapat didalam kelompok. Namun perbedaan pendapat ini tidak sampai menimbulkan konflik. Perbedaan pendapat dianggap wajar dalam setiap pencarian keputusan. Seperti yang dituturkan oleh bapak OS (62 tahun) : “..perbedaan pendapat itu hal yang sangat wajar terjadi. Terkadang kita sulit menyatukan semua keinginan anggota, untuk itu harus bisa diambil keputusan yang tidak merugikan untuk pihak tertentu..” (OS 62) Interaksi kelompok yang kuat sampai saat ini membuat masalah septic tank kolektif di wilayah Hulu cenderung lebih cepat selesai. Interaksi antar anggota kelompok masih kuat. Sebaliknya, di wilayah Tengah justru interaksi antar anggota dapat tergolong rendah.
Gambar 12 Persentase responden menurut tingkat interaksi antar anggota di Kampung Dara Ulin dan Kampung Cilebak tahun 2014 Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa 96.3 persen responden di Kampung Cilebak memiliki tingkat interaksi rendah. Responden di Kampung Dara Ulin memiliki tingkat interaksi tinggi sebanyak 53.3 persen. Data ini menunjukkan bahwa tingkat interaksi di Kampung Cilebak lebih rendah dibandingkan dengan interaksi masyarakat Kampung Dara Ulin. Hasil uji pengaruh menggunakan uji regresi linier, faktor interaksi antar anggota tidak memiliki pengaruh nyata terhadap tngkat partisipasi. Faktor hubungan dalam kelompok hanya berpengaruh dan berhubungan positif terhadap tingkat partisipasi pada wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin).
73
Hubungan Tingkat Keteladanan Pemimpin dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengadaan Septic tank Kolektif Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu memberikan teladan baik bagi masyarakat sekitarnya. Begitu pula dengan pemimpin kelompok. Keteladanan pemimpin dinilai dari kemampuan pemimpin dapat merubah perilaku anggotanya kearah yang lebih baik. Pemimpin yang aktif akan mampu membawa masyarakat juga aktif turut serta. Masyarakat Kampung Dara Ulin memiliki sosok pemimpin yang mampu menggerakkan mereka untuk turut aktif. Lain halnya dengan masyarakat Kampung Cilebak yang tidak memiliki sosok pemimpin lokal seperti itu. Masyarakat Kampung Cilebak memiliki Bapak Jajang dan Bapak Arif yang masih mau mengurusi keperluan dari anggota kelompok, namun tidak sekuat pengaruh Bapak Odik di Kampung Dara Ulin. Sehingga, sosok pemimpin di Kampung Cilebak belum memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Tabel 19 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi masyarakat dan tingkat keteladanan pemimpin di Kampung Dara Ulin tahun 2014
Tingkat Partisipasi Tinggi Sedang Rendah Total
Tingkat keteladanan pemimpin Tinggi Sedang % % n n 86.4 25 19 1 9.1 75 2 3 2.5 0 1 0 100.0 100 22 4
Rendah % n 33.3 1 0 0 66.7 2 100.0 3
Berdasarkan Tabel 19 terlihat bahwa terdapat hubungan antara tingkat keteladanan pemimpin dengan tingkat partisipasi masyarakat di Kampung Dara Ulin. Responden dengan tingkat keteladanan tinggi 86.4 persennya memiliki tingkat partisipasi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh Bapak Odik dalam memberikan motivasi bagi anggota kelompok sangat berhasil. Bapak Odik adalah sosok yang dikagumi masyarakat. Bapak Odik selalu mengajak seluruh masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan septic tank kolektif. Keaktifan Bapak Odik untuk mengurus keperluan masyarakat membuat masyarakat sadar turut serta. Ajakan serta perintah Bapak Odik tidak bisa ditolak. Bukan karena adanya hukuman, namun kharisma Bapak Odik yang kuat. Responden dengan tingkat keteladanan pemimpin rendah 66.7 persennya memiliki partisipasi rendah. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi keteladanan pemimpin maka tingkat partisipasi akan meningkat. Berikut penuturan IP (42) : “..kalau bapak Odik yang mengajak, saya tidak bisa menolak..”(IP42) Sama halnya dengan faktor keteladanan pemimpin juga tidak memiliki pengaruh bagi tingkat partisipasi masyarakat di Kampung Cilebak. Bubarnya kepengurusan septic tank kolektif membuat masyarakat tidak memiliki sosok pemimpin layaknya Bapak Odik. Selain itu, tidak ada wadah bagi masyarakat
74
untuk ikut aktif dalam kegiatan septic tank kolektif ini. Analisis ini memperlihatkan pengaruh pemimpin kharismatik atau pemimpin lokal sangat kuat bagi meningkatnya partisipasi masyarakat. Ikhtisar Faktor-faktor eksternal (komunitas) memiliki pengaruh dan hubungan terhadap tingkat partisipasi. Hasil uji regresi linier dengan alpha 0.1 menunjukkan bahwa faktor-faktor eksternal hanya memiliki pengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat di Kampung Dara Ulin. Faktor-faktor eksternal yang memiliki pengaruh antara lain peran pemimpin, hubungan dalam komunitas dan keteladanan pemimpin. Ada satu faktor yaitu interaksi antar anggota yang tidak memiliki pengaruh di kedua wilayah penelitian. Pada wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin) faktor peran pemimpin, hubungan dalam komunitas dan keteladanan pemimpin memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi. Semakin tinggi faktor-faktor eksternal tersebut maka semakin tinggi tingkat partisipasinya, sedangkan di Kampung Cilebak tidak ada faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi. Hal ini dikarenakan tidak adanya kepengurusan dari septic tank kolektif di Kampung Cilebak. Masyarakat.
75
PENUTUP Kesimpulan Tingkat partisipasi merupakan ukuran keterlibatan masyarakat dalam suatu program atau kegiatan. Masyarakat sebagai stakeholder penting memiliki kontribusi besar dalam pengelolaan dan keberlanjutan program tersebut. Kontribusi masyarakat dalam pengadaan septic tank kolektif di Kampung Dara Ulin dan Cilebak berupa sumbangan tenaga, uang, bahan material sampai dengan ide bagi berjalannya program. Tingkat partisipasi masyarakat dalam program pengadaan septic tank kolektif di dua sektor wilayah DAS Citarum memiliki kategori yang berbeda. Wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin) memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Sebanyak 66.7 persen responden di Kampung Dara Ulin memiliki tingkat partisipasi tinggi. Responden di Kampung Dara Ulin 23.3 persen memiliki tingkat partisipasi sedang dan 10 persen memiliki tingkat partisipasi rendah. Masyarakat Kampung Dara Ulin memiliki tingkat partisipasi tinggi dalam setiap tahapan partisipasi. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi monitoring. Masyarakat Kampung Dara Ulin sebagian besar sering menghadiri rapat, kerja bakti dan pengawasan fasilitas septic tank kolektif. Masyarakat seringkali memberikan ide-ide untuk kemajuan program septic tank kolektif. Setiap masyarakat Kampung Dara Ulin diberikan kesempatan yang sama untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Wilayah tengah (Kampung Cilebak) memiliki tingkat partisipasi dengan kategori sedang dalam program yang sama. Sebanyak 55.5 persen responden memiliki tingkat partisipasi sedang. Responden dengan tingkat partisipasi tinggi hanya 14.8 persen dan rendah 29.6 persen. Kehadiran dari masyarakat dalam rapat masih jarang, bahkan banyak yang tidak pernah hadir. Kebanyakan pengguna septic tank kolektif hanya menikmati hasil dan melakukan pemeliharaan fasilitas septic tank kolektif tersebut. bentuk sumbangan dalam pemeliharaan fasilitas septic tank kolektif adalah uang dan bahan material. Bantuan tenaga jarang diberikan oleh masyarakat. masyarakat pun tidak bisa memberikan ide atau masukan bagi keberlanjutan program dikarenakan tidak adanya wadah yang menampung itu. Dibubarkannya pengurus septic tank kolektif juga memberikan dampak bagi antusiasme masyarakat dalam kegiatan WPL. Faktor-faktor internal atau karakteristik individu memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi. Faktor internal yang berpengaruh dan memberikan hubungan di tiap sektor berbeda. Pada wilayah Hulu, faktor internal yang berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat yaitu lama bergabung dalam komunitas dan jenis kelamin. Semakin tinggi lama bergabung dalam komunitas maka seseorang akan memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi. Jenis kelamin menentukan tingkat partisipasi ditandai dengan partisipan laki-laki cenderung lebih tinggi tingkat partisipasinya. Hal ini dikarenakan partisipan laku-laki memberikan lebih banyak kontribusi dibandingkan perempuan. Pada wilayah Tengah (Kampung Cilebak), faktor internal yang memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi antara lain, usia, tingkat pendidikan dan lama bergabung dalam
76
komunitas. Faktor usia memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Responden dengan usia produktif memiliki tingkat partisipasi yang lebih rendah dibandingkan dengan usia kurang produktif dan tidak produktif. Pada usia produktif masyarakat cenderung sibuk dan tidak memiliki waktu mengikuti aktivitas septic tank kolektif. Responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi. Sama halnya yang terjadi di wilayah Tengah, responden yang bergabung lebih lama di komunitas akan memiliki tingkat partisipasi tinggi. Faktor-faktor eksternal atau faktor komunitas juga memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi. Faktor-faktor eksternal ini hanya memiliki hubungan dan pengaruh nyata di wilayah Hulu, sedangkan tidak di wilayah Tengah. Faktor yang memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi di wilayah Hulu (Kampung Dara Ulin) antara lain tingkat peran pemimpin, tingkat hubungan dalam komunitas dan tingkat keteladanan pemimpin. Semakin tinggi responden merasakan adanya ketiga faktor tersebut maka akan semakin tinggi tingkat partisipasinya. Faktor eksternal tidak memiliki hubungan dan pengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat wilayah Tengah. Hal ini dikarenakan tidak adanya sosok pemimpin yang hadir ditengah-tengah masyarakat. Pembubaran pengurus septic tank kolektif juga menjadi penyebab mengapa faktor komunitas tidak memberikan hubungan bagi tingkat partisipasi masyarakat. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa, adanya sosok pemimpin dan kepengurusan program yang jelas mampu meningkatkan kohesivitas masyarakat. Kohesivitas ini akan meningkatkan motivasi untuk berpartisipasi. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran diantaranya sebagai berikut : 1. Untuk menghidupkan kembali kepengurusan dari kegiatan septic tank kolektif. Kehadiran sosok pemimpin lokal masih mereka butuhkan untuk mengurus dan mengkoordinasi keikutsertaan masyarakat dalam program septic tank kolektif. Dengan adanya pengurus yang aktif, tidak ada lagi pengguna septic tank liar atau yang tidak terdaftar. Pengurus aktif ini diharapkan menjadi media atau wadah bagi masyarakat yang akan menyampaikan ide dan masukannya bagi keberlanjutan program ini. Pembentukan pengurus ini akan memotivasi masyarakat untuk ikut serta dalam hal tenaga, ide, dan materi. 2. Peran pemimpin kegiatan penyelamatan lingkungan terbukti memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat partisipasi masyarakat. Wilayah Cilebak membutuhkan sosok pemimpin lokal yang dapat mengorganisir urusan septic tank kolektif. 3. Mendorong terbentuknya kader-kader muda untuk keberlanjutan program septic tank kolektif ini. Adanya kader muda nantinya akan menggantikan peran pemimpin lokal saat ini.
77
DAFTAR PUSTAKA [Permen] Keputusan Menteri Kehutanan No 52/Kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Astuti SI. 2011. Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Basri Faisal H. 2003. Otonomi Daerah Evaluasi & Proyeksi. Jakarta (ID) : Divisi Kajian Demokrasi Lokal Yayasan Harkat Bangsa. Cahyono S Andy, Indrajaya Yonky. 2003. Pengelolaan bencana berbasis pengelolaan DAS di era otonomi daerah. Di dalam : Prosiding Seminar Nasional : Menuju Pengelolaan Summberdaya Wilayah Berbasis Ekosistem untuk Mereduksi Potensi Konflik Antar Daerah. Fakultas Geografi UGM : 299-306 Dharmawan Arya Hadi. 2005. Mewujudkan good ecological governance dalam pengelolaan sumberdaya alam. Bogor (ID): Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Effendi Edi. 2008. Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. Etzioni Amitai. 1985. Organisasi Modern. Suryatim, penerjemah; Inkeles Alex, editor. Depok (ID): UI Press. Terjermahan dari: Modern Organizations. Fauzia Lusi dan P Nasyiah. 2005. Gender dalam kawasan DAS Citanduy : kajian aktivitas reproduktif dan produktif perempuan dalam sumberdaya alam. Bogor (ID) : Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Halimatusadiah Siti. 2011. Efektifitas kelembagaan partisipatoris di hulu daerah aliran Sungai Citarum [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Hardoyono Fajar. 2009. Menggagas dakwah penyelamat lingkungan. Dalam : jurnal dakwah dan komunikasi [internet]. [dikutip 5 Juni 2014]; 03(01) : 20-36 Haris Syamsudin, Pabottingi Mochtar, Hidayat Syarif, Salamm Alfitra, Ratnawati Tri, Romli Lili. 2007. Membangun Format Baru Otonomi Daerah. Lembaga Ilmu Pengetahuan Alam (LIPI). Hidayat. 2011. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Kelembagaan Sosial. Dalam : Jurnal Sejarah CITRA LEKHA [Internet]. [dikutip 12 Maret 2014]; XV(01): 1932. doi: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/cilekha/article/download/3412/3067 Kartodihardjo H. 2004. Institusi pengelolaan daerah aliran sungai (konsep dan pengantar analisis kelembagaan). Bogor : Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Nasdian Fredian Tonny. 2005. Kelembagaan Sosial. Tim Editor, editor. Bogor (ID) : Bagian Ilmu Sosial, Komunikasi dan Ekologi Manusia, Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Prabawaputra RP. 2009. Tingkat partisipasi masyarakat bantaran Sungai Ciliwung pada kegiatan pengadaan sarana prasaranan pencegahan pencemaran lingkungan di Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Salampessy LM, Nugroho Bramasto, Purnomo Herry. 2010. Partisipasi Kelompok Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Gunung Nona kota Ambon Provinsi Maluku. Dalam: Jurnal Parennial [Interenet]. [dikutip 13 Maret
78
2014]; 06(02): 99-107. doi: http://journal.unhas.ac.id/index.php/perennial/article/view/80. Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metodologi Penelitian Survei. Jakarta (ID) : LP3S Su Liya, Liu Jingling, Christensen Per. 2010. Comparative study of water resource management policies between China and Denmark. Dalam: Procedia Environmental Sciences 2 [Internet]. [dikutip tanggal 20 Maret 2014]. Dapat diunduh dari : http://ac.els-cdn.com/S1878029610002239/1-s2.0S1878029610002239-main.pdf?_tid=fb1f873c-b2b6-11e3-95ab00000aab0f27&acdnat=1395598651_d9f642d7a05abec174a063283af15977\. Suwarno Joko, Kartodihardjo H, Pramudya Bambang, Rachman Saeful. 2011. Pengembangan kebijakan pengelolaan berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 02(08) : 115-131. Suganda Emirhadi, Yatmo AY, Atmodiwirjo Paramitha. 2009. Pengelolaan Lingkungan dan Kondisi Masyarakat pada Wilayah Hilir Sungai. Dalam: Jurnal Makara Sosial Humaniora [Internet]. [dikutip 4 Maret 2014]; 13(02):143-153. doi: http://journal.ui.ac.id/index.php/humanities/article/download/255/251 Suharno. 2005. Dewan Sumberdaya Air : Analisis Kelembagaan dan Organisasional. Bogor (ID) : Pusat Studi Pembangunan, Institut Pertanian Bogor. Suharno. 2005. Potensi kelembagaan lokal bagi pengelolaan sumberdaya air berbasis masyarakat. Bogor (ID) : Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor. Sumarna Aulia Tia O, Dharmawan AH. 2010. Kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya air di Kampung Kuta. Sodality. 04(03):345-355. Suprihatin Titin, Fauziah N Eva. 2010. Peran organisasi islam perempuan Jawa Barat dalam pemberian pemahaman kepada masyarakat tentang pengelolaan air bersih. Dalam : Prosiding SnaPP [Internet].[dikutip 19 Maret 2014]; Edisi Sosial, ISSN 2089-3590. Doi : prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/sosial/article/viewFile/9/5. Umboh Andry H, Pangemanan EFS. 2002. Perangsang positif bagi petani wanita untuk penerapan pupuk ramah lingkungan di daerah tangkapan air Danau Tondano. Dalam : Jurnal EKOTON [Internet]. [dikutip 19 Maret 2014]; 01(01) ISSN 1412-3487. Dapat diunduh dari: ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ekoton/article/viewFile/256/202 Uphoff, Cohen, Goldsmith. 1979. Feasibility and Application of Rural Development Participation : A State of the Art Paper. New York (AS) : Cornell University. Yunus Lalu dan Dharmawan Arya Hadi. 2005. Kerusakan hulu daerah aliran sungai Citanduy dan akibatnya di hilir. Bogor (ID): Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor.
79
LAMPIRAN
80
Lampiran 1 Peta Lokasi
81
Lampiran 2 Tabel Pelaksanaan Penelitian tahun 2014-2015 Kegiatan Penyusunan proposal skipsi Kolokium Perbaikan proposal Konsultasi instrumen penelitian Pengambilan Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skirpsi Perbaikan Sripsi
Mei Juni 3 4 1 2
3
Nov Des 4 2 3 4 1 2
Jan 3 4 1 2
Feb 3 4 1 2
3
82
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian No. Responden Tanggal Pengisian Lokasi Wawancara KUESIONER PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM AKTIVITAS PENYELAMATAN LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (Studi Kasus : Komunitas Warga Peduli Lingkungan DAS Citarum, Kabupaten Bandung, Jawa Barat) Peneliti bernama Radha Santunnia, merupakan mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini sedang menyelesaikan skripsi sebagai syarat kelulusan studi. Peneliti berharap Bapak/Ibu menjawab kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas dan jawaban dijamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi. Terima kasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu untuk menjawab kuesioner ini.
I.
KARAKTERISTIK INDIVIDU
1
Nama Bapak/ibu
2
Umur Bapak/Ibu
3
Jenis Kelamin
4
Alamat Suku
6
Agama
7
Pendidikan Terakhir
Tidak Lulus SD Lulus SD/sederajat Lulus SMP/sederajat Lulus SMA/sederajat D1/D2/D3
9
Lama Bersekolah (tahun)
10
pekerjaan saat ini
11
Lama tinggal di wilayah DAS Citarum
.................. Tahun
13
Berapa lama waktu luang Bapak/Ibu tiap harinya (Senin s/d Jumat)?
..................jam/hari
14
Berapa lama waktu luang Bapak/Ibu tiap harinya (Sabtu dan Minggu)?
..................jam/hari
15
Berapa pendapatan Bapak/Ibu tiap bulannya?
16
Lama bergabung dengan komunitas WPL
17
Alasan bergabung dengan komunitas WPL
18
Posisi Bapak/Ibu dalam Komunitas WPL
..................tahun a. Pengurus Aktif b. Pengurus Pasif c. Anggota
19
Apakah Bapak/Ibu memiliki keluhan kesehatan?
a. Ya b. Tidak
20
Apakah Bapak/Ibu memiliki penyakit yang menggangu aktivitas?
a. Ya b. Tidak
83
21
jika Ya, sebutkan penyakitnya
II.
TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Berikan tanda √ pada jawaban yang sesuai dengan kondisi Anda.
Tahap Perencanaan Pertanyaan 0 Apakah anda terlibat dalam perencanaan Tidak pernah, program? alasan......
1
2 Kadang-Kadang
Ya, selalu
Apakah Anda menghadiri rapat perencanaan program? Apa alasan anda untuk menghadiri rapat? Apakah dalam proses perencanaan anda diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat? Apa yang anda lakukan selama rapat berlangsung?
Tidak pernah
Kadang-kadang
Ya, selalu
Iming-iming upah
Diajak orang lain
Keinginan sendiri
Tidak pernah
Kadang-kadang
Ya, selalu
Hanya duduk saja
Memperhatikan jalannya rapat namun tidak memberikan pendapat dan/atau pertanyaan
Apakah dalam proses perencanaan program anda diberikan kesempatan untuk bertanya? Bagaimana intensitas anda dalam memberikan pertanyaan saat proses perencanaan pembuatan septictank kolektif? Apakah anda dimintai pendapat dalam penentuan letak dari septictank kolektif tersebut? Apakah anda dimintai pendapat dalam penentuan sistem dari septic tank kolektif? Apakah anda dilibatkan dalam proses penentuan jalur pemipaan septic tank kolektif? Total Kategori
Tidak
Kadang-kadang
Memperhatikan jalannya rapat dan memberikan pendapat dan/atau pertanyaan Ya
Tidak pernah, alasan...
Sekali waktu
Sering
Tidak
Kadang-kadang
Ya
Tidak
Kadang-kadang
Ya
Tidak
Kadang-kadang
Ya
Rendah
sedang
Tinggi
Tahap pelaksanaan Pertanyaan Apakah anda ikut terlibat dalam pelaksanaan program?
0 Tidak pernah, alasan.......
1 Kadang-kadang
Apakah anda mendaftarkan diri anda dalam program ini?
Tidak, alasan......
Ya
Apakah anda memberikan sumbangan material dalam pembangunan septic tank kolektif?
Tidak, alasan......
Ya
Apakah anda memberikan sumbangan tenaga dalam pelaksanaan program? Apa alasan anda untuk terlibat aktif pada program septictank kolektif? Apakah anda terlibat aktif dalam pembangunan jalur septic tank kolektif
Tidak, alasan.....
Ya
Iming-iming upah
Ajakan keluarga/tetangga
Tidak
Ya
2 Selalu
Keinginan sendiri
84
ini? Apakah anda memberikan sumbangan berupa uang dalam proses pembangunan septic tank kolektif ini? Subtotal Kategori
Tahap Pemanfaatan hasil Pertanyaan Apakah anda menikmati fasilitas septic tank kolektif?
Tidak, alasan...
Ya
Rendah
Sedang
0 Tidak, alasan.....
Tinggi
1 Ya
Apakah pendataan rumah tangga yang Tidak, mengapa? ingin menggunakan septic tank kolektif ini Sebutkan warga yang dilakukan secara merata? tidak terdata!
Ya
Apakah anda menerima manfaat dengan adanya septic tank kolektif ini? Jika anda merasakan manfaat keberadaan septic tank kolektif ini, apa saja manfaat yang anda rasakan? (boleh menjawab lebih dari 1) Air baku rumah tangga tidak berbau
Ya
Tidak
2
Tidak lagi buang air besar di kali/kebun Tidak lagi terserang penyakit diare Pemukiman menjadi lebih bersih Sudah bisa punya MCK (jamban) sendiri Lainnya...... Subtotal Kategori
Rendah
Tahap evaluasi dan monitoring Pertanyaan
0
1
2
Apakah anda mengikuti rapat evaluasi program pengadaan septic tank kolektif?
Tidak pernah, alasan.....
Kadang-kadang
Ya
Sejauh mana anda dilibatkan dalam rapat tersebut?
Hadir, hanya duduk diam
Hadir, memperhatikan jalannya rapat
Hadir, memperhatikan jalannya rapat dan memberikan pendapat dan/atau pertanyaan selama rapat
Apakah anda terlibat dalam pengawasan penggunaan septic tank kolektif?
Tidak, alasan...
Ya
Apakah anda terlibat dalam pemeliharaan septic tank kolektif?
Tidak, alasan....
Ya
Sedang
Tinggi
85
Subtotal Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Peran pemimpin PERTANYAAN
YA
TIDAK
Apakah ada sosok pemimpin dalam aktivitas penyelamatan sungai? Apakah sosok pemimpin tersebut mengajak anda dalam aktivitas penyelamatan sungai? Apakah sosok pemimpin tersebut mengingatkan anda untuk konsisten dalam aktivitas penyelamatan sungai? Apakah sosok pemimpin tersebut terlibat langsung dalam aktivitas penyelamatan sungai? Apakah pemimpin tersebut memberikan informasi terkait aktivitas penyelamatan sungai? Apakah pemimpin tersebut mengatur aktivitas penyelamatan sungai? SUBTOTAL
Hubungan di dalam komunitas PERTANYAAN Apakah anda memiliki masalah dengan salah satu/lebih anggota kelompok? Apakah anda mendapatkan segala informasi dari kegiatan kelompok? Darimana saja anda mendapatkan informasi tersebut? Jawab! Apakah hubungan antar anggota kelompok harmonis? Apakah terjadi kesalahpahaman dalam komunitas? Jika “Ya” apakah kesalahpahaman tersebut menimbulkan konflik? Apakah terjadi perbedaan pendapat dalam komunitas? Jika “ya” apakah perbedaan pendapat tersebut menimbulkan konflik? SUBTOTAL
YA
TIDAK
86
Tingkat interaksi dalam kelompok PERTANYAAN Apakah anda berinteraksi dengan anggota kelompok lain? Dimana saja interaksi anda dengan anggota kelompok lain? a. Hanya dalam kelompok b. Dikelompok dan diluar Dalam suasana apa saja anda berinteraksi dengan anggota kelompok lain? a. Hanya dalam rapat b. Dalam rapat dan diluar rapat SUBTOTAL
Keteladanan pemimpin Adakah sosok pemimpin yang menjadi teladan anda untuk mengikuti aktivitas WPL? Jika sosok pemimpin tersebut hadir dalam kegiatan tersebut, apakah anda ikut hadir? Jika sosok pemimpin tersebut tidak hadir dalam kegiatan tersebut, apakah anda ikut hadir?
YA
TIDAK
87
Lampiran 4 Panduan Wawancara Mendalam Komunitas pegiat lingkungan 1. Bagaimana awal terbentuknya komunitas WPL? 2. Sudah berapa lama WPL berdiri? 3. Apa saja kegiatan yang dilakukan WPL dalam upaya penyelamatan sungai? 4. Apakah ada sosialisasi yang dilakukan WPL terhadap aktivitas WPL ke masyarakat? 5. Siapa saja yang menjadi anggota dan pengurus di WPL? 6. Berapa jumlah yang kini bergabung di komunitas WPL dara ulin/cilebak ini? 7. Apa motovasi komunitas WPL dalam melaksanakan kegiatan penyelamata sungai? 8. Bagaimana sistem koordinasi yang dilakukan anggota komunitas WPL dari hulu ke hilir? Apa kendalanya? 9. Apa yang menjadi alasan WPL mengadakan kegiatan perbaikan sanitasi di desa ini? 10. Siapa saja pihak yang dilibatkan dalam proses pengadaan septic tank kolektif ini? (4 tahap partisipasi) 11. apakah faktor yang paling berpengaruh dalam menentukan keaktifan anggota dalam kegiatan WPL khususnya septic tank kolektif? 12. Apakah setiap anggota dalam kelompok mendapatkan informasi kegiatan WPL? Melalui apa pesan tersebut disampaikan? 13. Dari mana saja asal anggaran kegiatan pengadaan septic tank kolektif ini? 14. Apakah kebijakan pemerintah selama ini mendukung terlaksananya aktivitas septic tank kolektif ini? 15. Apa upaya yang sudah dilakukan untuk mengembangkan/memperkuat komunitas WPL? 16. Bagaimana kondisi sungai sebelum adanya komunitas WPL? 17. Bagaimana kondisi sanitasi sebelum adanya komunitas WPL? 18. Apakah warga banyak yang buang air besar di sembarang tempat? 19. Lalu bagaimana setelah adanya komunitas WPL? 20. Bagaimana perilaku masyarakat setelah adanya septic tank kolektif in? Apakah masih membuang hajat di sembarang tempat? 21. Apakah ada keuntungan ekonomi setelah adanya septic tank kolektif ini? misalnya, biaya kesehatan jadi semakin kecil? 22. Apakah ada keuntungan sosial yang dirasakan setelah adanya septic tank kolektif ini? 23. Apakah komunitas WPL ini telah banyak memberikan manfaat bagi kondisi sungai dan perubahan perilaku masyarakat saat ini? 24. Bagaimana tanggapan masyarakat dengan kegiatan WPL?
88
25. Apa saran anda bagi WPL? 26. Apa harapan anda bagi WPL? Untuk masyarakat 1. Apa saja yang saudara ketahui mengenai kegiatan WPL yang ada di wilayah anda? 2. Apakah saudara pernah mengikuti kegiatan WPL? Alasan? 3. Apakah saudara rutin mengikuti kegiatannya? Alasan? 4. Mengapa anda mengikuti kegiatan WPL? 5. Menurut anda, perlukah adanya komunitas seperti WPL dan kegiatan pegiat sungainya? Alasan? 6. Apakah anda anggota komunitas WPL? 7. Jika ya, mengapa anda memilih bergabung? 8. Jika tidak, mengapa? 9. Darimana anda mengetahui informasi mengenai aktivitas WPL di lingkungan anda? 10. Apa manfaat yang sudah anda rasakan dengan adanya komunitas WPL ini? 11. Sebelum adanya komunitas ini, pernahkan anda melakukan kegiatan penyelamtan sungai? 12. Apakah anda terlibat langsung dalam pengadaan septic tank kolektif? 13. Apakah anda mendapatkan manfaatnya dari kegiatan ini? 14. Apa kontribusi yang sudah anda berikan untuk kelancaran kegiatan septic tank kolektif ini? 15. Menurut anda, sebelum adanya pengadaan septic tank kolektif ini, bagaimana kondisi sungai? 16. Bagaimana kondisi masyarakatnya? Dari bidang kesehatan, sosial dan ekonomi? 17. Dimana masyarakat buang hajat sebelum adanya septic tank kolektif ini? 18. Lalu, setelah adanya septic tank kolektif ini, masih adakah warga yang buang air besar sembarangan? mengapa?
89
Lampiran 5 Kerangka Sampling dan Data Responden Wilayah Hulu (K. Dara Ulin) No Nama No Nama 1 OSD 24 SNH 2 OTH 24 IIM 3 INI 25 SAR 4 TSI 26 IPH 5 SEL 27 EHH 6 KUS 28 ESH 7 ESR 29 SOB 8 HLM 30 SHO 9 ARN 31 ULS 10 KMD 32 SAE 11 UMI 33 RAH 12 PKS 34 BAE 13 OLP 35 ASH 14 IMS 36 TAR 15 YEN 37 HOJ 16 YAI 38 CCU 17 AAS 39 PKS 18 NSH 40 MAS 19 WKN 41 MANG 20 NEG 42 KAL 21 IKD 43 LAI 22 ATI 44 EKH Wilayah Tengah (K. Cilebak) No Nama No Nama 1 YSI 15 YYN 2 JJG 16 ICH 3 WGH 17 ETI 4 ESI 18 ORH 5 DHT 19 EMA 6 SRN 20 LJO 7 YTI 21 KSM 8 SST 22 SYI 9 NNG 23 JWO 10 IMJ 24 DRO 11 ATH 25 YSH 12 HYT 26 TIK 13 ATP 27 AJT 14 ERH
90
Lampiran 6 Dokumentasi Kegiatan Lapang
91
92
93
RIWAYAT HIDUP Radha Santunnia (penulis) dilahirkan pada tanggal 15 September 1993 di Jakarta. Penulis merupakan anak sulung dari pasangan Edi Susanto (Ayah) dan Sri Yatun (Ibu) yang memiliki dua orang adik, Estoe Arif Wibowo dan Annisa Astaizah. Penulis merupakan keturunan Jawa yang lahir dan besar di kota metropolitan, Jakarta. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari RA. Tarbiyatul Islamiyah selama satu tahun. Penulis menamatkan pendidikan di SDN Jagakarsa 010 Pagi 19992005, SMPN 131 Jakarta tahun 2005-2008, dan SMAN 34 Jakarta tahun 20082011. Pada tahun 2011, penulis diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan. Selama masa kuliah penulis aktif di organisasi kemahasiswaan. Pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis aktif di Lembaga Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB) Kabinet Madani kepengurusan 2011-2012. Setelah resmi menjalani perkuliahan di tingkat Fakultas, kembali penulis berkecimpung di Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (BEM FEMA) di dua periode kepengurusan (Trilogi 2013 dan Mozaik Tosca 2014) di bidang Sosial dan Lingkungan. Selain aktif di organisasi, penulis juga aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan. Mulai dari MPKMB 49, MPF Hero 49, MPD Kolaborasi 49, Pemilihan Raya BEM KM 2013 sampai dengan INDEX 2014. Sebelum menyelesaikan masa studinya, penulis diberikan kesempatan untuk menjadi Tim Sukses Pasangan Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa KM IPB. Penulis juga dipercaya sebagai koordinator Asisten Praktikum Dasar-Dasar Komunikasi. Penulis adalah orang yang selalu ingin belajar, menjadikan pengalaman sebagai guru terbaik, mencintai kegiatan sosial lingkungan dan selalu mengasah softskill khususnya bidang keuangan dan event organizing. Penulis bercita-cita melanjutkan studi di Jerman, memiliki sebuah EO dan WO, serta aktif di berbagai kegiatan sosial lingkungan skala nasional. Penulis juga berkeinginan untuk menginjakkan kaki di lima pulau terbesar di negeri ini dan dapat memberikan kontribusi besar bagi bangsa melalui ilmu yang dimiliki.
94