Pajak, Tunneling Incentive dan Mekanisme Bonus pada Keputusan Transfer Pricing
157
PAJAK, TUNNELING INCENTIVE DAN MEKANISME BONUS PADA KEPUTUSAN TRANSFER PRICING Novi Lailiyul Wafiroh Niken Nindya Hapsari Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Jl. Gajayana 50 Malang Telp. 0341-551354 Email:
[email protected] Abstract There are two kinds of motivation in transfer pricing transaction, tax avoidance and opportunistic motivation. Tunneling that disadvantages the minority stockholders often happens since the stockholders in Indonesia tend to concentrate on a minority. Besides, the rules and laws cannot protect them. Management will try to increase the company’s profit in order to get the bonus promised by the company owner. This research aims to know: 1) The effect of tax on transfer pricing decision, 2) The effect of tunneling incentive on transfer pricing decision, and 3) The effect of bonus mechanism on transfer pricing decision. This research focuses on 17 manufacture companies listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) of 2011–2013. The data used is the secondary data that are companies ’ financial annual report gathered through the IDX official website by using purposive sampling. The data analysis method is logistic regression using SPSS 21 program. The result of analysis indicates that tax, tunneling incentive, and bonus mechanism simultaneously affect transfer pricing transaction. Partially, tax gives positive and significant effect on transfer pricing transaction. Meanwhile, tunneling incentive gives positive and significant effect on transfer pricing transaction. On the other hand, bonus mechanism does not give any significant effect on transfer pricing transaction. Keywords: transfer pricing, tax, tunneling incentive, bonus mechanism
157 El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015
158
Novi Lailiyul Wafiroh, Niken Nindya Hapsari
Abstrak Terdapat dua motivasi dilakukannya transaksi transfer pricing, yaitu motivasi penghindaran pajak dan motivasi oportunistik. Tunneling yang merugikan pemilik saham minoritas tidak jarang terjadi mengingat kepemilikan saham di Indonesia cenderung terkonsentrasi pada sebagian kecil pihak, dimana peraturan dan undang-undang yang dibuat masih belum mampu melindungi kepentingan mereka. Manajemen akan berusaha meningkatkan laba perusahaan guna memperoleh bonus yang dijanjikan oleh pemilik perusahaan yang didasarkan pada laba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Pengaruh pajak pada keputusan transfer pricing, 2) Pengaruh tunneling incentive pada keputusan transfer pricing, dan 3) Pengaruh mekanisme bonus pada keputusan transfer pricing. Fokus penelitian ini adalah 17 perusahaan manufaktur yang listing di BEI periode 2011–2013. Data yang digunakan yaitu data skunder berupa laporan keuangan tahunan perusahaan yang diperoleh melalui situs resmi IDX dengan menggunakan purposive sampling. Metode analisis data menggunakan regresi logistik dengan bantuan program SPSS21.Hasil analisis menunjukkan bahwa secara simultan pajak, tunneling incentive dan mekanisme bonus berpengaruh terhadap transaksi transfer pricing. Secara parsial pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap transaksi transfer pricing. Tunneling incentive berpengaruh positif dan signifikan terhadap transaksi transfer pricing. Dan mekanisme bonus tidak berpengaruh signifikan terhadap transaksi transferpricing. Kata kunci: transfer pricing, pajak, tunneling incentive, mekanisme bonus
PENDAHULUAN Fenomena perusahaan multinasional dalam ekspansinya cenderung mengoperasikan usahanya secara desentralisasi dan melaksanakan konsep cost revenue profit dan corporate profit center concepts, yang dapat mengukur dan menilai kinerja dan motivasi setiap divisi/unit yang bersangkutan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut antara lain digunakan sistem harga transfer atau transaksi transfer pricing. Transfer pricing multinasional berhubungan dengan transaksi antar divisi dalam satu unit hukum (entitas) atau antar entitas dalam satu kesatuan ekonomi yang meliputi berbagai wilayah kedaulatan Negara (www.academia.edu). Tujuan yang ingin dicapai dalam pricingtransfer antara lain sebagai berikut: (1) Memaksimalkan penghasilan global, (2) Mengamankan posisi kompetitif anak/ cabang perusahaan dan penetrasi pasar, (3) Evaluasi kinerja anak/cabang perusahaan mancanegara, (4) Menghindarkan pengendalian devisa, (5) Mengatrol kreditabel asosiasi, (6) Mengurang resiko moneter, (7) Mengatur cash flow anak/cabang yang memadai, (8) Membina hubungan baik dengan administrasi setempat, (9) El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015
Pajak, Tunneling Incentive dan Mekanisme Bonus pada Keputusan Transfer Pricing
159
Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk, (10) Mengurangi resiko pengambilalihan oleh pemerintah (www.academia.edu). Transfer pricing merupakan harga barang, jasa atau harta tak berwujud yang dialihkan antara divisi dalam suatu perusahaan atau dalam perusahaan yang memiliki hubungan istimewa atau perusahaan multinasional (Gusnardi, 2009). Peraturan mengenai transfer pricing telah tercantum di dalam UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yaitu pada pasal 18. Aturan mengenai transfer pricing mencakup beberapa hal, yaitu: pengertian hubungan istimewa, wewenang menentukan perbandingan utang dan modal, dan wewenang untuk melakukan koreksi dalam hal terjadi transaksi yang tidak arm’s length. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 diatur di Pasal 18 ayat (4) yaitu: hubungan istimewa antara Wajib Pajak Badan dapat terjadi karena pemilikan atau penguasaan modal saham suatu badan oleh badan lainnya sebanyak 25% (dua puluh lima persen) atau lebih, atau antara beberapa badan yang 25% (dua puluh lima persen) atau lebih sahamnya dimiliki oleh suatu badan. Hubungan istimewa dapat mengakibatkan ketidakwajaran harga, biaya, atau imbalan lain yang direalisasikan dalam suatu transaksi usaha. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya pengalihan penghasilan, dasar pengenaan pajak (tax base) atau biaya dari satu wajib pajak kepada wajib pajak lain yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas Wajib Pajak kepada Wajib Pajak lain yang dapat direkayasa untuk menekan keseluruhan jumlah pajak terutang atas wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa tersebut (Yuniasih,2012). Kegiatan ekspansi besar-besaran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan untuk mempercepat pertumbuhaannya telah banyak menimbulkan konglomerasi. Di Indonesia, konglomerasi mendominasi perekonomian nasional sekaligus memberikan kontribusi besar dalam krisis ekonomi nasional. Perusahaan dengan karakteristik kelompok bisnis konglomerat menyebabkan timbulnya risiko ekspropriasi sebagai akibat pengaruh kuat dari pemegang saham pengendali yang merugikan pemegang saham minoritas dan pihak eksternal lain. Kepemilikan saham yang terkonsentrasi pada salah satu pihak akan memberikan kemampuan untuk mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan yang berada di bawah kendalinya. Dengan kepemilikan yang terkonsentrasi pada satu pihak, menimbulkan kesempatan bagi pemegang saham pengendali untuk melakukan kegiatan tunneling. Tunneling merupakan aktivitas pengalihan aset dan keuntungan keluar perusahaan untuk kepentingan pemegang saham pengendali perusahaan tersebut (Johnson, 2000). Contoh kegiatan tunneling adalah tidak membagikan deviden, menjual aset atau sekuritas dari perusahaan yang mereka kontrol ke perusahaan lain yang mereka miliki dengan harga di bawah harga pasar, dan memilih anggota keluarganya yang tidak memenuhi kualifikasi untuk menduduki posisi penting di perusahaan (La porta, et al., 2000).
El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015
160
Novi Lailiyul Wafiroh, Niken Nindya Hapsari
Ukuran perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Terdapat berbagai proksi yang biasanya digunakan untuk mewakili ukuran perusahaan, yaitu jumlah karyawan, total aset, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar perusahaan dan luasan usahanya, mengakibatkan pemilik tidak dapat mengelola sendiri perusahaannya secara langsung. Hal inilah yang menimbulkan masalah keagenan. Perusahaan yang berukuran besar memiliki kecenderungan melakukan tindakan manajemen laba yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang berukuran kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Sehingga perusahaan besar mendapatkan tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang credible (Pujiningsih, 2011). Dalam menjalankan tugasnya, para direksi cenderung ingin menunjukkan kinerja yang baik kepada pemilik perusahaan, karena dengan begitu maka pemilik perusahaan akan memberikan penghargaan kepada mereka. Pemilik perusahaan dalam menilai kinerja para direksinya adalah dengan melihat laba perusahaan secara keseluruhan yang dihasilkan. Dan memberikan penghargaannya dengan menggunakan bonus. Sistem pemberian kompensasi bonus memberikan pengaruh terhadap kinerja manajemen. Dengan menggunakan mekanisme bonus dalam teori keagenan, menjelaskan bahwa kepemilikan manajemen di bawah 5% terdapat keinginan dari manajer untuk melakukan manajemen laba agar mendapatkan bonus yang besar. Kepemilikan manajemen 25% karena manajemen mempunyai kepemilikan yang cukup besar dengan hak pengendali perusahaan, maka asimetris informasi menjadi berkurang (Pujiningsih, 2011).
TINJAUAN PUSTAKA Transfer Pricing Terdapat berbagai macam definisi yang dikemukakan oleh para peneliti mengenai istilah transfer pricing ini. Seperti yang disebutkan di dalam Lingga (2012) bahwa pengertian transfer pricing adalah sebagai berikut: Simamora dalam Mangoting (2000) menjelaskan, transfer pricing merupakan nilai atau harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying division). Transfer pricing juga disebut dengan intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional, atau internal pricing yang merupakan harga yang diperhitungkan untuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota. Organization for Economic Co- operation and Development (OECD) mendefinisikan Transfer pricing sebagai harga yang ditentukan di dalam transaksi antar anggota grup dalam sebuah perusahaan multinasional dimana harga transfer yang ditentukan tersebut dapat menyimpang dari harga pasar El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015
Pajak, Tunneling Incentive dan Mekanisme Bonus pada Keputusan Transfer Pricing
161
wajar sepanjang cocok bagi grupnya. Mereka dapat menyimpang dari harga pasar wajar karena mereka berada pada posisi bebas untuk mengadopsi prinsip apapun yang tepat bagikorporasinya. J.M. Rosenburg dalam Santoso (2004) mengungkapkan bahwa harga transfer adalah harga yang ditetapkan oleh satu bagian dari sebuah organisasi atas penyerahan barang atau jasa yang dilakukan kepada bagian lain dari organisasi yangsama. Garrison, et al. (2007) mendefinisikan transfer pricing sebagai harga yang dibebankan jika satu segmen perusahaan menyediakan barang atau jasa kepada segmen lain dari perusahaan yangsama. Pengertian lain dari transfer pricing menurut Suyana (2012) adalah transaksi barang dan jasa antara beberapa divisi pada suatu kelompok usaha dengan harga yang tidak wajar, bisa dengan menaikkan (mark up) atau dengan menurunkan (mark down), kebanyakan dilakukan oleh perusahaan multinasional. Yang dimaksud dengan perusahaan multinasional adalah perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu Negara di bawah pengendalian satu pihak tertentu.
Tunneling Incentuve Tunneling merupakan aktivitas pengalihan aset dan keuntungan keluar perusahaan untuk kepentingan pemegang saham pengendali perusahaan (Johnson, 2000). Dalam konteks cross border merger dan akuisisi, tunneling mempunyai dampak berpindahnya asset dan corporate control ke negara lain. Tunneling dapat dilakukan dengan cara menjual produk perusahaan kepada perusahaan yang memiliki hubungan dengan manajer dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar, mempertahankan posisi/jabatan pekerjaannya meskipun mereka sudah tidak kompeten atau berkualitas lagi dalam menjalankan usahanya atau menjual asset perusahaan kepada perusahaan yang memiliki hubungan dengan manajer (pihak terafiliasi).
Mekanisme Bonus Sistem pemberian kompensasi bonus, memberikan pengaruh terhadap kinerja manajemen. Kane, et al. (2005) dengan menggunakan mekanisme bonus dalam teori keagenan, menjelaskan bahwa kepemilikan manajemen di bawah 5% terdapat keinginan dari manajer untuk melakukan manajemen laba agar mendapatkan bonus yang besar. Kepemilikan manajemen 25%, karena manajemen mempunyai kepemilikan yang cukup besar dengan hak pengendalian perusahaan, maka asimetris informasi menjadi berkurang. Jika manajemen melakukan pengelolaan laba secara oportunis, maka informasi laba tersebut dapat menyebabkan pengambilan keputusan investasi yang salah bagi investor. Sehingga perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan (Pujianingsih, 2011). El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015
162
Novi Lailiyul Wafiroh, Niken Nindya Hapsari
Menurut Suryatiningsih, et al. (2009) skema bonus direksi adalah komponen penghitungan besarnya jumlah bonus yang diberikan oleh pemilik perusahaan atau para pemegang saham melalui RUPS kepada anggota direksi yang dianggap mempunyai kinerja baik setipa tahun serta apabila perusahaan memperoleh laba. Skema bonus direksi dapat diartikan sebagai pemberian imbalan diluar gaji kepada direksi perusahaan atas hasil kerja yang dilakukan dengan melihat prestasi kerja direki itu sendiri. Prestasi kerja yang dilakukan dapat dinilai dan diukur berdasarkan suatu penilaian yang telah ditentukan perusahaan secara objektif. Mengingat bahwa mekanisme bonus berdasarkan pada besarnya laba, yang merupakan cara paling populer dalam memberikan penghargaan kepada direksi/ manajer, maka adalah logis bila direksi yang remunerasinya didasarkan pada tingkat laba akan memanipulasi laba tersebut untuk memaksimalkan peneriman bonus dan remunerasinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mekanisme bonus merupakan salah satu strategi atau motif perhitungan dalam akuntansi yang tujuannya adalah untuk memberikan penghargaan kepada direksi atau manajemen dengan melihat laba perusahaan secara keseluruhan. Karena sebagai akibat dari adanya praktik transfer pricing maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kerugian pada salah satu divisi atau subunit. Merujuk kepada pendapat Hartanti (2014), yang menyebutkan bahwa kompensasi bonus dilihat berdasarkan tim bervariasi di berbagai divisi dalam satu organisasi. Sebagai tim perusahaan maka harus bersedia untuk saling membantu. Jadi bonus direksi tidak didasarkan pada laba subunit namun berdasarkan pada kebaikan dan laba perusahaan secara keseluruhan.
Transaksi Transfer Pricing dalam Prespektif Hukum Islam Dengan melihat jalannya transaksi transfer pricing secara umum, maka dapat disimpulkan bahwa transaksi transfer pricing dikategorikan ke dalam transaksi jual beli (al-bay). Jual beli dikatakan sah apabila telah memenuhi rukun dan syaratnya. Rukun jual beli menurut jumhur ulama’ adalah orang yang berakad, sighat, barang yang diperjualbelikan, dan harga barang (Achmadiyah, 2013). Pada transaksi transfer pricing ada beberapa rukun yang harus dipenuhi. Yang pertama adalah orang yang berakad. Dalam hal ini penjual dan pembeli adalah perusahaan induk atau perusahaan cabang. Yang kedua yaitu sigat (lafal ijab dan qabul). Penyerahan barang dan jasa pada transaksi transfer pricing dilakukan melalui pengiriman yang diwakili dengan dokumen atau faktur pengiriman dan faktur penerimaan barang/jasa sehingga ijab qabul-nya tidak dengan berhadap-hadapan secara langsung, tetapi melalui dokumen pengiriman, ijab qabul seperti ini dinyatakan sah, karena memang ijab qabul secara berhadapan sulit untuk dilaksanakan. Rukun yang ketiga yaitu adanya barang yang diperjualbelikan (ma’qualaih). Salah satu syarat ma’qualaihadalah suci, milik sendiri, tidak dita’likkan, tidak dibatasi waktu, dapat diserahterimakan, dan mempunyai manfaat (Achmadiyah, 2013). El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015
Pajak, Tunneling Incentive dan Mekanisme Bonus pada Keputusan Transfer Pricing
163
Transaksi Rekayasa Pajak pada Transfer Pricing dalam Perspektif Hukum Islam Transaksi rekayasa pajak pada transfer pricing dalam menaik-turunkan harga baik pada harga penjualan (ekspor) dan harga pembelian (impor) tergolong perbuatan zalim, karena telah merugikan pemerintah. Di mana pendapatan pemerintah menjadi berkurang karena pajak yang diterimanya kecil. Dampak yang ditimbulkan dari transaksi rekayasa pajak pada transfer pricing memang tidak merugikan sesama pelakunya (pihak penjual dan pembeli), karena harga tersebut memang sudah dibicarakan dan disepakati oleh mereka, tetapi membawa dampak yang merugikan bagi pemerintah, yaitu berkurangnya pendapatan negara dari sektor pajak (Achmadiyah, 2013). Sebagaimana ayat al Quran surat anNahl ayat 90 yang menerangkan tentang perintah untuk menjauhi perbuatan zalim dan arogansi di dalam kehidupan.
Artinya: ”Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil palajaran” (QS. AnNahl ayat90).
Tunneling Incentive dengan Cara Transfer Pricing dalam Perspektif Hukum Islam Manusia diperintahkan untuk mencari rizki yang halal. Halal disini adalah baik cara mendapatkannya maupun apa yang didapatkannya itu sendiri. Allah melarang orang-orang yang beriman untuk memperolah rizki atau mencari nafkah dengan cara yang batil, karena dengan cara seperti itu maka akan merugikan orang lain, dan nafkah ataupun harta yang diperolehnya menjadikannya haram. Sebagaimana firman Allah dalam al Quran suratan Nisa’ ayat 29:
Artinya: ” Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan hartaharta kalian di antara kalian dengan cara yang batil, kecuali dengan perdagangan yang kalian saling ridha. Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kalian” (QS. AnNisa’ ayat 29). El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015
164
Novi Lailiyul Wafiroh, Niken Nindya Hapsari
METODE PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif di mana data yang digunakan merupakan data skunder yang berasal dari laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2011–2013. Variabel laten yang diketahui dalam penelitian ini terdiri dari 4 variabel yaitu variabel pajak, tunneling insentive, mekanisme bonus dan transfer pricing. Penelitian ini menggunakan variabel Transfer Pricing sebagai variabel dependen. Analisis data dilakukan dengan bantuan program SPSS 21.0 dengan menggunakan teknik analisis regresi logistik (Binary Logistic Regresion).
PEMBAHASAN Analisa Data Dari 51 sampel yang digunakan dalam pengamatan, statistik deskriptif menunjukkaan bahwa transaksi hubungan istimewa atau transfer pricing dilakukan oleh 90% perusahaan sampel atau dengan kata lain terjadi pada 46 pengamatan. Hal ini berarti sebagian besar perusahaan melakukan transaksi transfer pricing. Apabila dilihat dari sisi kepemilikan, rata-rata presentase kepemilikan perusahaan adalah sebesar 69%. Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan saham perusahaan sampel cenderung terkonsentrasi pada sebagian kecil pihak. Tabel 1. Hasil Uji Statistic Decriptive
Tabel 2. Hasil Perbandingan -2 LogLikelihood -2 LogLikelihood Block 0 Konstanta 32,717
Block 1 Konstanta +Variabel Bebas 20,230
Negelkerke
R
2
0,459
El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015
165
Pajak, Tunneling Incentive dan Mekanisme Bonus pada Keputusan Transfer Pricing
Nilai -2 log likehood pada model dengan melibatkan variabel bebas yaitu pajak, tunneling incentive, dan mekanisme bonus adalah sebesar 20,230 yang lebih kecil dari model tanpa melibatkan variabel bebas yang sebesar 32,717 menunjukkan bahwa penambahan variabel bebas berupa pajak, tunneling incentive, dan mekanisme bonus pada model regresi adalah lebih baik dari pada tidak melibatkan variabel bebas tersebut, sehingga model yang digunakan adalah layak.
Uji Omnimbus Tabel 3. Hasil Uji Omnibus χ2hitung 12,487
signifikansi 0,006
χ2 tabel(3,10%) 6,251
keterangan Berpengaruh
Nilai chi square hitung yang didapatkan adalah 12,487 dengan nilai signifikansi sebesar 0,006. Karena nilai chi square hitung lebih besar dari nilai chi square tabel (12,487 > 6,251) dan nilai signifikansi yang lebih kecil dari alpha 0,05 (0,006 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa model dengan mengikutsertakan variabel bebas berupa pajak, tunneling incentive dan mekanisme bonus adalah lebih baik dan dapat digunakan dalam model atau dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang nyata secara simultan atau bersama-sama terhadap model yang berupa transaksi transfer pricing.
Uji Hosmer and Lemeshow’s Goodness of FitTest Tabel 4. Hasil Uji Hosmer and Lemeshow χ2hitung signifikansi χ2 tabel(8,10%) 7,145 0,52 1 13,361
keterangan NonSignifikan
Nilai chi square hitung yang didapat adalah 7,145 dengan nilai signifikansi sebesar 0,521. Karena nilai chi square hitung lebih kecil dari nilai chi square tabel (7,145 < 13,361) dan nilai signifikansi lebih besar dari nilai alpha 0,05 (0,521 > 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan memiliki probabilitas prediksi yang sama dengan probabilitas yang diamati atau model yang terbentuk mampu memprediksi data observasi dengan baik dan model tersebut layak digunakan.
Uji Korelasi Tabel 5. Hasil Uji Korelasi Constat X1
X1 1,000
X2 0,151
X3 0,057
X2 X3
0,151 0,057
1,000 0,178
0,178 1,000
El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015
166
Novi Lailiyul Wafiroh, Niken Nindya Hapsari
Pengujian dilakukan dengan menggunakan matrik korelasi antar variabel bebas untuk melihat besarnya korelasi antar variabel independen. Data dari veriabel bebas dikatakan tidak terjadi gejala korelasi apabila nilai dari koefesien antar variabel tidak lebih dari 0,8. Dari tabel matrik korelasi di atas dapat diketahui bahwa nilai koefesien antara variabel X1 (pajak) dengan X2 (tunneling incentive) adalah sebesar 0,151, sedangkan nilai koefesien antara variabel X1 (pajak) dengan X3 (mekanisme bonus) adalah sebesar 0,057, dan nilai koefesien antara variabel X2 (tunneling incentive) dengan X3 (mekanisme bonus) adalah sebesar 0,178 koefisien yang lebih dari 0,8. Hal ini berarti tidak terdapat gejala multikolinieritas antar variabel bebas dalam model regresi menunjukkan bahwa tidak ada nilai koefesien yang lebih dari 0,8. Hal ini berarti tidak terdapat gejala multikolinieritas antar variabel bebas dalam model regresi.
Hasil Pengujian Hipotesis Pengaruh Pajak terhadap KeputusanTransfer Pricing Hasil analisis menggunakan program SPSS 21.0 menunjukkan hasil bahwa pajak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan transfer pricing pada perusahaan manufaktur. Tabel 6. Hasil Pengujian Hipotesis 1 Variabel
KoefisienB
Exp(B)
Wald
Sig
X1
14,809
2700199,06
3,350
0,067
Keterangan Berpengaruh
Pengaruh Tunneling Incentive terhadap Keputusan Transfer Pricing Hasil analisis menggunakan program SPSS 21.0 menunjukkan hasil bahwa tunneling incentive berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan transfer pricing pada perusahaan manufaktur. Tabel 7. Hasil Pengujian Hipotesis 2 Variabel X2
KoefisienB -10,425
Exp(B) 0,000
Wald 2,899
Sig 0,089
Keterangan Berpengaruh
Pengaruh Mekanisme Bonus terhadap Keputusan Transfer Pricing Hasil analisis menggunakan program SPSS 21.0 menunjukkan hasil bahwa mekanisme bonus tidak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap keputusan transfer pricing pada perusahaan manufaktur.
El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015
Pajak, Tunneling Incentive dan Mekanisme Bonus pada Keputusan Transfer Pricing
167
Tabel 8. Hasil Pengujian Hipotesis 3 Variabel X3
KoefisienB -0.063
Exp (B) 0,939
Wald 0,022
Sig 0,883
Keterangan Tidak
SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pajak, tunneling incentice dan mekanisme bonus terhadap keputusan transfer pricing perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2011–2013, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Transfer pricing merupakan harga jual khusus yang dikenakan pada suatu barang pada saat melakukan transaksi penjualan maupun pembelian dengan perusahaan yang memiliki hubungan istimewa atau biasa disebut dengan perusahaan afiliasi. Di mana transaksi ini dilakukan adalah untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Variabel pajak menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap terjadinya transaksi transfer pricing, di mana transaksi transfer pricing dilakukan dengan perusahaan afiliasi yang berada di luar batas negara dengan tarif pajak rendah guna mengalihkan kekayaan perusahaan yang berada di Indonesia sehingga nantinya pajak yang akan dibayarkan di Indonesia akan menjadi lebih kecil dari yang seharusnya dibayarkan. Variabel tunneling incentive menunjukkan pengaruh positif dan signifikan terhadap terjadinya transaksi transfer pricing, di mana perusahaan dengan kepemilikan yang terkonsentrasi pada sebagian kecil pihak cenderung terjadi tunneling di dalamnya. Artinya salah satu tujuan dilakukannya transaksi transfer pricing adalah untuk melakukan tunneling kepada pemilik saham minoritas yang mengakibatkan kerugian bagi pihak mereka. Dan yang perlu diingat adalah bahwa kerugian bagi perusahaan yang ditunnel ini adalah terjadinya penurunan kinerja keuangan. Variabel mekanisme bonus menunjukkan pengaruh negatif dan tidak signifikan, artinya mekanisme bonus tidak memberikan pengaruh atau dampak terhadap terjadinya transaksi transfer pricing. Hal ini dikarenakan jika hanya karena motif ingin mendapatkan bonus direksi berani melakukan transaksi transfer pricing guna memberikan kenaikan laba sementara untuk perusahaan maka hal ini sangat tidak etis mengingat terdapat kepentingan yang jauh lebih besar lagi yaitu menjaga nilai perusahaan dimata masyarakat dan pemerintah dengan menyajikan laporan keuangan yang lebih mendekati kenyataan dan dapat digunakan untuk tujuan pengambilan keputusan yang lebih penting bagi perusahaan kedepannya. Peneliti mengajukan beberapa saran dalam upaya perbaikan penulisan untuk penelitian selanjutnya, antara lain: Sampel yang digunakan di dalam penelitian ini hanya terfokus pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga tidak dapat digeneralisasikan pada jenis industri lain. Untuk penelitian selanjutnya disarankan memperbesar sampel penelitian tidak hanya terbatas pada perusahaan manufaktur saja, tapi juga pada perusahaan yang berjalan di sektor El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015
168
Novi Lailiyul Wafiroh, Niken Nindya Hapsari
pertambangan, perkebunan, keuangan, dan sector lainnya. Menambahkan variabel penelitian lain yang dapat mempengaruhi adanya transaksi transfer pricing, sehingga dapat meningkatkan R-Square penelitian. Salah satunya adalah tarif, di mana tarif yang lebih tinggi akan meningkatkan gap antara harga wajar dengan hubungan istimewa. Perusahaan menggunakan harga yang lebih rendah ketika melakukan ekspor kepada perusahaan dengan tarif impor yang tinggi (Bernard, et al., 2006).
DAFTAR PUSTAKA Al Quran Achmadiyah, R. 2013. Transaksi Rekayasa Pajak pada Transfer Pricing menurut Hukum Islam. Jurnal Maliyah. Vol. 03, No. 02. Desember 2013. Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Bernard, A.B., J.B. Jensen, and P.K. Schott. 2006. Transfer Pricing by US-Base Multinational Firms. NBER Working Paper No. 12493. August 2006. Hartanti, W., dan Azlina, D. 2014. Analisis Pengaruh Pajak dan Mekanisme Bonus terhadap Keputusan Transfer Pricing (Studi Empiris pada Seluruh Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Indonesia). SNA 17 Mataram. Universitas Mataram. September 2014. Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Tercatat di BEI Periode 2008–2010. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Ghazali, I. 2009. Analisis Multivariate Lanjutan dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Gusnardi. 2009. Penetapan Harga Transfer dalam Kajian Perpajakan. Pekbis Jurnal. Vol. 1, No. 1, Maret 2009:36–34 IAI. 2012. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. La Porta, R., F. Lopez-de-Silanes, A. Shleifer, and R.W. Vishny. 2000. Investor Production and Corporate Governance. Journal of Financial Economic. 3– 27. Johnson, S., Rafael, L.P., Florencio, L.S. dan Andrei, S. 2000. Tunneling. American Economic Review Paper and Proceedings 90:22–27. Lingga, I.S. 2012. Aspek Perpajakan dalam Transfer Pricing dan Problematika Praktik Penghindaran Pajak (Tax Avoidance). Jurnal Zenit. Vol.1, No.3. Desember 2012. Hlm. 210–221. Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Yogyakarta: CV Andi Offset. Pujiningsih, A.I. 2011. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, Praktik Corporate Governance dan Kompensasi Bonus terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Periode 2007–2009). Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Suryatiningsih, N., dan Sylvia, V.S. 2009. Pengaruh Skema Bonus Direksi terhadap Aktivitas Manajemen Laba: Studi Empiris pada BUMN Periode Tahun 2003–2006. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi 11. Uyanto, S.S. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu. Yuniasih, N.W., dan Wirakusuma, R. 2012. Pengaruh Pajak dan Tunneling Incentive pada Keputusan Transfer Pricing Perusahaan Manufaktur yang Listing di Bursa Efek Indonesia. Jurnal dan Prosiding SNA-Simposium Nasional Akuntansi.
El-Muhasaba, Vol. 6, No 2, Juli 2015