KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA
PAN AN PERENCANAAN DAN NDUAN PENGANGGARAN YANG PEN RESPONSIF GEN R BIDANG B NDER KOPERASI DAN USAHA AH HA KECIL DAN MENENGAH
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
2010
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
A
TIM PENYUSUN PEDOMAN Narasumber: KPP dan PA
Dra. Sri Danti, MA Dr. Ir. Hertomo Heroe, MM
BAPPENAS
Dr. Ir. Subandi
KemKeu
Wawan Sunaryo, MSc.
KemKUKM
Ir. Abdul Kadir Damanik, MM Drs. Afrizal Kusai, MM Ahmad Junaedi, SE, MM Ir. Nur Ediningsih, MM Dr. Ir. Pariaman Sinaga, MM
Dra. Sri Istiati Drs. Talkah Badrus, MM Ir. Tri Indratni Ir. Yetty Soewandi Yusuf Choerulloh, ST KPP dan PA
Sri Martani Wahyu Widayati, SE.,MM Dra. Sri Wahyuni, MM Suhaeni, S.Sos Dra. Sunarti, MSi
Sekretariat: Pakar: Sri Mastuti, SPd., MHum (penulis)
Humam Rozi Skriptandono, SE Penyunting:
Kontributor: KemKUKM
DR. Ir. Sulikanti Agusni, MSc. Aufrida H. Novieta, MM Drs. Bambang Tanoto, MM Ir. Dewi Trimurni, MM Drs. Eddy Kusdiarwoko Ir. Enny Sulistiany, MM Indriana, SSos., MSi Iwan Sidharta, SH., MSi Latifa Widaningsih, SE Lely Hiswendari, S.Kom Ir. Mamiek Rosilawati, MM Dr. dra. Masyrifah, MM Munawarah, SE Dra. Murtiningsih, MM Ir. Nur Ediningsih, MM Dr. Ir. Pariaman Sinaga, MM Ir. Rinie Sri Yanti Salekan, SH., MM Siti Aedah, S.Pt.
Diterbitkan oleh: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Desain dan Layout: INTERAXI Sekretariat Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Tim Penyusun PPRG Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Ukuran buku: 22,5 cm x 22,5 cm ISBN :
MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TAHUN 2010 TENTANG PANDUAN PERENCANAAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER BIDANG KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH (KUKM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
: bahwa sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari PMK No 104/02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan Penelaahan RKA KL, dipandang perlu untuk membuat pedoman pelaksanaan penganggaran yang responsif gender bidang KUKM
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pertanggungjawaban Keuangan Negara; 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga;
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
i
7. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional; 8. Peraturan Presiden Nonor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2015 9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.02/20110 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga Tahun Aggaran 2011
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA TENTANG PANDUAN PERENCANAAN PENGANGGARAN YANG RESPONSIF GENDER Pertama
: Panduan Perencanaan Penganggaran Yang Responsif Gender (PPRG) Bidang Koperasi Usaha Kecil Menengah (KUKM) sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Kedua
: Panduan PPRG bertujuan agar pelaksanaan program bidang KUKM menjadi lebih efektif, efisien dan adil
Ketiga
: Panduan PPRG disusun untuk menjadi alat bagi para perencana, penyusun anggaran dan para penyelenggara program/kegiatan Bidang Koperasi Usaha Kecil dan Menengah.dalam melakukan analisis yang responsif gender
Keempat
: Surat Peraturan Menteri ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal
: September 2010
MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
LINDA AMALIA SARI
ii
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
KATA PENGANTAR MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK RI
Dengan adanya Kesepakatan Bersama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 05/Men PP dan PA/IV/2010 dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor 05/NKB/M.KUKM/IV/2010 tentang Pemberdayaan Perempuan Dalam Rangka Mewujudkan Kesetaraan Gender Melalui Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, maka diperlukan panduan bersama untuk mengimplementasikan Kesepakatan Bersama tersebut. Di samping itu sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang mengamanatkan semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota untuk melakukan pengarusutamaan gender, dan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119 tahun 2009 yang diperbaharui dengan PMK Nomor 104 tahun 2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2011, yang mengatur pula tentang anggaran responsif gender, yaitu anggaran yang mengakomodasikan keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat (dari program pembangunan), berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan mempunyai kontrol terhadap sumber daya; dan kesetaraan bagi perempuan dan laki-laki terhadap kesempatan dalam memilih dan menikmati hasil pembangunan, maka diperlukan Panduan Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Saya sangat bersyukur karena dengan adanya Kesepakatan Bersama ini, maka penyusunan Panduan Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah dapat berlangsung lancar. Saya berharap panduan ini dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan program dan anggaran kegiatan bidang Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
iii
untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dalam akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat kepada perempuan maupun laki-laki. Akhirnya penghargaan yang tinggi serta ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Tim Penyusun dan pihak-pihak terkait yang sudah berupaya dan bekerja keras untuk mewujudkan tersusunnya pedoman ini. Semoga panduan ini dapat dimanfaatkan oleh semua pihak yang terkait dan semoga kebijakan, program dan kegiatan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menjadi lebih mengena sasaran, efisien dan efektif dan berkeadilan.
Jakarta, 20 Juli 2010 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak RI,
Linda Amalia Sari Gumelar, S.IP
iv
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
KATA PENGANTAR MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH RI
Kementerian Koperasi dan UKM memiliki komitmen untuk mendukung upaya mengurangi kesenjangan gender sehingga dapat mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender khususnya di bidang KUMKM. Komitmen itu semakin dipertegas dengan ditandatanganinya Kesepakatan Bersama antara Kementerian Koperasi dan UKM dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tentang Pemberdayaan Perempuan Dalam Rangka Mewujudkan Kesetaraan Gender Melalui Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Sangat disadari bahwa kontribusi KUKM terhadap perekonomian nasional tentu tidak terlepas dari partisipasi pelaku KUKM perempuan yang sekaligus merupakan penggerak roda ekonomi keluarga. Pelaku KUKM perempuan memiliki potensi yang besar untuk lebih berkontribusi dalam perekonomian. Meski faktanya kerapkali kontribusi mereka tidak terlihat jelas (invisible worker) dan dalam menjalankan peran dan usahanya sering terganjal oleh permasalahan yang sifatnya struktural dan potensi mereka belum sepenuhnya didukung. Dalam kaitan tersebut Kementerian Koperasi dan UKM terus berupaya mendorong dan mengakomodasi responsif gender melalui kebijakan dan program/kegiatan pemberdayaan KUMKM perempuan. Dengan harapan bahwa akses, partisipasi dan manfaat dari kebijakan tersebut dapat dirasakan pelaku KUMKM perempuan. Untuk itu, perlu dipahami bahwa setiap pengambil keputusan dan komponen perencana seharusnya selalu mengintegrasikan perspektif gender ketika melakukan perencanaan penganggaran di bidang KUMKM. Pemberdayaan KUMKM yang berbasis pada perencanaan penganggaran yang responsif gender akan menjadi terobosan pula untuk mengoptimalkan pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) di bidang KUMKM.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
v
Buku panduan PPRG ini merupakan momentum awal penyusunan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender di bidang KUMKM, yang juga dapat dipahami sebagai strategi pencapaian kesetaraan dan keadilan gender dan mengatasi kemiskinan. Selain itu juga, buku panduan ini dapat menjadi media promosi pemberdayaan KUMKM yang responsif gender. Harapannya, buku ini hendaknya dapat menjadi acuan bagi para pihak pengambil keputusan dan yang melakukan perencanaan penganggaran yang responsif gender di bidang KUMKM.
Jakarta,
Juni 2010
Menteri Negara
DR. Syarief Hasan, MM., MBA.
vi
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
DAFTAR ISI PERATURAN MENTERI
i
KATA PENGANTAR Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI .......................................................................
iii
Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI ...................
v
BAB I. PENDAHULUAN
1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................................. 1.2. Tujuan dan Sasaran ........................................................................................................... 1.3. Pengertian dan Ruang Lingkup ..........................................................................................
1 4 5
BAB II. KERANGKA KERJA KETERKAITAN PUG DAN PPRG
5
2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
Keterkaitan antara PUG dengan PPRG dalam Koperasi dan UMKM ................................... PPRG menurut Kerangka Regulasi Sistem Perencanaan dan Penganggaran ....................... Isu Gender dalam Koperasi dan UMKM ............................................................................. Terms of Reference (TOR) dan Gender Budget Statement (GBS) sebagai Titik Masuk Pelaksanaan PPRG ............................................................................................................
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
9 12 17 18
vii
BAB III. MEKANISME PENYUSUNAN PPRG DAN IMPLEMENTASI BIDANG KOPERASI DAN UMKM 3.1. 3.2. 3.3. 3.4.
Menemukenali Masalah dengan Analisis Gender ............................................................... Penyusunan TOR dan GBS ................................................................................................. Pelaksanaan Rencana ........................................................................................................ Monitoring dan Evaluasi ....................................................................................................
21 21 25 32 32
BAB IV. PENUTUP
35
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR BOX DAFTAR GAMBAR
37 39 40
LAMPIRAN A CONTOH GAP, TOR, GBS DAN TDR BIDANG KOPERASI DAN UMKM Lampiran 1 Sekretariat Koperasi dan UKM ......................................................................... 41 Lampiran 2 Inspektirat KUKM ............................................................................................ 51 Lampiran 3 Deputi Kelembagaan Koperasi ......................................................................... 63 Lampiran 4 Deputi Produksi ............................................................................................... 71 Lampiran 5 Deputi Pembiayaan ......................................................................................... 85 Lampiran 6 Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha ............................................................ 97 Lampiran 7 Deputi Sumber Daya Manusia ......................................................................... 107 Lampiran 8 Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha ................................ 117 Lampiran 9 Deputi Pengkajian Sumberdaya UKMK ............................................................ 127 LAMPIRAN B PERTANYAAN YANG SERING MUNCUL DAN TAWARAN
viii
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
BAB
Pendahuluan
I
1.1. Latar Belakang Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kegiatan ekonomi yang menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi penting dalam membangun sendi-sendi perekonomian Indonesia. Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang diamandemen mengamanahkan: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.” Kemudian pada ayat 4 dikemukakan “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Pasal-pasal tersebut secara tersirat mengamanahkan bahwa koperasi dan UMKM merupakan basis pembangunan ekonomi Indonesia.
Box 1.1. Kinerja Koperasi dan UMKM Kinerja Koperasi
Kinerja UMKM
Periode 2008 hingga Juni 2009, perkembangan jumlah koperasi di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 7,22%; dari 154.964 unit menjadi 166.155 unit. Dalam periode yang sama, keanggotaan koperasi aktif meningkat sebesar 2,32%; dari 27.318.619 orang menjadi 27.951.247 orang.
Pada tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap penciptaan devisa nasional melalui ekspor non migas mengalami peningkatan sebesar Rp. 40,75 triliun atau 28,49% yaitu dengan tercapainya angka sebesar Rp. 183,76 triliun atau 20,17% dari total nilai ekspor non migas nasional.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
1
Sampai dengan Juni 2009, koperasi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 343.370 orang; terdiri dari 30.166 manajer dan 313.204 karyawan. Jumlah tersebut menurun 3,82% dibandingkan tahun sebelumnya yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 357.005 orang (30.562 manajer dan 326.443 karyawan). Permodalan koperasi aktif yang terdiri dari modal sendiri dan modal luar dilaporkan mengalami peningkatan yang positif. Modal sendiri meningkat sebesar 16,60%, dari Rp. 22,56 triliun menjadi Rp. 26,30 triliun. Sedangkan Modal luar meningkat sebesar 32,95%, dari Rp. 27,27 triliun menjadi Rp. 36,25 triliun. Nilai volume usaha koperasi sampai dengan Juni 2009 mencapai Rp. 55,26 triliun atau menurun 19,26% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp. 68,44 triliun. Sumber: Bagian Data, Biro Perencanaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia. Leaflet Koperasi 2009
Kontribusi UMKM terhadap Penciptaan Investasi Nasional 1. Pembentukan Investasi Nasional menurut harga berlaku • Tahun 2007, kontribusi UMKM tercatat sebesar Rp. 461,10 triliun atau 52,99% dari total investasi nasional sebesar Rp. 870,17 triliun. • Tahun 2008, kontribusi UMKM mengalami peningkatan sebesar Rp. 179,27 triliun atau 38,88% menjadi Rp. 640,38 triliun. 2. Pembentukan Investasi Nasional menurut harga konstan tahun 2000 • Tahun 2007, kontribusi UMKM tercatat sebesar Rp. 194,75 triliun atau 51,2% dari total investasi nasional atas harga konstan tahun 2000 yang sebesar Rp. 380,13 triliun. • Tahun 2008, kontribusi UMKM mengalami peningkatan sebesar Rp. 28,00 triliun atau 14,38% menjadi Rp. 222,74 triliun atau 51,80% dari total investasi nasional atas harga konstan tahun 2000 yang sebesar Rp. 430,02 triliun Kontribusi UMKM dalam Penyerapan Tenaga Kerja Nasional. Pada tahun 2008, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang atau 97,04% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, jumlah ini meningkat sebesar 2,43% atau 2.156.526 orang dibandingkan tahun 2007. Kontribusi UMKM terhadap PDB Nasional menurut harga berlaku • Pada Tahun 2007, kontribusi UMKM terhadap PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 2.105,14 triliun atau 56,23%. • Tahun 2008, kontribusi UMKM terhadap PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp. 2.609,36 triliun atau 55,56% PDB Nasional atas harga konstan tahun 2000. • Tahun 2008, PDB nasional atas harga konstan tahun 2000 sebesar Rp. 1.997,73 triliun, kontribusi UMKM sebesar Rp. 1.165,26 triliun atau 58,33% dari total PDB harga konstan 2000 nasional mengalami perkembangan sebesar Rp. 115,41 triliun atau 6,13% dari tahun 2007.
Sumber: Bagian Data, Biro Perencanaan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Leaflet Kinerja UMKM 2007-2008.
2
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Oleh karenanya, Kementerian Koperasi dan UKM menjadi salah satu Kementerian strategis yang berkontribusi besar bagi kesuksesan pembangunan. Kementerian ini diharapkan mampu menjadikan Koperasi dan UMKM sebagai pelaku ekonomi utama dalam perekonomian nasional yang berdaya saing. Kementerian Koperasi dan UKM bertanggungjawab untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan di bidang koperasi dan UMKM. Selaras dengan Rencana Program Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014 (RPJMN 2010 – 2014), dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, penguatan demokrasi dan penegakan keadilan, termasuk keadilan gender, maka perumusan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM juga perlu melakukan pengarusutamaan gender yang telah menjadi komitmen pemerintah Indonesia. Dalam RPJMN 2010 – 2014 ada 3 (tiga) hal yang harus diarusutamakan dalam pembangunan yaitu: pemerintahan yang baik, pembangunan keberlanjutan dan gender. Pengarusutamaan dimensi gender dimaknai dengan melihat kepada kesenjangan gender berdasarkan pada pengalaman, kebutuhan, aspirasi dan permasalahan yang ada pada laki-laki dan perempuan. Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional telah diinstruksikan oleh Presiden Republik Indonesia sejak tahun 2000, agar semua pimpinan Kementerian dan Kelembagaan Pemerintah dan Daerah mengintegrasikan aspek gender ke dalam proses perencanaan, mulai dari penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dalam pelaksanaan Instruksi Presiden nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, masih dirasakan adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam kegiatan berkoperasi maupun berusaha. Padahal sejak terbentuknya Kelompok Kerja (Pokja) dan Tim Pengarusutamaan Gender bidang Koperasi dan UKM tahun 2000 telah banyak kebijakan, program dan kegiatan yang sengaja ditujukan dalam rangka mempercepat penurunan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. Beberapa hal yang menjadi penyebab lambatnya perubahan yang terjadi, selain dari budaya patriarkhi yang masih demikian kental, juga ditambah dengan terbatasnya pemahaman tentang konsep gender dan untuk pelaksanaan pengarusutamaan gender itu sendiri. Di samping itu komitmen para pengambil keputusan di lingkungan Kementerian Koperasi dan UKM sangat mempengaruhi atas keberlanjutan kebijakan, program dan kegiatan yang responsif gender.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
3
Peraturan Menteri Keuangan nomor 119/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2010, telah menunjuk 7 (tujuh) Kementerian untuk melaksanakan uji coba penerapan Anggaran yang Responsif Gender (ARG) Tahun 2010. Peraturan ini dilanjutkan dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 104/PMK.02/2010 tentang hal yang sama untuk tahun anggaran 2011 dan agar penerapan ARG dilakukan di bidang sosial, budaya, politik dan ekonomi. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan yang tepat dan kena sasaran bagi penyusunan perencanaan dan penganggaran di Kementerian Koperasi dan UKM agar rencana dan anggaran menghasilkan pembangunan yang optimal, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab sesuai kaidah good governance bagi masyarakat, perempuan dan laki-laki. Selain itu, sebagai tindaklanjut dari Kesepakatan Bersama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP dan PA) dengan Kementerian Koperasi dan UKM Nomor 05/MEN.PP dan PA/IV/2010 dan Nomor 05/NKB/M.KUKM/IV/2010 tentang Pemberdayaan Perempuan dalam Rangka Mewujudkan Kesetaraan Gender melalui Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, maka dukungan politik para pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan perbedaan kebutuhan, permasalahan, aspirasi, serta pengalaman antara perempuan dan laki-laki yang berkaitan dengan pelaksanaan program, distribusi dan kekuasaan atas layanan koperasi dan UMKM. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu disusun Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) bagi Koperasi dan UMKM dalam bentuk panduan agar dapat dipahami oleh setiap pelaksana program, focal point maupun kelompok kerja Pengarusutamaan Gender dan Komite.
1.2. Tujuan dan Sasaran 1.2.1. Tujuan Panduan Panduan Perencanaan Penganggaran Responsif Gender ini bertujuan untuk: •
Memberikan persepsi yang sama bagi para penyusun perencanaan dan pengambilan keputusan dalam menetapkan kebijakan, program, kegiatan dan penganggaran di lingkungan Kementerian Koperasi dan UKM;
4
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
•
Mengintegrasikan perspektif gender pada Kementerian Koperasi dan UKM secara baik ke dalam kebijakan, program, kegiatan dan sub kegiatan di seluruh tingkat perencanaan dan penganggaran hingga pelaksanaan dan output yang dihasilkannya menjadi lebih efisien dan efektif dan berkeadilan bagi perempuan dan laki-laki, termasuk anak perempuan dan anak laki-laki.
1.2.2. Sasaran Panduan Panduan ini didedikasikan kepada seluruh perencana di setiap jajaran unit Eselon 1 Kementerian Koperasi dan UKM, termasuk Badan Layanan Umum (BLU), agar dapat melakukan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender di bidang koperasi dan UMKM sesuai dengan masing-masing tugas pokok dan fungsinya.
1.3. Pengertian dan Ruang Lingkup 1.3.1. Pengertian Gender adalah pembedaan peran, kedudukan, tanggung jawab dan pembagian kerja antara lakilaki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang dianggap pantas menurut norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. Istilah “gender” digunakan untuk menjelaskan perbedaan perempuan dan laki-laki yang merupakan bentukan budaya yang dikonstruksikan, dipelajari dan disosialisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Isu gender adalah permasalahan yang timbul akibat adanya relasi gender yang berkaitan dengan adanya pelabelan (stereotype), peminggiran , perendahan (subordinasi), fungsi ganda dan beban kerja berlebihan serta adanya tindak kekerasan sehingga menimbulkan perbedaan pada akses, kontrol, partisipasi dan manfaat, yang berakibat kepada kesenjangan. Keadilan Gender adalah kondisi dan perlakuan yang adil terhadap perempuan dan laki-laki. Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan yang dampaknya seimbang.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
5
Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan laki-laki dan perempuan, anak laki-laki dan anak perempuan, penyandang cacat dengan memperhatikan kondisi social ekonomi, lokasi, umur, dan kesukuan ke dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh program dan kegiatan di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Dengan kata lain, PUG adalah salah satu strategi pembangunan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender yang harus melibatkan langsung perempuan dan laki-laki secara proporsional melalui partisipasi aktif dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pemantauan, serta evaluasi dalam semua bidang pembangunan, sehingga baik perempuan dan laki-laki akan mendapatkan akses, kontrol, partisipasi dan manfaat yang sama terhadap pembangunan. Anggaran Responsif Gender (ARG) adalah penyusunan anggaran guna menjawab secara adil kebutuhan setiap warga negara, baik laki-laki maupun perempuan (keadilan dan kesetaraan gender) dari tahapan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. ARG tidak memisahkan anggaran untuk perempuan dan laki-laki; bukan sebagai dasar untuk menambah alokasi anggaran; dan bukan berarti penambahan anggaran khusus untuk perempuan. ARG akan menjembatani kesenjangan status, peran dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki. Gender Budget Statement (GBS) adalah bagian dari dokumen perencanaan anggaran yang menginformasikan suatu kegiatan/sub kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang ada dan telah dialokasikan dana pada kegiatan/sub kegiatan bersangkutan untuk menangani permasalahan gender tersebut. GBS merupakan bagian dari Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) yang biasa disebut terms of reference (TOR). Perencanaan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) adalah upaya pengintegrasian isu gender ke dalam perencanaan dan anggaran suatu program kegiatan agar dapat menghasilkan dampak yang berkeadilan terhadap perempuan dan laki-laki. Dalam penyusunan PPRG dilakukan analisis gender dengan cara menelaah dampak perencanaan dan penganggaran suatu kegiatan/sub kegiatan terhadap peran perempuan dan laki-laki. PPRG melekat pada struktur program dan kegiatan/sub kegiatan yang ada dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL). Hanya saja substansi kegiatan/sub kegiatan dalam struktur RKA-KL tersebut dilihat dari sudut pandang/perspektif gender. Oleh karena itu, tujuan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender adalah menghasilkan suatu perencanaan dan penganggaran yang efisien, ekonomis, efektif, berkeadilan serta mendorong akuntabilitas pemerintah dalam mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender menuju “good governance”.
6
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar. Usaha Kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah).
1.3.2. Ruang Lingkup Panduan ini mencakup: (1) kerangka kerja Pengarusutamaan Gender (PUG) dan PPRG dalam sistem perencanaan dan penganggaran di Indonesia; (2) Isu-isu gender dalam Koperasi dan UMKM ; (3) Mekanisme teknis penyusunan PPRG; dan (4) Contoh-contoh aplikasi penerapan teknis penyusunan PPRG dalam Koperasi dan UMKM.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
7
Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono berkenan melihat pameran karya pengusaha kecil dan menengah bersama Menteri Perdagangan, Menteri Badan Usaha Milik Nasional, Menteri Koperasi dan UKM beserta Ibu serta pengurus Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas)
8
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Kerangka Kerja Keterkaitan PUG dan PPRG
BAB
II
2.1. Keterkaitan antara PUG dengan PPRG dalam Koperasi dan UMKM Koperasi dan UMKM terdiri dari orang per orang atau kelompok, laki-laki dan perempuan. Dalam pembangunan koperasi dan UMKM, kondisi sumber daya manusia, perempuan dan laki-laki, sering kali kurang menjadi perhatian, karena asumsi awal perencanaan selalu beranggapan bahwa perempuan atau pun laki-laki sama saja. Dalam pelaksanaan koperasi misalnya, peranan kaum perempuan cukup menonjol, terutama dalam urusan simpan pinjam, sehingga koperasi menjadi jauh lebih baik. Sebaliknya, dalam pelaksanaan koperasi serba usaha dan angkutan, peran anggota laki-laki sangat menonjol, sehingga seringkali peran anggota perempuan terabaikan. Perbedaan peran seringkali menyebabkan adanya kesenjangan terhadap akses, partisipasi, kontrol dan manfaat di antara perempuan dan laki-laki anggota koperasi. Hal ini perlu menjadi perhatian para pengambil keputusan dan pembuat kebijakan, agar baik bagi anggota koperasi yang perempuan atau pun bagi yang laki-laki akan mendapatkan haknya yang sama. Berbeda dengan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), jumlah usaha mikro dan kecil lebih banyak didominasi oleh perempuan dengan usaha rumahan, sedangkan pada usaha menengah lebih banyak dikuasai oleh laki-laki. Kebutuhan kelompok UMKM tentu berbeda, dan juga ada perbedaan dalam menyikapi permasalahan yang mereka hadapi. Pemahaman terhadap perbedaan perilaku, usaha mikro kecil yang dikelola oleh perempuan dan usaha mikro kecil yang dikelola oleh laki-laki, serta kebutuhan yang tidak sama, perlu menjadi perhatian, terutama terhadap jenis usaha yang dikerjakannya, yang tentunya akan berdampak terhadap kebijakan yang perlu diberikan kepada kelompok UMKM.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
9
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Kementerian Koperasi dan UKM dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya perlu menerapkan pengarusutamaan gender (PUG) agar menjadi lebih berdaya guna dan berhasil guna. Pelaksanaan PUG tersebut selain karena merupakan kewajiban sesuai dengan amanah Inpres no.9/2000 dan RPJMN 2010-2014, juga untuk menjamin agar pembangunan memberikan manfaat bagi semua. Instrumen untuk pelaksanaan PUG adalah dengan mengintegrasikan aspek gender ke dalam perencanaan penganggaran atau disebut Perencanaan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG). PPRG merupakan titik masuk bagi pengintegrasian gender dalam proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program/kegiatan pembangunan dalam rangka mewujudkan keadilan bagi perempuan dan laki-laki, dan kesetaraan gender. Penerapan PUG dalam tataran operasional pelaksanaan program/kegiatan adalah sebagai berikut: 1. Dalam mendisain program/kegiatan perlu memperhatikan perbedaan kondisi dan kebutuhan lakilaki dan perempun yang menjadi kelompok sasaran dari Kementerian Koperasi dan UKM. Program/ kegiatan yang direncanakan hendaknya responsif terhadap kebutuhan, memberi manfaat, dan mengurangi kesenjangan kualitas hidup laki-laki dan perempuan. 2. Pastikan agar program/kegiatan yang disusun telah menjawab kebutuhan praktis (kebutuhan untuk dapat menjalankan peran kodrati) dan kebutuhan strategis (kebutuhan untuk dapat mengatasi kesenjangan relasi kuasa) laki-laki dan perempuan. Program/kegiatan yang dirancang bisa ditujukan untuk menjawab kebutuhan khusus perempuan atau kebutuhan khusus laki-laki; program/kegiatan yang bersifat afirmatif (perlakuan khusus sementara) atau bisa juga disebut program/kegiatan untuk kesetaraan gender; dan program/kegiatan untuk pelembagaan kesetaraan gender melalui penguatan kelembagaan PUG. 3. Pastikan agar program/kegiatan yang sudah responsif gender tersedia alokasi anggarannya, karena ini sangat penting untuk dapat melaksanakan rencana dan pencapaian tujuan. 4. Dalam penganggaran ini perlu dipastikan prinsip ekonomi, efisiensi, efektifitas dan berkeadilan. Peruntukan anggaran dibuat secara proporsional untuk menghasilkan keluaran dan hasil yang optimal bagi pemberdayaan dan pengurangan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Indikator dan target kinerja perlu dibuat secara spesifik, terukur, rasional, terjangkau dan tepat waktu. 5. Dalam melaksanakan program dan kegiatan perlu dipastikan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama bisa mengakses, berpartisipasi, mengontrol dan menerima manfaatnya. Oleh sebab itu pendekatan pelaksanaan sebuah program/kegiatan akan sangat menentukan keberhasilan.
10
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
6. Monitoring dan evaluasi perlu dilakukan untuk melihat efektifitas dari sebuah rencana ARG dan mengkaji dampaknya bagi upaya peningkatan kesejahteraan laki-laki dan perempuan. Tentunya juga mengkaji kontribusinya terhadap pengurangan kesenjangan gender dan upaya mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Monitoring dan evaluasi ini tentu saja tidak sebatas pada pelaksanaan program dan kegiatan, tetapi juga pada pelaksanaan anggarannya. Hal ini dilakukan untuk melihat ketepatan sasaran dan tercapainya target-target kinerja yang telah direncanakan. Untuk menerapkan PUG dan PPRG, para pejabat/pegawai Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperhatikan hal-hal berikut: (1)
Meningkatkan pemahaman dan kesadaran semua pihak baik pemerintah maupun nonpemerintah, terutama pengurus koperasi dan pelaku UMKM, melalui penyebaran atau diseminasi informasi, pendidikan, pelatihan, pendampingan, dan dialog konstruktif.
(2)
Menyediakan data base terpilah dan profil gender yang ter up-date. Ini sangat penting sebagai dasar untuk memetakan kondisi dan mengindentifikasikan permasalahan maupun isu gender yang ada di Koperasi dan UMKM guna menyusun rencana program/kegiatan dan rencana anggaran yang baik.
(3)
Membangun kelompok kerja jaringan PUG dan PPRG yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik birokrat, politisi, akademisi, aktivis organisasi masyarakat sipil, dan terlebih teknokrat perencanaan penganggaran.
(4)
Melakukan tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin adanya kesamaan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat bagi laki-laki dan perempuan dalam setiap tahapan proses pembangunan baik perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi.
(5)
Memberikan perhatian dan perlakuan khusus sementara (affirmative) kepada kelompokkelompok yang mengalami diskriminasi gender seperti stereotipi atau pelabelan, marginalisasi atau peminggiran, subordinasi atau perendahan, fungsi ganda dan beban kerja berlebihan serta korban tindak kekerasan.
(6)
Mengembangkan alat atau pun panduan untuk melakukan PUG dan PPRG dalam Koperasi dan UMKM yang menjadi pegangan berbagai pihak terkait terutama bagi anggota kelompok kerja gender, para perencana program maupun perencana anggaran.
(7)
Membangun kemampuan teknis para perencana untuk menyusun PPRG dan kemampuan advokasi kepada para pihak terkait termasuk para politisi di legislatif yang berperan besar dalam memutuskan kebijakan anggaran negara.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
11
2.2. PPRG menurut Kerangka Regulasi Sistem Perencanaan dan Penganggaran Sistem perencanaan di Indonesia saat ini wajib menggunakan pendekatan bottom up dan top down planning, pendekatan teknokratis, pendekatan politis, dengan mengoptimalkan partisipasi masyarakat. Sedangkan dalam penganggaran digunakan tiga pendekatan, yaitu Pendekatan Penganggaran Terpadu (Unifed Budget), Pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja/PBK (Performance Based Budgeting), dan Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah/KPJM (Medium Term Expenditure Framework). Pendekatan Penganggaran Terpadu adalah pendekatan penyusunan anggaran yang tidak membedakan antara kegiatan rutin dan pembangunan. Kegiatan identik dengan tugas pokok dan fungsi yang harus dilaksanakan untuk mencapai keluaran/output yang diharapkan1. Pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja merupakan penyusunan anggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Sesuai pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga mengharuskan setiap K/L menyusun anggaran dengan mengacu kepada indikator kinerja, standar biaya dan evaluasi kinerja. Indikator kinerja dan sasaran merupakan bagian dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja. Penerapan penganggaran berbasis kinerja akan mendukung alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan. Sistem ini terutama berusaha untuk menghubungkan antara keluaran (output) dengan hasil (outcome) yang disertai dengan penekanan terhadap efektifitas dan efisiensi terhadap anggaran yang dialokasikan. Secara lebih rinci maksud dan tujuan penganggaran berbasis kinerja adalah: •
agar terfokus pada upaya pencapaian hasil kerja (output) dan dampak (outcome) atas alokasi belanja
•
agar tertuju pada sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran;
•
agar program dan kegiatan yang disusun terkait pada rencana strategis atau tupoksi Satuan Kerja.
(input) yang ditetapkan;
Pada dasarnya penganggaran berbasis kinerja akan mengubah fokus pengukuran pencapaian program/ kegiatan yang akan dilaksanakan oleh satuan kerja.
1
Permenkeu No. 55 Tahun 2006
12
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Adapun indikator pengukuran kinerja terdiri dari: •
Indikator input (masukan) merupakan jumlah sumber daya yang digunakan untuk menjalankan suatu kegiatan atau program. Input terdiri atas uang, tenaga kerja, data, waktu dan teknologi.
•
Indikator output (keluaran) adalah unit barang/jasa yang dihasilkan suatu kegiatan atau program. Contoh output misalnya jumlah barang yang dihasilkan, kualitas barang yang dihasilkan, tenaga ahli, tenaga terlatih.
•
Indikator outcome (hasil), merujuk pada perubahan pada keadaan kelompok sasaran program sebagai akibat dari pelaksanaan jasa/pelayanan program. Contoh yang mudah untuk outcome yaitu meningkatnya Indek Pembangunan Manusia (IPM), Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG).
Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan yang menimbulkan implikasi anggaran dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran. KPJM merupakan suatu kerangka untuk:
Mengaitkan kebijakan, perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan
Mengendalikan pengambilan keputusan dengan : •
Penentuan prioritas program dalam kendala keterbatasan anggaran
•
Kegiatan disusun mengacu pada sasaran program
•
Biaya sesuai dengan kegiatan yang diharapkan
•
Informasi atas hasil evaluasi dan monitoring
Memberikan media berkompetisi bagi kebijakan, program, dan kegiatan yang diambil
Meningkatkan kapasitas dan kesediaan untuk melakukan penyesuaian prioritas program dan kegiatan sesuai alokasi sumberdaya yang disetujui legislatif.
Dengan penerapan tiga pendekatan tersebut maka sistem perencanaan dan penganggaran multitahunan yang lebih berbasis hasil dapat diterapkan. Sistem tersebut dicirikan oleh pelaksanaan review atau peninjauan kembali atas kebijakan dan program, dan mencerminkan tekanan dari berbagai sumber, yang utama berasal dari perkembangan politik, fluktuasi ketersediaan sumber daya, dan informasi baru mengenai efisiensi dan efektivitas program yang didukung oleh anggaran. Dasar hukum sebagai dasar dalam penggunaan pendekatan-pendekatan tersebut dalam perencanaan dan penganggaran dapat dilihat dalam box berikut ini.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
13
Box 2.1. Dasar Hukum Perencanaan dan Penganggaran Kementerian/Lembaga di Indonesia
• • •
•
• •
• •
•
14
UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, menetapkan pendekatan penganggaran berbasis kinerja yang kemudian memberi peluang bagi pengintegrasian gender ke dalam sistem perencanaan dan penganggaran. UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, mengatur pengelolaan keuangan dan anggaran negara. UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, mengatur peran Badan Pemeriksa Keuangan sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengawasan atas pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, menetapkan sistem perencanaan multi tahunan nasional yang berbasis prioritas, serta menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. PP No. 20/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), menjabarkan sistem perencanaan tahunan yang berbasis kinerja, yang memberikan peluang bagi pengintegrasian gender ke dalam sistem perencanaan dan penganggaran. PP No. 21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA KL), menjabarkan pendekatan penganggaran berbasis kinerja yang kemudian memberi peluang bagi pengintegrasian gender ke dalam sistem perencanaan dan penganggaran. Inpres 2000/1999 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional PMK 119/PMK.2/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA KL dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA TA 2010, mengamanahkan agar setiap departemen dan lembaga dalam penyusunan rencana kerja anggaran berbasis kinerja juga kepada 7 Kementerian untuk menjadi uji coba selain harus melakukan analisis dampak juga mesti melakukan analisis gender. PMK 104/PMK.02/2010 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA KL dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA TA 2011, mengamanahkan tugas serupa, hanya aspek PPRG menjadi menyeluruh bagi semua K/L Pusat dan Daerah.
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Jika diterjemahkan dalam bagan proses perencanaan dan penganggaran nasional di Indonesia dapat dilihat dalam gambar di bawah ini
Gambar 2.1. ALUR PERENCANAAN DAN ANGGARAN
Pedoman
Pedoman
RPJP Nasional
RPJM Nasional
Diacu
RPJM Daerah
RKA KL
Rincian APBD
Dijabarkan
RKP
Pedoman
RAPBN
APBN
Diserasikan melalui MUSRENBANG
Dijabarkan
RKP Daerah
Pedoman
RAPBD
APBD
Pedoman
Renja SKPD
Pedoman
RKA SKPD
Rincian APBD
Pedoman
Renstra SKPD
UU SPPN
PEMERINTAH DAERAH
Pedoman
Pedoman
Diacu
Diperhatikan RPJP Daerah
Renja KL
PEMERINTAH
Renstra KL
UU KN
Sumber : BAPPENAS 2009
Gambar di atas memperlihatkan adanya keterkaitan erat antara perencanaan dan penganggaran. Di sini perlu disadari bahwa PPRG dapat diintegrasikan di keseluruhan proses, dimulai dari RPJP sampai RKAKL. Kuncinya adalah analisis gender dijadikan basis bagi penyusunan rencana, baik program maupun rencana anggaran. Hal lain yang perlu diingat adalah bahwa PPRG bukanlah suatu proses yang terpisah dari sistem perencanaan dan penganggaran yang telah ada. Ketepatan waktu, ketajaman analisis, dan konsistensi dalam menterjemahkan aspek gender pada dokumen perencanaan dan penganggaran
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
15
merupakan kunci kesuksesan mewujudkan PPRG. Hal ini juga berlaku untuk perencanaan dan penganggaran di Kementerian dan Lembaga, yang prosesnya dapat dilihat dalam gambar 2.2. di bawah ini.
Gambar 2.2. DIAGRAM PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA JANUARI - APRIL
MEI - AGUSTUS Pembahasan pokok-pokok kebijakan Fiskal & RKP
DPR
SEPTEMBER - DESEMBER
(4)
(9)
(8)
Pembahasan RKA-KL
UU APBN
Pembahasan RAPBN
(7) Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran
Kabinet/ Presiden
Kementrian
(11)
Nota Keuangan RAPBN dan Lampiran
Kepres tentang Rincian APBN
Penelaahan Konsistensi dengan RKP
Perencanaan SEB Prioritas Program dan Indikasi Pagu
(6)
(2)
Lampiran RAPBN (Himpunan RKAKL)
SE Pagu Sementara
Kementerian
(10)
(13)
Rancangan Keppres tentang Rincian APBN
(5)
Keuangan
Penelaahan Konsistensi dengan Prioritas Amggaran (12)
Kementerian Negara/
(1) Renstra KL
Rancangan Renja KL
(3) RKA- KL
Lembaga Daerah Sumber : Machfud sidiq, 2010
16
Pengesahan
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Konsep Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(14) Dokumen Pelaksanaan Anggaran
2.3. Isu Gender dalam Koperasi dan UMKM Jika kita telusuri satu per satu dalam program kegiatan Kementerian Koperasi dan UKM, maka isu gender terdapat pada semua unit kerja di Koperasi dan UMKM. Isu gender juga bisa ditemukan dalam berbagai kegiatan/subkegiatan. Isu gender yang ditemukan di Koperasi dan UMKM perlu dilihat dari dua pendekatan, yaitu: pendekatan isu gender dalam prasyarat bagi terwujudnya PPRG (isu gender dalam internal organisasi) dan pendekatan isu gender terkait dengan Tupoksi Kementerian Koperasi dan UKM. Isu gender yang terdapat di Koperasi dan UMKM dapat dilihat dalam table 2.2. berikut ini.
Tabel 2.2. Beberapa Contoh Isu Gender dalam Koperasi dan UMKM Isu Gender dalam Internal Organisasi
Isu Gender dalam Tupoksi KUKM
1. Komitmen terhadap PUG di Kementerian Koperasi dan UKM sudah relatif baik, namun implementasinya yang masih perlu ditingkatkan. 2. Pemahaman tentang gender masih beragam (ada yang sudah paham, ada yang belum paham, bahkan masih ada yang salah paham). 3. Data based terpilah belum tersusun rapi dan masih perlu ditingkatkan. 4. Secara formil tidak ada perbedaan akses bagi laki-laki dan perempuan untuk menempati posisi tetapi dalam realitanya terjadi kesenjangan akses. 5. Perempuan masih kurang memperoleh akses informasi untuk berpartisipasi dalam pelatihan atau kursus–kursus guna peningkatan kapasitas teknik. 6. Kelompok kerja gender telah terbentuk namun masih kesulitan dalam melakukan advokasi kepada para perencana dan pengambilan keputusan. 7. Perempuan yang berada dalam posisi pengambilan keputusan masih lebih rendah jumlahnya dibandingkan laki-laki. 8. Indikasi adanya kesenjangan penerima manfaat terdeteksi setidaknya dalam peningkatan kapasitas sumbaer daya manusia (SDM) sebagai prasyarat formal penjenjangan karir. 9. Monitoring dan evaluasi internal belum sampai mengkaji efektifitas program dalam mengurangi kesenjangan gender dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG).
1. Audit gender belum pernah diterapkan dalam Koperasi dan UMKM. 2. Pengurus koperasi yang menangani agroekoturism masih lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan (akses). 3. Perempuan belum terlibat dalam usaha pengelolaan agroekoturisme (partisipasi). 4. Penanggung jawab untuk pengambil keputusan kegiatan lebih tersentralisasi ke pengurus/manajer yang semuanya laki-laki (kontrol). 5. Usaha pengelolaan agroekoturisme lebih banyak dimanfaatkan oleh anggota koperasi laki-laki (manfaat). 6. Laki-laki lebih banyak menerima informasi kebijakan dari pada perempuan (akses). 7. Laki-laki lebih banyak memperoleh informasi pelayanan bank padi (akses). 8. Sosialisasi bank padi lebih banyak diikuti oleh laki-laki dibandingkan oleh perempuan (partisipasi). 9. Pengambil keputusan dalam pelayanan bank padi lebih banyak laki-laki (kontrol). 10. Perempuan hanya dapat menikmati manfaat pelayanan bank padi secara tidak langsung. 11. Anggota koperasi laki-laki lebih banyak menerima tentang penggerak koperasi. 12. Laki-laki lebih banyak menghadiri rapat anggota. 13. Pengurusan anggota koperasi masih didominasi laki-laki.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
17
14. Lebih banyak laki-laki yang memanfaatkan program penggerak koperasi. 15. Informasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) lebih banyak diketahui laki-laki 16. Laki-laki lebih banyak yang berperan/hadir dalam kegiatan sosialisasi, fasilitasi kegiatan KUR. 17. Laki-laki lebih banyak yang menjadi pengontrol penggunaan KUR. 18. Penerima manfaat KUR lebih banyak laki-laki. 19. Pelaku usaha mikro dan kecil umumnya perempuan 20. Belum optimalnya perempuan pelaku usaha mikro yang dapat mengakses kebijakan pembiayaan. 21. Manager Koperasi Jasa Keuangan (KJK) lebih banyak laki-laki dari pada manager perempuan. 22. Manager perempuan tidak mengikuti ujian bersertifikat kopentensi. 23. Manager perempuan cenderung mengambil keputusan untuk tidak mengikuti ujian. 24. Manager laki-laki lebih banyak menerima manfaat dari diklat Sumber: hasil diskusi dengan penghubung program dan Pokja PUG KUKM, 12 Mei 2010.
2.4. Terms of Reference (TOR) dan Gender Budget Statement (GBS) sebagai Titik Masuk Pelaksanaan PPRG Dalam perencanaan, Terms of Reference (TOR) dan Gender Budget Statement (GBS) perlu disiapkan saat menyusun RKA-KL agar kegiatan yang akan dilaksanakan menjadi sensitif terhadap aspek gender. TOR atau proposal menjelaskan output/keluaran yang akan dihasilkan dari suatu kegiatan atas dasar masukan-masukan/inputs. Aspek gender telah dipikirkan sejak perencanaan, sehingga inputs dan output yang diberikan sudah berperspektif gender. Dalam pelaksanaannya, penyusunan TOR perlu memperhatikan hal-hal berikut ini: •
Gunakan pertanyaan dasar 5W+1H untuk mengetahui kegiatan yang direncanakan beserta output yang dihasilkan;
•
Berikan penjelasan pada Maksud dan Tujuan kegiatan tentang manfaat yang akan diterima kelompok sasaran, baik perempuan dan laki-laki;
18
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
•
Masukkan upaya yang akan dilakukan agar dalam pelaksanaan kegiatan hasil/output dari kegiatan itu berupa solusi atau perbaikan terhadap masalah yang dihadapi kelompok sasaran, perempuan maupun laki-laki;
•
Pastikan kelompok sasaran, komponen kegiatan, lokasi kegiatan relevan dengan output yang dihasilkan
GBS adalah dokumen yang memberikan penjelasan tentang kegiatan yang responsif terhadap isu gender yang ada dan telah mengalokasikan dana pada kegiatan yang bersangkutan untuk mengatasi permasalahan gender tersebut. GBS ini merupakan bagian dari TOR. TOR dan GBS sangat penting artinya bagi PPRG, karena dalam ke dua dokumen ini tergambarkan latar belakang lahirnya usulan kegiatan. Dalam TOR dan GBS terbaca adanya proses penyusunan usulan suatu kegiatan yang telah didahului dengan analisis gender, tergambarkan adanya perspektif gender dalam menetapkan indikator kinerja. Keberadaan TOR dan GBS ini sangat membantu Kementerian Keuangan (KemKeu) untuk memastikan usulan kegiatan telah didahului analisis gender, dan untuk menentukan RKA-KL dapat dianggap telah responsif gender atau tidak. Kemkeu tidak menilai usulan kegiatan itu jika RKA-KLnya tidak dilampiri TOR dan GBS.
Pengrajin Tenun Tradisiomal Banten
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
19
BAB
Mekanisme Penyusunan PPRG dan Implementasi Bidang Koperasi dan UMKM
III
3.1. Menemukenali Masalah dengan Analisis Gender Perencanaan dan penganggaran idealnya disusun untuk menjawab kebutuhan dan untuk memecahkan masalah yang ada. Oleh karenanya dalam penyusunan rencana perlu didahului oleh analisis. Analisis gender merupakan salah satu metode analisis untuk mengkaji kondisi laki-laki dan perempuan, mengidentifikasikan masalah, menemukan faktor kesenjangan dan penyebabnya. Dalam rangka penyusunan rencana Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan alat analisis gender model Gender Analisis Pathway (GAP). GAP merupakan analisis yang berangkat dari sebuah kebijakan/program/kegiatan yang sudah ada, atau dari kebijakan/program/kegiatan yang akan disusun. Apabila GAP diterapkan pada kebijakan/program/ kegiatan yang sudah ada, maka hasil dari analisis akan diketahui apakah kebijakan/program/kegiatan yang ada sudah responsif gender atau belum, dan jika belum maka akan direformulasikan menjadi responsif gender. Apabila GAP diterapkan pada kebijakan/program/kegiatan yang baru akan disusun, maka formulasi kebijakan/program/ kegiatan tersebut langsung dibuat responsif gender. Melalui GAP perencana dapat mengidentifikasikan kondisi laki-laki dan perempuan, permasalahan/ isu gender yang ada, mengetahui penyebab terjadinya, dan mampu mengidentifikasikan alternatif program/kegiatan yang diperlukan untuk menjawab persoalan, serta menyusun target perubahan yang ingin dicapai. Hasilnya dapat menjadi pedoman dalam menyusun kebijakan baik strategis maupun operasional. Kerangka kerja GAP dapat dilihat dalam gambar 3.1. di bawah ini.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
21
Gambar 3.1. ALUR KERJA ANALISIS GENDER (Gender Analysis Pathway = GAP) ANALISIS KEBIJAKAN YANG RESPONSIF GENDER 1. - Pilih Kebijakan/Program/ Kegiatan yang akan dianalisis: - Identifikasi dan tuliskan tujuan Kebijakan/Program/Kegiatan
2. Sajikan Data Pembuka Wawasan Terpilah Menurut Jenis Kelamin - Kuantitatif - Kualitatif
KEBIJAKAN RENCANA AKSI KEDEPAN 6. Rumuskan kembali tujuan kebijakan/ Program/Proyek/ Kegiatan pembangunan
PELAKSANAAN 7. Susun Rencana Aksi yang responsifgender
PENGUKURAN HASIL
ISU GENDER
8. Tetapkan Baseline
3. Temu kenali isu gender di proses perenc kebij/prog/ keg
4. Temu kenali isu gender di internal lembaga/ budaya org
5. Temu kenali di isu gender di eksternal lembaga
9. Tetapkan Indikator Gender
Sumber : Bappenas-CIDA, 2007 PERENCANAAN
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam analisis gender sebagai berikut: Langkah 1. Pilih kebijakan/program/kegiatan pembangunan yang akan dianalisis, baik yang sudah ada maupun yang akan dibuat (baru). •
Pastikan di tingkat apa yang akan dianalisis, apakah di tingkat kebijakan, program, kegiatan atau sub kegiatan. Misalnya di tingkat kebijakan, analisis bisa mencakup kebijakan itu sendiri, dan/atau rincian dari kebijakan itu, yaitu dalam (satu atau lebih) program, dan/atau (satu atau lebih) kegiatan, serta sub kegiatan.
22
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
MONITORING & EVALUASI
•
Periksa rumusan tujuan kebijakan/program/kegiatan, apakah responsif terhadap isu gender. Kebijakan/program/kegiatan yang netral (netral gender), dan/atau tidak bermaksud diskriminatif terhadap jenis kelamin tertentu, dapat berdampak berbeda terhadap perempuan dan laki-laki.
Langkah 2. Sajikan data pembuka wawasan yang terpilah menurut jenis kelamin untuk melihat apakah ada kesenjangan gender. •
Data pembuka wawasan bisa berupa data statistik yang kuantitatif dan/atau kualitatif, yang dihimpun dari: baseline survey, dan/atau; hasil Focus Group Discussion (FGD), dan/atau; review pustaka, dan/ atau; hasil kajian, dan/atau; hasil pengamatan, dan/atau kearifan lokal (local wisdom), dan/atau; hasil intervensi kebijakan/program/kegiatan (jika sedang atau sudah dilakukan).
Langkah 3, 4, dan 5 adalah menemu kenali isu gender apakah berada di proses perencanaan (Langkah 3), dan/atau di internal lembaga (Langkah 4), dan/atau pada proses pelaksanaan (Langkah 5). Langkah 3. Temukenali isu gender diproses perencanaan kebijakan/ program/kegiatan dengan menganalisis data pembuka wawasan dan dengan memperlihatkan 4 (empat) faktor kesenjangan, yaitu: akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. Akses di sini bermakna keterbukaan informasi dan peluang; partisipasi berarti keterlibatan atau dapat berperanserta; kontrol berarti dapat menentukan atau turut serta sebagai pengambil keputusan; sedangkan manfaat bermakna keuntungan atau nilai tambah yang diperoleh. Pada tahapan ini perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: •
Perlu ditelusuri apakah kebijakan/program/kegiatan memberikan perempuan dan laki-laki akses yang sama terhadap sumber-sumber pembangunan2;
•
Perlu diamati apakah kebijakan/program/kegiatan memberikan perempuan dan laki-laki kontrol (penguasaan) yang sama terhadap sumber-sumber pembangunan;
•
Perlu diperhatikan apakah kebijakan/program/kegiatan memberikan perempuan dan laki-laki partisipasi yang sama dalam berbagai tahapan pembangunan termasuk dalam pengambilan keputusan ;
•
Perlu diamati apakah kebijakan/program/kegiatan memberikan manfaat yang sama terhadap perempuan dan laki-laki.
Langkah 4. Temukenali isu gender di internal lembaga dan/atau budaya organisasi yang (dapat) menyebabkan terjadinya isu gender, misalnya: produk hukum, kebijakan, pemahaman tentang gender yang masih kurang diantara personil (pengambil keputusan, perencana, staf, dan lainnya), dan political will dari pengambil kebijakan. 1
Sumber-sumber pembangunan artinya semua akses yang dapat diperoleh yang memiliki potensi untuk pembangunan. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
23
Langkah 5. Temu kenali isu gender di eksternal lembaga pada proses pelaksanaan •
Perlu diperhatikan apakah pelaksanaan program cukup peka atau tidak peka terhadap kondisi isu gender di masyarakat yang jadi target program;
•
Perhatikan kondisi masyarakat sasaran (target group) yang belum kondusif, misalnya, budaya patriarkhi, dan steriotipi gender (laki-laki yang selalu dianggap sebagai kepala keluarga; dan pekerjaan tertentu dianggap sebagai pekerjaan perempuan atau pekerjaan laki-laki).
Langkah 6. Rumuskan kembali tujuan kebijakan/program/kegiatan pembangunan, yang terdapat pada Langkah 1, untuk mempertajam tujuan dan menjadi responsif gender Langkah 7. Susunlah rencana aksi yang responsif gender dengan merujuk pada isu gender yang telah teridentifikasi (Langkah 3-5) dan sesuai dengan tujuan kebijakan/program/kegiatan yang telah direformulasi (Langkah 6) Langkah 8. Tetapkan baseline yaitu data dasar yang dipilih untuk mengukur kemajuan (progress) pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan. Data dasar tersebut dapat juga diambil dari data pembuka wawasan (Langkah 2). Langkah 9 Tetapkan indikator gender yaitu ukuran kuantitatif maupun kualitatif untuk: •
Memperlihatkan apakah kesenjangan gender telah teratasi dan hilang atau berkurang; dan/atau
•
Memperlihatkan apakah telah terjadi perubahan perilaku dan nilai pada para perencana kebijakan/ program/kegiatan, di internal lembaga; dan/atau
•
Memperlihatkan apakah terjadi perubahan relasi gender di dalam rumah tangga, dan/atau di masyarakat
Langkah-langkah ini dimasukkan dalam bentuk table matriks untuk mempermudah cara melihatnya dan mempermudah upaya-upaya untuk mempertajam tujuan kebijakan/program/kegiatan yang responsif gender.
24
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
MATRIX ANALISIS GAP LANGKAH 1
2
3
Pilih kebijakan/ program/ kegiatan yang akan dianalisis Identifikasi dan tuliskan tujuan dari kebijakan/ Program/ Kegiatan
4
5
Faktor Kesenjangan
Sebab kesenjangan internal
7
Kebijakan dan Rencana Ke Depan
Isu Gender
Data Pembuka Wawasan
6
Sebab kesenjangan eksternal
Reformulasi tujuan
Rencana Aksi
8
9
Pengukuran Hasil
Data Dasar (Base Line)
Indikator Gender
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
25
3.2. Penyusunan TOR dan GBS 3.2.1. Terms of Reference (TOR) TOR diperlukan untuk memberikan panduan bagi pelaksanaan kegiatan. Sesuai dengan Petunjuk Teknis (Juknis) Penyusunan RKA-KL, khusus TOR PPRG harus dilampirkan bersama TOR lainnya saat penyerahan RKA-KL. TOR PPRG ini juga akan dianalisa oleh Departemen Keuangan untuk memastikan apakah usulan RKA-KL yang diajukan telah didahului oleh analisis gender. Oleh sebab itu TOR PPRG perlu ditulis dan dikembangkan sejelas mungkin agar aspek gender dapat langsung tercermin pada rencana kerja tersebut.
Box 3.1. TIPS Penyusunan TOR 1. TOR harus menjawab 5W+ 1H (apa, mengapa, siapa, dimana, kapan dan bagaimana). 2. Gunakan hasil analisis gender untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Misalnya untuk menjawab ‘apa’ dapat mengacu kepada kolom 7 GAP; untuk menjawab ‘mengapa’ harus melihat kolom 3 dan 4, dan kolom 5 untuk menjawab ‘bagaimana’; demikian seterusnya. Peta penyebaran Koperasi dan UMKM perlu juga diperhatikan sebagai acuan. 3. Buatlah indikator kinerja yang SMART (spesifik, terukur, dapat dicapai, rasional, dan tepat waktu). 4. Gunakanlah data base terpilah, hasil evaluasi kegiatan, program periode sebelumnya dan hasil analisis gender untuk mengembangkan indikator pengukuran. 5. Uraikan tentang rencana pelaksanaan baik tentang waktu dan lokasi maupun operasional pelaksanaan, termasuk tahapannya. Jaminan kesetaraan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat bagi laki-laki dan perempuan perlu dipastikan. 6. Besar rencana pembiayaan perlu dikemukakan dan asal sumber pembiayaan yang diharapkan.
26
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
SISTEMATIKA TOR Dalam penulisan TOR, pergunakan format yang tersedia dalam aplikasi sesuai dengan PMK nomor 104/2010 dengan urutan sebagai berikut: A Latar Belakang 1.1. Dasar Hukum Tugas fungsi/Kebijakan 1.2. Gambaran Umum a. Tujuan b. Sasaran B Penerima Manfaat C. Strategi Pencapaian Keluaran 3.1 Metode Pelaksanaan 3.2 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan D. Waktu Pencapaian Keluaran E. Biaya yang Diperlukan
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
27
Secara lengkap dapat dilihat pada paparan berikut: Format KAK
KAK/TOR PER KELUARAN KEGIATAN Kementerian negara/lembaga
: ..................................................................................
(1)
Unit Eselon I
: ..................................................................................
(2)
Program
: ..................................................................................
(3)
Hasil
: ..................................................................................
(4)
Unit Eselon II / Satker
: ..................................................................................
(5)
Kegiatan
: ..................................................................................
(6)
Indikator Kinerja Kegiatan
: ..................................................................................
(7)
Satuan Ukur dan Jenis Keluaran
: ..................................................................................
(8)
Volume
: ..................................................................................
(9)
A. Latar Belakang 1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan (10) 2.
Gambaran Umum (11)
B. Penerima Manfaat (12) C. Strategi Pencapaian Keluaran a. Metode Pelaksanaan (13) b. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan (14) D. Waktu Pencapaian Keluaran (15) E. Biaya Yang Diperlukan (16) Penanggungjawab (17)
NIP….....…….....…..... (18)
28
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
PETUNJUK PENGISIAN KAK/TOR KAK/TOR merupakan gambaran umum dan penjelasan mengenai keluaran kegiatan yang akan dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang memuat latar belakang, penerima manfaat, strategi pencapaian, waktu pencapaian, dan biaya yang diperlukan.
No
Uraian
(1)
Diisi nama kementerian negara/lembaga.
(2)
Diisi nama unit eselon I.
(3)
Disi nama program sesuai hasil restrukturisasi program.
(4)
Diisi dengan hasil yang akan dicapai dalam program.
(5)
Diisi nama unit eselon II.
(6)
Diisi nama kegiatan sesuai hasil restrukturisasi kegiatan.
(7)
Diisi uraian indikator kinerja kegiatan.
(8)
Diisi nama satuan ukur dan jenis keluaran kegiatan.
(9)
Diisi jumlah volume keluaran kegiatan. Volume yang dihasilkan bersifat kuantitatif yang terukur. Contoh: 5 peraturan PMK, 200 orang peserta , 500 km jalan, 33 laporan LHP.
(10)
Diisi dengan dasar hukum tugas fungsi dan/atau ketentuan yang terkait langsung dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.
(11)
Diisi dengan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan serta penjelasan target volume output yang akan dicapai. Contoh : Kegiatan Generik atau Kegiatan Teknis (Kegiatan Prioritas Nasional, Kegiatan Prioritas K/L dan Kegiatan Teknis Non Prioritas).
(12)
Diisi dengan penerima manfaat baik internal dan/atau eksternal kementerian negara/lembaga. Contoh : pegawai, petani, siswa.
(13)
Diisi dengan cara pelaksanaannya berupa kontraktual atau swakelola.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
29
(14)
Diisi dengan tahapan/komponen masukan yang digunakan dalam pencapaian keluaran kegiatan, termasuk jadwal waktu (time table) pelaksanaan dan keterangan kelanjutan pelaksanaan tahapan/komponen masukan ( on / off ) pada tahun berikutnya.
(15)
Diisi dengan kurun waktu pencapaian pelaksanaan.
(16)
Diisi dengan lampiran RAB yang merupakan rincian alokasi dana yang diperlukan dalam pencapaian keluaran kegiatan.
(17)
Diisi dengan nama penanggung jawab kegiatan (Eselon II / Kepala satker vertikal).
(18)
Diisi dengan NIP penanggungjawab kegiatan.
Agar dalam pelaksanaan pengisian TOR beberapa hal yang perlu diingat adalah: INDIKATOR KINERJA yang meliputi Masukan (Input), Keluaran (Output), dan Hasil (Outcome).
3.2.2. Gender Budget Statement (GBS) TOR harus melampirkan GBS yang menginformasikan rencana kegiatan telah responsif terhadap isu gender yang dihadapi, dan telah dialokasikan dana pada kegiatan bersangkutan untuk menangani permasalahan gender tersebut. Analisis situasi isu gender tersebut harus digambarkan dalam subkegiatan dalam format GBS. Adapun format dan yang harus tergambarkan atau dimasukkan dalam GBS dapat dilihat pada form di bawah ini.
30
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender)
Nama K/L
: ………………………
Unit Organisasi
: ………………………
Unit Eselon II/Satker
: ………………………
Program
Nama program yang ada pada K/L
Kegiatan
Nama Kegiatan sebagai penjabaran program
Output Kegiatan
Jenis Output,volume, dan satuan Output Kegiatan (ada di RENSTRA)
Tujuan
Uraian mengenai reformulasi tujuan adanya output kegiatan setelah dilaksanakan analisis gender. Jika penyusun GBS menggunakan analisis Gender Analisis Pathway (GAP) maka, dapat menggunakan hasil jawaban kolom 6 (enam) pada Format GAP.
Analisa Situasi
• Uraian ringkas yang menggambarkan persoalan yang akan ditangani/ dilaksanakan oleh kegiatan yang menghasilkan output. Uraian tersebut meliputi: data pembuka wawasan, faktor kesenjangan, dan penyebab permasalahan kesenjangan gender. • Dalam hal data pembuka wawasan (berupa data terpilah) untuk kelompok sasaran baik laki-laki maupun perempuan diharapkan tersedia . Jika tidak mempunyai data dimaksud maka, dapat menggunakan data kualitatif (dapat berupa ’rumusan’ hasil dari focus group discussion (FGD) • Output kegiatan yang akan dihasilkan mempunyai pengaruh kepada kelompok sasaran
Rencana Aksi (Dipilih hanya Komponen Input yang secara langsung mengubah kondisi kearah kesetaraan gender. Tidak Semua Komponen Input dicantumkan)
Komponen Input 1
Memuat informasi mengenai: Bagian/tahapan pencapaian suatu Output. Komponen Input ini harus relevan dengan Output Kegiatan yang dihasilkan. Dan diharapkan dapat menangani/ mengurangi permasalahan kesenjangan gender yang telah diidentifikasi dalam analisa situasi
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
31
Komponen Input 2
Idem
dst… Alokasi Anggaran Output Kegiatan Dampak/ hasil Output kegiatan
Rp....
Jumlah anggaran (Rp) yang dialokasikan untuk mencapai suatu Output Kegiatan Dampak/hasil secara luas dari output kegiatan yang dihasilkan dan dikaitkan dengan isu gender serta perbaikan kearah kesetaraan gender yang telah diidentifikasi pada analisa situasi.
Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.02/2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan, dan Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun 2011.
Box 3.2. Tips cara mengembangkan indikator kinerja responsif gender 1. Review laporan kegiatan, laporan evaluasi dan laporan kinerja pelaksanaan program/kegiatan pada periode sebelumnya. 2. Kaji base line data atau kondisi yang ada ketika rencana sedang dibuat dengan menggunakan data based dan hasil review terhadap laporan pada tips 1. 3. Dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dan kondisi yang ada (base line) identifikasikan input yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan guna mencapai tujuan. Berapa banyak SDM yang diperlukan? Apa saja data atau teknologi yang diperlukan? Berapa banyak uang yang diperlukan? Khusus untuk yang terakhir perlu dikaji juga unit cost sesuai harga pasar ditambah asumsi kenaikan harga jika terjadi inflasi. Lihat juga TOR kegiatan terutama tahapan kegiatan, lokasi, dan jumlah sasaran. 4. Indikator keluaran/output dapat dikembangkan dengan mengacu pada base line atau kondisi yang ada saat ini dan tujuan yang ingin dicapai. Kemudian pikirkanlah produk atau keluaran yang langsung dapat dirasakan atau disaksikan setelah sebuah kegiatan dilaksanakan. Hendaknya dalam menetapkan output perlu pula mempertimbangkan input atau sumber daya yang ada serta sasaran kegiatan. 5. Indikator dampak/outcome yang dibuat hendaknya dapat menggambarkan perubahan yang terjadi sebagai dampak dari kegiatan. Perlu diperhatikan pengaruhnya terhadap pengurangan masalah kesenjangan gender dan upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender.
32
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
3.3. Pelaksanaan Rencana Dalam pelaksanaan rencana hendaknya mengacu kepada TOR dan DIPA yang telah ditetapkan secara konsisten. Pada proses implementasi akses, partisipasi, kontrol dan penerima manfaat tetap harus diperhatikan. Dengan demikian indikator – indikator kinerja yang telah ditetapkan dapat tercapai. Box tips berikut agar pelaksanaan rencana yang telah responsif gender dapat terlaksana secara efektif.
Box 3.3. Tips Pelaksanaan Rencana 1. Pelaksanaan harus sesuai dengan TOR, GBS,dan DIPA yang telah ditetapkan. 2. Para pelaksana diberikan akses terhadap dokumen perencanaan dan pen ganggaran (TOR, GBS, DIPA). 3. Memberi akses terhadap informasi berkenaan dengan kegiatan kepada laki-laki dan perempuan yang menjadi sasaran kegiatan. 4. Membuka ruang partisipasi kepada laki-laki dan perempuan baik sebagai pelaksana kegiatan maupun sebagai kelompok sasaran. 5. Proses pengambilan keputusan tentang bagaimana kegiatan akan dilakukan harus melibatkan laki-laki dan perempuan . 6. Pastikan bahwa laki-laki dan perempuan memperoleh manfaat dari pelaksanaan kegiatan
3.4. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dilakukan dengan memantau pelaksanaan kegiatan. Monitoring ini penting untuk mengetahui sedini mungkin jika terjadi hambatan atau pun persoalan dalam pelaksanaan rencana. Sedangkan evaluasi ditujukan untuk melihat seberapa jauh tingkat keberhasilan program/kegiatan. Dua parameter yang bisa digunakan adalah efektifitas dan pengaruhnya terhadap kesetaraan gender. Lihat Box 3.4. tips yang bisa digunakan dalam melakukan monitoring dan evaluasi.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
33
Box 3.4. Tips Monitoring dan Evaluasi Responsif Gender 1. Pastikan pelaku monitoring dan evaluasi memperoleh akses dan menggunakan TOR, GBS, dan DIPA sebagai base line. 2. Lihat apakah proses pelaksanaan kegiatan telah sesuai rencana yang telah dibuat. Bagaimana akses, partisipasi, kontrol dan manfaatnya bagi laki-laki dan perempuan. 3. Apakah realisasi dan penggunaan anggaran telah sesuai peruntukan? 4. Apa dampak program/kegiatan terhadap pemberdayaan perempuan, pengurangan kesenjangan gender, dan kontribusinya dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG)? 5. Bagaimana tingkat ketercapaian tujuan dan indikator kinerja seperti yang telah direncanakan?
Pengrajin Tenun Ikat
34
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
BAB
Penutup
IV
Pengarusutamaan
gender
merupakan
tanggung
jawab
berbagai
pemangku
kepentingan
(stakeholders). Perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG) merupakan alat untuk mengimplementasikan pengarusutamaan gender (PUG) secara lebih efektif dan efisien serta berkeadilan. PPRG bukan berarti meminta alokasi anggaran yang lebih besar untuk perempuan saja atau alokasi untuk laki-laki saja, bahkan untuk alokasi anggaran untuk PUG. PPRG merupakan alat untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dengan memastikan bahwa perencanaan dan penganggaran telah disusun, dilaksanakan dan dilakukan monitoring evaluasi dengan mengintegrasikan aspek gender. Dengan demikian, PPRG juga menjadi tanggung jawab semua pemangku kepentingan (multi stakeholders). Panduan ini disusun untuk memberikan bimbingan kepada para perencana, penyusun anggaran dan setiap penyelenggara pelaksana program/kegiatan di Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Oleh karenanya, peningkatan pemahaman, persepsi bagi para perencana, penyusun anggaran dan setiap penyelenggara pelaksana program/kegiatan tentang “makna” gender serta arti pentingnya PPRG sangat diperlukan. Panduan ini diharapkan dapat membantu pemangku kepentingan dalam melakukan analisis gender berbagai kebijakan dan dengan PPRG maka alokasi anggaran dapat lebih tepat sasaran, ekonomis, efisien, efektif dan berkeadilan. Demi keberlangsungan PPRG dan tercapainya KKG, analisis gender perlu dilakukan dalam setiap tahapan perencanaan dan penganggaran. Untuk itu seluruh aspek untuk kelangsungan pelaksanaan PPRG perlu juga untuk memperkuat komitmen para pengambil keputusan dan para perencana, penyediaan data based terpilah, pembangunan kapasitas para perencana, penyusun anggaran, dan auditor untuk mengembangkan alat evaluasi yang berperspektif gender, melakukan evaluasi untuk melihat efektifitas program/kegiatan dan dampaknya terhadap pengurangan kesenjangan gender serta KKG.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
35
Akhirnya, dalam panduan ini juga diberikan contoh proses pelaksanaan PPRG agar setiap pemangku kepentingan dapat memahami dan menyadari pentingnya PPRG untuk menuju KKG
36
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
DAFTAR PUSTAKA Produk Perundang-undangan: Undang - Undang Dasar 1945 Undang- Undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang-Undang No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2004 tentang Penyusunan Renja Kementerian Lembaga Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2004 tentang Penyusunan RKA KL Inpres No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan PMK 119/2009 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKA KL 2010 PMK 104/2010 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan RKA KL 2011 Kesepakatan Bersama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( PP dan PA) dengan Kementerian Koperasi dan UKM Nomor 05/MEN.PP dan PA/IV/2010 dan Nomor 05/NKB/M.KUKM/IV/2010 Daftar Bacaan Bappenas dan WSP II-CIDA, Gender Analysis Pathway, Jakarta, 2001 (yang telah direvisi oleh Bappenas dan KNPP), Jakarta, 2007.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
37
Budlender, Debbie, “ Anggaran Kinerja dan Indikator: Bagaimana Kita Membuat Anggaran Kinerja dan Indikator Menjadi Sensitif Gender” dalam Sri Mastuti dan Abdul Kholik ,Audit Gender Terhadap Anggaran, Jakarta: CiBa, 2004. _______, Expectation versus Realities in Gender Responsive Budget Initiatives, Cape Town: Community Agency for Social Enquiry, 2005
[email protected] Leaflet Kinerja Koperasi 2009 Leaflet Kinerja KUKM 2007-2008 Mastuti, Sri, et.al, Anggaran Responsif Gender Konsep dan Aplikasi, Jakarta: CiBa dan TAF, 2008. Sharp, Rhonda, Budgeting for Equity: Gender budget initiatives within a framework of performance oriented budgeting, UNIFEM, 2003. Sidiq, Mahfud, “Keuangan Negara dan Daerah”, Jakarta, 2010
38
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
DAFTAR BOX Box 1.1 Kinerja Koperasi dan KUKM ............................................................................................
1
Box 2.1 Dasar Hukum Perencanaan dan Penganggaran Kenebterian/Lembaga di Indonesia ......... 14 Box 3.1 Tips Penyusunan TOR ....................................................................................................... 26 Box 3.2 Tips Cara Mengembangkan Indikator Kinerja Responsif Gender ....................................... 31 Box 3.3 Tips Pelaksanaan Rencana .............................................................................................. 32 Box 3.4 Tips Monitoring dan Evaluasi Responsif Gender ................................................................ 33
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
39
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Alur Perencanaan dan Anggaran ............................................................................. 15 Gambar 2.2 Diagram Penyusunan Rencana dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga .......... 16 Gambar 3.1 Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway = GAP) .................................. 22
40
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
LAMPIRAN
A
CONTOH GAP, GBS DAN TOR BIDANG KOPERASI DAN UMKM
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 2010
41
42
Panduan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender Bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
A SEKRETARIAT KOPERASI DAN UMKM
LAMPIRAN A
43
44
SEKRETARIAT KOPERASI DAN UKM
MATRIX LEMBAR KERJA GAP DAN POP SEKRETARIAT KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM KOLOM 1 Kebjakan atau program atau kegiatan yang akan dianalisis Program : Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya. Kegiatan : Monitoring, evaluasi/pelaporan, dan pengelolaan data dan informasi KUKM. Sub - Kegiatan : Penyelenggaran PUG Bid koperasi & UKM. Tujuan : 1. Menigkatkan koordinasi perumusan kebijakan nasional di bidang KUKM yang responsif gender.
2 Data pembuka wawasan - Jumlah pegawai Kementerian KUKM = 986 orang; perempuan = 314 orang, laki-laki = 67 3orang. - Es I=12 or; Lk=11; Pr=1. - Es II = 38; L=32, P = 6. - Es III = 106; L=64, P=42. - Es IV =215; L=127,P=88. - Staf =540; L=395, P= 145 - Tim PUG Bidang KUKM = 21 or; L = 9 or, P = 12 or. - Tim Focal Point PUG Bid KUKM di Propinsi = 33 or; L= 12 or, P = 21 or. - Jumlah Koperasi = 175.102 unit.
3
4
5
Isu gender Faktor kesenjangan - Akses : Tim Pokja PUG kurang mendapat Akses dalam penyusunan rencana dan anggaran di masingmasing kedeputian KUKM. - Partisipasi: Anggota Pokja PUG belum dilibatkan secara optimal dalam penyusunan rencana dan anggaran di masingmasing kedeputian KUKM Kontrol : Keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan masih kurang.
6
7
Kebijakan dan rencana aksi ke depan
Sebab kesenjangan internal
Sebab kesenjangan eksternal
- Masih kurangnya pemahaman pimpinan mengenai PUG. - Sulitnya melakukan koordinasi antar unit kerja di dalam KemKUKM. - Pokja PUG di KemKUKM belum optimal dalam melakukan sosialisasi dan advokasi kepada pejabat di KemKUKM. - Adanya mutasi pejabat yang diikuti dengan pergantian anggota Pokja dan Tim Focal Point dengan yang baru yang belum faham PUG.
Norma, adat istiadat, kepercayaan, dan kebiasaan masyarakat yang lebih mengutamakan laki-laki.
Reformulasi tujuan Tujuan : 1. Meningkatkan peran dan kontribusi SDM KUMKM laki-laki dan perempuan dalam pembangunan perekonomian nasional. 2. Meningkatkan koordinasi Tim Pokja dan Focal Point PUG bidang KUKM.
Rencana aksi *Workshop advokasi PUG para pengambil keputusan. *Rakor Focal Point PUG bidang KUKM. *Temu Solusi PUG bidang KUKM di daerah. *Monitoring dan evaluasi PUG bidang KUKM.
8
9
Pengukuran hasil Data dasar (base line)
Indikator Gender
Telah ada 15 anggota pokja PUG yang telah paham Gender.
*Terbangunnya pemahaman gender diantara para pengambil keputusan 25 orang. * Tersusunnya rekomendasi hasil Rakor Focal Point PUG bidang KUKM (1 dokumen). * Tersusunnya rekomendasi hasil Temu Solusi PUG bidang KUKM (1 dokumen). * Tersusunnya Laporan monitoring dan evaluasi PUG bidang KUKM (1 dokumen).
LAMPIRAN A
45
2. Menigkatkan sinergi pemberdayaan KUMKM pada setiap tingkatan pemerintahan yang responsif gender
- Jumlah Koperasi Wanita (Kopwan) = 3.308 unit. - Jumlah anggota koperasi = 29.124.067 orang; L= 8.994.063 orang, P =4.035.552 orang. - Jumlah manajer koperasi = 31.566 orang; L = 13.562 orang, P = 2.563 orang. -Jumlah karyawan koperasi = 319.938 orang; L = 93.937 orang, P = 47.954 orang.
- Manfaat : Lebih banyak Manfaat yang diterima oleh laki-laki dari pada perempuan.
IDENTIFKASI ISU GENDER DALAM UNIT KERJA DI KUKM
46
UNIT KERJA
TUPOKSI
SUB KEGIATAN PRIORITAS
1
2
3
SEKRETARIAT KOPERASI DAN UKM
ISU GENDER UMUM
ISU GENDER KHUSUS
4
5
AKSES
AKSES
PARTISIPASI
PARTISIPASI
KONTROL
KONTROL
MANFAAT
MANFAAT
GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Nama K/L
: Kementerian Koperasi dan UKM
Unit Organisasi
: Sekretariat Kementerian KUKM
Unit Eselon II/Satker
: Biro Perencanaan
Program
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Kegiatan
Monitoring, Evaluasi/ Pelaporan dan Pengelolaan data dan informasi KUKM.
Output Kegiatan
Penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender Bidang Koperasi dan UKM
Tujuan
1. Meningkatkan koordinasi perumusan kebijakan nasional di bidang KUKM yang responsif gender. 2. Meningkatkan sinergi pemberdayaan KUMKM pada setiap tingkatan pemerintahan yang responsif gender
Analisa Situasi
• Masih kurangnya pemahaman para pejabat perencana di lingkungan Kementerian KUKM; Pejabat/Pembina KUKM di lingkungan Kementerian KUKM belum cukup memahami konsep gender; dan Pejabat Struktural di lingkungan Kementerian KUKM masih didominasi oleh lakilaki. • Belum semua pejabat yang membidangi KUMKM di daerah memahami konsep gender; Belum semua pelaku KUMKM memahami konsep gender; Belum maksimalnya koordinasi di daerah tentang PUG; Seringnya terjadi pergantian/pergeseran pejabat di daerah sehingga pejabat Focal Point PUG Bidang KUKM sering berganti-ganti. • Belum optimalnya kebijakan pelaksanaan PUG Bidang KUKM • Kurangnya akses perempuan terhadap informasi tentang KUMKM. • Kurangnya partisipasi perempuan dalam pelaksanaan KUMKM. • Perempuan kurang mendapatkan manfaat dari kegiatan KUMKM. • Masih kurangnya data terpilah di bidang KUMKM. • Jumlah pegawai Kementerian Koperasi dan UKM = 986 orang; laki2 = 673 orang; perempuan = 313 orang • Jumlah pejabat Eselon I = 12 orang; Laki2 = 11 or; prmp = 1 or. • Jumlah pejabat Eselon II = 38 or; Laki2 = 32 or; prmp = 6 or. • Jumlah pejabat Eselon III = 108 or; Laki2 =64 or; prmp = 42 or. • Jumlah pejabat Eselon IV = 215 or; laki2 = 127 or; perempuan = 88 orang • Jumlah staf = 540 or; laki2 = 395 or; prmp = 145 or. • Jumlah Tenaga Fungsional + lain2= 57 or; laki2 = 34 or; prmp = 23 or.
LAMPIRAN A
47
• • • • • • • • • • • • • • • Rencana Aksi
48
Tim PUG = 21 orang; laki2 = 9 orang; perempuan= 12 orang Jumlah Focal Point di daerah/propinsi = 33 or; laki2= 12 or; prmp = 21 or. Jumlah Usaha Mikro (2009)= 52.176.759 unit. Jumlah Usaha Kecil (2009)= 546.675 unit. Jumlah Usaha Menengah (2009)= 41.133 unit Jumlah Usaha Besar (2009)= 4.677 unit Jumlah Koperasi = 175.102 unit (Maret 2010) Jumlah Koperasi Wanita (Kopwan) = 3.308 unit (Desember 2009). Jumlah Anggota Koperasi = 29.124.067 or; laki2 = 8.994.063 or; prmp = 4.035.552 (Maret 2010) Jumlah Manajer Koperasi = 31.566 or; laki= 13.562 or; prmp = 2.563 or (Maret 2010) Jumlah Karyawan Koperasi = 319.938 or; laki2 = 93.937 or; prmp = 47.954 or (Maret 2010). Tim Pokja dan Focal PUG kurang mendapat akses melakukan PUG dalam penyusunan rencana dan anggaran di masing-masing unit KUKM. Dalam pengambilan keputusan lebih banyak terlibat para pejabat laki-laki. Keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan masih kurang. Lebih banyak manfaat yang diterima oleh laki-laki dari pada perempuan.
Komponen Input 1
- Workshop (advokasi) PUG bagi para pengambil keputusan di Kementerian KUKM. Urutan Kegiatan : • Rapat persiapan 2 kegiatan. • Penyiapan workshop 1 kegiatan. • Pelaksanaan workshop 1 kegiatan. • Pembuatan laporan kegiatan workshop 1 kegiatan’ • Distribusi hasil workshop 1 kegiatan’
Komponen Input 2
- Rapat Koordinasi Focal Point PUG Bidang KUKM. Urutan kegiatan : • Rapat persiapan 2 kegiatan • Penyiapan rakor 1 kegiatan • Pelaksanaan rakor 1 kegiatan • Pembuatan laporan kegiatan rakor 1 kegiatan. • Distribusi hasil rakor 1 kegiatan.
SEKRETARIAT KOPERASI DAN UKM
Alokasi Anggaran Output Kegiatan Dampak/ hasil Output kegiatan
Komponen Input 3
- Temu Solusi Percepatan Aktualisasi PUG dalam Pemberdayaan KUKM di daerah. Urutan kegiatan : • Rapat persiapan 2 kegiatan • Penyiapan rakor 1 kegiatan • Pelaksanaan rakor 1 kegiatan • Pembuatan laporan kegiatan rakor 1 kegiatan. • Distribusi hasil rakor 1 kegiatan.
Rp 1.000.000.000
Satu Milyar Rupiah • Meningkatnya efektivitas koordinasi perumusan dan pelaksanaan program dan kebijakan pemberdayaan KUMKM yang responsif gender pada 8 unit eselon I, 2 BLU, dan 33 Dinas KUMKM daerah
LAMPIRAN A
49
KERANGKA ACUAN KEGIATAN Kementerian/Lembaga
: Koperasi Dan UKM
Unit Eselon I
: Sekretariat
Program
: Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Hasil
: Efektivitas Koordinasi Perumusan Dan Pelaksanaan Program Dan Kebijakan Pemberdayaan KUKM Yang Responsif Gender
Unit Eselon Ii/Satker
: Biro Perencanaan
Kegiatan
: Monitoring, Evaluasi/Pelaporan Dan Pengelolaan Data
Sub Kegiatan
: Penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender Bidang Koperasi Dan Umkm
Indikator Kinerja Kegiatan
: Terlaksananya Monitoring, Evaluasi Dan Pelaporan Pengarusutamaan Gender Di Kumkm
Satuan Ukur /Jenis Keluaran : Unit Organisasi Volume
: 8 Unit Eselon I,2 Blu, Dan 33 Dinas Kumkm Daerah
A. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum •
Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
•
Undang Undang Nomoe 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
•
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
•
Undang Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.
•
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender.
•
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 119 /MPK.02.2009 Tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKAKL Tahun 2010.
•
RENSTRA KUKM Tahun 2010-1014.
2. Gambaran Umum •
Masih kurangnya pemahaman para pejabat perencana di lingkungan Kementerian KUKM; Pejabat/Pembina KUKM di lingkungan Kementerian KUKM belum cukup memahami konsep gender; dan Pejabat Struktural di lingkungan Kementerian KUKM masih didominasi oleh laki-laki.
•
Belum semua pejabat yang membidangi KUMKM di daerah memahami konsep gender; Belum semua pelaku KUMKM memahami konsep gender; Belum maksimalnya koordinasi di daerah tentang PUG; Seringnya terjadi pergantian/ pergeseran pejabat di daerah sehingga pejabat Focal Point PUG Bidang KUKM sering berganti-ganti.
50
SEKRETARIAT KOPERASI DAN UKM
•
Belum optimalnya kebijakan pelaksanaan PUG Bidang KUKM.
•
Focal point dan pokja PUG bidang KUKM mendapat akses melakukan PUG dalam penyusunan rencana dan anggaran di masing-masing unit KUKM. (Kurangnya akses perempuan terhadap informasi tentang KUMKM.)
•
Dalam pengambilan keputusan lebih banyak terlibat pejabat laki-laki. (Kurangnya partisipasi perempuan dalam pelaksanaan KUMKM).
•
Keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan masih kurang.
•
Lebiha banyak manfaat yang diterima oleh laki-laki dari pada perempuan (Perempuan kurang mendapatkan manfaat dari kegiatan KUMKM.)
•
Masih kurangnya data terpilah di bidang KUMKM.
Tujuan •
Meningkatkan koordinasi perumusan kebijakan nasional di bidang KUKM yang responsif gender.
•
Meningkatkan sinergi pemberdayaan KUMKM pada setiap tingkatan pemerintahan yang responsif gender.
Sasaran •
Tim Focal Point Pengarusutamaan Gender Bidang KUKM di 33 Provinsi.
•
Komite / Tim PUG Bidang KUKM
B. PENERIMA MANFAAT •
Kelompok usaha produktif yang responsif gender di 33 propinsi.
•
Koperasi pembina kelompok usaha produkif yang responsif gender di 33 provinsi.
•
Focal Point Pengarusutamaan Gender Bidang KUKM di 33 Provinsi.
•
Komite / Tim PUG Bidang KUKM
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 1. Metode Pelaksanaan •
Koordinasi, monitoring dan evaluasi.
LAMPIRAN A
51
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan •
Workshop PUG bidang KUKM.
•
Rapat Koordinasi Focal Point Pengarusutamaan Gender Bidang KUKM.
•
Temu Solusi PUG Bidang KUKM di daerah.
•
Kegiatan Koordinasi, Monitoring dan Evaluasi PUG Bidang KUMKM.
D. WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN Pencapaian program/kegiatan membutuhkan waktu eelama 1 (satu) Tahun Anggaran.
E. BIAYA YANG DIPERLUKAN Biaya yabg diperlukan sebesar Rp. 1 Miliar (satu liliar rupiah) yang dibebankan pada anggaran APBN Satker Sekretariat Kementerian Koperasi dan UKM Tahun Anggaran 2011.
Penangguang jawab,
Kepala Biro Perencanaan Sekretariat Kementerian KUKM
52
SEKRETARIAT KOPERASI DAN UKM
A INSPEKTORAT KUKM
LAMPIRAN A
53
54
INSPEKTORAT KUKM
GENDER ANALYSIS PATHWAY (GAP) dan Policy Outlook for Planning (POP) INSPEKTORAT KUKM LANGKAH 1 Kebijakan/ Program/ Kegiatan/Sub kegiatan Tujuan : Program Dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas lainnya. Kegiatan: Pengawasan Pelaksanaan Program Tujuan: Meningkatkan kualitas pengelolaan da keterampilan SDM koperasi dan KUMKM.
2 Data pembuka wawasan - Jumlah pegawai : 986org, 673 orang Lakilaki 313 org Perempuan - Jumlah Pegawai Inspektorat 21 orang Laki2 : 16 orang, 5 orang perempuan - Pendidikan Pegawai inspektorat : Laki-laki: S2=2 orang; S1=9; D3=2; SLTA=3 Perempuan: S3=1; S1=4 - Kepangkatan laki: IVb= 1orang; Iva= 1; IIId= 5; IIIc=1; IIIa=4; IIa= 4; dan perempuan: IVb= 1; IIId=1; IIIa=3
3
4
5
Isu gender Faktor kesenjangan Peluang pegawai Inspektorat laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan untuk mengikuti pelatihan auditor Keterwakilan perempuan sebagai auditor diinspektoratllebih kecil jika dibandingkan dengan auditor laki-laki.
Sebab kesenjangan internal Peserta Pelatihan hanya ditunjuk oleh inspektur dan lebih diberikan kepada pegawai lakilaki Jumlah pegawai laki2 di Inspektorat lebih banyak dibandinkan perempuan. Masih kurangnya pemahaman gender di lingkungan Bagian Kepegawaian dan Inspektorat.
6
7
Kebijakan dan rencana aksi ke depan Sebab kesenjangan eksternal Auditor perempuan sering kurang diterima dan dinilai kurang Terbatasnya peluang pendidikan dan pelatihan auditor pada instansi penyelenggara (BPKP) Instansi penyelenggaran Diklat Auditor masih netral gender
Reformulasi tujuan Melakukan peningkatan kualitas pengelolaan dan keterampilan SDM Inspektorat baik laki-laki dan perempuan
8
9 Monitoring
Rencana aksi
Data dasar (base line)
Indikator Gender
Menyelenggarakan workshop PUG di Inspektorat
Belum pernah dilakukan workshop PUG di inspektorat
Terlaksananya workshop PUG di InspektoratdN
Kerjasama dengan Kementerian PPPA untuk advokasi Unit Pengelola Diklat BPKP untuk mendorong pemberian kesempatan lebih besar bagi perempuan untuk mengikuti diklat dan pengarusutamaan gender dalam materi diklat auditor
Belum terbangun kerjasama antar kementerian KUMKM, PPPA dan BPKP untuk mendorong pemberian kesempatan lebih besar bagi perempuan mengikuti diklat dan pengarusutamaan gender dalam materi diklat auditor
Terbangunnya sensitivitas dan pemahaman gender para pengambil kebijakan dan pegawai inspektorat Adanya nota kesepakatan antara Kementerian UMKM, PPPA, dan BPKP untuk mendorong pemberian kesempatan lebih besar bagi perempuan mengikuti diklat dan pengarusutamaan gender dalam materi diklat auditor
LAMPIRAN A
55
- Masa kerja pegawai inspektorat : laki: 0-5 th=3 orang; 6-10th=1; 11-15th=1 16-20th=4 21-25 th=3; 25-30 th=4 dan - perempuan: 0-5th= 3 orang; 16-20th= 1; 26-30th=1 - Macam pelatihan yang diikuti : Laki-laki: - 1 orang= Pengawasan Keu. Tk.Pelaks.; POS Audit; JFA Ketua Tim; JFA Auditor Ahli & Ketua Tim. – 1 orang= Pengawas Keu.; POS Audit; Manaj. Audit; JFA Auditor Ahli; JFA Ketua Tim -1 orang= Tk.Pelaks. Pemeriksa Keu.Neg.; Pemeriksa Oprs.; Sertifikasi Jab. Fungsional Tk.Auditor Ahli; SAP.
56
INSPEKTORAT KUKM
.
Meningkatnya jumlah pegawai inspektorat perempuan yang mendapatkan kesempatan mengikuti diklat auditor BPKP Terintegrasikannya gender dalam materi diklat auditor BPKP.
-2 orang= Sertifikasi auditor trampil; Pengawasan Keu.Neg. Tk.Pelaks.; Audit operasional; Peningkt. kompetensi tim penilai angka kredit.
.
Perempuan: -1 orang= Pemeriksaan Keu.; Pembentukan Auditor Ahli; Pengawasan Keu.Neg. Tk.Pelaks. Perbandingan jumlah Auditor Laki2 dan Perempuan : 7 : 2 (25 %). Jumlah auditor laki-laki lebih dominan daripada perempuan
LAMPIRAN A
57
GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Nama K/L
: Kementerian Koperasi dan UKM
Unit Organisasi
: Sekretariat Kementerian KUKM
Unit Eselon II/Satker
: Inspektorat Kementerian Koperasi dan UKM
Program
Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Lainnya
Kegiatan
Pengawasan Pelaksanaan Program
Output Kegiatan
Nota kesepakatan kerjasama antara Kementerian KUKM, KPPPA dan Badan Diklat BPKP Terlaksananya workshop PUG di Inspektorat KUMKM
Tujuan
Melakukan peningkatan kualitas pengelolaan dan keterampilan SDM Inspektorat KUMKM baik laki-laki dan perempuan
Analisa Situasi
Jumlah pegawai : 986org, 673 orang Laki-laki 314 org Perempuan Jumlah Pegawai Inspektorat 21 orang Laki2 : 16 orang, 5 orang perempuan Pendidikan Pegawai inspektorat : Laki-laki: S2=2 orang; S1=9; D3=2; SLTA=3 Perempuan: S3=1; S1=4 Kepangkatan : Laki-laki: IVb= 1orang; Iva= 1; IIId= 5; IIIc=1; IIIa=4; IIa= 4; dan Perempuan: IVb= 1; IIId=1; IIIa=3 Masa kerja pegawai inspektorat : Laki-laki: 0-5 th=3 orang; 6-10th=1; 11-15th=1; 16-20th=4;21-25 th=3; 25-30 th=4 dan Perempuan: 0-5th= 3 orang; 16-20th= 1; 26-30th=1
58
INSPEKTORAT KUKM
Macam pelatihan yang diikuti : Laki-laki: 1 orang= Pengawasan Keu.Tk.Pelaks.; POS Audit; JFA Ketua Tim; JFA Auditor Ahli & Ketua Tim. 1 orang= Pengawas Keu.; POS Audit; Manaj.Audit; JFA Auditor Ahli; JFA Ketua Tim 1 orang= Tk.Pelaks.Pemeriksa Keu.Neg.; Pemeriksa Oprs.; Sertifikasi Jab.Fungsional Tk.Auditor Ahli; SAP. 2 orang= Sertifikasi auditor trampil; Pengawasan Keu.Neg.Tk.Pelaks.; Audit operasional; Peningkt kompetensi tim penilai angka kredit. Perempuan: 1 orang= Pemeriksaan Keu.; Pembentukan Auditor Ahli; Pengawasan Keu.Neg.Tk.Pelaks. Perbandingan jumlah Auditor Laki2 dan Perempuan : 3 : 1 (30 %). Jumlah auditor laki-laki lebih dominan daripada perempuan Jumlah pelatihan pegawai inspektorat antara laki-laki dan perempuan Pelatihan hanya ditunjuk oleh Inspektur dan lebih diberikan kepada pegawai laki-laki Frekwensi penugasan antara auditor laki-laki dan auditor perempuan lebih banyak Peminat pegawai perempuan untuk menjadi auditor masih terbatas Masih kurangnya kesempatan diklat tentang auditor bagi pegawai perempuan. Jumlah pegawai laki2 di Inspektorat lebih banyak dibandinkan perempuan. Masih kurangnya pemahaman gender di lingkungan Bagian Kepegawaian dan Auditor perempuan sering kurang diterima dan dinilai kurang
Inspektorat.
Terbatasnya peluang pendidikan dan pelatihan auditor pada instansi penyelenggara (BPKP) Instansi penyelenggaran Diklat Auditor masih netral gender Rencana Aksi
Komponen Input 1
Menyelenggarakan workshop PUG di Inspektorat • Persiapan pembentukan panitia • Rapat koordinasi panitia • Penyiapan materi • Pelaksanaan dengan menjamin keterwakilan laki-laki dan perempuan • Laporan
LAMPIRAN A
59
Alokasi Anggaran Output Kegiatan Dampak/ hasil Output kegiatan
Komponen Input 2
Kerjasama dengan Kementerian PPPA untuk advokasi Unit Pengelola Dikat BPKP. • Rapat internal 2 kegiatan • Rapat dengan PPPA 2 kegiatan • Rapat dengan BPKP 2 kegiatan • Menyusun draft naskah nota kerjasama • Pelaksanaan advokasi 2 kegiatan • Penandatangan nota kesepakatan • Sosialisasi nota kesepakatan
Rp 600.000.000
Enam ratus juta rupiah
Terbangunnya sensitivitas dan pemahaman gender para pengambil kebijakan dan pegawai inspektorat Meningkatnya kualitas auditor inspektorat KUMKM laki-laki dan perempuan. Meningkatnya jumlah keterwakilan auditor perempuan pada inspektorat KUMKM
60
INSPEKTORAT KUKM
KERANGKA ACUAN KEGIATAN
Kementerian/lembaga
: Koperasi dan UKM
Unit eselon I
: Sekretariat Kementerian
Program
: Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas lainnya
Hasil
: - Terbangunnya sensitivitas dan pemahaman gender para pengambil kebijakan dan pegawai inspektorat KUMKM - meningkatnya kualitas auditor inspektorat kumkm laki-laki dan perempuan - meningkatnya jumlah keterwakilan auditor perempuan pada inspektorat KUMKM
Unit eselon II/satker
: Inspektorat
Kegiatan
: Penyelenggaraan pemeriksaan dan pengawasan pelaksanaan anggaran pusat dan Daerah
Sub kegiatan
: Peningkatan kapasitas SDM inspektorat
Indikator kinerja kegiatan
: Meningkatnya kualitas hasil pemeriksaan dan pengawasan pelaksanaan anggaran pusat dan daerah
Satuan ukur /jenis keluaran : Kegiatan volume
: …..
A. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum Tugas Fungsi / Kebijakan •
Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.
•
Undang Undang Nomoe 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
•
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
•
Undang Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.
•
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 119 /MPK.02.2009 Tentang Petunjuk
•
Penyusunan dan Penelaahan RKAKL Tahun 2010.
•
RENSTRA KUKM Tahun 2010-1014.
2. Gambaran Umum •
Jumlah auditor laki-laki lebih dominan daripada perempuan
•
Jumlah pelatihan pegawai inspektorat antara laki-laki dan perempuan
•
Pelatihan hanya ditunjuk oleh Inspektur dan lebih diberikan kepada pegawai laki-laki
LAMPIRAN A
61
•
Frekwensi penugasan antara auditor laki-laki dan auditor perempuan lebih banyak
•
Peminat pegawai perempuan untuk menjadi auditor masih terbatas
•
Masih kurangnya kesempatan diklat tentang auditor bagi pegawai perempuan.
•
Jumlah pegawai laki-laki di Inspektorat lebih banyak dibandingkan perempuan.
•
Masih kurangnya pemahaman gender di lingkungan Bagian Kepegawaian dan Inspektorat.
•
Auditor perempuan sering kurang diterima dan dinilai kurang
•
Terbatasnya peluang pendidikan dan pelatihan auditor pada instansi penyelenggara (BPKP)
•
Instansi penyelenggaran Diklat Auditor masih netral gender
2.1. Tujuan Tujuan dari kegiatan adalah untuk: Melakukan peningkatan kualitas pengelolaan dan keterampilan SDM Inspektorat KUMKM baik laki-laki dan perempuan 2.2.Sasaran •
Terselenggaranya penataan birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang efektif, efisien dan bertanggung jawab
•
Para pengambil kebijakan dan pegawai Inspektorat KUMKM
B. PENERIMA MANFAAT •
Satker, Kementerian, dan BLU.
•
Pegawai inspektorat baik laki-laki maupun perempuan
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 1. Menyelenggarakan workshop PUG di Inspektorat •
Persiapan pembentukan panitia
•
Rapat koordinasi panitia
•
Penyiapan materi
•
Pelaksanaan dengan menjamin keterwakilan laki-laki dan perempuan
•
Laporan
62
INSPEKTORAT KUKM
2. Kerjasama dengan Kementerian PPPA untuk advokasi Unit Pengelola Dikat BPKP. •
Rapat internal 2 kegiatan
•
Rapat dengan PPPA 2 kegiatan
•
Rapat dengan BPKP 2 kegiatan
•
Menyusun draft naskah nota kerjasama
•
Pelaksanaan advokasi 2 kegiatan
•
Penandatangan nota kesepakatan
•
Sosialisasi nota kesepakatan
D. WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN Kegiatan akan dilaksanakan selama satu (1) Tahun Anggaran.
E. BIAYA YANG DIPERLUKAN Pengimplementasian kegiatan diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp 600.000.000 (Enam ratus juta rupiah)
Penanggungjawab,
Inspektur Kementerian KUKM
LAMPIRAN A
63
64
INSPEKTORAT KUKM
A DEPUTI KELEMBAGAAN KOPERASI
LAMPIRAN A
65
66
DEPUTI KELEMBAGAAN KOPERASI
MATRIX LEMBAR KERJA GAP DAN POP DEPUTI KELEMBAGAAN KOPERASI KOLOM 1 Plih kebjakan atau program atau kegiatan yang akan dianalisis Program: Peningkatan Kualitas Ketatalaksanaan Koperasi dan UMKM Sub Keg.: Pengembangan Provinsi, Kabupaten, Kota Pengerak Koperasi Tujuan: Memberikan motivasi kepada Pemerintah Provinsi, Kabupaten Kota dalam pemberdayaan koperasi
2 Data pembuka wawasan Permeneg Kop & UKM no.3/2007 yg diperbaharui dg Permen KUKM no.6/2009 ttg Pedoman Penilaian Provinsi, Kabupaten, Kota penggerak kop.: - hasil 2007: 2 PPK 45 KKPK 2008: 3 KKPK 2009: 1 PPK dan 32 KKPK 2010: 2PPK & 44 KKPK 2011: 3PPK & 30 KKPK Representasi perempuan sebagai pengurus/ manajer koperasi hanya 15%
3
4
5
Isu gender Faktor kesenjangan Kurangnya partisipasi perempuan dalam manajemen koperasi Dominasi laki-laki dalam kepengurusan koperasi dibandingkan perempuan Kurangnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan Penilaian kinerja koperasi belum berbasis gender
Sebab kesenjangan internal Belum optimalnya pelaksanaan fungsi Pokja PUG pelaksanaan fungsi pokja PUG Kurangnya pemahaman terhadap konsep gender di Pusat
Kurangnya informasi tentang pengarus utamaan gender dilingkungan koperasi
6
7
Kebijakan dan rencana aksi ke depan Sebab kesenjangan eksternal
Reformulasi tujuan
Masih kuatnya budaya patriarkhi dalam masyarakat
Melakukan penlaian kinerja koperasi yang berbasis gender
Belum optimalnya Pelaksanaan fungsi Pokja PUG di Pemda
Meningkatkan kualitas ketatalak sanaan koperasi yang memperhatikan partisipasi laki-laki dan perempuan dlm pengambilan keputusan di koperasi
Kurangnya pemahaman terhadap konsep gender di Pemda
Rencana aksi Melakukan penilaian dan verifikasi thd koperasi yg telah berbasis gender dan telah diusulkan oleh Prov Melakukan penilaian dan verifikasi thd Pemda yg telah mengusulkan sebagai Provinsi, Kabupaten, Kota Penggerak Koperasi
8
9
Pengukuran Hasil Data dasar (base line) Belum adanya penilaian verifikasi terhadap koperasi yang berbasis gender Belum adanya kriteria penilaian kinerja pemda terhadap koperasi dengan prespektif gender
Indikator Gender Adanya kriteria penilaian kinerja koperasi yang melihat kepada`aspek gender mulai dari keanggotaan koperasi, pengurus, manajer dan pengawas Adanya kriteria penilaian kinerja pemda terhadap koperasi dengan prespektif gender
Memberikan kesempatan yang lebih besar bagi partisipasi perem puan dan laki-laki dalam kepengurusan koperasi
LAMPIRAN A
67
Kriteria penilaian koperasi selama ini belum menempatkan aspek gender secara proporsional
68
.
DEPUTI KELEMBAGAAN KOPERASI
GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Nama K/L
: Kementerian Koperasi dan UKM
Unit Organisasi
: Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi
Unit Eselon II/Satker
: Asdep Tatalaksana Koperasi dan UKM
Program
Peningkatan Kualitas Ketatalaksanaan Koperasi dan UMKM
Kegiatan
Pengembangan Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi Melalui Penilaian Provinsi, Kabupaten, Kota Penggerak Koperasi
Output Kegiatan
3 Provinsi dan 30 Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi
Tujuan
• Melakukan penilaian kinerja koperasi yang berbasis gender • Meningkatkan kualitas ketatalaksanaan koperasi yang memperhatikan partisipasi laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan di koperasi • Memberikan kesempatan yang lebih besar bagi partisipasi dan laki-laki dalam kepengurusan koperasi
Analisa Situasi
• Kriteria penilaian koperasi selam ini belum menempatkan aspek gender secara proporsional • Kurangnya pemahaman terhadap konsep gender di Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota • Kurangnya partisipasi anggota koperasi perempuan dalam usaha koperasi, kepengurusan dan manajemen koperasi • Kurangnya informasi tentang pengarusutamaan gender dilingkungan gerakan koperasi • Belum optimalnya fungsi PUG di Pusat dan Daerah
Rencana Aksi
Komponen Input 1
Membentuk Tim Verifikasi dan Penilaian Provinsi, Kabupaten, Kota : - Pastikan bahwa tim verifikasi ke daerah terdiri dari perempuan dan laki-laki - Pemberian poin penilaian memperhatikan point keterlibatan perempuan sebagai pengurus/manajer koperasi
LAMPIRAN A
69
Alokasi Anggaran Output Kegiatan
Komponen Input 2
Diseminasi informasi dan materi yang bermuatan responsif gender pada pelaksanaan Provinsi, Kabupaten, Kota Penggerak Koperasi - Tim penyusun pedoman penilaian provinsi kabupaten kota penggerak koperasi harus terdiri dari perempuan dan laki-laki secara proporsional - Diseminasi informasi akan dilakukan kepada anggota koperasi di Provinsi, Kabupaten/Kota dengan memperhatikan keterwakilan perempuan. - Melibatkan Tim PUG dalam kegiatan diseminasi informasi dan materi yang bermuatan responsif gender pada pelaksanaan Provinsi, Kabupaten, Kota Penggerak Koperasi.
Rp900.000.000
Sembilan ratus juta rupiah
Dampak/ hasil Output kegiatan
70
DEPUTI KELEMBAGAAN KOPERASI
• Meningkatnya peran Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota dalam pemberdayaan koperasi • Meningkatnya kesetaraan gender dalam pengelolaan dan kepengurusan koperasi • Mengurangi kesenjangan penerima manfaat dari koperasi
TOR (TERMS OF REFERENCE)
Kementerian Negara/Lembaga
: Kementerian Negara Koperasi dan UKM
Unit Eselon I
: Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi dan UKM
Program
: Peningkatan Kualitas Ketatalaksanaan Koperasi dan UMKM
Hasil
: - Meningkatkan peran Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota dalam pemberdayaan koperasi - Meningkatkan kesetaraan gender dalam pengelolaan dan kepengurusan koperasi - Mengurangi kesenjangan penerima manfaat dari koperasi
Unit Eselon II/Satker
: Asisten Deputi Bidang Tatalaksana Koperasi dan UKM
Kegiatan
: Pengembangan Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi Melalui Penilaian Propinsi
Sub Kegiatan
: Pengembangan Provinsi, Kabupaten , Kota Penggerak Koperasi
dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi yang Responsif Gender Indikator Kinerja Kegiatan
: Jumlah Provinsi, Kabupaten, Kota Penggerak Koperasi
Satuan Ukur dan Jenis Keluaran
: Provinsi/Kabupaten/Kota
Volume
: 3 Provinsi dan 30 Kabupaten/Kota
A. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan •
Undang-Undang Nomor : 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan
•
Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (lembaran egara RI tahun 2004 nomor 125
•
Undang-Undang Nomor : 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Provinsi
•
Undang-Undang Nomor : 41 Tahun 1992 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Perumpunan operasi, Perdagangan,
Lembaran Negara Nomor 3502); tambahan Lembaran Negara RI nomor 4437) dengan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Perindustrian)
LAMPIRAN A
71
•
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor : 03/Per/M.KUKM/I/2007 tentang Pedoman Penilaian Provinsi/ Kabupaten/Kota Koperasi
•
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor : 06/Per/M.KUKM/IV/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor : 03/Per/M.KUKM/I/2007 tentang Pedoman Penilaian Provinsi/Kabupaten/Kota Koperasi
2. Gambaran Umum •
Kriteria penilaian koperasi selam ini belum menempatkan aspek gender secara proporsional
•
Kurangnya pemahaman terhadap konsep gender di Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota
•
Kurangnya partisipasi anggota koperasi perempuan dalam usaha koperasi, kepengurusan dan manajemen koperasi
•
Kurangnya informasi tentang pengarusutamaan gender dilingkungan gerakan koperasi
•
Belum optimalnya fungsi PUG di Pusat dan Daerah Tujuan •
Melakukan penilaian kinerja koperasi yang berbasis gender
•
Meningkatkan kualitas ketatalaksanaan koperasi yang memperhatikan partisipasi laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan di koperasi
•
Memberikan kesempatan yang lebih besar bagi partisipasi perempuan dalam kepengurusan koperasi
Sasaran •
Adanya kriteria penilaian kinerja koperasi yang melihat kepada aspek gender mulai dari keanggotaan koperasi,
•
Adanya kriteria penilaian kinerja Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pemberdayaan koperasi dengan
pengurus, manajer dan pengawas. prespektif gender.
B. PENERIMA MANFAAT Penerima manfaat dari program/kegiatan adalah koperasi di provinsi dan kabupaten /kota beserta anggota dan masyarakat setempat. Di samping itu pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota juga memperoleh manfaat dari program ini.
72
DEPUTI KELEMBAGAAN KOPERASI
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 1. Metode Pelaksanaan a. Tahap Persiapan •
Konsultasi dan Koordinasi dengan instansi terkait.
•
Rapat konsolidasi Tim
b. Tahap Pelaksanaan/Proses •
Penerimaan usulan Provinsi, Kabupaten, Kota Penggerak Koperasi dari Pemerintah Provinsi/D.i. dan Kabupaten/Kota
•
Penilaian data terpilah
•
Verifikasi lapangan dan proses penilaian
•
penetapan Provinsi, Kabuapaten, Kota Penggerak Koperasi
•
Workshop hasil pembangunan KUKM oleh Pemerintah Provinsi, Kab/Ko
•
Penyerahan penghargaan Provinsi, Kabupaten, Kota Penggerak Koperasi
•
Pencetakan buku profil Provinsi, Kabuapaten, Kota Penggerak Koperasi
c. Monitoring dan evaluasi terhadap Provinsi, Kabupaten, Kota yang telah ditetapkan sebagai Provinsi, Kabupaten, Kota Penggerak Koperasi. 2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan a. Penetapan Tim Penilaian Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi. b. Rapat Persiapan dan Koordinasi persiapan penilaian Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi. c. Penyempurnaan Pedoman Penilaian Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi d. Pencetakan buku Pedoman Penilaian Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi e. Pelaksanaan verifikasi lapangan terhadap usulan Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi. f. Pembahasan hasil verifikasi lapangan Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi. g. Penetapan Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi. h. Pembuatan Pataka Koperasi bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi. i.
Pembuatan Sertifikat bagi Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi yang telah ditetapkan
j.
Penyerahan Penghargaan Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi
k. Pencetakan profil Provinsi dan Kabupaten/Kota Penggerak Kopersi
LAMPIRAN A
73
D. WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN Kegiatan ini dilaksanakan selama 7 (tujuh) bulan, sejak bulan Pebruari 2010 sampai dengan Agustus 2010
E. BIAYA YANG DIPERLUKAN Total Biaya/Anggaran yang diperlukan Rp 900.000.000,- (sembilan ratus juta rupiah)
Jakarta,
Juni 2010
Asisten Deputi Urusan Tatalaksana Koperasi dan UKM
74
DEPUTI KELEMBAGAAN KOPERASI
A DEPUTI PRODUKSI
LAMPIRAN 4
75
76
DEPUTI PRODUKSI
MATRIX LEMBAR KERJA GAP DAN POP DEPUTI PRODUKSI KOLOM 1 Plih Kebjakan atau Kegiatan yang akan dianalisis Program: Pemberdayaan Koperasi dan UMKM Kegiatan : Penajaman Program, Koordinasi , Sinkronisasi dan Penguatan Dana serta Evaluasi Pemberdayaan KUKM dibidang Kehutanan dan Perkebunan. Sub Kegiatan : Bantuan perkuatan dana kepada Koperasi dalam rangka pengembangan usaha dibidang pengolahan Kakao.
2 Data pembuka wawasan Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading dengan produksi 795.581 ton/ hari dari total luas perkebunan kakao 1.563.423 Ha, sebagian besar (87,4%) merupakan perkebunan rakyat dan selebihnya (12,7%) merupakan perkebunan negara dan perkebunan swasta Jumlah petani yang terlibat secara langsung 1.520.271 KK dengan tenaga kerja mayoritas laki- laki
3
4
5
Isu gender Faktor kesenjangan Pelaku usaha pengolahan kakao perempuan kurang mendapat akses terhadap bantuan mesin pengolahan kakao Usaha pengolahan kakao masih didominasi oleh laki-laki dibandingkan perempuan Pelaksana program bantuan pengolahan kakao kesulitan mendistribusikan secara adil pemberian bantuan kepada laki-laki dan perempuan
Sebab kesenjangan internal
Sebab kesenjangan eksternal
Sosialisasi terhadap program bantuan mesin kakao masih belum menyentuh perempuan pelaku usaha pengolahan kakao
Masih kentalnya budaya dimasyarakat dimana laki-laki dianggap lebih mampu daripada perempuan. sebagai tenaga keja usaha pengolahan kakao
Pemahaman PUG para perencana dan penyusun anggaran masih Kurang Belum tersedianya data terpilah tenaga kerja dan pelaku usaha pengolahan kakao. Pengambil keputusan dalam usaha pengolahan kakao masih didominasi laki-laki
6
7
Kebijakan dan rencana aksi ke depan
Pengambil keputusan dalam usaha pengolahan kakao masih didominasi laki-laki
Reformulasi tujuan Mendorong tumbuhnya industri pedesaan berbasis partisipasi koperasi dan UKM dalam agrobisnis kakao dengan meningkatkan peran serta anggota koperasi perempuan pelaku usaha pengolahan kakao
Rencana aksi Pembuatan data base terpilah tenaga kerja dan pelaku usaha kakao Sosialisasi program bantuan dan tekhnologi pengolahan kakao dengan memberikan affirmatif kepada perempuan Pemberian bantuan mesin pengolahan kakao bagi koperasi dengan menjamin keterwakilan perempuan.
8
9
Pengukuran Hasil Data dasar (base line) Belum adanya data terpilah tenaga kerja laki laki dan perempuan dalam usaha pengolahan kakao kelompok sasaran sosialisasi masih sentral Kapasitas usaha pengolahan kakao pengusaha perempuan masih rendah
Indikator Gender Tersedianya data terpilah tenaga kerja laki -dan perempuan dari Koperasi yang menerima bantuan sosial dana untuk pengadaan mesin pengolahan kakao kelompok sasaran sosialisasi masih sentral Meningkatnya kapasitas usaha pengolahan kakao pengusaha perempuan maupun lakilaki Terslurkannya dan bantuan sosial kepada koperasi untuk pengadaan mesin kakao.
LAMPIRAN A
77
Tujuan : Meningkatkan peran KUKM dalam rangka pengembangan dan penguatan sentra produksi kakao
Belum adanya data terpilah tenaga kerja laki-laki dan perempuan dalam usaha pengolahan kakao
.
Keterangan : - GAP : Gender Analysis Pathway (Alur Kerja Analisis Gender) - POP : Policy of Planning
78
DEPUTI PRODUKSI
GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Nama K/L
: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Unit Organisasi
: Deputi Bidang Produksi
Unit Eselon II/Satker
: Asisten Deputi Urusan Kehutanan dan Perkebunan
Program
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Kegiatan
Penajaman Program, Koordinasi, Sinkronisasi dan Penguatan Dana serta Evaluasi Pemberdayaan KUMKM. Sub Kegiatan: Bantuan Perkuatan dalam Rangka Pemberdayaan Koperasi di Bidang Usaha Pengolahan Kakao.
Output Kegiatan
Tersalurkannya dana untuk pengadaan pembelian 3 mesin pengolahan kakao kepada koperasi.
Tujuan
Mendorong tumbuhnya industri pedesaan berbasis partisipasi koperasi dab UKM dalam agrobisnis Kakao dengan meningkatkan peran serta anggota koperasi perempuan pelaku usaha pengolahan Kakao.
Analisa Situasi
Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading dengan produksi 795.581 ton/hari. Dari total luas perkebunan kakao 1.563.423 Ha, sebagian besar (87,4%) merupakan perkebunan rakyat dan selebihnya (12,7%) merupakan perkebunan negara dan perkebunan swasta. Jumlah petani yang terlibat secara langsung 1.520.271 KK. Belum adanya data terpilah tenaga kerja laki-laki dan perempuan pelaku usaha pengolahan kakao. Pelaku usaha pengolahan kakao perempuan kurang mendapat akses terhadap bantuan mesin pengolahan kakao. Usaha pengolahan kakao masih didominasi oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Pelaksana program bantuan pengolahan kakao mengalami kesulitan dalam mendistribusikan secara adil bantuan kepada laki-laki dan perempuan.
LAMPIRAN A
79
Sosialisasi program bantuan mesin kakao masih belum menyentuh perempuan pelaku usaha pengolahan kakao. Pemahaman PUG para perencana dan penyusun anggaran masih kurang. Belum tersedianya data terpilah tenaga kerja dan pelaku usaha pengolahan kakao. Masih kentalnya budaya di masyarakat yang memandang bahwa laki-laki lebih mampu daripada perempuan dalam usaha pengolahan kakao. Pengambilan keputusan dalam usaha pengolahan kakao masih didominasi oleh laki-laki. Rencana Aksi
Alokasi Anggaran Output Kegiatan
80
DEPUTI PRODUKSI
Komponen Input 1
Pembuatan data base terpilah tenaga kerja dan pelaku usaha pengolahan kakao. • Penyiapan TOR • Rapat persiapan pembuatan data base • Pengumpulan dan penyusunan data • Penyusunan finalisasi data base terpilah
Komponen Input 2
Sosialisasi program bantuan dan tekhnologi pengolahan kakao dengan memberikan affirmatif kepada perempuan. • Rapat persiapan • Penyelenggaraan sosialisasi kepada Dinas Koperasi. • Pelaporan kegiatan • Evaluasi kegiatan
Komponen Input 3
Pemberian bantuan mesin kakao bagi koperasi yang menjamin keterwakilan perempuan. • Menerima proposal koperasi yang mengajukan permintaan bantuan mesin • Mengiventarisir dan mengidentifikasi kelayakan kelengkapan administrasi proposal koperasi sesuai dengan petunjuk teknis. • Penyusunan SK Penetapan Koperasi Penerima Bantuan Program. • Penyelesaian administrasi keuangan pencairan dana • Realisasi pencairan dana bantuan • Pelaksanaan pengadaan barang oleh koperasi • Monitoring dan evaluasi
Rp.1.066.000.000,
Satu milyar enam puluh enam juta rupiah
Dampak/ hasil Output kegiatan
Tersedianya data terpilah tenaga kerja laki-laki dan perempuan dari koperasi yang menerima bantuan sosial dana untuk pengadaan mesin pengolahan kakao kelompok sasaran Meningkatnya kapasitas usaha pengolahan kakao pengusaha perempuan maupun laki-laki Perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan akan lebih efektif karena didahului analisa gender dengan ditunjang oleh ketersediaan data based terpilah.
LAMPIRAN A
81
TOR (TERMS OF REFERENCE)
Kementerian Negara/lembaga
: Kementerian Koperasi dan UMKM RI
Unit eselon i
: Deputi Bidang Produksi
Program
: Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Hasil
: Peningkatan Kapasitas Usaha Pengolahan Kakao Pengusaha Perempuan dan Laki-laki
Unit Eselon ii/satker
: Asisten Deputi Urusan Kehutanan dan Perkebunan
Kegiatan
: Penajaman Program, Koordinasi, Sinkronisasi dan Penguatan Dana Serta Evaluasi
Pemberdayaan Kumkm. Subkegiatan
: Bantuan Perkuatan Dalam Rangka Pemberdayaan Koperasi di Bidang Usaha Pengolahan
Indikator Kinerja Kegiatan
: Tersalurkannya Dana Kepada Koperasi Pengolahan Kakao
Kakao. Satuan ukur/jenis Keluaran
: Jumlah Dana untuk Pembelian Mesin
Volume
: 3 Mesin Pengolahan Kakao
A. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian b. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara c. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah d. Renstra Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2010-2014 e. Peratuaran Menteri Pertanian No.33 Permentan/OT.140/7/2006 tentang Perkembangan Perkebunan. 2. Gambaran Umum •
Indonesia merupakan negara produsen kakao terbesar kedua di dunia setelah Pantai Gading dengan produksi 795.581 ton/hari.
•
Dari total luas perkebunan kakao 1.563.423 Ha, sebagian besar (87,4%) merupakan perkebunan rakyat dan selebihnya (12,7%) merupakan perkebunan negara dan perkebunan swasta.
82
DEPUTI PRODUKSI
•
Jumlah petani yang terlibat secara langsung 1.520.271 KK.
•
Belum adanya data terpilah tenaga kerja laki-laki dan perempuan pelaku usaha pengolahan kakao.
•
Pelaku usaha pengolahan kakao perempuan kurang mendapat akses terhadap bantuan mesin pengolahan kakao.
•
Usaha pengolahan kakao masih didominasi oleh laki-laki dibandingkan perempuan.
•
Pelaksana program bantuan pengolahan kakao mengalami kesulitan dalam mendistribusikan secara adil bantuan kepada laki-laki dan perempuan.
•
Sosialisasi program bantuan mesin kakao masih belum menyentuh perempuan pelaku usaha pengolahan kakao.
•
Pemahaman PUG para perencana dan penyusun anggaran masih kurang.
•
Belum tersedianya data terpilah tenaga kerja dan pelaku usaha pengolahan kakao.
•
Masih kentalnya budaya di masyarakat yang memandang bahwa laki-laki lebih mampu daripada perempuan dalam usaha pengolahan kakao.
•
Pengambilan keputusan dalam usaha pengolahan kakao masih didominasi oleh laki-laki
Tujuan •
Meningkatkan pelayanan Koperasi kepada anggota petani kakao.
•
Mendapatkan data terpilah partisipasi laki –laki dan perempuan pada Koperasi sasaran program.
•
Meningkatkan partisipasi perempuan dalam usaha pengolahan kakao.
•
Meningkatkan kualitas olahan kakao rakyat.
•
Meningkatkan nilai tambah bagi anggota dan Koperasi melalui peningkatan produksi pengolahan.
•
Mendorong tumbuhnya industri pedesaan berbasis partisipasi koperasi dan UKM dalam agrobisnis kakao.
Sasaran Sasaran program memberikan bantuan perkuatan dalam rangka pemberdayaan koperasi di bidang usaha pengolahan kakao. Secara lebih spesifik kegiatan bertujuan untuk: •
Meningkatkan peran Koperasi sebagai kelembagaan usaha tani dan kelembagaan bisnis petani kakao.
•
Peningkatan pendapatan koperasi dan anggota/petani kakao dan penyerapan tenaga kerja dengan tidak membedakan laki – laki dan perempuan.
•
Adanya sinkronisasi program antar lintas sektor dan stakeholders lainnya.
B. PENERIMA MANFAAT Penerima manfaat dari kegiatan adalah koperasi pengolahan kakao dan para petani anggotanya yang menjadi penerima dana bantuan untuk pengadaan mesin pengolah Kakao.
LAMPIRAN A
83
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN Pembuatan data base terpilah tenaga kerja dan pelaku usaha pengolahan kakao. •
Penyiapan TOR
•
Rapat persiapan pembuatan data base
•
Pengumpulan dan penyusunan data
•
Penyusunan finalisasi data base terpilah
•
Penggandaan
Sosialisasi program bantuan dan tekhnologi pengolahan kakao dengan memberikan affirmatif kepada perempuan. •
Rapat persiapan
•
Penyelenggaraan sosialisasi kepada Dinas Koperasi.
•
Pelaporan kegiatan
•
Evaluasi kegiatan
Pemberian bantuan mesin kakao bagi koperasi yang menjamin keterwakilan perempuan. •
Menerima proposal koperasi yang mengajukan permintaan bantuan mesin
•
Mengiventarisir dan mengidentifikasi kelayakan kelengkapan administrasi proposal koperasi sesuai dengan petunjuk teknis.
•
Penyusunan SK Penetapan Koperasi Penerima Bantuan Program.
•
Penyelesaian administrasi keuangan pencairan dana
•
Realisasi pencairan dana bantuan
•
Pelaksanaan pengadaan barang oleh koperasi
•
Monitoring dan evaluasi
D. WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN Kegiatan ini akan dilaksanakan dalam 6 (enam) bulan.
84
DEPUTI PRODUKSI
E. BIAYA YANG DIBUTUHKAN Biaya yang diperlukan untuk kegiatan ini dibebankan kepada DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Tahun Anggaran 2011 Deputi Bidang Produksi sebesar Rp. 1.066.000.000,- (satu milyar enam puluh enam juta rupiah).
Asisten Deputi Urusan
Asisten Deputi
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Urusan Kehutanan Dan Perkebunan
Selaku Penanggung Jawab Pelaksanaan PUG Deputi Bidang Produksi
LAMPIRAN A
85
A DEPUTI PEMBIAYAAN DEPUTI PEMBIAYAAN
LAMPIRAN A
87
88
DEPUTI PEMBIAYAAN
MATRIX LEMBAR KERJA GAP DAN POP DEPUTI PEMBIAYAAN KOLOM 1 Plih Kebjakan atau Kegiatan yang akan dianalisis Program: Pemberdayaan Koperasi dan UMKM Kegiatan: Bantuan dana sosial dalam rangka pengembangan usaha bagi pelaku usaha skala mikro/ koperasi Tujuan: -meningkatnya kemampuan struktur permodalan perempuan pelaku usaha mikro.
2 Data pembuka wawasan Dari sejumlah 166.155 koperasi terdiri dari 2481 kopwan. Pengalaman memberikan dana melalui Program PERKASSA yang lalu tahun 20062007 dapat diakses oleh 443 Kopwan. Sehubungan dengan dialihkan program PERKASSA ke LPDB, maka dilanjutkan dengan bantuan dana sosial (lihat kajian) agar berkesinambungan. Belum terpilahnya data laki-laki dan perempuan anggota kop penerima bantuan dana sosial
3
4
5
Isu gender Faktor kesenjangan Akses: Perempuan Pelaku Usaha Mikro sulit mengakses pembiayaan ke Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank Belum optimalnya kebijakan pelaksanaan PUG dibidang kop usaha mikro dan kecil untuk K/L baik di pusat maupun di daerah. - Perempuan dalam memanfaatkan jasa koperasi tinggi, tetapi aksesnya masih kurang.
6
7
Kebijakan dan rencana aksi ke depan
Sebab kesenjangan internal
Sebab kesenjangan eksternal
Kurangnya koordinasi antar instansi dalam menyusun perencanaan pengembangan pembiayaan bagi perempuan pelaku usaha mikro.
Umumnya perempuan sulit untuk mengakses pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank dikarenakan tidak dapat memenuhi persyaratan perbankan antara lain agunan, tidak layak usahanya.
Reformulasi tujuan - meningkatnya kemampuan struktur permodalan perempuan dan lakilaki pelaku usaha mikro anggota koperasi
- Terfasilitasinya penerima bantuan dana sosial bagi perempuan dan lakilaki pelaku usaha mikro anggota koperasi
Rencana aksi Sosialisasi Pedoman teknis Program Bantuan Pengembangan Kop di Bid Pembiayaan melalui Penyediaan Dana bagi Kelp Perempuan Pelaku Usaha Mikro/Koperasi kepada koperasi peserta program. Menghimpun data terpilah laki-laki dan perempuan pelaku usaha mikro penerima bantuan dana sosial melalui koperasi.
8
9
Pengukuran Hasil Data dasar (base line)
Indikator Gender
Sosialisasi telah dilakukan di 33 Provinsi @25 orang instansi terkait
Daftar usulan dari koperasi calon penerima Program Bantuan Pengembangan Kop di Bid Pembiayaan melalui Penyediaan Dana bagi Kelp Perempuan Pelaku Usaha Mikro/Koperasi dari 33 Provinsi
Belum tersedia data terpilah laki-laki dan perempuan penerima bantuan dana sosial
Tersedianya data terpilah laki-laki dan perempuan penerima bantuan dana sosial pelaku usaha mikro dari 600 koperasi.
- Umumnya perempuan tidak memiliki agunan sebagai persyaratan untuk memperoleh pembiayaan
LAMPIRAN A
89
-Jumlah koperasi wanita yang telah memperoleh dana bergulir dari Program PERKASSA sebanyak 447 Kopwan.
90
DEPUTI PEMBIAYAAN
GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Nama K/L
: Kementerian Koperasi dan UKM
Unit Organisas
: Deputi Bidang Pembiayaan
Unit Eselon II/Satker
: Asisten Deputi Urusan Permodalan
Program
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Kegiatan
Pengembangan Akses Permodalan bagi Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Output Kegiatan
Tersalurnya bantuan dana sosial untuk pengembangan kegiatan usaha kepadaanggota koperasi perempuan dan laki-laki
Tujuan
• Meningkatnya kemampuan struktur permodalan perempuan dan laki-laki pelaku usaha mikro anggota koperasi
Analisa Situasi
• Dari sejumlah 166.155 koperasi terdiri dari 2.481 kopwan. Pengalaman memberikan dana melalui Program PERKASSA yang lalu dapat diakses oleh 443 Kopwan. Sehubungan dengan dialihkan program PERKASSA ke LPDB, maka dilanjutkan dengan bantuan dana sosial (lihat kajian) agar berkesinambungan. • Belum terpilahnya data laki-laki dan perempuan anggota kop penerima dana bantuan sosial • Belum optimalnya kebijakan pelaksanaan PUG dibidang kop usaha mikro dan kecil untuk Kementerian/Lembaga baik di pusat maupun di daerah • Akses: Perempuan Pelaku Usaha Mikro sulit mengakses pembiayaan ke Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, untuk itu dengan adanya program bantuan dana sosial untuk memberikan kemudahan dalam permodalan. • Partisipasi: Perempuan lebih banyak yang berperan daripada laki-laki untuk mengajukan pinjaman ke koperasi penerima dana bantuan sosial dlm rangka pengembangan usaha bagi pelaku usaha skala mikro melalui koperasi. Secara umum kondisi ini dapat mempercepat ketinggalan perempuan dalam mengakses pinjaman/pembiayaan • Manfaat: Bantuan dana sosial lebih banyak dimanfaatkan oleh perempuan • Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 03/Per/M.KUKM/VI/2010 tentang Pedoman Program Bantuan Pengembangan Koperasi, maka prosedur dan persyaratan koperasi peserta penerima program dan anggota pelaku usaha mikro memenuhi sasaran yang diharapkan. • Tersalurnya bantuan dana sosial untuk pengembangan kegiatan usaha kepada anggota koperasi perempuan dan laki-laki
LAMPIRAN A
91
Rencana Aksi
Komponen Input 1
Sosialisasi Pedoman teknis Program Bantuan Pengembangan Kop di Bid Pembiayaan melalui Penyediaan Dana bagi Kelp Perempuan Pelaku Usaha Mikro/Koperasi kepada koperasi peserta program. - Rapat Koordinasi dengan Instansi Terkait - Pastikan petugas sosialisasi terdiri dari perempuan dan laki-laki agar pelaksanaan dapat dilakukan di seluruh provinsi yang menjadi cakupan wilayah - Libatkan peserta diskusi dengan target aparat pembina program - Bimbingan ,supervisi dalam rangka Pengembangan Usaha bagi Pelaku Usaha Mikro melalui Koperasi. - Temu Konsultasi Peserta Program Bantuan Dana Sosial - Monitoring dan Evaluasi Program. - penyempurnaan Pedoman
Komponen Input 2
Menghimpun data terpilah laki-laki dan perempuan pelaku usaha mikro penerima bantuan dana sosial melalui koperasi. - Identifikasi data Koperasi Calon Penerima Program - Pastikan Pelaku Usaha Mikro anggota Koperasi peserta program terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Alokasi Anggaran Output Kegiatan Dampak/ hasil Output kegiatan
Rp 60.000.000.000
Enam puluh milyar rupiah (untuk 600 koperasi)
Tersedianya daftar usulan dari koperasi calon penerima Program Bantuan Pengembangan Kop di Bid Pembiayaan melalui Penyediaan Dana bagi Kelp Perempuan Pelaku Usaha Mikro/Koperasi dari 33 Provinsi Terealisasinya data terpilah laki-laki dan perempuan anggota Koperasi penerima bantuan dana sosial sekaligus memperkuat struktur permodalan 600 koperasi dan kemampuan anggota koperasi usaha mikro
92
DEPUTI PEMBIAYAAN
TOR (TERMS OF REFERENCE) BANTUAN DANA SOSIAL DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA BAGI PELAKU USAHA MIKRO MELALUI KOPERASI
Kementerian /Lembaga
: Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah
Unit Eselon I
: Deputi Bidang Pembiayaan
Program
: Pemberdayaan Koperasi Dan UMKM
Hasil
: Tersedianya Data Terpilah Laki-Laki Dan Perempuan Penerima Bantuan Dana Sosial Pelaku
Unit Eselon II/Satker
: Asisten Deputi Urusan Permodalan
Usaha Mikro Kegiatan
: Program Penyediaan Dana Bagi Kelompok Perempuan Pelaku Usaha Mikro
Sub Kegiatan
: Dana Bantuan Sosial Bagi Kelompok Perempuan Pelaku Usaha Mikro
Indikator Kinerja Kegiatan
: Tersalurkannya Dana Bagi Kelompok Perempuan Pelaku Usaha Mikro
Satuan Ukur Dan Jenis Keluaran
: Rp.63.000.000.000-,(Enam Puluh Tiga Milyar) Untuk 600 Koperasi @ Rp. 100 Juta Dan
Volume
: 600 Koperasi
Rp.3 Milyar Untuk Fasilitasi Bantuan Dana Sosial.
A. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum •
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3790);
•
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;
•
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4866);
LAMPIRAN A
93
•
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4867);
•
Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
•
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2009 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009.
•
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.05/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Bergulir pada Kementerian Negara/Lembaga.
•
Peraturan Menteri Keuangan nomor 119/PMK.02/2009 tentang Tujuh Pilot Project Anggaran yang Responsif Gender Tahun 2010, yang mengatur penyusunan dan penelaahan rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga dan mengintegrasikan dengan perencanaan yang responsif gender
•
Renstra Kementerian Negara Koperasi dan UKM Tahun 2010 – 2014
•
Kesepakatan Bersama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Kementerian Koperasi dan UKM no. 05/MEN.PP dan PA/IV/2010 dan no. 05/NKB/M.KUKM/IV/2010 tentang Pemberdayaan Perempuan dalam rangka Mewujudkan Kesetaraan Gender Melalui Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
•
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 03/Per/M.KUKM/VI/2010 tentang Pedoman Program Bantuan Pengembangan Koperasi
•
Peraturan Dep Menteri Bid Pembiayaan No.30/Per/Dep.3/VI/2010 tentang Pedoman teknis Program Bantuan Pengembangan Koperasi di Bidang Pembiayaan melalui Penyediaan Dana bagi Kelompok Perempuan Pelaku Usaha Mikro/Koperasi
2. Gambaran Umum •
Pada kondisi krisis ekonomi global yang telah terjadi dewasa ini berdampak luas baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Disisi lain berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Maret 2009 kondisi masyarakat miskin di Indonesia jumlahnya relatif masih cukup besar mencapai 32,53 juta jiwa, meskipun angka tersebut menurun bila dibandingkan pada tahun 2008 yang mencapai 34,96 juta jiwa.
•
Dalam menghadapi permasalahan tersebut, maka peran pelaku usaha, khususnya Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menegah (KUMKM) telah terbukti mampu bertahan dan tetap eksis dalam menghadapi berbagai krisis yang terjadi. KUMKM merupakan bentuk usaha yang dilaksanakan oleh sebagian besar / mayoritas masyarakat pelaku usaha dengan menggunakan bahan baku dan sumber daya lokal serta dukungan komposisi modal sendiri lebih besar dari pada modal luar.
•
Berdasarkan data BPS tahun 2008, Jumlah UMKM mencapai 51,26 Juta unit usaha atau (99,91 %) dari total unit usaha nasional, yang terdiri 50,70 Juta (98,90 %) usaha mikro, 520,22 Ribu (1,01 %) usaha kecil dan 39,66 ribu usaha menengah. UMKM juga telah memberikan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja sebanyak 90,9 juta pekerja, pembentukan terhadap terhadap PDB nasional sebesar Rp. 2.609,4 trilliun, Nilai investasi sebesar Rp. 640,4 triliun dan penciptaan devisa sebesar Rp. 183,8 triliun.
94
DEPUTI PEMBIAYAAN
•
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM pada bulan Juni 2009 menunjukkan bahwa data jumlah koperasi Nasional adalah sebesar 166.155 unit dengan jumlah anggota koperasi nasional adalah 26.230.000. Dari jumlah koperasi nasional tersebut termasuk diantaranya 2.481 kopwan dengan jumlah anggota Koperasi Wanita Nasional 378.510 orang. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM pada tahun 2006-2007 telah menyalurkan dana bergulir melalui Program PERKASSA yang dapat diakses oleh 443 unit Kopwan. Dengan dialihkan program PERKASSA ke LPDB (Lembaga Pengelola Dana Bergulir) belum melakukan data terpilah antara laki-laki dan perempuan anggota koperasi penerima dana bantuan sosial.
•
Dalam pelaksanaan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM masih dirasakan adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam kegiatan berkoperasi maupun berusaha walaupun telah banyak kebijakan, program kegiatan yang ditujukan untuk mempercepat penurunan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki. Oleh karena itu Program Perkuatan Permodalan dilanjutkan dengan Program Bantuan Dana Sosial (BANSOS) sejak tahun 2010.
Tujuan Program Bantuan Dana Sosial adalah untuk meningkatkan kemampuan struktur Permodalan bagi Perempuan Pelaku usaha Skala Mikro melalui Koperasi. Sasaran Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah: •
Kelompok Perempuan Pelaku Usaha Skala Mikro
•
Meningkatkan permodalan Perempuan Pelaku Usaha Mikro,
•
Memperkuat struktur Permodalan Koperasi.
B. PENERIMA MANFAAT Dalam rangka pemberdayaan UMKM, maka peluang dan kesempatan yang setara antara laki-laki dan perempuan pelaku usaha mikro perlu menjadi perhatian semua pihak. Pada koperasi wanita, perempuan lebih banyak yang berperan daripada laki-laki, untuk mengakses pinjaman/pembiayaan kepada koperasi peserta Program Bantuan Dana Sosial. Pada Tahun Anggaran 2011 Program Bantuan Dana Sosial diperuntukkan untuk 600 Koperasi yang diperkirakan akan dimanfaatkan oleh 15.000 anggota koperasi pelaku usaha mikro Diharapkan program ini dapat dimanfaatkan lebih banyak oleh perempuan pelaku usaha mikro untuk mempercepat ketinggalan perempuan dalam mengakses pinjaman/pembiayaan.
LAMPIRAN A
95
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 1. Metode Pelaksanaan Metode Pelaksanaan Kegiatan Bantuan Dana Sosial dalam rangka Pengembangan Usaha bagi Pelaku Usaha Skala Mikro dilaksanakan dengan metode swakelola 2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan 1). Tahapan Pelaksanaan: a. Rapat Koordinasi dengan Instansi Terkait: -
Menentukan alokasi Koperasi peserta program
-
Inventarisir Proposal Koperasi calon peserta program
b. Sosialisasi Pedoman kepada Pembina Koperasi Tk. Provinsi dan Kabupaten/Kota. c. Identifikasi data KoperasiCalon Penerima Program d. Bimbingan ,supervisi dalam rangka Pengembangan Usaha bagi Pelaku Usaha Mikro melalui Koperasi. e. Temu Konsultasi Peserta Program Bantuan Dana Sosial f. Monitoring dan Evaluasi Program. g. Penyusunan penyempurnaan Pedoman Bantuan Dana Sosial dalam rangka Pengembangan Usaha Bagi Pelaku Usaha Mikro melalui Koperasi 2). Waktu Pelaksanaan : Program Bantuan Dana Sosial dalam rangka Pengembangan Usaha bagi Pelaku Usaha Mikro ini, dilaksanakan pada Tahun Anggaran 2011
D. WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN a. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan Bantuan Dana Sosial dalam rangka Pengembangan Usaha bagi Pelaku Usaha Mikro melalui Koperasi , Kegiatan ini direncanakan diselesaikan dalam waktu 9 (sembilan) bulan.
96
DEPUTI PEMBIAYAAN
b. Matrik Pelaksanaan Kegiatan
No.
Agenda
WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN (BULAN) 1
1.
Koordinasi dengan instansi terkait
2.
Sosialisasi Pedoman Bantuan Dana Sosial bagi Pelaku Usaha skala Mikro melalui Koperasi.
3.
Identifikasi data Koperasi Calon Penerima Program.
4.
Bimbingan dan supervisi dalam rangka Bantuan Dana Sosial bagi Pelaku Usaha Skala Mikro melalui Koperasi.
5.
Temu Konsultasi Peserta Program Bantuan Dana Sosial bagi Pelaku Usaha Skala Mikro melalui Koperasi.
6.
Monitoring dan evaluasi .
7.
Penyusunan Pedoman Bantuan Dana Sosial bagi Pelaku Usaha Skala Usaha Mikro melalui Koperasi
2
3
4
5
6
7
8
9
E. BIAYA YANG DIPERLUKAN Total Pembiayaan kegiatan Bantuan Dana Sosial dalam dalam rangka Pengembangan bagi Pelaku Usaha Skala Mikro melalui Koperasi sebesar Rp. 60 Milyar serta dana fasilitasinya sebesar Rp. 3 Milyar , bersumber dari dana APBN Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada Deputi Bidang Pembiayaan Tahun 2011 dengan Total Pembiayaan berjumlah sebesar Rp 63.000.000,-(Enam puluh tiga milyar rupiah). Jakarta, Juni 2010 Asisten Deputi Urusan Permodalan
LAMPIRAN A
97
A DEPUTI PEMASARAN DAN JARINGAN USAHA
LAMPIRAN A
99
100
DEPUTI PEMBIAYAAN
MATRIX LEMBAR KERJA GAP DAN POP DEPUTI PEMASARAN DAN JARINGAN USAHA KOLOM 1 Plih Kebjakan atau Kegiatan yang akan dianalisis Program: Pemberdayaan Koperasi dan UMKM Kegiatan: Pengembangan jaringan pemasaran Produk KUKM Sub Kegiatan: Usaha Mikro melalui klinik Tujuan: Meningkatkan kemampuan dan daya saing UMKM Meningkatkan kepercayaan konsumen Meningkatkan akses pasar produk usaha mikro
2 Data pembuka wawasan # Belum adanya hasil pemetaan pelaksanaan PUG dibidang KUKM khususnya pada kegiatan Peningkatan produktivitas usaha mikro melalui klinik bisnis # Belum optimalnya kebijakan pelaksanan PUG pada program pemberdayaan usaha mikro khusus pada kegiatan Peningkatan produktivitas usaha mikro melalui klinik bisnis
3
4
5
Isu gender Faktor kesenjangan - Kurangnya akses perempuan terhadap informasi tentang program pemberdayaan KUMKM - Perempuan kurang mendapatkan manfaat dari kegitan khususnya Peningkatan produktivitas usaha mikro melalui klinik bisnis - Kurangnya akses minatnya perempuan dalam mengembangkan usahanya
6
7
Kebijakan dan rencana aksi ke depan
Sebab kesenjangan internal
Sebab kesenjangan eksternal
- Masih lemahnya koordinasi kementerian KUKM khususnya dengan KPP - Terbatasnya anggaran untuk kegiatan yang sifatnya responsif gender - Kurangnya sosialisasi tentang program/ kegiatan Kementerian KUKM - Masih terbatasnya SDM para usaha mikro untuk dapat mengakses informasi
- Masih kentalnya budaya patriarki khususnya pada perempuan dan pengambilan keputusan gender stereotype dalam kegiatan ekonomi - Belum adanya keberpihakan kebijakan bagi kegiatan yang sifatnya responsif gender
Reformulasi tujuan - Meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk usaha mikro - Meningkatkan kemampuan dan keterampilan para usaha mikro dalam proses produksi - Meningkatkan kualitas atau mutu produk usaha mikro
Rencana aksi - Identifikasi produk usaha mikro - Penyusunan pedoman klinik bisnis usaha mikro - Diseminasi klinik bisnis usaha mikro - Pelaksanaan klinik bisnis usaha mikro - Penyusunan pola kebijakan pengembangan klinik bisnis usaha mikro responsif gender - evaluasi dan pelaporan kegiatan
8
9
Pengukuran Hasil Data dasar (base line)
Indikator Gender
Belum adanya hasil pemetaan produk usaha mikro secara terpilah - Belum tersedianya pedoman klinik bisnis usaha mikro - Belum adanya diseminasi klinik usaha mikro bagi pelaku usaha laki2 dan perempuan - Belum adanya pola kebijakan pengembangan klinik usaha mikro responsif gender
- Tersedianya data base produk usaha mikro terpilah - Tersusunya pedoman untuk kegiatan klinik bisnis usaha mikro yang responsif gender - Terlaksananya disseminasi klinik bisnis usaha mikro - Terlaksananya kegiatan klinik bisnis bagi usaha mikro - Terlaksananya evaluasi dan pelaporan kegiatan
LAMPIRAN A
101
# Belum adanya data terpilah dibidang Peningkatan produktivitas usaha mikro melalui klinik bisnis
102
DEPUTI PEMASARAN DAN JARINGAN USAHA
GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Nama K/L
: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Unit Organisasi
: Deputi Menteri Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha
Unit Eselon II/Satker
: Asisten Deputi Urusan Perdagangan Dalam Negeri
Program
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Kegiatan
Pengembangan Jaringan Pemasaran Produk Koperasi dan UMKM
Output Kegiatan
• Terfasilitasinya UMKM untuk meningkatkan pengetahuan dan tatacara berproduksi yang baik dan benar. • Tersedianya data dan analisis para peserta atau usaha mikro yang mengikuti pelaksanaan peningkatan produktifitas usaha mikro melalui klinik bisnis. • Tersosialisasinya materi yang bermuatan responsif gender • Terlaksananya kegiatan peningkatan produktifitas usaha mikro melalui klinik bisnis yang diikuti para usaha mikro secara proposional (antara laki-laki dan perempuan)
Tujuan
• Mendorong adanya data base produk usaha mikro • Mendorong Tersusunya pedoman klinik bisnis usaha mikro terlaksananya disseminasi klinik bisnis usaha mikro • Mendorong terlaksananya klinik bisnis usaha mikro • Mendorong tersusunnya pola pengembangan klinik bisnis usaha mikro • Mendorong terlaksananya evaluasi dan pelaporan kegiatan
Analisa Situasi
• Sesuai dengan UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yaitu pada pasal 5 yang mengamanatkan bahwa pemberdayaan UMKM ditujukan untuk a) mewujudkan struktur perekonomian nasioanl yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan; b) menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha mikro, kecil dan menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri, dan c) meningkatkan peran usaha mikro, kecil, dan menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengetasan rakyat dari kemiskinan • Sudah adanya beberapa kegiatan di Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha dalam rangka pengembangan atau pemberdayaan UMKM namun kegiatan tersebut belum mencerminkan adanya proses meksnisme keadilan dan kesetaraan gender (belum mengakomodasi kepentingan gender) atau dengan kata lain kegiatan-kegiatan tersebut masih bersifat netral gender (melalui proses kemanfaatan bagi seluruh masyarakat tanpa melakukan proses analisis gender)
LAMPIRAN A
103
Rencana Aksi
Alokasi Anggaran Output Kegiatan
Komponen Input 1
Indentifikasi Produk Usaha Mikro - Rapat pembentukan tim kerja identifikasi usaha mikro dengan menjamin keterwakilan perempuan - Tim kerja yang terdiri atas laki-laki dan perempuan menyusun panduan untuk pengidentifikasian Produk Usaha Mikro. - Pengumpulan data ke lapangan - Penyusunan laporan
Komponen Input 2
Penyusunan Pedoman Klinik Bisnis Usaha Mikro - Rapat pembentukan tim penyusun pedoman - Pembuatan draft pedoman - Workshop pembahasan draft pedoman - Workshop Finalisasi draft pedoman
Komponen Input 3
Diseminasi Klinik Bisnis Usaha Mikro - Tim diseminasi yang terdiri dari laki-laki dan perempuan - Pembuatan laporan diseminasi
Komponen Input 4
Pelaksanaan Klinik Bisnis Usaha Mikro - SDM laki-laki dan perempuan yang menyediakan jasa pelayanan klinik bisnis usaha mikro
Komponen Input 5
Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan - Penyiapan tim - Rapat menyepakati indikator evaluasi - Pengembangan panduan evaluasi - Pelaksanaan evaluasi - Pembuatan laporan
Rp. 1.000.000.000
Satu Milyar Rupiah
Dampak/ hasil Output kegiatan
104
DEPUTI PEMASARAN DAN JARINGAN USAHA
• Meningkatnya pengetahuan dan pemahaman serta keterampilan para usaha mikro peserta kegiatan Peningkatan produktifitas usaha mikro melalui klinik bisnis baik lakai-laki maupun perempuan. • Meningkatnya kualitas oleh para pelaku usaha peserta Peningkatan produktifitas usaha mikro melalui klinik bisnis. • Terimplementasinya kebijakan dalam melaksanakan tupoksi Kementerian KUKM yang selaras dengan semangat PIUG. • Terbukanya akses pasar produk usaha mikro dan meningkatnya pendapatan para usaha mikro
TOR (TERMS OF REFERENCE)
Kementerian/Lembaga
:
Koperasi dan Usaha Kecil dasn Menengah
Unit Eselon I
:
Deputi Bidang Pemasaran & Jaringan Usaha
Program
:
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Hasil
:
Terbukanya akses pasar produk usaha mikro dan meningkatnya pendapatan para pelaku usaha melalui klinik bisnis.
Unit Eselon II/Satker
:
Asisten Deputi Urusan Perdagangan Dalam Negeri
Kegiatan
: Pengembangan Jaringan Pemasaran Produk Koperasi dan UKM
Sub Kegiatan
: Pengembangan usaha mikro melalui klinik bisnis
Indikator Kinerja Kegiatan
: Tersedianya layanan klinik bisnis usaha mikro
Satuan Ukur dan Jenis Keluara
: Jumlah klinik bisnis usaha mikro
Volume
: 100 buah
A. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah c. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional d. PMK No :119/PMK.02 Tahun 2009 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelahaan RKA-KL dan Penyusunan, Penelahaan, Pengesahan dan Pelaksanaan DIPA TA 2010. e. Renstra dan RKP Kementerian Koperasi dan UKM 2. Gambaran Umum •
Sesuai dengan UU No 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah yaitu pada pasal 5 yang mengamanatkan bahwa pemberdayaan UMKM ditujukan untuk a) mewujudkan struktur perekonomian nasioanl yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan; b) menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha mikro, kecil dan
LAMPIRAN A
105
menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri, dan c) meningkatkan peran usaha mikro, kecil, dan menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan •
Sudah adanya beberapa kegiatan di Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha dalam rangka pengembangan atau pemberdayaan UMKM namun kegiatan tersebut belum mencerminkan adanya proses meksnisme keadilan dan kesetaraan gender (belum mengakomodasi kepentingan gender) atau dengan kata lain kegiatan-kegiatan tersebut masih bersifat netral gender (melalui proses kemanfaatan bagi seluruh masyarakat tanpa melakukan proses analisis gender)
•
Walaupun kegiatan-kegiatan tersebut belum mencerminkan responsif gender kedepan kegiatan-kegiatan tersebut akan tetap dilaksanakan dan berusaha untuk diarahkan melalui proses mekanisme analisis gender dengan memasukan materi gender kedalam kegaiatan terseut khususnya pada kegiatan Peningkatan produktifitas usaha mikro melalui klinik bisnis.
•
Adapun target sasaran dari kegiatan Peningkatan produktifitas usaha mikro melalui klinik bisnis diarahkan dan berusaha untuk memenuhi rasa keadilan dan manfaat yag sama baik laki-laki ataupun perempuan (gender)
Tujuan •
Mendorong adanya data base produk usaha mikro
•
Mendorong tersusunnya pedoman klinik bisnis usaha mikro terlaksananya disseminasi klinik bisnis usaha mikro
•
Mendorong terlaksananya klinik bisnis usaha mikro
•
Mendorong tersusunnya pola pengembangan klinik bisnis usaha mikro
•
Mendorong terlaksananya evaluasi dan pelaporan kegiatan
Sasaran •
Jumlah usaha mikro atau peserta yang mengikuti disseminasi diharapkan proporsioanl antara laki-laki dan perempuan sehingga mencerminkan responsif gender
•
100% dari usaha mikro atau peserta yang mengikuti disseminasi menjadi peserta pelakaanaan peningkatan produktifitas usaha mikro melalui klinik bisnis
B. Penerima Manfaat 1. Internal : -
Para Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengertian pengarusutamaan Gender, sehingga dalam memberikan kebijakan dapat dilakukan secara proposional.
106
DEPUTI PEMASARAN DAN JARINGAN USAHA
2. Eksternal : -
Para pelaku usaha (Usaha Mikro) baik perempuan ataupun laki-laki akan mendapatkan manfaat yang sama secara proposional.
C. Strategi Pencapaian Keluaran 1. Metode Pelaksanaan Dukungan pengembangan kemitraan yang melibatkan usaha mikro dalam mengembangkan produk-produk unggulan yang berbasis rantai nilai, subkontrak, alih teknologi, pemasaran/ekspor dan investasi. a. Indentifikasi Produk Usaha Mikro b. Penyusunan Pedoman Klinik Bisnis Usaha Mikro c. Disseminasi Klinik Bisnis Usaha Mikro d. Pelaksanaan Klinik Bisnis Usaha Mikro e. Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan 2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan a. Indentifikasi Produk Usaha Mikro : Maret – Mei 2010 (3 bulan) •
Rapat persiapan/koordinasi
•
Penyusunan panduan dan draft kuesioner
•
Pembahasan draft kusioner
•
Perjalanan dalam rangka identifikasi
•
Laporan hasil
b. Penyusunan Pedoman Klinik Bisnis Usaha Mikro : April – Mei 2010 (1,5 bulan) •
Rapat persipan
•
Penyusunan bahan
•
Konsinyering dalam rangka Penyusunan Pedoman
•
Laporan hasil
c. Disseminasi Klinik Bisnis Usaha Mikro : Juni – Juli 2010 (1,5 bulan) •
Rapat Persiapan
•
Penyusunan Bahan Disseminasi
•
Pelaksanaan disseminasi ke daerah
•
Laporan hasil
LAMPIRAN A
107
d. Pelaksanaan Klinik Bisnis Usaha Mikro : Juli – Oktober 2010 (3 bulan) •
Rapat Persiapan
•
Temu solusi dan pelatihan teknis
•
Laporan hasil
e. Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan : November – Desember 2010 (2 bulan) •
Rapat Persiapan
•
Penyusunan bahan
•
Konsinyering
•
Laporan hasil
Kegiatan ini dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan pada tahun anggaran 2011 dilakukan untuk Provinsi di wilayah Pulau Jawa.
D. Waktu Pencapaian Keluaran Pencapaian keluaran secara Nasional adalah dilakukan 4 tahun anggaran (2011 s/d 2014), yaitu : •
Tahun I (TA. 2011) meliputi : Provinsi/DI yang ada di wilayah pulau Jawa dan Bali.
•
Tahun II (TA. 2012) meliputi : Provinsi/DI yang ada wilayah pulau Sumatera.
•
Tahun III (TA. 2013) meliputi : Provinsi/DI yang ada wilayah pulau Kalimantan, NTB dan NTT.
•
Tahun IV (TA. 2014) meliputi : Provinsi/DI yang ada wilayah pulau Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Irian Barat dan Papua.
E. Biaya yang Diperlukan Total biaya yang diperlukan adalah sebesar Rp 2.750.000.000,- (Dua milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah) dibebankan pada anggaran APBN satker Kementerian Koperasi dan UKM Tahun anggaran 2011 diterangkan dalam RAB.
Penanggung jawab
Asisten Deputi Urusan Perdagangan Dalam Negeri
108
DEPUTI PEMASARAN DAN JARINGAN USAHA
A DEPUTI SUMBER DAYA MANUSIA
LAMPIRAN A
109
110
DEPUTI SUMBER DAYA MANUSIA
MATRIX LEMBAR KERJA GAP DAN POP DEPUTI SUMBER DAYA MANUSIA KOLOM 1 Plih Kebjakan atau Kegiatan yang akan dianalisis
2 Data pembuka wawasan
3
4
5
Isu gender Faktor kesenjangan
6
7
Kebijakan dan rencana aksi ke depan
Sebab kesenjangan internal
Sebab kesenjangan eksternal
Pengurus dan pengelola KJK banyak didominasi oleh laki-laki
Masih kentalnya budaya patriarkhi dalam pengambilan keputusan pada kegiatan ekonomi.
Reformulasi tujuan
Rencana aksi
8
9
Pengukuran Hasil Data dasar (base line)
Indikator Gender
Program Pemberdayaan koperasi dan UKM Kegiatan Peningkatan kapasitas dan komptensi SDM pengelola LKM/KSP/USP
Jumlah manajer KJK yang mengikuti uji kompetensi tidak seimbang antara manajer KJK laki-laki dengan manajer KJK perempuan Jumlah manajer KJK yang mengikuti uji kompetensi lebih banyak didominasi manajer KJK laki-laki
Kurangnya akses manajer KJK perempuan dalam memperoleh informasi SKKNI+C13 Manager KJK perempuan kurang termotivasi untuk mengikuti uji kompetensi, walaupun telah mengikuti diklat sertifikasi kompetensi.
Masih kentalnya budaya patriarkhi, sehingga dalam pengambilan keputusan manager KJK perempuan kurang dilibatkan.
Manajer KJK perempuan kurang termotivasi untuk mengikuti uji kompetensi, walau telah mengikuti diklat sertifikasi kompetensi.
Meningkatnya kemampuan, sikap dan keterampilan manajer KJK perempuan dengan mendorong dan memotivasi manajer KJK perempuan untuk mengikuti uji kompetensi.
Sosialisasi SKKNI bagi KJK melalui lokakarya ke 10 propinsi. Diklat sertifikasi kompentensi bagi manajer KJK dengan memberikan affirmatif action kepada manajer KJK perempuan.
Sosialisasi SKKNI baru dilakukan di 3 propinsi (jatim, jateng dan jabar) yang didanai dari APBN, dan 2 propinsi (lampung dan kalsel) dibiayai oleh Pemda setempat.
Tersosialisasi nya SKKNI di 10 propinsi kepada KJK khususnya manager. Terdidiknya 72 orang manager KJK perempuan dari 240 peserta diklat di 8 propinsi
Dari 120 peserta diklat sertifikasi kompetensi tahun 2009, hanya ada 16 peserta peremouan.
LAMPIRAN A
111
Sub Kegiatan, Diklat sertifikasi kompetensi bagi manager KJK
Tujuan, Meningkatkan kemampuan, sikap dan ketrampilan manager KJK
112
Manajer KJK perempuan kurang termotivasi untuk mengikuti uji kompetensi hal ini terjadi karena, 1. lokasi uji kompetensi jauh dari tempat tinggal 2. Biaya yang diperlukan dinilai mahal (2,5 jt) 3. Kurang memahami arti pentingnya kompeten yang terkait dengan profesi manajer. 4. Adanya hubungan patriarkhi yang lebih mengutamakan laki-laki dibandingkan perempuan.
DEPUTI SUMBER DAYA MANUSIA
Biaya untuk mengikuti uji kompetensi sebesar 2,5 juta dinilai terlalu mahal oleh manajer KJK perempuan.
GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Nama K/L
: Kementerian Koperasi dan UKM
Unit Organisasi
: Deputi Bidang Pengembangan SDM
Unit Eselon II/Satker
: Asdep Urusan Advokasi/Satker Kementerian Koperasi dan UKM
Program
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Kegiatan
Peningkatan kompetensi pengusaha skala mikro, kecil dan menengah serta pengelola koperasi
Output Kegiatan
Peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM pengelola LKM/KSP/USP.
Tujuan
Meningkatnya kemampuan, sikap dan keterampilan manajer KJK perempuan dengan mendorong dan memotivasi manajer perempuan untuk mengikuti uji kompetensi.
Analisa Situasi
1. Jumlah manager KJK yang mengikuti uji kompetensi tidak seimbang antara manajer KJK laki-laki dan manager KJK perempuan. 2. Jumlah manager KJK yang mengikuti uji kompetensi lebih didominasi oleh manager KJK lakilaki. 3. Manager KJK perempuan kurang termotivasi untuk mengikuti uji kompetensi, walau mereka telah mengikuti diklat sertifikasi komptensi, hal ini terjadi karena : - Lokasi uji kompetensi dirasakan terlalu jauh dari tempat tinggal mereka, - Biaya yang diperlukan sebesar 2,5 juta dianggap terlalu mahal, - Pemahaman terhadap uji kompetensi dirasakan kurang memberi manfa’at bagi manager KJK perempuan, - Adanya hubunga patriarkhi antara laki-laki dan perempuan, sehingga dalam banyak kesempatan lebih diutamakan laki-laki. 4. Kurangnya akses manager KJK perempuan dalam memperoleh informasi SKKNI. 5. Pengurus dan pengelola KJK banyak didominasi laki-laki, 6. Masih kentalnya budaya patriarkhi dalam pengambilan keputusan pada kegiatan ekonomi. 7. Manager KJK perempuan kurang termotivasi untuk mengikuti uji kompetensi.
Rencana Aksi
Komponen Input 1
Sosialiasi SKKNI bagi KJK di 10 propinsi, - Identifikasi KJK selaku calon peserta sosialisasi, - Penggandaan bahan sosialisai, - Seleksi calon peserta sosialisasi, - Pelaksanaan sosialisasi, - Evaluasi dn pelaporan
LAMPIRAN A
113
Alokasi Anggaran Output Kegiatan Dampak/ hasil Output kegiatan
114
DEPUTI SUMBER DAYA MANUSIA
Komponen Input 2
Diklat sertifikasi kompeensi bagi manager KJK serta memberikan afirmatif actin bagai manger KJK perempuan, dengan tahapan sebagai berikut : - Identifikasi calon peserta, - Seleksi calon peserta - Pelaksanaan diklat sertifikasi kompetensi, - Evaluasi, - Pelaporan.
Rp. 2.400.000.000,-
Dua milyar empat ratus juta rupiah. - Terlaksananya sosialisasi SKKNI bagi KJK di 8 propinsi - Meningkatnya pemahaman manager KJK perempuan tentang SKKNI - Terselengaranya diklat Sertifikasi Kompetensi bagi manager KJK di 8 propinsi. - Termotivasinya manager KJK perempuan untuk melakukan uji kompetensi. - Terdidiknya 240 orang manager KJK yang didalamnya adalah manager KJK perempuan sebanyak 72 orang.
TOR (TERMS OF REFERENCE) KERANGKA ACUAN KEGIATAN BIDANG KOPERASI DAN USAHA KECIL TAHUN 2011
Kementerian/Lembaga
:
Koperasi Dan UKM
Unit Eselon I
:
Deputi Bidang Pengembangan SDM
Program
:
Pengembangan Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Pengelola KJK
Hasil
:
Tersosialisasinya SKKNI Bagi KJK, dan Terdidiknya 240 Manager KJK, yang didalamnya adalah Manager KJ Perempuan sebanyak 72 orang bersertifikat kompetensi.
Unit Eselon II/Satker
:
Asdep Advokasi/Kementerian Koperasi Dan UKM
Kegiatan
:
Peningkatan Kapasitas Dan Kopetensi SDM Pengelola LKM/KSP/USP
Sub Kegiatan
:
Diklat Sertifikasi Kompetensi Bagi Manager KJK
Indikator Kinerja Kegiatan
:
Terdidiknya 240 Orang Manager KJK Dan 72 Orang Manager KJK Perempuan yang
Satuan Ukur /Jenis Keluaran
:
Manager yang bersertifikat kompetensi
Volume
:
240 orang manager KJK
memiliki sertifikat kompetensi.
A. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum •
UU No,25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
•
UU No,13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
•
UU No,20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
•
PP No,9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi
•
PP No. 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)
•
Kepmen Koperasi dan PKM No. 351/KEP/M/XII/1998 tetntang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi.
•
Kepmen Koperasi dan PKM No. 194/KEP/M/IX/1998 tetntang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kesehatan KSP dan USP.
•
Kepmen Koperasi dan UKM No. 91/KEP/M.KUKM/IX/2004 tetntang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Uasaha Koperasi Jasa Keuangan. LAMPIRAN A
115
•
Kepmen Koperasi dan PKM No. 96/KEP/M.KUKM/XII/1998 tetntang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi.
•
Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 69/MEN/V/2003 tetntang Perubahan Lampiran Kepmen Nakertrans No. 227/ MEN/2003 tentang Tata cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI).
•
Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi KEP.133/MEN/III/2007 tanggal 14 Maret 2007 tentang Penetapan SKKNI Sektor Keuangan Sub Sektor Perantara Keuangan Bidang Koperasi Jasa Keuangan.
•
Permenkeu no 119/2009 tentang 7 instansi pilot proyek arg tahun 2010.
•
Permenkeu no 104/PMK.02/2010 tentang petunjuk penyusunan dan penelaan rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga penyusunan, penelaahan, pengesahan dan pelaksanaan DIPA tahun anggaran 2011.
•
Kesepakatan bersama antara KPP dengan Kementerian Koperasi dan UKM nomor : 05/MEN.PP dan PA/lV/2010 dan nomor : 05/NKB/M.KUKM/IV/2010. Tentang pemberdayaan perempuan dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender melalui pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah.
2. Gambaran Umum •
Sejak tahun 1994, pemerintah telah begitu interaktif untuk mengembangkan KSP/USP Koperasi melalui perkuatan serta kegiatan – kegiatan lainnya. Agar KSP/USP Koperasi dapat menjadi lembaga keuangan yang dapat menjadi instrumen perbudayaan ekonomi rakyat, maka seiring dengan adanya perubahan transformasi informasi yang begitu cepat, tuntutan global serta untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga koperasi jasa keuangan, maka para Manager sebagai eksekutif tertnggi dalam mengelola operasional bisnis jasa keuangan harus kompeten dan Untuk itu program pembekalan bagi SDM Pengelola KJK khususnya difokuskan kepada manager yang kompeten dan profesional merupakan tuntutan masa kini, oleh karenanya sangat tepat jika Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : KEP.133/MEN/III/2007 tanggal 14 Maret 2007 tentang Penetapan SKKNI Sektor Keuangan Sub Sektor Perantara Keuangan Bidang Koperasi Jasa Keuangan, dapat ditindak lanjuti melalui kegiatan pelaksanaan diklat sertifikasi kompetensi manager yang berasal dari unsur KSP/USP Koperasi, Koperasi Kredit dan Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan klasik dalam penyelenggaraan diklat yang lebih di orientasikan pada pengetahuan, tetapi tidak memperhatikan umur, keterampilan dan penumbuhan sikap kerja yang positif,
•
Pendidikan dan pelatihan (diklat) sertifikasi kompetensi manager KJK memiliki peranan yang sangat strategis untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengelola KJK secara kompeten sesuai berdasarkan standar kompetensi kerja secara nasional. Hal ini dimaksudkan sebagai stimulan untuk membangun sistem peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola usaha jasa keuangan, yang merupakan profesi individu dalam industri jasa keuangan koperasi.
•
Kondisi saat ini, banyak manager KJK perempuan yang belum menerima manfa’at atas diadakannya diklat sertifikasi kompetensi bagi manager KJK, kendati para manager KJK perempuan tersebut telah mengikuti diklat. Hal ini terjadi karena untuk mengikuti ujian sertifikasi kompetensi mereka diharuskan membayar sebesar Rp. 2,5 juta. Bagi mereka biaya ini dirasakan berat, mengingat masih banyaknya kebutuhan yang lebih prioritas.
116
DEPUTI SUMBER DAYA MANUSIA
•
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka disusunlah program/kegiatan “Sosialisasi SKKNI dan Diklat Sertifikasi Kompetensi bagi Manager KJK” yang memberi peluang bagi manager KJK perempuan sebesar 30 % untuk mengikuti uji kompetensi pada Deputi Pengembanagn SDM Kementarian Koperasi dan UKM tahun 2011.
Tujuan •
Meningkatkan profesionalisme manager KJK.
•
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan KJK (USP/KSP)
•
Mempercepat terwujudnya KJK sebagai lembaga keuangan yang Profesional
•
Mendorong terciptanya 70 ribu koperasi berkualitas,
•
Membudayakan prinsip Fit & Proper Test bagi calon pengelola Koperasi Jasa Keuangan.
•
Mendorong manager KJK perempuan berperan aktif dalam mengikuti uji kompetensi.
Sasaran •
Meningkatnya motivasi manager KJK perempuan untuk mengikuti uji kompetensi.
•
Menignkatnya jumlah manager KJK peremuan yang berperan dan berpartisipasi aktif dalam pengembangan KJK.
•
Meningkatnya kepercayaan diri manager KJK perempuan, sehingga dapat lebih berperan dalam pengambilan keputusan.
B. PENERIMA MANFAAT Manfaat diadakannya kegiatan ini adalah seluruh manejer KJK (KSP/USP) yang mau dan mampu melaksanakan sesuai dengan Standard Kompetensi Kerja Nasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehinga dapat meningkatkan pelayanan kepada anggota, khusunya bagi manager KJK perempuan.
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 1. Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan kegiatan ini adalah dengan menggunakan partisipasi aktif, melalui : - Ceramah -Tanya Jawab - Diskusi panel - Praktek kerja/study kasus untuk masing-masing unit kompetensi. - Uji kompetensi.
LAMPIRAN A
117
2. Tahapan Pelaksanaan •
•
Sosialiasi SKKNI bagi KJK di 10 propinsi, -
Identifikasi KJK selaku calon peserta sosialisasi,
-
Penggandaan bahan sosialisai,
-
Seleksi calon peserta sosialisasi,
-
Pelaksanaan sosialisasi,
-
Evaluasi dn pelaporan
Tahapan pelaksanaan kegiatan diklat ini akan dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain ; -
Identifikasi dan koordinasi ke seluruh wilayah Indonesia
-
Seleksi calon peserta kegiatan
-
Pelaksanaan kegiatan
-
Evalusai hasil kegiatan diklat
-
Pelaporan
D. WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN Kegiatan diklat sertifikasi manager tersebut dilaksanakan dalam durasi 40 jam pelajaran, dengan materi 11 unit kompetensi. Yang dilakukan sebanyak 8 angkatan di 8 propinsi.
E. BIAYA YANG DIPERLUKAN Sumber pembiayaan dari kegiatan Diklat sertifikasi kompetensi manejer SDM pengelola KJK, dibebankan pada anggaran pembangunan SDM pengelola KJK, berkualitas dibebankan pada Anggaran Pembangunan Deputi Bidang Pengembangan SDM Kementerian Koperasi dan UKM Tahun Anggaran 2009, yang memerlukan biaya sebesar Rp. 2.400.000.000,(dua milyar empat ratus juta rupiah) sebagaimana rincian terlampir :
Jakarta, 2010 Asdep Urusan Advokasi
118
DEPUTI SUMBER DAYA MANUSIA
A DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN RESTRUKTURISASI USAHA
LAMPIRAN A
119
120
DEPUTI SUMBER DAYA MANUSIA
MATRIX LEMBAR KERJA GAP DAN POP DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN RESTRUKTURISASI USAHA KOLOM 1 Plih Kebjakan atau Kegiatan yang akan dianalisis Pilih Kebijakan atau program atau kegiatan yang akan dianalisis Program: Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Kegiatan: Pendampingan produktivitas dan mutu KUMKM Sub Kegiatan: Pendampingan dan Pendaftaran Merek Dagang dan Desain Industri. (HKI)
2 Data pembuka wawasan Pemanfaatan Sistem HKI dikalangan UMK masih relatif rendah ( ± 6 %) sebagai contoh di provinsi Jabar Kendalanya antara lain : (i) Minimnya sosialisasi (ii) masih ada kesan pengurusan HKI membutuhkan biaya tinggi, waktunya lama dan rumit serta hanya untuk perusahaan besar (iii) minimnya akses informasi HKI
3
4
5
Isu gender Faktor kesenjangan Laki-laki lebih banyak memperoleh akses informasi terhadap HKI dibandingkan perempuan Peserta pendampingan lebih banyak laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Sebab kesenjangan internal Masih kurangnya perhatian para perencana program untuk menyusun rencana yang reposnisf gender terutama dalam menentukan kelompok sasaran dan penerima manfaat.
6
7
Kebijakan dan rencana aksi ke depan Sebab kesenjangan eksternal
Reformulasi tujuan
Program HKI belum dianggap penting oleh pelaku UMKM
Meningkatkan kualitas produk KUKM dan angka pemasarannya
Stereotipe dalam masyarakat bahwa perempuan tidak tertarik untuk hal-hal yang terkait formalitas kelembagaan.
Stereotipe dalam masyarakat bahwa perempuan tidak tertarik untuk hal-hal yang terkait formalitas kelembagaan.
Rencana aksi
8
9
Pengukuran Hasil Data dasar (base line)
Sosialisasi HKI di kalangan UMK
Pemanfaatan HKI oleh UMK baru 16 %
Pendampingan dan Pendaftaran HKI bagi KUKM bagi pelaku usaha laki-laki dan perempuan
Pendampingan pelaku UMK perempuan untuk pendaftaran HKI
Indikator Gender Meningkatnya pemanfaat HKI dari 16% menjadi 25 % Meningkatnya pelaku UMK perempuan yang memperoleh pendampingan untuk pendaftaran HKI.
Laki-Laki lebih banyak mendapatkan manfaat dari program pendampingan HKI dibandingkan perempuan
Tupoksi: Penyiapan [erumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang Produktivitas dan Mutu
LAMPIRAN A
121
GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Nama K/L
: Kementerian Koperasi dan UKM
Unit Organisasi
: Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha
Unit Eselon II/Satker
: Asisten Deputi Urusan Produktivitas dan Mutu
Program
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Kegiatan
Peningkatan Produktivitas dan Mutu KUMKM
Output Kegiatan
• Meningkatnya peserta perempuan dalam kegiatan pendampingan dan pendaftaran HKI • Meningkatnya jumlah perempuan yang mendaftarkan produknya. • Meningkatnya manfaat kegiatan bagi perempuan
Tujuan
• Memfasilitasi UMKM untuk pengembangan produknya • Meningkatkan kualitas produk UMKM agar meningkatkan pemasarannya
Analisa Situasi
• Pemanfaatan Sistem HKI dikalangan UMK masih relatif rendah ( ± 6 %) sebagai contoh di provinsi Jabar • Kendalanya antara lain : (i) Minimnya sosialisasi (ii) masih ada kesan pengurusan HKI membutuhkan biaya tinggi, waktunya lama dan rumit serta hanya untuk perusahaan besar (iii) minimnya akses informasi HKI • Laki-laki lebih banyak memperoleh akses informasi terhadap HKI dibandingkan perempuan • Peserta pendampingan lebih banyak laki-laki dibandingkan dengan perempuan. • Laki-Laki lebih banyak mendapatkan manfaat dari program pendampingan HKI dibandingkan perempuan • Masih kurangnya perhatian para perencana program untuk menyusun rencana yang reposnisf gender terutama dalam menentukan kelompok sasaran dan penerima manfaat. • Program HKI belum dianggap penting oleh pelaku UMKM • Stereotipe dalam masyarakat bahwa perempuan tidak tertarik untuk hal-hal yang terkait formalitas kelembagaan.
Rencana Aksi
Komponen Input 1
122
DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN RESTUKTURIASASI USAHA
Sosialisasi HKI di kalangan UMKM - Panitia terdiri dari laki-laki dan perempuan - Peserta sosialisasi terdiri dari laki-laki dan perempuan - Pelaksanaan - Laporan kegiatan
Alokasi Anggaran Output Kegiatan Dampak/ hasil Output kegiatan
Komponen Input 2
Pendampingan dan Pendaftaran HKI bagi KUKM bagi pelaku usaha laki-laki dan perempuan - Jumlah pendamping laki-laki dan perempuan - Jumlah pelaku UMK yang didampingi laki-laki dan perempuan - Jumlah UMK yang mendaftar HKI - Evaluasi dan pelaporan
Rp700.000.000
Tujuh Ratus Juta Rupiah
- Meningkatnya pemanfaat HKI dari 16% menjadi 25 % - Meningkatnya pelaku UMK perempuan yang memperoleh pendampingan untuk pendaftaran HKI.
LAMPIRAN A
123
TOR (TERMS OF REFERENCE) KERANGKA ACUAN KEGIATAN BIDANG KOPERASI DAN USAHA KECIL TAHUN 2011
Kementerian Negara/Lembaga
: Kementerian Koperasi dan UKM RI
Unit Eselon I
: Deputi Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha
Program
: Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Hasil
: Meningkatnya Kinerja Kelembagaan dan Usaha Koperasi dan UMKM
Unit Eselon II/Satker
: Asisten Deputi Urusan Produktivitas dan Mutu
Kegiatan
: Peningkatan Produktivitas dan Mutu UMKM
Sub Kegiatan
: Meningkatnya Kinerja Kelembagaan dan Usaha Koperasi dan UMKM
Indikator Kinerja Kegiatan
: Meningkatnya jumlah UMKM yang memiliki sertifikasi
Satuan Ukur dan Jenis Keluaran
:
Volume
: 25 persen dari total jumlah UMKM
HKI
Jumlah UMKM yang mendaftarkan HKI
A. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum •
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, pasal 16 dan pasal 20 yang menyatakan bahwa mendorong usaha mikro, kecil dan menengah untuk memperoleh sertifikat Hak Atas Kekayaan Intelektual.
•
Nota Kesepakatan Kerjasama antara Departemen Hukum dan HAM dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah tentang peningkatan dan pemahaman dan pemanfaatan sistem Hak Kekayaan Intelektual, tanggal 12 Juli 2006.
2. Gambaran Umum •
Salah satu instrumen yang relevan untuk memperkuat UMKM adalah melalui pemanfaatan Sistem Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
124
DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN RESTUKTURIASASI USAHA
•
Sistem HKI dikalangan UMKM yang merupakan sistem hukum masih relatif baru dikenal di Indonesia.
•
Pemanfaatan Sistem HKI dikalangan UMK masih relatif rendah ( ± 6 %) sebagai contoh di provinsi Jabar
•
Kendalanya antara lain : (i) Minimnya sosialisasi (ii) masih ada kesan pengurusan HKI membutuhkan biaya tinggi, waktunya lama dan rumit serta hanya untuk perusahaan besar (iii) minimnya akses informasi HKI
•
Laki-laki lebih banyak memperoleh akses informasi terhadap HKI dibandingkan perempuan
•
Peserta pendampingan lebih banyak laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
•
Laki-Laki lebih banyak mendapatkan manfaat dari program pendampingan HKI dibandingkan perempuan
•
Data menunjukkan adanya kenaikan dari jumlah pendaftaran merek dari tahun 2004 s/d 2008 walaupun relatif kecil (± 1%).
•
Sejak tahun 2002, Kementerian Koperasi dan UKM telah melakukan program HKI (sosialisasi) pendampingan, workshop Nasional/Internasional dan pendaftaran).
•
Masih banyak dijumpai kendala antara lain belum adanya pemahaman dan kesadaran UMKM pentingnya pendaftaran HKI, kurangnya informasi mengenai tata cara dan prosedur pendaftaran, anggapan bahwa HKI adalah ekslusif/mahal.
•
Belum adanya data terpilah antara laki-laki dan perempuan.
•
Stereotipe dalam masyarakat bahwa perempuan tidak tertarik untuk hal-hal yang terkait formalitas kelembagaan
Tujuan 1) Memfasilitasi UMKM untuk pengembangan produknya 2) Menfasilitasi UMKM untuk mendapatkan HKI 3) Meningkatkan kualitas produk UMKM agar meningkatkan pemasarannya Sasaran Sasaran program adalah pelaku UMKM di lima provinsi di Indonesia
B. PENERIMA MANFAAT Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah pelaku UMKM laki-laki dan perempuan peserta pendampingan dan pendaftaran HKI di lima provinsi .
LAMPIRAN A
125
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 1. Metode Pelaksanaan •
Sosialisasi HKI di kalangan UMKM. Sosialisasi akan dilakukan kepada 100 UMKM di 5 provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali dan Daerah Istimewa Aceh.Sosialisasi akan dilakukan di Jabotabek. Dalam kepanitian maupun peserta dijamin adanya keterwakilan laki-laki dan perempuan secara proporsional.
•
Pendampingan dan Pendaftaran HKI bagi KUKM bagi pelaku usaha laki-laki dan perempuan Pendampingan akan dilakukan kepada KUKM baik bagi pelaku usaha laki-laki maupun perempuan di lima provinsi. Kriteria KUKM yang didampingi adalah yang potensial dan mempunyai produk inovatif dan kreartif. Pendampingan dilakukan oleh petugas dengan metode coaching dan asistensi diberikan sampai UMKM yang bersangkutan mendaftar dan memperoleh HKI.
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan •
Sosialisasi HKI. Kegiatan ini diawali oleh penentuan panitia, rapat persiapan, penyiapan materi, rapat koordinasi,
•
Pendampingan dan Pendaftaran HKI. Tahapan kegiatnnya adalah rapat persiapan, penyusunan materi, rapat koordinasi,
pelaksanaan kegiatan, dan penyusunan laporan kegiatan. persiapan pelaksanaan di 5 (lima) provinsi, pelaksanaan pendampingan dan pendaftaran di 5 (lima) provinsi, dan pendaftaran sertifikasi HKI.
D. WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN NO
KEGIATAN
WAKTU TENTATIF
1
Sosialisasi HKI
Februari 2011
2
Pendampingan dan Pendaftaran HKI bagi UMKM
Maret 2011 Rapat Persiapan April 2011 Penyusunan materi Rapat Koordinasi Mei 2011 Persiapan Pelaksanaan di 5 (lima) provinsi Juli 2011 Pelaksanaan pendampingan dan pendaftaran HKI bagi UMKM di 5 (lima) provinsi September 2011 Pendaftaran Sertifikat HKI
126
DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN DAN RESTUKTURIASASI USAHA
A DEPUTI PENGKAJIAN SUMBERDAYA UKMK
LAMPIRAN A
127
128
DEPUTI PENGKAJIAN SUMBERDAYA UKMK
MATRIX LEMBAR KERJA GAP DAN POP DEPUTI PENGKAJIAN SUMBERDAYA UKMK KOLOM 1 Plih Kebjakan atau Kegiatan yang akan dianalisis Program: Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Kegiatan: Peningktan Peran Koperasi dalam pengembangan ekonomi daerah Tujuan : Mereplikasi dan memperkuat usaha koperasi dalam bidang agroekoturism
2 Data pembuka wawasan UU 10/2008 ps.17 ttg kepariwisataan, secara eksplisit telah mengamanatkan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan perhatian dan dukungan kebijakan kepada KUKM agar berperan di sektor pariwisata. Tahun 2010 dilakukan rintisan pengembangan pengelolan agroekoturism di 2 propinsi Jatim dan Bali oleh 2 koperasi
3
4
5
Isu gender Faktor kesenjangan Belum ada akses dalam memperoleh informasi dan fasilitas dalam pengembangan pelaksanaan kegiatan agroekoturism Terbatasnya partisipasi pengelola koperasi baik lakilaki maupun perempuan dalam mengelola unit usaha yang berkaitan dengan agroekoturism
Sebab kesenjangan internal
Sebab kesenjangan eksternal
Masih terbatasnya perhatian dan kajian terhadap peluang usaha koperasi dalam bidang agroekoturism
Keterpaduan pembinaan dengan instansi terkait terhadap koperasi agroekoturism masih lemah
Masih kurangnya pemahaman gender dalam perencanaan dan penganggaran agroekoturism di pusat maupun di daerah Belum ada data terpilah pengelola dibidang agroekoturism
6
7
Kebijakan dan rencana aksi ke depan
Belum masuknya peluang kegiatan/ kebijakan agroekoturism bagi koperasi Lemahnya koordinasi koperasi dengan instansi terkait
Reformulasi tujuan Melakukan pendataan jumlah lakilaki dan perempuan yang terlibat dalam pengembangan usaha koperasi bidang agroekoturism.
Rencana aksi Melanjutkan pembinaan terhadap dua koperasi di rintisan yang sudah berjalan (di dua lokasi)
8
9
Pengukuran Hasil Data dasar (base line)
Indikator Gender
Di daerah yang sedang berjalan dibuat laporan perkembangan menyangkut usaha dan data responsif gender
Terlaksananya monotoring dan evaluasi : (1) observasi lapangan, (2) tersedianya data perkembangan usaha dan data terpilah responsif gender, (3) tersusunnya laporan kajian pelaksanaan rintisan Nilai tambah yang diperoleh dari kegiatan agroekotuism perlu dinikmati oleh masy. lokal baik lakilaki maupun perempuan
Perlu ekspansi di daerah baru
LAMPIRAN A
129
GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) Nama K/L
: Kementerian Koperasi dan UKM
Unit Organisasi
: Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
Unit Eselon II/Satker
: Asisten Deputi Urusan Penelitian Koperasi
Program
Pemberdayaan Koperasi dan UMKM
Kegiatan
Penelitian Koperasi dalam Mendukung Pengembangan Ekonomi Daerah Sub Kegiatan : Replikasi dan Penguatan Rintisan Pengembangan Usaha Koperasi dalam Bidang Agroekoturism
Output Kegiatan
4 Koperasi agroekoturism (2 replikasi dan 2 penguatan)
Tujuan
• Melakukan pendataan jumlah laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam pengembangan usaha koperasi bidang agroekoturism. • Melakukan identifikasi peluang anggota koperasi laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam replikasi rintisan koperasi agroekoturism.
Analisa Situasi
• UU 10/2008 ps.17 ttg kepariwisataan,secara eksplisit telah mengamanatkan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan perhatian dan dukungan kebijakan kepada KUKM agar berperan di sektor pariwisata. • Dari 166.650.000 unit koperasi (2009) belum ada yang secara spesifik yang mengelola agroekoturisme dengan pendekatan CBT (Community Bassed Tourism) • Tahun 2010 dilakukan rintisan pengembangan pengelolaan agroekoturism di 2 propinsi Jatim dan Bali oleh 2 koperasi • Perlu ekspansi di daerah baru • Belum ada akses dalam memperoleh informasi dan fasilitas dalam pengembangan pelaksanaan kegiatan agroekoturism • Para anggota koperasi baik laki-laki maupun perempuan di kawasan agroekoturism belum merasakan manfaat dari usaha agroturism, padahal sektor parawisata menyumbangkan pendapatan yang cukup besar negara • Terbatasnya partisipasi pengelola koperasi baik laki-laki maupun perempuan dalam mengelola unit usaha yang berkaitan dengan agroekoturism • Masih terbatasnya perhatian dan kajian terhadap peluang usaha koperasi dalam bidang agroekoturism
130
DEPUTI PENGKAJIAN SUMBERDAYA UKMK
• Sementara itu gerakan koperasi sendiri belum membuat perencanaan tentang pengembangan usaha agroekoturisme • Masih kurangnya pemahaman gender dalam perencanaan dan penganggaran agroekoturism di pusat maupun di daerah • Belum ada data terpilah pengelola dibidang agroekoturism • Keterpaduan pembinaan dengan instansi terkait terhadap koperasi agroekoturism masih lemah • Keterbatasan kemampuan manajerial dan teknis dari gerakan koperasi dalam pengelolaan usaha koperasi dibidang agroekoturism • Belum masuknya peluang kegiatan/ kebijakan agroekoturism bagi koperasi • Lemahnya koordinasi koperasi dengan instansi terkait Rencana Aksi
Alokasi Anggaran Output Kegiatan Dampak/hasil output kegiatan
Komponen Input 1
Tahapan persiapan : - Rapat konsolidasi tim yang melibatkan laki-laki dan perempuan - Pertemuan tim pelaksana dengan instansi terkait di pusat maupun daerah - Penyusunan buku pedoman pengelolaan agroekoturism yang melibatkan laki-laki dan perempuan. - Penyusunan detail desain rintisan yang melibatkan laki-laki dan perempuan - Koordinasi dan identifikasi yang melibatkan laki-laki dan perempuan.
Komponen Input 1
Pengumpulan data terpilah : - Pengambil data terdiri dari laki-laki dan perempuan - Anggota koperasi yang menjadi sampel terdiri dari laki-laki dan perempuan - Analis data terdiri dari laki-laki dan perempuan
Komponen Input 1
Bantuan sosial : - Sarana wisata yang disesuaikan dengan kebutuhan laki-laki dan perempuan. - Uji coba operasional dan pelatihan yang melibatkan laki-laki dan perempuan.
Rp. 1.000.000.000,-
Satu milyar rupiah
• Meningkatnya jumlah koperasi yang berperan dalam mengelola agroekoturism • Meningkatnya kemampuan manajerial dan teknis dari gerakan koperasi baik laki-laki maupun perempuan dalam pengelolaan usaha koperasi dibidang agroekoturism • Meningkatnya kesejahteraan anggota koperasi agroekoturism baik laki-laki dan perempuan. LAMPIRAN A
131
TOR (TERMS OF REFERENCE) KERANGKA ACUAN KEGIATAN BIDANG KOPERASI DAN USAHA KECIL TAHUN 2011
Kementerian Negara/Lembaga
: Kementerian Koperasi dan UKM RI
Unit Eselon I
: Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
Program
: Pemberdayaan Koperasi dan UKM
Hasil
: Tersedianya kajian dasar, kebijakan dan terapan yang prospektif pemberdayaan koperasi dan UKM
Unit Eselon II/Satker
: Asisten Deputi Urusan Penelitian Koperasi
Kegiatan
: Penelitian Koperasi dalam Mendukung Pengembangan Ekonomi Daerah
Sub Kegiatan
: Replikasi dan Penguatan Rintisan Pengembangan Usaha Koperasi dalam Bidang Agroekoturism
Indikator Kinerja Kegiatan
: Terlaksanannya replikasi dan penguatan usaha koperasi dalam bidang agroekoturism
Satuan Ukur dan Jenis Keluaran
: Rintisan
Volume
: 1 KGT
A. LATAR BELAKANG 1. Dasar Hukum Tugas Fungsi/Kebijakan a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian b. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Kepariwisataan c. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara d. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah e. Renstra Kementerian Koperasi dan UKM Tahun 2010-2014
132
DEPUTI PENGKAJIAN SUMBERDAYA UKMK
2. Gambaran Umum a. UU 10/2008 ps.17 ttg kepariwisataan,secara eksplisit telah mengamanatkan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan perhatian dan dukungan kebijakan kepada KUKM agar berperan di sektor pariwisata. b. Dari 166.650.000 unit koperasi (2009) belum ada yang secara spesifik yang mengelola agroekoturisme dengan pendekatan CBT (Community Bassed Tourism) c. Tahun 2010 dilakukan rintisan pengembangan pengelolaan agroekoturism di 2 propinsi Jatim dan Bali oleh 2 koperasi. Perlu ekspansi di daerah baru. d. Belum ada akses dalam memperoleh informasi dan fasilitas dalam pengembangan pelaksanaan kegiatan agroekoturism e. Para anggota koperasi baik laki-laki maupun perempuan di kawasan agroekoturism belum merasakan manfaat dari usaha agroturism, padahal sektor parawisata menyumbangkan pendapatan yang cukup besar negara. f. Pada Tahun 2008 saja sektor parawisata menyumbangkan devisa yang cukup besar yaitu Rp. 75 Trilyun (peringkat ketiga setelah Migas dan pertanian/Kelapa Sawit), dengan kontribusi terhadap PDRB sebesar 11,03% dan mampu menyerap lapangan pekerjaan sebesar 6,7% dari seluruh angkatan kerja. g. Terbatasnya partisipasi pengelola koperasi baik laki-laki maupun perempuan dalam mengelola unit usaha yang berkaitan dengan agroekoturism h. Masih terbatasnya perhatian dan kajian terhadap peluang usaha koperasi dalam bidang agroekoturism i.
Sementara itu gerakan koperasi sendiri belum membuat perencanaan tentang pengembangan usaha agroekoturisme
j.
Masih kurangnya pemahaman gender dalam perencanaan dan penganggaran agroekoturism di pusat maupun di daerah
k. Belum ada data terpilah pengelola dibidang agroekoturism l.
Keterpaduan pembinaan dengan instansi terkait terhadap koperasi agroekoturism masih lemah
m. Keterbatasan kemampuan manajerial dan teknis dari gerakan koperasi dalam pengelolaan usaha koperasi dibidang agroekoturism n. Belum masuknya peluang kegiatan/ kebijakan agroekoturism bagi koperasi o. Lemahnya koordinasi koperasi dengan instansi terkait Tujuan a. Melakukan pendataan jumlah laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam pengembangan usaha koperasi bidang agroekoturism. b. Melakukan identifikasi peluang anggota koperasi laki-laki dan perempuan yang terlibat dalam replikasi rintisan koperasi agroekoturism Sasaran Terwujudnya usaha koperasi dibidang agroekoturism.
LAMPIRAN A
133
B. PENERIMA MANFAAT 1. Masyarakat lokal baik laki-laki maupun perempuan di kawasan agroekoturism. 2. Para anggota koperasi baik laki-laki maupun perempuan di kawasan agroekoturism.
C. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN 1. Metode Pelaksanaan a. Tahap Persiapan -
Rapat konsolidasi Tim
b. Pengumpulan data terpilah c. Monitoring dan evaluasi d. Bantuan sosial e. Penyusunan dan pembahasan laporan -
Melakukan pembinaan manajemen
-
Melakukan monitoring dan evaluasi
-
Mengumpulkan data perkembangan usaha dan data terpilah.
-
Menyusun laporan kajian pelaksanaan rintisan.
-
Melaksanakan seminar hasil.
f. Pada rintisan yang baru :
134
-
Rapat Konsolidasi Tim
-
Pertemuan dengan Tim Pelaksana dengan instansi terkait baik Pusat dan Daerah.
-
Menyusun buku pedoman pengelolaan agroekoturism yang melibatkan laki-laki dan perempuan.
-
Menyusun detail desain yang melibatkan laki-laki dan perempuan.
-
Melaksanakan pembahasan detail desain yang melibatkan laki-laki dan perempuan.
-
Melakukan koordinasi dan identifikasi yang melibatkan laki-laki dan perempuan.
-
Pengadaan sarana wisata yang melibatkan laki-laki dan perempuan.
-
Melaksanakan uji coba operasional dan pelatihan yang melibatkan laki-laki dan perempuan.
-
Menyusun laporan hasil rintisan baru.
-
Melaksanakan seminar hasil rintisan
DEPUTI PENGKAJIAN SUMBERDAYA UKMK
2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan a. Pada rintisan yang sedang berjalan :
No.
Agenda
WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN (BULAN) 1
1.
Rapat konsolidasi Tim
2.
Pembinaan manajemen
3.
Monitoring dan evaluasi
4.
Mengumpulkan data perkembangan usaha dan data terpilah responsif gender
5.
Penyusunan laporan kajian pelaksanaan rintisan
6.
Seminar hasil
7.
Penggandaan laporan
2
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
b. Pada rintisan yang baru :
No.
Agenda
WAKTU PELAKSANAAN KEGIATAN (BULAN) 1
1.
Rapat konsolidasi Tim
2.
Pertemuan dengan Tim Pelaksana dengan instansi terkait baik Pusat dan Daerah.
3.
Penyusunan buku pedoman pengelolaan agroekoturism
4.
Pembahasan detail desain rintisa
5.
Koordinasi dan identifikasi
6.
Pengadaan sarana wisata
7.
Pembinaan manajemen
8.
Uji coba operasional dan pelatihan
9.
Penyusunan laporan hasil rintisan baru
10.
Seminar Hasil
11.
Penggandaan laporan
2
3
4
5
6
7
8
LAMPIRAN A
135
D. WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN Kegiatan ini dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan dalam Tahun Anggaran 2011.
E. BIAYA YANG DIPERLUKAN Total biaya yang diperlukan dalam kegiatan ini sebesar Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) dibebankan pada APBN Kementerian Koperasi dan UKM Tahun Anggaran 2011.
Penanggungjawab Asisten Deputi Urusan Penelitian Koperasi
136
DEPUTI PENGKAJIAN SUMBERDAYA UKMK
LAMPIRAN
B
PERTANYAAN YANG SERING MUNCUL DAN TAWARAN
LAMPIRAN B
137
138
PERTANYAAN YANG SERING MUNCUL DAN TAWARAN
1. CATATAN DALAM MELAKUKAN GAP BEBERAPA PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN DALAM SIMULASI ANALISA GAP
JAWABAN
1. Bagaimana jika tidak tersedia data terpilah untuk mengisi kolom data pembuka wawasan (kolom2)?
Jika tidak tersedia data kuantitatif terpilah maka dapat digunakan data kuantitatif yang netral ditambah data kualitatif yang menggambakan kondisi laki-laki dan perempuan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian atau pengamatan, atau hasil wawancara atau hasil diskusi kelompok terfokus.
2. Apa beda antara faktor kesenjangan, faktor penyebab internal dan faktor penyebab eksternal?
Faktor kesenjangan menggambarkan kondisi kesenjangan yang terjadi dalam akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara laki-laki dan perempuan. Faktor kesenjangan ini bisa ditemukan semuanya tetapi juga bisa tidak.
Faktor penyebab internal dan faktor penyebab eksternal sesungguhnya menjelaskan mengapa terjadinya kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. Penyebab kesenjangan internal berupa permasalahan produk hukum, kebijakan, pemahaman tentang gender yang masih kurang diantara personil (pengambil keputusan, perencana, staf,dll), dan political will dari pengambil kebijakan dalam internal lembaga/institusi/organisasi. Penyebab kesenjangan eksternal berupa norma, nilai, dan budaya yang ada dalam masyarakat. 3. Apa yang menjadi dasar dalam menyusun rencana aksi?
Rencana aksi dibuat sebagai tawaran solusi terhadap penyelesaian penyebab masalah kesenjangan baik internal maupun eksternal.
4. Apa beda data pembuka wawasan dengan baseline data?
Data pembuka wawasan meliputi berbagai data terkait dengan kondisi yang ada pada suatu unit organisasi terutama terkait dengan kebijakan/program/kegiatan maupun subkegiatan yang ada. Sedangkan baseline data lebih spesifik memotret kondisi yang ada yang diharapkan dapat digunakan sebagai alat ukur perubahan yang terjadi jika rencana aksi sudah dilaksanakan. Baseline data dapat bersumber dari data pembuka wawasan namun tidak semua data pembuka wawasan relevan menjadi data baseline.
LAMPIRAN B
139
5. Apa beda base line data dengan indikator gender?
Base line data merupakan data yang menggambarkan potret kondisi saat perencanaan/penganggaran disusun. Sedangkan indikator gender merupakan perubahan kondisi yang diharapkan terjadi dari kondisi awal (baseline data) kepada kondisi yang diharapkan. Keduanya merupakan alat untuk mengukur perubahan yang terjadi.
2. CATATAN DALAM PENYUSUNAN GBS DAN TOR BEBERAPA PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN DALAM SIMULASI ANALISA GAP
JAWABAN
1. Manakah yang harus dilakukan terlebih dahulu GBS atau TOR?
GBS sesungguhnya merupakan bagian dari TOR. Namun berdasarkan pengalaman para perencana yang telah melaksanakan PPRG menurut mereka lebih mudah untuk membuat GBS terlebih dahulu baru membuat TOR.
2. Apakah form GBS menurut PMK 104/2010 sama dengan form GBS menurut PMK 119/2009? Jika berbeda dimana letak perbedaannya?
Terdapat perbedaan kendati tidak terlalu mendasar. Jika pada PMK 119/2009 setelah kegiatan diikuti oleh sub kegiatan. Namun pada PMK 104/2010 setelah kegiatan diikuti oleh output kegiatan yang mengacu kepada Renstra. Di sini dimuat jenis output, volume dan satuan output kegiatan. Perencanaan kegiatan pada GBS lama(PMK 119/2009) berubah menjadi rencana aksi pada GBS baru (menurut PMK 104/2010). Kemudian outcome diganti dengan istihal dampak/hasil output.
3. Apa acuan dalam membuat GBS dan TOR?
140
PERTANYAAN YANG SERING MUNCUL DAN TAWARAN
Dalam membuat GBS dan TOR hendaknya mengacu pada hasil analisis GAP. Pada bagian analisa situasi bisa mengacu pada kolom 2,3,4, dan 5 dari analisis GAP. Pada bagian rencana aksi bisa mengacu pada kolom 7 analisis GAP. Pada tujuan mengacu pada kolom 6 GAP. Dampak/hasil output bisa mengacu pada kolom 9 GAP dengan catatan bahwa indikator gender yang dibuat berisikan indikator perubahan yang diharapkan per rencana aksi pada kolom 7.
4. Apa kesalahan yang paling sering ditemukan dalam simulasi penyusunan GBS?
Input kerap diisi dengan output. Input sesungguhnya menggambarkan data (terkait dengan kelompok sasaran), sumber daya manusia (sdm yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan), teknologi (metode yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan), barang modal yang diperlukan. Sedangkan output menggambarkan keluaran yang langsung bisa dilihat setelah sebuah kegiatan dilaksanakan.
5. Apa beda antara output dengan dampak/hasil output?
Output menggambarkan keluaran yang dapat diukur dan dilihat setelah kegiatan itu dilaksanakan sedangkan dampak/hasil output bersifat lebih jangka panjang. Ini menyangkut hasil perubahan apa yang terjadi setelah keluaran suatu kegiatan tercapai. Dalam form GBS lama dampak/hasil output disebut dengan outcome.
6.Bagaimana cara membuat tor?
Berdasarkan GAP dan GBS kemudian tor dibuat. Dalam membuat tor tidak perlu terlalu panjang lebar. Buatlah tor dengan sistematika yang telah ditetapkan dalam PMK 104/2010 seperti yang dimuat dalam panduan ini. Tor hendaknya bisa menjawab 5 W +I H (apa, mengapa, siapa, dimana, kapan dan bagaimana).
LAMPIRAN B
141
142
PERTANYAAN YANG SERING MUNCUL DAN TAWARAN