HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy)
Oleh: Mohamad Apip Firmansyah NIM : 107044102095
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2014
HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy)
Oleh Mohamad Apip Firmansyah NIM : 107044102095
Dibawah bimbingan
Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag, M. Ag. NIP. 197304242002121007
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2013 M
i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul berjudul HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.). telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy) pada Konsentrasi Peradilan Agama, Program Studi Hukum Keluarga Islam. Jakarta, Mengesahkan, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H. M.A. M.M. NIP. 195505051982031012 PANITIA UJIAN . 1. Ketua
2. Sekertaris
: Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A NIP. 195003061976031001
(_________________)
: Hj. Rosdiana, MA NIP. 196906102003122001
(_________________)
3. Pembimbing : Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag. M. Ag NIP. 197304242002121007
(_________________)
4. Penguji I
: Ali Mansur, M. A
(_________________)
5. Penguji II
: Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lcs., MA NIP. 195507061992031001
(_________________)
ii
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Srata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti saya bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 November 2013
Mohamad Apip Firmansyah
iii
ABSTRAK
Mohamad Apip Firmansyah, NIM : 107044102095, HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.) Program Studi Hukum Keluarga Islam, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Dalam penelitian ini, penulis mengangkat suatu permasalahan yaitu Bagaimana Deskripsi pada perkara Gugat Waris Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn., Bagaimana prosedur pengajuan gugatan waris, Bagaimana konsep Kompilasi Hukum Islam tentang penyelesaian kewarisan, serta apa yang mendasari pertimbangandan putusan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara waris. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui deskripsiPerkara Gugat Waris Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn, untuk mengetahui lebih rinci mekanisme pengajuan gugatan waris, untuk mengetahui secara jelas konsep Kompilasi Hukum Islam tentang masalah penyelesaian kewarisan, serta untuk mengetahui dan memahamidasar dari pertimbangandan putusan Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara waris Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn. Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriftif, dibantu dengan bahan-bahan sekunder berupa hasil karya ilmiah, pendapat para pakar, buku-buku rujukan, dan sebagainya. Bahan-bahan penelitian tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah yang diteliti. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Berdasarkan hasil temuan peneliti dilapangan, gugatan yang diajukan tidak memenuhi syarat formil, karena tidak sesuai dengan kriteria-kriteria gugatan sebagai berikut: Jelas, tegas (eminuratif), memiliki dasar hukum yang jelas dan semua tuntutan memiliki keterkaitan keterkaitan yang terdapat di posita, Menunjukan bahwa dalam menentukan bagian-bagian ahli waris, dasar pertimbagan Mjajelis Hakim adalah ayat 11 surat an-Nisa dan pasal 176 Kompilasi Hukum Islam. Namun demikian ada yang kurang dalam dasar hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim yaitu bagian untuk suami yang seharusnya mengacu kepada pasal 179 KHI, karena dalam pasal 176 itu hanya mencakup bagian anak laki-laki dan anak perempuan saja. Kata kunci : Waris, Kompilasi Hukum Islam, Gugat Waris Pembimbing : Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag, M. Ag. Daftar Pustaka : Tahun 1981 sampai Tahun 2013
iv
KATA PENGANTAR Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah kepada kita semua khusisnya kepada penulis. Shalawat beserta salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan bagi kita semua. Semasa perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. Sebagai tanda syukur atas terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.). Maka pnulis ingin mengucapkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH. MA. MM., Sebagai Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Unifersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA., sebagai Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Unifersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag, M. Ag., sebagai Dosen Pembimbing yang selalu sabar membimbing penulis dalam penulisan skripsi. 4. Bapak Ali Mansur, M. A sebagai penguji I, yang sudah memberikan arahan dan masukan-masukan pada saat menguji skripsi ini
v
5. Bapak Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lcs., MA sebagai Pengujui II, yang dengan sabar memberikan nasihat-nasihat yang sangat berharga untuk menatap masa depan yang lebih indah. 6. Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Fakulas Fakultas Syari’ah dan Hukum Unifersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah memberikan bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi. 7. Secara khusus Kepada orang tua penulis (nenek, mamah, bapa) yang selalu sabar dalam memotivasi serta dukungan moril maupun materil dari awal masuk kuliah sampai selesainya perkuliahan, serta selalu mendo’akan penulis agar penulis sukses. 8. Adik-adik tercinta yang selalu memberikan motivasi dan selalu menghibur disaat penulis sedang jenuh dalam manulis skripsi. 9. Sodara tercinta Wisnu Ahmad Maulana dan Liha Fathiatusholihah yang selalu memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis, semoga kalian bahagia dan menjadi keluarga sakinah, mawadah warohmah. 10. Fitriah Rospari, S. Ked, yang telah memberikan motivasi, dukungan, kepercayaan, do’a, dan selalu sabar dalam mengingatkan penulis agar segera menyelesaikan skripsi. Terimakasih atas bawelnya yang selalu membuat penulis tertawa dan terhibur. 11. Kepada para senior dan teman-teman seperjuangan Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Kuningan, yang telah memberikan masukan-masukan dan selalu menghibur
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi.
vi
berkonsentrasi
kembali
dalam
12. Kepada tim tempur Imam Hamzah Nasrullah, Tantowi el-Hazmi, Tubagus Adam Ma’rifat S.kom, terimakasih atas dukungann dan motivasiya, terutama untuk Tubagus Adam Ma’rifat S. Kom, terimakasih atas sindirannya agar cepat dalam menyelesaikan skripsi. Salam hangat untuk kalian semua semoga kita bisa sukses dengan keinginan kita masing-masing. 13. Terimakasih juga kepada Edah, Sofiyah, Winda, Dinar, yang selalu membuat dan mengantar makanan dan minuman ketika penulis sedang mengerjakan skripsi. Terutama dinar terimakasih kopi buantannya mantap. 14. Tak lupa terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini yang penulis tidak bisa sebutkan.
Semoga semua kebaikan, dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis dibalas oleh Allah SWT dengan kebaikan yang jauh lebih besar. Kesempurnaan hanya milik Alah SWT, mudah-mudahan semua yang penulis lakukan diridhoi oleh Allah SWT, dan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.
Jakarta, 1 November 2013 Penulis
Mohamad Apip Firmansyah
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING.......................................................... i LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... iii ABSRAK ................................................................................................................ iv KATA PENGANTAR ............................................................................................. v DAFTAR ISI ........................................................................................................... viii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................................. 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................... 7 D. Review Studi...................................................................................................... 8 E. Kerangka Teori .................................................................................................. 9 F. Metode Penelitian .............................................................................................. 15 G. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 16 BAB II : KEWARISAN, KHI DAN EKSEPSI A. Pengertian Kewarisan ........................................................................................ 18 B. Tinjauan Teoritis Tentang Kewarisan ................................................................. 19 C. Penyelesaian Kewarisan Menurut Kompilasi Hukum Islam................................ 28 D. Prosedur Pengajuan Gugatan atau Permohonan Waris ........................................ 32 E. Pengertian Eksepsi ............................................................................................ 38 BAB III : PROFIL PENGADILAN AGAMA CIREBON A. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon.................................... 43 B. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon ............................................. 43 C. Visi Dan Misi..................................................................................................... 45
viii
D. Mekanisme Pengaduan Masyarakat Pencari Keadilan Di Kantor Pengadilan Agama Cirebon ................................................................................................. 46 E. Struktur Pengadilan Agama Cirebon .................................................................. 48 F. Tugas Pokok Dan Fungsi Peradilan Agama ........................................................ 59 BAB IV : GUGATAN, KHI, DAN PUTUSAN MAJELIS HAKIM A. Prosedur Gugatan Waris..................................................................................... 61 B. KHI dan Kewarisan............................................................................................ 64 C. Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim ......................................................... 66 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................................... 72 B. Saran-Saran ....................................................................................................... 73 DAFTAR PUSAKA ............................................................................................... 75 LAMPIRAN
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Surat Permohonan Pembimbing
Lampiran 2
: Surat Permpohonan Data / Wawancara
Lampiran 3
: Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara
Lampiran 4
: Putusan Pengadilan Agama Perkara Gugat Waris Nomor :
753/Pdt.G/2011/PA.Cn. Lampiran 5
: Foto-Foto Penelitian
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Segi kehidupan manusia yang diatur Allah tersebut dapat dikelompokan kepada dua kelompok, pertama, hal-hal penciptaannya. Aturan tentang hal ini disebut “hukum ibadat”. Tujuannya untuk menjaga hubungan atau tali antara Allah dengan hamba-Nya yang disebut juga hablun min Allah. Kedua, berkaitan dengan hubungan antar manusia dengan alam sekitar,aturan ini disebut juga “hukum muamalat”. Tujuannya menjaga hubungan antar manusia dan alamnya atau disebut juga “hablun min al-Naas”. Kedua hubungan ini harus tetap terpelihara agar manusia terlepas dari kehinaan, kemiskinan, dan kemarahan Allah.1
Dalam hidup, sejak proses bayi, anak-anak, tamyiz, usia baligh dan usia selanjutnya, manusia sebagai penanggung hak dan kewajiban. Baik selaku pribadi, anggota keluarga, warga negara, dan pemeluk agama yang harus tunduk, taat dan patuh pada ketentuan syari’at dalam seluruh totalitas kehidupannya.Demikian juga kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada dirinya, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Selain itu kematian tersebut, menimbulkan kewajiban orang lain bagi dirinya (si mayit) yang berhubungan dengan pengurusan jenazah (fardu
1
Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 3.
1
2
kifayah). Dengan kematian itulah timbul pula akibat hukum lain secara otomatis. Yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.2
Adanya kematian seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum yang menyangkut bagaimana cara peralihan atau penyelesaian harta kepada keluarga (ahli waris) – nya, yang dikenal dengan nama : Hukum Waris. Dalam syari’at islam dikenal dengan : Ilmu Mawaris, Fiqh Mawaris, atau Faraid. Waris atau pusaka merupakan salah satu masalah dalam keluarga yang mana apabila dalam pembagiannya tidak ada kemaslahatan akan berakibat pecahnya keharmonisan keluarga.
Dalam pandangan Islam, pembagian harta peninggalan kepada yang berhak mewarisi harta tersebut akan mewujudkan hubungan yang harmonis dan saling tolong-menolong antara sesama keluarga.
Pada masa jahiliyyah (sebelum islam), bangsa Arab telah mengenal sistem waris yang menjadi sebab berpindahnya hak kepemilikan atas harta benda atau atas harta benda atau hak-hak material lainnya.3 Matinya muwarits (pewaris) mutlak harus dipenuhi. Seseorang baru disebut muwarits jika dia telah meninggal dunia. Itu berarti bahwa, jika seseorang memberikan
2
Suparman Usman, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Gaya Medika Pratama cet-II.), h. 1. 3
Komite Fakultas Syari’ah ar-Risalah ad-Dauliyah. “Ahkamaul-mawarits fil-fiqhilmawarits-islami”. Mesir. Tahun 2000-2001. Diterjemahkan oleh H. Addys Aldizar, Lc. dan H. Fathurohman, Lc. “Hukum Waris”. (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), h. 1.
3
harta kepada ahli warisnya ketika dia masih hidup, maka itu bukan waris.Kematian muwaris menurut ulama, dibedakan kedalam 3 macam, yaitu:4
a.
Mati haqiqy (sejati)
b.
Mati hukmy (menurut putusan hakim)
c.
Mati taqdiry (menurut dugaan)
Bagi ummat Islam melaksanakan hukum – hukum islam, terutama masalah kewarisan adalah suatu keharusan, selama belum adanya nash-nash yang menunjukan ketidakwajibannya. Namun, dalam masalah waris, nash – nash yang berkaitan dengan hukum membagi kewarisan tidak disebut, dan yang disebut adalah keharusan menerapkan besar kecilnya masing – masing bagian. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kewajiban disini adalah ketika seseorang menyerahkan masalah kewarisan secara (menurut) Faraidh atau ilmu waris.5
Dalam praktiknya, banyak masyarakat yang masih bingung dalam masalah waris, bahkan banyak yang menjadi sengketa dalam warisan. Seperti halnya terjadi di Pengadilan Agama Cirebon,
pada putusan Pengadilan
4
H. R Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama cet-II, 2006), h. 5. 5
Ahmad Ferry Firdaus, Status Hukum Ahli Waris Pengganti menurut perspektif KHI dan Fikih, (skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal asy-Syakhsiyyah Konsentrasi Peradilan Agama, 2010), h. 5.
4
Agama Cirebon terdapat sengketa waris dalam putusan Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
Dalam hal ini penulis perlu meyampaikan beberapa hal mengenai halhal yang terdapat dalam putusan tersebut.
Dalam putusan tersebut, penggugat mengajukan gugatannya kepada Pengadilan Agama Cirebon dengan alasan ingkar janji terhadap surat Keterangan dan pernyataan para ahli waris pada tanggal 1 Januari 2003. Keterangan dan pernyataan para tergugat yang telah disepakati itu belum ada pelaksanaan pembagiannya, meskipun penggugat telah sering memintanya. Maka dari itu penggugat mengajukan gugatanya ke Pengadilan Agama Cirebon untuk dibaginya harta warisan tersebut disebabkan penggugat ingin nikah lagi.
Para tergugat menyatakan dalam eksepsinya bahwa, hal tersebut tidaklah benar justru inisiasi membagikan harta waris itu sebelum penggugat menikah kembali maka dari itu penggugat dan para tergugat melakukan kesepakatan bahwa pembagian harta waris itu dilakukan sebelum pernikahannya dengan istri baru nya seperti yang tertuang dalam surat keterangan dan pernyataan ahli waris tanggal 1 Januari 2003. Para tergugat juga menerangkan dalam eksepsinya bahwa prihal pengajuan gugatan itu adalah gugatan pembagian waris, namun penggugat mendalihkan bahwa tergugat melakukan perbuatan ingkar janji. Hal ini lah para tergugat menyatakan materi gugatan tersebut menjadi simpang siur (Obscuur Libel).
5
Petitum bisa juga disebut tuntutan atau permintaan penggugat kepeda Hakim untuk dikabulkan dan diputuskan. Rumusan petitum harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 6 a. Jelas dan Tegas (eminuratif); b. Memiliki dasar hukum yang jelas c. Semua tuntutan memiliki keterkaitan keterkaitan yang terdapat di posita.
Menurut penulis dalam Pertimbangan Majelis Hakim juga terdapat ketidaktepatan dalam menetapkan landasan hukum acaranya. Dan dalam putusan tersebut penulis menilai tidak dijalankannya pasal 119 HIR yaitu : ketua pengadilan negri berkuasa memberikan nasihat dan pertolongan kepada penggugat atau wakilnya tentang hal memasukan surat gugatan.”7. sehingga Surat Gugatan tersebut menjadi simpang siur.
Berdasarkan uraian penulis di atas, maka penulis mengangkat permasalahan dalam skripsi yang berjudul : Hak Suami Sebagai Ahli Waris Dalam Kompilasi Hukum Islam (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)
6
Saifuddin Arief, Notariat Syari’ah Dalam Praktik Jilid 1 Hukum Keluarga Islam, (Jakarta : Datunnajah Publishing, 2011), h. 265. 7
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelik Wetbook) & RIB/HIR (Citra media Wacana: tt), h. 556.
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak menyimpang dan melebar jauh dari inti atau pokok kajian masalah yang diangkat, maka penulis disini akan membatasinya yakni pada persoalan yang berkaitan dengan kewarisan yang diatur dalam Fiqh dan kewarisan yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam. Dalam hal ini, penulis akan lebih fokus menyoroti dan menganalisis putusan Perkara Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn., antara lain: a.
Pembagian waris dibatasi pengertian dan dasar hukum waris, sehingga pembaca dapat mengerti tentang bagian-bagian yang harus diterima oleh ahli waris.
b.
Pertimbangan Majelis Hakim dibatasi pada dasar hakim dalam pertimbangan hukumnya sehingga pembaca dapat mengetahui dan mengerti tentang cara mempertimbangan suatu gugatan.
c.
Putusan Majelis hakim dibatasi pada landasan hakim dalam memutus suatu perkara sehingga pembaca dapat mengerti dan mengetahui tentang landasan hakim dalam memutus suatu perkara waris. Dari hasil kajian skripsi ini di harapkan akan dapat menjelaskan
tetang cara hakim menyelesaikan perkara di persidangan. 2. Perumusan Masalah Dalam Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dalam proses pengajuan surat gugatan, surat gugatan itu harus jelas dan tegas juga mempunyai dasar hukum yang jelas. Kenyataannya dalam surat gugatan (Petitum) yang di
7
ajukan oleh penggugat bercampur baur atau tidak jelas (Obscuur Libel) antara gugatan pembagian waris atau gugatan perbuatan ingkar janji. Dari latar belakang masalah tersebut di atas, perumuan masalah yang akan diangkat penyusun dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana
Deskripsi
pada
perkara
Gugat
Waris
Nomor
:
753/Pdt.G/2011/PA.Cn.? 2.
Bagaimana prosedur pengajuan gugatan waris?
3.
Bagaimana konsep Kompilasi Hukum Islam tentang penyelesaian kewarisan?
4.
Apayang mendasari pertimbangan dan putusan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara waris?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1.
Untuk
mengetahui
deskripsi
Perkara
Gugat
Waris
Nomor
:
753/Pdt.G/2011/PA.Cn. 2.
Untuk mengetahui lebih rinci mekanisme pengajuan gugatan waris.
3.
Untuk mengetahui secara jelas konsep Kompilasi Hukum Islam tentang masalah penyelesaian kewarisan.
4.
Untuk mengetahui dan memahami dasar dari pertimbangan dan putusan Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara waris Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
8
Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1.
Bagi penulis menambah wawasan tentang mekanisme pengajuan dan proses penyelesaian perkawa waris.
2.
Bagi akademisi sebagai sumbangsih khasanah keilmuan kewarisan, mekanisme pengajuan dan proses penyelesaian perkawa waris.
3.
Dapat memberikan pengetahuan lebih jauh dalam pembahasan kewarisan dengan studi putusan Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
D. Review Studi 1.
Milki Barokah: Disparitas Putusan Perkara Waris (Studi Putus Pengadilan Agama Nomor. 1397/Pdt. G/2008/PA.JT) dan putusan Pengadilan Ttnggi Agama Nomor 50/Pdt. G/2009/PTA.JK) Dalam skripsi ini menguraikan sistem kewarisan secara jelas secara
fiqih dan letak keadilannya. Juga menguraikan secara jelas tentang kewarisan menurut perspektif undang-undang. 2.
Dodi Darwin : Kasus Penetapan Ahli Waris Pengganti Di Pengadilan Agama Jakarta Timur Dalam skripsi ini menguraikan pengertian tentang waris dan ahli
waris pengganti yang cukup untuk dipahami. Juga mengerangkan tentang rukun, syarat, sebab kewarisan dan asa-asas kewarisan. Perbedaan antara skripsi yang sudah ada di fakultas syari’ah dengan skripsi yang ditulis oleh penulis adalah: a.
Dalam skripsi terdahulu, tentang Disparitas Putusan Perkara Waris (Studi Putus Pengadilan Agama Nomor. 1397/Pdt. G/2008/PA.JT) dan
9
putusan Pengadilan Ttnggi Agama Nomor 50/Pdt. G/2009/PTA.JK). membahas tentang efektifitas penerapan kaidah-kaidah dan dasar-dasar hukum yang digunakan oleh Hakim. Persamaannya dengan skripsi yang ditulis oleh penulis adalah samasama membahas tentang putusan hakim terhadap perkara waris. b. Persamaan dalam skripsi “Kasus Penetapan Ahli Waris Pengganti Di Pengadilan Agama Jakarta Timur” ini dengan yang ditulis oleh penulis adalah sama-sama membahas tentang putusan hakim terhadap perkara waris. Perbedaannya adalah penulis lebih mengulas bagaimana hakim menetapkan dan bagaimana cara pengajuan gugatan kepada Pengadilan Agama. Dan membahas perkara waris dengan adanya gugatan waris disebabkan adanya perbuatan ingkar janji oleh penerima waris lain. E. Kerangka Teori Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup, dan mati. Semua tahap itu mempunyai pengaruh dan akibat hukum dalam setiap fase nya. Segi kehidupan manusia yang diatur Allah tersebut dapat dikelompokan kepada dua kelompok, pertama, hal-hal penciptaan nya. Aturan tentang hal ini disebut “hukum ibadat”. Tujuannya untuk menjaga hubungan atau tali antara Allah dengan hamba-Nya yang disebut juga hablun min Allah. Kedua, berkaitan dengan hubungan antar manusia dengan alam sekitar. Aturan ini disebut juga “hukum muamalat”. Tujuannya menjaga hubungan antar manusia dan alamnya atau disebut juga “hablun min al-Naas”. Kedua
10
hubungan ini harus tetap terpelihara agar manusia terlepas dari kehinaan, kemiskinan, dan kemarahan Allah. 8 Dalam hidup, sejak proses bayi, anak-anak, tamyiz, usia baligh dan usia selanjutnya, manusia sebagai penanggung hak dan kewajiban. Baik selaku pribadi, anggota keluarga, warga negara, dan pemeluk agama yang harus tunduk, taat dan patuh pada ketentuan syari’at dalam seluruh totalitas kehidupannya.
Demikian juga kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada dirinya, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Selain itu kematian tersebut, menimbulkan kewajiban orang lain bagi dirinya (si
mayit)
yang
berhubungan
dengan
pengurusan
jenazah
(fardu
kifayah).Dengan kematian itulah timbul pula akibat hukum lain secara otomatis. Yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.9 Waris hanya berlangsung karena kematian.10 Adaanya kematian seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum yang menyangkut bagaimana cara peralihan atau penyelesaian harta kepada keluarga (ahli waris) – nya, yang dikenal dengan nama : Hukum Waris. Dalam syari’at Islam dikenal dengan : Ilmu Mawaris, Fiqh Mawaris, atau Faraid. Hukum 8
Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, h. 3.
9
Suparman Usman, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, h. 1.
10
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUHPerdata / Burgelijk Wetboek dengan tambahan: UU Pokok Agraria dan UU perkawinan, cet. 39 (Jakarta: Pradya Paramita, 2008), h. 221.
11
kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing.11
Islam sebagai agama samawi mengajarkan hukum kewarisan, disamping hukum-hukum lainnya untuk menjadi pedoman bagi umat manusia agar terjamin adanya kerukunan, ketertiban, perlindungan dan ketentraman dalam kehidupan di bawah naungan dan ridha Allah SWT.12 Hukum yang merupakan bagian dari hukum keluarga, dewasa ini mempunyai peranan yang sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku di masyarakat. Hazairin menyatakan bahwa, “Dari seluruh hukum, maka hukum perkawinan dan kewarisanlah yang menentukan dan mencerminkan sistem hukum kekeluargaan yang berlaku di masyarakat.”13
Hukum kewarisan dan hukum perkawinan masing – masing mempunyai sub sistem hukum, yaitu hukum keluarga. Oleh karena itu kedua hukum tersebut mempunyai asas, sifat dan gaya yang sama sehingga dapat dilaksanakan dengan baik dan selaras dalam tata kehidupan keluarga. Demikian pula dalam Hukum kewarisan islam sebagai sub sistem hukum 11
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : Radar Jaya Ofset, 2007, cet-5), h.
155. 12
Al-‘Utsmain dan syaikh muhamad bin shalih, panduan praktis hukum waris: menurut al-Qur’an dan sunnah yang sohih, (Bogor: pustaka Ibnu Katsir, 2006), h. 2. 13
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadist, (Jakarta: Tana Mas, 1981), cet 5, h. 1.
12
keluarga harus memiliki sifat, asas, dan gaya yang sama dengan hukum perkawinan. Sebagaimana hak kewarisan berlaku atas dasar hubungan kekerabatan, dan berlaku atas dasar perkawinan, dengan arti bahwa suami ahli waris bagi istrinya yang meninggal dan istri ahli waris bagi suaminya yang meninggal, begitu juga keturunan dan anak-anaknya.
Berlakunya hubungan kewarisan antara
suami dengan istri
didasarkan pada ketentuan tertentu. Yaitu antara keduanya telah berlangsung akad nikah yang sah.14 Tentang akad nikah yang sah ditetapkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat 1 yaitu perkawinan sah apabila
dilakukan
menurut
hukum
masing-masing
agamanya
dan
kepercayaannya.15
Menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah, para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama.
Dalam hal ini penulis akan membahas khusus mengenai hak suami dalam kewarisan menurut fiqh dan KHI. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid disebutkan sebagai berikut:
14
15
Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, h. 188.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUHPerdata / Burgelijk Wetboek dengan tambahan : UU Pokok Agraria dan UU perkawinan, h. 538.
13
ِ ث اﻟْ ِﺮ َﺟ ُﻞ ِﻣ َﻦ اِ ْﻣَﺮأَﺗِِﻪ اِ َذا َﱂْ ﺗَـْﺘـَﺮُك َوﻟَ ًﺪا َوﻻَْوﻟَ َﺪ اِﺑْ ُﻦ ُ وأَ ْﲨَ ُﻊ اﻟْﻌُﻠَ َﻤﺎء َﻋﻠَﻰ َﻣ َِﲑ ِ ِﺼ . وأ ﺎ ان ﺗﺮﻛﺖ وﻟﺪا ﻓﻠﻪ اﻟﺮﺑﻊ. اِﻻَ َﻣﺎ ذﻛﺮﻧﺎﻋﻦ ﺟﺎ ﻫﺪ. ﻒ ْ اﻟﻨ 16
Artinya : “Fuqaha berpendapat bahwa warisan suami dari istrinya jika istrinya tidak meninggalkan anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki, maka bagiannya separuh harta. Kecuali pendapat yang kami sebut dari mujahid, jika istri tersebut meninggalkan anak, maka bagian suami adalah seperempat.”17 Dalam kitab Bajuri disebutkan: 18
ِ ﻓَﻠِﻠﱠﺰو ِج اﻟْﻨِﺼﻒ و ِ ْ ِﻷَﻧـﱠ َﻬﺎ اِﺛْـﻨَـ,اﺣ ًﺪ ٍ ﲔ ﳐََْﺮ َج اﻟﻨَـ ْﻔ ﺲ ْ َُ ْ
Artinya : “Seorang suami baginya setengah jika sendiri, suami adalah salah satu orang yang mendapat bagian pasti dalam urutan kedua.”
)ﻓَِﺈ ْن َﻛﺎ َن َﳍُ ﱠﻦ َوﻟَ ٌﺪ: ج َﻣ َﻊ اْ َﻟﻮﻟَﺪ أَْو َوﻟَ ُﺪ اْ ِﻻﺑْ ِﻦ ( اَ ْي ﻟَِﻘ ْﻮﻟُﻪُ ﺗَـ َﻌﻠﻰ ُ ) اَﻟﱠﺰْو: ُﻗَـ ْﻮﻟَﻪ .( ﻜﻢ اَﻟ ﱡﺮﺑﻊ ْ ُ ْ ُ َﻓَـﻠ 19
Arttinya : “Berkata (syekh khotib) : suami seserta anak atau cucu laki-laki, sesuai dengan firman Allah SWT: seseungguhnya bila ada anak bagi kalian (para suami) maka baginya adalah seperempat. Dalam syarah Fathul Qarib diterangkan :
ِ ِ (ﺖ اْ ِﻻ ﺑْ ِﻦ ٌ ﻒ ﻓَـ ْﺮ ُ ﺼ ُ )و( ﺛَﺎﻧْﻴـ َﻬﺎ )ﺑِْﻨ ُ ض ﲬَْ َﺴﺔٌ ( اَ َﺣ ُﺪ َﻫﺎ )اﻟﺒِْﻨ ْ ) ﻓَﺎﻧﱢ َ ُﺖ( اَﻟْ َﻮاﺣ َﺪة ِ )و( ﺛَﺎﻟِﺜـُﻬﺎ )اْﻷُﺧﺖ ِﻣﻦ اْﻻَ ِب و اْﻻُﱢم( )و( راﺑِﻌﻬﺎ )اَﻻُﺧ ِ ()و ُ ْ َُ َ َ َ َ (ﺖ ﻣ َﻦ ْ◌ﻷَب َ َ َ ُ ْ 16
Asyahir Abdul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyh, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasyid, (Surabaya: Toko Kitab al-Hidayah, tt), h 256. 17
Imam Ghazali Said dan Ahmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), Jilid 3, cet III, h.388 18
Ibrohim al-Bajuri, syarahal-Bajuri (Hisyah Fathul Qarib). h. 110
19
Ibrohim al-Bajuri, syarahal-Bajuri, h. 110
14
ِﲬﺴﻬﺎ )اَﻟْﺰوج ا ِ ِ ْ ﲔ( َﻣ َﻊ اﻟْﻮﻟَ ٍﺪ اَْو وﻟَ ِﺪ اِﻟ ِ ْ ض اِﺛْـﻨَـ ﱭ ﺮ ـ ﻓ ﻊ ﺑ ﺮ ﻟ ا )و ﺪ ﻟ و ﻪ ﻌ ﻣ ( ﻦ ﻜ ﻳ ذ ﱂ ا ْ ُ َ َ َ َ ٌ ُ ْ َ ُ َ ْ َ ْ ُ َْ َ ُ َ َ َ َُ َ 20
Artinya :”Yang mendapatkan bagian setenmgah itu ada 5 (lima) kelompok, yaitu : pertama anak perempuan, kedua cucu perempuan, ketiga saudara perempuan seayah seibu, keempat saudara perempuan seayah, dan kelima suami apabila tidak ada anak. Dan bagian kedua, suami dapat seperempat bagian apabila bersama dengan anak atau cucu laki-laki.” Jika melihat dari pandangan ulama – ulama di atas semua ulama sepakat bahwa bagian suami adalah setengah bagian apabila pewaris tidak mempunyai anak atau cucu laki-laki, dan mendapatkan seperempat bagian apabila pewaris mempunyai anak atau cucu laki-laki.
Dalam putusan tersebut, penggugat mengajukan gugatannya kepada Pengadilan Agama Cirebon dengan alasan ingkar janji terhadap surat Keterangan dan pernyataan para ahli waris pada tanggal 1 Januari 2003. Keterangan dan pernyataan para tergugat yang telah disepakati itu belum ada pelaksanaan pembagiannya, meskipun penggugat telah sering memintanya. Maka dari itu penggugat mengajukan gugatannya ke Pengadilan Agama Cirebon untuk pembagian harta warisan tersebut disebabkan penggugat ingin nikah lagi. Para tergugat menyatakan dalam eksepsinya bahwa, hal tersebut tidaklah benar justru inisiasi membagikan harta waris itu sebelum penggugat menikah kembali itu berasal dari para tergugat. Maka dari itu penggugat dan para tergugat melakukan kesepakatan bahwa pembagian harta waris itu dilakukan sebelum melaksanakan pernikahan dengan istri barunya. Seperti 20
Syeik an-Nawawi bin Umar al-Jawi, Tasyeh ‘ala Ibnu Qosim, (Syarah Fathul Qarib), (ma’had islami al-salafi), h. 42
15
yang tertuang dalam surat keterangan dan pernyataan ahli waris tanggal 1 Januari 2003.
F. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriftif, berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-orang atau prilaku yang diamati.21 Adapun jenis penelitian, sumberdata dan jenis data adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah: a. Penelitian pustaka (Library research). Dalam penelitian ini penulis menelaah data tertulis yang berhubungan dengan topik permasalahan penelitian baik dalam bentuk buku, makalah, brosur, dan lain-lain. Untuk menemukan kajian teoritis. b. Penelitian lapangan (Field research). Untuk mendapatkan data-data secara langsung dari objek penelitian maka, penulis melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait guna mendapatkan data yang sesuai dengan kebutuhan penulis. 2. Sumber data Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.22 Dalam penelitian ini yang menjadikan sumber data adalah sebagai berikut: 21
Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 3. 22 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, (Jakarta: PT. Rineka Utama, 2002), h. 107.
16
a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari Pengadilan Agama Cirebon. b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kajian pustaka, jurnal-jurnal terkait dan wawancara hakim-hakim di Pengadilan Agama Cirebon. 3. Jenis data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini data kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriftif, berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-orang atau prilaku yang diamati. Selain kualitatif penulis juga menggunakan metode interview/wawancara untuk mendapatkan data, yaitu proses tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih, bertatap muka, mendengarkan secara langsung mengenai informasi atau keteranganketerangan.23
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normative yakni dengan kajian perundang-undangan (statute approach). Dengan pendekatan ini, dilakukan kajian tentang peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian ini.24 G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam menganalisis materi pembahasan penulis memberikan sitematika penulisan sebagai berikut:
23
24
Cholid dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 83
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukuk Normatif, (Jakarta: Bayumedia, 2008), h. 295 dan 302.
17
Bab pertama adalah PendahuluanmeliputiLatar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi, Kerangka Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. Bab kedua adalah Kewarisan, KHI dan Eksepsi meliputi Pengertian Kewarisan, Tinjauan Teoritis Tentang Kewarisan, Penyelesaian Kewarisan Menurut Kompilasi Hukum Islam, Prosedur Pengajuan Gugatan atau Permohonan Waris, Pengertian Eksepsi. Bab ketiga adalah Profil Pengadilan Agama Cirebon meliputi Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon, Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon, Visi Dan Misi, Mekanisme Pengaduan Masyarakat Pencari Keadilan Di Kantor Pengadilan Agama
Cirebon,
Struktur Pengadilan Agama Cirebon, Tugas Pokok Dan Fungsi Peradilan Agama. Bab keempat adalah Waris, Gugatan, KHI danPutusan Hakim meliputi Deskripsi Gugatan Waris, Prosedur Gugatan Waris, KHI dan Kewarisan, Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim. Bab Kelima adalah Penutup yang meliputi : kesimpulan dan saransaran.
BAB II KEWARISAN, KHI, GUGATAN DAN EKSEPSI
A. Pengertian Kewarisan Hukum waris merupakan bagian dari hukum perdata, dimana dari dahulu sampai sekarang ini hukum waris di Indonesia sangat beraneka ragam sekali. Adapun garis besarnya terbagi menjadi tiga bagian: 1. Hukum waris yang terdapat pada undang-undang perdata (KUH Perdata/BW) 2. Hukum waris yang terdapat pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) 3. Hukum waris yang terdapat pada kitab-kitab fiqh yang tersusun dalam fiqh mawaris atau ilmu Faraidh. Hukum Waris Islam (HWI) atau dikenal juga ilmu Faraid dikembangkan berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah, dan Ijtihad. HWI di Indonesia berkembang dengan pesat ditandai dengan munculnya ijtihad yang dimunculkan dengan berbagai peraturan dan pendapat dari berbagai ahli.1 Undang-undang tentang Peradilan Agama yang mengatur kewenangan dan tatacara pemeriksaan perkara orang Islam bertambah ketika keluarnya peraturan Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, terutama pasal 12 yang berbunyi: “Penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan perwakafan tanah, disalurkan melalui Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Bahkan pada tahun 1989, kewenangan peradilan agama mendapatkan perluasan bukan 1
Saifuddin Arief, Notariat Syari’ah Dalam Praktik Jilid 1 Hukum Keluarga Islam, h.
159.
18
19
hanya sebatas masalah perkawinan, namun juga masalah, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah.2 Ketentuan tersebut dinyatakan dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang Mengatur tentang perkawinan, waris dan wakaf. Lembaga perkawinan dan wakaf sudah diangkat menjadi undangundang, sedangkan waris belum diundang-undangkan. Undang-undang dan INPRES tersebut merupakan hukum positif di Indonesia, artinya HWI adalah undang-undang yang berlaku dan dilaksanakan oleh negara melalui Peradilan Agama. Para Hakim telah mengacu pada KHI dalam menyelesaikannya. B. Tinjauan Teoritis Tentang Kewarisan a.
Pengertian Hukum Kewarisan Islam Hukum kewarisan dalam Islam dikenal dengan Fiqh al-Mawaris. Prof.
T.M Hasby as-Syiddiqi dalam bukunya Fiqh al-Mawaris telah memberikan pemahaman tentang pengertian hukum waris (fiqh mawaris). Fiqh mawaris ialah:3
ث َوِﻣ ْﻖ َد ُار ُﻛ ﱢﻞ َوا ِر ٍث َوَﻛْﻴ ِﻔﻴَﺔُ اَﻟﺘﱠـ ْﻮِزﻳَ ِﻊ ُ ِﻋ ْﻠ ٌﻢ ﻳـُ ْﻌَﺮ ُ ث َوَﻣ ْﻦ ﻻَ ﻳَِﺮ ُ ف ﺑِ ِﻪ َﻣ ْﻦ ﻳَِﺮ Artinya : “Ilmu yang dengan dia dapat diketahuin orang-orang yang mewarisi, orang-orang yang tidak dapat mewarisi, kadar yang diterima oleh masing-masing ahli waris serta cara pengambilannya.”
2
Jaenal Arifin, Peradilan Islam dalam bingkai reformasi hukum di indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 429. 3
Moh. Muhibbin dan Abdul Wahib, Hukum Kewarisan Islam (Sebagai Pembaruan Hukum Positif), (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.7.
20
Waris berasal dari kata
ﯾﺮس – ورس
Dan dalam pengertian etimologis kata
ﻣﺮس
yang artinya
ﻣﻮارس
dan kata masdarnya
ﻣﺮس.
adalah bentuk jamak dari kata
adalah harta pusaka atau warisan.4 Sedangkan menurut
terminologi warisan adalah adalah pindahnya hak milik orang lain yang meninggal, peninggalan itu berupa benda bergerak maupun tidak bergerak atau berupa hak-hak syara’.5 Namun banyak dalam literatur kitab fiqh yang tidak menggunakan kata mawaris karena yang digunakan sinonimnya yaitu Faraid. Menurut sejarah menggunakan kata Faraid lebih dahuli daripada waris. Rasulullah SAW menggunakan kata Faraid dan tidak menggunakan kata mawaris. Hadits riwayat Ibnu Mas’ud berbunyi:
ِ ﻳَﺎ أَﺑَﺎ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة ﺗُـ َﻌﻠﱢ ُﻤ ْﻮا: ﻠﻰ اﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ َ َ ﻗ: َﻋ ْﻦ اَِ ْﰊ ُﻫَﺮﻳْـَﺮَة ﺻ ﱠ َ ﺎل َر ُﺳ ْﻮ ُل اﷲ ِ ِ ِ ﻒ اﻟْﻌِْﻠ ِﻢ َو ُﻫ َﻮﻳـُْﻨ َﺴﻰ َو ُﻫ َﻮ اَﱠو ُل َﺷْﻴ ٍﺊ ﻳَـْﻨ ِﺰعُ ِﻣ ْﻦ اُﱠﻣ ِﱴ ُ ﺼ ْ ﺾ َو َﻋﻠﱠ ُﻤ ْﻮَﻫﺎ ﻓَﺎﻧﱠﻪُ ﻧ ُ اَﻟْ َﻔَﺮاﺋ Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda : wahai Abu Hurairah pelajarilah Ilmu Faraid dan ajarilah kepada yang lain, sesungguhya ia merupakan sebagian dari Ilmu dan hal yang paling pertama yang akan dilupakan oleh umatku.”6
4
Mahud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Penterjemah/penafsir al-Qur’an cet. Ke-1, 1973), hal. 496.
(Jakarta:
Yayasan
Penyelenggara
5
Muhamad Ali ash-Sabuni, Hukum warisan dalam syariat islam (terjemah), (Bandung: CV Diponegoro, 1988), h. 40. 6
Elfid Nurfitra M, Penyelesaian Gugatan Kewarisan Anak Perempuan Dengan Saudara Kandung (Studi Analisis Pada Putusan Peradilan Agama), (skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal asySyakhsiyyah Konsentrasi Peradilan Agama, 2008), h. 15.
21
Kemudian al-Qurtubiy berkata: “Apabila hal ini diakui kebenarannya, maka ketahuilah bahwa Faraid adalah merupakan ilmu yang besar bagi para sahabat dan sangat hebat teori-teori mereka, tetapi sayang banyak orang yang menyia-nyiakan ilmu ini.(tafsir al-Qurtubiy : juz 5 halaman : 56).7 Adapun yang dimaksud dengan Faraid adalah masalah-masalah pembagian harta warisan, yakni :
ِ ف ﺑِ ِﻪ َﻛﻴ ِﻔﻴ ِﺔ ﻗِﺴﻤﺔ اَﻟﺘﱢـﺮَﻛ ِ ِﻋﻠْ ٌﻢ ﻳَـ ْﻌ ﻠﻰ ُﻣ ْﺴﺘَ ِﺤ ﱢﻘ َﻬﺎ ﻋ ﺔ ﺮ ُ َ ْ َ ْ َ ْ َ Artinya: “Ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang berhak menerimanya.”8
Kata al-Faraid adalah bentuk jamak dari al-Faridhah yang bermakna al-Mafrudhah atau sesuatu yang diwajibkan. Artinya, pembagian yang telah ditentukan kadarnya.9 Seperti yang dicontohkan dalam surat an-Nisa ayat 12:
7 Muhammad Ali ash-Shabuniy, alih bahasa: Sarmin Syukur, Hukum Waris Islam, (Surabaya: al-Ikhlas, 1995) h. 22. 8
9
Moh. Muhibbin dan Abdul Wahib, Hukum Kewarisan Islam, h. 7.
Komite Fakultas Syari’ah ar-Risalah ad-Dauliyah. “Ahkamaul-mawarits fil-fiqhilmawarits-islami”. Mesir. Tahun 2000-2001. Diterjemahkan oleh H. Addys Aldizar, Lc. dan H. Fathurohman, Lc. “Hukum Waris”. (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), h. 11.
22
Artinya : “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudarasaudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)10. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.(Q. S. An-Nisa : 12)
Ayat di atas menunjukan bahwa ilmu Faraid adalah ilmu yang sudah pasti hitungannya dan sudah ditentukan kadarnya. Fiqh Mawaris adalah ilmu yang mempelajari siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima, serta bagianbagian tertentu yang diterimanya.11 Berdasarkan para ahli di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa hukum waris adalah adalah hukum yang mengatur
10
Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan. 11
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT Raja Grafindo cet. II, 1995), h. 1.
23
mengenai apa yang harus terjadi terhadap harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dan menurut hukum Faraidh, bagian waris yang harus diterima itu sudah ditentukan atau tertentu, dan besar atau kecilnya bagian tergantung kepada keberadaan ahli waris lain yang secara bersama-sama mempunyai hak waris sehingga bagian hak waris satu samalain dapat berbeda. Namun meskipun demikian hak waris adalah hak individu yang tidak boleh diganggu haknya oleh orang lain. Dengan demikian ada beberapa point penting dalam sistem waris Islam, yaitu: a. Waris adalah pindahnya hak milik orang lain yang meninggal, baik yang ditinggalkannya itu benda bergerak maupun tidak bergerak atau berupa hakhak syara’ b. Warisan hanya terbatas pada lingkungan keluarga dengan adanya hubungan perkawinan dan hubungan nasab. c. Hukum waris Islam membagikan harta warisan dengan bagian tertentu kepada ahli warisnya. Semua penjelasan di atas mengenai pengertian dan dasar-dasar Faraid menjelaskan bahwa ilmu kewarisan atau Faraid adalah ilmu untuk membagi harta peninggalan yang wajib dibagikan kepada ahli waris. Mengingat pentingnya Faraidh, maka setiap muslim tidak hanya diperintahkan untuk mempelajari ilmu Faraidh saja, namun sekaligus diperintahkan untuk mengajarkan ilmu Faraidh kepada orang lain.
24
b. Pengertian Hukum Kewarisan Menurut Undang-Undang Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat ditemukan dalam pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata. Meski demikian, pengertian mengenai hukum waris itu sendiri tidak dapat ditemukan pada bunyi pasal-pasal yang mengatur dalam KUH Perdata tersebut. Untuk mengetahui pengertian mengenai hukum waris selanjutnya kita akan coba melihat beberapa pengertian mengenai hukum waris yang diberikan oleh para ahli, sebagai berikut: Hukum waris menurut Vollmar merupakan perpindahan harta kekayaan secara utuh, yang berarti peralihan seluruh hak dan kewajiban orang yang memberikan warisan atau yang mewariskan kepada orang yang menerima warisan atau ahli waris. Pengertian hukum kewarisan dalam KUH Perdata menurut Hartono Suryopratikno hukum waris adalah keseluruhan peraturan yang mengatur akibat hukum dari meninggalnya seseorang terhadap harta kekayaannya, perpindahan kepada ahli waris dan hubungannya dengan pihak ketiga. 12 Menurut Mr. B. Ter Haar Bzn Hukum waris adalah aturan-aturan hukum menegnai cara bagaimana penerusan dan peralihan harta kekayaan baik yang berujud maupun yang tidak berujud dari turunan ke keturunan. Menurut Prof. Mr. A. Pitlo Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang.13 12
Suparman Usman, Ikhtisat Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), (Serang: Darul Ulum Press cet. 2, 1993), h. 50. 13
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&ve d=0CDsQFjAC&url=http%3A%2F%2Ffile.upi.edu%2FDirektori%2FFPIPS%2FJUR._PEND._K EWARGANEGARAAN%2FDrs._H._Dadang_Sundawa%2C_M.Pd%2FH.PERDATA%2FHUK UM_WARIS.ppt&ei=uuxCUaSWN4b9rAfhp4DgDQ&usg=AFQjCNFfjQyGgSt3CzkRPztZSwAqMLSIA&sig2=S5_2_JX_M7rCjzYH-tf3RQ&bvm=bv.43828540,d.bmk.
25
Menurut Wirjono Prodjodikoro, mantan ketua Mahkamah Agung Indonesia, mengatakan:14 Bahwa hukum waris adalah hukum atau peraturanperaturan yang mengatur tentang apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggalkan dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup. Sedangkan menurut Subekti dalam Pokok-Pokok Hukum Perdata tidak menyebutkan definisi hukum kewarisan, hanya beliau mengatakan asas hukum waris, menurut Subekti : Dalam hukum waris Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku sesuatu asa, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajibankewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Namun menurut Subekti ada juga satu atau dua pengecualian, misalnya hak seorang bapak untuk menyangkal sahnya anaknya dan di pihak lain hak seorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak yang sah dari bapak dan ibunya.15 Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur pengalihan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)
14
Mohd. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Burgelik Watboek), (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996), h. 43. 15
Mohd. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Burgelik Watboek), h. 44.
26
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.16 Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai kedudukan harta dan kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dan mengatur mengenai cara-cara berpindahnya harta kekayaan tersebut kepada orang lain. Jadi menurut KUH Perdata maupun Hukum Islam pengertian tentang hukum kewarisan hampir sama walaupun tidak persis sama. Namun untuk lebih jelasnya Pokok-pokok hukum kewarisan dalam KHI adalah sebagai berikut: a. Secara garis besar tetap berpedoman pada garis-garis hukum Faraidh. b. Tetap menempatkan status anak angkat diluar ahli waris dengan modifikasi melalui wasiat wajibah. c. Porsi anak perempuan bagiannya tetap dan tidak mengalami reaktualisasi, bagian anak laki-laki dua banding satu (2:1) dengan bagian anak perempuan, tetapi melalui perdamaian dapat disepakati oleh para ahli waris jumlah pembagian yag menyimpang dari ketentuan pasal 171 KHI. c.
Rukun dan Syarat Waris Sebab-sebab terjadinya kewarisan adalah adanya hubungan darah dan
adanya perkawinan.
16
155.
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : Radar Jaya Ofset, 2007, cet-5), h.
27
Rukun waris ada tiga yakni : 1. Adanya Pewaris Adalah seorang yang meninggal dunia setelah memastikan wafatnya, dan meninggalkan harta kekayaan.17 Wafatnya seseorang menurut ulama terbagi menjadi tiga bagian yaitu wafat haqiqi (sejati), wafat hukmi (dengan putusan hakim), mati taqdiri (secara dugaan).
2. Ahli waris Adalah orang yang bernisbah kepada mayit karena mempunyai hubungan perkawinan ataupun hubungan nasab. Yakni orang yang akan mewarisi/menerima harta warisan18. 3. Harta warisan Adalah sejumlah harta peninggalan serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih (setelah dikurangi oleh hutang-hutang si mayit, pengurusan jenazah, dan keperluan-keperluan lainya yang menyangkut keperluan si mayit). Kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris itu merupakan suatu kumpulan aktiva dan pasiva, yang dinamakan harta peninggalan atau warisan.19
17 MR. A. Pilto (Alih Bahasa: M. Isa Arief), Hukum Waris menurut Kitab UndangUndang Perdata Belanda Jilid 1, (Jakarta: PT Intermasa cet-2, 1986), h. 1 18
H. R Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama cet-II, 2006), h. 4. 19
MR. A. Pilto (Alih Bahasa: M. Isa Arief), Hukum Waris menurut Kitab UndangUndang Perdata Belanda Jilid 1, h. 1
28
Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, SH, memberikan batasanbatasan mengenai kewarisan, antara lain:20 1. Seseorang yang meninggalkan warisan (elflater) pada saat orang tersebut meninggal dunia. 2. Seseorang atau beberapa orang ahli waris (elfenaam), yang mempunyai hak menerima kekayaan yang ditinggalkannya itu. 3. Harta warisan (nalaten schap), yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan selalu beralih kepada para ahli waris tersebut. Syarat – Sayarat waris antara lain:21 1. Meninggalnya seseorang (pewaris) 2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada saat warisan terbuka (pewaris meninggal) 3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti dan mengetahui jumlah bagian masing-masing. C. Penyelesaian Kewarisan Menurut Kompilasi Hukum Islam Dasar hukum positif pelaksanaan hukum waris Islam di Indonesia adalah dalam intruksi presiden (inpres) No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). INPRES ini salah satu bab nya mengatur masalah kewarisan. peraturan ini menjadi acuan seluruh Peradilan Agma di Indonesia untuk menangani masalah kewarisan. Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
20
Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006),
21
media.isnet.org/islam/waris/syarat.html
h. 4.
29
mengenai kewarisan terdapat pada BUKU II HUKUM KEWARISAN Bab 1 Ketentuan Umum, yaitu : 22 Pasal 171 a) hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapasiapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Dalam kewarisan ada yang berhak menerima warisan namun menjadi terhalang haknya dalam
menerima warisan dikarenakan perbuatan yang
dilakukan oleh ahli waris kepada pewaris. Misal ahli waris membunuh atau percobaan pembunuhan kepada pewaris. Hal ini dijelaskan dalam pasal 173 KHI yang mana dalam huruf a dan b. Kewajiban ahli waris sebelum membagikan harta warisan dalam pasal 175 KHI adalah wajib menyelesaikan hutang-hutang pewaris. a. Menentukan ahli waris Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam pasal 174 menegaskan bahwa sanya kelompok-kelompok hali waris adalah: 1. Menurut hubungan darah, yaitu : a) golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, kakek. b) golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, sadara perempuan dan nenek. 2. Menurut hubungan perkawinan yaitu: Duda atau Janda. 3. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan adalah, anak, ayah, ibu, janda atau duda.
22
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, h. 155-160
30
b. Menentukan bagian masing-masing ahli waris
Anak
perempuan
bila
hanya
seorang
ia
mendapat
separuh
bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan (KHI Pasal 176). Ayah pewaris
tidak
meninggalkan
mendapat
anak,
bila
ada
sepertiga
bagian
bila
anak, ayah mendapat
seperenam bagian (KHI Pasal 177).Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orangsaudara atau lebih,maka ia mendapat sepertiga bagian (KHI pasal 178 (1)).Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah (KHI pasal 178 (2)).
Duda mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian (KHI pasal 179). Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian (KHI pasal 180).Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan perempuan
anak seibu
dan
ayah,
masing-masing
maka
saudara
mendapat
laki-laki
seperenam
dan saudara bagian.
Bila
mereka itu dua orang ataulebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian (KHI pasal 181). Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau
31
seayah,
maka
ua
mendapat
separuh
bagian.
Bila saudara
perempuan
tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian.Bila laki-laki
saudara
kandung
perempuan
tersebut
bersama-sama
dengan
saudara
atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding
satu dengan saudara perempuan (KHI pasal 182).
Bagi
ahli
melaksanakan
waris
yang
belum
hak dankewajibannya,
dewasa
maka
atau
baginya
tidak diangkat
mampu wali
berdasarkan keputusan Hakim atas usul anggota keluarga (KHI pasal 184). Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya (KHI pasal 186). Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat (KHI pasal 185 (1)). Digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yangtersebutdalam Pasal 173. (KHI pasal 185 (2)). Bagian ahli waris pengganti tidak
boleh melebihi dari
bagian ahli waris yang sederajat dengan
yangdiganti (KHI pasal 185 (3)).
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya (KHI pasal 186). Bagi pewaris yang beristeri lebih dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya,
sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli
warisnya (KHI pasal 190). Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama
32
sekali atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut
atas
putusan
Pengadilan
Agama
diserahkan penguasaannya
kepada Baitul Mal untuk kepentingan Agama Islam dan kesejahteraan umum (KHI pasal 191).
c. AUL dan RAAD Apabila
dalam
pembagian
harta
warisan
di
antara
para
ahli
warisnya Dzawilfurud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang,
dan baru sesudah itu
harta warisnya dibagi secara aul menurut
angka pembilang (KHI pasal 192).
Apabila dalam pembarian harta warisan di antara para ahli waris Dzawilfurud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut,
sedangkan
tidak
ada
ahli waris asabah,maka pembagian harta
warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris sedang sisanya dibagiberimbang diantara mereka (KHI pasal 193)
D. Prosedur Pengajuan Gugatan atau Permohonan Gugatan adalah suatu hal yang mana dilakukan oleh seseorang atau lebih yang merasa haknya atau hak mereka telah dilanggar. Gugatan dimana terdapat pihak penggugat dan pihak tergugat.23 Gugatan diajukan secara tertulis atau tidak tertulis. Gugatan tertulis terdapat dalam pasal 118 HIR, dalam pasal ini ditentukan 23
Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Prektek, (Bandung: CV. Mandar Maju, Cet 5, 2009), h. 10
33
bahwa gugatan ini harus diajukan secara tertulis dan ditujukan kepada ketua pengadilan yang berwenang dan harus ditandatangani oleh penggugat atau kuasa hukumnya. Adapun yang bertandatangan kuasa hukumnya sesuai yang diatur dalam pasal 123 ayat (1) HIR. Gugatan yang tidak tertulis diatur dalam pasal 120 yang mana bilamana penggugat itu buta huruf, maka gugatannya bisa dimasukan secara lisan kepada ketua pengadilan yang berwenang. Surat gugatan yang dibuat harus jelas yaitu, bertanggal, nama penggugat dan tergugat jelas dan lengkap, umur, agama, alamat tempat tinggal.24 Surat gugatan atau permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani diajukan ke panitera Pengadilan Agama
(surat gugatan diajukan kepada sub
kepanitraan gugatan sedangkan permohonan diajukan kepada sub panitra permohonan). Sebelum perkara terdaftar, panitera melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap kelengkapan berkas perkara (penelitian terhadap bentuk dari isi gugatan atau permohonan). Apabila terjadi kesalahan dalam gugatan atau permohonan, maka tidak boleh didaftarkan sebelum petitum dan posita jelas.25 Jika terjadi kesalahan maka gugatan tersebut harus diperbaiki, panitera sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam meneliti berkas gugatan atau permohonan sebaiknya melakukan penelitian tersebut disertai dengan membuat resume
24
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Kencana, 2005, cet. 3, 2005), h.27 25
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Pustaka Pelajar, cet. 4, 2003), h. 76
34
tersebut diarahkan kepada ketua Pengadilan Agama dengan disertai saran, misalnya berbunyi “syarat-syarat cukup siap untuk disidangkan.”26 Setelah semua persyaratan lengkap maka penggugat atau pemohon membayar panjar biaya perkara sesuai yang tertera pada skum kepada kasir. Kemidian
kasir
menerima
panjar
biaya
perkara
dan
membukukan,
menandatangani, memberi nomor perkara, dan tandatangan lunas dari skum. Surat gugatan atau permohonan yang telah diterima oleh Pengadilan Agama kemudian diberi nomor dan didaftar pada buku register, dalam waktu 3 (tiga) hari kerja, harus diserahkan kepada ketua Pengadilan Agama untuk ditetapkan Majelis Hakimnya yang akan memeriksa dan memutus perkara tersebut.27 Berikut adalah langkah-langkah mengajukan guigatan atau permohonan di Pengadilan Agama: a. Di tingkat pertama 1. Pihak berperkara datang ke pengadilan agama dengan membawa surat gugatan atau permohononan 2. Pihak berperkara menghadap petugas meja I dan menyerahkan surat gugatan atau permohonan, minimal 2 (dua) rangkap. Untuk surat gugatan ditambah sejumlah Tergugat 3. Petugas meja pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara
26
Raihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, ed. 2, cet. 8, 2001), h. 129 27
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syari’ah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010, cet. 2, 2010), h. 83
35
kemudian ditulis dalam skum (surat kuasa untuk membayar). Besarnya biaya perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara teersebut. ( pasal 182 ayat (1) hir. Jo. Psl. 90 undang undang ri no. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas undang undang no. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama). 4. Petugas meja I menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada pihak berperkara disertai dengan skum (surat kuasa untuk menbayar) dalam rangkap 3 (tiga) 5. Pihak berperkara datang ke loket layanan bank yang ditunjuk dan mengisi slip penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan skum (surat kuasa untuk membayar), seperti nomor urut, dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip bank tersebut 6. Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidsi dari petugas layanan bank, pihak berperkara meyerahkan slip bank tersebut dan menyerahkan (skum) surat kuasa untuk membayar kepada pemegang kas (kasir) 7. Pemegang kas (kasir) mencatat panjar biaya tersebut kedalam jurnal keuangan perkara serta menandatangani skum (surat kuasa untuk membayar), membubuhkan nomor perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam skum (surat kusasa untuk membayar) dan dalam surat gugatan / permohonan sesuai dengan nomor dan tanggal saat pencatatan dalam jurnal keuangan perkara.
36
8. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam skum (surat kuasa untuk membayar), dan meyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli skum (surat kuasa untuk membayar) serta satu salinan surat gugatan atau permohonan yang telah diberi nomor perkara dan tanggal pendaftaran. b. Pendaftaran selesai 1. Para pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk menghadap ke persidangan setelah ditetapkan susunan Majelis Hakim dan hari sidang pemeriksaan perkaranya. Hari sidang pertama, paling lambat 30 hari sejak pendaftaran. Pemanggilan pihak pihak dilakukan paling lambat tiga hari sebelum persidangan (hari waktu manggil tidak dihitung). 2. Pihak pihak hadir dipersidangan sesuai dengan panggilan sidang 3. Setelah Majelis Hakim membacakan putusan dalam sidang yang terbuka untuk umum, ketua majelis memberitahukan pada Penggugat atau pemohon untuk menghadap kasir guna mengecek panjar biaya perkara yang bersangkutan (dengan menggunakan instrumen) para pihak meyampaikan bukti bukti yang diperlukan dalam meneguhkan dalil gugatannya atau bantahannya 4. Pemohon atau Penggugat selanjutnya menghadap kepada pemegang kas untuk menayakan perincian penggunaan panjar biaya yang telah ia bayarkan, dengan memberikan informasi nomor perkaranya. 5. Pemegang kas berdasarkan buku jurnal keuangan perkara memberi penjelasan mengenai rincia penggunaan biaya perkara kepada pemohon atau Penggugat
37
Catatan: Apabila terdapat sisa panjar biaya perkaranya, maka pemegang kas membuatkan kwitansi pengembalian sisa panjar biaya perkara dengan menuliskan jumlah uang sesuai dengan sisa yang ada dalam buku jurnal dan diserahkan kepada pemohon atau Penggugat untuk ditanda tangani. Kwitansi pengembalian sisa panjar biaya perkara terdiri dari 3 (tiga) lembar : a) Lembar pertama untuk pemegang kas b) Lembar kedua untuk Pemohon dan Penggugat c) Lembar ketiga dimasukkan kedalam berkas perkara 6. Pemohon atau Penggugat setelah menerima kwitansi pengembalian sisa panjar biaya perkara dan menanda tanganinya, kemudian meyerahkan kembali kwitansi tersebut kepada pemegang kas. 7. Pemegang kas menyerahkan uang sejumlah yang tertera dalam kwitansi tersebut beserta tindasan pertama kwitansi kepada pihak pemohon/Penggugat. Catatan:
Apabila
pemohon/Penggugat
tidak
hadir
dalam
sidang
pembacaan putusan atau tidak mengambil sisa panjarnya pada hari itu, maka oleh panitera melalui surat akan diberitahukan adanya sisa panjar biaya perkara yang belum ia ambil. Dalam pemberitahuan tersebut diterangkan bahwa apabila Pemohon Penggugat tidak mengambil dalam waktu 6 (enam) bulan, maka uang sisa panjar biaya perkara tersebut akan dikeluarkan dari buku jurnal keuangan yang bersangkutan dan dicatat dalam buku tersendiri sebagai uang tak bertuan (psl. 1948 kuhp), yang selanjutnya uang tak bertuan tersebut akan disetorkan ke kas negara
38
8. Para pihak dapat mengajukan banding dalam tempo 14 hari setelah putusan dijatuhkan atau 14 hari setelah pemberitahuan amar putusan apabila pihak tidak hadir saat putusan diucapkan. Para pihak dapat meminta salinan putusan/penetapan pada panitera. E. Pengertian Eksepsi Exceptie (Belanda), exception (Inggris) secara umum berarti pengecualian. Akan tetapi, dalam konteks Hukum Acara bermakna tangkisan atau bantahan. Namun tangkisan atau bantahan yang diajukan dalam bentuk eksepsi : 28 a) Ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat formil atau formalitas gugatan. b) Dengan demikian bantahan tersebut tidak menyinggung terhadap pokok perkara. Jadi eksepsi adalah sanggahan terhadap sesuatu gugatan yang tidak mengenai pokok perkara dengan maksud untuk menghindari gugatan dengan suatu cara agar Hakim menetapkan gugatan tersebut tidak diterima atau ditolak. gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima (inadmissible), dengan demikian keberatan yang diajukan dalam bentuk eksepsi tidak ditujukan dan tidak menyinggung bantahan terhadap pokok perkara. Dalam Hukum Acara eksepsi atau tangkisan terbagi dalam dua, yaitu: 29
28
29
218
Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012, cet. 12), h. 418 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h.
39
a. Eksepsi formal atau prossessual exeptie Eksepsi ini disebut juga dengan eksepsi tolak, tangkisan atau eksepsi yang termasuk kedalam kelompok ini adalah sebagai berikut: 1. Eksepsi absolut Eksepsi ini adalah eksepsi agar hakim menyatakan bahwa dirinya tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara tersebut, karena perkara tersebut bukan menjadi kewenangan pengadilan yang bersangkutan. Tangkisan ini dapat diajukan setiap saat sepanjang pemeriksaan perkara (pasal 134 HIR) 2. Eksepsi relatif Eksepsi ini bertujuan agar hakim menyatakan bahwa dirinya tidak berwenang memeriksa perkara a quo karena perkara tersebut menjadi kewenangan pengadilan lain dalam satu lingkunagn pengadilan. Eksepsi ini diajukan pada saat permulaan sidang pertama atau pada kesempatan pertama sesuai dengan ketentuan pasal 125 HIR ayat (2). 3. Eksepsi van gewedjsde zaak Eksepsi ini bertujuan agar Hakim menyatakan bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima, karena perkara tersebut sudah pernah diputus, diperiksa, dan diputus lagi untuk kedua kalinya (nebis in idem).
4. Eksepsi gemis aan hoedanigheid Eksepsi ini bertujuan untuk menggagalkan suatu gugatan karena penggugat atau tergugat tidak punya permasalahan atau gugatan salah alamat, bisa juga tergugat bukan orangyang seharusnya digugat.
40
b. Eksepsi materiil atau material exeptie 1. Dilatoir eksepsi Eksepsi ini bertujuan untuk menggagalkan suatu gugatan, karena gugatan yang diajukan belum tiba saatnya. Eksepsi ini disebut juga dengan esceptie van braad. Misalnya masalah perjanjian yang belum jatuh tempo jadi belum ada wanprestasi. 2. Eksepsi aan hanging beding Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa perkara yang diajukan sekarang masih bergantung, dan masih dalam proses pengadilan lain, dan belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. 3. Eksepsi van connenxiteit Eksepsi ini sama halnya dengan eksepsi aan hanging beding, bedanya adalah perkara yang sedang berproses sekarang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa di pengadilan yang lain. Dan belum ada keputusan yang pasti. 4. Eksepsi plurium litis consortium Tangkisan yang menyatakan bahwa seharusnya digugat pula tergugattergugat yang lainnya, tidak hanya tergugat itu sendiri, sehingga subjek gugatan menjadi tidak lengkap. 5. Eksepsi non adipleti contractus Eksepsi ini mengemukakan bahwa penggugat juga tidak melaksanakan isi dari perjanjian, maka tergugat juga tidak mau memenuhi persetujuan. 6. Eksepsi karena Gugatan yang kadaluarsa atau Paremtoire exceptie
41
Eksepsi ini bertujuan agar hakim memutus agar gugatan yang diajukan tidak dapat diterima, oleh karena itu persoalan yang diajukan telah lampau jauh. 7. Kerugian tidak rinci Eksepsi ini yang diajukan oleh tergugat yang meminta kepada Majlis Hakim agar dihentikan pemeriksaan gugatan tersebut tidak rinci dengan jelas berapa kerugian yang harus dibayar oleh tergugat. Dalam praktik hukum acara di Pengadilan Agama, selain eksepsi yang sudah dikemukakan di atas terdapat pula jenis eksepsi lain yaitu: 1. Eksepsi obscuur libel Eksepsi ini adalah eksepsi yang diajukan bertujuan agar hakim memutuskan bahwa gugatan penggugat itu tidak jelas, gugatan kabur, tidak dapat dipahami, atau bertentangan.30 2. Posita dan petitum berbeda Tangkisan ini berupa permintaan Majelis Hakim agar menghentikan pemeriksaan perkaranya, karena gugatan penggugat tidak di dasari oleh posita. c. Bantahan Mengenai Pokok Perkara (Eksepsi Prematoir) Tangkisan yang mengenai masalah pokok, atau meskipun tergugat mengakui dalil gugatan tersebut tetapi tergugat mengemukakan dalil yang sangat prinsipal.
Oleh
karenanya
gugatan
tersebut
agar
tidak
diteruskan
pemeriksaannya.misalnya hutang yang telah dibayar oleh penggugat. Bantahan terhadap pokok perkara ini merupakan bantahan langsung terhadap dalil gugatan, keadaan, fakta kejadian, pembuktian, dan sebagainya. 30
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syari’ah, h. 86
42
Setelah tergugat mengajukan bantahan baik berupa eksepsi maupun bantahann terhadap pokok perkara tersebut, maka majelis hakim memberi kesempatan kepada penggugat untuk menjawab bantahan atau eksepsi tersebut hal ini sama seperti Replik yang berarti menjwab kembali, dan setelah penggugat menjawab kembali (Replik) lalu majelis hakim memberikan kesempatan kembali kepada tergugat untuk menjawab replik dari penggugat, hal ini disebut Duplik. Mengenai hal Replik dan Duplik dalam HIR tidak diatur, ketentuan ini diatur dalam Rv, Stb. 1847 Nomor 52 dan Stb. Nomor 63 pasal 142:31 Dalam tenggang waktu yang sama para pihak dapat saling menyampaikan surat jawaban (Replik) dan jawaban balik (duplik) yang dengan cara yang sama bersama-sama dengan surat-surat yang bersangkutan diserahkan kepada panitera. HIR tidak menyebutkan tentang tatacara dan persyaratan mengajukan jawaban hanya dalam pasal 113 Rv diisayaratkan agar jawaban tergugat yang diiringi dengan bantahan terhadap pokok perkara harus disertai alasan-alasan rasional.32
31
Ropaun Rambe, Hukum acara Perdata Lengkap, (Jakarta: Sinar Grafika, cet. 6, 2010),
32
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h.
h.36
226
BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA CIREBON1
A. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon
Pengadilan Agama Cirebon dibentuk semula berlokasi di Jalan Kartini disamping Masjid
Agung
At-Taqwa
Cirebon,
kemudian terjadi
perubahan wilayah hukum serta lokasi Pengadilan Agama Cirebon pada tahun 1986 yang meliputi Kota Cirebon dan menempati gedung baru yang beralamat di Jalan Dr.Ciptomangunkusumo No.42 Cirebon, sedangkan untuk Kabupaten Cirebon wilayah hukumnya oleh Pengadilan Agama Sumber yang berlokasi di Jalan Sunan Malik Ibrahim Nomor 11 Sumber, Kabupaten Cirebon.
B. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon
Hukum Islam sudah ada di Indonesia sejak Agama Islam masuk ke Bumi Nusantara ini yaitu sejak abad ke tujuh Masehi atau bertepatan dengan abad ke satu Hijriyah. Pada saat itu Wilayah Nusantara dikuasai oleh para Sultan, antara lain di Cirebon. Hukum Islam diberlakukan di dalam Wilayah kekuasaannya masing-masing. Sultan sebagai penanggung jawabnya dan untuk urusan yang berkenaan dengan hukum Islam seperti hukum keluarga, perkawinan, waris dan wakaf maka diangkatlah penghulu sebagai qadhi syari’ah dan pemberi fatwafatwa Agama.
1
http://www.pa-cirebon.go.id/
43
44
Pada saat VOC datang ke Indonesia kebijaksanaan yang telah dilaksanakan oleh para Sultan tersebut tetap dipertahankan, dan keberadaan Peradilan Agama di Jawa dan Madura dikukuhkan dengan Staatsblad 1882 Nomor 152 juncto Staatsblad 1937 Nomor 116 dan 610.
Setelah
Indonesia
merdeka
keberadaan
Pengadilan
Agama
dikuatkan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 29), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Perubahan Keempat/10 Agustus 2002), Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951, Peraturan Pemerintah Nomor
45
Tahun 1957, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989,
Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Pada tahun 1986 wilayah hukum Pengadilan Agama Cirebon dimekarkan menjadi dua wilayah hukum, yaitu Pengadilan Agama Cirebon (Kota Cirebon) dan Pengadilan Agama Sumber (Kabupaten Cirebon). Pengadilan Agama Cirebon menempati Ciptomangunkusumo
Nomor
gedung
yang
terletak
di
Jalan
Dr.
42 Cirebon dan Pengadilan Agama Sumber
menempati gedung yang terletak di Jalan Sunan Malik Ibrahim Nomor 11 Sumber Kabupaten Cirebon.
45
C. Visi Dan Misi a.
Visi
"Mewujudkan peradilan yang agung"
b.
Misi
1.
Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan Undang - Undang dan Peraturan serta keadilan masyarakat.
2.
Mewujudkan Peradilan yang mandiri dan independen dari campur tangan pihak lain;
3.
Memperbaiki akses pelayanan di bidang Peradilan kepada masyarakat;
4.
Memperbaiki kualitas input internal pada proses Peradilan;
5.
Mewujudkan Institusi Peradilan yang efektif, efisien, bermartabat, dan dihormati;
6.
Melaksanakan kekuasaan kehakiman yang mandiri, tidak memihak dan transparan.
c.
Visi Badan Peradilan
" Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia Yang Agung"
d.
Misi Badan Peradilan 2010-2035
1.
Menjaga Kemandirian Badan Peradilan
2.
Memberikan Pelayanan Hukum yang berkeadilan Kepada Pencari Keadilan
3.
Meningkatkan Kualitas kepemimpinan Badan Peradilan
4.
Meningkatkan Kredibilitas dan Transpransi Badan Peradilan
46
e.
Komitmen Aparat Pengadilan Agama Cirebon
1.
Komitmen Nilai
a) Bertanggung Jawab Kepada Tuhan YME b) Bekerja dengan semangat dan komitmen kolektif dengan mengutamakan keteladanan kepemimpinan yang jujur dan profesional 2.
Komitmen Moral
a) Senantiasa Jujur dalam kata dan perbuatan b) Senantiasa terbuka dalam menerima dan menyanpaikan pendapat c) Senantiasa menjaga kebersihan hati, pikiran dan sumber rizki d) Seantiasa sabar dalam melaksanakan segala proses pelaksanaan kewenangan dan tugas. e) senantiasa amanah dalam menjalankan setiap tanggung jawab profesional dan individu f) Senantiasa berani menyuarakan dan menegakkan kebenaran. g) Senantiasa menghargai perbedaan pendapat baik di kalangan internal maupun interaksi dengan pihak luar. D. Mekanisme Pengaduan Masyarakat Pencari Keadilan Di Kantor Pengadilan Agama Cirebon
Dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pencari keadilan, Pengadilan Agama Cirebon telah menyiapkan beberapa jalur mekanisme pengaduan bilamana ada masyarakat yang kurang puas terhadap keadilan yang didapatnya dengan menyampaikan laporan pengaduan baik lisan maupun tertulis .
47
a. Cara menyampaikan pengaduan ke Pengadilan Agama Cirebon 1. Secara lisan a) Melalui telepon (0231) 205100, yakni pada saat jam kerja mulai pukul 08.00 s/d 16.00 WIB b) Datang langsung ke kantor Pengadilan Agama Cirebon Jl. Dr. Ciptomangunkusumo No. 42 Cirebon. 2. Secara tertulis a) Menyampaikan surat resmi yang ditujukan kepada pimpinan dalam hal ini Ketua Pengadilan Agama Cirebon, dengan cara diantar langsung, dikirim melalui facsimile, atau melalui pos ke alamat kantor di Jl. Dr. Ciptomangunkusumo No. 42 Cirebon Kode Pos 45131 b) Melalui e-mail :
[email protected] c) Pengaduan secara tertulis wajib dilengkapi fotokopi identitas dan dokumen pendukung lainnya seperti dokumen lainnya yang berkaitan dengan pengaduan yang akan disampaikan. b. Penerimaan Pengaduan oleh Pengadilan Agama Cirebon 1.
Pengadilan Agama Cirebon akan menerima setiap pengaduan yang diajukan oleh masyarakat baik secara lisan maupun tertulis.
48
2.
Pengadilan Agama Cirebon akan memberikan penjelasan mengenai kebijakan dan prosedur penyelesaian pengaduan pada saat masyarakat mengajukan pengaduan.
3.
Pengadilan Agama Cirebon akan memberikan tanda terima, jika pengaduan diajukan secara tertulis.
4.
Pengadilan Agama Cirebon hanya akan menindaklanjuti pengaduan yang mencantumkan identitas pelapor.
E. Struktur Pengadilan Agama Cirebon
Drs. Dudung, SH.MH. NIP 19661130-199203-1-003 tempat tanggal lahir Ciamis, 30 November 1966. Jabatan Ketua Pengadilan Agama sejak 30 July 2012, Hakim Utama Muda (IV/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1979, MTs tahun 1982, PGAN tahun 1985, S1 Fak. Syari’ah tahun 1989, S1 Fak. Hukum tahun 1998, S2 Fak. Hukum tahun 2004. Riwayat jabatan Majelis Hakim Pengadilan Agama. Medan tahun 1995, Wakil Ketua Pengadilan Agama. Tanjung Balai tahun 2002, Ketua PENGADILAN AGAMA. Pematang Siantar tahun 2006, Ketua Pengadilan Agama. Bukit Tinggi tahun 2010, Ketua Pengadilan Agama. Cirebon Tahun 2012.
Drs. Lanjarto, MH. NIP. 19581009-198803-1-001, Temat tanggal lahir Seragen, 09 Oktober 1958. Jabatan Wakil Ketua Pengadilan Agam sejak 17 Januari 2012 Hakim Madya Muda (IV/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1971, Madrasah KMI 6Th tahun 1978, S1 Fak Syariah tahun 1986, S2 Ilmu Hukum Majelis Hakim tahun 2009. Riwayat jabatan Majelis Hakim
49
Pengadilan Agama. Majene tahun 1990, Majelis Hakim Pengadilan Agama. Wates tahun 1995, Majelis Hakim Pengadilan Agama. Sleman tahun 2005,Wakil Ketua Pengadilan Agama. Magelang tahun 2010, Wakil Ketua Pengadilan Agama. Cirebon tahun 2012.
Drs. H. Saluki, SH.MH. NIP. 19621007-199203-1-002, Tempat tanggal lahir Cirebon, 07 Oktober 1962. Jabatan Hakim sejak 19 Maret 2010, Hakim Madya Muda (IV/b). Riwayat Pendidikan SDN tahun 1974, MTSN tahun 1977, MAN tahun 1981, S1 Fak Syariah tahun 1987, S1 Fak Hukum tahun 2003, PMIH. UNTAN tahun 2006. PLH Wasek tahun 1993, Majlis Hakim Pengadilan Agama Pontianak tahun 1995, Wakil Ketua Pengadilan Agama Bengkayang tahun 2005, Wakil Ketua Pengadilan Agama Sanggau 2007, Majlis Hakim Pengadilan Agama. Cirebon 2010,
Drs. Muchammadun Nip. 19670302.199403.1.009. Tempat tanggal lahir Cirebon, 02 Maret 1967, Hakim Sejak 25 September 2012 Hakim Madya Pratama (IV/a). Riwayat pendidikan SDN tahun 1981, MTsN tahun 1984, MAN tahun 1987, S1 Fak Syariah tahun 1993. Sub kepaniteraan Hukum Pengadilan Agama Martapura tahun 1994, Riwayat jabatan Majelis Hakim Pengadilan Agama Barabai tahun 1999, Majelis Hakim Pengadilan Agama Banggai tahun 2006, Majelis Hakim Pengadilan Agama Kraksaan tahun 2008, Majelis Hakim Pengadilan Agama Cirebon tahun 2012.
Drs. Syaifulloh NIP 19630407.199203.1.003. Tempat tanggal lahir Indramayu, 07 April 1963. Jabatan Hakim sejak 19 September 2011 Hakim
50
Madya Pratama (IV/a). Riwayat pendidikan SD tahun 1975, MTS tahun 1979, MAN tahun 1982, D III tahun 1986, S1 Fak Syariah 1989. Riwayat jabatan Majelis Hakim Pengadilan Agama Sintang, Majelis Hakim Pengadilan Agama Gunung Sugih tahun 2010, Majelis Hakim Pengadilan Agama Cirebon tahun 2011.
Drs. Tauhid, SH.MH. NIP. 19640315-199103-1-002. Tempat tanggal lahir Dukuhpuntang 15 Maret 1964. Jabatan Hakim sejak 16 September 2010 Hakim Madya Pratama (IV/a). Riwayat pendidikan SDN tahun 1977, MTSN tahun 1981, MAN tahun 1984, S1 Fak Syariah tahun 1990, S1 Fak Hukum tahun 2004, S2 Fak Hukum. Riwayat jabatan Wakil Sekretaris Pengadilan Agama Labuha tahun 1993, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Labuha Tahun 1995, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Tigaraksa tahun 2000, Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Tigaraksa tahun 2001, Majelis Hakim Pengadilan Agama Kalianda Tahun 2006, Majelis Hakim Pengadilan Agama Cirebon tahun 2010.
Drs. H. Ebor S. Nip 19550412.198101.1.001. Tempat tanggal lahir Kuningan. 12 April 1955. Panitera/Sekretaris Sejak 11 Oktober 2012 Pembina (IV/a). Riwayat pendidikan SDN tahun 1968 SMP tahun 1973, SMA tahun 1980, S1 Fak Syariah tahun 1991. Riwayat jabatan Kepala Sub Bagian Keuangan Pengadilan Agama. Kuningan Tahun 1982, Jurusita Pengganti Pengadilan Agama. Kuningan tahun 1990, Panitera Pengganti Pengadilan Agama. Kuningan tahun 1991, Panitera Muda Permohonan Pengadilan
51
Agama. Kuningan Tahun 1999, Wakil Panitera Pengadilan Agama. Kuningan Tahun 2001, Wakil Panitera Pengadilan Agama. Indramayu Tahun 2006, Panitera / Sekretaris Pengadilan Agama. Cibadak Tahun 2008, Panitera / Sekretaris Pengadilan Agama. Cirebon tahun 2012,
Syahrul Effendy NIP 19560620.199003.1.003. tempat tanggal lahir Kotabumi, 20 Juni 1956, Jabatan Wakil Panitera sejak 07 Oktober 2012 Penata TK. I (III/d). Riwayat pendidikan SD tahun 1967, SLTP tahun 1974, SLTA tahun 1982, S1 IAIN tahun 1987. Riwayat jabatan Panitera pengganti Pengadilan Agama Indramayu tahun 1995, Pamud Hukum Pengadilan Agama Indramyu tahun 2003, Wakil Panitera Pengadilan Agama Cirebon tahun 2012.
Mochamad Drajat NIP. 19720505.199402.1.002 Tegal, 05 Mei 1972, Jabatan Wakil Sekretaris sejak 05 Maret 2012 Penata TK. I (III/d). Riwayat pendidikan SD tahun 1985, SMP tahun 1988, SMA tahun 1991, SI Fak. Syariah tahun 2000. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti Pengadilan Agama. Indramayu tahun 1996, Kepala Sub Bagian Pengadilan Agama. Indramayu Kepegawaian Tahun 2000, Panitera Pengganti Pengadilan Agama. Indramayu tahun 2005, Kepala Sub Bagian umum Pengadilan Agama. indramayu tahun 2005, wakil sekretaris Pengadilan Agama. cirebon tahun 2012.
Masyhuri K., S.Ag. NIP. 19540501-197603-1-002. Tempat tanggal Lahir Cirebon, 01 Mei 1954, Jabatan Pamud Permohonan sejak 07 Oktober 2011 Penata TK. I (III/d). Riwayat Pendidikan SD tahun 1967, MTs tahun 1973, MA tahun 1975, S1 Fak Syariah tahun 1999. Riwayat Jabatan Kepala
52
Sub Bagian Kepegawaian Pengadilan Agama Cirebon tahun 1986, Panitera Pengganti Pengadilan Agama. Cirebon tahun 1987, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Cirebon tahun 2002, Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama. Cirebon tahun 2011.
H. Agus Wahib, S.Ag. 19570315-198203-1-004. Brebes, 15 Mei 1957. Jabatan Pamud Gugatan sejak 07 Oktober 2011 Penata TK. I (III/d). Riwayat pendidikan SD tahun 1969, SMP tahun 1972, SMA tahun 1975, S1 Fak Syariah tahun 1996. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 1990, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cirebon Tahun 1987, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Cirebon Tahun 2000, Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Cirebon Tahun 2002, Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Cirebon Tahun 2011.
Moch. Jalaluddin, S.Ag. NIP 19650110-199203-1-004. Tempat tanggal lahir Pekalongan, 10 Januari 1965. Jabatan Pamud Hukum sejak 07 Oktober 2011 Penata TK. I (III/d). Riwayat Pendidikan SD tahun 1976, SMP tahun 1980, SMA tahun 1983, S1 Fak Syariah tahun 1990, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Sumber Tahun 1996, Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Cirebon Tahun 2007, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Cirebon tahun 2011
Ahmad Sudianto, SH. NIP 19700219-200112-1-001. Cirebon, 19 Oktober 1970. Jabatan Kaur Umum sejak 30 Juli 2010, Penata Muda (III/a). Riwayat pendidikan SD tahun 1984, SMP tahun 1987, SMA tahun 1990, S1
53
Fak Hukum tahun 2005. Riwayat Jabatan jurusita pengganti Pengadilan Agama cirebon tahun 1997, Kaur Umum Pengadilan Agama Cirebon tahun 2010.
Makhasin, SHI., NIP 19670706-199003-1-001, Tempat tanggal lahir Kebumen, 06/07/1967 jabatan Kaur Keuangan sejak 15 Mei 2006 Penata Muda TK. I (III/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1981, SMP tahun 1984, SMA tahun 1987, S1 Fak Syariah tahun 2003. Riwayat jabatan Jurusita Penggantin PENGADILAN AGAMA. Cirebon tahun 1995, Kaur Umum Pengadilan Agama. Cirebon Tahun 2004, Panitera Pengganti Pengadilan Agama. Cirebon tahun 2005, Kaur Keuangan Pengadilan Agama. Cirebon Tahun 2006.
Titi Suwarti. NIP. 19620131-198503-2-001. Tempat tanggal lahir Cirebon, 31 Januari 1962. Jabatan Kaur Kepegawaian sejak 21 Pebruari 2003 Penata Muda TK. I (III/b). Riwayat Pendidikan SD tahun 1974, SMP tahun 1979, SMA tahun 1982. Riwayat jabatan Kaur Kepegawaian Pengadilan Agama. Cirebon tahun 2003.
Syatibi, S.Ag., NIP 19541110.198003.1.010, Tempat tanggal lahir Indramayu, 10 November 1954 Jabatan Panitera Pengganti sejak 10 Agustus 2000 Penata Tk. I (III/d). Riwayat pendidikan SD tahun 1968, SMP tahun 1973, SMA tahun 1977, SM Tarbiyah Tahun 1985, S1 Fak Syariah Tahun 1999, Jurusita Pengganti Pengadilan Agama. Cirebon tahun 1990, Panitera Pengganti Pengadilan Agama. Cirebon tahun 1985, Panitera Muda Gugatan
54
tahun 1982, PJS Kepala Kepaniteraan Perkara Pengadilan Agama. Cirebon Tahun 1988.
Hj. Churotul Aenijah, BA., NIP 19540919.197903.2.001, Brebes, 19 September 1954. Jabatan Panitera Pengganti sejak 01 Pebruari 2006 Penata (III/c). Rirayat pendidikan SD tahun 1963 PGA 4 tahun 1976, SMA tahun 1977, Diploma Syariah tahun 1997. Riwayat jabatan Panitera Pengganti Pengadilan Agama Purwakarta tahun 1994, Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Cirebon tahun 2000, Panitera Pengganti Pengadilan Agama. Cirebon Tahun 1994, Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Cirebon tahun 2004, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cirebon Tahun 2006.
Endang S., S.Ag., NIP 19620204.198303.2.004. Tempat tanggal lahir Ponorogo, 04 Februari 1962. Jabatan Panitera Pengganti 02 Januari 2004 Penata TK. I (III/d). Riwayat Pendidikan SD tahun 1973, SMP tahun 1977, SMA tahun 1982, S1 Fak Syariah tahun 1999. Riwayat jabatan Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 1994, PJS PAMUD Permohonan Pengadilan Agama Cirebon 1995, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cirebon 2004.
Dra. N. Imas. NIP 19650425.199303.2.003. Tempat tanggal lahir Bandung, 25 April 1965. Jabatan Panitera Pengganti sejak 08 Juli 2004 Penata TK. I (III/d). Riwayat pendidikan SD tahun 1977, MTsN tahun 1981, SMA
55
tahun 1984, S1 Fak Syariah tahun 1991. Riwayat jabatan Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 2006.
Drs. Bisri. NIP 19660424.199403.1.003. Tempat tanggal lahir Cirebon, 24 April 1966, Jabatan Panitera Pengganti sejak 28 Juni 2011 Penata TK. I (III/d). Riwayat pendidikan SD tahun 1980, MTsN tahun 1983, SMA tahun 1986, S1 Fak Syariah tahun 1991. Riwayat Jabatan Wakil Sekretaris Pengadilan Agama Cirebon tahun 1996, Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Cirebon Tahun 1998, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 2001.
Atikah Komariah, S.Ag. 19681212.200003.2.003. Tempat tanggal lahir Cirebon, 12 Desember 1967, Jabatan Panitera Pengganti sejak 02 Mei 2005 Penata (III/c). Riwayat pendidikan SD tahun 1981, MTs tahun 1984, MA tahun 1987, S1 Fak Syariah tahun 1994. Riwayat jabatan Kaur Keuangan PENGADILAN AGAMA. Cirebon Tahun 2005, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 2005.
Arief Rakhman. NIP 19790609 200604 1 001. Tempat tanggal lahir Jakarta, 09 Juni 1979 Panitera Pengganti sejak 03 April 2012 Penata (III/a). Riwayat pendidikan SD tahun 1991, SMPN tahun 1994, SMAN tahun 1997, Diploma 3 ALTRI tahun 2002, S1 Fak Hukum tahun 2007. Riwayat Jabatan Jurusita
Pengganti
Pengadilan Agama Cikarang, Panitera
Pengadilan Agama Cirebon.
Pengganti
56
Arief Rakhman. NIP 19790609 200604 1 001. Tempat tanggal lahir Jakarta, 09 juni 1979. Jabatan Panitera Pengganti sejak 03 April 2012 Penata (III/a). Riwayat pendidikan SD tahun 1991, SMPN tahun 1994, SMAN tahun 1997, Diploma 3 ALTRI tahun 2002, S1 Fak Hukum tahun 2007. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Cikarang, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cirebon.
Dedi Supriadi. NIP. 19570806-198203-1-00. Kuningan, 06 Agustus 1957. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 15 Mei 2006 Penata Muda TK. I (III/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1969, SMP tahun 1973, SLTA/SP IAIN tahun 1975. Riwayat jabatan Kepala Urusan Umum Pengadilan Agama Cirebon tahun 1992, Kepala Urusan Kepegawaian Pengadilan Agama Cirebon tahun 1988, Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 2006.
M. Nurul Huda. Tempat tanggal lahir Nganjuk, 14 Agustus 1958. Jabatan Jurusita Pengganti 10 Juli 1992 Penata Muda Tk I (III/b). Riwayat penddidikan SD tahun 1969, SMP tahun 1976, SMA tahun 1991. Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 1992.
Sri Andarwati. NIP. 19690403-199403-2-004. Tempat tanggal lahir Sitanggal, 03 April 1969. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 25 Pebruari 2004 Penata Muda (III/a). Riwayat pendidikan SD tahun 1982, SMP tahun 1985, SMA tahun 1988. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 2004.
57
Erizal. NIP. 19630720-198703-1-002. Tempat tanggal lahir Agam, 20 Juli 1963. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 30 Juli 2010 Penata Muda (III/a). Riwayat pendidikan SD tahun 1977, SMP tahun 1984, SMA tahun 1984. Riwayat jabatan Kaur Umum Pengadilan Agama Ruteng tahun 1988, Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Ruteng Tahun 1990, Jurusita Pengadilan Agama Bukit Tinggi tahun 2002, Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 2005.
Siti Suaedah. NIP 19641121-198503-2-002. Tempat tanggal lahir Cirebon, 21 November 1964. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 01 April 2004 Penata Muda Tk I (III/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1977. SMP tahun 1981. SMA tahun 1984. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti Pengadilan Agama cirebon tahun 2004.
Oom Maryamah. NIP. 19641003-198503-2-002. Tempat tanggal lahir Cirebon, 04 Oktober 1964. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 08 Juli 2004 Penata Muda TK. I (III/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1975, MTs tahun 1980, SMA tahun 1983. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti PENGADILAN AGAMA. Cirebon tahun 2004.
Achmad Busyaeri, S. Pdi. NIP. 220002343. Tempat tanggal lahir Cirebon, 04 April 1981. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 09 April 2010 Penata muda TK. I (III/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1992, SMP tahun 1995, SMA tahun 1998, S1 Fak Tarbiyah tahun 2004. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti Pengadilan Agama. Cirebon Tahun 2010.
58
Mukholik. 19861010-200604-1-001. Tempat tanggal lahir Cilacap, 10 Oktober 1986. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 09 April 2010 Pengatur Muda TK. I (II/b). Riwayat pendidkkan SD tahun 1999, SMP tahun 2002, SMA tahun 2005. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti PENGADILAN AGAMA. Cirebon tahun 2010.
Imbar Priyatna. NIP. 19860609-200604-1-003. Tempat tanggal lahir Bandung, 09 juni 1986. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 09 April 2010 Pengatur Muda TK. I (II/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1998, SMP tahun 2001, SMA tahun 2005. Riwayat jabatan. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti PENGADILAN AGAMA. Cirebon tahun 2010.
Pety Patria Sandi. NIP. 19840709-200604-2-001. Tempat tanggal lahir Cirebon, 09/07/1984. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 2011Pengatur Muda TK. I (II/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1995, SMP tahun 1998, SMA tahun 2001, S1 Fak Tekstil 2005. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti PENGADILAN AGAMA. Cirebon tahun 2011.
Moch. Suyana, SEI. NIP. 19801104-200904-1-002. Tempat tanggal lahir Cirebon, 04 November 1980. Jabatan CPP/Staf Pamud Hukum sejak 07 September 2009 Penata Muda (III/a). riwayat pendidikan SD tahun 1993, SMP tahun 1996, SMA tahun 1999, S1 Fak Syariah tahun 2004. Riwayat jabatan Staf Pamud Hukum Pengadilan Agama Cirebon Tahun 2009.
59
Asep Jeri M. Kusumah, SHI., NIP. 19850505-201101-1-008. Tempat tanggal lahir Ciamis, 05 Mei 1985. Jabatan Staf Pamud Permohonan Sejak 09 Mei 2011 CPNS/CPP (III/a). Riwayat pendidikan SD tahun 1998, MTsN tahun 2001, MAN tahun 2004, S1 Fak Syariah tahun 2009. Riwayat jabatan Staf Pamud Permohonan Pengadilan Agama Cirebon tahun 2011.
F. Tugas Pokok Dan Fungsi Peradilan Agama a. Pengadilan Agama
Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkaraperkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan shadaqah, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undangundang Nomor 50 Tahun 2010 tentang Peradilan Agama.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama mempunyai fungsi sebagai berikut :
1.
Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi;
2.
Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya;
60
3.
Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di lingkungan Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan kecuali biaya perkara);
4.
Memberikan Keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum Islam pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
5.
Memberikan
pelayanan
penyelesaian
permohonan
pertolongan
pembagian harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam sebagaimana diatur dalam Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama; 6.
Waarmerking Akta Keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan deposito/ tabungan, pensiunan dan sebagainya;
7.
Pelaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum, pelaksanaan hisab rukyat, pelayanan riset atau penelitian dan sebagainya.
BAB IV GUGATAN, KHI, DAN PUTUSAN MAJELIS HAKIM
A. Prosedur Gugatan Waris
Seorang Penggugat adalah suami dari pewaris yang meninggal pada tanggal 8 September 2001. Pewaris meninggalkan harta warisan dan 6 (enam) ahli waris yaitu, suami, 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan.
Setelah
beberapa lama suami mempunyai keinginan untuk menikah lagi. Namun sebelum pembagian harta warisan, para ahli waris melakukan perjanjian tertulis di bawah tangan pada tanggal 1 Januari 2003. Karena harta warisan itu tidak kunjung di bagikan padahal sang suami ini telah sering memintanya, maka suami mengajukan gugatan waris kepada Pengadian Agama Cirebon pada 28 Desember 2010.
Majelis Hakim telah melakukan upaya perdamaian namun tidak berhasil mendamaikan Penggugat dan para Tergugat, hingga mediasi pun tidak dapat mendamaikan. Setelah mediasi gagal mendamaikan maka sidang dilanjutkan kepada pembacaan gugatan. Berdasarkan surat perjanjian tanggal 1 Januari 2003 itu maka Penggugat dalam Petitum (gugatan) memohon kepada Majelis Hakim mengabulkan seluruh gugatannya, menyatakan Penggugat, tergugar I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V sebagai ahli waris, dan menyatakan
61
62
para Tergugat secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama melakukan perbuatan ingkar janji.
Meninjau prosedur pembuatan gugatan waris pada putusan Perkara Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn. Penulis menilai tidak di jalankannya pasal 119 HIR sehingga Surat Gugatan tersebut menjadi simpang siur antara gugatan pembagian waris dengan gugatan perbuatan ingkar janji.
Pada prinsipnya ketika Surat Gugatan atau Permohonan yang telah dibuat dan di tandatangani diajukan ke Panitera Pengadilan Agama
(Surat
Gugatan diajukan kepada Sub Kepanitraan Gugatan sedangkan permohonan diajukan kepada Sub Panitra Permohonan). Sebelum perkara terdaftar, Panitera melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap kelengkapan berkas perkara (penelitian terhadap bentuk dari isi gugatan atau permohonan). Apabila terjadi kesalahan dalam gugatan atau permohonan, maka tidak boleh di daftarkan sebelum petitum dan posita jelas.1 Jika terjadi kesalahan maka gugatan tersebut harus diperbaiki, Panitera sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam meneliti berkas gugatan atau permohonan sebaiknya melakukan penelitian tersebut disertai dengan membuat resume tersebut diarahkan kepada Ketua Pengadilan Agama dengan disertai saran, misalnya berbunyi “syarat-syarat
1
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, h. 76.
63
cukup siap untuk di sidangkan.”2 Setelah gugatan itu ketua Pengadilan harus memeriksa ulang isi gugatan tersebut apakah gugatan tersebut itu sudah benar atau tidak. Dan kemudian Ketua Pengadilan berkuasa untuk memberikan arahan jika ada kekurangan dalam surat gugatan tersebut atau surat gugatan tersebut tidak lengkap syarat formil. sesuai pasal 119 HIR yaitu : Ketua pengadilan berkuasa memberikan nasihat dan pertolongan kepada Penggugat atau wakilnya tentang hal memasukan surat gugatan.”3. karena menurut Wakil Ketua Pengadilan Agama, gugatan dikabulkan apabila gugatan itu memenuhi syarat formil.4 Sesuai yang pernah di jelaskan dalam bab satu di latar belakang bahwa rumusan petitum harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 5
a.
Jelas dan Tegas (eminuratif);
b.
Memiliki dasar hukum yang jelas
c.
Semua tuntutan memiliki keterkaitan keterkaitan yang terdapat di posita.
Jadi menurut penulis ada kekeliruan dalam gugatan yang diajukan oleh Penggugat. Penulis menilai surat gugatan tersebut sudah sepatutnya ditolak karena dalam gugatan tersebut penggugat memohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan dan menghukum para tergugat telah melakukan ingkar janji. 2
Raihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, h. 129.
3
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelik Wetbook) & RIB/HIR, h. 556.
4
5
Wawancara dengan wakil ketua Pengadilan Agama, Cirebon , 26 September 2013. Saifuddin Arief, Notariat Syari’ah Dalam Praktik Jilid 1 Hukum Keluarga Islam, h. 265.
64
Dengan demikian gugatan Penggugat tersebut menjadi simpang siur antara gugatan pembaguan waris dan gugatan ingkar janji dan gugatan tersebut tidak jelas (obsuur libel).
B. KHI dan Kewarisan Dalam Pertimbangan Hukum pada putusan disebutkan: Menimbang berdasarkan dalil Penggugat yang diakui Terguigat serta bukti T.1 s.d T.4 dan saksi-saksi terbukti bahwa harta sebagaimana tertuang pada halaman 2 dan 3 surat gugatan Penggugat merupakan harta Penggugat dan almarhumah (pewaris) oleh karena itu Penggugat dan almarhumah mendapatkan masing-masing berhak mendapatkan setengah bagian. Hal sejalan dalam Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa “Apabila terjadi cerai mati maka separoh harta bersama menjadi hak milik pasangan hidup yang lebih lama.” Menimbang bahwa berdasarkan dalil Penggugat yang diakui Tergugat maka yang berhak menerima harta warisan almarhumah berikut pembagiannya dengan ketentuan bagian anak laki-laki mendapat dua kali bagian anak perempuan hal ini sejalan dengan alQur’an surat an-Nisaa ayat 11 dan pasal 176 Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut;6 1. Suami mendapatkan 8/32 atau 25% 2. Anak laki-laki 1 mendapatkan 6/32 atau 18,750% 3. Anak perempuan 1 mendapatkan 3/32 atau 9,375 % 6
Putusan Perkara Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn., h. 35.
65
4. Anak laki-laki 2 mendapatkan 6/32 atau 18,750% 5. Anak perempuan 2 mendapatkan 3/32 atau 9,376% 6. Anak laki-laki 3 mendapatkan 6/32 atau 18,750%
Pada putusan Perkara Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn. Dalam menentukan bagian-bagian ahli waris, dasar pertimbagan Mjajelis Hakim adalah ayat 11 surat an-Nisa dan pasal 176 Kompilasi Hukum Islam. Menurut penulis dasar hukum ini sudah tepat dalam menentukan bagian anak laki-laki dan anak perempuan. Namun ada yang kurang dalam dasar hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim yaitu bagian untuk suami yang seharusnya mengacu kepada pasal 179 KHI, karena dalam pasal 176 itu hanya mencakup bagian anak laki-laki dan anak perempuan saja.
Lalu mengenai pembagian harta bersama dasar pertimbangan dalam pertimbanan hukumnya Majelis Hakim menyatakan bahwa separo harta bersama menjadi milik suami dan yang separo lagi menjadi boedel waris. Kemudian yang menjadi dasar hukumnya Majelis Hakim menggunakan pasal 96 KHI. Menurut analisis penulis dasar hukum tersebut sudah tepat karena KHI salah satu sumber hukum yang dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan hukum dalam permasalahan Hukum Keluarga Islam khususnya di Pengadilan Agama.
66
C. Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim a)
Pertimbangan Majelis Hakim
Pada pertimbangan hukum Majelis menyebutkan: Menimbang, bahwa, Tergugat atas gugatanya tersebut mengajukan eksepsi yang pada pokoknya menyatakan bahwa di dalam surat gugatan bertanggal 28 Desember 2010, khususnya pada halaman 1 sangat jelas disebutkan bahwa perihal surat gugatan adalah “Gugatan Pembagian Waris”. Namun di dalam Posita alenia kelima halaman 4 berlanjut ke halaman 5 surat gugatannya, ternyata Penggugat mendalihkan bahwa para Tergugat telah melakukan “Perbuatan Ingkar Janji”. Demikian pula di dalam petitum butir 5 halaman 7 Surat Gugatan, ternyata Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Cirebon Untuk Menyatakan Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat V secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri telah melakukan “Perbuatan Ingkar Janji”, materi gugatan tersebut menjadi simpang siur, tidak jelas atau kabur (Obscuur libel), apakah gugatan dimaksud adalah gugatan mengenai “Pembagian Waris” ataukah gugatan mengenai “Perbuatan Ingkar Janji”? hal ini tersebut berakibat
membingungkan
dan
menyulitkan
para
Tergugat
untuk
menanggapinya. Terhadap gugatan yang demikian tersebut sudah seharusnya ditolak atau setidak-tidaknya dunyatakan tidak dapat diterima. Menimbang, bahwa terhadap eksepsi Tergugat tersebut, Majelis menilai eksepsi Tergugat tersebut dalam penilaian Majelis Hakim sudah menyangkut pokok perkara, oleh
67
karenanya sejalan dengan Pasal 125 ayat (2) HIR, eksepsi Tergugat tersebut ditolak.7
Mengenai pertimbangan Majelis Hakim dalam menolak eksepsi para tergugat di atas, menurut penulis jika dicermati lebih dalam lagi pertimbangan Majelis tersebut tidak tepat dan seharusnya gugatan Penggugat itu ditolak karena materi gugatan tersebut kabur atau tidak jelas (obscuur libel). Tergugat mempermasalahkan pokok gugatan yang terdapat pada Surat Gugatan, apakah gugatan tersebut gugatan Pembagian Waris ataukah gugatan mengenai Perbuatan ingkar janji, yang mana dasar Penggugat mengajukan gugatan sesuai dengan perjanjian dibawah tangan yang telah disepakati oleh pihak-pihak ahli waris yaitu “Surat Keterangan dan Pernyataan Ahli Waris tanggal 1 Januari 2003.” Ditolaknya eksepsi tergugat oleh Majelis Hakim karena “menyangkut pokok perkara” menurut penulis hal tersebut sah-sah saja diajukan oleh para Tergugat. Karena dalil Penggugat adalah “Bahwa para tergugat secara bersama-sama atau sendiri-sendiri telah melakukan ingkar janji”.8 Jadi penulis berpendapat bahwa gugatan Penggugat tersebut sudah seharusnya ditolak oleh Majelis Hakim sejalan dengan pasal 134 HIR. Karena dalam kekuasaan absolut, Pengadilan Agama tidak dapat memeriksa perkara Perbuatan Ingkar Janji. Eksepsi tersebut disebutkan dalam hukum formil eksepsi yaitu eksepsi tidak berwenang secara 7
Putusan Perkara, h. 31.
8
Putusan perkara. h. 7
68
absolute.9 Jadi menurut penulis Majelis Hakim harusnya mengabulkan eksepsi para tergugat dan menyatakan gugatan Penggugat sebagai gugatan yang obscuur libel (tidak jelas atau kabur). Pertimbangan hukum menyebutkan: Menimbang bahwa terhadap harta tersebut Penggugat dan para Tergugat telah membuat kesepakatan sebagaimana tertuang dalam surat keterangan dan pernyataan ahli waris tanggal 1 Januari 2003, namun demikian dengan diajukannya gugatan terkait dengan harta tersebut, maka majelis menilai bahwa antara Penggugat dan para Tergugat telah tidak ada kesepakatan lagi oleh karena itu terhadap harta-harta tersebut Majelis harus memutuskan dengan demikian maka Surat Keterangan dan Pernyataan Ahli Waris tanggal 1 Januari 2003 dinyatakan tidak berlaku.10 Mengenai pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan tidak berlakunya “Surat Keterangan dan Pernyataan Ahli Waris tanggal 1 Januari 2003” di atas , menurut penulis ditidak berlakukannya surat kesepaklatan ahli waris tersebut sudah tepat. karena menurut penulis memang seharusnya surat kesepakatan ahli waris tersebut dinyatakan tidak berlaku oleh Majelis Hakim agar semua ahli waris tidak ada dualisme peraturan dalam pengurusan boedel waris yang disengketakan. Yang berlaku adalah putusan pengadilan tersebut. Secara intristik pembatalan hukum hanya dapat dilakukan oleh pembentuknya, sebuah hukum
9
Kama Rusdiana, Hukum Acara Peradilan Agama, 2013. h.111.
10
Putusan, h. 34.
69
yang baru dapat menggantikan atau menghapus hukum yang lama atau hukum yang telah ada sebelumnya hanya jika:11
a. Hukum yang baru tersebut dengan tegas tentang penggantian tersebut, b. Hukum yang baru itu secara langsung menentang (bersifat kontraris) dengan hukum yang lama, c. Hukum yang baru menggelarkan pengaturan yang diperbaharui tentang keseluruhan materi pengaturan hukum yang lama, maka hukum yang lama tidak dapat dijadikan sebagai ukuran. Dalam hal keraguan ini sedapat mungkin hukum yang baru menyesuaikan diri dengan hukum yang lama. d. Jika hanya hanya pada bagian tertentu saja dari hukum yang baru bersifat kontraris dengan hukum yang lama, maka pembatalan atau penggantian hukum yang hanya sekitar bagian yang sesuai dengan ketentuan yang baru itu.
Pada pertimbangan hukum menyebutkan: Menimbamg, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan.12 Mengenai pertimbangan Majelis Hakim di atas, maka menurut penulis ini tidak bisa dijalankan karena dalam Surat Gugatan poin 5 bahwa Penggugat meminta Majelis Hakim untuk agar menyatakan Tergugat I, II, III, IV, V secara
11
12
E. Sumaryono, Etika profesi hukum, (Yogyakarta, Kanisius, cet ke-7, 2012), h. 103. Putusan, h. 36.
70
bersama-sama atau sendiri-sendiri telah melakukan Perbuatan Ingkar Janji. Jika kita mencermati lebih pada redaksinya bahwa mengartikan seluruh gugatan Pengugat itu di kabulkan. Padahal salah satu gugatan Penggugat, Majelis Hakim Tidak berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan gugatan tersebut. Jadi menurut pendapat penulis sudah seharusnya gugatan dari Penggugat dinyatakan obscuur libel (tidak jelas/kabur) karena adanya campur aduk gugatan yaitu gugatan pembagian waris dan gugatan ingkar janji. Hal ini di sebutkan juga oleh hakim dalam wawancara dengan penulis, bahwa yang dinamakan Obscuur Libel adalah gugatan yang tidak jelas, baik dari segi identitas, posita ataupun tuntutan. Akibat gugatan Obscuur Libel adalah gugatan tersebut tidak dapat diterima.13 b) Putusan Majelis Hakim
Dalam putusan Majelis Hakim, poin 1 (satu) Majelis Hakim memutuskan atau mengabulkan Gugatan Penggugat sebagian.14 Menurut analisis penulis putusan ini tidak berbanding lurus dengan pertimbangan Majelis Hakim yang sebelumnya dikemukakan dalam pertimbangan Majelis Hakim. Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa, berdasarkan pertimbangan tersebut, maka Gugatan Penggugat dapat dikabulkan15. Putusan Majelis Hakim ini tentunya bertolak belakang dengan pertimbangan Majelis Hakim sebelumnya. 13
Wawancara dengan hakim, Cirebon , 25 September 2013.
14
Putusan, h. 38.
15
Putusan, h. 36.
71
Dan selanjutnya menurut analisis penilis mengenai putusan ini bisa dikatakan Cacat Hukum karena tidak sejalan dengan pertimbangan Majelis Hakim. Jika memang dalam putusan Majelis Hakim memutuskan untuk untuk mengabulkan gugatan sebagian, maka tentunya di dalam pertimbangan hukum nya juga mengemukakan dapat dikabulkan sebagian.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dari bab satu sampai bab empat pada akhirnya penulis menyimpulkan bahwa:
1. Seorang Penggugat adalah suami dari pewaris yang meninggal pada tanggal 8 September 2001. Pewaris meninggalkan harta warisan dan 6 (enam) ahli waris yaitu, suami, 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Setelah beberapa lama suami mempunyai keinginan untuk menikah lagi. Lalu suami ini mengajukan gugatan waris kepada Pengadilan Agama. Berdasarkan surat perjanjian tanggal 1 Januari 2003 itu maka Penggugat mengajukan gugatannya kepada Pengadilan Agama Cirebon Majelis Hakim telah melakukan upaya perdamaian
namun tidak berhasil mendamaikan Penggugat dan para
Tergugat. Setelah mediasi gagal mendamaikan maka sidang dilanjutkan kepada pembacaan gugatan. 2. Berdasarkan hasil temuan peneliti dilapangan, gugatan yang diajukan tidak memenuhi syarat formil, karena tidak sesuai dengan kriteria-kriteria gugatan sebagai berikut: Jelas, tegas (eminuratif), memiliki dasar hukum yang jelas dan semua tuntutan memiliki keterkaitan keterkaitan yang terdapat di posita.
72
73
3. Menurut temuan dilapangan, menunjukan bahwa dalam menentukan bagianbagian ahli waris, dasar pertimbagan Mjajelis Hakim adalah ayat 11 surat anNisa dan pasal 176 Kompilasi Hukum Islam. Menurut penulis dasar hukum ini sudah tepat dalam menentukan bagian anak laki-laki dan anak perempuan. Namun demikian ada yang kurang dalam dasar hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim yaitu bagian untuk suami yang seharusnya mengacu kepada pasal 179 KHI, karena dalam pasal 176 itu hanya mencakup bagian anak lakilaki dan anak perempuan saja. Selanjutnya Majelis Hakim menyatakan bahwa separuh harta bersama menjadi milik suami dan yang separuh lagi menjadi boedel waris. Kemudian yang menjadi dasar hukumnya Majelis Hakim menggunakan pasal 96 KHI. 4. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan perkara gugat waris adalah pasal 125 ayat 2, sehingga hakim dalam putusannya menolak eksepsi para Tergugat. B. Saran-Saran 1. Kepada setiap orang yang ingin mengajukan gugatan, diharapkan sebelum mengajukan surat gugatan kepada pengadilan diharapkan berkonsultasi terlebih dahulu kepada orang yang lebih mengerti dalam permasalahan hukum dan cara membuat surat gugatan yang baik dan benar disekitar tempat tinggal anda. 2. Dan apabila belum mengerti tentang cara membuat surat gugatan yang baik dan benar, sebaiknya datanglah kepada Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM)
74
yang selalu siap membantu dan melayani masyarakat yang kesulitan dalam mencari keadilan sesuai Sureat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor: 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Hukum. 3. Untuk Panitera, wakil panitera, panitera muda dan panitera pengganti, diharapkan dapat lebih teliti dalam pemeriksaan berkas-berkas perkara yang masuk, berkas-berkas yang sudah diputus, berkas-berkas yang akan di laporkan dan berkas-berkas yang akan diarsipkan. 4. Untuk Hakim-hakim yang terhormat, agar lebih jelas dan lebih tepat dalam menggunakan dasar hukum, bijaksana dalam mempertimbangkan suatu perkara dan arif dalam mengambil keputusan supaya dapat menjadi panutan bagi semua calon-calon hakim selanjutnya. 5. Untuk Ketua Pengadilan Agama agar lebih memperhatikan pasal 119 HIR supaya masyarakat yang berperkara tidak lagi ada kesimpangsiuran dalam mengajukan surat gugatan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Radar Jaya Ofset 2007. A Rasyid Raihan, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, ed. 2, cet. 8, 2001. Al-‘Utsmain dan syaikh muhamad bin shalih, panduan praktis hukum waris: menurut al-Qur’an dan sunnah yang sohih, Bogor: pustaka Ibnu Katsir, 2006. An-Nawawi bin Umar al-Jawi, Tasyeh ‘ala Ibnu Qosim (Syarah Fathul Qarib), ma’had islami al-salafi, tt. Arief Safiudin, Notariat Syari’ah Dalam Praktik Jilid 1 Hukum Keluarga Islam, Jakarta : Datunnajah Publishing, 2011. Arifin Jaenal, Peradilan Islam dalam bingkai reformasi hukum di indonesia, Jakarta: Kencana, 2008. Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Jakarta: PT. Rineka Utama, 2002. Arto Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Jakarta: Pustaka Pelajar, cet. 4, 2003. Ash-Shabuniy Muhammad Ali, alih bahasa: Sarmin Syukur, Hukum Waris Islam, Surabaya: al-Ikhlas, 1995. Ash-Sabuni Muhamad ali, Hukum warisan dalam syariat islam (terjemah), Bandung: CV Diponegoro, 1988, Cholid dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1999. Firdaus Ahmad Ferry, Status Hukum Ahli Waris Pengganti menurut perspektif KHI dan Fikih, skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal asy-Syakhsiyyah Konsentrasi Peradilan Agama, 2010. Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadist, (Jakarta: tana mas, 1981. Harahap Yahya, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, cet. 12. Ibrohim al-Bajuri, syarah al-Bajuri (Hisyah Fathul Qari).
75
76
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Bayumedia, 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelik Wetbook) & RIB/HIR, Citra media Wacana: tt. Komite Fakultas Syari’ah ar-Risalah ad-Dauliyah. “Ahkamaul-mawarits fil-fiqhilmawarits-islami”. Mesir. Tahun 2000-2001. Diterjemahkan oleh H. Addys Aldizar, Lc. dan H. Fathurohman, Lc. “Hukum Waris”. Senayan Abadi Publishing. Jakarta. 2004. Moeleong Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004. Muhammad Asyahir Abdul Wahid bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyh, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasyid, Surabaya: Toko Kitab alHidayah, tt. Manan Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama Jakarta: Kencana, 2005, cet. 3, 2005. Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, cet. 2, 2010. Muhibbin Moh. dan Abdul Wahib, Hukum Kewarisan Islam (Sebagai Pembaruan Hukum Positif), Jakarta: Sinar Grafika, 2011. Nurfitra Elfid M, Penyelesaian Gugatan Kewarisan Anak Perempuan Dengan Saudara Kandung (Studi Analisis Pada Putusan Peradilan Agama), skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal asy-Syakhsiyyah Konsentrasi Peradilan Agama, 2008. Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Pilto MR. A. (Alih Bahasa: M. Isa Arief), Hukum Waris menurut Kitab UndangUndang Perdata Belanda Jilid 1, Jakarta: PT Intermasa cet-2, 1986. Said Imam Ghazali dan Ahmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, Jakarta: Pustaka Amani, 2007, Jilid 3, cet III. Salman R Otje dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, Bandung: PT Refika Aditama cet-II, 2006. Subekti R. dan R. Tjitrosudibio, KUHPerdata / Burgelijk wetboek dengan tambahan : UU Pokok Agraria dan UU perkawinan, cet. 39 Jakarta: Pradya Paramita, 2008.
77
Syarifudin Amir, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana, 2004. Sumaryono E., Etika profesi hukum, Yogyakarta, Kanisius, cet ke-7, 2012. Usman Suparman, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam Jakarta, Gaya Medika Pratama cet-II. Rambe Ropaun, Hukum acara Perdata Lengkap, Jakarta: Sinar Grafika, cet. 6, 2010. Ramulyo Mohd. Idris, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Burgelik Watboek), Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996. Rofiq Ahmad, Fiqh Mawaris, Jakarta: PT Raja Grafindo cet. II, 1995. Sutantio Retno Wulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Prektek, Bandung: CV. Mandar Maju, Cet 5, 2009. http://www.pa-cirebon.go.id/ Yunus Mahud, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/penafsir al-Qur’an cet. Ke-1, 1973.
Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara yang penulis gunakan untuk mengungkap data secara kualitatif. Data kualitatif bersifat lebih luas dan dalam mengingat data ini digali oleh peneliti merasa cukup.
Pedoman wawancara ini digunakan oleh peneliti sebagai pemandu, dengan demikian,
1. Proses wawancara berjalan di atas rel yang telah ditentukan 2. Informan dapat memberi jawaban seperti yang dikehendaki peneliti 3. Peneliti tidak terlalu sulit membedakan antara data yang digunakan atau tidak 4. Peneliti dapat lebih berkonsentrasi
Adapun beberapa pedoman dalam melakukan wawancara. Pertama, setiap pertemuan, batasi pertanyaan sehingga tidak terlalu banyak. Pertanyaan kurang lebih 10-15 butir. Kedua, lihat kembali masalah riset (tujuan riset) untuk memastikan bahwa semua pertanyaan telah disampaikan. Apabila ada pertanyaan yang terlewat, peneliti bisa menanyakan aspek yang terlupakan meskipun tidak urut sesuai dengan pedoman wawancara. Ketiga, usahakan semua pertanyaan mengandung unsur-unsur factual (fakta) dan opini responden. Dengan fakta dan opini, hasil wawancara akan semakin variatif dan terkesan lebih kaya. Keempat, pastikan bagaimana data wawancara tersebut akan direkam (video-tape, audio-tape, buku catatan). Proses
perekaman akan membantu peneliti mengingat kembali hasil wawancara yang telah dilakukan. Kelima, wawancara dapat digunakan untuk mengungkap aspek sikap, tergantung pada kualitas pertanyaan. Keenam, usahakan jelas (strive for clarity) praktikan dengan teman terlebih dahulu. Apabila langkah ini bisa dilakukan, maka tidak ada kesan canggung atau kurang percaya diri. Dengan demikian informan akan semakin baik dalam memberi jawaban. Ketujuh, usahakan singkat (strive for brevity) jangan terlalu lama jangan lebih dari 40 menit. Kedelapan, beri kesempatan informan memberi penjelasan lengkap. Ketika informan berbicara jangan sekali-sekali dipotong atau tidak diperhatikan. Akan tetapi apabila informan keluar dari alur pembicaraan maka diarahkan kembali ke alur pembicaraan dan usahakan tidak menyinggungnya.
Dalam Melakukan wawancara harus melakukan triangulasi. Ada tiga manfaat kegiatan triangulasi, yaitu
1. Memperbaiki ketidaksempurnaan instrument koleksi data 2. Meningkatkan kepercayaan hasil riset 3. Meningkatkan pengembangan pertanyaan-pertanyaan lanjutan
Hasil Wawancara
I. Indentitas Responden Nama
: Informan
Jabatan
: Wakil Ketua Pengadilan Agama & Hakim Peradilan Agama
II. Tujuan
Untuk
mengetahui
deskripsi
Perkara
Gugat
Waris
Nomor:
753/Pdt.G/2011/PA.Cn., Untuk mengetahui lebih rinci mekanisme pengajuan gugatan waris, Untuk mengetahui secara jelas konsep Kompilasi Hukum Islam tentang masalah penyelesaian kewarisan, Untuk mengetahui dan memahami dasar dari pertimbangandan putusan Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara waris Nomor: 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
III. Keterangan Penulis melakukan wawancara penelitian ini dengan dua Informan. a. Informan Pertama : Wakil Ketua Pengadilan Agama b. Informan Kedua : Hakim Pengadilan Agama
IV. Daftar Pertanyaan dan Jawaban
Informan Pertama
: Wakil Ketua Pengadilan Agama
Tanggal
: 26 September 2013
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Kewarisan? Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
2. Apa yang dimaksud dengan gugatan dan permohonan? Gugatan: tuntutan hak yang mengandung sengketa dimana terdapat sekurangkurangnya dua pihak (Penggugat x Tergugat) diajukan ke Pengadilan (bersifat contentius). Permohonan : tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa, dimana terdapat satu fihak saja (bersifat volunteir).
3. Apa tugas panitera? Secara umum tugas panitera, sebagai berikut: a.
Dibidang administrasi.
b.
Mengikuti dan mencatat jalannya persidangan.
c.
Dalam pelaksanaan/eksekusi perkara perdata.
4. Bagaimana biasanya masyarakat dalam mengajukan Gugatan atau Permohonan perkara waris di Pengadilan Agama ini? Perkara Kewarisan di Pengadilan Agama didasarkan pada Pasal 49 UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 jo. Penjelasannya, dapat dibedakan : a. Permohonan Penetapan Ahli Waris; seorang atau beberapa orang mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama agar ia atau mereka ditetapkan sebagai Ahli Waris dari seorang Pewaris (orang yang telah meninggal dengan pasti secara riil maupun secara hukum). b. Permohonan Penetapan AhliWaris dan sekaligus ditetapkan bagian masingmasing ahli waris; seorang atau beberapa orang secara bersama-sama (sepakat) mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama agar ia atau mereka ditetapkan sebagai Ahli Waris dari seorang Pewaris dan sekaligus mohon ditetapkan bagian masing-masing Ahli Waris; c. Gugatan Kewarisan / Harta Waris; seorang atau beberapa orang mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama menggugat kepada orang lain/Pihak lain agar
Penggugat/Para Penggugat ditetapkan sebagai Ahli Waris dari seorang Pewaris dan berhak atas bagian dari harta peninggalan (tirkah) Pewaris yang sedang dalam penguasaan Tergugat dan sekaligus mohon ditetapkan bagian masing-masing Ahli Waris atas tirkah Pewaris tersebut.
5. Biasanya apa yang menjadi landasan Bapak/Ibu dalam pertimbangan hukum dan putusan Perkara waris? Yang
dijadikan
landasan
hakim
Pengadilan
Agama
dalam
pertimbangan hukum perkara waris, adalah : a. Perundang-undangan; b. Hukum Syar’i c. Alat bukti tertulis maupun saksi; d. Rasa keadilan (kearifan dan kebijakan hakim).
6. Biasanya gugatan seperti apa yang di terima atau di tolak oleh Pengadilan Agama? Suatu perkara gugatan atau permohonan dapat dikabulkan atau ditolak, adalah : Dikabulkan, apabila terpenuhi : a. Gugatan memenuhi syarat formil; b. Gugatan diajukan oleh orang atau pihak yang berhak dan berkepentingan yang mempunyai legal standing;
c. Gugatan berdasar atas hukum (mempunyai alas hukum); d. Gugatan beralasan hukum; e. Gugatan didukung oleh alat bukti tertulis maupun saksi; Ditolak, apabila tidak terpenuhi syarat-syarat tersebut di atas.
7. Jika tergugat mengajukan eksepsi, apa landasan hukum yang mebuat eksepsi itu diterima atau ditolak? Eksepsi kompetensi Relatif , yaitu eksepsi yang didasarkan pada kewenangan Pengadilan berdasarkan wilayah yurisdiksi; a. Eksepsi diterima apabila Pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara aquo berdasar kewenangan wilayah yurisdiksinya; b. Eksepsi tidak dapat diterima karena ternyata Pengadilan yang bersangkutan berwenang memeriksa dan mengadili perkara aquo berdasar wilayah yurisdiksinya; Eksepsi Kompetensi Absolut, yaitu eksepsi yang didasarkan pada kewenangan Pengadilan berdasar jenis perkara; a. Eksepsi dikabulkan, apabila Pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkarea aquo karena jenis perkaranya; Misalnya : Gugatan cerai diajukan Penggugat yang sekarang beragama Islam ke Pengadilan Agama, sedangkan pernikahannya dahulu secara agama
Kristen, maka perkara tersebut menjadi kewenangan absolut Pengadilan Negeri; b. Eksepsi ditolak, apabila Pengadilan
yang bersangkutan berwenang
memeriksa dan mengadili jenis perkara tersebut; Misalnya : Gugatan cerai diajukan Penggugat yang sekarang beragama Kristen ke Pengadilan Agama, sedangkan pernikahannya dahulu secara agama Islam, maka perkara tersebut menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama; b. Eksepsi Subyektif, yaitu eksepsi terhadap personal prinsipal, baik pihak Penggugat maupun pihak Tergugat yang tidak tepat, antara lain Pihak Penggugat adalah orang yang tidak berhak mengajukan gugatan atau pihak Tergugat bukanlah yang seharusnya digugat; c. Eksepsi Obyekjtif, yaitu obyek yang dituntut salah atau bukan yang seharusnya dituntut;
8. Menurut Bapak/Ibu apa yang di maksud dengan gugatan Obscuur Libel? Maksud gugatan yang Obscuur Libel adalah suatu gugatan yang cacat hukum, karena
ketidakjelasan
atau
kekaburan
Para
Pihak
posita/dalil/alasan atau petitum/tuntutan dalam gugatannya;
berperkara
atau
9. Dalam pertimbangan Majelis Hakim sering di jumpai bahwa Hakim perlu mengemukakan dalil Syar’i, apa alasannya? Dalil-dalil syar’i atau Hujjah Fiqhiyah biasa dikemukakan dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama adalah untuk memperjelas dan memperkuat pendapat Majelis Hakim dalam suatu perkara/kasus, yang terkadang tidak teradopsi oleh Perundang-undangan terkait. Disamping itu sebagai model/spesifikasi Putusan Pengadilan Agama yang mencerminkan khazanah Hukum Islam/Syar’i;
10. Jika dalam putusan disebutkan “mengabulkan gugatan sebagian” apa yang menyebabkan gugatannya dikabulkan sebagian? Mengabulkan gugatan sebagian, apabila dalam suatu gugatan ada beberapa tuntutan, sedangkan diantaranya/sebagian tuntutan tersebut tidak terbukti atau tidak berdasar atas hukum;
InformanKedua
: Hakim Pengadilan Agama
Tanggal
: 25 September 2013
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Kewarisan? Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak harta peninggalan (tirkah) yang meliputi, Harta Peninggalan, Siapa-siapa ahli waris ? dan berapa bagian masingmasing ahli waris?
2. Apa yang dimaksud dengan gugatan dan permohonan? Gugatan: tuntutan hak yang mengandung sengketa dimana terdapat sekurangkurangnya dua pihak. Permohonan : tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa dimana terdapat satu
pihak saja. Namun pada Pengadilan Agama ada permohonan yang
perkaranya mengandung sengketa, sehingga di dalamnya ada dua pihak yang disebut Pemohon dan Termohon
3. Apa tugas panitera? a. Tugas panitera adalah menerima dan mencatat setiap gugatan yang masuk ke Pengadilan. b. Membantu
Pimpinan
Pengadilan
dalam
pelaksanaanya serta pengorganisasiannya. c. Mengatur pembagian tugas kepaniteraan.
membuat
program
kerja,
d. Menyelenggarakan administrasi perkara. e. Membantu Hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan. Untuk memeriksa dan menilai gugatan atau permohonan adalah tugas dari hakim.
4. Bagaimana biasanya masyarakat dalam mengajukan Gugatan atau Permohonan perkara waris di Pengadilan Agama ini? Prosedur mengajukan gugatan atau permohonan : a. Pihak Penggugat atau Pemohon mengajukan surat gugatan atau surat permohonan; b. melengkapi Poto copy KTP dan siapkan alat bukti; c. membayar panjar biaya perkara. Surat Gugatan / Permohonan harus memuat beberapa hal inti yaitu : a. Identitas Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon ( nama, umur, agama, pekerjaan dan tempat tinggal). b. Posita yaitu penjelasan tentang keadaan/kenyataan dan penjelasan yang berkenaan dengan hukum.: 1. Alasan yang berkenaan dengan hukum/peristiwa hukum. 2. Alasan yang berdasarkan hukum. c. Petitum yaitu apa yang digugat atau dimohon oleh Penggugat/Pemohon.
5. Biasanya apa yang menjadi landasan Bapak/Ibu dalam pertimbangan hukum dan putusan Perkara waris? a. Hukum formil b. Hukum Materiil Dalam pertimbangan hukum, hakim mengurai tentang fakta-fakta hukum di persidangan dengan mengkualifisir, Mengkonstatir, dan menkontstitutir. Dan harus dipegang Prinsip Pembuktian : a. Siapa yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikan kebenaran dengan resiko: 1. Tidak mampu membuktikan, dianggap hal itu tidak ada/tidak benar 2. Yang mengemukakan dalil dianggap mampu membuktikan 3. Karena itu dipikulkan, wajib bukti; b. Perlunya Pembuktian: 1. Sepanjang apa yang dibantah 2. Yang diakui di anggap terbukti 3. Ada yang dibantah wajib dibuktikan Hukum Pembuktian tersebut terdapat dalam KUH Perdata, HIR, RBg dan lainlain. KUH Perdata dalam Buku IV pada bab ke satu tentang Pembuktian pada umunya pasal pertama yaitu pasal 1865 menyebutkan “ Setiap orang yang mendalilkan bahwaa ia mempunyai hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
suatu peristiwa,
6. Biasanya gugatan seperti apa yang di terima atau di tolak oleh Pengadilan Agama? Perkara yang diterima adalah perkara yang memenuhi syarat formal sebuah gugatan; Perkara yang ditolak adalah perkara yang tidak memenuhi kebenaran materiil (tidak terbukti); Lihat point 4 tentang Prinsip Pembuktian
7. Jika tergugat mengajukan eksepsi, apa landasan hukum yang membuat eksepsi itu diterima atau ditolak? Diterima atau tidak diterima Eksepsi tergantung kepada, apakah eksepsi tersebut berlandasan hukum atau tidak
8. Menurut Bapak/Ibu apa yang di maksud dengan gugatan Obscuur Libel? Maksud gugatan yang Obscuur Libel adalah gugatan yang tidak jelas, baik dari segi identitas, posita ataupun tuntutan. Akibat gugatan Obscuur Libel adalah gugatan tersebut tidak dapat diterima (NO)
9. Dalam pertimbangan Majelis Hakim sering di jumpai bahwa Hakim perlu mengemukakan dalil Syar’i, apa alasannya? Dalil-dalil syar’i dikemukakan dalam putusan untuk memperkuat hakim dalam pertimbangan-pertimbangan hukum..
10. Jika dalam putusan disebutkan “mengabulkan gugatan sebagian” apa yang menyebabkan gugatannya dikabulkan sebagian? Yang menyebabkan gugatannya dikabulkan sebagian adalah karena dalil-dalil gugatan yang dapat dibuktikan di persidangan hanya sebagian, sedangkan yang ditolak karena pihak yang menuntut tidak dapat membuktikan di persidangan;
FOTO-FOTO PENELITIAN
Suasana gedung Pengadilan Agama Cirebon dari tampak depan
Foto peneliti dengan Bpk. Moch. Jalaludin S. Ag. Sebagai Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Cirebon
\
Foto peneliti dengan Ibu Atikah Komariah, S.Ag. Panitera Pengganti saat membawa pedoman wawancara dan mempersilahkan untuk bertemu dengan Hakim.
Foto penelit dengan Bpk. Drs. Tauhid. SH. MH (duduk) Hakim Pengadilan Agama yang sedangdan memeriksa pedoman wawancara dan Moch. Jalaludin S. Ag (berdiri) yang sedang menjelaskan maksud dan tujuan peneliti