MUI-SPI 4
Thema : KATA PENGANTAR untuk karya tulis Dr Syamzan Syukur “Islamisasi Kedatuan Luwu Pada Abad XVII” diterbitkan oleh Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Lektur Keagamaan, Departemen Agama, RI, Tahun 2009 Oleh Prof Dr H Budi Sulistiono, M.Hum Siapa pun yang pernah mendengar nama Samudera Pasai, Aceh, Demak, Cirebon, Banten, Ternate-Tidore, Goa-Tallo dan sebagainya, sudah pasti benak dan fikirannya (tanpa berfikir panjang) adalah sebutan nama kota metropolis, juga adalah nama tempat bekas kerajaan/kesultanan Islam yang pernah berjaya. Pentas sejarah Samudera Pasai di Aceh Utara (abad ke-13 hingga tahun 1524); Aceh Darussalam1 tahun 1514 oleh Sultan Ibrahim bergelar Sultan Ali Mughayyat Syah (1514-1530) sampai abad 17 M; Demak (1475); Banjarmasin - 1550 M; Ternate akhir abad ke-14 M; Cirebon, Kerajaan Islam pertama di Jabar, tahun 1479. Syarif Hidayat (Syarif Hidayatullah), dialah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan kemudian juga Kesultanan Banten; Kesultanan Banten yang ibukotanya dinamai Surasowan2 tumbuh menjadi pusat kerajaan Muslim sejak 1526 M; Perkembangan Aceh makin pesat setelah Malaka direbut Portugis (1511), karena pedagang Islam memindahkan kegiatannya ke Aceh.. Pada awal abad 17 Aceh diperintah oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636), seorang sultan besar yang berhasil mencapai zaman keemasan di berbagai bidang. Perkembangan Aceh ditentukan oleh kedudukan ekonomi, politik, dan agama yang saling berkaitan. Aceh menjalin persahabatan dengan kesultanan-kesultanan Islam di luar wilayah Nusantara, yakni Arab dan Turki. 2 Kota pusat Kerajaan Banten yang semula terletak di Banten Girang pada waktu munculnya Islam dipindahkan ke kota Surasowan di dekat pantai. Dari sudut politik pemindahan kota pusat kerajaan itu dimaksudkan untuk memudahkan hubungan antara pesisir Utara Jawa dengan pesisir Sumbar melalui selat Sunda dan Samudra Indonesia, 1
1
MUI-SPI 4
Makassar (1605/9 M); kesultanan Bima sejak 1620 M. Rentetan data eksistensi kesultanan itu, kian meyakinkan bahwa sampai akhir abad ke-16 dapat dikatakan bahwa Islam telah tersebar dan meresapkan akar-akarnya di seluruh Nusantara. Hingga kini di kota-kota itu masih dapat kita jumpai tinggalan materialnya (arkeologi) antara lain masjid Agung, komplek makam keluarga kesultanan, reruntuhan bangunan benteng, istana, juga tata ruang kota. Banten, misalnya di sebelah barat bekas pasar kuno Karangantu, atau timur laut kraton Surasowan, masih dapat ditemui nama kampung Pakojan. Sebutan Pakojan yang diambil dari bahasa Persia - konon tidak ditempati lagi, dikenal sebagai hunian pedagang Muslim dari CambayGujarat3, Mesir, Turki, Goa4, termasuk pula kampung Arab5. Juga dapat dijumpai nama perkampungan Pacinan, dapat dibuktikan temuan sisa rumah kuno corak Cina dan sejumlah orang Cina6, keramik masa Dung karena pada masa itu Selat Malaka dengan kota Malaka sedikit banyak telah dikuasai Portugis (Tjandrasasmita, Uka, Pertumbuhan Kota-Kota Muslim Di Indonesia Dari Abad XIII sampai XVIII Masehi, (Kudus: Menara Kudus, 2000). Orang-orang Muslim Gujarat memperdagangkan tekstil dalam berbagai jenis dan rama. Mereka juga menjual batu permata, candu dan sabun. Barang-barang tersebut umumnya adalah barang hasil negeri Gujarat, tetapi kadang-kadang juga berasal dari Arab, Persia, seperti permadani (Dasgupta,A.K., Acheh in Indonesian Trade and Politics: 16001641, Cornel University,1962 : 81-82). 4 GP Rouffair en J.W. Ijzerman, 1915, De Eerste Schipvaart der Nederlanders, naar Oost India onder Cornelis de Houtman 1595-1597, ‘sGravenhage, Martinus Nijhoff, 1915 : 110-113. 5 J.C.van Leur, 1955, Indonesian Trade and Society 6 Pedagang Cina yang umumnya menjadi perantara asing, juga menjajakan barang-barang produksi Cina, seperti porselin, dan sutra (Abdullah, Taufik, ed., Sejarah Ummat Islam Indonesia, (Jakarta 3
2
MUI-SPI 4
(960-1280), Yuan (1280-1368), Ming (1368-1643), Ching (1644-1912)7. Selain perkampungan orang Cina, juga didapati perkampungan orang India, Persia8, Arab, Turki, Pegu (Burma)9. Perkampungan para pedagang asal Nusantara, juga dapat dijumpai : Melayu, Ternate, Banda, Banjar, Bugis, Makassar10. Keadaan ini sebagai bukti Banten dapat disebut pusat perdagangan, ramai dikunjungi para pedagang domestik maupun luar negeri. Dan bagi siapa saja yang pernah berwisata atau berziarah ke kotakota tersebut - benar-benar “Kota Metropolitan”, Pusat Kekuasaan, Disebut Kota Maritim – karena pusat kekuasaannya berada di kota pelabuhan. Pada umumnya, kota-kota itu, di samping fungsinya dipertahankan sebagai pusat perdagangan, hingga menjadi sentra-sentra kekuatan politik, kondisi ini terbentuk setidaknya didukung antara lain oleh adanya jalinan secara estafet berupa perhubungan pelayaran, perekonomian, dan politik sekaligus juga memperkembangkan citra sebagai kerajaan/kesultanan Islam.
:Majelis Ulama Indonesia, 1991). Pedagang Cina yang tidak menetap di sesuatu kota umumnya menjual barang hasil produksi Cina, dan waktu kembali atau pergi ke tempat lain mereka membeli barang hasil setempat, seperti tawas, sandang, belerang, dan tembaga untuk dibawa ke Malaka (Meilink-Roelofsz, Asian Trade and European Influence in the Indonesian Archipelago between 1510-and about 1630, The Hague, 1962 : 70-76). 7 Mundardjito, Hasan Muarif Ambary, dan Hasan Djafar, "Laporan Penelitian Arkeologi Banten", dalam Berita Penelitian Arkeologi No.18, Jakarta, 1978:44. 8 Orang-orang Persia dan Arab menjajakan barang-barang berupa batu delima dan obat-obatan (Abdullah, Taufik, ed. Op cit). 9 Orang-orang Pegu yang berdagang di Aceh, Jawa, Banten, dan Sumatera, menjual barang hasil produksi mereka seperti guci yang disebut mataban, genta. 10 JC van Leur, 1955, Indonesian Trade and Society; 3
MUI-SPI 4
Bahkan tak kurang penting untuk diyakini eksistensinya kota-kota itu juga sebagai centra-centra dakwah Islamiyah. Melalui sejumlah peran-aktif kota-kota tersebut mudah-mudahan kita taklah berhati kecil untuk bertanya-tanya menukik kepada intinya "dengan cara apa kota-kota itu secara estafet berhasil ditampilkan bahkan diperankan di pentas internasional ? ". Pertanyaan tersebut sekaligus mengisyaratkan bahwa kota-kota itu mungkin tak berarti apa-apa jika tak ada yang berani mengusiknya. Ini berarti ada individu atau sekelompok orang yang secara aktif dan arif membinanya, di antara mereka Kyai, Teungku, Ustadz, Syeikh, Tuan Guru, Guru agama, cendekiawan, dermawan, dan sebagainya. Dengan kata lain, bahwa perwujudan dan perkembangan kota-kota tersebut sebagai pusat perdagangan hingga menjadi pusat pemerintahan, mengisyaratkan bahwa masyarakat di sekitar (saat itu) berkat kekayaan dan kekuatan-kekuatan social yang diberdayakan, dapat memainkan peran-peran politik dalam entitas politik. Nah, Karya tulis Dr Syamzan Syukur “Islamisasi Kedatuan Luwu Pada Abad XVII” telah menambah sejumlah data hasil penelitian para akademisi Asing maupun dalam Negeri11. Dan beberapa di antaranya kemudian (termasuk karya tulis Dr Syamzan Syukur) diuji kebenarannya di dalam sidang UJIAN DISERTASI TERBUKA (Promosi Doktor) - bahwa Islam sebagai agama masuk ke wilayah Nusantara diterima oleh penduduk setempat atas kesadaran sendiri tanpa ada paksaan. Kedatangan agama Islam di Indonesia telah banyak diperdebatkan dan sering diseminarkan. Di Medan dan Aceh hampir dalam dua dekade diseminarkan masalah tersebut tiga kali berturut-turut. Di Medan dan di Banda Aceh telah diadakan pada tahun 1963 dan 1978, dan seminar ketiga diadakan di Peureulak pada tahun 1981. Sementara itu para pakar lain baik seorang orientalis dan akhir abad XIX dan awal abad XX maupun para pakar sejarah dan agama Islam di Indonesia dan peneliti bebas lainnya secara perorangan mengadakan penelitian tentang masuk dan kedatangan agama Islam di Indonesia. 11
4
MUI-SPI 4
Peneliti secara bertahap dan cermat telah menelusuri bukti-bukti bagaimana Islam diperkenalkan kepada masyarakat Luwu melalui jalur pelayaran dan perdagangan yang berkoinsidensi dengan meningkatnya suhu peran negeri-negeri Bugis-Makassar dalam jaringan utama pelayaran dan perdagangan ke Kepulauan Asia Tenggara. Wujud pelayaran dan perdagangan ini dibuktikan dengan sejumlah temuan arkeologi di Malangke – Ibukota Kedatuan Luwu pra-Islam – berupa keramik Cina, manik-manik kaca, piring porselain Cina dan mata uang yang berasal abad XIV-XVII. Temuan ini diperkuat temuan fieldwork sebelumnya oleh Team OXIS Project (The Origin of Compleks Society in South Sulawesi) tahun 1988 dan 1999 di Kampung Pattimang (Malangke) berupa fragmen wadah keramik dalam jumlah besar di atas tanah seluas 5 hektar. Limpahan temuan arkeologi tersebut sebagai wujud adanya aktivitas. Aktivitas ini didukung oleh kenyataan geografis Malangke sebagai kota pantai juga sebagai Ibukota Kerajaan Kedatuan Luwu – ada kemudahan hubungan antar kota pesisir lainnya hingga kemudian ke sentra-sentra perdaganganpelayaran. Ini potensi nyata yang dimiliki Malangke secara geografis maupun ekonomis. Secara periodic, cepat atau lambat setidaknya Kedatuan Luwu yang didukung kota pelabuhan Malangke telah berperan aktif untuk meraih kekuatan politik hingga berwujud sebuah Kesultanan Islam. Kedudukan itu kemudian, menjadikan Kesultanan Islam Kedatuan Luwu sebagai mata rantai dalam pelayaran dan perdagangan melalui jalur di sejumlah pusat kekuatan politik Islam ke Nusatenggara, Maluku, Jawa. Kasus di Jawa, Banten12 lebih dirasakan memiliki peran sangat urgen terutama saat Selat Malaka berada di bawah pengawasan politik perompak Portugis di Malaka, maka untuk kelanjutan pelayaran-
Sejak Malaka berada di bawah pengawasan politik Portugis, telah terjadi pergeseran kekuatan politik di Asia Tenggara. Akibatnya, banyak pedagang mengalihkan jalur dagangnya dari jalur sutera (dengan pintu gerbang di Malaka) ke jalur Selat Sunda melintasi pesisir sebelah barat sepanjang pulau Sumatera hingga menuju India, Arabia, dan seterusnya. 12
5
MUI-SPI 4
perdagangan awal abad XVI secara aman nan leluasa melalui jalur lautan Hindia di bagian selatan dan sepanjang barat Sumatera hingga Aceh. Kasus Keterhubungan Kedatuan Luwu dengan Jawa, peneliti memperoleh kebenaran. melalui lembaran Lontara. Tersebutlah nama Majapahit, dan berita Negarakertagama (1365) boleh jadi memang benar bahwa Majapahit sedang menunjukkan keperkasaannya. Tapi, berita tersebut sudah saatnya dicermati untuk tidak melupakan peran aktif Syeikh Maulana Malik Ibrahim yang saat itu sebagai syahbandar. Ia Salah satu ulama besar yang tercatat kegigihannya dalam berdakwah. Berkat keramah-tamahannya serta budi bahasa dan pergaulannya yang sopan santun itulah, banyak anak negeri yang tertarik masuk ke dalam agama Islam. Untuk mempersiapkan kader terdidik bagi melanjutkan syiar Islam, dibukalah pesantren-pesantren. Di Gresik para santri digembleng dan dipersiapkan sebagai calon mubaligh Islam untuk masa depan. Bertambah banyak orang yang masuk Islam, Menurut data yang terdapat pada inskripsi nisan, ia wafat pada tanggal 12 Rabi'ul awwal 822 H/1419 M. Komplek Makam terletak di kampung Gapuro Wetan, Kelurahan Gapuro, posisinya bertolak belakang dengan makam Poesponegoro (Bupati Gresik pertama, 16951730). Daerah sekitar lokasi makam, pada saat ini dikenal sebagai Kampung Arab. Padahal tempo lalu, Gresik di sebelah selatan alun-alun ini merupakan tempat bermukim orang-orang Belanda dan Cina. Setidaknya makam Malik Ibrahim memberikan bukti kepada kita bahwa di Gresik pada abad ke-15 M sudah banyak masyarakat muslim di antaranya ia sebagai pemuka masyarakat. Menurut tradisi, keturunannya adalah : (a) Sayyid Ali Murtadho, banyak melakukan da'wah ke Nusa Tenggara, Madura, Bima, dimakamkan di Gresik, Surabaya; (b) Sayyid Ali Rahmat, dikenal sebagai da'i yang berkedudukan di Ampel, Surabaya, terkenal dengan nama Sunan Ampel. Nisan maupun jirat makam Maulana Malik Ibrahim dibuat dari bahan marmer, diduga kuat berasal dari Cambay (Gujarat). Karenanya, ada yang menduga bahwa ia berasal dari Cambay (Gujarat) atau tempat lain di India, namun gaya hias dan tulisan pada inskripsi nisan, amat dipengaruhi oleh 6
MUI-SPI 4
gaya hias dan tulis dari Persia (Iran). Tulisan yang dimaksud adalah Arab (diambil dari ayat-ayat alQur'an) dengan cara pahat. Hal ini, kemudian membuka peluang munculnya spekulasi mengenai daerah asal kedatangan Islam di Jawa ataupun di Nusantara. Prof. Dr. Hamka mengatakan, bahwa Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419) boleh disebut sebagai tunas pertama dari pohon besar kerajaan Islam Demak.13 Sejak itu, peran bergeser ke generasi selanjutnya yang dikategorikan sebagai Walisanga, antara lain Syeikh Murtadho, Sunan Ampel, Sunan Giri. Peran aktif sepak terjang dagang-pelayaran dan dakwah Giri, hingga Kalimantan, Maluku, dan Nusatenggara (Kesultanan Selaparang, Kesultanan Bima). Giri14 telah memancarkan sinar Islam ke pulau-pulau lain di Indonesia selain pulau Jawa dan Madura, seperti yang diungkapkan dalam buku Islamic States In Java 1500-1600 , yang berbunyi : "The court of Giri was centre of propagation of Islam extending to Lombok, Celebes, Borneo, the Mollucas and Ternate".15 Bukti-bukti keterpaduan Kerajaan Majapahit dengan masyarakat Muslim sampai kini dapat kita saksikan antara lain sejumlah temuan mata uang bertuliskan Arab, juga adanya komplek makam Muslim di area bekas pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit. Ini bukti bahwa keberadaan masyarakat Muslim bukan jadi ancaman bagi eksistensi Majapahit, justru sebaliknya telah terwujud suasana sinergis. Suasana sinergis ini secara bertahap nampak dirasakan Majapahit dan Kedatuan Luwu. Dan secara kebetulan kedua kerajaan ini sama-sama memiliki karakter geografis yang sama. Majapahit maupun Kedatuan Luwu sama-sama terletak di daerah pedalaman. Majapahit maupun Hamka, Sejarah Ummat Islam, Jilid IV, Bulan Bintang, Jakarta, hal. 145 Letak Giri di dekat pusat perdagangan, yaitu pelabuhan Gresik yang sejak lama banyak dikunjungi pedagang. 15 G. Th. Theodore Pigeaud, H.J. De Graaf, Islamic States In Java 1500-1600, The Hague - Martinus Nijhoff, 1976, hal.15. 13 14
7
MUI-SPI 4
Kedatuan Luwu, masing-masing mengandalkan Gresik16 dan Malangke sebagai kota pelabuhan. Penting untuk dicatat dan selalu diingat bahwa Islam tumbuh hingga berkembang di Nusantara : a) proses pengislaman seluruh kawasan tidaklah seragam. b) Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benarbenar menunjukkannya sebagai rahmatan lil'alamin. Pernyataan ini diperkuat oleh catatan Thomas Arnold dalam karyanya The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis, Spanyol. Belanda, Inggris, melainkan Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut kekuasaan politik, apalagi INVASI. Hasil konkrit yang bisa kita saksikan dan kita rasakan sampai saat ini bahwa Islam sebagai panutan bagi mayoritas masyarakat Nusantara telah memperkaya budaya asli Nusantara. Pengaruh Islam telah membawa kemajuan dalam berbagai bidang terutama setelah tumbuh dan berkembangnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam Nusantara. Wallahu a’lam bisshowab. Tebet, 09-09-09
Gresik terletak di selat Madura, terlindung oleh ujung barat pulau Madura dari gangguan ombak besar laut Jawa, arusnya relatif kecil menjadikan tetap dalam. Maka kapal-kapal bisa merapat ke tepi pelabuhan, disamping adanya aliran sungai yang membantu untuk mempermudah para pedagang masuk ke daerah pedalaman. Dari pelabuhan ini banyak kapal-kapal yang berlayar ke Selat Malaka, Palembang, Kalimantan, Patani dan bandar-bandar lain, bila berhembus angin Tenggara. Dan bila berhembus angin Barat Daya, kapal-kapal itu kembali atau ada yang berangkat ke Bali, Bima, Timor, Buton, Buru, Mindanao dan pulau-pulau sekitarnya, serta kepulauan Maluku. (J.B.0 Schrieke, Perebutan Kekuasaan Ekonomi di Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,, 1957, hal. 19) 16
8