92
Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 Vol. 1, No. 1 : 92 - 101, Maret 2014
EVALUASI KINERJA DAN MANAJEMEN REKAYASA GEOMETRIK SIMPANG BANGGO PADA RUAS JALAN LINTAS SUMBAWA-DOMPU The Performance Evaluation and Geometric Engineering Management of Banggo Intersection at Trans Sumbawa-Dompu Novia Hilda Silviani*, Rohani** , Hasyim**
Abstrak Simpang Banggo di kabupaten Dompu merupakan jenis simpang tak bersinyal dengan jalinan berbentuk bundaran (Roundabout). Simpang Banggo merupakan tempat bertemunya arus lalu-lintas dari empat arah yaitu arah selatan dari ruas jalan Batas Cabdin Dompu-Banggo, arah timur yaitu dari ruas jalan Banggo-Dompu, arah barat yaitu dari ruas jalan Simpang Banggo-Kempo. Dari arah utara, terdapat pula sebuah ruas jalan yang terhubung dengan daerah Kilo, Kore, Tambora, dan Calabai. Bundaran yang terletak di tengah simpang ini, sering kali menimbulkan masalah seperti yang sering terjadi adalah kesalahan arah putar kendaraan di bundaran, roda kendaraan yang terkadang melintasi tubuh bundaran, bundaran yang difungsikan tidak semestinya seperti dijadikan tempat parkir bagi motor dan mobil, dll. Selain masalah-masalah diatas, fasilitas lampu penerangan jalan-pun sangatlah minim. Sedangkan lalu-lintas pada simpang Banggo cukup padat terjadi pada malam hari, hal ini sangat membahayakan bagi pengemudi. Berdasarkan permasalahan yang ada, perlu dilakukan evaluasi kinerja simpang Banggo dengan menggunakan metode MKJI’ 1997 (Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh besarnya arus lalu lintas (Q) pada bundaran tersebut sebesar 763,4 smp/jam, dengan nilai dari parameter-parameter kinerja pada kondisi eksisting, yakni kapasitas (C) = 6.179,865 smp/jam, derajat kejenuhan (DS) = 0,36, tundaan (D) = 6,89 detik/smp, dan peluang antrian (QP%) = 3,59% - 7,32%. Dengan melihat nilai derajat kejenuhan (DS < 0,75) maka, kemampuan dari bundaran tersebut dalam melayani arus lalu lintas masih memadai. Dari kinerja tersebut, maka dilakukan rekayasa geometrik simpang mengoptimalkan kinerja simpang Banggo. Rekayasa geometrik dilakukan dengan memperlebar pendekat dari arah Calabai, Kilo dan menuju Bima. Diterapkan juga sistem (shared line) pada pendekat dari arah Calabai dan Sumbawa. Serta melengkapi simpang Banggo dengan fasilitas keselamatan seperti rambu, penerangan jalan umum dan warning light amber. Kata Kunci : Arus lalu lintas, Kapasitas, Derajat kejenuhan, Tundaan, Peluang Antrian PENDAHULUAN Transportasi umunya merupakan urat nadi dari perkembangan suatu daerah. Untuk mendukung kelancaran aktifitas lalu-lintas, maka dibutuhkan suatu kinerja jaringan jalan yang baik serta fasilitas pendukung aktifitas lalu-lintas yang memadai, Pada suatu jaringan jalan, terdapat suatu bagian yang disebut persimpangan sebagai jalinan penghubung antara ruas jalan. Pada ruas jalan lintas Sumbawa-Dompu, terdapat suatu simpang yang merupakan pertemuan antara lalu-lintas kabupaten hal ini menyebabkan aktifitas di simpang cukup padat. Simpang tersebut adalah simpang Banggo. Simpang ini terdapat di kabupaten Dompu. Simpang Banggo, merupakan jenis simpang tak bersinyal dengan jalinan berbentuk bundaran (Roundabout). Simpang Banggo merupakan tempat bertemunya arus lalu-lintas dari empat arah yaitu arah selatan dari ruas jalan Batas Cabdin Dompu-Banggo, arah timur yaitu dari ruas jalan Banggo-Dompu, arah barat yaitu dari ruas jalan Simpang Banggo-Kempo. Dari arah utara, terdapat pula sebuah ruas jalan yang terhubung dengan daerah Kilo, Kore, Tambora, dan Calabai. Bundaran yang terletak di tengah simpang ini, sering kali menimbulkan masalah seperti yang sering terjadi adalah kesalahan arah putar kendaraan * Alumni Jurusan Teknik SIpil Fakultas Teknik Universitas Mataram Jl. Majapahit 62 Mataram ** Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram Jl. Majapahit 62 Mataram
Silviani., N., H., dkk : Evaluasi Kinerja dan Manajemen Rekayasa
93
di bundaran, roda kendaraan yang terkadang melintasi tubuh bundaran, bundaran yang difungsikan tidak semestinya seperti dijadikan tempat parkir bagi motor dan mobil, dll. Selain masalah-masalah diatas, fasilitas lampu penerangan jalan-pun sangatlah minim. Sedangkan lalu-lintas pada simpang Banggo cukup padat terjadi pada malam hari, hal ini sangat membahayakan bagi pengemudi. Berdasarkan permasalahan yang ada, perlu dilakukan evaluasi kinerja simpang Banggo dengan menggunakan metode MKJI’ 1997 (Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997). Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kinerja simpang Banggo, dan desain rekayasa geometrik yang tepat untuk mendukung kelancaran aktifitas di simpang Banggo. TINJAUAN PUSTAKA Persimpangan adalah suatu daerah umum dimana dua ruas jalan atau lebih bergabung atau berpotong, termasuk fasilitas-fasilitas yang ada di pinggir jalan untuk pergerakan lalu-lintas dalam daerah tersebut (Taufikkurrahman, 2010). Pendapat lain mengemukakan bahwa persimpangan merupakan pertemuan dua atau lebih ruas jalan, bergabung, berpotong atau bersilangan (Saodang, 2004). Berdasarkan posisi letak pertemuan, simpang dibagi menjadi dua jenis, yaitu: (Saodang, 2004) a. Simpang sebidang (at grade) b. Simpang tidak sebidang/simpang susun (grade separated) Bundaran (roundabout) Bagian jalinan dikendalikan dengan aturan lalu-lintas Indonesia yaitu memberi jalan pada yang kiri. Bagian jalinan dibagi dua tipe yaitu bagian jalinan tunggal dan bagian jalinan bundaran (Sumina, 2008). Tingkat kecelakaan lalu-lintas pada bundaran empat lengan telah diperkirakan sebesar 0,30 kecelakaan/juta kendaraan masuk, dibandingkan dengan 0,43 pada simpang bersinyal dam 0.60 pada simpang tak bersinyal. Karena itu bundaran lebih aman dari persimpangan sebidang yang lain. Dampak terhadap keselamatan lalu-lintas akibat beberapa unsur perencanaan geometrik dibahas dibawah (MKJI, 1997). Menurut Munawar (2004) Bundaran tak bersinyal merupakan suatu alternatif, jika arus lalulintas sudah agak tinggi, sehingga pada simpang tak bersinyal tersebut diperlukan bundaran, guna : a. Membelok
kendaraan-kendaraan
dari
suatu
lintasan
yang
lurus,
sehingga
akan
memperlambat kecepatannya. b. Mengurangi konflik yang terjadi pada simpang tersebut. Dalam penelitian ini digunakan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) untuk mengangalisa simpang Banggo. Berikut merupakan garis besar dari proseur analisa kinerja simpang pada Bab 4 dalam MKJI’1997.
94
Spektrum Sipil, 1(1), Maret 2014
LANGKAH A : DATA MASUKAN A-1 : Kondisi geometrik A-2 : Kondisi lalu lintas A-3 : Kondisi lingkungan
PERUBAHAN LANGKAH B : KAPASITAS B-1 : Parameter geometrik bagian jalinan B-2 : Kapasitas dasar B-3 : Faktor penyesuaian ukuran kota B-4 : Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan samping dan kend. Tak bermotor B-5 : Kapasitas
LANGKAH C : PERILAKU LALU-LINTAS C-1 : Derajat kejenuhan C-2 : Tundaan C-3 : Peluang antrian
YA
Keperluan penyesuaian anggapan mengenai rencana dsb.
Tidak Akhiri analisa
Gambar 1. Prosedur Perhitungan Kinerja Bundaran Berdasarkan MKJI (Sumber : MKJI’ 1997)
Langkah A : Data Masukan Langkah A-1 : Kondisi Geometrik Kondisi geometrik digambarkan dalam bentuk gambar sketsa yang memberikan informasi lebar jalan, batas sisi jalan, lebar bahu, lebar median dan petunjuk arah. Data masukan tentang kondisi geometrik ini di isi pada formulir RWEAV-I. Langkah A-2 : Kondisi Lalu Lintas Untuk menentukan kondisi lalu-lintas, dibutuhkan data arus lalu-lintas yang telah terkategori berdasarkan jenis dan arah pergerakannya. Berikut merupakan perhitungan rasio jalinan dan rasio kendaraan tak bermotor, dengan menggunakan persamaan dibawah ini: 1)
Rasio menjalin PW = QW /QTOT ………………………………… ………………………………………
(1)
dengan :PW adalah rasio menjalin; QW adalah arus menjalin; dan QTOT adalah arus masuk bagian jalinan 2)
Rasio kendaraan tak bermotor PUM = QUM/QVEH ………………………………………………………………………
(2)
dengan :PUM adalah rasio kendaraan tak bermotor; QUM adalah arus kendaraan tak bermotor; QVEH adalah arus kendaraan bermotor.
Silviani., N., H., dkk : Evaluasi Kinerja dan Manajemen Rekayasa
95
Langkah A-3 : Kondisi Lingkungan Berdasarkan MKJI’ 1997, berikut data-data lingkungan yang dibutuhkan dalam perhitungan: 1)
Ukuran Kelas Kota (city size, Cs) Ukuran kota dikategorikan berdasarkan jumlah total penduduk dalam sebuah kota yang dirincikan pada tabel berikut ini: Tabel 1 Kelas Ukuran Kota
Ukuran kota Sangat kecil
Jumlah penduduk (Juta) < 0,1
Kecil
0,1 – 0,5
Sedang
0,5 – 1,0
Besar
1,0 – 3,0
Sangat besar
> 3,0
Sumber : MKJI’ 1997
2) Tipe Lingkungan Jalan (road environment, RE) Lingkungan jalan diklasifikasikan dalam kelas menurut tata guna lahan dan aksesibilitas jalan tersebut dari aktivitas sekitarnya. Hal ini ditetapkan secara kualitatif dari pertimbangan teknik lalu-lintas dengan bantuan tabel di bawah ini : Tabel 2 Tipe Lingkungan Jalan Komersial
Guna lahan komersial (misalnya; pertokoan, rumah makan, perkantoran) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan
Permukiman
Guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan.
Akses terbatas
Tanpa jalan masuk atau jalan masuk langsung terbatas (misalnya; karena adanya penghalang fisik, jalan samping dsb).
Sumber : MKJI’ 1997
3)
Kelas Hambatan Samping (side friction, FR) Hambatan samping menunjukkan pengaruh aktivitas samping jalan di daerah bundaran pada
arus berangkat lalu-lintas, misalnya pejalan kaki berjalan atau menyeberangi jalur, angkutan kota dan bis berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, kendaraan masuk dan keluar halaman dan tempat parkir di luar jalur. Hambatan samping ditentukan secara kualitatif dengan pertimbangan teknik lalu-lintas sebagai Tinggi, Sedang atau Rendah. Langkah B : Kondisi Geometrik Langkah B-1 : Parameter Geometrik Bagian Jalinan Parameter geometrik bundaran diperlukan untuk perhitungan, dan dimasukkan pada bagian pertama dari Formulir RWEAV-II bertanda 1. "Parameter geometrik bagian jalinan". Adapun perhitungannya menggunakan persamaan berikut : W E = W 1 + W 2 ……………………………………………………………………………………. (3) 2
96
Spektrum Sipil, 1(1), Maret 2014
dengan : W E adalah lebar masuk rata-rata (m); W 1 adalah lebar pendekat 1 (m); W 2 adalah lebar pendekat 2 (m). Langkah B-2 : Kapasitas Dasar Kapasitas dasar dihitung dengan menggunakan rumus berikut. Variabel masukan adalah lebar jalinan (WW ), rasio lebar masuk rata-rata/lebar jalinan (W E/WW ), rasio menjalin (PW ) dan rasio lebar/panjang jalinan (WW /LW ) : C0 = 135 x WW 1,3 x (1+W E/WW )1,5 x (1-PW /3)0,5 x (1+WW /LW )-1,8 ……………………………….
(4)
dengan : C0 adalah kapasitas dasar (smp/jam); W E adalah lebar masuk rata-rata (m); WW adalah lebar jalinan (m); PW adalah rasio jalinan; LW adalah panjang jalinan (m). Langkah B-3 : Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCS) Untuk menentukan faktor penyesuaian ukuran suatu kota yang diperoleh dari tabel 1, maka dipergunakan tabel 3 berikut ini, dan hasilnya dimasukan dalam kolom 26 Formulir RWEAV-II. Tabel 3 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Ukuran kota Sangat kecil Kecil Sedang Besar Sangat besar
Penduduk (juta) < 0,1 0,1 – 0,5 0,5 – 1,0 1,0 – 3,0 > 3,0
Faktor penyesuaian ukuran kota (FCS) 0,82 0,88 0,94 1,00 1,05
Sumber : MKJI’ 1997
Langkah B-3 : Faktor Penyesuaian Tipe Lingkungan Jalan, Hambatan Samping dan Kendaraan Tak-Bermotor (FRSU) Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan rasio kendaraan tak bermotor, ditentukan dengan menggunakan Tabel 4 di bawah. Pembacaan tabel berdasarkan masukan yang tercatat pada sudut kanan atas Formulir RWEAV-II untuk lingkungan jalan dan hambatan samping, sedangkan rasio kendaraan tak bermotor (PUM) tercatat pada Formulir RWEAV-I (Baris 23 Kolom 17). Nilai FRSU dimasukkan pada Kolom 27. Tabel 4. Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak-bermotor (FRSU) Kelas tipe lingkungan jalan (RE)
Kelas hambatan samping (SF)
Komersial
Permukiman
Akses terbatas Sumber : MKJI’ 1997
Rasio kendaraan tak bermotor (PUM) 0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
>0,25
Tinggi
0,93
0,88
0,84
0,79
0,74
0,70
Sedang
0,94
0,89
0,85
0,80
0,75
0,70
Rendah
0,95
0,90
0,86
0,81
0,76
0,71
Tinggi
0,96
0,91
0,86
0,82
0,77
0,72
Sedang
0,97
0,92
0,87
0,82
0,77
0,73
Rendah
0,98
0,93
0,88
0,83
0,78
0,74
tinggi/sedang/rendah
1,00
0,95
0,90
0,85
0,80
0,75
Silviani., N., H., dkk : Evaluasi Kinerja dan Manajemen Rekayasa
97
Langkah B-5 : Kapasitas Kapasitas bagian jalinan masing-masing, dihitung dengan menggunakan persamaan berikut, dimana berbagai faktornya telah dihitung dan dicatat pada kolom 25-37. Hasilnya dimasukan pada kolom 28. C = C0 x FCS x FRSU (smp/jam)………….……………………………………………………..
(5)
dengan : C0 adalah kapasitas dasar (smp/jam); FCS adalah faktor penyesuaian ukuran kota; FRSU adalah lebar jalinan penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping, dan kendaraan tak-
bermotor.
Langkah C : Perilaku Lalu-Lintas Langkah C-1 : Derajat Kejenuhan Berdasarkan MKJI 1997, derajat kejenuhan didefinisikan sebagai rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas. Berikut merupakan cara perhitungan derajat kejenuhan DS DS = (Qkend x Fsmp)/C = Qsmp/C ……………………………………………………………...……………………..
(6)
dengan : DS adalah derajat kejenuhan; Qsmp adalah arus total (smp/jam); Qkend adalah total lalu lintas yang masuk (kend/jam); Fsmp adalah faktor smp; C adalah kapasitas. Langkah C-2 : Tundaan Bagian Jalinan Bundaran 1) Tundaan Lalu Lintas Bagian Jalinan (DT) Tundaan lalu lintas bagian jalinan adalah tundaan rata-rata lalu lintas per kendaraan yang masuk ke bagian jalinan. Adapun perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut; a. Untuk DS ≤ 0,6 DT = 2 + 2,68982 x DS – (1-DS) x 2 ………………………………………………………….
(7)
b. Untuk DS > 0,6 DT = 1 / (0,59186 – 0,52525 x DS) – (1-DS) x 2 ……………………………………………… (8) 2)
Tundaan Lalu Lintas Bundaran (DTR) Tundaan lalu-lintas bundaran (DTR) adalah tundaan rata-rata per kendaraan yang masuk kedalam bundaran. Adapun perhitungannya menggunakan persamaan berikut: DTR = (Qi x DTi) / Qmasuk ; i = 1….n ………………………………………………………
(9)
dengan : i adalah bagian jalinan (i) dalam bundaran; n adalah jumlah bagian jalinan dalam bundaran; Qi adalah arus total pada bagian jalinan i (smp/jam); DTi adalah tundaan rata-rata pada bagian jalinan i (det/smp); Qmasuk adalah jumlah arus yang masuk bundaran (smp/jam). 3)
Tundaan Bundaran (DR) Tundaan bundaran tundaan bundaran adalah tundaan lalu-lintas rata-rata per kendaraan masuk bundaran. Tundaan Bundaran (DR), dapat diperoleh dengan rumus berikut: DR = DTR + 4 (det/smp) ……………………………………………………………………… (10) dengan : DR adalah tundaan bundaran (det/smp); DTR adalah tundaan lalu-lintas bundaran.
98
Spektrum Sipil, 1(1), Maret 2014
Langkah C-3 : Peluang Antrian – Bagian Jalinan Bundaran Rumus batas atas dan bawah rentang Peluang Antrian (QP%) terhadap Derajat Kejenuhan (DS) adalah sebagai berikut : Atas
: QP % = 26,65 DS – 55,55 DS2 + 108,57 DS3 …………………………… (11)
Bawah
: QP % = 9,41 DS + 29,967 DS4,619 ……………………………………….. (12)
METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, digunakan dua jenis data yaitu: 1) Data primer : Data ini merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan. Seperti, keadaan geometrik eksisting simpang, arus lalu-lintas harian dan hambatan samping. 2) Data Sekunder : Data jenis ini adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait, meliputi data hasil survey traffic counting yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Propinsi NTB dan data jumlah penduduk wilayah kabupaten Dompu yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi NTB. Metode Pengambilan Data 1) Survey Volume Lalu-Lintas (Traffic Counting) Survey volume lalu-lintas (traffic counting) ini dilaksanakan dengan metode manual. Survey dilakukan oleh delapan surveyor pada setiap interval survey. 2) Survey Geometrik Data geometrik eksisting simpang Banggo, diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan. Dengan melibatkan dua orang surveyor, pengkuran dilaksanakan pada jam sepi kendaraan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kinerja Simpang Banggo Pada Kondisi Eksisting Berikut ini merupakan hasil analisa kinerja dari simpang Banggo di Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat: Tabel 5. Kinerja bundaran pada kondisi eksisting
No
Parameter
Nilai
1
Arus Lalu Lintas (Q)
1.217 kend/jam atau 763,4 smp/jam
2
Kapasitas Total (C)
6.179,865 smp/jam
3
Derajat Kejenuhan (DS)
0,36
4
Tundaan (D)
6,89 det/smp
5
Peluang Antrian (QP%)
3,59% - 7,32%
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari hasil perhitungan terlihat bahwa nilai derajat kejenuhan (DS) dari bundaran pada simpang Banggo adalah 0,36 lebih kecil dari 0,75 dan lamanya tundaan pada simpang Banggo kurang
Silviani., N., H., dkk : Evaluasi Kinerja dan Manajemen Rekayasa
99
dari 10 det/smp, maka kinerja simpang Banggo termasuk dalam kategori baik. Kapasitas total (C) merupakan total dari kapasitas tiap lengan atau pendekat yaitu 6.179,865 smp/jam, masih dibawah total nilai kapasitas dasar (C0) dari tiap lengan yakni kapasitas pada kondisi tertentu (ideal) yang disyaratkan yaitu 7.674,945 smp/jam. Rekayasa Geometrik Simpang Banggo Dari hasil analisa data, kinerja simpang Banggo termasuk dalam kategori baik, karena tundaan dan derajat kejenuhan pada simpang Banggo memenuhi kriteria simpang dengan kinerja baik. Untuk mendukung kegiatan pergerakan kendaraan pada simpang Banggo, maka direncakan suatu desain rekayasa geometrik pada simpang. Desain rekayasa ini meliputi rekayasa geometrik pada lebar pendekat, pemisahan lajur, dan dilengkapi dengan fasilitas keselamatan simpang. Berikut merupakan uraian dari rekayasa geometrik simpang Banggo: 1) Dari arah Calabai Pada ruas jalan dari arah Calabai, terdapat perbedaan lebar lajur lintasan kendaraan. Setelah dilakukan pelebaran, lebar pendekat menjadi 7,64 m dari yang semula 6,37 m. 2) Dari arah Kilo Pada simpang Banggo, terjadi konflik pergerakan kendaraan dari pendekat arah Kilo. Karena arus lalu-lintas cukup padat datang dari arah Calabai dan Sumbawa. Arus kendaraan tersebut mayoritas menuju ke arah Bima. Pada titik konflik tersebut terjadi pergerakan crossing dan merging. Setelah dilakukannya pelebaran, lebar pendekat yang mula-mulanya sebesar 4,85 m berubah menjadi 5,76 m yang artinya terdapat penambahan lebar sebesar 0,91 m dari lebar eksisting. 3) Dari arah Bima Mayoritas kendaraan dari arah Bima, melakukan pergerakan menuju ke arah Sumbawa atau pergerakan belok kiri (Left turn). Hasil survey geometrik menunjukan lebar pendekat simpang Banggo dari arah Bima yaitu 6,24 m. Lebar tersebut cukup untuk dilalui kendaraan dari arah Bima yang kebanyakan menuju ke arah Sumbawa. 4) Dari arah Sumbawa Dari hasil survey geometrik simpang Banggo, diperoleh lebar pendekat dari arah Sumbawa yaitu sebesar 9,34 m. Lebar tersebut sudah cukup untuk dilewati oleh kendaraan dari arah Sumbawa. Untuk mempermudah kendaraan dalam melakukan pergerakan memisah atau diverging, maka perlu dilakukan pemisahan lajur kendaraan (Shared line). 5) Bundaran Simpang Banggo Simpang Banggo merupakan simpang yang memiliki jalinan berbentuk bundaran. Berdasarkan hasil survey geometrik di lapangan ketinggian bundaran bahkan tidak lebih tinggi dari sebuah Kerb yaitu hanya 14 cm diukur dari lapisan perkerasan lentur (aspal) jalan. Karena itu, bundaran di simpang Banggo sering dialih fungsikan, antara lain sebagai tempat parkir ojek. Tidak jarang roda kendaraan melintasi tubuh bundaran, ketika melakukan pergerakan membelok. Pada saat arus lalu-lintas malam, bundaran simpang Banggo hampir tidak terlihat hal ini dapat membahayakan
100
Spektrum Sipil, 1(1), Maret 2014
keselamatan pengguna jalan. Untuk menghindari kejadian tersebut, maka perlu dibangung suatu konstruksi bangunan bundaran baru. KAMPUNG PENDUDUK
MASJID
KILO 1
DOMPU
2
BIMA
5
SUMBAWA BESAR
CALABAI 3
S
11
11
6
4
BIMA
10
7 Warning Light TS
8
9
PJU TS
2
8
9
Warning Light TS
3
6
PJU TS
1
3
PJU TS
S
SUMBAWA BESAR PELABUHAN TANO
10 5
CALABAI
5 10 Warning Light TS
POS POLISI
3
9
6
7
S
PJU TS
8
TERMINAL SORI UTU
KAMPUNG PENDUDUK 3
PJU TS
4
KAMPUNG PENDUDUK
1
2 CALABAI BIMA SAPE
3
PJU TS
KAMPUNG PENDUDUK
Gambar 5. Kondisi eksisting
SUMBAWA BESAR
RENCANA PERUBAHAN
Gambar 6. Kondisi setelah perubahan
Kinerja Simpang Banggo Setelah Perubahan Geometrik Berikut ini merupakan hasil analisa kinerja dari simpang Banggo di Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat setelah perubahan geometrik Tabel 6. Kinerja bundaran setelah perubahan geometrik
No
Parameter
Nilai
1
Arus Lalu Lintas (Q)
1.217 kend/jam atau 763,4 smp/jam
2
Kapasitas Total (C)
6.358,138 smp/jam
3
Derajat Kejenuhan (DS)
0,35
4
Tundaan (D)
6,81 det/smp
5
Peluang Antrian (QP%)
3,53% - 7,19%
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari hasil perhitungan terlihat bahwa nilai derajat kejenuhan (DS) dari bundaran pada simpang Banggo berkurang sebesar 0,01dari DS semula, menjadi 0,35. Tundaan juga berkurang menjadi 6,81 det/smp. Hal ini menunjukkan bahwa dengan merubah geometrik simpang Banggo, dapat meningkatkan kinerja simpang Banggo tersebut. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Derajat kejenuhan ( DS) sebesar 0,36 dan lamanya tundaan di simpang Banggo adalah sebesar 6,89 det/smp. Karena nilai DS < 0,75 dan lamanya tundaan kurang dari 10 det./smp, maka berdasarkan ketentuan, simpang Banggo termasuk dalam kategori pelayanan baik (B). Rekayasa geometrik berupa pelebaran dilakukan pada lengan dari arah Calabai-Kilo dan Kilo-Bima. Lengan/pendekat dari arah Bima dan Sumbawa, tidak dilakukan pelebaran. Karena lebar eksisting masih cukup untuk dilalui arus kendaraan. Pada lengan dari arah Calabai dan Sumbawa, diberlakukan
Silviani., N., H., dkk : Evaluasi Kinerja dan Manajemen Rekayasa
101
sistem bagi lajur (shared line). Pada keempat lengan simpang, di lengkapi dengan fasilitas keselamatan seperti rambu penunjuk arah, rambu peringatan, rambu perintah, rambu larangan, warning lights amber, penerangan jalan umum, zebra cross, dan marka penunjuk arah (untuk arah lajur). Pada bundaran simpang Banggo, didirikan sebuah bangunan untuk mengganti bundaran lama yang tidak sesuai dari segi ketinggian. Dengan melakukan perubahan geometrik, kinerja simpang Bangggo menjadi lebih baik. Hal ini ditandai dengan menurunnya nilai DS menjadi 0,35 dan tundaan menjadi 6,81 det/smp. Saran Dari hasil perhitungan, nilai DS simpang Banggo adalah 0,36. Meskipun dalam kategori baik, namun simpang Banggo perlu dilakukan perubahan geometrik agar memenuhi standar minimum bundaran berdasarkan MKJI (1997). Perubahan geometrik simpang Banggo perlu dilakukan juga sebagai langkah antisipasi dalam mengahadapi perkembangan lalu-lintas dan perubahan karateristik land use. Melengkapi simpang Banggo dengan penerangan jalan umum, untuk membantu pengemudi melintasi simpang Banggo pada malam hari. Tidak melakukan kegiatan parkir di bundaran simpang Banggo dan areal bundaran disekitarnya. DAFTAR PUSTAKA Direktorat Pembinaan Jalan Kota (BINKOT), 1990, “Petunjuk Perencanaan Marka Jalan”, No. 012/T/BNKT/1990, Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta. Direktorat Pembinaan Jalan Kota (BINKOT), 1990, “Tata Cara Pelaksanaan Survai Lalu Lintas Cara Manual”, No. 016/T/BNKT/1990, Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta. Direktorat Pembinaan Jalan Kota (BINKOT), 1997, “Manual Kapasitas Jalan Indonesia”, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Munawar, A., 2004, “Manajemen Lalu Lintas Perkotaan”, Edisi Pertama, Beta Offset, Yogyakarta. Saodang, H., 2004, “Konstruksi Jalan Raya”, Edisi Pertama, Nova, Bandung. Sumina., 2008, “Analisis Simpang Tak Bersinyal Dengan Bundaran (Studi Kasus Simpang Gladak Surakarta)”, http://ejournal.utp.ac.id/index.php/JTSA/article/view/89/78, (01-042013/ 09:52 AM). Taufikkurrahman., 2010, “Evaluasi Penanganan Simpang Empat Bersinyal Dengan Metode Perhitungan MKJI 1997 (Studi Kasus Persimpangan Jl. Ranugrati-Sawojajar Kota Malang)”, http://ft.wisnuwardhana.ac.id, (01 Januari 2013/ 08:58:08 PM).