Paradigma Baru Pendidikan Jasmani di Indonesia dalam Era Reformasi * Oleh Dr. Khomsin, M.Pd.
Abstrak
Pendahuluan
P
Setiap negara yang merdeka tentu harus mampu mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi serta mampu membangun dengan kekuatan sendiri. Menyadari hal itu para pendiri negara Indonesia melalui pembukaan UUD 1945 alenia IV, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pernyataan ini diperkuat oleh pasal 31 UUD 1945 yaitu: 1) tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran dan 2) pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undangundang. Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan pasal 31 UUD 1945 tersebut, pemerintah telah menetapkan UU nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Pendidikan nasional sebagai suatu sistem dalam pelaksanaannya harus dipahami sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan. Hal ini mengandung pengartian, bila salah satu dari komponen sistem yang ada tidak mendapatkan proporsi sebagaimana mestinya, maka mustahil bagi bangsa Indonesia dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN/
endidikan jasmani (penjas) sebagai bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan. Penjas di sekolah mempunyai peran unik di banding bidang studi lain, karena melalui penjas selain dapat digunakan untuk pengembangan aspek fisik dan psikomotor, juga ikut berperan dalam pengembangan aspek kognitif dan afektif secara serasi dan seimbang. Kurikulum penjas 1994 meskipun telah dievaluasi dan diadakan penyempurnaan dalam prosedur penilaiannya yaitu menghilangkan nilai teori. Hal ini tidak akan memecahkan permasalahan penjas di lapangan, justru akan menambah permasalahan, karena menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai oleh penjas di sekolah, yaitu pengembangan aspek fisik, psikomotor, kognitif, dan afektif secara total. Dalam era reformasi sekarang ini, permasalahan yang harus ditanggapi secara arif dan bijaksana oleh semua pihak, khususnya dalam mereformasi bidang pendidikan perlu lebih mengedepankan kepentingan bangsa dengan cara mencarikan solusinya, dan tidak perlu mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, hal ini tiada habisnya. Oleh karena itu, terobosan baru perlu dilakukan khususnya terkait dengan masalah peningkatan kualitas pembelajaran penjas di sekolah. * Makalah disampaikan pada acara konvensi Nasional Pendidikan Indonesia, Hotel Indonesia, Jakarta 19 22 September 2000
52 - No. 5 THN. XXVIII 2001
199 Bab II Pasal 2). Dalam sistem pendidikan nasional, salah satu kegiatan pendidikan yang harus dilaksanakan adalah program pendidikan jasmani dan kesehatan (Penjaskes) sebagaimana tertuang dalam bab IX pasal 39 butir 3 k. yaitu tentang isi kurikulum bahan kajian pendidikan jasmani dan kesehatan, merupakan salah satu bahan kajian kurikulum pendidikan. Dengan kata lain, kajian pendidikan jasmani dan kesehatan merupakan salah satu wahana untuk mencapai tujuan pendidikan dalam keseluruhan komponen sistem pendidikan nasional. Penjaskes sebagai salah satu subsistem pendidikan yang wajib diajarkan di sekolah memiliki peran penting yang sangat sentral dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Penjas menurut Melograno (1996) dan AAHPERD (1999) adalah suatu proses pendidikan yang unik dan paling sempurna dibanding bidang studi lainnya, karena melalui pendidikan jasmani seorang guru dapat mengembangkan kemampuan setiap peserta didik tidak hanya pada aspek fisik dan psikomotor semata, tetapi dapat dikembangkan pula aspek kognitif, afektif dan sosial secara bersamasama. Cholik Mutohir (1990) juga menyatakan bahwa tidak ada pendidikan yang lengkap tanpa pendidikan jasmani, dan tidak ada pendidikan jasmani tanpa media gerak, karena gerak sebagai aktivitas jasmani merupakan dasar alami bagi manusia untuk belajar mengenal dunia dan dirinya sendiri. Pendidikan jasmani di sekolah meskipun telah diakui perannya dalam pengembangan kualitas SDM yang sempurna oleh pakar pendidikan di manapun berada, termasuk di Indonesia. Namun dalam kenyataan di lapangan, Penjas di Indonesia belum mampu berbuat banyak dalam ikut menciptakan manusia yang handal dari segi fisik maupun nonfisik. Fenomena ini terjadi karena dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling ter-
kait, diantaranya: Pertama, kebijakan pemerintah mengenai kurikulum penjas di sekolah yang harus diberlakukan tidak sepadan dengan tujuan yang akan dicapai. Hal ini ditandai oleh: 1) Perubahan nama bidang, namun tidak diikuti isi program yang harus diajarkan, 2) tidak diperhitungkan dalam menentukan kenaikan kelas, 3) pengurangan jam pelajaran pada sekolah menengah umum atau hanya dijadikan sebagai bidang studi pilihan, 4) penilaian hasil belajar tidak melibatkan aspek kognitif, 5) tidak tersedianya sarana dan prasarana yang memadai, dan 6) kurangnya dukungan yang positif dari pihakpihak yang terkait, misalnya kepsek, guru bidang studi lain, dan orang tua siswa. Kenyataan tersebut masih diperparah oleh kebijakan pemerintah sejak tahun 1990-an yang mewarnai arah pendidikan di Indonesia dengan menitikberatkan pada pengembangan intelektual semata, sedangkan aspek-aspek lain yang ada dalam diri siswa kurang mendapat perhatian. Hal ini, karena intelektual hanya dipahami sebagai kemampuan menjawab soal-soal tes intelegensi yang sebenarnya bercirikan sebagai intelegensi logika matematika. Dengan pemahaman ini berakibat buruk pada bidang studi lain yang dianggap mengganggu atau tidak mendukung misi tersebut, jam pelajarannya dikurangi dan bahkan dihilangkan dari struktur kurikulum, misalnya bidang studi penjaskes untuk kelas tiga SMU. Kedua, kondisi yang terkait langsung di lapangan, diantaranya adalah : 1) terbatasnya kemampuan guru penjas dan sumbersumber yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran, 2) sistem penilaian kinerja guru dalam rangka
No. 5 THN. XXVIII 2001 - 53
kenaikan pangkat tidak dilakukan oleh orang yang mampu di bidangnya, sehingga tidak memacu guru untuk terus mengembangkan karier profesional, 3) jumlah guru bidang studi di sekolah relatif masih kurang, terutama pada sekolah dasar, 4) model praktek pembelajaran penjas yang dikerjakan oleh guru mulai dari TK sampai perguruan tinggi cenderung masih bersifat tradisional dan terpusat pada guru, 5) guru penjas pada umumnya pasif dalam mengantisipasi pengembangan profesinya dan 6) kurangnya dukungan dari kepala sekolah maupun guru bidang studi lain. Dengan adanya berbagai kendala tersebut, akibat secara langsung yang dapat kita lihat dari hasil pendidikan jasmani adalah: 1) makin menurunnya tingkat kebugaran jasmani siswa. Hasil penelitian secara nasional menunjukkan bahwa pelajar usia 1619 tahun 45,9% memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang atau kurang sekali, pelajar 13-15 tahun 37% memiliki tingkat kebugaran jasmani kurang atau kurang sekali. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan juga bahwa tidak satu persen pun pelajar usia 13 – 19 tahun berkategori baik sekali, hanya 11% pelajar usia 16-19 tahun dan 14,8% pelajar usia 1315 tahun berkategori baik (Kantor Menpora, 1997), 2) tingkat kebrutalan remaja makin meningkat, dan 3) kemampuan berkompetensi dengan negara lain baik di bidang olahraga maupun bidang nasional lain makin menurun. Dalam membangun sistem pendidikan nasional tentunya tidak akan menolak penawaran bahwa bidang pendidikan bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak, namun demikian konsep intelegensi harus dipahami sebagai suatu konsep yang multi dimensi. Menurut Golleman (1995) dalam kehidupan seseorang, IQ ternyata hanya memberikan sumbangan sebesar 20% terhadap kesuksesan seseorang, sedangkan yang 80% tentunya masih ditentukan faktor lain.
54 - No. 5 THN. XXVIII 2001
Oleh karena itu, menurut Gardner (1993) intelegensi harus dipahami sebagai serangkaian kemampuan, bakat dan keterampilan yang dimiliki seseorang, termasuk di dalamnya kemampuan gerak (bodily-kinesthetic intelligence). Intelegensi ini mencakup tiga kemampuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para atlet, penari, atau pemburu dalam mengaktualisasikan kemampuan mereka masing-masing yang tidak mudah begitu saja ditiru oleh orang lain. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka pada makalah ini sesuai dengan permintaan panitia KONAPSI IV di jakarta ini, saya mencoba menawarkan gagasan mengenai paradigma baru pendidikan jasmani yang berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Model ini akan menawarkan wawasan baru bagi pemerhati pendidikan, khususnya yang menekuni profesi sebagai guru pendidikan jasmani, sehingga melalui pendidikan jasmani akan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas secara utuh.
Mengapa Manusia Perlu Pendidikan Jasmani? Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan membawa dua kelemahan, yaitu sebagai makhluk hidup 1) paling tidak berdaya dan 2) paling tidak teratur dibanding makhluk hidup lain. Untuk memberdayakan manusia dan hidupnya menjadi teratur maka manusia perlu pendidikan, dan pendidikan yang pertama dan utama harus diberikan sejak dini atau sejak lahir adalah penjas. Apabila hal ini tidak dilakukan dengan baik dan benar maka jangan mengharapkan keturunannya menjadi orang yang sempurna baik secara fisik maupun non fisik. Conrad yang dikutip oleh Willgoose (1986) dalam hal ini menyatakan bahwa, “Manusia dilahirkan, berjuang, kemudian meninggal”- suatu sejarah singkat kehidupan yang menarik. Kata
kuncinya di sini adalah “berjuang”. Hidup adalah perjuangan. Kemampuan seseorang dapat bekerja untuk mengerjakan sesuatu adalah sin qua non. Dengan ini seseorang dapat bekerja keras untuk mencapai kesenangan yang pasti. Hal ini dapat dicapai “tidak hanya duduk diam di tempat melainkan harus berjuang untuk meraihnya, tidak hanya menerima namun juga harus memberi, dan tidak dengan istirahat tetapi dengan bekerja.”. Dalam sejarah Olimpiade modern juga terkenal istilah, “Semoga di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat”. Di dalam pepatah Arab juga terkenal istilah, “Di dalam akal yang sehat terdapat badan yang sehat”. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa untuk dapat berjuang seseorang harus memiliki jiwa dan raga sempurna. Hal ini akan dapat diwujudkan apabila setiap orang memahami fungsi pendidikan jasmani dalam ikut menentukan kualitas SDM yang tidak hanya unggul dalam bidang intelktual saja, namun didukung pula oleh keunggulan di bidang fisik, psikomotor dan sikap.
Pengertian Pendidikan Jasmani Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional (Bucher, 1979). Melograno (1996) menyatakan bahwa penjas adalah proses pemenuhan kebutuhan pribadi siswa yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang secara eksplisit dapat terpuaskan melalui semua bentuk kegiatan jasmani yang diikutinya. Berdasarkan pengertian ini, maka pelaksanaan penjas di lapangan harus memahami asumsi dasar berikut ini: 1. penjas adalah proses pendidikan yang
berpusat pada siswa. 2. Penjas harus memfokuskan pada keunikan dan perbedaan individu 3. Penjas harus mengutamakan kebutuhan siswa ke arah pertumbuhan dan kematangan di dalam semua domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. 4. Hasil penjas harus dikaitkan dengan kebutuhkebutuhan yang dapat dicapai secara nyata. 5. Kegiatan fisik yang dilakukan meliputi semua bentuk pengalaman gerak dasar kompetitif dan ekspresif. Menurut Annartino, et al (1980) ada delapan ciri program pendidikan jasmani yang baik, yaitu: 1. merupakan salah satu bagian integral yang tak terpisahkan dari usaha pendidikan sekolah secara keseluruhan. 2. Merupakan salah satu proses yang dapat memberikan pengalaman secara seimbang serta akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan di dalam domain fisik, serta psikomotor, kognitif, dan afektif. 3. Harus didasarkan pada interes, kebutuhan, tujuan, dan kemampuan dari siswa yang dilayani. 4. Memberi pengalaman yang dikaitkan dengan bidang-bidang dasar kehidupan dan disesuaikan dengan tingkat kematangan peserta didik. 5. Bagian integral dari masyarakat yang dilayani. 6. Tersedia fasilitas yang memadai, alokasi waktu yang cukup, peralatan yang memadai, kepemimpinan, dorongan dan memberikan suatu ruang gerak dari kegiatan yang diinginkan oleh siswa seluas-luasnya. 7. Suatu kerjasama yang lebih dekat dengan petunjuk program di sekolah. 8. Salah satu cara untuk mempercepat dan mendorong pertumbuhan yang profesional dan kesejahteraan guru yang terlibat di dalamnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka filosofi pendidikan jasmani modern menurut Bucher
No. 5 THN. XXVIII 2001 - 55
(1979), program pembelajaran penjas di sekolah harus didasarkan pada komponen berikut ini: 1) Berpusat pada siswa, 2) Disesuaikan dengan lingkungan sekolah, 3) Didasarkan pada perhatian dan keinginan anak yang dihubungkan dengan sekolah, 3) Didasarkan pada perhatian dan keinginan anak yang dihubungkan dengan kebutuhan masyarakat, 4) Guru sebagai pemandu merencanakan program kegiatan bersama-sama siswa, 5) Dipusatkan pada pengembangan anak secara total, fisik, emosional, dan sosial yang perlu disempurnakan dan ditambah dengan kebutuhan mental, 6) Pelajaran pribadi secara langsung, memberi kesempatan untuk menunjukan kreativitas, sosialisasi, pemecahan masalah, dan bereksperimen, 7) Berhubungan dengan masyarakat sekolah yang tertutup dan bekerja sama dengan keluarga, 8) Disiplin pribadi, 9) Kurikulum yang universal, 10) Membantu lingkungan sekolah, 11) Menjamin terhadap pengembangan siswa secara individu, dan 12) Kelas sebagai laboratorium untuk menguji ideide baru.
Tujuan Pendidikan Jasmani Tujuan pendidikan jasmani yang ingin dicapai pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah, tentu harus diselesaikan dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan oleh masing-masing negara. Meskipun demikian, tujuan pendidikan jasmani harus mengacu pada pengembangan pribadi masnusia secara utuh, baik manusia sebagai makhluk individu, makhluk susila dan makhluk religius.
56 - No. 5 THN. XXVIII 2001
Menurut Bucher (1979:45), ada 5 tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan jasmani, yaitu: 1. organik, aspek ini terkait dengan masalah kemampuan siswa mengembangkan kekuatan otot, daya tahan kardiosvaskular, dan kelentukan. 2. Neuromuskuler. Aspek ini terkait dengan masalah kemampuan siswa dalam mengembangkan keterampilan lokomotor, keterampilan nonlokomotor, dan bentuk-bentuk keterampilan dasar permainan, faktor-faktor gerak, keterampilan olahraga, dan keterampilan rekreasi. 3. Interperatif. Aspek ini terkait dengan masalah kemampuan siswa untuk menyelidiki, menemukan, memperoleh pengetahuan dan membuat penilaian. Memahami peraturan permainan, mengukur keamanan, dan tata cara atau sopan santun. Menggunakan strategi dan teknik yang termasuk di dalam kegiatan organisasi. Mengetahui fungsi-fungsi tubuh dan hubungan dengan aktivitas fisik. Mengembangkan apreasiasi untuk penampilan individu. Menggunakan penilaian yang dihubungkan dengan jarak, waktu, ruang, tenaga, kecepatan, dan aturan yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan, bola dan diri sendiri. Memahami faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan gerak. Berkemampuan memecahkan permasalahan dan berkembangan melalui permainan. 4. Sosial. Aspek ini terkait dengan masalah kemampuan siswa melakukan penilaian terhadap diri sendiri dan orang lain dengan menghubungkan individu untuk masyarakat dan lingkungannya. Kemampuan dalam membuat penilaian dalam suatu situasi kelompok. Belajar berkomunikasi dengan orang lain. Berkemampuan untuk merubah dan menilai ide-ide dalam kelompok. Pengembangan dari fase-fase sosial dari kepribadian, sikap, dan nilai-nilai agar menjadi anggota masyarakat yang berguna. Mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang positif. Belajar untuk membangun waktu seng-
gang yang bermanfaat. Mengembangkan sikap yang menggambarkan karakter moral yang baik. 5. Emosional. Aspek ini terkait dengan masalah kemampuan siswa melakukan respon yang sehat terhadap kegiatan fisik melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Mengembangkan tindakan-tindakan positif dalam menonton dan keikutsertaan baik pada saat berhasil maupun kalah. Menyalurkan tekanan melalui kegiatankegiatan fisik yang bermanfaat. Mencari jalan keluar untuk ekspresi dan kreativitas untuk diri sendiri. Mewujudkan suatu pengalaman seni yang berasal dari kegiatan-kegiatan yang terkait. Berkemampuan untuk memiliki kegembiraan atau kesengsaraan. Pendidikan jasmani menurut Gabbar (1975:5) ada tiga tujuan pokok yang harus dicapai, yaitu: a) psikomotor, b) kognitif, c) afektif. Aspek psikomotor meliputi pertumbuhan biologis, kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan dan keterampilan, efisiensi di dalam gerakan, dan sekumpulan dari keterampilan gerak. Aspek kognitif merupakan kemampuan untuk berpikir (penelitan, kreativitas, dan hubungan) kemampuan perseptual, kesadaran gerak, dan dukungan atau dorongan akademik. Aspek afektif meliputi kegembiraan, konsep diri, sosialisasi (hubungan kelompok), sikap dan apresiasi untuk aktivitas fisik.
Hakikat Belajar Gerak Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang potensial terhadap situasi tertentu yang diperoleh dari pangalaman yang dilakukan secara berulang-ulang. Hilgard, (1981). Menurut Singer (1980), belajar adalah perubahan-perubahan perilaku yang potensial yang tercermin sebagai akibat dari latihan dan pengalaman masa lalu ter-
hadap situasi tugas tertentu. Belajar menurut pendapat para ahli lain adalah perubahan tingkat laku atau perubahan kecakapan yang mampu bertahan dalam waktu tertentu dan bukan berasal dari proses pertumbuhan. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku yang relatif permanen sebagai akibat dari latihan atau pengalaman. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar memiliki pengertian yang luas, bisa berupa keterampilan fisik, verbal, intelektual, maupun sikap. Menurut Bloom (1955), perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dapat dikelompokkan ke dalam 3 ranah, yaitu: a) kognitif, b) afektf, c) psikomotor. Belajar gerak, secara khusus dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan atau modifikasi tingkah laku individu akibat dari latihan dan kondisi lingkungan (Drowatzky, 1981). Lebih lanjut Schmidt (1988), menyatakan bahwa belajar gerak mempunyai beberapa ciri, yaitu: a) merupakan serangkaian proses, b) menghasilkan kemampuan untuk berespon, c) tidak dapat diamati secara langsung, bersifat relatif permanen, d) sebagai hasil latihan, e) bisa menimbulkan efek negatif. Dalam belajar gerak ada beberapa gerak dasar yang harus dikuasai oleh setiap anak usia dini. Adapun gerak dasar yang dimaksudkan dapat digambarkan sebagai berikut: SASARAN PEMBELAJARAN KESADARAN GERAK
Penglihatan Pendengaran Sentuhan
Rasa Gerak Kinestesis) Badan (Body) Ruang dan Waktu Gerak Arah Keseimbangan Gerak
Temporal
Gambar 1. Kesadaran gerak sebagai sasaran pembelajaran pendidikan jasmani (sumber : Gabbar, Physical Education For Children, 1987:17).
No. 5 THN. XXVIII 2001 - 57
Dari ketiga kesadaran gerak dasar tersebut yang harus dicapai melalui pendidikan jasmani di sekolah, maka komponen gerak dasar yang perlu diajarkan oleh guru dapat dikelompokkan sebagai berikut: KOMPONEN GERAK DASAR
LOKOMOTOR - Jalan - Lari - Merangkak - Lompat - Loncat - dll
NON LOKOMOTOR - Peregangan - Memutar - Menarik - Mendorong - Membungkuk - dll.
KOMBINASI - Menderap - Memanjat - Slide - Rolling - dll.
MANIPULATIF A. Menolak - Menendang - Memukul - Melempar - Memantul - dll B. Menerima - Mengontrol - Menangkap - dll.
Dalam proses pembelajaran Penjas guru merancang kegiatan gerak dasar baik secara sendiri atau bersama-sama melalui kegiatan atletik, senam, permainan, tari dll. GERAK SEDERHANA ------------------------------------> GERAK KOMPLEKS
Gambar 2. Komponen dasar (sumber: Gabbar, Physical Education for Children.)
Proses Belajar Keterampilan Gerak Dalam proses belajar gerak ada tiga tahapan belajar yang harus dilalui oleh siswa untuk dapat mencapai tingkat keterampilan yang sempurna (otomatis). Tiga tahapan belajar gerak ini harus dilakukan secara berurutan, karena tahap belajar prasyarat tahap belajar ke tiga. Apabila ketiga tahapan belajar gerak ini tidak dilakukan oleh guru pada saat mengajar pendidikan jasmani, maka guru tidak boleh mengharap banyak dari apa yang
58 - No. 5 THN. XXVIII 2001
selama ini mereka lakukan, khususnya untuk mencapai tujuan pendidikan jasmani yang ideal. Tahapan belajar gerak yang dimaksud adalah: 1) tahap kognitif, 2) tahap asosiatif/fiksasi, 3) tahap otomatis. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap Kognitif Pada tahap ini guru setiap akan memulai mengajarkan suatu keterampilan gerak, pertama kali yang harus dilakukan adalah memberikan informasi untuk menanamkan konsep-konsep tentang apa yang akan dipelajari oleh siswa dengan benar dan baik. Setelah siswa memperoleh informasi tentang apa, mengapa, dan bagaiman cara melakukan aktifitas gerak yang akan dipelajari, diharapkan di dalam benak siswa telah terbentuk motor-plan, yaitu keterampilan intelektual dalam merencanakan cara melakukan keterampilan gerak. Apabila tahap kognitif ini tidak mendapakan perhatian oleh guru dalam proses belajar gerak, maka sulit bagi guru untuk menghasilkan anak yang terampil mempraktekkan aktivitas gerak yang menjadi prasyarat tahap belajar berikutnya.
2. Tahap Asosiatif/ Fiksasi Pada tahap ini siswa mulai mempraktekkan gerak sesuai dengan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dan pahami sebelumnya. Tahap ini juga sering disebut sebagai tahap latihan. Pada tahap latihan ini siswa diharapkan mampu mempraktekkan apa yang hendak dikuasai dengan cara mengulang-ulang sesuai dengan karakteristik gerak yang dipelajari. Apakah gerak yang dipelajari itu gerak yang melibatkan otot kasar atau otot halus atau gerak terbuka atau gerak tertutup? Apabila siswa telah melakukan latihan keterampilan dengan benar dan baik, dan dilakukan secara berulang baik di sekolah maupun di luar sekolah, maka pada akhir tahap ini siswa diharap-
kan telah memiliki keterampilan yang memadai.
3. Tahap Otomatis Pada tahap ini siswa telah dapat melakukan aktivitas secara terampil, karena siswa telah memasuki tahap gerakan otomatis, artinya, siswa dapat merespon secara cepat dan tepat terhadap apa yang ditugaskan oleh guru untuk dilakukan. Tanda-tanda keterampilan gerak telah memasuki tahapan otomatis adalah bila seorang siswa dapat mengerjakan tugas gerak tanpa berpikir lagi terhadap apa yang akan dan sedang dilakukan dengan hasil yang baik dan benar.
MODEL STRATEGI PEMBELAJARAN PENJAS BERORIENTASI PADA CARA BELAJAR SISWA AKTIF GAYA MENGAJAR
n ndo atiha ma L Ko
a kal iks ipro Per iri Res D
Ink
lus
am uan uan a ogr em em in Pen uka Pr at sisw Pen imp dibu terb terp
i
POLA-POLA PENGORGANISASIAN
kelas
individu
kelompok
MODEL KOMUNIKASI
Strategi Pembelajaran Pendidikan Jasmani Berorientasi Pada Siswa Aktif Dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah kemampuan guru memilih strategi pembelajaran yang tepat merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Ada banyak strategi pembelajaran (kombinasi dari gaya, pengorganisasian, dan bentuk komunikasi) dapat digunakan secara efektif untuk menyajikan beberapa materi pelajaran, dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangannya. Hal ini sangat tergantung pada situasi kelas secara khusus, materi pelajaran yang dipilih, dan proses belajar yang diinginkan. Selain itu, dalam memilih strategi kriteria penting yang perlu dipahami oleh guru adalah pengetahuan dari proses, karakterisktik yang terlibat di dalamnya, dan implikasinya untuk pengembangan tingkah laku anak. Untuk lebih jelasnya model strategi yang dapat ditawarkan kepada guru untuk dapat dijadikan sebagai acuan dalam merencanakan program pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah maka dapat dilihat pada gambar 3.
verbal
tulisan
visual
pendengaran
STRATEGI MENGAJAR
Gambar 3. Model Strategi Pembelajaran Penjas. (Sumber : Gabbard, Physical Education for Children, 1987 : 101)
1. Pembuatan Keputusan Moston (1981), seorang pakar pendidikan jasmani menyatakan bahwa mengajar adalah suatu rangkaian yang tetap dari kejadian yang diputuskan. Dalam proses pembelajaran guru akan terlibat dalam keputusan-keputusan yang terkait dengan tujuan, pengorganisasian kelas, materi pelajaran, evaluasi, dan hubungan khusus dengan lingkungan. Keberhasilan suatu pelajaran biasanya dikembangkan dari sejumlah keputusan yang dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: 1) pra pertemuan (persiapan), 2)selama pertemuan, dan 3) pasca pertemuan. Dari ketiga kategori keputusan yang harus dibuat tersebut secara rinci dapat dibuat sebagai berikut:
No. 5 THN. XXVIII 2001 - 59
KATEGORI KEPUTUSAN
d. Peran guru e. Peran siswa f. Komunikasi 9. Mata pelajaran khusus a. Kuantitas (jumah yang ingin disem purnakan) b. Kualitas (tingkat kinerja/penampilan) 10. Evaluasi kinerja (menilai, prosedur, dan lainnya)
KOMPONEN DAN KEPUTUSAN
Sebelum pel- 1. Tujuan umum mata pelajaran ajaran (persiaa. Aktivitas kebugaran pan) b. Pengembangan Keterampilan c. Aktivitas Perbaikan d. Tinjauan Pelajaran 2. Pelajaran /Tingkat kemampuan 3. Jumlah siswa 4. Peralatan/material 5. Fasilitas/material 6. Waktu 7. Sikap kelas secara umum dan antisipasi suasana pelajaran (seberapa besar tanggung jawab berupa -->kesiapan kelas) 8. Memilih strategi pengajaran a. Gaya mengajar b. Pola pengorganisasian c. Model komunikasi (Verbal, tulisan, penglihatan, dan pendengaran). Sumber: Moston, 1981)
2. Spektrum Gaya-gaya Mengajar Dalam pembelajaran pendidikan jasmani Moston (1981), menawarkan beberapa gaya mengajar yang dapat dipilih guru untuk mencapai tu-
INTI PELAJARAN
1. Menyesuaikan dengan persiapan (cuaca, kecelakaan, dll.) 2. Pengamatan tingkah laku 3. Penilaian (kriteria yang berlawanan) 4. Umpan balik (tipe, gerak isyarat/sikap, sentuhan, verbal)
SELESAI PELAJARAN (REFLEKSI)
1. Menilai strategi belajar 2. Menilai penampilan siswa 3. Menilai penampilan guru.
juan yang telah ditetapkan. Adapun gaya-gaya mengajar dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan pra pertemuan, selama pertemuan, dan pasca pertemuan, serta peranan guru dan siswa selama proses pembelajaran dapat digambarkan spektrum gaya mengajar pada Tabel 2.
Spektrum gaya mengajar
A
B
C
D
E
F
G
H
Pra- pertemuan
(G)
(G)
(G)
(G)
(G)
(G)
(G)
(G)
Selama pertemuan
(G)
(S)
(P)
(S)
(S)
(S)
(S)
(S)
(S)
Pasca pertemuan
(G)
(T)
(A)
(S)
(S)
G
[ ] [ ] S S G
Guru
Guru
Maksimum
Minimum
Siswa
Guru
Maksimum
Minimum
60 - No. 5 THN. XXVIII 2001
Tabel 2. Spektrum gaya gaya mengajar.
KETERANGAN: G: Guru E: Gaya Inklusi B: Gaya Latihan PL: Pelaku G: Gaya Penemuan Terbuka D: Gaya Periksa diri
A: Gaya komando S: Siswa F: Gaya Penemuan Terpimpin C: Gaya Resiprokal Am: Pengamat H: Gaya Siswa Membuat Program. (Sumber: Muska Moston, 1981)
Spektrum gaya mengajar yang diajarkan oleh Moston tersebut menunjukkan pergeseran peran guru kepada siswa/murid. Pergeseran peran/ keputusan tersebut sejalan dengan perubahan gaya mengajar mulai dari “A” (Komando) sampai gaya mengajar “H” (program disusun oleh siswa). Spektrum gaya mengajar yang diciptakan oleh Moston ini diberikan ke dalam dua kelompok gaya “A-E” dan “F-H” dari dua kelompok gaya mengajar ini berbeda satu dengan yang lain dalam hal perilaku guru, perilaku siswa, dan sasaran yang akan dicapai. Untuk gaya “A-E” penyajiannya dikaitkan dengan keterampilan-keterampilan gerak yang telah dikenal oleh siswa, dan ini dilakukan oleh guru. Untuk gaya mengajar “F-H” berhubungan dengan penemuan dan penampilan kegiatan baru. Oleh karena itu ciri-ciri dari kedua kelompok gaya mengajar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Karakteristik gaya mengajar “A-E” adalah: 1) Penampilan pengetahuan dan keterampilan 2) Pokok bahasan nyata (fakta-fakta, ketentuan– ketentuan, keterampilan khusus,dan sebagainya). 3) Contoh yang diberikan sebagai pedoman 4) Waktu yang diperlukan untuk latihan 5) Ingatan dan mengingat kembali kegiatan kognitif yang utama 6) Umpan balik bersifat khusus dan mengacu pada pelaksanaan tugas 7) Urutan kerja: pelaksanaan tugas, mengulang kekurangan kekeliruan.
b. Karakteristik gaya mengajar “F-H” adalah: 1) Penampilan pengetahuan dan keterampilan yang masih baru dari siswa, pokok bahasan beraneka ragam yang menyangkut konsep, strategi, dan prinsip. 2) Penampilan-penampilan atau disain-disain pilihan, tidak ada model atau contoh yang hendak ditiru. 3) Diperlukan waktu untuk proses-proses kognitif 4) Suasana untuk mengajukan dan menerima pilihan yang diajukan 5) Tugas-tugas kognitif adalah membandingkan, menggolongkan memecahkan masalah, dan menciptakan. 6) Penemuan melalui proses-proses penemuan terpimpin atau terbuka 7) Umpan balik mengenai pilihan-pilihan yang dikerjakan 8) Perbedaan individu dalam jumlah, kecepatan, dan jenis yang diterima, 9) Tekanan pada usaha-usaha individu untuk mencari dan memeriksa pilihan-pilihan yang dikerjakan.
3. Hasil belajar berdasarkan gaya mengajar Hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa setelah proses pembelajaran yang disajikan melalui gaya mengajar tersebut, maka pengembangan terhadap aspek fisik, sosial, emosional, dan kognitif, yang dapat dicapai tidak sama. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Gaya komando (A) -Fisik -Sosial -Emosional -Pengetahuan b. Gaya latihan (B) -Fisik
Minimum Bebas Maksimun ----X--------------------------------X--------------------------------X--------------------------------X-----------------------------
---------X------------------------
No. 5 THN. XXVIII 2001 - 61
-Sosial -Emosional -Pengetahuan
----------X--------------------------------X---------------------------------X------------------------
c. Gaya resiprokal -Fisik -Sosial -Emosional -Pengetahuan
----X-----------------------------------------------------X-----------------X--------------------------X-----------------------------
d. Gaya periksa Sendiri (D) -Fisik ---------------------------X------Sosial ----X-----------------------------Emosional -----------------X----------------Pengetahuan --------------------------X-------
e. Gaya Inklusi (E) -Fisik -Sosial -Emosional -Pengetahuan
--------------------X-------------------X-----------------------------------------------X---------------------X----------------------
f. Gaya penemuan Terpimpin (F) -Fisik ----X-----------------------------Sosial ---X------------------------------Emosional -------------X--------------------Pengetahuan --------------------------X------g. Gaya Penemuan Terbuka (G) -Fisik -------------------------X--------Sosial -------------------------X--------Emosional -------------------------X--------Pengetahuan -------------------------X-------h. Gaya Program Dibuat Siswa -Fisik -------------------------X--------Sosial -------------------------X--------Emosional -------------------------X--------Pengetahuan -------------------------X--------
62 - No. 5 THN. XXVIII 2001
4. Karakteristik Program Pendidikan Jasmani yang Baik. Untuk mengetahui program pendidikan jasmani yang baik dan sesuai dengan kebutuhan siswa, maka dapat dilihat dari perencanaan program yang dibuat oleh guru dalam kaitannya dengan masalah: a) tujuan, b) materi pelajaran, c)prinsip-prinsip, d) strategi pembelajaran dan e) evaluasi. Hal ini guru juga harus memperhatikan aspek yang akan dikembangkan dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik dari aspek fisik psikomotor, kognitif, dan afektif. Untuk itu Annarino, et al (1980) memberikan contoh yag dapat dijadikan salah satu pedoman bagi guru dalam perencanaan proses pembelajaran penjas sebagai berikut:
(A) Hubungan antara tujuan pengembangan aspek fisik, prinsip-prinsip, materi, strategi pembelajaran dan evaluasi. Prinsip-prinsip pembelajaran - Tingkat dan bentuk perubahan fisiologis ditentukan melalui tiga variabel, yaitu: intensitas, lamanya, dan intensitas. - Jumlah waktu dan intensitas kerja untuk program latihan tergantung kepada masing-masing anak. - Jenis olahraga yang berbeda memerlukan tingkat kebugaran yang berbeda - Memilih, merancang, dan malaksanakan program pembinaan fisik harus didasarkan pada: l Apakah program ini mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk itu? l Apakah ini mengganggu setiap prinsip dari mekanika yang baik? l Kelompok sendi dan otot apa yang terlihat? l Apakah ini menyulitkan dan intensitas dari kondisi awal setiap siswa?
Materi Pembelajaran: - Latihan umum - Latihan khusus
Tujuan aspek fisik: l Kekuatan otot l Daya tahan otot l Daya tahan kardiovaskuler l kelentukan
Strategi Pembelajaran: - Latihan umum - Latihan interval - Latihan beban - Latihan angkat berat - Isometrik - Kalitentrik.
Evaluasi: - Pull-ups - Sit -up - Angkat dada - Angkat tumit - Squat thrust - Lompat jauh tanpa awalan - Lari jalan 600 yard - Lari 9/12 menit - Step test - Lari cepat 50 yard - Shuttle run (lari hilir mudik)
(B) Hubungan antara pengembangan aspek psikomotor, prinsip-prinsip, materi pelajaran, strategi pembelajaran dan evaluasi Prinsip-prinsip pembelajaran: - Siswa harus diupayakan pengembangan pada kecepatan mereka masing-masing. - Kesempatan harus diberikan disediakan untuk siswa agar belajar lebih luas dan mendalam. - Harus ada pemanfaatan secara maksimum dari sumber pembelajaran dan personil - Setiap siswa harus terlibat secara perorangan dan bergerak aktif. - Pelajaran tidak harus terbatas untuk periode jadwal harian kelas. - Waktu belajar keterampilan gerak tidak sama untuk setiap siswa - Berbagai tingkat dari kecakapan keterampilan harus ditentukan oleh siswa.
Materi Pelajaran: - Pengembangan kegiatan - Aktivitas gerak dasar (lokomotor, nonlokomotor, dan manipulatif) - Kegiatan-kegiatan yang dicoba sendiri - Kegiatan-kegiatan tari berirama - Kegiatan permainan - Kegiatan beregu - Kegiatan-kegiatan dengan tujuan ganda - Kegiatan perorangan - Kegiatan di air - Kegiatan pendidikan di luar sekolah.
Tujuan aspek psikomotor - Gerak perseptual - Gerak dasar - Keterampilan olahraga dari tari
Strategi Pembelajaran: - Ceramah - Drill - Pemrosesan informasi - Humanistik - Belajar tuntas - Analisis sistem - Dasar kompetisi - Pengarahan guru - Individualisasi - Tugas - Pemecahan masalah - Penemuan terpimpin - Eksplorasi gerak - Latihan - Kohort - Komando
Evaluasi: - Tes keterampilan olahraga - Check list - Tes kesegaran motorik - Tes perseptual gerak - Mengacu kriteria baku - Mengacu norma - Fomatif - Sumatif.
No. 5 THN. XXVIII 2001 - 63
C. Hubungan antara pengembangan aspek kognitif, prinsip-prinsip, pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Prinsip-prinsip pembelajaran: - Pengembagnan kognitif yang terdiri dari enam tingkatan dasar belajar: l pengetahuan l komprehensif l aplikasi l analisis l sintesis l evaluatif
Materi Pelajaran: - Peraturan permainan - Mengukur keselamatan - Etika permainan - Terminologi - Strategi - Pengaruh kegiatan - Penilaian - Permasalahan.
Tujuan aspek kognitif - Pengetahuan, fakta-fakta, dan informasi - Keterampilan dan kemampuan intelektual
Strategi Pembelajaran: - Komando - Tugas - Penemuan terpimpin - Pemecahan masalah - Penyempurnaan - Individualisasi - Pemrosesan informasi - Eksplorasi gerak - Pengarahan - Kontrak.
Evaluasi: - Tes tertulis - Pengamatan dengan Check List - Penemuan terpimpin - Skala penilaian - Acuan kriteria - Acuan norma - Fomatif - Sumatif.
Dari uraian di atas Annrino et al (1980), menyatakan bahwa pendidikan jasmani yang baik harus mecirikan suatu keseimbangan dengan memerikan pengalaman yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan secara sempurna baik aspek fisik, psikomotor, kognitif, dan afektif.
64 - No. 5 THN. XXVIII 2001
D. Hubungan antara pengembangan aspek afektif, prinsip-prinsip pembelajaran , strategi pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Prinsip-prinsip pembelajaran: - Latar belakang pembelajaran yang memungkinkan/memberikan kesempatan untuk siswa agar: a. menerima b. tanggap c. mengidentifikasi nilai-nilai d. mengorganisasi nilai-nilai e. berinteraksi
Materi Pelajaran: - Reaksi positif - Apresiatif - Kegambiraan - Kesadaran terhadap tubuh sendiri - Tingkat -tingkat aspirasi - Persepsi diri - Perasaan - Penilaian sosial - Klarifikasi nilai-nilai - Sikap - Spormanship
Tujuan aspek Afektif - Tanggapan yang sehat terhadap aktivitas diri - Aktualisasi diri - Penghargaan diri sendiri - Konsep diri
Strategi Pembelajaran: - Modeling - Simulasi permainan - Bermain peran - Klarifikasi nilai-nilai - Eksplorasi gerakan
Evaluasi: - tingkah laku sosial - tes kepribadian - mengumpulkan sikap tingkah laku - catatan anekdot - check list - skala sikap - nilai-nilai yang diharapkan - skala konsep diri
Bersasarkan komponen dasar tersebut, seorang guru dituntut kreativitasnya dalam merencanakan program dan memilih materi, strategi, prinsip, dan evaluasi seperti telah digambarkan di atas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi siswa.
Penutup Pendidikan jasmani sebagai bagian dari proses pendidikan memiliki peranan yang paling unik di banding bidang studi lain, karena mellaui pendidikan jasmani akan dapat dikembangkan secara sempurna baik aspek fisik, psikomotor, kognitif, dan afektif. Untuk merealisasikan tujuan tersebut seorang guru harus memahami hakikat penjas, pengertian dan tujuan penjas, hakikat dan proses belajar penjas tidak sebagai olahraga yang menekankan hanya pada masalah prestasi, namun lebih dari itu. Oleh karena itu se-
orang guru dituntut kreativitasnya dalam menrencanakan dan melaksanakan program pembelajaran dengan strategi pembelajaran yang tepat disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan siswa. Berdasarkan uraian tersebut, maka melalui forum KONAPSI IV ini diharapkan mampu menghasilkan pemikiran-pemikiran baru yang prospektif sebagai dasar pengembangan paradigma baru kurikulum pendidikan, khsususnya kurikulum penjas yang tidak hanya dibiarkan sebagai konsep, namun dapat direalisasikan secara nyata, sehingga mampu menunjang pengembangan kualitas SDM Indonesia yang lebih sempurna.
No. 5 THN. XXVIII 2001 - 65