Orientasi Politik Politisi Etnis Cina
ORIENTASI POLITIK POLITISI ETNIS CINA DI KOTA SURABAYA PADA PEMILU 2004 DAN 2009 Yusfirlana Nuri Ma’rifah 094254237 (PPKn, FIS, UNESA)
[email protected]
Warsono 0019056003 (PPKn, FIS, UNESA)
[email protected]
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui orientasi politik politisi etnis Cina di Kota Surabaya terutama pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis fenomenologi. Adapun informan dalam penelitian ini adalah politisi berketurunan Cina di DPRD Kota Surabaya, yakni Baktino, BA (PDI-Perjuangan), Simon Lekatompessy (Partai Damai Sejahtera), Herlina Harsono Njoto, S.Psi (Partai Demokrat). Data penelitian diperoleh melalui teknik wawancara dan observasi. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis fenomenologi menurut Creswell. Dari hasil penelitian dan setelah dianalisis secara cermat dapat di simpulkan bahwa orientasi politik politisi keturunan cina di Kota Surabaya pada Pemilu 2004 dan 2009 meliputi: 1) Latar belakang keikutsertaan politisi etnis cina di Kota Surabaya di dasari atas berbagai macam faktor, antara lain: (a) Adanya keinginan untuk merubah Undang-Undang yang diskriminatif, (b) Pengaruh dari keluarga yang mempunyai latar belakang politisi, (c) Ingin berkontribusi menjadikan Surabaya lebih baik. 2) Faktorfaktor yang mempengaruhi keikutsertaan dalam politik, antara lain: (a) Faktor Sejarah, (b) Tokoh Politik. 3) Pilihan Politik, politisi berketurunan Cina yang menjabat di DPRD Kota Surabaya saat ini terhitung sebanyak tiga orang, dua orang lebih memilih bergabung dengan Partai Nasionalis (Demokrat dan PDIPerjuangan), dan satu orang memilih bergabung pada partai agama (Partai Damai Sejahtera). 4) Orientasi Politik Politisi Etnis Cina di Kota Surabaya adalah: (a) Merubah Undang-Undang/Perda yang diskriminatif tentang etnis cina/masyarakat kelas bawah, (b) Ingin menerapkan Pancasila secara baik dan konsekuen bagi warga Kota Surabaya, (c) Merubah Surabaya menjadi kota yang lebih baik dan kondusif. Kata Kunci : Orientasi Politik
Abstract The aim of this study is to determine the political orientation of Chinese ethnic politicians in Surabaya City, aspecially in 2004 and 2009 elections. This study use the qualitative approach to the phenomenology type. Informants in this study are Chinese generation politicians in Surabaya City Parliament, they are Mr.Baktiono,BA (PDI-Perjuangan), Mr. Simon Lekatompessy (Damai Sejahtera Party), and Mrs. Herlina Harsono Njoto (Demokrat Party). Research datas are obtained through interviews and observation techniques. Data analyzed in this study using a phenomenological analysis by Creswell. Rom the result of the study and carefully analyzed, it can be concleded that the political orientation of Chinese generation politicians in Surabaya City in 2004 and 2009 elections, include: 1) Ethnic Chinese politicians participation background in Surabaya based on various factors, such as: (a) The desire to change discriminatory laws, (b) The influence of family which have politicians background, (c) They want to contribute making a better Surabaya. 2) The factor that influence participation in political parties, such as: (a) History factors, (b) Political figures. 3) Political choice, Chinese generations politicians in Surabaya City Parliament today counted as much as three people, two people choose to join national party (Demokrat dan PDI-Perjuangan) and one person choose to join religious party (Damai Sejahtera Party). 4) Orientation of Chinese ethnic politicians in Surabaya City is: (a) Change the discriminatory law of the lower class Chinese ethnic, (b) They want to implement Pancasila well and consequently, (c) They want to change Surabaya to be a better and condusive City. Keywords: Political Orientation
kepada manusia yang lain karena adanya kebutuhan diri yang memang tidak mampu dipenuhinya sendiri. Melalui sebuah interaksi sosial pula, peran-peran individu dalam struktur masyarakat akan jelas. Dalam suatu sistem masyarakat terdapat beberapa individu yang berbeda, baik agama, ras, bahasa, dan etnis. Keberagaman individu
PENDAHULUAN Sebagai makhluk sosial (zoon politicon), manusia akan selalu membutuhkan manusia lain untuk membantunya dalam menjalani kehidupannya. Tiap manusia akan selalu melakukan sebuah interaksi sosial
143
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 2 Volume 1 Tahun 2014, hal 143-158
dalam suatu masyarakat tersebut menjadi sebuah kekhasan yang dimiliki suatu negara. Keberagaman masyarakat tersebut dapat tercermin dalam kehidupan bangsa Indonesia. Indonesia sebagai negara multikultural yang didalamnya terdapat berbagai kehidupan manusia yang sarat akan adanya suatu perbedaan baik dari agama, ras, bahasa, dan etnis akan menciptakan sebuah harmonisasi kultural yang beragam. Sebagai negara yang sebagian wilayahnya terpisah-pisah, Indonesia mampu menunjukkan bahwa masyarakatnya mampu menjaga suatu keberagaman dan tetap selalu menjunjung tinggi persatuan seperti yang telah tercantum dalam sila ketiga Pancasila yang menjadi pedoman hidup bangsa Indonesia. Selain dikenal sebagai negara multikuktural, Indonesia juga terkenal dengan negara multietnis. Berbagai etnis yang tinggal dan menetap di Indonesia, sebagian besar merupakan etnis asli dan selebihnya adalah etnis pendatang. Salahsatu etnis pendatang yang ada di Indonesia adalah etnis Cina, etnis Arab, etnis India. Tetapi dari berbagai etnis pendatang tersebut yang paling banyak terlihat membaur dalam struktur masyarakat Indonesia adalah etnis Cina. Menurut Leo Suryadinata (dalam Mahfud, 2013:160), jumlah penduduk Indonesia Tionghoa naik sekitar 1,45% sampai 2,04% setiap tahun. Dalam sejarah kehidupannya di Indonesia, etnis Cina pernah mempunyai kenangan buruk, salahsatunya Peristiwa Mei 1998. Pada saat itu banyak etnis Cina yang meninggal, mengalami kekerasan baik fisik dan psikis, pengekangan kebebasan dibidang politik, bahkan penjarahan barang secara besar-besaran. Para penjarah merupakan penduduk miskin perkotaan yang tidak memiliki keterwakilan dalam panggung politik orde baru dan mereka anti Cina (Aspinnal, Edward dkk, 2000:143). Latar belakang peristiwa tersebut adalah adanya praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dan adanya kecemburuan sosial antara pribumi kepada etnis Cina yang dilibatkan dalam kebijakan pemerintah yakni pembangunan ekonomi moneter yang membuat kehidupan pribumi semakin menderita. Setelah 32 tahun terkekang dalam pemerintahan diktator ala Soeharto, etnis Cina merasakan bahwa penderitaannya telah berakhir. Munculnya beberapa perundang-undangan baru untuk mencabut peraturan diskriminatif kepada etnis Cina mulai muncul salahsatunya adalah Keputusan Presiden No.19/2002 tentang ditetapkannya Hari Tahun Baru Imlek sebagai Hari Libur Nasional. Pada masa reformasi, etnis Cina mulai menyerukan isu-isu lokal tentang penegakan HAM yang sempat terjajah pada masa orde baru. Selain menyerukan penegakan HAM, etnis Cina juga mulai
masuk dan terlibat dalam kehidupan politik Indonesia. Bentuk partisipasi dan aspirasi yang dibawa etnis Cina mulanya masih pada taraf ikut berpartisipasi dengan memilih anggota legislatif dan Presiden Republik dalam Pemilihan Umum. Semakin hari perilaku politik yang ditunjukkan etnis Cina di Indonesia mulai terlihat walaupun tidak banyak. Dari tingkat pusat sampai dengan tingkat daerah, terlihat banyak warga keturunan Cina yang menduduki posisi strategis sebagai wakil rakyat, anggota pemerintahan, dan menteri-menteri dalam Kabinet pemerintahan era Reformasi. Aspirasi politik etnis Cina berubah menjadi suatu partisipasi politik dan etnis Cina mulai menunjukkan pilihan-pilihan politik yang sesuai dengan ideologinya. Pada pemilu 1999, tercatat 150-an calon anggota legislatif dari etnis Cina, pemilu 2004 jumlahnya meningkat menjadi 200-an caleg dari etnis Cina, dan pada pemilu 2009 jumlahnya meningkat menjadi 100-an calon legislatif. Pada era reformasi saat ini juga banyak partai politik yang bermunculan baik yang muncul dengan paham nasionalis (PDIP, Golkar, PAN, dll), paham agama (PKB, PPP, PDS), dan partai politik milik etnis Cina (PARTI, PBI). Sebagai seorang elit politik yang berasal dari etnis Cina, yang mewadahi segala aspirasi rakyat Indonesia semakin lama kinerjanya di pertanyakan. Hal ini berhubungan dengan adanya kekuatan bisnis yang rata-rata dimiliki etnis Cina yang dapat memudahkan akses politiknya. Mayoritas masyarakat menganggap adanya kekuatan bisnis menyebabkan terjadinya KKN yang ada dalam pemerintahan di Indonesia. “Gejala sosial yang juga marak terjadi, adalah pengusaha menjadi seorang politisi. Langkah ini normal sejauh pengusaha mampu menjaga profesionalismenya. Ia menjadi tidak normal ketika pengusaha setelah menjadi politisi memanfaatkan kekuasaannya untuk memudahkan akses kekuatan bisnisnya” (Sumber: Surat Kabar Kompas, 03 Januari 2014) Mengenai adanya kekuatan bisnis yang dimiliki elit politik etnis Cina di Indonesia memang tidak lepas dari pengaruh orde baru yang mendominasikan perekonomian yang berasal dari etnis Cina dalam pemerintahan Soeharto. Pada masa orde baru, etnis Cina lebih dilibatkan pada pembangunan ekonomi secara dominan dalam pemerintahan era Soeharto. Sebagai etnis yang mendominasi sektor perekonomian Indonesia pada masa itu, etnis Cina mempunyai pengaruh besar terhadap kemajuan perekonomian Indonesia. Pada zaman pemerintahan era orde baru etnis Cina sudah di kenal sebagai pebisnis ulung. Bahkan orang Tionghoa mewujudkan usahanya demi meningkatkan standar hidup dengan bekerja secara ulet, kerja keras, dan hemat
Orientasi Politik Politisi Etnis Cina
tentunya ini mencerminkan sifat kapitalisme dan materialisme yang dimilikinya (Noordjanah, Andjarwati, 2004:59). Pola kinerja dalam bidang ekonomi terkadang membawa pengaruh terhadap kinerja politik para elit politik yang berasal dari etnis Cina. Kinerja politik etnis Cina terlihat melalui sikap yang dilakukan para politisi etnis Cina yang pernah dan saat ini menduduki jabatan di pemerintahan, baik pusat maupun lokal. Tokoh-tokoh politik etnis Cina antara lain seperti Kwik Kian Gie (PDIPerjuangan), Alvin Lee (PAN), Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), dan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yakni Marie Elka Pangestu. Politisi yang berasal dari etnis Cina juga tidak bisa dipisahkan dari usaha perekonomian yang di milikinya, salahsatunya Kwik Kian Gie. Disamping sebagai seorang fungsionaris pemerintahan, Kwik mendirikan PT Indonesian Financing & Investment Company, dan menjadi pemimpin dari 3 perusahaan. Contoh lain adalah Ahok, Ahok merupakan cerminan pemimpin yang tegas dan ulet, dan pekerja keras. Hal tersebut terbukti dengan kinerjanya saat ini yang lebih menekankan suatu perubahan yang lebih baik bagi DKI Jakarta. Para elit politik yang berasal dari etnis Cina, harus mampu menghapuskan stigma-stigma negatif yang diberikan rakyat Indonesia dengan cara bekerja maksimal dan memilih bergabung dengan partai yang membawa aspirasi seluruh rakyat Indonesia serta sesuai dengan ideologinya dan hati nuraninya. Keberadaan banyak partai politik yang mewarnai demokratisasi pada masa reformasi saat ini merupakan sebuah gambaran adanya sistem multi partai. Dari riset awal, pada pemilu 2004 dan 2009, elit politik etnis Cina cenderung memilih partai politik beraliran nasionalis, seperti Partai Demokrat, PDIPerjuangan, Golkar, PAN karena orang tionghoa lebih menaruh harapan akan terakomodasinya berbagai kepentingan dan harapannya, serta kian tumbuhnya kesadaran sebagai bangsa Indonesia (Mahfud, 2013:269). Berbagai fakta diatas menjadi bahan yang unik untuk dikembangkan menjadi sebuah penelitian. Alasan peneliti ingin meneliti tentang orientasi elit politik etnis Cina adalah alasan keikutsertaannya dalam bidang politik. Hal ini berhubungan dengan adanya kemapanan yang dimiliki etnis Cina dalam bidang ekonomi tentunya hal itu sudah cukup membuat etnis Cina mendapatkan kemakmuran dalam hidup dan di dalam tatanan masyarakat. Alasan kedua yakni, banyaknya pilihanpilihan politik tetapi mayoritas etnis Cina yang lebih condong pada partai-partai yang mempunyai paham nasionalis. Bukankah etnis Cina pada saat itu sudah banyak memiliki partai yang mewadahi aspirasi politik etnis Cina, seperti Partai Bhineka Tunggal Ika Indonesia (PBI) dan partai yang bernafaskan agama yang di anut
sebagian besar elit politik etnis Cina di Indonesia, seperti Partai Kristen Indonesia. Alasan ketiganya adalah ingin mengetahui keinginan kedepan yang akan dicapai setelah elit politik etnis Cina masuk dalam anggota pemerintahan, baik legislatif maupun eksekutif. Salahsatu tempat yang sesuai untuk di jadikan tempat penelitian adalah Kota Surabaya. Surabaya juga menjadi tempat tinggal berbagai suku bangsa di Indonesia, termasuk Madura, Tionghoa/Cina, Arab, dan India. Sebagai kota metropolitan dan kota kedua terbesar setelah Jakarta, Surabaya menjadi tempat yang subur untuk melihat sejauh mana perkembangan kehidupan politik dan bisnis. Pada Pemilu 2004 dan 2009, etnis Cina mulai menampakkan dirinya dalam percaturan politik di Kota Surabaya. Baik sebagai anggota perwakilan rakyat, aktifis politik, dan pakar politik Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana orientasi politik para politisi etnis Cina yang berada di Kota Surabaya? Fokus penelitian tentang orientasi politik politisi etnis Cina di Kota Surabaya pada pemilu 2004 dan 2009 adalah: 1) Alasan keikutsertaannya dalam bidang politik, 2) Banyaknya pilihan-pilihan politik tetapi mayoritas etnis Cina yang lebih condong pada partai-partai yang mempunyai paham nasionalis, 3) Mengetahui orientasi kedepan yang akan dicapai setelah politisi etnis Cina masuk dalam anggota legislatif di Kota Surabaya. Orientasi Politik Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, orientasi adalah kecenderungan akan satu arah tertentu, atau keinginan ke depan yang hendak di capai. Sedangkan, pengertian politik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tata negara dan ilmu tentang kekuasaan. Akan tetapi dalam lingkup yang lebih khusus politik ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Ramlan Surbakti,1999:11). Dapat diartikan bahwa orientasi politik merupakan sebuah keinginan yang hendak di capai melalui suatu pilihan politik yang menjadi bagian dari sistem politik Indonesia. Suatu orientasi politik terdapat suatu klasifikasi tipe-tipe orientasi individu. Menurut Parsons dan Shils (dalam Gabriel A. Almond, 1984:16) dijelaskan bahwa orientasi politik dibagi menjadi tiga, yaitu: (a) Orientasi Kognitif: pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan segala kewajibannya, serta input, dan outputnya; (b) Orientasi Afektif: perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor, dan penampilannya; (c) Orientasi Evaluatif: keputusan dan
145
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 2 Volume 1 Tahun 2014, hal 143-158
pendapat tentang obyek-obyek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan. Orientasi setiap individu terhadap dunia politik selalu berhubungan dengan tiga hal tersebut. Dalam suatu orientasi kognitif, individu mempunyai cara untuk mengukur dan melihat bagaimana sistem dan cara kerja yang di berlakukan tentang segala keputusan dan kebijakan yang di keluarkan legislatif maupun eksekutif terhadap kepentingan bersama masyarakat. Setiap individu sebagai anggota dari masyarakat berhak melihat dan mengukur kinerja pemerintah untuk menyelenggarakan kehidupan kenegaraan yang lebih baik melalui kebijakan-kebijakan yang telah di keluarkannya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak legislatif maupun eksekutif harus tetap di awasi apakah hal tersebut menguntungkan atau merugikan masyarakat. Orientasi afektif berbeda dengan orientasi kognitif. Orientasi kognitif lebih pada tindakan atau respon langsung individu terhadap sistem politik yang ada, sedangkan orientasi afektif pada perasaan individu yang ada di dalam hati. Dalam orientasi afektif setiap individu mempunyai suatu perasaan terhadap suatu sistem politik. Perasaan bisa diwujudkan dengan suatu penolakan/rasa ketidak percayaan terhadap sistem politik yang ada. Penolakan terhadap sebuah sistem politik bisa terjadi dikarenakan adanya beberapa faktor antara lain, adanya suatu rasa trauma yang pernah di alami beberapa keluarga atau teman, sikap takut yang berlebihan terhadap sistem politik yang berkembang baik pada zaman dahulu atau sekarang. Dari adanya berbagai orientasi politik, terdapat orientasi yang bersifat evaluatif, maksudnya adalah setiap individu memiliki penilaian moral terhadap suatu sistem politik. Membicarakan orientasi politik tentunya tidak akan terlepas dari dua pembicaraan, yakni orientasi yang berdasarkan kemakmuran rakyat banyak dan orientasi kekuasaan yang dimiliki elit politik. Elit politik yang hanya mengandalkan kekuasaan kinerjanya hanya berdasarkan perolehan kekuasaan dan pengakuan setinggi-tingginya. Elit politik yang biasa memanfaatkan kekuasaannya adalah elite yang mempunyai modal atau bisnis yang dapat mempengaruhi kehidupan bernegara. Menurut Damsar (2012:78) Politik dikuasai oleh kaum kalangan atas yang mempunyai modal untuk melakukan suatu perubahan pada Negara. Budaya seperti ini telah membuat struktur politik demokrasi tidak berjalan sesuai dengan semestinya. Budaya demokrasi yang ada di Indonesia ini masih cenderung tradisional dan masih mengandalkan kultur yang kental yakni adat Jawa sebagai budaya pokok yang ada di Indonesia. Hal ini berpengaruh terhadap kinerja politik para elit politik. Kinerja tokoh politik yang diwarnai dengan tradisi jawa
baik sikap, perilaku, dan orientasi politiknya (Afan Gaffar, 2004:106) Budaya demokrasi dalam suatu negara tidak bisa dikatakan berhasil apabila pemegang kekuasaan atau elit politik tidak bisa menjalankan fungsinya dengan baik. Hal penting lain yang harus diingat adalah bahwa demokrasi bukan hanya sekedar tata cara, prosedur, dan bukan juga sekedar mekanisme tata negara dalam pengelolaan sistem politik, melainkan isi, tingkah laku, komunikasi, interaksi, serta tata nilai.(http://politik.kompasiana.com/2013/03/06/harapankelanjutanbudaya-demokrasi-indonesia-540408.html Teori Fenomenologi Alfred Schutz Menurut Kuswarno (2009:2) teori fenomenologi Alfred Schutz berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksikan makna dan konsep penting dalam kerangka intersubjektifitas yang maksudnya adalah pemahaman mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain. “Schutz mengakui fenomenologi sosialnya mengkaji tentang intersubyektivitas dan pada dasarnya studi mengenai intersubyektivitas adalah upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: (a) Bagaimana kita mengetahui motif, keinginan, dan makna tindakan orang lain?, (b) Bagaimana kita mengetahui makna atas keberadaan orang lain?, (c) Bagaimana kita dapat mengerti dan memahami atas segala sesuatu secara mendalam?, (d) Bagaimana hubungan timbal balik itu dapat terjadi? (file://localhost/D:/fenomenologi-sosialdari-alfred-schutz.html) Teori fenomenologi Alfred Schutz juga merupakan teori yang meletakkan adanya hubungan antara pengetahuan dan perilaku kehidupan manusia sehari yang di sebabkan oleh sebuah motif yang mendasari perilaku manusia itu sendiri. Perilaku manusia tersebut di dasari atas “because motive” (motif sebab) dan “in order to motive” (motif tujuan). Pada teori fenemenologi, peneliti menujukkan rasa ketidak tertarikannnya pada dunia yang di amati dan pada suasana yang ada di dalam dunia yang di amati Peneliti mencoba menempatkan diri pada tempat yang di rasakan nyaman oleh subjek penelitian agar subjek penelitian mampu bercerita tentang makna pengalaman hidup yang di perlukan peneliti dengan baik agar data yang di peroleh menjadi valid. Teori fenemenologi ini akan digunakan untuk motif orientasi politik politisi keturunan Cina di Kota Surabaya, terutama di DPRD Kota Surabaya. Hal ini berhubungan dengan sikap dan hal-hal yang mempengaruhi orientasi politik, dan motif-motif keikutsertaannya dalam panggung politik. Penggunaan teori fenomenologi ini di dasarkan atas semakin tumbuhnya partisipasi politik politisi etnis Cina di Kota
Orientasi Politik Politisi Etnis Cina
Surabaya pasca reformasi, yang terasa berbeda dengan masa sebelum reformasi di mulai.
bertugas di pemerintahan di Kota Surabaya pada periode pemerintahan 2004-2009 dan 2009-2013. Salah satunya adalah tokoh politik etnis Cina yang menjabat sebagai anggota DPRD Kota Surabaya adalah Herlina Harsono Njoto, S.PSi (Partai Demokrat), Baktiono, BA (PDIPerjuangan), Simon Lekatompesy (Partai Damai Sejahtera). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer. Data primer adalah data diperoleh secara langsung dari obyek penelitian baik melalui wawancara dan observasi. Wawancara dan observasi akan dilakukan secara langsung dengan politisi yang berasal dari etnis Cina yang pernah menjabat atau sedang menjabat di DPRD Kota Surabaya. Teknik pengumpulan data yang di pergunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Metode Observasi (Pengamatan), Observasi merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya suatu studi tentang fenomena sosial dengan jalan mengalami dan mencatat (Mardalis, 2006:63). Dalam penelitian ini, peneliti lebih memilih untuk melakukan observasi partisipasi. Observasi partisipasi digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data tentang orientasi politik politisi etnis Cina yang berada di Kota Surabaya. (2) Metode Interview (Wawancara), sebelum memulai suatu wawancara, peneliti wajib mempersiapkan pedoman wawancara agar pembicaraan tentang masalah yang akan di teliti tidak mengarah pada masalah-masalah lain. Pedoman wawancara di bedakan menjadi dua macam, yaitu pertanyaan yang berstruktur dan yang tidak berstruktur. Pertanyaan yang berstruktur adalah pertanyaan dan jawabannya sudah di tentukan oleh peneliti. Jawaban atas pertanyaan berstruktur bisa “ya” atau “tidak”, “setuju” atau “tidak setuju”, dsb. Pertanyaan yang berstruktur lebih memudahkan untuk mengoreksi dan menganalisanya, karena jawaban yang seragam. Penggunaan pertanyaan tidak berstruktur dalam penelitian ini untuk mendapatkan suatu informasi secara lebih mendalam tentang subyek yang akan di teliti mengenai hal yang berhubungan dengan pemaknaan suatu pengalaman yang pernah terjadi dalam kehidupannya sesuai dengan arah dalam penelitian fenomenologi. Penggunaan pertanyaan tidak berstruktur juga digunakan untuk mengeksplorasi pengetahuan tentang dunia politik baik pada Era Orde Baru dan Reformasi, serta latar belakang orientasi dan pilihan politisi keturunan Cina di DPRD Kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan model triangulasi teknik pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian fenomenologi maka langkah-langkah analisis data pada penelitian fenomenologi menurut Creswell yaitu: (a) Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau
METODE Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif. Fungsi penelitian kualitatif pada dasarnya adalah menangkap situasi-situasi dalam kehidupan sosial masyarakat yang tidak dapat dipecahkan oleh penelitian yang menggunakan pendekatan kuantiatif (Moleong, 2000:7). Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, peneliti akan dapat mencermati kehidupan politik, cara pandang berpolitik, pilihan-pilihan politik para politisi etnis Cina di Kota Surabaya. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah fenomenologis. Penelitian fenomenologis digunakan untuk memahami peristiwa yang berhubungan dengan orang atau kelompok yang memahami suatu situasi tertentu. Penelitian akan dilakukan di wilayah Kota Surabaya, di khususkan pada DPRD Kota Surabaya di Jalan Yos Sudarso No.18-22 Kota Surabaya. Peneliti memilih DPRD Kota Surabaya dikarenakan beberapa alasan mendasar yang berhubungan dengan judul penelitian yang dikemukakan oleh peneliti. Alasan-alasan pemilihan lokasi penelitian, antara lain: 1) DPRD Kota Surabaya merupakan sebuah lembaga dewan yang membawahi segala aspirasi masyarakat Kota Surabaya yang beragam. 2) Pasca Orde Baru, anggota DPRD Kota Surabaya tidak di dominasi oleh kaum pribumi tetapi juga ada beberapa politisi yang berketurunan cina yang mulai bergabung menjadi anggota dewan legislatif dan menyuarakan aspirasi masyarakat Kota Surabaya. 3) Mayoritas etnis cina di Jawa Timur berada di Kota Surabaya. Etnis cina termasuk etnis terbanyak ketiga yang mendiami Kota Surabaya setelah etnis Jawa dan Madura. Hal ini yang menyebabkan tumbuhnya politisi etnis cina di Kota Surabaya yang ingin bergabung untuk menjadi wakil rakyat. 4) Awal mula dunia perpolitikan etnis cina di Indonesia berada di Kota Surabaya. Lahirnya Partai Tionghoa Indonesia (PTI) berada di Kota Surabaya yang di prakarsai oleh tokoh cina yang bernama Liem Koen Hian. Penyusunan skripsi ini dilakukan secara sistematis, dimulai dari konsultasi masalah penelitian dan judul penelitian proposal skripsi sampai pengumpulan laporan hasil penelitian skripsi yang di lakukan dari tanggal Februari 2013-Januari 2014. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Purposive Sampling. Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2005:218). Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah dari politisi etnis Cina yang masih bertugas maupun yang sudah tidak
147
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 2 Volume 1 Tahun 2014, hal 143-158
gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan; (b) Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran menyeluruh tentang fenomena pengalaman yang telah dikumpulkan; (c) Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir mengenai data yang dianggap penting kemudian melakukan pengkodean data; (d) Menemukan dan mengelompokkan makna pernyataan yang dirasakan oleh responden dengan melakukan horizonaliting yaitu setiap pernyataan pada awalnya diperlakukan memiliki nilai yang sama. Selanjutnya, pernyataan yang tidak relevan dengan topik dan pertanyaan maupun pernyataan yang bersifat repetitif atau tumpang tindih dihilangkan, sehingga yang tersisa hanya horizons (arti tekstural dan unsur pembentuk atau penyusun dari phenomenon yang tidak mengalami penyimpangan); (e) Pernyataan tersebut kemudian di kumpulkan ke dalam unit makna lalu ditulis gambaran tentang bagaimana pengalaman tersebut terjadi;(f) Selanjutnya peneliti mengembangkan uraian secara keseluruhan dari fenomena tersebut sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Kemudian mengembangkan textural description (mengenai fenomena yang terjadi pada responden) dan structural description (yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi); (g) Peneliti kemudian memberikan penjelasan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna pengalaman responden mengenai fenomena tersebut; (h) Membuat laporan pengalaman setiap partisipan. Setelah itu, gabungan dari gambaran tersebutditulis.(http://binapascamu.wordpress.com/2012/ 09/05/info-seputar-jadwal-diskusi/. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya adalah sebuah lembaga perwakilan rakyat yang bertugas untuk menyelenggarakan, mengawasi suatu kebijakan pemerintah daerah yang berada di kawasan Kota Surabaya. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya terletak tepat di Jalan Yos Sudarso No. 18-22, Kota Surabaya. . Gedung berwarna putih tersebut di bangun dan mulai di resmikan pada tanggal 4 April 1997 oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 yaitu M. Basofi Soedirman. Dibangunnya Gedung DPRD Kota Surabaya ini telah menunjukkan bahwa pemerintahan pada Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya mulai di bangun untuk menata kehidupannya sendiri baik dari segi pembangunan, pemerintahan, maupun kebijakan.
Orientasi politik politisi keturunan Cina di Kota Surabaya Pada Pemilu 2004 Dan 2009, dibagi menjadi beberapa faktor yakni : Latar Belakang Keikutsertaan dalam Politik Langkah awal keikutsertaan politisi etnis Cina dalam dunia politik dapat dikatakan beragam. Setiap politisi etnis Cina di Kota Surabaya mencoba mengungkapkan sejarah awal keikutsertaannya dalam bidang politik seperti yang di jelaskan oleh salahsatu politisi etnis Cina di bawah ini: “Latar belakang, ehhmmm latar belakang itu bapak saya ini…….politikus tahun 50-an, papa saya seorang pedagang. Saya punya bapak (ideologis) dan punya papa (biologis), saya juga punya satu ibu. Hehehehehe..saya punya bapak dan papa kan enak luro (dua=dalam bahasa indonesia). Saya mulai bayi ikut bapak, bapak saya seorang nasionalis. Jadi dalam diri saya sudah tertanam paham nasionalisnya dan jiwa saya juga nasionalis sesuai dengan pengajaran Bung Karno selama ini. Kita juga masyarakat maka kita juga harus ngelakuin yg terbaik buat rakyat, dan kita juga bisa berperan baik di tengah masyarakat sesuai isi Pancasila kita. Walaupun kenyataan seperti ini banyak perubahan aturan-aturan perundangundangan tapi tetap suara kita tetap sama, kita tidak berubah suara kita untuk menyuarakan, dan kita harus di dalam untuk teruuussss memperjuangken bahwa pancasila harusss terlaksana dengan baik dan benar.”(Baktiono, B.A, Ruang Komisi D DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13,11:48) Penjelasan dari salahsatu narasumber meyakinkan bahwa pendidikan politik dari keluarga mampu membentuk sikap untuk terjun dalam dunia politik praktis di Kota Surabaya dengan menyuarakan misi untuk pengamalan Pancasila yang lebih baik. Alasan keikutsertaan politisi etnis Cina dalam keikutsertaannya di bidang politik juga tidak bisa dipisahkan dari sejarah yang pernah di alami sebagian masyarakat etnis Cina yang tinggal di Indonesia. Sejarah mencatatkan bahwa etnis Cina pernah mengalami kejadian terburuk pada tahun 1998 yakni penjarahan dan pendiskriminasian melalui aturan-aturan yang di tetapkan pemerintah pada masanya. Hal ini yang membuat salahsatu politisi etnis Cina untuk memutuskan bergabung di politik praktis pada periode 2009-2014 di Kota Surabaya, berikut hasil wawancara: “Jadi gini selama saya menjadi rakyat Indonesia saya masih merasakan peraturan, UU, dan perda saat ini masih diskrimasi makanya itu saya masuk DPRD Kota Surabaya tujuan saya untuk
Orientasi Politik Politisi Etnis Cina
memperbaiki peraturan-peraturan daerah yang masih terkesan diskriminasi kepada masyarakat. Heeh, contohnya tentang Perda Administrasi Kependudukan itu, lebih dari 260 ribu orang Surabaya lebih dari 27 tahun tidak bisa memiliki KTP Surabaya ini kan diskriminasi entah dia WNI Keturunan, entah dia WN Asli, apa-apa orang yang lahir asli dari Surabaya kurang lebih 27 tahun lebih tidak bisa memiliki KTP, Akta Kelahiran, KSK, dan itu saya tau waktu saya belum jadi anggota DPR, setelah saya menjadi anggota DPR e saya memperjuangkan itu dan Alhamdulillah akhirnya perdanya itu di batalkan sehingga sekarang kurang lebih 260 ribu orang Surabaya yang tadinya hidup dalam kepalsuan sekarang sudah bisa memiliki KTP, ya itu hampir sama dengan SKBRI zaman dulu, kan zaman dulu ngurus apapun harus pakai SKBRI, Ngurus paspor juga SKBRI, sekarang kan sudah nggak, itu karena di dalam UU eee di dalam ee UU Kependudukan kemudian diturunkan menjadi PP dan Perda, ternyata Perda Surabaya itu ada diskriminasi tentang itu makanya Perda itu di tulis untuk bisa memiliki KTP Surabaya orang tersebut harus bisa menunjukkan tempat tinggal resmi dan dibuktikan dengan bukti surat kepemilikan tanah atau bangunan, lha kalau orang yang nasibnya kurang beruntung, yang gak bisa membuktikan itu,berarti kan dia gak punya KTP,itu kan diskriminasi. Jadi mosok orang kaya tok yang bisa miliki KTP, itu kan logikanya seperti itu..haahaha dan itu sukses sampai sekarang ini, hasil perjuangan saya ini akhirnya sukses”. (Simon Lekatompessy, Ruang Komisi C DPRD Kota Surabaya, Senin 21/10/2013,11:12) Anggota DPRD Kota Surabaya menjelaskan bahwa keikutsertaannya dalam bidang politik didasari atas kekecewaan pada pemerintah yang sampai sekarang masih menerapkan Undang-Undang yang diskriminatif. Hal lain terungkap dari satu-satunya politisi wanita yang berasal dari etnis Cina yang saat ini duduk di Komisi C DPRD Kota Surabaya. Beliau mengatakan bahwa menunjukkan kinerjanya sebagai caleg wanita memang tidak mudah tetapi semuanya jadi lebih baik apabila mampu bekerja semaksimal mungkin. Bekerja untuk rakyat merupakan langkah awal yang dapat mengantarkannya untuk menjadi seorang politisi yang berasal dari golongan minoritas. Berikut hasil wawancara dengan politisi wanita ini : “Wong saya masuk dalam dunia politik ini hanya karena saya ingin lebih berkontribusi untuk menjadikan Surabaya lebih baik Dan ini menyangkut dari hati saya pribadi dan mungkin dari beberapa teman
juga pada waktu itu banyak yang mengajak untuk bergabung di dunia politik. Karena mereka juga sudah lebih duluan masuk dalam kepengurusan partai.”(Herlina Harsono Njoto, Ruang Komisi C DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13, 11:08)”\ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keikutsertaan Dalam Politik Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi keikutsertaan politisi etnis Cina dibidang politik terutama di Kota Surabaya, antara lain: Faktor Sejarah Sejarah menjadi salahsatu bagian penting sebagai faktor yang dapat mempengaruhi orientasi politik seseorang terutama untuk politisi etnis Cina di Kota Surabaya. Sejarah tentang keberadaan politisi yang berketurunan Cina pada awal pemerintahan Orde Baru memang tidak di temukan. Hal ini terkait dengan minimnya parisipasi politik warga yang berketurunan Cina untuk terjun dalam dunia politik. Tetapi keengaanan mereka untuk terjun pada dunia politik juga di karenakan adanya pelarangan oleh pemerintah pada saat Orde Baru. Kelompok WNI berketurunan Cina pada saat itu lebih di siapkan untuk masuk dalam dunia ekonomi. Berikut hasil wawancara dengan politisi yang berketurunan Cina : “Seperti yang saya katakan sebelumnya mbak, Orde baru itu mendeskriditkan orang keturunan supaya tidak boleh menjadi politisi, tidak boleh menjadi PNS, tidak boleh menjadi orang diangkatan, pokoknya itu miliknya orang pribumi wes karena itu orang keturunan wis kamu hidupo di bisnis saja, nah itu ee jadi masyarakat keturunan ini di paksa untuk mengikuti arah pemerintah orba, sekolah saja untuk jurusan-jurusan tertentu tidak boleh masuk, sampai hari ini pun masih ada diskrimainasi itu, masih dan terlihat masih. Ya contohnya di Airlangga itu kalau umpamanya pengen jadi dokter spesialis kalau orang yang bukan keturunan dokter minta jadi spesialis, spesialis bedah, spesialis anak ndak bisa sekarang, sampai sekarang masih itu, Gitu lho, hehh baru tau ya kamu? Lha itu akibat dari era orba dengan program seperti itu akhirnya kan orang Cina kan juga butuh hidup, bidang yang tidak dilarang dan dibatasi satu-satunya kan di ekonomi. Akhirnya mereka nekuni di bidang ekonomi dan itu sukses. Nah setelah sukses, kan ada suara2 sumbang orang keturunan Cina kok monopoli ekonomi, tapi yang salah siapa kan? posisinya juga serba salah, lha disudutkan masak orang yang di sudutkan itu gak boleh hidup? aahh setelah era reformasi itu klan ini sudah di buka orang keturunan silahkan boleh
149
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 2 Volume 1 Tahun 2014, hal 143-158
ngikut politik, lha politik kayaknya masih mudah tapi yang ikut pegawai negeri kayaknya masih sulit,ikut angkatan juga jarang kecuali kayak spesialis-spesialis itu. Supaya segera ada perubahan yang signifikan pada era reformasi kesempatan masuk politik ini lah kesempatan orang keturunan Cina berupaya untuk masuk kesana, tujuannya apa? Ya untuk merubah UU atau peraturan negara yang masih ada diskrimanasi. Memang tidak gampang butuh proses yang panjang. Nah tapi saya yakin suatu saat pasti akan eee selesai” (Simon Lekatompessy, Ruang Komisi C DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13, 13:22) Dari sejarah yang dikemukakan oleh salah satu politisi di DPRD Kota Surabaya tersebut dapat memberikan penjelasan bahwa sejarah yang suram yang di terima oleh kelompok masyarakat yang terdeskritkan pada era orde baru terutama untuk warga yang berketurunan Cina mampu dibalikkan menjadi sebuah alat untuk memperjuangkan hak-haknya sebagai WNI keturunan untuk di pandang sama dengan warga negara Indonesia yang lain. Hal ini di tunjukan dalam sebuah partisipasi politik sebagai bagian perwujudan perilaku dalam menyuarakan hak-hak warga yang terasa masih diskriminatif dalam UU yang sudah di resmikan pemerintah daerah Kota Surabaya. Sejarah mulai tergantikan dengan wujud politik yang lebih menekankan suatu pluralitas yakni politik multikulturalisme. Politik yang berlandaskan pluralisme memiliki peran dalam orientasi politik politisi etnis Cina di Kota Surabaya. Berikut kutipan wawancara dengan subjek penelitian tentang pentingnya suatu politik multikulturalisme yang berkembang di Indonesia : “Tentang politik multikulturalisme, karena kita memang multikultur. Lha Sebutan tentang politik multikulturalisme itu kan hanya pengingat saja, dari sabang sampai merauke , dari barat sampai ke timur, sudah terlihat Indonesia ini terdiri dari berapa suku,berapa bahasa, berapa kepercayaan ya? Sudah mulai rambut lurus sampai keriting, kulitnya sari putih sampai kulit hitam, itu ada semua di Indonesia lalu di satupadukan dalam sebuah Pancasila dan asas Bhinneka Tunggal Ika berbeda-beda tetapi tetap satu jua, ya distu dan memang harus seperti itu. Memang politik bangsa Indonesia ini harus menganut adat kultur yang dimiliki bangsa Indonesia, yang berkepribadian Indonesia, bukan mengadopsi kultur dari negaranegara lain, kalau kita melakukan itu bangsa kita akan mengalami kehancuran. Makanya pas islam masuk ke Indonesia itu, ya lewat kultur Indonesia dan budaya bangsa, begitupula agama Kristen
masuk di Indonesia ya lewat kultur dan budaya bangsa. Buktinya di jombang itu, banyak orang yang beragama Kristen melakukan ibadah dan pujian-pujiannya melalui gamelan-gamelan,lha seperti itu masuknya. Begitupula dengan politik, kalau politik berubah tidak menganut budaya asli Indonesia maka Indonesia akan jadi gak karukaruan,hahahahahaha….”(Baktiono, B.A, Ruang Komisi D DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13,11:48) Dalam sebuah prakteknya politik multikulturalisme juga dapat digunakan sebagai perubah UU yang bersifat diskriminatif terbukti dengan hasil wawancara di bawah yang menyatakan bahwa sadarnya suatu pemerintahan akan adanya kehidupan plural yang ada di Indonesia membuat segala aspek kehidupan juga berubah. Hal senada di nyatakan oleh subjek penelitian di bawah ini : “Tentang politik multikulturalisme,saya yaa setuju saja terbukti lho mbak itu, ya bener…Jadi gini saya melihat saya bersyukur sekarang ini UU Kewarganegaraan ini sudah dibagi menjadi dua, 1 warga negara Indonesia 2,WNA, sudah tidak adalagi warga negara keturunan didalam UU KWN kan gitu jadi diakui atau toidak diakui sekarang sudah ada kemajuan hanya ada dua warga negara WNI dan WNA,ya didalam WNI itu ada warga keturunan Cina,india, arab bodo amat kalau dia sudsah memiliki KTP Indonesia dia sudah menjadi anggota WNI,nah di dalam UU itupun tidak ada perbedaan yaw raga negara Indonesia ya warga negara Indonesia gak onok perbedaan yang macam2 karena itu hak dan kewajiban perorangan itu sama derajatnya kan gitu yak arena sama derajatnya maka sama haknya, karena itu saya masuk DPR ini dengan mayoritas, kalau kita membicarakan feed back mayoritas nya WNI Pribumi kalau kita melihat UU Lama, nah lha dan kita warga keturunan menjadi minoritas. Itu sudah lama, kalau UU yang baru tidak membedakan karena hak dan kewajibannya semua orang sama. Krena itu di dalam DPR itu sendiri tidak ada perbedaan etnis, agama, keturunan, semuanya sama rata punya hak sama2, hak bicara, hak pendapat, dan dalam pergaulan pun tidak ada bedanya mudah-mudahan dari DPR inilah keluar di masyarakat pun sama, tapi kalau kita lihat di lingkungan masyarakat.Di kampung2 khususnya di Surabaya to bahwa dominan masyarakat keturunan tionghoa kan sudah sangat aktif hampir tidak ada perbedaan yang mmbuat terkesan adanya perbedaan kan hanya di aturan tapi fakta di kehidupan masyarakat kan sudah tidak ada,
Orientasi Politik Politisi Etnis Cina
mungkin ada satu dua tapi secara masyarakat kan sudha berbaur buktinya sudah ada yg bersedia menjadi ketua RT ,ya? Sebentar ya (sambil berbicara dengan anggota dewan lain yang akan menggelar paripurna ttg pembangunan goronggorong dan drainase, dan pemilihan walikota, dan wakil walikota di Kota Surabaya) ”(Simon Lekatompessy, Ruang Komisi C DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13, 13:22) Politik multikulturalisme merupakan suatu implementasi dari bangsa Indonesia. Politik multikulturalisme juga mempunyai kesamaan dengan ideologi bangsa kita yakni Pancasila. Pancasila merupakan suatu hasil pengakomodiran dari aspirasi rakyat Indonesia yang bersifat plural. Tentang adanya beberapa suku bangsa, bahasa, etnis, agama itu hanya sebagai pembeda tetapi dalam sebuah pelaksanaannya tidak ada perbedaan mendasar tentang keinginannya untuk menjadikan Indonesia lebih baik. Seperti terungkap dengan hasil wawancara dengan subjek penelitian di bawah ini : “Mengenai saya adalah seorang anggota dewan yang berketurunan Cina saya anggap itu semua tidak ada perbedaan yang mendasar karena saya yakin ya bahwa masyarakat saat ini lebih terbuka dan lebih nasional pemikirannya maka tidak akan ada stigma buruk tentang etnis Cina yang menjadi anggota DPR seperti saya, yang penting saat ini itu adalah bagaimana kita bisa berbuat semaksimal mungkin untuk mereka, apa yang bisa saya perbuat untuk kesejahteraan mereka. Tidak,saya gak pernah merasa trauma akan masa lalu politik warga nehgara keturunan seperti saya yang banyak mengalami diskriminasi, itu kan hanya omonganomongan dari beberapa model oknum yang senagaja menyudutkan warga keturunan, tetapi saya tidak mau ambil pusing dengan itu semua karena saya yakin masyarakat lebih bisa bertindak yang semestinya pada zaman keterbukaan sekarang. Politik saat ini bukan hanya milik perorangan atau kelompok tertentu saja tetapi juga milik semua orang yang tinggal di Indonesia,semua gak ada bedanya mungkin itu yang bisa saya katakan tentang politik multikulturalisme. Karena di Indonesia ini kompleks, terutama di Kota Surabaya ada suku jawa,Cina, india,sunda, Madura, dan banyak lagi..hhmmm intinya semua berhak untuk turun di masyarakat, dan kembali lagi kita bisa melakukan apa yang bisa kita perbuat untuk masyarakat terutama Kota Surabaya. Partisipasi politik mau warga keturunan Cina kek, arab kek ataupun india itu bukan jadi patokan yang penting kita bisa bersatu untuk melakukan yang
terbaik bagi rakyat. Saya tidak mengenal perbedaan yang ada yang penting saya bisa berbuat yang terbaik untuk warga Kota Surabaya” (Herlina Harsono Njoto, Ruang Komisi C DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13, 11:08) Tokoh Politik Sosok tokoh politik yang di anut oleh sebagian masyarakat yang masuk dalam kehidupan politik di Indonesia menjadi sebuah acuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia sesuai dengan prinsip hidup yang di bawa oleh tokoh politik yang di idolakan. Sebagai bagian dari warga negara keturunan di Indonesia, beberapa menekankan bahwa tokoh politik menjadi salah satu hal yang tidak bisa di lepaskan dalam karir politik yang telah di bangunnya selama menjadi seorang wakil rakyat di DPRD Kota Surabaya. Politisi berketurunan Cina meyakini bahwa kekuatan ideologi dan prinsip hidup, dan hasil pemikiran yang di bawa oleh tokoh politik yang di idolakannya mampu menjadikan kekuatan untuk selalu berkomitmen dengan dunia politik yang di lakukannya untuk seluruh warga Kota Surabaya. Berikut hasil wawancara dengan politisi yang berketurunan Cina yang mengagumi sosok Bung Karno : “Kenapa saya dari tadi ngomongin Bung Karno mbak, karena saya setuju dengan segala pemikirannya tentang Indonesia dan saya pun arah politiknya lebih condong pada pemikiran Bung Karno. Apalagi bapak saya juga merupakan seorang politisi yang ikut aktif di partai yang nasionalis pada zamannya. PDI-P juga kan ada hubungannya dengan ajaran Bung Karno. Menurut Bung Karno kan paham nasionalis itu cocok untuk di terapkan di Indonesia apalagi dengan kondisi yang plural seperti ini. Seperti yang saya katakan tadi ya mbak pas zaman dulu pakai yang agama gak cocok kan, trus komunis gak cocok juga kan. Lha mangkanya itu nilai-nilai nasionalis juga sudah mengakar pada kehidupan kita sebagai bangsa Indonesia. (Baktiono, B.A, Ruang Komisi D DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13,11:48) Dari hasil wawancara tersebut menyatakan bahwa tokoh politik membawa pengaruh besar untuk karir politik dan pola pemikiran beberapa dari salahsatu politisi yang berketurunan Cina di DPRD Kota Surabaya. Paham nasionalis yang di bawa oleh Bung Karno menjadi sebuah perwujudan bangsa Indonesia yang nasionalis dan plural yang tidak terkekang pada pemerintahan agama walaupun pada dasarnya Indonesia adalah negara beragama, khususnya di Kota Surabaya. Dengan adanya faktor tersebut maka politisi berketurunan Cina tersebut bergabung dengan PDI-Perjuangan yang merupakan
151
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 2 Volume 1 Tahun 2014, hal 143-158
sebuah partai yang mempunyai basis ideologi nasionalis sama dengan Bung Karno. PDI-Perjuangan juga di gagas menjadi cikal bakal partai yang menjunjung tinggi pemikiran-pemikiran Bung Karno. Sebagai salahsatu warga minoritas di Kota Surabaya ini, beberapa politisi yang berketurunan Cina juga mengungkapkan bahwa tokoh politik yang berasal dari keturunan Cina juga mampu bersaing di kancah perpolitikan Nasional. Salahsatunya adalah Kwik Kian Gie yang pada saat itu menjadi Menteri Perekonomian dan anggota partai PDI-Perjuangan. Kwik Kian Gie dianggap mampu mendobrak pemikiran dan stigma negatif masyarakat tentang minimnya partisipasi etnis Cina dalam berpolitik. Berikut adalah hasil wawancara dengan politisi perempuan berketurunan Cina yang mengagumi sosok Kwik Kian Gie walaupun dalam prakteknya, lebih memilih untuk bergabung dengan Partai Demokrat daripada PDI-Perjuangan : “Undang-Undang No.12 tu kan cuma untuk penegasan mengenai pengakuan bahwa orang yang berketurunan Cina sudah tidak di bedakaan lagi berdasarkan golongan-golongan, lha Pak Kwik Kian Gie aja pada waktu sebelum itu sudah jadi Menteri kok. Pak Kwik Kian Gie bisa dikatakan sebagai suatu penunjukkan bahwa etnis Cina juga bisa masuk dalam ranah politik. Mungkin keberadaannya waktu itu sering dipertanyakan apa dia mampu, tapi saya menghargai kerja kerasnya untuk mendobrak pola pikir dan nilai yang sudah tertanam di masyarakat bahwa etnis Cina tidak hanya berkutat pada sisi ekonomi.“ (Herlina Harsono Njoto, Ruang Komisi C DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13, 11:08) “Ini menyangkut dari hati saya pribadi dan mungkin dari beberapa teman juga pada waktu itu banyak yang mengajak untuk bergabung di dunia politik. Karena mereka juga sudah lebih duluan masuk dalam kepengurusan partai.” (Herlina Harsono Njoto, Ruang Komisi C DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13, 11:08) Pilihan Politik Perilaku memilih merupakan sebuah pengambilan keputusan atas pilihan politik yang didapat dari beberapa partai politik yang akan berkompetisi pada sebuah Pemilihan Umum. Suatu pilihan politik bisa dilakukan oleh semua warga negara baik dari kalangan manapun dengan berperan serta dan berpartisipasi secara langsung seperti menjadi kader sebuah partai yang nantinya akan dipilih sebagai wakil rakyat, ataupun hanya pada taraf sebagai pemilih biasa yang ikut berpartisipasi dalam Pemilu.
Pada Pemilu 2004 terdapat 38 partai yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum Pusat. Sedangkan pada Pemilu 2009 terdapat 28 partai yang lolos verifikasi untuk maju dalam mengikuti Pemilu. Dari berbagai partai tersebut, sebagian besar partai memiliki basis nasionalis, agama, dan kepentingan. Partai-partai besar yang sudah terkenal dari zaman dahulu masih tetap mendapatkan posisi tertinggi dalam daftar urutan partai yang berpengaruh. Partai-partai besar masih mendapatkan kepercayaan dari rakyat untuk mengakomodir segala aspirasi dan pendapat untuk negara, terutama di wilayah Kota Surabaya. Salahsatu partai besar yang masih berpengaruh adalah Partai Demokrat, Golongan Karya (Golkar), PDI-Perjuangan, Partai Amanat Nasional (PAN),Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Alasan-alasan politisi yang berketurunan Cina dapat dilihat dari isi wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap politisi berketurunan Cina di DPRD Kota Surabaya seperti yang dikutip di bawah ini : “Latar belakang saya (siang….sambil mengangkat telepon) sampai mana kita tadi? Oww iya saya memilih bergabung dengan Partai Demokrat karena saya ingin terlibat dalam suatu organisasi parpol dan pada saat itu demokrat sedang booming (sambil mengangkat kedua tangan) jadi saya mencoba untuk aktif terlibat dan itupun terlepas dari apapun entah saya keturunan Cina, arab, pribumi atau india sekalipun. Dan saya memilih partai nasionalis karena saya merasa senang saja, tidak ada kaitannya saya memilih dengan partai nasionalis dengan karena saya seorang WNI Keturunan yang lebih diterima di partai nasionalis daripada partai yang mempunyai paham lainnya. Walaupun saya tidak menampik bahwa partai nasionalis lebih gampang untuk menerima perbedaan-perbedaan dalam anggota kadernya”(Herlina Harsono Njoto, Ruang Komisi C DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13, 11:08) Sejumlah politisi berketurunan Cina memang tidak menampik bahwa partai yang berpaham nasionalis lebih terbuka daripada partai yang berlandaskan agama dan sekretarian. Dari kenyataan di lapangan saat ini terlihat bahwa partai agama dan partai sekretarian lebih memilih kader yang mempunyai syarat lebih khusus. Secara tidak langsung, hal tersebut tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang mengusung demokrasi Pancasila dalam kehidupannya. Pemilihan partai yang berpaham nasionalis menjadi sebuah kebanggaan pada diri seseorang yang ingin terjun dalam dunia politik. Hal senada juga diutarakan oleh salahsatu politisi berketurunan Cina di DPRD Kota Surabaya yakni :
Orientasi Politik Politisi Etnis Cina
“Saya dri PDI-P. itu memang partai yang luar biasa, yang partai itu mengusung pluralisme, kebhinekaan, dan partai yang menjunjung tinggi asas gotong royong, dan juga pancasila sebagai dasar hidup, ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia ,hmmm dan itulah menjadi suatu prototype dari PDI atau PDI-Perjuangan. Saya bergabung sejak PDI Saya menjadi pengurus partai dari sejak tahun 1996 sebagai wakil , dan saya menjadi seorang aktifis politik sejak tahun 80-an. Dan latar belakang mengapa saya memilih partai nasionalis, karena bapak saya merupakan orang politik yang paham nasionalis, dan harus memang seperti itu, karena ideologi yang di pakai itu ideologi nasionalis. Dari bung karno kan gitu, ideologinya kan muncul dari Surabaya kan? Ada ideologi islam, gak di pakek kan? Ideologi komunis gak di pakek kan? Ideologi sosialis gak di pakek kan? Kan hanya nasionalis dan memang arahnya kan harus kesana dan memang itu yang harus di pakek kan. Jadi semua partai politik, komponen bangsa saat ini termasuk mahasiswa juga harus sesuai dengan isi pancasila itu kalau tidak bakal kualat. Karena pak karno kan sudah menulis buku, yang namanya Sarinah. Itu bukan nama orang saja Tetapi juga singkatannya siapa anti Republik Indonesia akan hancur”(Baktiono, B.A, Ruang Komisi D DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13,11:48) Partai-partai yang bernafaskan nasionalis memang cenderung mendapatkan suara terbanyak dalam Pemilu 2004 dan 2009. Tetapi dalam penyelenggaraannya partai yang bernafaskan agama juga mampu terpilih dalam Pemilu 2004 maupun 2009 di Kota Surabaya. Salahsatunya adalah Partai Damai Sejahtera. Partai dengan paham agamis memang tetap menjadi pilihan kedua beberapa warga Kota Surabaya karena merujuk bahwa Indonesia tidak hanya sebagai masyarakat multikultur tetapi juga masyarakat yang beragama. Berikut adalah hasil kutipan pembicaraan dengan salahsatu politisi yang berketurunan Cina : “Jadi eee PDS itu hhmmm penekannanya ee memperjuangkan hak-hak politik dari masyarakat yang beragama Kristen dan masyarakatmasyarakat Indonesia yang….sebentar ya? (hallo.. sambil menerima telepon) ehhmmm masyarakat Indonesia yang termarginal itu visi misinya PDS jadi saya masuk kesana. Heeh itu alasan saya masuk, iya. Gak hanya umat Kristen tapi saya juga berusaha memperjuangkan hak-hak warga Kota Surabaya. Lhah Iyah, selain itu yang mengakibatkan saya masuk di Parpol, kenapa saya masuk di PDS karena PDS waktu itu memang
partai yang masih muda, sehingga secara struktural kader-kadernya belum ada, sehingga kita kita ini jadi kader, kalau kita masuk dalam partaipartai yang sudah mapan sudah besar itu kan jenjang karirnya lama”. (Simon Lekatompessy Ruang Komisi C DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13, 13:22) Orientasi Politik Politisi Etnis Cina di Kota Surabaya Membicarakan tentang orientasi politik politisi etnis Cina tidak akan jauh dari adanya suatu keinginan yang hendak di capai setelah mendapatkan kursi sebagai anggota legislatif. Keinginan beberapa politisi keturunan Cina berbagai macam salahsatunya adalah keinginan untuk merubah Undang-Undang yang menjadi tujuan utama dari awal menjabat. Berikut hasil wawancaranya: “Orientasi secara politik saya memang lebih dikarenakan ya opo ya, istilahnya itu mbak adanya suatu keinginan merubah stigma, pandangan, dan peraturan yang sudah mengakar terutama tentang etnis Cina tetapi warga yang asli pribumi juga saya perhatikan tentang hak-haknya. Mungkin dari sisi organisasi pada saat kuliah itu ya yang membuat saya menggebu-gebu menginginkan adanya suatu perubahan. Apalagi saya dulu sama teman-teman sering berdemo-demo menuntut HAM, persamaan hak, wis lain-lain. Jadinya keinginan itu sudah bulat, dan membentuk karakter saya untuk menjadi seseorang yang ingin merubah segala aturan diskriminatif melalui ya ini jalan politik. Saya merasa target saya atau visi saya yakni menyelesaikan masalah saya selama menjadi rakyat sudah terselesaikan dengan baik. Jadi saya mengambil keputusan untuk tidak lagi mencalonkan sebagai anggota DPR, karena saya sudah puas dengan kinerja saya dari tahun 2009-2014 ini. Selama menjadi anggota DPRD Kota Surabaya, saya tidak hanya mendengarkan aspirasi masyarakat keturunan Cina saja ee tetapi juga warga Surabaya dengan melakukan jaring aspirasi di gereja, masjid, RT, RW untuk memperjuangkan hak mereka 100%. Saya merasa pas waktu jaring aspirasi itu saya merasakan masyarakat semua sudah mampu menghargai segala perbedaan. Ya to?.” (Simon Lekatompessy, Ruang Komisi C DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13, 13:22) Setiap politisi yang masuk sebagai anggota legislatif di DPRD Kota Surabaya membawa visi misi sendiri untuk memperjuangkan hak-hak warga negara atau dengan memperjuangkan ideologi bangsa yang selama ini pudar di makan zaman, yakni Pancasila. Sejak awal menjabat sebagai anggota DPRD Kota Surabaya politisi ini membawa visi dan misi yang di pegangnya
153
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 2 Volume 1 Tahun 2014, hal 143-158
sebagai suatu kekuatan politik yang harus diamallkan pada masyarakat Kota Surabaya. Berikut hasil wawancara dengan politisi berketurunan Cina yang sudah menjabat tiga periode ini: “Saya mulai menjabat disini (DPRD Kota Surabaya) dari tahun Periode 1999-2004,20042009,dan 2009-sekarang, visi dan misi saya pada awal saya menjabat sampai sekarang tetap saja yakni “Menerapkan Pancasila Secara Benar Dan Konsekuen” itu saja kalau umpamanya dijabarkan ya banyak mbak, gak mentas. Hehehehe kan banyak UUDnya, perempuan wajib apa itu, wushh dan lain-lainnya. Coba baca buku kewiraan pada zaman saya awal kuliah dulu pas semester awal ada mata kuliah tentang kewiraan tapi gak tau sekarang apa dulu-dulu kewiraan. Kita jangan terpengaruh dengan politik LN alias luar negeri mbak,hehehehe.. itu kan dari luar negeri tu liberal….kita harus berjuang tidak seperti itu teruss tweruusss di kumandangkan, seharusnya parpolparpol lain juga seperti itu, Pancasila bukan hanya dijadikan sebagai pajangan dan hiasan itu kalau kita melaksanakan kita tidak akan hancur seperti yang sudah saya sampaikan seperti buku yg dikarang Bung Karno tadi. Lha makanya itu biasanya orang yang hanya memakai pancasila sebagai hiasan dan pajangan itu wis bakalan kualat.Hahahahahaha….”(Baktiono, B.A, Ruang Komisi D DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13,11:48) Orientasi Politik Politisi Etnis Cina di Kota Surabya juga termaktub dalam visi-misi yang di bawa saat menjabat sebagai anggota DPRD Kota Surabaya. Selama menjadi anggota DPRD Surabaya politisi ini merasa harapannya pada saat menjadi seorang warga sipil biasa terlaksana dengan baik berkat kerja kerasnya dan teman-teman di DPRD Kota Surabaya. Berikut hasil wawancara: “Visi dan misi saya pada saat awal menjabat yakni “Caleg Wanita Tanpa Janji Tanpa Bukti” saya melakukan pekerjaan saya menjadi seorang wakil rakyat dengan bekerja semaksmial mungkin, tentang pro kontra tentang kinerja saya juga banyak tetapi saya lebih cenderung memposisikan saya sebagai wakil rakyat yang berkerja keras untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Tentang harapan dan kenyataan dalam kinerja saya, saya turut puas karena apa yang saya harapkan dulu sudah menjadi kenyataan, contohnya dalam pembangunan stasiun semut yang sejak dari dulu mandek.” Herlina Harsono Njoto, Ruang Komisi C DPRD Kota Surabaya, Jum’at,26/07/13, 11:08)
Pembahasan Orientasi politik merupakan sebuah bentuk dari perilaku politik karena di dalamnya terdapat berbagai kegiatan seperti sosialisasi politik, partisipasi politik, dan pilihan politik. Menurut Surbakti (1992:15) perilaku politik adalah suatu interaksi antara pemerintah dan rakyat, diantara lembaga-lembaga pemerintah, dan diantara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik. Berdasarkan pemaparan diatas berikut ini pembahasan hasil penelitian dalam menjawab rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian. Bagaimana orientasi politik para politisi etnis Cina yang berada di Kota Surabaya pada Pemilu 2004 dan 2009, berikut pembahasannya: Latar Belakang Keikutsertaan dalam Politik Pasca reformasi keterlibatan WNI Keturunan Cina dalam kehidupan politik di Indonesia sudah mulai terlihat. Menurut Mahfud (2013:318) Pada masa reformasi sekarang, seiring dengan maraknya penghargaan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak kaum minoritas, Indonesia Tionghoa harusnya telah dilihat sebagai bagian dari bangsa Indonesia terutama karena adanya hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya. Keterlibatan warga negara keturunan Cina dalam bidang politik terlihat pada Pemilu 2004 dan 2009. Pada masa itu terlihat ada beberapa politisi yang berasal dari etnis Cina. Orientasi politik dari politisi yang berasal dari keturunan Cina mulai terlihat dalam pemerintahan. Latar Belakang keterlibatan politisi etnis cina dalam politik di Indonesia terutama di Kota Surabaya bisa dikatakan tidak terlepas dari sejarah yang pernah menaungi etnis Cina pada masa Orde Baru dan lingkup organisasi yang pernah diikuti yang selalu menentang aturan diskriminatif pemerintahan orde baru. Dengan adanya hal tersebut maka etnis cina pada masa reformasi ini mulai mencoba masuk ke dalam dunia politik, disamping itu keinginan untuk berkontribusi untuk menjadikan Kota Surabaya lebih baik juga diungkapkan oleh salahsatu politisi etnis cina di Kota Surabaya walaupun pada dasarnya etnis Cina masih pada taraf minoritas. Selain itu keikutsertaan dalam bidang politik juga tidak bisa dipisahkan dari peran keluarga sebagai tempat pendidikan politik yang paling utama Pendidikan politik keluarga adalah pendidikan yang lebih bersifat emosional karena dari keluarga, semua pendidikan dan pengajaran dimulai. Menurut Damsar (2012:156) hubungan keluarga dengan suatu sosialisasi politik, keluarga menjadi patron atau rujukan dalam bertindak dan bersikap. Sedangkan pendidikan politik yang berasal dari organisasi kemahasiswaan dan kaderisasi membawa peranan penting tentang suatu ilmu kepemimpinan sebagai bekal dalam kegiatan politik. Bisa
Orientasi Politik Politisi Etnis Cina
di katakan bahwa pendidikan politik dapat di dapatkan dari sekitar kehidupan kita. Bisa dari lingkungan keluarga, organisasi, dan kaderisasi. Pendidikan politik menjadi suatu pijakan awal apabila seseorang ingin masuk dalam kehidupan politik suatu pemerintahan.
partisipan masyarakat mampu berperan sebagai aktivis dan budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal untuk tumbuh suburnya demokrasi. Tokoh Politik Tokoh politik adalah seseorang yang bekerja dan berhubungan dengan bidang politik meliputi eksekutif dan legislatif. Tokoh politik juga bisa di artikan sebagai seseorang yang berwenang dalam suatu wilayah pemerintahan negara. Tokoh politik selalu di anggap menjadi panutan suatu masyarakat karena karakter dan pemikiran-pemikirannya tentang sebuah negara. Sebagai panutan tentunya hal ini tidak bisa dipisahkan dengan tradisi Jawa yang melekat pada budaya politik di Indonesia yang menganggap bahwa orang yang sudah berjasa untuk negara akan tetap terkenang. Begitupula dengan kinerja tokoh politik yang diwarnai dengan tradisi jawa baik sikap, perilaku, dan orientasi politiknya (Afan Gaffar, 2004:106). Tokoh politik di segani karena pemikiran dan ideologi-ideologi yang dibawa untuk pembangunan dan kesejahteraan suatu negara. Presiden dan Anggota MPR/DPR/DPRD/DPD bisa dikatakan sebagai tokoh politik hal ini di karenakan adanya hubungan kinerjanya secara langsung dengan sebuah negara. Kategori tokoh politik yang menjadi panutan adalah tokoh politik yang mampu merubah stigma masyarakat yang sudah mengakar tentang pemerintahan sebuah negara untuk menjadi yang lebih baik. Tokoh politik dapat menjadi sebuah contoh untuk sebagian masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam bidang politik. Salahsatunya dua politisi berketurunan Cina di DPRD Kota Surabaya. Dari temuan dan hasil lapangan, dari dua politisi yang menjadi subyek penelitian menyatakan bahwa adanya tokoh politik yang di idolakan mempengaruhi awal karir politisi berketurunan Cina untuk terjun dalam dunia politik yang akan membawa harapan dan perubahan bagi masyarakat, terutama di Kota Surabaya. Politisi berketurunan Cina yang menjadi subyek penelitian pertama menyatakan bahwa Bung Karno adalah sosok pembawa ideologi Nasionalis di Indonesia, sosok pembawa perubahan bagi bangsa Indonesia melalui suatu kemerdekaan 1945. Dari Bung Karno tersebut, maka politisi berketurunan Cina memilih untuk bergabung dengan partai yang berideologi nasionalis sesuai dengan ideologi yang diajarkan Bung Karno. Pada politisi berketurunan Cina kedua, menyatakan bahwa sosok Kwik Kian Gie menjadi sebuah fenomena politik bagi masyarakat etnis tionghoa di Indonesia. Kwik Kian Gie dianggap sebagai seorang yang berani mengambil keputusan untuk bergabung di dunia politik dengan bergabung pada PDI-Perjuangan yang akhirnya menjadi Menteri Perekonomian. Kwik Kian Gie mampu menunjukkan bahwa etnis tionghoa
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keikutsertaan Dalam Politik Faktor Sejarah Sejarah merupakan sesuatu yang tidak bisa di pisahkan dalam diri seseorang, tiap orang selalu mempunyai sejarah yang baik dan kelam. Begitu pula dengan warga negara keturunan Cina yang sekarang menjadi politisi di Indonesia, terutama Kota Surabaya. Sejarah mengatakan bahwa pada masa orde baru etnis Cina merasa kehidupannya tidak nyaman dan tidak kondusif akibat penyerangan-penyerangan yang sering terjadi secara rasial. Sejarah yang buruk membawa efek yang positif bagi sebagian etnis Cina di Kota Surabaya. Pada teori fenomenologi Alfred Schutz, perilaku manusia di dasari atas “because motive” (motif sebab) dan “in order to motive” (motif tujuan). Rasa trauma tentang adanya perlakuan yang diskriminatif sempat membuat salahsatu politisi merasa takut untuk masuk ke dunia politik yang termasuk sebagai motif sebab (because motive) rendahnya partisipasi politik etnis Cina. Tetapi hal secara tidak langsung hal tersebut membuat suatu motivasi untuk terjun dan memperjuangkan hak-hak warga golongan minoritas seperti warga negara keturunan Cina pada masa orde baru yang merupakan suatu motif tujuan (in order to motive) yang ingin di capai politisi etnis Cina pada masa reformasi saat ini. Tetapi pada saat era reformasi saat ini, adanya keterbukaan masyarakat akan suatu pluralisme dalam bidang politik membuat muncul suatu paham politik baru yang menjunjung tinggi suatu perbedaan yang di sebut politik multikulturalisme. Menurut Mahfud, (2013:43) multikulturalisme memproklamirkan emansipasi atas budaya-budaya kecil yang masing-masing memiliki hak hidup untuk di hormati. Politisi etnis Cina yang berada di Kota Surabaya juga menyetujui adanya pengaruh antara politik multikulturalisme dengan orientasi politik kelompok politisi berketurunan Cina. Masyarakat sudah mampu untuk menilai dan terbuka atas perbedaan dan mau melihat bahwa kualitas seorang pemimpin tidak hanya dilihat dari etnis, agama, dan ras tetapi dari kinerja seorang pemimpin yang bekerja di dasari karena rakyat. Apabila masyarakat sudah mampu bersifat terbuka maka demokrasi akan tercipta dan terlaksana dengan baik dan hal itu sebagai bentuk budaya politik partisipan. Menurut Soedarsih dan Adi (2009:107-108) pada budaya politik
155
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 2 Volume 1 Tahun 2014, hal 143-158
juga mampu bersaing di dunia politik bahkan mendapatkan kekuasaan yang dominan dalam sebuah lembaga negara di Indonesia. Walaupun tidak sepaham untuk bergabung dengan partai yang sama dengan partai yang mengusung Kwik Kian Gie, tetapi politisi yang tergabung dalam Partai Demokrat ini berusaha untuk mengabdikan diri dan berbuat terbaik sebagai wakil rakyat di DPRD Kota Surabaya untuk masyarakat Kota Surabaya. Pilihan Politik Membicarakan tentang pilihan politik tidak bisa dipisahkan dari suatu partisipasi politik. Partisipasi politik adalah sebuah kegiatan warga negara yang ikut berperan dalam menentukan nasib suatu negara dengan selalu aktif terlibat dalam proses politik. Menurut Milbrath dan Goel (dalam Surbakti, 1999:143) partisipasi dibagi menjadi beberapa kategori. Pertama apatis artinya orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik. Kedua, spekatator yakni orang yang setidaknya pernah memilih dalam pemilihan umum. Ketiga, gladiator artinya mereka yang secara aktif terlibat dalam proses politik, Keempat, pengkritik dalam bentuk partisipasi tak konvensional. “ Pada masa pemerintahan orde baru partisipasi masyarakat masih bisa dikatakan minim terutama untuk warga negara keturunan Cina. Menurut Surbakti, (1999:144) faktor–faktor yang diperkirakan mempengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seorang ialah kesadaran politik dan kepercayaan pada pemerintah (sistem politik). Keenganan warga negara keturunan Cina untuk berpartisipasi karena adanya pembatasan yang dilakukan pemerintah yang berkuasa. Pasca keruntuhan orba, etnis tionghoa lebih bebas mengekspresikan hak politiknya (Legowo, dkk:2008). Lambat laun saat reformasi berjalan banyak warga keturunan Cina yang terjun dalam dunia politik dengan bergabung dengan partai politik. Partisipasi politik seorang warga negara yang ingin masuk dalam suatu wilayah politik tentu di awali dengan keikutsertaannya dalam sebuah partai politik. Menurut Surbakti (1999:115) Gagasan mengenai suatu partisipasi politik rakyat melalui partai politik di negara-negara yang menerapkan sistem politik demokrasi memiliki dasar budaya politik dan ideologi yang kuat bahwa rakyat berhak ikut serta menentukan seseorang yang akan menjadi pemimpin mereka, dan untuk menentukan isi kebijakan umum yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pada pemilu 2004 dan 2009 di Kota Surabaya mulai terlihat beberapa politisi etnis Cina yang terjun di kancah politik Kota Surabaya. Menurut Tan (dalam Mahfud, 2013:5) mengklasifikasikan keterlibatan politik etnis Cina menjadi lima kelompok cara pandang:
“Kelompok pertama adalah tionghoa yang merasa perlu menonjolkan identitas etnis dan memperjuangkan hak mereka sebagai golongan, misalnya dengan mendirikan Partai Tionghoa.Kelompok kedua, adalah mereka yang tidak mau menonjolkan identitas etnis dan atau agama sebagai basis gerakan, melainkan melalui platform persamaan, misalnya Partai Bhinneka Tunggal Ika. Kelompok ketiga, adalah kelompok yang menyukai sebuah forum yang tujuan utamanya lebih sebagai pressure group. Kelompok keempat, adalah mereka yang membentuk paguyuban kelompok karena perasaan senasib sepenanggungan, misalnya Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia. Kelompok kelima, mereka yang bergabung dalam partai politik yang terbuka seperti PDI-Perjuangan, PAN, PKB, dsb.” Pada pemilu 2004 dan pemilu 2009 di Kota Surabaya, politisi yang berketurunan Cina lebih memilih untuk bergabung dan menyatakan pilihan politiknya pada partai yang berpaham nasionalis daripada partai politik yang sekretarian/agama seperti Partai Demokrat dan PDIP. Hanya sebagian kecil politisi yang masuk di partai agama. Pemilihan partai yang bernafaskan nasionalis dikarenakan adanya penerimaan yang lebih akan suatu perbedaan yang ada dalam kadernya, kenyamanan, dan faktor keluarga yang sebelumnya bergabung di partai nasionalis. Menurut Mahfud (2013:262) Survei terbaru pada pemilu 2009 menunjukkan bahwa partai nasionalis menjadi pilihan utama bagi Indonesia tionghoa (64,90%), alasannya karena ikut-ikutan (19,00%), hubungan keluarga (17,00%), caleg yang dipilih (12,01%). Orientasi Politik Politisi Etnis Cina di Kota Surabaya Orientasi menyangkut tentang keinginan yang hendak dicapai individu atas kekuasaan politik yang dimilikinya. Orientasi politik politisi etnis Cina di Kota Surabaya masih pada taraf orientasi yang mengarah pada kemakmuran bukan hanya pada kekuasaan. Latar belakang ekonomi yang kuat dimiliki oleh dua politisi dari tiga politisi yang diteliti. Sebagai seorang pengusaha di wilayah Kota Surabaya, politisi yang berasal dari etnis Cina tersebut bisa dengan mudahnya untuk mengorientasikan politiknya pada motif ekonomi. Tetapi dalam kinerjanya sebagai anggota DPRD Kota Surabaya dua politisi ini lebih condong pada orientasi kemakmuran. Terbukti dengan keinginannya yang kuat masuk dalam politik untuk menghilangkan peraturan diskriminatif terbukti dalam Perda Kependudukan Kota Surabaya yang sudah berhasil diganti isinya dengan baik dan warga Kota Surabaya sudah merasakan perubahannya. Politisi kedua menunjukkan kinerjanya
Orientasi Politik Politisi Etnis Cina
dengan membuktikan bahwa beliau dipercaya masyarakat Kota Surabaya dan menjabat sebagai anggota DPRD sampai tiga periode. Dan yang terakhir adalah satusatunya politisi perempuan di DPRD Kota Surabaya, kinerjanya sebagai anggota DPRD Kota Surabaya sudah tampak tetapi timbal balik untuk DPRD Kota Surabaya masih di rasa kurang. Orientasi memang dapat di bedakan atas kemakmuran dan kekuasaan. Pada orientasi kekuasaan biasanya ada pada kalangan pengusaha yang masuk dalam politik yang keikutsertaannya semata-mata ingin melanggengkan bisnis yang dibawanya. Damsar (2012:78) Politik dikuasai oleh kaum kalangan atas yang mempunyai modal untuk melakukan suatu perubahan pada Negara. Hal ini sejalan dengan adanya ekonomi membawa pengaruh dalam kehidupan politik sutu negara (Bahan Kuliah Sosiologi Politik:Drs. Arifin Rahman, M.Si).
Kota Surabaya yang lebih baik dan bersih dari korupsi, untuk politisi etnis Cina yang terpilih agar mampu bekerja dengan baik tanpa membedakan golongan kaum minoritas maupun mayoritas, agar politisi yang terpilih tidak hanya menginginkan kekuasaan semata untuk mendapatkan posisi terbaik di bidang-bidang selain bidang politik; 2) Masyarakat etnis Cina di Kota Surabaya, dengan adanya keterbukaan akan dunia politik pada masa reformasi ini diharapkan partisipasi masyarakat etnis Cina di Kota Surabaya semakin hari semakin meningkat. Hal ini bertujuan untuk mengajak semua warga negara ikut aktif dalam pembangunan dan perubahan negara yang lebih demokratis; 3) Kepada peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang orientasi politik WNI, di harapkan mampu mengkaji dan menelaah secara lebih mendalam tentang fenomena orientasi politik politisi berketurunan Cina di Indonesia, terutama di Kota Surabaya. Hal ini berhubungan dengan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yang berbasis pendidikan politik agar dapat menjadi ilmu yang bermanfaat untuk para pembaca yang berasal dari generasi muda, dosen, mahasiswa, dan umum.
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat di simpulkan bahwa orientasi politik politisi keturunan cina di Kota Surabaya pada Pemilu 2004 dan 2009 meliputi: 1) Latar belakang keikutsertaan politisi etnis cina di Kota Surabaya di dasari atas berbagai macam faktor, antara lain: (a) Adanya keinginan untuk merubah Undang-Undang yang diskriminatif, (b) Pengaruh dari keluarga yang mempunyai latar belakang politisi, (c) Ingin berkontribusi menjadikan Surabaya lebih baik. 2) Faktor-faktor yang mempegaruhi keikutsertaan dalam politik, antara lain: (a) Faktor Sejarah; (b) Tokoh Politik. 3) Pilihan Politik, politisi berketurunan Cina yang menjabat di DPRD Kota Surabaya saat ini terhitung sebanyak 3 orang, 2 orang lebih memilih bergabung dengan Partai Nasionalis (Demokrat dan PDI-Perjuangan), dan satu orang memilih bergabung pada partai agama (Partai Damai Sejahtera), 4) Orientasi Politik Politisi Etnis Cina di Kota Surabaya adalah: (a) Merubah Undang-Undang/Perda yang diskriminatif tentang etnis cina/masyarakat kelas bawah; (b) Ingin menerapkan Pancasila secara baik dan konsekuen bagi warga Kota Surabaya; (c) Menrubah Surabaya menjadi kota yang lebih baik dan kondusif.
DAFTAR PUSTAKA Sumber Buku: Almond,
Gabriel & Sidney Verba.1984.Budaya Politik.Jakarta: Bina Aksara
Aspinnal, Edward,dkk.2000.Titik Tolak Reformasi(HariHari Terakhir Presiden Soeharto).Yogyakarta: LKis(Bahan Kuliah Sosiologi Politik oleh Drs. H. Arifin Rahman, M.Si.:2012) Bahan Kuliah Sosiologi Politik oleh Drs. H. Arifin Rahman, M.Si.:2012) Damsar.2012. Pengantar Sosiologi Kencana Prenada Group
Politik.Jakarta:
Gaffar, Afan.2005.Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Huntington, P. Samuel dan Joan, Nelson. 1994. Partisipasi Politik di Negara Berkembang.Yogyakarta: PT Rineka Cipta Kuswarno, Engkus. 2009.Pengantar Teori Komunikasi, Analisis, dan Aplikasi Fenomenologi: Metode Penelitian Komunikasi.Widya Padjajaran. Manan, Munafrizal.2005.Pentas Politik Indonesia Pasca Orde Baru. Yogyakarta: IRE Press.
Saran Dari hasil temuan yang di peroleh pada saat penelitian, maka saran yang peneliti berikan sebagai masukan ialah sebagai berikut : 1) Kepada politisi etnis Cina di Kota Surabaya yang akan terpilih pada Pemilu 2014, Sebagai pihak legislatif hendaknya politisi yang terpilih menjadi wakil rakyat di tahun 2014 mampu memberikan kontribusi yang baik untuk pembangunan
Mardalis.2006.Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal.Jakarta: PT Bumi Aksara Mahfud, Choirul.2013.Manifesto Politik Tionghoa di Indonesia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Moleong,
157
Lexy.2006.Metodelogi Penelitian Kualitatif.Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Kajian Moral dan Kewarganegaraan Nomor 2 Volume 1 Tahun 2014, hal 143-158
Noordjanah, Andjarwati.2004. Komunitas Tionghoa di Surabaya (1900-1946).Semarang: Masyarakat Indonesia Sadar Sejarah (Messias). Santoso, Slamet.1992.Dinamika Kelompok.Jakarta: Bumi Aksara Soedarsih dan Satmoko, Agus Adi.2009.Budaya dan Sistem Politik Indonesia.Surabaya : Unesa University Press Sugiyono.2005.Memahami Bandung: Alfabeta
Penelitian
Kualitatif.
Surbakti, Ramlan.1992.Memahami Ilmu Politik.Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Artikel Ilmiah dan Sumber Internet: Asrul, Rully Pattimahu.2013.Harapan Budaya Demokrasi Indonesia.
Kelanjutan
(http://politik.kompasiana.com/2013/03/06/hara pan-kelanjutan-budaya-demokrasi-indonesia540408.html, diakses pada tanggal 14 April 2013 Asrul, Rully Pattimahu.2013.Mengantisipasi Ancaman Demokrasi. (http://politik.kompasiana.com/2013/01/01/men gantisipasi-ancaman-demokrasi-521465.html, diakses pada tanggal 14 April 2013 (http://binapascamu.wordpress/2012/09/05/inf0-seputarjadwal-diskusi/, diakses pada tanggal 29 Mei 2013 file://localhost/D:/fenomenologi-sosial-dari-alfredschutz.html, diakses pada tanggal 05 November 2013.