KERAGAMAN GENETIK PLASMA NUTFAH PADI GOGO BERBASIS PENGETAHUAN LOKAL PETANI DI BURU UTARA, KABUPATEN BURU
Oleh: Ir. E. Jambormias, MSi. Dr. Ir. Simon Raharjo Ir. A. Umasangadji, MS. Ir. C. Leiwakabessy, MSi. (Fakultas Pertanian Unpatti)
Makalah Disampaikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah, Provinsi Maluku, Ambon, 10 Januari 2008
FAKULTAS PERTANIAN - UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON 2008
KERAGAMAN GENETIK PLASMA NUTFAH PADI GOGO BERBASIS PENGETAHUAN LOKAL PETANI DI BURU UTARA, KABUPATEN BURU I. LATAR BELAKANG Upaya pemerintah dalam pengadaan pangan yang berbasis komoditas padi di masa yang akan datang semakin mendapat tantangan yang berat, mengingat banyaknya lahan subur yang terkonversi untuk kepentingan non pertanian dan penduduk terus bertambah. Di pihak lain, laju pertambahan produktivitas lahan sawah juga semakin menurun akibat diterapkan teknologi yang semakin intensif. Adanya penyempitan luas lahan sawah karena pengalihan fungsi, maka lahan kering untuk pengembangan pertanian perlu segera dioptimalkan. Oleh sebab itu, upaya pemanfaatan lahan-lahan kering (non sawah) dengan padi ladang atau padi gogo di beberapa wilayah Indonesia telah mendapatkan perhatian yang serius. Secara tradisional petani di Maluku telah melakukan budidaya padi ladang pada lahanlahan yang tidak memiliki sistem irigasi, baik pada lahan-lahan perbukitan (tidak rata) maupun pada lahan-lahan terbuka yang agak rata. Pada mulanya hanya varietas-varietas atau landraslandras lokal saja yang ditanam, namun saat ini varietas-varietas unggul juga telah ditanam di lahan-lahan padi gogo yang ada di beberapa daerah di Maluku. Lahan kering yang berpotensi untuk pengembangan tanaman pangan khususnya padi gogo di Indonesia adalah sekitar 5,1 juta hektar. Di Maluku, peluang pengembangan pertanian di lahan kering dengan tanaman padi melalui sistem non sawah cukup besar, baik dari segi potensi lahan maupun peningkatan produktivitasnya. Di Pulau Buru, lahan kering potensial yang tersebar dalam 10 (sepuluh) wilayah kecamatan adalah sebesar 30.569 hektar. Namun sampai 2006 hanya seluas 570 hektar yang telah ditanami untuk padi gogo. Berarti masih terdapat peluang yang sangat besar untuk pengembangan padi gogo di Pulau Buru. Peningkatan produksi padi padi, termasuk padi gogo/lahan kering, dapat dilakukan dengan peningkatan areal dan waktu tanam serta dengan peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas dapat dicapai perbaikan agronomi dan perbaikan genetik, yang keduanya juga menuntut peningkatan pengetahuan petani. Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas padi gogo adalah melalui penggunaan varietas unggul yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Keunggulan varietas unggul baru itu dapat dilihat dari segi produktivitas, kegenjahan, ketahanan terhadap hama dan penyakit, toleransi terhadap cekaman lingkungan, mutu beras dan rasa nasi. Pemuliaan padi, termasuk padi gogo, merupakan usaha yang terus berkembang menghadapi berbagai kendala produksi yang terus berubah menurut waktu dan tempat. Keragaman genetik dari plasma nutfah padi sangat diperlukan untuk pemuliaan tanaman, termasuk untuk menghasilkan varietas padi gogo yang unggul untuk suatu daerah. Dan mampu menunjang produktivitas yang tinggi dan stabilitas.. Oleh sebab itu upaya untuk mengumpulkan data, mengkarakterisasi serta mengkoleksi plasma nutfah padi di daerah produksi, seperti halnya di Pulau Buru, sangat penting bagi pemuliaan padi gogo serta peningkatan produktivitasnya di masa yang akan datang. II. TUJUAN Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengumpulkan informasi tentang besarnya keragaman plasma nutfah padi gogo di Buru Utara 2. Untuk mempelajari tingkat budidaya padi gogo di Buru Utara yang melibatkan varietasvarietas padi gogo yang berbeda. 2
3. Untuk mendapatkan gambaran tentang kondisi lingkungan agronomis dan sosial pada daerah pertanaman padi gogo di Buru Utara. 4. Untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat pengetahuan petani tentang keragaman jenis padi gogo yang ditanam di lahannya. 5. Untuk melakukan pengumpulan/koleksi plasma nutfah padi gogo asal Buru Utara untuk didiskripkan lebih lanjut. III. METODE PENELITIAN 1. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini terdiri dari petani-petani yang menanam padi gogo di Kabupaten Buru. Penarikan contoh menggunakan sampel sengaja (purposive random sampling) berukuran 3 (tiga) desa, masing-masing Desa Waelo di Kecamatan Waeapo, Desa Waeperang di Kecamatan Namlea, dan Desa Waepure di Kecamatan Air Buaya, berdasarkan pertimbangan luas lahan padi gogo yang cukup besar (Diperta Buru, 2007). Pada masing-masing desa ditarik sampel acak berukuran paling sedikit 30 keluarga petani yang terdiri dari petani dan informan kunci. 2. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dilakukan sebagai berikut: a. Pengumpulan data sekunder pada Dinas Pertanian Kabupaten Buru meliputi data potensi produksi dan skala usaha tanaman padi gogo. b. Distribusi questionnaire, wawancara dan observasi lapangan kepada petani untuk memperoleh deskripsi varietas yang diusahakannya, sumber benih, metode budidaya, dan produktivitas varietas-varietas yang diusahakan petani. c. Wawancara khusus dengan informasi kunci untuk mengetahui secara lebih mendalam mengenai informasi yang diperoleh dari petani. Indikator pengumpulan data dan kategori jenis data disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rancangan indikator pengumpulan data dan jenis data untuk penilaian benih No 1.
Indikator Deskripsi varietas
Data primer Interview dengan petani
2
Produksi, luas lahan usaha dan produktivitas
Interview
3.
Karakterisasi Plasma Nutfah yang diusahakan Interview dan Observasi petani Deskripsi varietas Deskripsi sifat-sifat penting Deskripsi teknik budidaya Deskripsi musim tanam
Data sekunder Dokumen Deskripsi Varietas Unggul Departemen Pertanian RI. Dokumen Dinas Pertanian Buru
3. Metode analisis Metode analisis bagi data yang dikumpulkan dilakukan sebagai berikut: a. Analisis deskriptif yang bersifat kualitatif untuk data sekunder yang dikumpulkan dari Dinas Pertanian Kabupaten Buru. b. Analisis kuantitatif menggunakan analisis gerombol (cluster analysis) bagi data plasma nutfah untuk mendeskripsi keragaman plasma nutfah yang diusahakan petani. 3
c. Analisis kuantitatif menggunakan analisis korespondensi untuk mendeskripsi asosiasi antar sifat penting sebagai gambaran potensi yang dikandung plasma nutfah di Kabupaten Buru. d. Analisis ragam dan rata-rata untuk mengkaji produktivitas plasma nutfah, serta keragaannya pada waktu tanam berbeda, teknik budidaya khususnya penggunaan pupuk, dan keragaannya pada lokasi berbeda.
IV. GAMBARAN UMUM DAN POTENSI PERTANIAN DAERAH PENELITIAN 1. Potensi Wilayah untuk Pertanian Tanaman Pangan (Padi Gogo) Lahan kering potensial yang tersebar dalam 10 kecamatan di Kabupaten Buru berjumlah 30.569 hektar. Target pembukaan lahan kering untuk padi gogo sampai 2012 adalah sebesar 5.430 hektar. Tetapi sampai 2006 telah ditanami seluas 570 hektar, dengan kapasitas produksi sebesar 1.014 ton beras setara dengan Rp. 4,1 milyar. Tabel 1. Potensi lahan untuk pengembangan padi gogo sampai tahun 2012 Potensi Prospektif Lahan Kering (Ha.)
No Kecamatan 1 2 3 1 Waeapo 5.000 2 Namlea 3.397 3 Waplau 3.183 4 Batabual 2.767 5 Waesama 2.987 6 Namrole 2.850 7 Leksula 2.645 8 Air Buaya 3.200 9 Kapala Madang 4.040 10 Ambalau 500 Total 30.569 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Buru Tahun 2007
Luas Tanaman Padi Gogo (Ha.) 4 255 65 25 225 570
Target Pembukaan Lahan Kering Untuk Padi Gogo s.d. Tahun 2012 5 1.000 600 300 600 500 500 500 800 530 100 5.430
Masalah utama yang merupakan hambatan dalam upaya peningkatan produktivitas padi gogo di Kabupaten Buru adalah: 1) minimnya fasilitas mekanisasi pertanian, 2) pemanfaatan air untuk irigasi pertanian yang belum maksimal, dan 3) masih rendahnya kemandirian dan profesionalisme petani.
4
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Keragaman Genetik Plasma Nutfah Padi Gogo di Pulau Buru Keragaman genetik padi gogo pada daerah kajian di Pulau Buru berdasarkan informasi petani menunjukkan terdapat 14 varietas padi gogo yang diusahakan petani. Dari ke-14 varietas itu, 62,83% merupakan varietas unggul nasional maupun varietas introduksi dari luar daerah, sedangkan sisanya merupakan varietas unggul dan lokal yang berasal dari Pulau Buru, yaitu 5,55% merupakan varietas lokal yang diwariskan secara turun-temurun, 3,33% merupakan varietas unggul nasional asal pulau Buru (3,33% ) dan 28,89% merupakan varietas unggul lokal asal Pulau Buru (Tabel 3). Varietas unggul yang diusahakan adalah Varietas IR (VIr), Varietas IR-64 (Vir64), Varietas Ketan Hitam (VKtH), Varietas Ketan Putih (VKtP), dan Varietas Widas (VWds). Sedangkan varietas introduksi dari luar daerah adalah Varietas Cere (VCer) dan Varietas Pioneer (VPnr), varietas unggul asal Pulau Buru adalah Varietas Way Apo Buru (WAB), varietas unggul lokal adalah Varietas Fulan Telo Gawa (VFTG), dan varietas lokal adalah Varietas Berekor (VBkr), Varietas Gogo Rendah (VGRn), dan Varietas Pulut (VPlt). Varietas Jatah (VJth) yang diberikan oleh Depnakertrans diduga sebagai varietas unggul nasional. Tabel 3. Varietas-varietas padi gogo yang diusahakan petani pada desa contoh Waelo, Waeperang dan Waepure di Pulau Buru, dan sumber asal benih Jumlah Varietas Menurut Desa Sampel dan Totalnya (Satuan dan Persen) Waelo Waeperang Waepure Total 1. Berekor 0(0%) 1(3,33%) 0(0%) 1(1,11%) 2. Cere 0(0%) 0(0%) 1(3,33%) 1(1,11%) 3. Fulan Telo Gawa 0(0%) 26(86,67%) 0(0%) 26(28,89%) 4. Gogo Rendah 0(0%) 2(6,67%) 0(0%) 2(2,22%) 5. IR*) 0(0%) 0(0%) 10(33,33%) 10(11,11%) 6. IR-64 0(0%) 0(0%) 2(6,67%) 2(2,22%) 7. Jatah**) 0(0%) 0(0%) 9(30%) 9(10%) 8. Ketan hitam 0(0%) 0(0%) 1(3,33%) 1(1,11%) 9. Ketan putih 0(0%) 0(0%) 1(3,33%) 1(1,11%) 10. Pioner 0(0%) 0(0%) 2(6,67%) 2(2,22%) 11. Pulut 0(0%) 1(3,33%) 1(3,33%) 2(2,22%) 12. Segon Merah 0(0%) 0(0%) 1(3,33%) 1(1,11%) 13. Way Apo Buru 1(3,33%) 0(0%) 2(6,67%) 3(3,33%) 14. Widas 29(96,67%) 0(0%) 0(0%) 29(32,22%) Total 30 30 30 90 Petani mengetahui sebagai varietas unggul IR, tetapi tidak dapat memastikan nomornya.
No.
*)
**)
Nama Varietas
Sumber Benih Warisan Introduksi dari Jabar Diperta Warisan Depnakertrans Depnakertrans Depnakertrans Depnakertrans Depnakertrans Introduksi dari Sukabumi Warisan Depnakertrans Depnakertrans Diperta
Dibagikan oleh Dinas Pertanian tetapi tidak diketahui nama varietasnya.
Hasil analisis kekerabatan berdasarkan sifat morfologis dan agronomis sesuai pengetahuan lokal petani terhadap ke-14 varietas tanaman yang diusahakan memperlihatkan adanya keanekaragaman yang sangat tinggi. Suatu varietas yang seharusnya memiliki keseragaman sifat morfologis dan agronomis, ternyata memiliki keragaman antar individu di dalam varietas itu sendiri. Dari ke-14 varietas, ternyata dapat diidentifikasi perbedaan-perbedaan baru yang menghasilkan 62 varietas baru, sehingga terdapat 76 varietas (Gambar 1).
5
Rescaled distance cluster combine
Gambar 1. Dendrogram plasma nutfah padi sawah di Pulau buru berdasarkan sifat morfologis dan agronomis sesuai pengetahuan petani Keragaman genetik plasma nutfah yang sangat tinggi ini diduga dapat terjadi oleh karena beberapa sebab, yaitu (1) telah terkontaminasinya populasi plasma nutfah masing-masing varietas oleh gen asing dari spesies yang sama yang berasal dari pencampuran biji dengan varietas-varietas lain yang diusahakan secara bersama (khususnya pada varietas unggul), (2) varietas-varietas yang diusahakan masih beragam secara genetik (khususnya pada varietas unggul lokal dan varietas lokal), dan (3) adanya keragaman pengetahuan petani dalam mengamati sifat morfologis dan agronomis. Andaikan keragaman plasma nutfah yang tinggi sebagian berasal dari keberagaman pengetahuan petani, maka dengan asumsi bahwa terdapat kekeliruan petani dalam memberikan 6
informasi sifat-sifat yang identik secara benar, maka dapat dipilih jarak (distance) sebesar 5 satuan sebagai batas kekeliruan (margin error). Dengan mengambil garis batas jarak pada dendrogram (Gambar 1) sebesar 5 satuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa paling sedikit terdapat keragaman plasma nutfah padi gogo yang diusahakan petani pada daerah kajian sebanyak 57 varietas (Tabel 4). VBkr, VCer, VGRn, VIr64, VKtH, VKtP, dan VSnM masingmasing terdiri dari 1 (satu) varietas; VFTG dapat dipilah menjadi 6 varietas masing-masing VFTG1, VFTG2, … VFTG6; VIr dipilah menjadi 9 varietas masing-masing VIr1, Vir2, … VIr9; VJth dipilah menjadi 4 varietas masing-masing VJth1, VJth2, VJth3, dan VJth4; VPlt dipilah menjadi 2 varietas yaitu VPlt1 dan VPlt2; VPnr dipilah menjadi 2 varietas yaitu VPnr1 dan VPnr2; VWAB dipilah menjadi 3 varietas masing-masing VWAB1, VWAB2, dan VWAB3; dan VWds dipilah menjadi 24 varietas masing-masing VWds1, VWds2, … VWds24. Penggolongan atas 57 varietas ini memperlihatkan keragaman yang luas di Desa Waeperang, dibandingkan dengan di Desa Waelo dan Waepure. Hasil penggolongan atas 57 varietas ini selanjutnya akan digunakan dalam deskripsi sifat-sifat varietas untuk mengetahui keunggulan masing-masing varietas itu. Tabel 4. No. (1) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Kategori Plasma Nutfah Lokal Padi Gogo pada Desa Kajian Waelo, Waeperang dan Waepure di Kabupaten Buru
Nama Varietas (2) VBkr Vcer VFTG1 VFTG2 VFTG3 VFTG4 VFTG5 VFTG6 VGrn VIr1 VIr2 VIr3 VIr4 VIr5 VIr6 VIr7 VIr8 VIr9 VIr64 VJth1 VJth2 VJth3 VJth4 VKtH VKtP VPlt1 VPlt2 VPnr1 VPnr2 VSnM
Nama Varietas Sebelumnya (3) Berekor Cere Fulan Telo Gawa Fulan Telo Gawa Fulan Telo Gawa Fulan Telo Gawa Fulan Telo Gawa Fulan Telo Gawa Gogo Rendah IR IR IR IR IR IR IR IR IR IR-64 Jatah Jatah Jatah Jatah Ketan Hitam Ketan Putih Pulut Pulut Pioneer Pioneer Segon Merah
Jumlah Varietas, Sebarannya pada Desa Sampel dan total Jumlahnya Waelo Waeperang Waepure Total (4) (5) (6) (7) 0 1 0 1 0 0 1 1 0 6 0 6 0 3 0 3 0 8 0 8 0 1 0 1 0 1 0 1 0 7 0 7 0 2 0 2 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 2 2 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 2 2 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 6 6 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 1
7
Lanjutan Tabel 4 (1) 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57.
(2) VWAB1 VWAB2 VWAB3 VWds1 VWds2 VWds3 VWds4 VWds5 VWds6 VWds7 VWds8 VWds9 VWds10 VWds11 VWds12 VWds13 VWds14 VWds15 VWds16 VWds17 VWds18 VWds19 VWds20 VWds21 VWds22 VWds23 VWds24
(3) Way Apo Buru Way Apo Buru Way Apo Buru Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Widas Total
(4) 1 0 0 1 1 2 1 1 6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 30
(5) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30
(6) 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30
(7) 1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 90
2. Deskripsi Sifat-sifat Penting pada Plasma Nutfah Padi Gogo di Pulau Buru Deskripsi sifat-sifat penting plasma nutfah padi gogo disajikan dalam bentuk grafik analisis biplot dengan menggunakan komponen 1 dan komponen 2 analisis korespondensi terhadap sifat-sifat kualitatif. Suatu sajikan biplot memberikan informasi mengenai adanya asosiasi antar obyek yang berinteraksi. Sajian ini akan menampilkan obyek-obyek sebagai suatu vektor dalam suatu sistem salib sumbu garis bilangan yang bersifat dua dimensi. Proyeksi suatu vektor pada suatu vektor yang lain, akan menempatkan wujud asosiasi antara vektor itu dengan vektor proyektannya. Asosiasi bersifat positif apabila hasil proyeksi jatuh pada vektor proyektan searah vektor itu di atas titik asal, sebaliknya asosasi bersifat negatif apabila hasil proyeksi jatuh di bawah titik asal dari vektor proyektan. Deskripsi Sifat Ketahanan Genetik Plasma Nutfah Padi Gogo Deskripsi respons ketahanan genetik tanaman terhadap stres lingkungan, organisme pengganggu tanaman (OPT) dan fisiologis tanaman, yaitu ketahanan terhadap gejala kerusakan yang timbul oleh serangan hama dan penyakit, toleransi terhadap gulma, serta ketahanan terhadap kerontokan dan kerebahan, disajikan pada Gambar 2. Hama, penyakit dan gulma yang dominan dan sering muncul pada musim tanam padi gogo di desa-desa contoh adalah ulat grayak, tikus, belalang (berbagai jenis), walang sangit, wereng hijau, dan kepik hitam (hama); blast dan karat daun (Penyakit); dan teki berumbi, alang-alang, kipahit, dan rumput pisau. Gambar ini memperlihatkan asosasi yang penting antara suatu sifat tanaman dengan sifat tanaman lainnya, dan antara sifat tanaman yang berasosiasi dengan varietas. Walaupun demikian, proporsi kumulatif inersia sebesar 80% baru tercapai pada komponen ke 44, sedangkan 8
komponen 1 dan komponen 2 yang digunakan untuk mengkonstruksi pola hubungan baru mampu menjelaskan keragaman data sebesar 8,85%. Oleh sebab itu, interpretasi hubungan antar sifat dan varietas sedapat mungkin melibatkan proyeksi vektor proyektan yang mendekati panjang vektor atau melampaui vektor sebagai yang berasosiasi.
Gambar 2. Ketahanan genetik plasma nutfah padi gogo di Desa Waeperang, Waelo dan Waepure, Kabupaten Pulau Buru
Deskripsi Sifat Organoleptik Plasma Nutfah Padi Gogo Sifat organoleptik yang dikaji adalah tekstur nasi, rasa nasi dan wangi nasi ketika dimasak sebagaimana disajikan pada Gambar 3. Proporsi inersia kumulatif Komponen 1 dan Komponen 2 baru mencapai 7,91%, sedangkan proporsi kumulatif 80% baru tercapai pada Komponen ke 43. Oleh sebab itu, inferensia terhadap sifat-sifat ini juga tidak berbeda jauh dengan sifat-sifat ketahanan genetik, yaitu interpretasi hubungan antar sifat dan varietas sedapat mungkin melibatkan proyeksi vektor proyektan yang mendekati panjang vektor atau melampaui vektor sebagai yang berasosiasi.
9
Gambar 3.
Sifat organoleptik plasma nutfah padi gogo di Desa Waeperang, Waelo dan Waepure, Kabupaten Pulau Buru
Deskripsi Lama Simpan Nasi dan Warna Nasi Sifat lainnya yang tergolong penting adalah lama simpan nasi setelah dimasak dan warnanya. Deskripsi sifat-sifat ini disajikan pada Gambar 4. Proporsi inersia kumulatif Komponen 1 dan Komponen 2 baru mencapai 6,94%, sedangkan proporsi kumulatif melampaui 80% baru tercapai pada Komponen ke 44. Oleh sebab itu, inferensia terhadap sifat-sifat ini juga tidak berbeda jauh dengan sifat-sifat ketahanan genetik dan sifat-sifat organoleptik.
10
Gambar 4.
Sifat organoleptik plasma nutfah padi gogo di Desa Waeperang, Waelo dan Waepure, Kabupaten Pulau Buru
3. Produktivitas Plasma Nutfah Padi Gogo di Pulau Buru Analisis ragam hasil tanaman antar varietas sesuai hasil kategorisasi analisis gerombol disajikan pada Tabel 5. Hasil analisis ragam ini memperlihatkan adanya beda daya hasil sangat nyata antar varietas, yang menunjukkan adanya varietas-varietas dengan produktivitas yang tinggi dan ada pula yang rendah sebagaimana disajikan pada Tabel 6. Terdapat 8 varietas dengan produktivitas disekitar 2 ton/ha (1.8-2.4 ton/ha), yaitu VFTG2, VIr2, VIr5, VFTG4, VFTG3, VFTG1, dan VIr4; 11 varietas dengan produktivitas di sekitar 1 ton/ha (0.75-1.5 ton/ha) yaitu VFTG3, VJth2, VKtP, Vir3, Vir6, Vir7, VJth2, Vir9, Vir8, VPnr2, VSnM, Vir1, VPlt2, dan VIr64. Produktivitas varietas lainnya di bawah 0.5 ton/ha, bahkan ada yang tidak melebihi 0 ton/ha. Hasil analisis ini juga memperlihatkan fakta yang menarik, dimana varietas unggul lokal VFTG2, VFTG4 VFTG3 dan VTG1 memiliki produktivitas yang cukup tinggi, bahkan sangat baik dibandingkan dengan beberapa varietas unggul yang lain seperti Ketan Hitam, IR64 dan Widas. Daya hasil ketiga varietas unggul ini masing-masing bisa mencapai 4.73 ton/ha, 3 ton/ha 11
dan 5-7 ton/ha (Balittan Padi, 2002), sedangkan produktivitasnya di Pulau Buru hanya mencapai 0.75 ton/ha (Vir64), 0.1 ton/ha (VKtH), dan 0 ton/ha (VWds1s/d VWds24). Produktivitas varietas Ketan Hitam dan Widas yang sangat rendah disebabkan varietas-varietas ini mengalami puso (bulir hampa). Oleh masyarakat setempat, tanaman yang mengalami puso disebut dengan istilah ‘potong leher’. Diduga terjadinya puso ini disebabkan oleh patogen bakteri. Tabel 5. Analisis ragam hasil tanaman (ton/ha) di Kabupaten Buru Source DF Genotipe 56 Error 33 Total 89 S = 0.835048
Tabel 6. No. Varietas 1 VFTG2 2 VIr2 3 VIr5 4 VFTG4 5 VFTG5 6 VJth4 7 VJth3 8 VFTG1 9 VIr4 10 VFTG3 11 VJth2 12 VKtP 13 VIr3 14 VIr6 15 VIr7 16 VJth1 17 VIr9 18 VIr8 19 VPnr1
SS MS 70.0647 1.2512 23.0111 0.6973 93.0758 R-Sq = 75.28%
F 1.79
P 0.037
R-Sq(adj) = 33.32%
Hasil (ton/ha) varietas-varietas plasma nutfah padi gogo di Kabupaten Buru Hasil 2.91667 2.40000 2.16000 2.12640 2.11440 1.96093 1.92000 1.85667 1.80000 1.52400 1.50000 1.50000 1.44000 1.44000 1.44000 1.42857 1.32000 1.20000 1.20000
No. 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Varietas VPnr2 VSnM VIr1 VPlt2 VIr64 VCer VWAB2 VWAB3 VBkr1 VFTG6 VGRn VKtH VPlt1 VWAB1 VWds1 VWds1 VWds2 VWds3 VWds4
Hasil 1.20000 1.20000 1.14000 0.96000 0.75000 0.50000 0.50000 0.50000 0.48000 0.18986 0.15000 0.10000 0.01200 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000
No. 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57
Varietas VWds5 VWds6 VWds7 VWds8 VWds9 VWds10 VWds11 VWds12 VWds13 VWds14 VWds15 VWds16 VWds17 VWds18 VWds19 VWds20 VWds21 VWds22 VWds23
Hasil 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000
4. Keragaan Plasma Nutfah Padi Gogo pada Waktu Penanaman Berbeda Secara umum, sesuai dengan hasil wawancara dengan tokoh kunci, musim tanam di Pulau Buru adalah pada bulan Desember. Namun hasil wawancara dengan petani memperlihatkan waktu penanaman yang dilakukan oleh petani dimulai pada bulan Oktober sampai dengan bulan Maret, dengan frekuensi modus pada bulan Desember sampai dengan Februari (Gambar 5). Keragaan masing-masing varietas pada berbagai waktu penanaman petani tersebut memperlihatkan waktu penanaman yang dilakukan oleh petani varietas-varietas yang ditanam pada bulan Oktober dan November seluruhnya mengalami puso, yaitu varietas-varietas Wds1 s/d Wds24. Hasil paling tinggi dicapai oleh VFTG2 pada penanaman bulan Desember yaitu mendekati 3 ton/ha, diikuti VIr2 dan VIr5 yang juga ditanam pada bulan Desember. Untuk menilai interaksi Genotipa x Waktu Tanam, dapat digunakan varietas VFTG1, VFTG3 dan VIr6. Hasil VFTG1 cenderung stabil pada penanaman bulan Desember, Januari dan Februari, sedangkan VFTG3 hanya menunjukkan keragaan yang baik pada bulan Januari. Sedangkan VIr6 cenderung naik dari penanaman bulan Januari ke bulan Februari, walaupun masih dibawah VFTG1. 12
Hasil analisis ini memperlihatkan adaptasi dan stabilitas varietas lokal Fulan Telo Gawa cenderung lebih baik dari varietas unggul. Pemuliaan tanaman terhadap varietas ini, yaitu untuk menyeleksi galur yang adaptif dan stabil dari galur lainnya yang responsif terhadap musim berbeda akan dapat menghasilkan varietas unggul padi gogo baru yang minimal dapat beradaptasi di Pulau Buru.
Gambar 5. Keragaan Plasma Nutfah Padi Gogo pada Berbagai Waktu Penanaman di Kabupaten Buru 5. Keragaan Plasma Nutfah Padi Gogo pada Keadaan dengan- dan tanpa Agroinput Sintetik Budidaya padi gogo dengan pupuk sintetik sebagian besar telah dilakukan oleh petani dengan pemupukan berimbang menggunakan jenis pupuk Urea, TSP, KCl, yang diaplikasikan dengan cara penugalan. Hanya sebagian kecil, khususnya yang menggunakan varietas lokal, masih belum menggunakan pupuk sintetik dalam kegiatan budidaya tanaman padi gogo. Selain pemupukan, sebagian besar petani telah melakukan pengendalian hama dengan menggunakan jenis insektisida Decis and Dursban pada dosis masing-masing 2cc/liter air. Usaha pengendalian hama dengan insektisida nabati juga dilakukan oleh beberapa petani, yakni menggunakan gadung yang diekstrak kemudian disemprotkan pada tanaman. Sedangkan upaya pengendalian hama yang lain, terutama hama tikus, dilakukan secara tradisional ritual (penginggalan leluhur). Keragaan plasma nutfah padi gogo pada keadaan dengan- dan tanpa pupuk sintetik disajikan pada Gambar 6. Terlihat hanya tiga varietas yang tidak diberi pupuk sintetik, yaitu VFTG5, VFTG4 dan VFTG3, sedangkan sebagian besar sisanya dibudidayakan dengan pemberian pupuk sintetik. Varietas VFTG5, VFTG4 dan VFTG3 masing-masing memperlihatkan keragaan yang cukup baik walau tanpa pemberian pupuk sintetik, yaitu sekitar 2 ton/ha (VFTG4 dan VFTG5) dan sekitar 1.5 ton/ha (VFTG3). Sedangkan varietas-varietas yang diberi pupuk sintetik menunjukkan keragaan yang sangat beragam, dari 0 ton/ha sampai dengan 13
mendekati 3 ton/ha (VFTG2). Hasil ini menunjukkan perlunya kegiatan pemuliaan tanaman untuk perbaikan varietas Fulan Telo Gawa pada keadaan tanpa pupuk sintetik dan dengan pemberian pupuk sintetik. 6. Keragaan Plasma Nutfah Padi Gogo pada Lokasi Berbeda Hasil tanaman rata-rata pada ketiga lokasi dibandingkan dengan hasil tanaman pada tahun 2006 disajikan pada Tabel 7. Tabel ini menunjukkan adanya penurunan hasil tanaman, khususnya pada lokasi Desa Waelo yaitu 0 ton/ha. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinya puso di desa ini. Namun bila penilaian dilakukan terhadap setiap varietas, ternyata dapat diperoleh varietas-varietas berdaya hasil tinggi (Gambar 7). Gambar 7 memperlihatkan semua varietas yang diusahakan di lokasi Desa Waelo memiliki keragaan yang sangat buruk, dengan hasil disekitar 0 ton/ha. Sedangkan pada lokasi desa Waeperang dan Waepure keragaan plasma nutfah beragam dari sangat rendah hingga tinggi. Varietas VFTG2 merupakan varietas dengan produktivitas terbaik di lokasi desa Waeperang, sedangkan varietas Vir2 merupakan yang terbaik di lokasi desa Waepure.
Gambar 6.
Keragaan plasma nutfah padi gogo pada keadan dengan- dan tanpa pupuk sintetik di Kabupaten Buru
Tabel 7. Hasil rata-rata padi gogo pada ketiga lokasi dibandingkan dengan hasil tanaman pada tahun 2006 di Kabupaten Buru Hasil 20061) Hasil 20072) (ton/ha) (ton/ha) Desa Waelo (Kecamatan Waeapo) 1.95 0.00 Desa Waeperang (Kecamatan Namlea) 1.95 1.28 Desa Waepure (Kecamatan Air Buaya) 1.95 1.39 1) 2) Dihitung dari data Dinas Pertanian Kabupaten Buru Tahun 2007; Hasil penelitian ini (informasi petani). Lokasi
14
Gambar 7.
Keragaan plasma nutfah padi gogo pada lokasi berbeda di Kabupaten Buru
Beragamnya hasil plasma nutfah pada lokasi berbeda, dimana terdapat varietas-varietas dengan hasil tanaman yang cukup baik dan keragaan beberapa varietas unggul yang rendah, mengindikasikan bahwa perlu dilakukan analisis stabilitas, baik terhadap varietas lokal maupun varietas introduksi, sebelum suatu varietas direkomendasikan untuk ditanam dalam skala yang besar. Varietas-varietas yang stabil hanya dapat ditanam pada lokasi-lokasi dimana varietas itu dapat beradaptasi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Penelitian ini menunjukkan keragaman genetik padi pada daerah kajian di Pulau Buru sebanyak 14 varietas yang diusahakan petani pada lahan kering; 62,83% merupakan varietas unggul nasional maupun varietas introduksi dari luar daerah, 5,55% merupakan varietas lokal yang diwariskan secara turun-temurun, 3,33% merupakan varietas unggul nasional asal pulau Buru dan 28,89% merupakan varietas unggul lokal asal Pulau Buru. Varietas unggul yang diusahakan adalah Varietas IR?, Varietas IR-34, Varietas Ketan Hitam, Varietas Ketan Putih, dan Varietas Wides. Varietas introduksi dari luar daerah adalah Varietas Cere dan Varietas Pioneer, varietas unggul asal Pulau Buru adalah Varietas Way Apo Buru, varietas unggul lokal adalah Varietas Fulan Telo Gawa, dan varietas lokal adalah Varietas Berekor, Varieas Gogo Rendah, dan Varietas Pulut. Varietas Jatah yang diberikan oleh Depnakertrans tidak diketahui dengan pasti jenisnya tetapi diduga sebagai varietas unggul nasional.
15
Terdapat beberapa dugaan tentang tingginya keragaman plasma nutfah yang diduga dari hasil wawancara dengan petani di daerah kajian dibandingkan dengan keragaman setelah dilakukan analisis, yaitu: (1) telah terkontaminasinya populasi plasma nutfah masing-masing varietas oleh gen asing dari spesies yang sama yang berasal dari pencampuran biji dengan varietasvarietas lain yang diusahakan secara bersama (khususnya pada varietas unggul), (2) varietasvarietas yang diusahakan masih beragam secara genetik (khususnya pada varietas unggul lokal dan varietas lokal), dan (3) adanya keragaman pengetahuan petani dalam mengamati sifat morfologis dan agronomis. Dari penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar petani telah mengusahakan varietasvarietas yang berasal dari luar Pulau Buru, sedangkan varietas lokal sudah mulai jarang diusahakan. Petani di Desa Waelo dan Desa Waepure mengusahakan lebih banyak varietas unggul sesuai dengan anjuran Dinas Pertanian Kabupaten Buru dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Maluku. Petani di Desa Waeperang mengusahakan lebih banyak varietas asal Pulau Buru. Terdapat indikasi bahwa para petani mulai meninggalkan varietas-varietas lokal, dan bila tidak segera diantisipasi oleh Pemerintah Provinsi Maluku, maka akan terjadi kehilangan plasma nutfah padi lokal yang dimiliki oleh petani itu. Terdapat perbedaan daya hasil sangat nyata antar varietas yang diusahakan sebagai padi gogo, yang menunjukkan adanya varietas-varietas dengan produktivitas yang tinggi dan ada pula yang rendah. Varietas-varietas yang menunjukkan produktivitas yang cukup tinggi, sekitar 2 ton/ha (1.8-2.4 ton/ha), yaitu IR, Fulan Telo Gawa dan suatu varietas hasil pembagian (jatah) yang tidak diketahui dengan pasti identitasnya. Juga ditemui berbagai variasi dalam hal ketahanan terhadap hama, penyakit dan cekaman kekeringan. Secara umum produktivitas nyata di lapangan di daerah penelitian adalah jauh lebih rendah daripada produktivitas potensialnya. Bahkan pada saat penelitian dilakukan terjadi gagal panen (puso, produktivitas 0 ton/ha), yaitu varietas Widas yang ditanam di desa Waelo. Masih terdapat cukup banyak petani padi gogo di daerah penelitian yang tidak tahu persis dan tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap varietas-varietas yang diusahakan 2. Saran Saran-saran yang dapat dikemukakan dari penelitian ini adalah: 1. Beragamnya hasil plasma nutfah pada lokasi berbeda, dimana terdapat varietas-varietas dengan hasil tanaman yang cukup baik dan keragaan beberapa varietas unggul yang rendah, mengindikasikan bahwa perlu dilakukan analisis stabilitas, baik terhadap varietas lokal maupun varietas introduksi, sebelum suatu varietas direkomendasikan untuk ditanam dalam skala yang besar. Varietas-varietas yang stabil hanya dapat ditanam pada lokasi-lokasi dimana varietas itu dapat beradaptasi. 2. Mengingat adanya indikasi penciutan keragaman plasma nutfah padi gogo di daerah kajian, maka diperlukan upaya koleksi, pelestarian dan karakterisasi jenis-jenis padi di Pulau Buru, serta di Maluku secara umum. Untuk itu perlu direncanakan survey keanekaragaman jenis padi di wilayah yang lebih luas, untuk mengawali pendayagunaan sumberdaya genetik padi tersebut. 3. Dari kegiatan kajian ini telah dikoleksi beberapa varietas padi yang ditanam di lahan kering. Perlu dilakukan karakterisasi secara mendalam terhadap bahan-bahan genetik tersebut. 4. Ada indikasi varietas unggul yang diperoleh dari pemerintah memiliki produktivitas yang rendah, bahkan mengalami puso. Oleh sebab itu, sebelum suatu varietas unggul diberikan kepada petani, sebaiknya dilakukan pengujian multilokasi berbasis kearifan lokal petani selama beberapa tahun pada wilayah-wilayah yang menjadi target penyebaran untuk menilai stabilitas dan adaptasinya. Hanya varietas yang memiliki stabilitas dan adaptasi spesifik 16
lokasi lebih baik dari varietas lokal dan sesuai dengan kearifan lokal petani yang diberikan kepada petani, sehingga varietas unggul baru itu menjadi bagian dari kearifan lokal setempat.
DAFTAR PUSTAKA Diperta Kab. Buru, 2007. Rencana Strategi Pembangunan Pertanian Kabupaten Buru. Dinas Pertanian Kabupaten Buru. Minitab Inc., 2004. Minitab Reference. Minitab Version 14. www.minitab.com/support SPSS Inc., 2004. Manual SPSS Version 13. LEAD Technologies Inc., USA.
17
Gambar 1. Kondisi Pertanaman Padi Gogo di Desa Contoh, di Buru Utara
18
Gambar 2. Wawancara Dengan Para Petani Padi Gogo di Desa Contoh, di Buru Utara
19
A
B
C
D
E
F
Gambar 3. Contoh gabah varietas padi gogo yang dipakai pada pertanaman padi gogo di desadesa contoh di Buru Utara dan dikoleksi dari penelitian ini: A) IR, B) Fulan Telo Gawa, C) Wayapo, D) Segon Merah, E) Cere1, F) Cere2
20
21