FAKTOR FISIK GEOGRAFIS YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA LULUSAN SLTP MELANJUTKAN KE SLTA DI KECAMATAN SAMIGALUH KABUPATEN KULON PROGO
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: Azwar Anas 05405244025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2011
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjadi bangsa yang maju dalam segala aspek tentu merupakan citacita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau tidaknya suatu negara di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan, sehingga suatu bangsa dapat diukur apakah bangsa itu maju atau tidak, karena seperti yang kita ketahui bahwa suatu pendidikan tentunya akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas baik dari segi spritual, intelegensi dan skill dan pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan ini gagal maka sulit dibayangkan bagaimana dapat mencapai kemajuan. Bagi suatu bangsa yang ingin maju, pendidikan harus dipandang sebagai sebuah kebutuhan sama halnya dengan kebutuhankebutuhan lainnya. Maka tentunya peningkatan mutu pendidikan juga berpengaruh terhadap perkembangan suatu bangsa. Pembangunan nasional sangat membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu yang dibekali dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas harus dibekali dengan pendidikan, baik pendidikan di sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Pendidikan merupakan aspek yang penting bagi pengembangan sumber daya manusia sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja untuk membebaskan manusia dari
keterbelakangan, melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk mempelajari pengetahuan dan ketrampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia produktif. Dalam rangka memperluas pengetahuan, pendidikan dan ketrampilan perlu diperhatikan kesempatan bagi anak yang bertempat tinggal di desa terpencil, berasal dari keluarga yang kurang mampu atau penyandang cacat. Dalam bidang pendidikan pemerintah membuat kebijaksanaan yaitu membuat UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, yaitu; Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Dari fungsi pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan dibutuhkan untuk mencetak manusia yang cerdas, kreatif, mandiri sebagai sendi dalam pembangunan negara. Jika suatu bangsa ingin maju maka sumber daya manusia harus ditingkatkan. Untuk itu semua anak usia sekolah harus dapat mengenyam dunia pendidikan. Namun itu tidak sesuai dengan keadaan di Indonesia saat ini. Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting pemerintah (depdiknas) beberapa tahun terakhir menyusul hasil
penilaian internasional, seperti PISA 2003 (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS 2003 (Trends in International Mathematics and Sciences Study), yang menempatkan Indonesia pada posisi terakhir dalam hal mutu pendidikan. Program wajib belajar sembilan tahun yang sudah dicanangkan oleh pemerintah memang sudah menunjukkan hasil di beberapa kabupaten tertentu. Tetapi di beberapa kabupaten yang terpencil, program wajib belajar sembilan tahun sepertinya masih jauh di bawah baik. Ada sejumlah faktor yang bertanggungjawab atas fenomena ini, yaitu kondisi geografis, kultur dan ekonomi. Masalah utama pendidikan
di Indonesia, masih rendahnya
persentase siswa yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi khususnya dari SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) ke SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas). Menurut data Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2008, rata-rata lulusan SD (Sekolah Dasar) yang melanjutkan ke SMP baru sekitar 80 persen, sisanya sekitar 20 persen tidak melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi atau putus sekolah. Anak-anak lulusan SMP yang tidak melanjutkan ke SMA atau SMK mencapai 40 persen. Belum lagi angka lulusan SMA yang tidak melanjutkan ke PT mencapai 60 sampai 70 persen. Pemerataan pendidikan merupakan tanggungjawab pemerintah. Pemerataan berarti semua rakyat perkotaan dan perdesaan memiliki hak layanan pendidikan dari pemerintah. Pemerataan bukan hanya SD, melainkan semua jenjang pendidikan. Yang terjadi hingga saat ini pemerataan
pendidikan masih menjadi persoalan yang sangat besar dalam dunia pendidikan Indonesia, padahal pendidikan merupakan kunci utama untuk keberhasilan semua dimensi pembangunan, khususnya untuk pemberdayaan masyarakat miskin. Kerjasama pemerintah daerah atau LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) dan PTS (Perguruan Tinggi Swasta) yang ada di kota merupakan salah satu terobosan penting untuk dikembangkan oleh pemerintah. Menurut data pendidikan di Kabupaten Kulon Progo tahun 2005/2006 yang menunjukkan APK (Angka Partisipasi Kasar) dan APM (Angka Partisipasi Murni) Kabupaten Kulon Progo. APK adalah Angka Partisipasi Kasar yaitu rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. Misal, APK SD sama dengan jumlah siswa yang duduk di bangku SD dibagi dengan jumlah penduduk kelompok usia 7 sampai 12 tahun. Sedangkan APM adalah angka parsitipasi murni yaitu persentase siswa dengan usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikannya dari jumlah penduduk di usia yang sama. Misalnya, APM SD adalah jumlah penduduk usia 7 sampai 12 tahun yang sedang bersekolah di tingkat SD dibagi dengan jumlah penduduk usia 7 sampai 12 tahun. Pembangunan bidang pendidikan merupakan salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia. Kabupaten Kulon Progo masih menghadapi berbagai persoalan yang
menyangkut
kualitas penyelenggaraan pendidikan dan output/lulusan yang masih rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut antar lain kebijakan
pemerintah, mutu guru, kondisi sosial, sarana dan prasarana, manajemen pendidikan dan peran serta masyarakat. Tabel 1. APK dan APM di Kabupaten Kulon Progo (2008/2009). Jenjang pendidikan
APK
APM
SD + MI
101,56%
87,52%
SMP + MTs
115,77%
83,50%
SMA + MA + SMK
82,20%
56,04%
Sumber data: Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo (2009/2010). Akses pendidikan pada tingkat SMA/MA/SMK di Kabupaten Kulon Progo belum sebaik tingkat SMP/MTs maupun tingkat SD/MI. Pada Tahun 2002/2003, Angka Partisipasi Kasar (APK) tingkat SMA/MA/SMK mencapai 76,90%. Sedangkan pada Tahun 2004/2005 APK tingkat SMA/MA/SMK masih berada pada
angka 75,05%. Pada tahun 2005/2006 APK tingkat
SMA/MA/SMK sebesar 78,79%. Demikian pula pada Tahun 2002/2003, Angka Partisipasi Murni (APM) tingkat SMA/MA/SMK sebesar 54,64%. Tahun 2004/2005 APM tingkat SMA/MA/SMK turun menjadi 52,95%. Pada tahun 2005/2006 APM tingkat pendidikan SMA/MA/SMK sebesar 55,04%. Terdapat
faktor
pendorong
dan
penghambat
yang
dapat
mempengaruhi kelangsungan pendidikan anak. Faktor pendorong yang terdiri dari (1) minat orang tua untuk menyekolahkan anak dapat dipengaruhi oleh ekonomi keluarga dan atau persepsi orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak, (2) minat anak untuk bersekolah dapat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga juga tingkat prestasi anak di sekolah,
(3) faktor lingkungan tempat tinggal juga berpengaruh terhadap pendidikan anak baik positif maupun negatif. Dan Faktor penghambat yang terdiri dari (1) kondisi sosial ekonomi keluarga, rendahnya kondisi ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua, memiliki pengaruh terhadap kelangsungan pendidikan anak (untuk meneruskan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi), yaitu adanya anggapan bahwa pendidikan itu tidak penting bagi anak, (2) kemampuan siswa, terjadi karena prestasi anak kurang sehingga anak tersebut tidak mau melanjutkan sekolah atau juga mungkin kurang tahunya anak akan arti pentingnya pendidikan, disamping iklim persaingan mendapatkan sekolah yang baik semakin ketat, (3) kondisi lingkungan masyarakat, lingkungan dimana anak tinggal dan berada juga dapat menjadi faktor penghambat kelangsungan pendidikan anak (Partowisastro dalam Ferry Indraharti, 2005: 14-15). Menurunnya APM pada tingkat SMA/MA/SMK tersebut perlu mendapat perhatian, khususnya bila dikaitkan dengan program perintisan Wajib Belajar 12 Tahun di Kabupaten Kulon Progo. Peningkatan sumber daya manusia yang dilakukan lewat pendidikan di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo menghadapi beberapa kendala, diantaranya faktor lingkungan fisik yaitu; jarak, topografi dan sarana transportasi suatu wilayah yang berbeda dengan wilayah lain serta faktor sosial ekonomi yaitu tingkat pendidikan, jenis pekerjaan orang tua dan pendapatan yang dapat menanggung biaya sekolah anak sehingga mempengaruhi minat siswa
SMP/MTs dalam mempertimbangkan melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi (RPJM Daerah Kulon Progoo tahun 2006-2011). Kabupaten Kulon Progo khususnya di Kecamatan Samigaluh, memiliki topografi yang tidak rata dan berbukit-bukit.. Kecamatan Samigaluh memiliki tujuh desa, yaitu Desa Banjarsari, Desa Gerbosari, Desa Kebonharjo, Desa Ngargosari, Desa Pagerharjo, Desa Purwoharjo, dan Desa Sidoharjo. Atas dasar fenomena tersebut, penelitian yang berjudul
“Faktor
Fisik Geografis yang Mempengaruhi Rendahnya Lulusan SLTP Melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo” , dirasa penting untuk dilakukan secara mendalam karena guna mengetahui permasalahan-permasalahan apa saja yang menyebabkan rendahnya lulusan SLTP yang melanjutkan ke SLTA bagi penduduk Kecamatan Samigaluh.
B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang masalah yang di paparkan di atas, maka dapat di identifikasi beberapa masalah, yaitu sebagai berikut: 1. Terdapat faktor fisik yaitu jarak, topografi dan aksesibilitas yang mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. 2. APM dan APK rata-rata Kabupaten Kulon Progo yang masih di bawah rata-rata nasional.
3. Terdapat faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi turunnya APM pada tingkat SMA/MA/SMK di Kabupaten Kulon Progo. 4. Terdapat faktor budaya yang mempengaruhi turunnya APM pada tingkat SMA/MA/SMK di Kabupaten Kulon Progo. 5. Terdapat faktor lain seperti minat, cita-cita, dan motivasi yang mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka dapat dibatasi rumusan masalah yang akan diteliti, yaitu faktor fisik yang mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh, antara lain: 1. Kaitan jarak dengan rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo. 2. Kaitan topografi dengan rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo. 3. Kaitan aksesibilitas dengan rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo. D. Rumusan Masalah Rumusan masalah untuk penelitian ini berdasarkan pembatasan masalah adalah: 1. Bagaimana jarak
dapat mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP
melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh?
2. Bagaimana topografi
dapat mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP
melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh? 3. Bagaimana aksesibilitas dapat mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh? E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan penelitian yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui bagaimana jarak dapat mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. 2. Mengetahui bagaimana topografi dapat mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. 3. Mengetahui bagaimana aksesibilitas dapat mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. F. Manfaat Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan akan dapat berguna untuk menambah wawasan dalam mengkaji ilmu-ilmu geografi baik secara teoritis maupun praktis. 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian sejenis yang akan datang, memberikan informasi, saran, serta untuk menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor penyebab rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA. Selanjutnya dapat menambah
kasanah ilmu pengetahuan dan menambah kepustakaan dalam ilmu pengetahuan sosial khususnya kajian bidang goegrafi. 2. Manfaat praktis a. Bagi masyarakat: memberikan informasi banyaknya siswa lulusan SLTP yang tidak melanjutkan ke SLTA, sehingga dapat memberikan saran bahwa pendidikan sangat penting bagi seseorang untuk dapat menunjang kemajuan suatu wilayah. b. Bagi siswa dan lulusan: dapat memberikan motivasi kepada lulusan SLTP untuk berusaha melanjutkan ke SLTA. c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi atau masukan bagi Pemerintah Daerah Kulon Progo Kecamatan Samigaluh, dan Lembaga
Pemerintah
atau
pengembangan pendidikan.
swasta
yang
berkaitan
dengan
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR A. Deskripsi Teoritik 1. Pengertian Geografi Para pakar telah mendefinisikan secara luas tentang ilmu geografi. Beberapa definisi geografi telah disampaikan oleh berbagai pakar geografi, diantaranya: a. Menurut Hartshorne sebagaimana dikutip oleh Bintarto dan Surastopo Hadisumarno (1987: 9), “Geography is concerned to provide an accurate, orderly, and rational description of the variable character of the
earth
surface”.
Terjemahan
bebasnya
adalah,
Geografi
berkepentingan untuk memberikan deskripsi yang teliti, beraturan dan rasional tentang sifat variabel dari permukaan bumi. b. Widoyo Alfandi (2001: 81) mendefinisikan: “Geografi adalah ilmu yang menggunakan pendekatan holistik melalui kajian keruangan, kewilayahan, ekologi dan sistem serta historis untuk mendeskripsikan dan menganalisis struktur pola, fungsi dan proses interelasi, interaksi, interdependensi dan hubungan timbal balik dari serangkaian gejala, kenampakan atau kejadian dari kehidupan manusia (penduduk), kegiatannya atau budidayanya dengan keadaan lingkungannya di permukaan bumi, sehingga dari kajian tersebut dapat dijelaskan dan diketahui lokasi atau penyebaran, adanya persamaan dan perbedaan wilayah dalam hal potensi, masalah, informasi geografi lainnya, serta dapat meramalkan informasi baru atas gejala geografi untuk masa
mendatang dan menyusun dalil-dalil geografi baru, serta selanjutnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan kehidupan manusia”. c. Menurut hasil seminar dan lokakarya di Semarang tahun 1988 disepakati bahwa definisi geografi adalah “ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan dan kewilayahan dalam konteks keruangan” (Suharyono dan Moch Amien, 1994:15). Pada seminar dan lokakarya yang diselenggarakan di Semarang tahun 1989 dan 1990 para ahli geografi Indonesia merumuskan 10 konsep esensial geografi yang meliputi: lokasi, jarak, keterjangkauan, pola, morfologi, aglomerasi, nilai guna, interaksi atau interpendensi, diferensiasi area, dan keterkaitan ruangan (Suharyono dan Amin, 1994: 26-35). Berikut adalah pengertian 10 konsep esensial geografi tersebut (Wahyu Syamweli, 2009: 24-29) : a. Konsep lokasi Konsep lokasi atau letak adalah konsep utama yang sejak awal pertumbuhan geografi telah menjadi ciri khusus ilmu atau pengetahuan geografi, dan merupakan jawaban atas pertanyaan pertama dalam geografi, yaitu dimana? Secara pokok dapat dibedakan antara pengertian lokasi absolut dengan lokasi relatif. Lokasi absolut menunjukkan letak yang tetap terhadap sistem grid (kisi-kisi) atau koordinat. Sedangkan lokasi relatif lebih penting artinya dan lebih banyak dikaji dalam geografi, serta lazim juga disebut sebagai letak
geografis. Arti lokasi ini berubah-ubah bertalian dengan keadaan daerah sekitarnya. Lokasi yang berkaitan dengan keadaan sekitarnya dapat memberi arti yang sangat menguntungkan atau juga merugikan. b. Konsep jarak Jarak adalah panjang antara satu titik dengan titik lainnya, atau panjang antara dua tempat. Jarak dihubungkan dengan keuntungan yang dapat diperoleh, sehingga manusia cenderung akan memperhitungkan jarak. Jarak dibagi menjadi jarak mutlak dan jarak relatif. Jarak mutlak adalah panjang antara satu titik dengan titik lain yang diukur dengan menggunakan satuan panjang, misalnya jarak antara Yogyakarta dengan Solo adalah 50 km. Sedangkan jarak relatif adalah jarak yang diketahui dengan menggunakan alat ukur waktu yang sangat rentan terhadap banyak faktor yang dapat mempercepat atau memperlambat jarak tempuh tersebut, sehingga jarak relatif ini bersifat labil dan tidak tetap. Misalnya, jarak antara Yogyakarta dengan Solo dapat ditempuh dengan waktu kurang lebih 45 menit. c. Konsep keterjangkauan Keterjangkauan adalah bagaimana kemudahan hubungan atau interaksi antar tempat dapat dicapai, baik menggunakan sarana transportasi umum, tradisional, atau jalan kaki. Konsep ini juga bergantung pada faktor alam dan faktor sosial budaya. Misalnya suatu daerah tidak akan berkembang jika tidak ada sarana transportasi. Sulit
atau mudahnya suatu lokasi untuk dapat dijangkau dipengaruhi oleh lokasi, jarak dan kondisi tempat. d. Konsep pola Gejala-gejala alam yang tersebar tidak merata pada permukaan bumi membentuk aneka ragam pola yang digambarkan pada peta dalam berbagai ragam skala. Contohnya : pola iklim dunia, pola persebaran gunung-api, pola pengaliran sungai Jeneberang, pola okupasi manusia (berladang, bertani, berdagang, industri), pola pemukiman, dan pola lalu-lintas. Pola-pola dari berbagai ragam gejala tersebut dapat digolong-golongkan dan dipelajari secara sistematis. Gabungan dari berbagai macam pola di suatu tempat atau wilayah akan menentukan ciri-ciri tertentu dan memberikan corak khas dari berbagai area. e. Konsep morfologi Konsep morfologi adalah bagaimana bentuk rupa bumi yang terbentuk oleh tenaga endogen maupun eksogen yang mempengaruhi kegiatan mannusia disekitarnya. Misalnya bentuk lahan persawahan di daerah pegunungan akan lebih berbentuk terasering, berbeda dengan bentuk lahan persawahan di daerah dataran yang tidak membutuhkan terasering. f. Konsep aglomerasi Aglomerasi merupakan kecenderungan persebaran yang bersifat mengelompok pada suatu wilayah yang relatif sempit yang paling menguntungkan baik mengingat kesejenisan gejala maupun adanya
faktor-faktor umum yang menguntungkan. Aglomerasi merupakan kecenderungan pengelompokan suatu gejala yang terkait dengan aktivitas manusia. Misalnya manusia akan lebih memilih tinggal di daerah aliran sungai sebagai tempat tinggal, karena dekat dengan sumber kebutuhan utama yaitu air. g. Konsep nilai guna Manfaat yang diberikan oleh suatu wilayah di muka bumi pada makhluk hidup, tidak akan sama pada semua orang. Manfaat suatu wilayah atau daerah memiliki nilai tersendiri bagi orang yang menggunakkannya. Misalnya, kolong jembatan adalah tempat yang istimewa bagi para tuna wisma, yaitu sebagai rumah mereka, tetapi kolong jembatan bagi seorang yang kaya harta hanyalah sebagai penyangga jembatan saja. h. Konsep interaksi Interaksi merupakan peristiwa yang mempengaruhi daya-daya objek atau tempat satu dengan tempat lain. Setiap tempat yang mengembangkan potensi sumber dan kebutuhan yang tidak selalu sama dengan ditempat lain. Oleh karena itu senantiasa terjadi interaksi atau interdependensi antara tempat yang lain. Setiap wilayah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri, tetapi memerlukan hubungan dari wilayah lain sehingga memunculkan adanya hubungan timbal balik. Interaksi ini tidak terbatas kepada interaksi yang bersifat
materi, wujud, atau riil saja, tetapi interaksi yang terjadi dapat pula berupa ide yang bersifat tidak kasat mata. i. Konsep diferensiasi area Setiap wilayah merupakan hasil integrasi dari berbagai unsur serta fenomena alam yang berbeda-beda. Sehingga menjadikan suatu wilayah mempunyai corak tertentu sebagai suatu region yang berbeda dari wilayah lain. Unsur dan fenomena alam ini bersifat dinamis sehingga interaksi atau interdependensi akan menghasilkan karakteristik dapat berubah dari waktu ke waktu. Misalnya, daerah pesisir pantai sebagai daerah penghasil utama ikan laut dan daerah pegunungan sebagi daerah utama penghasil sayur-sayuran. j. Konsep keterkaitan ruang Keterkaitan ruang merupakan hubungan antara satu tempat dengan persebaran unsur serta fenomena alam yang terdapat pada tempat tersebut. Sehingga apapun yang tersedia di tempat tersebut akan mempunyai kaitan dengan fenomena-fenomena lainnya. Fenomena ini dapat berupa fenomena alam, tumbuhan maupun fenomena kehidupan sosial. Misalnya, hubungan antara daerah berbatu kapur dengan kesulitan ketersediaan air didaerah itu, atau hubungan antara wilayah perindustrian dengan jumlah penduduk serta jumlah pengangguran diwilayah itu.
Dalam penelitian ini, konsep yang digunakan adalah konsep lokasi, jarak, keterjangkauan atau aksesibilitas, morfologi, pola, interaksi, diferensiasi area serta konsep keterkaitan ruang. 2. Prinsip Geografi Ada empat prinsip yang digunakan dalam mengamati dan menganalisa gejala-gejala geografi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu (Wahyu Syamweli, 2009: 30-32): a. Prinsip persebaran Adanya sebaran fenomena, gejala, fakta, peristiwa dipermukaan bumi. Sebaran fenomena atau gejala ini ada yang teratur dan ada yang tidak teratur. Sebaran fenomena yang teratur misalnya ada pola pemukiman penduduk yang mengelompok, menyebar, memusat, memanjang bergantung kepada keadaan fenomena alam atau faktor lain yang mempengaruhinya. b.
Prinsip interelasi Interelasi diartikan sebagai hubungan antara fenomena yang satu dengan fenomena yuang lain pada suatu ruang. Prinsip ini menjelaskan bahwa fenomena atau gejala di muka bumi tidak mungkin berdiri sendiri sehingga pasti ada keterkaitan dengan fenomena lain.
c. Prinsip deskripsi Prinsip deskripsi dalam geografi digunakan untuk memberikan gambaran lebih jauh tentang gejala dan masalah geografi yang
dianalisis. Prinsip ini tidak hanya menampilkan deskripsi dalam bentuk peta, tetapi juga dalam bentuk diagram, grafik maupun tabel. d. Prinsip korologi Fenomena dilihat dari sebaran dan interelasi berada pada ruang tertentu. Artinya Prinsip ini boleh dikatakan menjadi gabungan diantara prinsip-prinsip geografi yang ada. Ketika kita mengunakan prinsip ini dalam menganalisis fenomena geosfer berarti menguraikannya dengan penggabungan prinsip yang ada. misalnya kita bicara tentang pasar pada suatu wilayah, maka pasar itu akan bergantung kepada fenomena pembeli, penjual, barang, transportasi, transaksi pada ruang tertentu pula. Prinsip korologi disebut juga sebagai prinsip keruangan. Dengan prinsip ini dapat dianalisis gejala, fakta, dan masalah geografi ditinjau dari penyebaran, interrelasi, dan interaksinya dalam ruang. Dalam penelitian ini, semua prinsip geografi digunakan meliputi: Prinsip persebaran digunakan untuk menjelaskan persebaran manusia dengan aktivitas sosial budayanya yang meliputi persebaran penduduk, permukiman, dan jasa. Prinsip interelasi menjelaskan tentang hubungan saling keterkaitan antara bentuk topografi wilayah dengan persebaran penduduknya. Prinsip deskripsi digunakan untuk menjelaskan gejalagejala pada daerah penelitian dengan bantuan data tabel. Sedangkan prinsip korologi digunakan untuk menjelaskan fakta, gejala maupun masalah yang ada pada daerah penelitian secara keseluruhan.
3. Pendekatan Geografi Disiplin ilmu geografi dapat diterapkan untuk menganalisis dan mempelajari permasalahan pembangunan. Hal ini berkaitan dengan objek studi geografi yang dibedakan menjadi objek material dan objek formal. Objek studi geografi adalah gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di permukaan bumi baik yang bersifat fisik maupun yang menyangkut makhluk hidup beserta permasalahannya, yang dapat dipelajari melalui tiga macam pendekatan yaitu pendekatan keruangan, pendekatan ekologi dan pendekatan kompleks wilayah (Wahyu Syamweli, 2009: 35-36). Setiap aktivitas manusia terkait dengan ruang sebagai habitat hidupnya. Ruang dengan berbagai sumber daya yang tersedia di dalamnya menopang kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhannya. WhynneHammond mengemukakan adanya tiga elemen analisis dalam keruangan, yaitu lokasi, interaksi dan area atau wilayah. Dalam lokasi digambarkan adanya hubungan antara titik-titik kegiatan tersebut dan terbentuknya suatu jaringan yang kompleks yang pada akhirnya terbentuk hierarki-hierarki kegiatan manusia dalam wilayah yang luas. Perkembangan dan pertumbuhan dari suatu wilayah tidak akan terlepas dan akan selalu terkait dengan perkembangan dan pertumbuhan wilayah-wilayah di sekitarnya. Hal ini didasarkan pada konsep pemikiran bahwa suatu wilayah tidak dapat berkembang dengan sendirinya tanpa adanya interaksi dan interdependensi dengan wilayah lain. Interaksi antar wilayah dapat terjadi
karena berbagai faktor atau unsur yang ada di dalam suatu wilayah. Faktor-faktor tersebut adalah: kemajuan masyarakat desa, perluasan jaringan jalan desa dan kota, serta kebutuhan timbal balik antara dua wilayah (Ferry Indraharti, 2005: 13). 4. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar atau disengaja guna untuk menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman untuk menentukan tujuan hidup sehingga bisa memiliki pandangan yang luas untuk kearah depan lebih baik dan dengan pendidikan itu sendiri dapat menciptakan orang-orang berkualitas. Pendidikan juga merupakan suatu usaha untuk mengembangkan intelektualitas supaya cepat dan tepat dalam mencerna semua gejala yang ada. Pendidikan itu sendiri juga dapat dilakukan baik dari keluarga, lingkungan, dan sekolah. Namun dengan adanya pendidikan itu sendiri dapat menciptakan suasana penuh gejolak untuk lebih maju karena suasana proses pembelajaran secara sehat sehingga memunculkan persaingan dalam meningkatkan pengetahuan atau persaingan sehat. Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang di harapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Karena tanpa pendidikan itu sendiri kita akan terjajah oleh adanya kemajuan saat ini, karena semakin lama semakin ketat pula
dalam persaingan dan semakin lama juga mutu pendidikan akan semakin maju pula. Jadi pendidikan sekarang hendaknya dimanfaatkan sebaik mungkin agar tidak ketinggalan oleh yang lain (Rosalina, M. Puteri. 200:45-47).
Pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. Pendidikan juga merupakan bimbingan eksistensial manusiawi dan bimbingan otentik, agar anak belajar mengenali jatidirinya yang unik, bisa bertahan hidup, dan mampu memiliki, melanjutkan, mengembangkan warisan-warisan sosial generasi yang terdahulu. Pendidikian memiliki makna:
a. Sebagai salah satu fungsi terpenting dalam pengembangan pribadi anak manusia dan pengembangan kebudayaan nasional. b.
Fungsi utama dalam usaha pembangunan (Kartini Kartono, 1990: 6). Pendidikan sangat dibutuhkan dalam penunjang pembangunan
nasional Indonesia. Karena melalui pendidikan, akan tercipta sumber daya manusia yang dapat membangun dan menciptakan karya yang memajukan kehidupan
berbangsa
dan
bernegara.
Kelangsungan
pendidikan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari dalam diri siswa (internal) maupun dari luar siswa (eksternal) (Ferry Indraharti, 2005: 9-10). Dalam penelitian ini peneliti mengambil faktor eksternal yaitu: faktor fisik (jarak dari rumah ke sekolah, keadaan topografi, dan keadaan transportasi).
5. Ruang Lingkup Pendidikan Batasan pengertian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dalam kongres Taman Siswa yang pertama pada tahun 1930 (Ferry Indraharti, 2005) menyebutkan: Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak dalam artian tidak boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan ketrampilan saja, namun diperluas sehingga mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan individu, sehingga tercipta pola hidup pribadi dan sosial yang baik. Pendidikan bukan semata-mata sebagai sarana untuk persiapan kehidupan yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan anak sekarang yang sedang mengalami perkembangan menuju tingkat kedewasaan. Pendidikan di Indonesia menganut konsep pendidikan seumur hidup yang bertolak dari suatu pandangan bahwa pendidikan adalah unsur esensial sepanjang umur seseorang. Dengan demikian ruang lingkup pendidikan meliputi: pendidikan informal, pendidikan formal, dan pendidikan non formal (Hadikusumo, 1996: 24-25).
a.
Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 4). Pendidikan yang diperoleh seseorang dalam lingkungan pendidikan informal ini tidak terorganisir, yakni tanpa orang tertentu yang ditunjuk sebagai pendidik, tanpa program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, tanpa evaluasi yang formal berbentuk ujian. Namun demikian pendidikan informal ini sangat penting bagi pembentukan pribadi seseorang. b.
Pendidikan formal Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikian dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 3). Dalam pendidikan formal ini terdapat organisasi yang ketat dan nyata dalam berbagai hal, yaitu; adanya perjenjangan, program atau bahan pelajaran yang sudah diatur secara formal, cara mengajar juga secara formal, waktu belajar dan lain-lain. Dalam pendidikan formal terdapat jenjang pendidikan yang berkelanjutan, yang ditetapkan berdasarkan perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan penyajian bahan pelajaran. Jenjang pendidikan formal terdiri dari:
1) Pendidikan dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 11) disini yang dimaksud pendidikan dasar adalah pendidikan yang diselenggarakan selama enam tahun disekolah dasar dan tiga tahun disekolah menengah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat. 2) Pendidikan menengah Pendidikian menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, yang terdiri atas pendidikan menengah dan pendidikan menengah kejuruan (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 12). Sekolah menengah umum adalah sekolah pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan ketrampilan siswa. 3) Pendidikian tinggi Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma,
sarjana,
magister,
spesialis,
dan
doktor
yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi, yang diselenggarakan dengan sistem terbuka (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 12). Disini untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.
c.
Pendidikan non formal Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 4) Pendidikan ini meliputi
berbagai
usaha
khususnya
diselenggarakan
secara
terorganisir agar terutama generasi muda dan juga orang dewasa, yang tidak sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga negara yang produktif. Ki Hajar Dewantara juga merumuskan pendidikan yang ada disekitar manusia kedalam tiga istilah, yaitu dikenal sebagai “tri pusat pendidikan” (Said Suhil Achmad, 2010: 4-10): a.
Pendidikan keluarga Pendidikan keluarga atau pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga. Pendidikan informal adalah suatu proses pembelajaran yang terjadi di kehidupan sehari-hari di dalam keluarga terdekat. Sebagai orang tua atau orang dekat lainnya di dalam keluarga itu mengenalkan nama benda-benda dan cara mengucapkan yang benar, cara makan minum yang benar, cara menghormati orang, cara menulis, cara menggambar dan cara beribadah dan sebagainya untuk dasar anak memasuhi dunia formal (sekolah dan masyarakat) nantinya. Pada prinsipnya pendidikan dalam keluarga adalah untuk
membantu anak bagaimana belajar Pendidikan dalam keluarga lebih menonjolkan bagaimana kita mengajar diri kita sendiri, dimana kita cenderung untuk berbicara dan bergabung dalam kegiatan dengan orang lain di sekitar anak, dan ini berlangsung secara tidak sadar dalam waktu selama pergaulan dengan anak terjadi, mulai dari anak bangun sampai akan tidur didengarkan cerita dan nyanyian yang mengandung nilai pendidikan sebagai bekal anak nemasuki dunia formal. Langeveld menyatakan, tiap-tiap pergaulan antara orang dewasa (orang tua) dengan anak adalah merupakan lapangan atau suatu tempat di mana pekerjaan mendidik itu berlangsung. Pendidikan itu merupakan suatu gejala yang terjadi di dalam pergaulan antara orang dewasa dengan orang yang belum dewasa. Dengan cara pergaulan sehari-hari, anak merasa dirinya dibawa kepada kedewasaan oleh orang dewasa dan keadaan seperti itu merupakan gejala-gejala pendidikan, baik di dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat dan pergaulan semacam itulah yang disebut pergaulan pedagogis. b.
Pendidikan di masyarakat Pendididikan di masyarakat tidak dapat dikesampingkan dari pendidikan keluarga dan pendidikan di lembaga pendidikan, karena menurut Ahmadi (1991) kedua lembaga tadi tidak boleh terlepas dari tatanan kehidupan sosial dan berjenis-jenis kebudayaan yang sedang berkembang di dalam masyarakat di mana keluarga dan sekolah itu
berada. Oleh karena itu pendidikan di masyarakat yang bersifat nonformal ini menjadi bagian dari wacana internasional tentang kebijakan pendidikan pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. Hal ini dapat dilihat sebagai berkaitan dengan konsep berulang dan pembelajaran seumur hidup. Ketat (1996) menunjukkan bahwa sementara konsepkonsep yang terakhir harus dilakukan dengan ekstensi pendidikan dan pembelajaran sepanjang hidup, pendidikan non-formal adalah tentang "mengakui pentingnya pendidikan, belajar dan pelatihan yang berlangsung di luar lembaga-lembaga pendidikan yang diakui”. c.
Pendidikan di lembaga pendidikan Pendidikan di lembaga pendidikan ini sama seperti pendidikan formal. Pendidikan di lembaga pendidikan ini adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sekolah adalah lembaga yang dirancang untuk mengajarkan siswa (atau "murid") di bawah pengawasan guru. Didalam dunia pendidikan istilah sekolah sudah sangat lazim. Sekolah merupakan salah satu pusat pendidikan yang diharapkan
bisa
mencerdaskan
kehidupan
bangsa
dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiriserta tanggung jawab kemasyrakatan dan kebangsaan
6. Faktor Lingkungan Fisik a.
Jarak dari rumah ke sekolah Perkembangan wilayah dipengaruhi oleh lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi relatif suatu wilayah atau tempat yaitu, kedudukan wilayah atau tempat yang bersangkutan dalam hubungan dengan faktor alam dan budaya yang ada disekitarnya. Lokasi ini menggambarkan keterjangkauan, perkembangan dan kemajuan suatu wilayah yang bersangkutan dengan wilayah lain (Sumaatmadja, 1986: 45). Keterjangkauan yang rendah akan menyebabkan sukarnya suatu daerah mencapai kemajuan, sebaliknya semakin daerah itu mudah dijangkau maka semakin mudah daerah itu mengalami kemajuan. Hal ini berkaitan dengan jarak, semakin dekat jarak antar daerah berarti semakin mudah kontak terjadi (Bintarto, 1979: 16). Dari sini dapat disimpulkan bahwa jarak yang jauh dari rumah akan sulit dicapai dan membutuhkan banyak biaya. Dengan jarak yang jauh maka untuk ke sekolah dibutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang lebih.
b. Fasilitas jalan Pembanguan jaringan jalan mulai meluas setelah kendaraan bermotor mulai digunakan. Kendaraan bermotor dan jalan raya menjadi suatu jenis angkutan darat, kendaraan bermotor merupakan sarana dan jalan raya merupakan prasarana angkutan. Alat angkutan ini
berkembang
cepat,
sehingga
perannya
ikut
menentukan
perkembangan ekonomi dan perkembangan sosial, politik di banyak
negara di dunia. Jalan adalah prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalulintas kendaraan, orang dan hewan. Semakin proporsional kebutuhan fasilitas jalan dengan kebutuhan mobilitas penduduk di suatu wilayah, maka semakin baik pula perkembangan pembangunan di wilayah tersebut. Pengertian jalan tidak terbatas pada jalan pada permukaan tanah,
akan
tetapi
termasuk
jalan
yang
melintasi
sungai
besar/danau/laut, dibawah permukaan air dan diatas permukaan tanah. Menurut perannya jalan dikelompokkan dalam 3 golongan, yaitu (Ferry Indraharti, 2005: 22-23): 1) Jalan arteri (yang melayani angkutan utama), dengan ciri-ciri perjalanan jauh, kecepatan rata-rata tinggi, jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 2) Jalan kolektor yang melayani angkutan pengumpulan dengan ciriciri: perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, jumlah jalan masuk dibatasi. 3) Jalan lokal yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri: perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Fungsi jalan dibedakan menjadi: 1) Fungsi jalan primer (kelas 1) atau lebih sering disebut jalan propinsi karena berfungsi menghubungkan jalan antar kota-kota
penting, atau menghubungkan pusat industri ke pelabuhan atau ke bandara, jalan digunakan untuk kendaraan yang berkecepatan tinggi dan bertonase besar. 2) Fungsi jalan sekunder (kelas II) merupakan jalan antar kota yang lebih klecil (kecamatan), biasanya dilalui kendaraan yang berkecepatan sedang sampai tinggi, dengan bobot sedang. 3) Fungsi jalan penghubung (kelas III) atau kolektor merupakan jalan sejenis atau berlainan jenis. c. Keadaan topografi Topografi suatu wilayah mempengaruhi kegiatan penduduknya. Desa yang sebagian besar penduduk yang hidup bertani, maka topografi suatu wilayah berperan sangat penting. Pertanian lebih mudah diusahakan di daerah datar jika dibandingkan dengan daerah yang topografinya terlalu kasar,miring, atau terlalu berombak. Topografi suatu wilayah akan mempengaruhi kelancaran aktivitas dan interaksi penduduknya. Topografi yang datar memberikan kemudahan bagi penduduk untuk berhubungan dengan daerah lain, sebaliknya daerah yang bergunung-gunung akan menyulitkan penduduk untuk beraktivitas atau berhubungan dengan daerah lain (Wahyu Syamweli, 2009: 33). Berikut adalah klasifikasi kemiringan lereng menurut Van Zuidam (1985): Tabel 2. Klasifikasi Kemiringan Lereng Menurut Van Zuidam, 1985
Kemiringan Lereng (%) Klasifikasi Bentuk Lereng 0–2 Datar/hampir datar 3–7 Agak landai 8 – 13 Landai 14 – 20 Agak terjal 21 – 55 Terjal Sumber: http://pustaka.unpad.ac.id/klasifikasi-kemiringan-lereng d. Fasilitas transportasi Pengangkutan menyangkut bidang yang luas. Hampir seluruh kehidupan
manusia
tidak
terlepas
dari
keperluannya
akan
pengangkutan. Pengangkutan diartikan sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Pengangkutan tumbuh dan berkembang sejalan dengan majunya tingkat kehidupan dan budaya manusia. Kehidupan masyarakat yang maju ditandai oleh mobilitas yang tinggi, yang dimungkinkan oleh tersedianya fasilitas pengangkutan yang cukup. Sejak dahulu manusia sudah mengenal pengangkutan, cara pengangkutan yang sederhana adalah memikul dan menunjang barang secara sedarhana. Bentuk pengangkutan yang masih sederhana adalah pengangkutan gerobak, barang
yang ditarik
binatang. Dengan menggunakan gerobak, manusia dapat mengangkut barang-barang yang lebih banyak dan dapat bepergian kedaerah-daerah yang jauh letaknya (Daldjoeni. N, Suyitno. A, 1982). Transportasi yang berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik dan pertahanan-keamanan diarahkan pada
terwujudnya
sistem
transpotrasi
nasional
yang
handal,
berkemampuan tinggi, dan diselenggarakan secara terpadu, tertib,
lancar, dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika roda pembangunan untuk mendukung mobilitas manusia, barang
dan
jasa.
Mendukung
pengembangan
wilayah
dan
meningkatkan hubungan internasional yang lebih memantapkan kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keterkaitan dengan pendidikan anak bahwa tercukupinya sarana dan prasaran transportasi mempengaruhi anak untuk melanjutkan pendidikannya. Semakin banyak sarana dan prasarana, maka mempermudah anak untuk pergi ke sekolah (Daldjoeni. N, Suyitno. A, 1982). B. Kerangka Berpikir Menjadi bangsa yang maju dalam segala aspek tentu merupakan citacita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Sudah menjadi suatu rahasia umum bahwa maju atau tidaknya suatu negara di pengaruhi oleh faktor pendidikan. Sehingga tingkat pendidikan suatu negara adalah merupakan tonggak ukur keberhasilan pembangunan di negara tersebut. Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang setara dan layak berstandar nasional. Tetapi pada kenyataannya, pemerataan pendidikan yang bermutu dan kompeten di Indonesia pada saat ini mayoritas hanya terdapat di daerah perkotaan saja sehingga terjadi ketimpangan apabila kita melihat lalu membandingkan dengan kenyataan pendidikan di daerah pedesaan dan terpencil. Hal ini cukup memprihatinkan, karena Indonesia sekarang ini di tuntut untuk siap menghadapi efek positif maupun negatif dari globalisasi. Apabila tidak dibentuk jati diri dan kesiapan pada individu yang
matang di era globalisasi, maka di takutkan moral norma bangsa serta jiwa Indonesia akan pudar. Sudah seharusnya pendidikan sebagai wahana atau salah satu instrumen yang digunakan untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, juga dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk mempelajari pengetahuan dan ketrampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia produktif. Untuk itu pendidikan di daerah pedesaan berhak untuk mendapatkan perhatian agar terjadi mutu pendidikan yang merata. Di pedesaan atau daerah terpencil, lulusan SMP atau sederajat saja sulit untuk ditemukan. Kebanyakan dari mereka hanya lulusan SD (Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia). Ada beberapa hal yang mempengaruhi rendahnya lulusan SMP melanjutkan ke jenjang SMA di daerah pedesaan atau daerah terpencil, yaitu faktor sosial ekonomi, faktor budaya, faktor minat, cita-cita dan motivasi lulusan SMP serta faktor geografis wilayah. Hal ini merupakan masalah dalam bidang pendidikan yang seharusnya dapat dicarikan solusinya sehingga tercapai pemerataan pendidikan bagi seluruh penduduk Indonesia yang nantinya akan mencetak sumber daya manusia yang bersaing di dunia internasional sehingga menciptakan Indonesia yang berkelas internasional dan setara dengan negara maju lainnya. Dalam penelitian ini, objek yang di kaji adalah faktor fisik geografis wilayah penelitian yang mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo.
Kerangka berpikir di plotkan kedalam sebuah diagram alir penelitian untuk mempermudah pengertian.
Diagram Alir Kerangka Berpikir. Lulusan SLTP Di Kecamatan Samigaluh
Faktor fisik geografis - Jarak - Topografi - Aksesibilitas Melanjutkan ke SLTA C. Pertanyaan Penelitian Dari kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian berikut ini, yaitu bagaimana faktor fisik geografis mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo. 1. Bagaimanakah jarak mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo? 2. Bagaimanakah keadaan topografi mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo? 3. Bagaimanakah tingkat aksesibilitas mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo?
BAB III METODE PENELITIAN Penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
penelitian
deskriptif
kuantitatif yaitu peneitian yang lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagai mana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada. Hasil penelitiannya difokuskan untuk memberikan gambaran keadaan sebenarnya dari objek yang diteliti (Pabundu Tika, Moh. 2005:4). A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu penelitian Peneliti ini dilakukan pada tanggal 28 Juni 2011 sampai 17 Juli 2011. 2. Tempat penelitian Penelitian bertempat di Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo, karena disinyalir di kecamatan ini masih banyak lulusan SLTP yang tidak melanjutkan ke SLTA. B. Variabel dan Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel yang diteliti adalah: faktor fisik geografis penyebab rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA dengan indikator: faktor fisik, yang meliputi variabel-variabel:
1. Jarak tempat tinggal dengan sekolah
Dalam peneltian ini, jarak adalah panjang antara rumah sampel dengan sekolah tujuan yang diukur dengan satuan panjang, yaitu kilometer.
2. Keadaan topografi Topografi dalam penelitian ini adalah relief yang dilewati oleh sampel yang terdapat di daerah Kecamatan Samigaluh. 3. Tingkat aksesibilitas Aksesibilitas
disini
ialah
mudah
tidaknya
lokasi
sekolah
dijangakau. Kemudahan mencapai lokasi sekolah meliputi variabel: a.
Kondisi jalan yang dilalui sampel untuk menuju lokasi sekolah.
b.
Ketersediaan transportasi yang mendukung sampel untuk menuju sekolah.
c.
Waktu tempuh yang dibutuhkan sampel untuk mencapai lokasi sekolah.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lulusan SLTP yang lulus antara tahun 2000 sampai lulusan tahun 2009 yang tidak melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh, yaitu 441 orang. 2. Sampel
Pengambilan sampel sistematis adalah suatu metode pengambilan sampel yang dilakukan secara sistematis menurut suatu pola tertentu (Singarimbun,1987 : 160). Penentuan sampel adalah berpedoman pada tabel Penentuan Sampel (Isaac dan Michael) dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 0.05) dapat diketahui banyaknya sampel adalah 195 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik pengambilan sample sistematis (Systematic Sampling). Cara penggunaan metode sampel sistematis dalam penelitian ini adalah dengan mengambil populasi pada tujuh desa di kecamatan Samigaluh, kemudian diberi nomor urut, kemudian sampel ditentukan denngan tiap nomor urut kelipatan dua, sehingga diperoleh sampel sebanyak 195 orang
yang
tersebar di tujuh desa. D. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi Metode ini di lakukan dengan tujuan mendapatkan data penelitian secara langsung mengenai kondisi fisik daerah penelitian. Data yang diperoleh merupakan data primer yaitu topografi wilayah penelitian, ketersediaan transportasi dan letak SLTA terdekat dengan rumah sampel. Data tersebut diperoleh dengan menggunakan alat penelitian berupa kamera digital, meteran, pulpen dan kertas.
2. Wawancara Metode wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara bebas dengan menggunakan alat instrumen penelitian berupa kuesioner yang akan di isi oleh sampel penelitian. Wawancara ini digunakan untuk memperoleh data/informasi mengenai faktor fisik yang menghambat lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. Pelaksanaan metode ini yaitu dengan membawa alat penelitian/kuesioner yang lengkap dan terperinci atau panduan wawancara yang telah dipersiapkan dan ditentukan terlebih duhulu, yang ditujukan bagi anak lulusan SLTP yang tidak melanjutkan ke SLTA. Sedangkan yang memerlukan jawaban tambahan, langsung dicatat oleh peneliti. 3. Dokumentasi Yaitu metode yang dipakai untuk memperoleh data yang sudah ada di kantor desa, kantor kecamatan, Diknas, dan instansi lain serta melalui internet yang memiliki data yang relevan untuk menunjang penelitian. Dengan metode dokumentasi, peneliti akan memperoleh data sekunder yang akan digunakan untuk menunjang hasil penelitian. Data didapat dengan menggunakan alat penelitian berupa pulpen, kertas, komputer, dan kamera digital serta program-program pembaca dan pengolah data.
Data yang diperlukan tersebut adalah:
No Jenis Data
Sumber Data
1.
Peta Administratif Kecamatan Samigaluh
Pemerintah Kecamatan Samigaluh
2.
Data Kependidikan Kecamatan Samigaluh
Pemerintah Kecamatan Samigaluh
3.
Data sarana dan prasarana daerah Kecamatan Samigaluh
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo
4.
Data kondisi geografis daerah Kecamatan Samigaluh
Pemerintah Kecamatan Samigaluh
E. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis deskriptif persentase Untuk mengetahui atau mengungkapkan variabel di atas, data yang diperoleh diolah dan diklasifikasikan sehingga menjadi akumulasi data yang selanjutnya dibuat tabel-tabel, kemudian diproses lebih lanjut menjadi perhitungan dalam pengambilan keputusan. 2. Analisis kuantitatif Metode ini digunakan untuk mengetahui keterjangkauan suatu daerah dengan daerah lain. Kaitannya dengan jarak maka digunakan analisis keruangan yaitu analisis potensi penduduk. Semakin besar potensi penduduk di suatu daerah, maka semakin potensial daerah tersebut untuk dijadikan pusat pembangunan. Dalam hal ini, dengan analisis potensi wilayah akan diketahui apakah pembangunan SLTA di Kecamatan Samigaluh sudah memenuhi teori potensi penduduk atau tidak.
Analisis ini untuk menemukan ada tidaknya persesuaian antara potensi penduduk tiap desa di Kecamatan Samigaluh dengan letak SLTA yang terdekat di Kecamatan Samigaluh. Langkah pertama dalam analisis ini adalah mencari potensi penduduk tiap desa di Kecamatan Samigaluh. Langkah kedua ialah dari data yang telah diperoleh, dibuat peta dengan garis kontur yang menghubungkan tempat-tempat dengan potensi penduduk yang sama, yaitu yang dinyatakan dalam persentase terhadap tempat dengan potensi penduduk yang tinggi. Langkah yang terakhir, menganalisis peta tersebut sehingga diketahui desa mana yang memiliki potensi penduduk paling tinggi. Untuk potensi penduduk dicari dengan rumus:
Keterangan: PPn
: potensi penduduk tempat n
Pn
: jumlah penduduk tempat n
Jn
: jarak antara tempat n dengan tempat terdekat dengan tempat n
J1.2
: jarak antara tempat 1 dengan tempat 2
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1.
Letak dan luas wilayah a. Letak wilayah Kecamatan Samigaluh merupakan salah satu kecamatan yang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Kulon Progo. Kecaamatan Samigaluh berada di sebelah utara dalam wilayah Kabupaten Kulon Progo dengan jarak 42 km dari ibu kota Kabupaten, sedangkan ibukota kecamatan terletak di desa Gerbosari. Secara astronomis, Kecamatan Samigaluh terletak diantara 7º 38’ 42”LS – 7º 42’ 53”LS dan 110º 06’ 47”BT – 110º 14’ 8”BT. Secara administratif, Kecamatan Samigaluh berbatasan dengan: 1) Sebelah utara
: Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
2) Sebelah timur
: Kecamatan Kalibawang
3) Sebelah selatan
: Kecamatan Girimulyo
4) Sebelah barat
: Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah
Berikut adalah peta administratif Kecamatan Samigaluh.
Sumber: Kecamatan Samigaluh Dalam Angka 2008
b. Luas wilayah
Luas Kecamatan Samigaluh adalah 6.929,31 ha. Sedangkan luas tiap desa di Kecamatan Samigaluh dapat dilihat di tabel berikut: Tabel 3. Luas Desa Dan Persentase Lulas Desa di Kecamatan Samigaluh Persentase Luas Desa Terhadap Nama desa Luas desa(ha) Kecamatan(%) Kebonharjo
748,63
10,80
Banjarsari
855,44
12,35
Purwoharjo
1.009,26
14,57
Sidoharjo
1.374,46
19,84
Gerbosari
1.076,61
15,54
Ngargosari
724,39
10,45
Pagerharjo
1.140,52
16,46
Jumlah
6.929,31
100,00
Sumber: BPS Kabupaten Kulon Progo Desa dengan persentase luas wilayah terbesar adalah Desa Sidoharjo dengan luas desa 1.374,46 ha. Sedangkan desa dengan luas wilayah terkecil adalah Desa Ngargosari dengan luas 724,39 ha atau 10,45% dari luas Kecamatan Samigaluh. 2. Kondisi fisik wilayah a. Keadaan topografi Kecamatan Samigaluh mempunyai tujuh desa, yaitu Desa Kebonharjo,
Banjarsari,
Purwoharjo,
Sidoharjo,
Gerbosari,
Ngargosari dan Pagerharjo. Sebagian besar wilayah Kecamatan
Samigaluh berkontur perbukitan yang termasuk dalam deretan perbukitan Menoreh. Ketinggian wilayah Kecamatan Samigaluh adalah 500-1000m diatas permukaan air laut (dpal), dengan kemiringan lereng 15-40%, serta tutupan lahan yang masih didominasi oleh vegetasi sehingga berdampak hawa yang cukup dingin pada wilayah ini, yaitu sekitar 23-26 0C. Topografi suatu wilayah akan mempengaruhi kelancaran aktivitas penduduknya. Topografi yang datar maemberikan kemudahan bagi penduduk untuk berhubungan dengan daerah lain, sebaliknya daerah yang bergunung-gunung akan menyulitkan penduduk untuk beraktivitas atau berhubungan dengan daerah lain sehingga mempengaruhi laju pembangunan. Keadaan topografi Kecamatan Samigaluh yang berupa perbukitan dan pegunungan menyebabkan daerah tersebut tergolong sulit untuk dicapai, dan sulit untuk berhubungan dengan daerah lain, sehingga intensitas interaksi untuk mecapai pendidikan dan pembangunan terhalangi. b. Penggunaan lahan Penggunaan lahan di Kecamatan Samigaluh terdiri dari lahan kering, kemudian bangunan, sawah, dan hutan rakyat. Sedangkan lainnya dipergunakan untuk kepentingan lain-lain, seperti: makam, tempat ibadah, jalan, dan untuk tempat rekreasi dan olah raga. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel di bawah ini:
Tabel 4. Luas Desa Dirinci Menurut Penggunaan Lahan Di Kecamatan(Ha) Nama Desa Tanah Tanah KeringBangunan Hutan LainJumlah Sawah Rakyat nya Kebonharjo
139,94
208,96
328,60
-
71,13
748,63
Banjarsari
132,00
336,70
322,98
-
63,76
855,44
Purwoharjo
174,88
305,87
427,10
-
101,41
1.009,26
Sidoharjo
113,00
627,48
458,48
90,00
85,50
1.374,46
Gerbosari
199,98
311,12
459,34
-
106,17
1.076,61
Ngargosari
14,00
435,46
249,23
-
25,70
724,39
Pagerharjo
118,68
550,74
329,26
101,85
39,99
1.140,52
Jumlah
892,48
2.776,33
2.574,99
191,85
493,66
6.929,31
Sumber : BPS Kabupaten Kulon Progo, 2007 3.
Kondisi sosial ekonomi daerah penelitian a. Jumlah, kepadatan dan pertumbuhan penduduk Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Kulon Progo tahun 2007, jumlah penduduk Kecamatan Samigaluh terdiri dari 50,37% penduduk laki-laki dan 49,63% penduduk perempuan. Keseluruhan penduduk Kecamatan Samigaluh adalah asli warga negara Indonesia. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Desa Gerbosari sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Desa Kebonharjo.
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Samigaluh (jiwa) Laki% Perempuan % Jumlah Nama desa laki Kebonharjo
1.468
1.464
2.932
Banjarsari
1.932
1.946
3.878
Purwoharjo
2.004
2.224
4.228
Sidoharjo
2.593
2.502
5.095
Gerbosari
2.863
2.595
5.458
Ngargosari
2.002
2.004
4.006
Pagerharjo
2.656
2.554
5.210
15.518 50,37
15.289
Jumlah
49,63
30.807
%
100
Sumber: BPS Kabupaten Kulon Progo (2007) Dari data tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari pada jumlah penduduk perempuan, yaitu 15.518 jiwa penduduk laki-laki, dan 15.289 jiwa penduduk perempuan. Menurut data BPS Kabupaten Kulon Progo tahun 2007, besarnya sex rasio atau perbandingan jumlah penduduk lakilaki dan perempuan dikalikan seratus di Kecamatan Samigaluh adalah 101, yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih besar 1% dari jumlah penduduk perempuan. Menurut data BPS Kabupaten Kulon Progo, kepadatan penduduk kasar (jumlah penduduk dibagi luas wilayah) di Kecamatan Samigaluh adalah 4 jiwa/Ha. b. Tingkat pendidikan
Tingkat
pendidikan
penduduk
Kecamatan
Samigaluh
terbanyak adalah tamat SD/sederajat yaitu sebesar 69,97%. Secara umum pendidikan penduduk Kecamatan Samigaluh adalah rendah, meskipun sudah ada yang menyelesaikan sampai pada jenjang SMA yaitu 10,09% atau bahkan ada yang menyelesaikan sampai perguruan tinggi yang hanya 1,23%. Untuk tingkat pendidikan penduduk dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 6. Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Samigaluh Pendidikan Umum Pria Wanita Jumlah % Tertinggi yang (Orang) (Orang) (Orang) Ditamatkan SD/sederajat
3.752
5.957
9.709
69,97
SMP/sederajat
1.988
609
2.597
18,71
SMA/sederajat
1.008
392
1.400
10,09
Universitas/PT
133
35
168
1,23
Jumlah
6.881
13.874
100
6.993
Sumber: Data Monografi Kecamatan Samigaluh (2007) Tingkat pendidikan yang rendah ini akan mempengaruhi persaingan sumber daya manusia dibidang dunia pekerjaan. Lulusan yang rendah akan bekerja dibidang yang tidak terlalu membutuhkan keterampilan khusus, sedangkan yang lulusan tinggi
akan
bekerja
di
luar
daerah
yang
lebih
membutuhkan
keterampilannya. c. Mata pencaharian Untuk mata pencaharian, sebagian besar penduduk Kecamatan Samigaluh adalah bekerja di bidang pertanian. Berikut data luas panen, produksi dan rata-rata produksi bidang pertanian di Kecamatan Samigaluh. Tabel 7. Komoditi Bidang Pertanian Kecamatan Samigaluh Komoditi Luas panen Produksi Rata-rata Produksi(Kw/Ha) (Ha) (Ton) Padi sawah
1.047
5.991
56.74
Jagung
414
2.516,29
52,78
Ketela pohon
517
8.657,16
170,37
Kacang tanah
40
35,83
8,96
Sumber: Kecamatan Samigaluh Dalam Angka 2008 Mata pencaharian penduduk Kecamatan Samigaluh selain dibidang pertanian adalah dibidang peternakan, perkebunan, perikanan, pemerintahan, perdagangan dan jasa. Untuk bidang perkebunan, mayoritas penduduk Kecamatan Samigaluh menanam pohon cegkeh sebagai komoditas utama. B. Deskripsi Responden Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi umur responden, jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan. 1. Umur
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa umur responden berkisar antara 16 sampai 25 tahun. Ada yang baru lulus SLTP tetapi tidak melanjutkan ke SLTA, ada juga yang sudah 9 tahun lulus SLTP tetapi tidak melanjutkan ke SLTA. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel persebaran umur responden berikut: Tabel 8. Persebaran Umur Responden Rentang Umur Frekuensi (tahun) (orang)
Persentase (%)
16-19
87
44,44
20-23
71
36,50
24-27
37
19,06
Jumlah
195
100
Sumber: Data Primer 2011 Berdasarkan
tabel
persebaran
umur
diatas,
dapat
ditarik
kesimpulan bahwa responden terbanyak sebesar 44,44% berumur antara 16 sampai 19 tahun. Sedangkan yang paling sedikit adalah responden yang berumur antara 24 sampai 27 tahun atau hanya 19,06%.
2. Jenis kelamin Jenis kelamin responden di dominasi oleh jenis kelamin wanita yaitu sebesar 58,73% atau 114 orang, sedangkan 41,26% atau 81 orang responden adalah laki-laki.
3. Status perkawinan Responden dalam penelitian ini sebagian besar belum menikah, seperti yang diperlihatkan tabel berikut: Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan Status pernikahan Frekuensi Persentase (orang)
(%)
Belum menikah
130
66,67
Menikah
65
33,33
Duda/janda
0
0
Jumlah
195
100
Sumber: Data Primer 2011 Jumlah responden yang belum menikah menurut tabel diatas adalah 66,67%, sedangkan untuk responden yang telah menikah sebanyak 33,33% dan 0% responden yang berstatus duda maupun janda. 4. Status pekerjaan Status pekerjaan dalam penelitian ini dibagi menjadi belum bekerja dan sudah bekerja. Diketahui bahwa responden sebanyak 76,19% atau 147 orang yang sudah bekerja dan 23,81% atau 48 orang yang belum bekerja.
C. Faktor Fisik Geografis yang Mempengaruhi Rendahnya Lulusan SLTP Melanjutkan ke SLTA 1. Jarak Dalam penelitian ini, jarak yang dimaksud adalah jarak dari rumah responden ke SLTA terdekat atau SLTA tujuan. Jarak pada jawaban responden dibagi dalam kategori dekat, sedang dan jauh. Untuk kategori jarak dekat, jawaban responden adalah kurang dari 3 km, untuk jarak sedang adalah antara 3,1 sampai 6,9 km, dan untuk kategori jauh adalah lebih dari 7 km. Berikut tabel jarak rumah responden dengan sekolah tujuan: Tabel 10. Jarak Rumah Responden ke Sekolah Jarak Frekuensi
Persentase
(Orang)
(%)
Dekat (≤3 km)
37
19,04
Sedang (3,1-6,9km)
62
31,75
Jauh (≥7 km)
96
49,21
Jumlah
195
100
Sumber: Data Primer 2011 Dari data diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar yaitu 49,21% rumah responden terletak lebih dari 7 km dari sekolah tujuan atau dikategorikan kedalam jarak jauh. Kemudian 31,75% responden memiliki rumah yang berjarak sedang dari sekolah tujuan. Sedangkan rumah responden yang dekat dengan sekolah tujuan dan tidak melanjutkan sekolah ke tingkat SLTA adalah 19,04%.
2. Keadaan topografi Keadaan topografi dalam penelitian ini adalah bentuk rupa bumi yang dilalui responden ke sekolah tujuan. Pembagian kategori keadaan topografi adalah datar, berbukit-bukit, serta datar dan berbukit-bukit. Berikut tabel persentase jawaban responden mengenai keadaan topografi: Tabel 11. Keadaan Topografi Wilayah Keadaan topografi Frekuensi
Persentase
(Orang)
(%)
Datar
22
11,12
Berbukit-bukit
34
17,47
Datar dan berbukit-bukit
139
71,41
Jumlah
195
100
Sumber: Data Primer 2011 Dengan melihat data tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa mayoritas responden melewati relief bumi yang datar dan berbukitbukit untuk mencapai sekolah tujuan. Responden yang melewati topografi datar dan berbukit-bukit sebanyak 71,41%, responden yang melewati topografi yang berbukit-bukit saja adalah sebanyak 17,47%, dan responden yang hanya melewati daerah datar saja untuk mencapai sekolah tujuan adalah 11,12%. 3. Aksesibilitas Aksesibilitas dalam penelitian ini adalah kemudahan responden dalam menjangkau atau mencapai sekolah tujuannya. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
aksesibilitas
adalah
ketersediaan
sarana
transportasi pribadi maupun transportasi umum, waktu tempuh, jenis dan kondisi jalan serta potensi penduduk Kecamatan Samigaluh.
a. Ketersediaan transportasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa 52 orang (26,69%) responden tidak memiliki sarana transportasi pribadi untuk menuju sekolah tujuan dan mengandalkan sarana trasnportasi umum untuk mencapai sekolah tujuan, sisanya 143 orang (74,31%) responden memiliki sarana transportasi pribadi. Ketersediaan sarana transportasi umum yang paling mudah didapat adalah jasa ojek motor. Sedangkan sarana transportasi umum yang lain adalah bis yang beroperasi 1 (satu) angkutan saja setiap harinya. b. Waktu tempuh Waktu tempuh dalam penelitian ini adalah waktu yang dibutuhkan responden untuk mencapai sekolah tujuan. Waktu tempuh dibagi dalam tiga kategori, yaitu 0-30menit, 30-60menit dan lebih dari 60menit. Berikut adalah tabel waktu tempuh responden: Tabel 12. Waktu Tempuh Waktu tempuh
Frekuensi
Persentase
(Orang)
(%)
0 – 30 menit
68
34,92
30 – 60 menit
108
55,56
Lebih dari 60 menit
19
9,52
Jumlah
195
100
Sumber: Data Primer 2011 Sebanyak 55,56% responden mebutuhkan waktu 30-60 menit untuk mencapai sekolah tujuannya. Sedangkan 34,92% responden hanya membutuhkan waktu 0-30 menit, dan 9,52% responden yang menbutuhkan waktu tempuh lebih dari 60 menit. c. Jenis dan kondisi jalan Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 127 orang (65,07%) responden melewati jenis jalan yang beraspal menuju sekolah tujuannya. Dan sisanya 34,93% atau 68 orang responden melewati jalan tanah dan beraspal untuk mencapai sekolah tujuan. Sedangkan tidak ada responden yang hanya melewati jalan tanah untuk mencapai sekolah tujuan. Mengenai kondisi jalan, sebanyak 105 orang responden (53,96%) melewati kondisi jalan yang bagus, 65 orang responden melewati jalan dengan kondisi kualitas sedang, dan sisanya 25 orang responden melewati kondisi jalan yang rusak. d. Potensi penduduk Dalam penelitian ini juga diteliti potensi penduduk tiap desa untuk menentukan desa mana yang paling potensial untuk
dijadikan pusat pembangunan sekolah agar mudah dijangkau oleh tiap desa sesuai dengan jumlah penduduk dan jarak tiap desa dengan analisis potensi penduduk. Analisis potensi penduduk adalah dengan menghitung jumlah penduduk tiap desa Kecamatan Samigaluh, kamudian memberi satu titik di tiap desa, kemudian dihitung jarak antar titik tiap desa, lalu dihitung dengan rumus potensi penduduk yang telah disiapkan. Kode Desa 1 = Pagerharjo 2 = Ngargosari 3 = Gerbosari 4 = Sidoharjo 5 = Banjarsari 6 = Purwoharjo 7 = Kebonharjo PP = Potensi Penduduk Tabel 13. Potensi Penduduk Tiap Desa Kecamatan Samigaluh Persentase Potensi Penduduk Terhadap Kode Desa Nilai Potensi Desa Dengan Potensi Penduduk Penduduk Tertinggi PP 1
3402,03
62,96
PP 2
3261,83
60,36
PP 3
4515,51
83,56
PP 4
5403,44
100
PP 5
3921,31
72.57
PP 6
3193,30
59.15
PP 7
3298,35
61,04
Sumber: Data Primer 2011
Dengan melihat data diatas, dapat diketahui bahwa desa yang memiliki potensi penduduk terbesar adalah Desa Sidoharjo dengan potensi penduduk 100%. Kemudian disusul oleh Desa Gerbosari dengan potensi penduduk 83,56%, lalu Desa Banjarsari 72,57%, Desa Pagerharjo 62,96%, Desa Kebonharjo 61,04%, Desa Ngargosari 60,36%, dan desa yang paling kecil potensi penduduknya adalah Desa Purwoharjo dengan potensi penduduk 59,15%.
D. Pembahasan Faktor fisik geografis yang mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh adalah sebagai berikut: 1. Jarak Sesuai dengan pendapat Bintarto (1979 : 10) bahwa semakin dekat jarak antar daerah berarti semakin mudah kontak terjadi, dan semakin mudah daerah itu mengalami kemajuan. Dengan menganalisa hasil penelitian, maka dapat dideskripsikan bahwa terdapat hubungan yang positif antara jarak yang jauh dengan fenomena rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. Sebanyak 49,21% dari 195 orang responden
bertempat tinggal jauh dari sekolah tujuannya, atau pada jarak lebih dari 7 km. Jarak yang jauh ini menjadi pertimbangan bagi anak maupun orang tua anak sewaktu mengambil keputusan untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Semakin jauh jarak, berarti semakin lama waktu tempuh dan semakin banyak biaya transportasi yang harus dikeluarkan. 2. Keadaan topografi Wilayah Kecamatan Samigaluh yang terletak di perbukitan Menoreh dengan ketinggian antara 500-1000m dpal, kemiringan lereng yang cukup curam yaitu 15-40% jalan berbukit-bukit, serta suhu yang lumayan dingin yaitu 23-26ºC juga mempengaruhi anak untuk mengambil keputusan apakah akan melanjutkan sekolah atau tidak, maupun keputusan orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi atau tidak. Sebanyak 71,41% responden akan melewati lereng yang datar dan berbukit-bukit untuk sampai ke sekolah tujuan. Topografi wilayah Kecamatan Samigaluh yang mayoritas datar dan berbukit-bukit menyulitkan responden untuk memilih sarana transportasi yang murah, yaitu sepeda. Tidak ada pilihan lain selain harus memilih sarana transportasi sepeda motor agar dapat mencapai sekolah tujuan, artinya sama dengan biaya yang harus dikeluarkan bertambah.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesulitan menempuh lereng dengan rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. 3. Aksesibilitas Suatu wilayah akan dapat berkembang disemua bidang apabila syarat perkembangan di suatu wilayah tersebut sudah dapat terpenuhi. Salah satu syarat tersebut adalah tingkat aksesibilitas penduduk dan barang serta jasa. Salah satu faktor yang mempengaruhi aksesibilitas adalah ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, jenis dan kondisi jalan, waktu tempuh, serta penentuan pusat pembangunan wilayah yang tepat. a. Ketersediaan sarana transportasi Dengan melihat data hasil penelitian, maka dapat dilihat bahwa sebanyak 74,31% responden mempunyai sarana transportasi pribadi dan sisanya 26,69% responden yang tidak mempunyai kendaraan transportasi pribadi. Ketersediaan trasportasi ini sangat vital bagi anak maupun orang tua anak untuk mengambil keputusan apakah akan melanjutkan sekolah ke jenjang lebih tinggi atau tidak. Mayoritas responden memiliki kendaraan pribadi, dan 52 responden sangat bergantung pada ketersediaan jasa ojek maupun bis. Sedangkan ketersediaan bis umum yang melewati Kecamatan Samigaluh sangatlah minim, yaitu hanya 1 bis saja yang beroperasi setiap harinya.
Hal ini tentu saja sangat mempersulit orang tua maupun anak untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, namun dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif antara ketersediaan sarana transportasi dengan rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. b. Waktu tempuh Semakin lama waktu tempuh, berarti semakin banyak energi dan pikiran yang dibutuhkan selama diperjalanan. Kaitannya dengan siswa sekolah, hal ini dapat mempengaruhi konsentrasi belajar dan prestasi belajar siswa di sekolah. Sebanyak 55,56% responden membutuhkan waktu 30-60 menit diperjalanan untuk mencapai sekolah tujuannya. Waktu tempuh yang cukup lama ini mengakibatkan responden akan memiliki waktu lebih sedikit untuk berkonsentrasi ke pelajaran. Waktu tempuh yang lama akan membuat siswa capek diperjalanan dan tidak maksimal dalam menerima pelajaran disekolah dan berakhir dengan prestasi belajar yang kurang baik. Melihat analisa diatas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara jarak tempuh yang lama dengan rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. c. Jenis dan kondisi jalan
Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 65,07% responden melewati jenis jalan yang beraspal menuju sekolah tujuannya. Dan sisanya 34,93% responden melewati jalan tanah dan beraspal untuk mencapai sekolah tujuan. Sedangkan tidak ada responden yang hanya melewati jalan tanah untuk mencapai sekolah tujuan. Mengenai kondisi jalan, sebanyak 53,96% responden melewati kondisi jalan yang bagus, 65 orang responden melewati jalan dengan kondisi kualitas sedang, dan sisanya 25 orang responden melewati kondisi jalan yang rusak. Hal ini berarti mayoritas responden akan melawati jenis jalan yang beraspal dan kondisi jalan yang bagus untuk mencapai sekolah tujuan tetapi responden tidak melanjutkan sekolah kejenjang yang lebih tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang positif antara jenis jalan dan kondisi jalan dengan fenomena rendahnya lulusan SLTP yang melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. d. Analisis potensi penduduk Bagi lulusan SLTP di Kecamatan Samigaluh yang ingin tetap melanjutkan ke jenjang SLTA di Kecamatan Samigaluh, ada empat pilihan jenjang SLTA yang bisa menjadi tujuan, yaitu SMA N 1 Samigaluh di Desa Ngargosari, SMK N 1 Samigaluh di Desa Pagerharjo, SMK Kuncup di Desa Gerbosari dan SMK Bopkri di Desa Kebonharjo.
Berdasarkan analisis potensi penduduk, maka dapat diketahui bahwa desa yang memiliki potensi penduduk paling besar adalah Desa Sidoharjo. Maka sudah seharusnya menurut teori potensi penduduk ini, Desa Sidoharjo menjadi pusat pembangunan di Kecamatan Samigaluh. Kaitannya dengan dunia pendidikan, agar lulusan SLTP di Kecamatan Samigaluh dapat dengan mudah menjangkau SLTA, maka direkomendasikan pembangunan SMA atau sederajat di Desa Sidoharjo agar dapat diakses dengan mudah oleh lulusan SLTP yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Sehingga akan meningkatkan mutu dan taraf pendidikan di Kecamatan Samigaluh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan perhitungan data yang diperoleh dan proses analisis penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebanyak 96 dari 195 orang atau 49,21% responden bertempat tinggal jauh dengan sekolah, yaitu lebih dari 7 km. Kemudian 31,75% responden memiliki rumah yang berjarak sedang dari sekolah tujuan. Sedangkan rumah responden yang dekat dengan sekolah tujuan dan tidak melanjutkan sekolah ke tingkat SLTA adalah 19,04%. Besarnya jumlah responden yang bertempat tinggal jauh dengan lokasi sekolah dan tidak melanjutkan sekolah ke tingkat SLTA menunjukkan bahwa jarak yang jauh menyebabkan rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. 2. Keadaan topografi di Kecamatan Samigaluh yang kasar yaitu perbukitan yang sulit ditempuh untuk mencapai sekolah. Hal ini ditunjukkan dengan 71,41% responden akan melewati lereng yang datar dan berbukit-bukit untuk sampai ke sekolah tujuan. Relief yang susah ditempuh ini mempengaruhi rendahnya lulusan SLTP melanjutkan ke SLTA di Kecamatan Samigaluh. 3. Tingkat aksesibilitas yang rendah kemudian diperparah pula dengan kondisi ketersediaan sarana transportasi umum yang susah didapat, dan
waktu tempuh yang lama mengakibatkan responden lulusan SLTP enggan melanjutkan ke tingkat SLTA di Kecamatan Samigaluh.
B. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka dapat diberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang kemudahan aksesibilitas yang direalisasikan agar ditingkatkan supaya mempermudah penduduk Kecamatan Samigaluh untuk saling interaksi dan melakukan kegiatan pembangunan. 2. Mendirikan sekolah SMA/sederajat di desa yang mempunyai potensi penduduk terbesar,
yaitu Desa
Sidoharjo,
agar
sekolah
tingkat
SMA/sederajat dapat dengan mudah diakses oleh lulusan SMP di Kecamatan Samigaluh.
DAFTAR PUSTAKA Achmad, Said Suhil. 2010: Pengantar Pendidikan. Riau, FKIP Universitas Riau Ahmad, Abu dan Nur Uhbiyati. (1991). Ilmu Pendidikan. Semarang: Renika Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Badan Pusat Statistik. 2009. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. 2008: Kecamatan Samigaluh Dalam Angka. Kulon Progo: BPS Kab. Kulon Progo Bapedda Kabupaten Kulon Progo. 2007. Monografi Kecamatan Samigaluh. Kulon Progo: Bappeda Kab. Kulon Progo Bintarto, R. 1991. Metode Analisis Geografi. Jakarta: LP3ES Daldjoeni. N, Suyitno. A. 1982. Pedesaan, Lingkungan, dan Pembangunan. Bandung: Alumni Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Diknas Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo. 2008. Analisis Data Pendidikan Kabupaten Kulon Progo. Kulon Progo: Ranting Dinas P&K Hasbullah. (1999). Dasar-Dasar Imu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja GRapindo Persada. Indraharti, Ferry. (2005), Faktor Faktor Penyebab Rendahnya Lulusan SMP Melanjutkan Ke SMA Bagi Penduduk Desa Kemiriombo Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung. Skripsi. Unnes, Semarang Kartini Kartono. 1990. Wawasan Politik. Bandung: Mandor Maju Ngasiah, Siti. 1999. Beberapa Faktor Penyebab Banyaknya Lulusan SD yang Tidak Melanjutkan ke SLTP Bagi Penduduk Desa Menjer Kec Garung Kab. Wonosobo. Skripsi. Semarang: IKIP Semarang Nursid Sumaatmadja. 1981. Studi Geografi Pendekatan Analisis Keruangan. Bandung: Alumni Pabundu Tika, Moh. 2005, Metode Penelitian Geografi, Edisi Pertama. Jakarta, Bumi Aksara Rosalina, M. Puteri. 2006. Penuntasan Wajib Belajar-Batu Ujian bagi Pemerintahan SBY-JK. Litbang Kompas Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi. (1989). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES Slameto. 1995, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta, Rineka Cipta Syamweli, Wahyu. 2009. Pola Persebaran Toko Dan Implikasinya Terhadap Peruntukan Fungsi Ruang Di Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta. Skripsi. UNY http://id.wikipedia.org http://pustaka.unpad.ac.id/klasifikasi-kemiringan-lereng
http://www.infodiknas.com