BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kemiskinan tidak mengenal batasan, baik di pedesaan ataupun perkotaan. Saat ini kemiskinan di Indonesia menjadi sorotan dunia, tingkat ekonomi Indonesia pada tahun 2015, adalah yang terburuk sepanjang sejarah, bahkan lebih buruk dari krisis ekonomi pada tahun 2009 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, (www.sindonews.com). Jumlah penduduk yang dikategorikan miskin sebesar 96 juta jiwa atau 40% dari total jumlah penduduk, jumlah ini mengacu pada standar kemiskinan dengan pendapatan 1,5 dollar per hari yang telah ditetapkan oleh Menteri Sosial Republik Indonesia 2014-2019 Khofifah Indra Prawansa pada 11 November 2014 (Berita Satu,2014).
Berbeda dengan pendapat Menteri Sosial, Badan Pusat Statistik merilis laporan pada bulan Maret 2015 yang menyatakan bahwa jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mengalami peningkatan, bertambah sebesar 0,86 juta jiwa dibandingkan dengan kondisi September 2014 dan jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,29 juta jiwa.
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
35 30 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia (Jiwa)
25 20
Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Perkotaan (Jiwa)
15 10 5 0 September 2014 Maret 2015 September 2014 Maret 2015
GAMBAR 1.1 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia Badan Pusat Statistik 2015 Sumber : (www.sindonews.com). Sebagai ibu kota Negara Indonesia, kota besar seperti Jakarta juga tidak dapat mengelak dari permasalahan kemiskinan, Jakarta merupakan bukti nyata kemiskinan dan ketimpangan ekonomi sangat terlihat, pemukiman kumuh dibelakang bangunan bertingkat banyak sekali di jumpai di ibu kota. Salah satu penyebab ketimpangan ekonomi yang besar, karena adanya sistem ekonomi liberal di Indonesia. Ketimpangan antara si kaya dan si miskin selalu terjadi dalam sistem ekonomi liberal yang sifatnya adalah persaingan bebas (SindoNews,2015). Di Jakarta penduduk yang dikategorikan miskin pada tahun 2015 berjumlah hampir 500.000 orang, sebelumnya di tahun 2014 menurut survey yang dilakukan oleh BPS jumlah penduduk miskin di Jakarta berjumlah 412.790. Saat ini Garis Kemiskinan (GK) di ibu kota diukur oleh BPS berdasarkan pendapatan sebesar Rp 469.500 per kapita per bulan, rata-rata penduduk miskin adalah penduduk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
yang
memiliki
pengeluaran
per
kapita
per
bulan
di
bawah
GK
(www.postkotanews.com). TABEL 1.1 GARIS KEMISKINAN Garis Kemiskinan, Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin di DKI Jakarta Maret 2013 - Maret 2014 Bulan/Tahun
Maret 2013 September 2013*) Maret 2014
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Bukan Makanan Makanan Total 268.419 (65,88%) 278.706 (64,17%) 290.030 (64.77%)
139.018 (34,12%) 155.615 (35,83%) 157.766 (35,23%)
Jumlah Penduduk Miskin (000)
Presentase Penduduk Miskin
352,96
3,55
371,70
3,72
393,98
3,92
407.437 (100,00%) 434.322 (100,00%) 447.797 (100,00%)
Sumber: www.jakarta.go.id Tentunya permasalahan kemiskinan harus segera diatasi, mengingat pada tahun 2020, Indonesia akan menghadapi bonus demografi atau sering juga disebut keuntungan demografi merupakan fase dimana jumlah penduduk produktif (15-64 tahun) jauh lebih besar dibandingkan jumlah penduduk tidak produktif (0-14 dan 65 tahun ke atas). Banyak pakar kependudukan yang menyatakan bahwa bonus demografi memberikan manfaat bagi bangsa ini, namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus tersebut tidak dipersiapkan kedatangannya. Bonus Demografi tidak serta merta datang dengan sendirinya, tetapi untuk menjadikan potensi nasional, perlu dipersiapkan dan selanjutnya dimanfaatkan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Syarat agar bonus
demografi
dapat
dimanfaatkan
dengan
baik,
adalah
dengan
mempersiapkannya sejak perencanaan sampai dengan implementasinya di tingkat lapangan. Persiapan ini antara lain melalui:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
1. Peningkatan Pelayanan Kesehatan Masyarakat. 2. Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Pendidikan. 3. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Jika persiapan telah dilaksanakan dengan baik, masyarakat mendapatkan pendidikan yang berkualitas, jaminan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat meningkat, maka angka kemiskanan akan menurun. Namun tidak dapat dipungkiri saat ini kualitas dan tingkat pendidikan penduduk Indonesia
relatif rendah
dibandingkan penduduk di negara-negara maju, rendahnya tingkat pendidikan penduduk Indonesia disebabkan oleh berbagai hal salah satunya karena tingkat kesadaran masyarakat untuk bersekolah masih minim. Sama hal nya dengan tingkat kesehatan masyarakat, di Indonesia masih banyak dijumpai lingkungan yang tidak sehat (permukiman kumuh), tidak memiliki sanitasi sendiri, kurang nya air bersih untuk kebutuhan sehari-hari serta kurangnya sarana kesehatan hal ini disebabkan karena masyarakat tidak memiliki pengetahuan tentang pentingnya kesehatan. Pendapatan perkapita yang rendah juga mengakibatkan rendahnya kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pemerintah Indonesia sendiri juga tidak tinggal diam, pemerintah membuat berbagai macam program untuk menanggulangi permasalahan-permasalahan tersebut. Di era pemerintahan Jokowi-Jusuf Kala, pemerintah Indonesia membuat sebuah program inisiasi yaitu “Program Keluarga Produktif” yang difungsikan membantu masyarakat meningkatkan kualitas kehidupan mereka dan pengentasan kemiskinan, dengan cara peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan, dan pemberian jaminan kesehatan. Secara bertahap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
pemerintah akan membagikan “Kartu Simpanan Keluarga Sejahtera (KSKS)” kepada
15,5
juta
keluarga
kurang
mampu
di
seluruh
Indonesia.
(www.tribunnews.com) Selain membuat program tersebut, pemerintah Indonesia juga ikut serta dalam mencapai tujuan dari kerangka kerja pembangunan global yang tertuang dalam Sustainable Development Goals (SDG’s). Setelah disahkannya SDG’s di tahun 2015, Pemerintah mempunyai waktu 1 hingga 2 tahun untuk mempersiapkan kebijakan pendukungnya. Di antaranya, penyusunan dasar hukum pelaksanaan, rencana aksi dan kelembagaan serta sumber pembiayaan. Terkait dengan kesungguhan pengimplementasian SDG’s. Presiden Joko Widodo telah menyatakan komitmennya untuk membentuk panitia bersama atau joint working group. Panitia bersama ini merupakan koordinasi antara Kantor Staf Presiden, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan masyarakat sipil. Indonesia akan menjadi negara yang mampu menyediakan kesejahteraan berkualitas apabila pemerintah
berhasil
mengimplementasikan
SDGs
dengan
baik.
(www.presidenri.go.id) Sebelum Sustainable Development Goals (SDG’s) ditetapkan,
United
Nations terlebih dahulu membuat MDG’s (Millenium Development Goals). MDG’s lahir atas hasil kesepakatan para pemimpin dunia dari 189 negara yang merupakan anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di tahun 2000, dengan target mencapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat di tahun 2015. SDG’s merupakan penyempurnaan dari MDG’s. Walaupun era MDG’s
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
telah berakhir, indikator yang ditetapkan PBB guna mencapai setiap tujuan yang tertuang dalam MDG’s juga tidak hilang begitu saja. Salah satu alat ukur yang masih digunakan oleh PBB setiap tahun untuk mengukur indeks kemiskinan tiap negara di seluruh dunia adalah MPI (Multidimensional Poverty Index). MPI lahir atas prakarsa United Nations Development Program (UNDP) dan Oxford Poverty and Human Development Initiative (OPHI). UNDP dan OPHI menyadari bahwa fenomena perkembangan studi tentang kemiskinan mengalami pergeseran yang cukup signifikan sehingga dibutuhkan sebuah inisiasi pengukuran kemiskinan baru yang menjawab kebutuhan mereka. Setiap indikator yang ada dalam MPI merupakan cakupan dari tujuan pencapaian target MDG’s yang saat ini telah berganti nama dan disempurnakan menjadi SDG’s. Berbeda dengan metode pengukuran kemiskinan yang selama ini berbasis pendapatan atau konsumsi. MPI melihat struktur kemiskinan lebih luas bukan sekedar pendapatan atau konsumsi tapi mendefiniskan secara multidimensi seperti keterbatasan akses terhadap pendidikan, kesehatan dan kualitas hidup. Konsep ini sebenarnya sudah diutarakan oleh Amartya Sen, yang menyebutkan bahwa kemiskinan itu harus dilihat dari berbagai dimensi seperti pendidikan, kesehatan, kualitas hidup, demokrasi dan kebebasan masyarakat terhadap akses ekonomi (Sen, 1981; Sen, 2000). Fokus utama MPI dibagi menjadi tiga dimensi yaitu pendidikan, kesehatan dan kualitas kehidupan. Ada sepuluh indikator yang lebih komprehensif atau lebih
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
adil dalam mengukur kemiskinan. Bagi Indonesia, MPI merupakan suatu terobosan baru dalam memotret kondisi kemiskinan. Dengan MPI, pemerintah akan mendapatkan gambaran kemiskinan yang lebih riil dibandingkan pola pendekatan konsumsi yang selama ini digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). MPI juga akan lebih objektif dalam strategi penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Sehingga bisa menjadi indikator bagi penetapan asumsi makro ekonomi Indonesia ke depan. Dengan demikian, fenomena persepsi “Urban Bottom of Pyramid People” terhadap program-program yang di inisiasikan oleh pemerintah di bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan yang mengacu pada elemen-elemen Multidimensional Poverty Index (MPI) akan menjadi sorotan utama dari penelitian ini. Jika pada umumnya penelitian mengenai kajian permasalahan sosial menjadi fokus di bidang ilmu ekonomi pembangunan dan sosiologi, melalui penelitian ini permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat urban bottom of pyramid akan dikaji menggunakan konsep sosial marketing. Sesuai dengan teori 4P pemasaran, produk yang dikaji oleh penelitian ini adalah program-program intervensi di bidang pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan yang di inisiasikan oleh pemerintah Indonesia yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup dan merubah perilaku target sasaran. Dengan menerapkan konsep social marketing, peneliti ingin mengetahui apakah persepsi masyarakat Urban Bottom of Pyramid terhadap program tersebut memberikan dampak terhadap peningkatan harapan kualitas hidup dan perubahan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
intensi perilaku masyarakat kearah yang lebih baik, Oleh sebab itu penelitian ini akan menguji pengaruh dari 5 variabel dengan judul: “Pengaruh Persepsi Program Pendidikan, Kesehatan, Kesejahteraan terhadap Harapan Kualitas Hidup dan Dampaknya Pada Intensi Perilaku Masyarakat Urban Bottom of Pyramid” (Studi Kasus: Aplikasi Program Pembangunan Pemerintah Indonesia di Masyarakat Urban Bottom of Pyramid DKI Jakarta)
1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah persepsi program pendidikan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kualitas hidup. 2. Apakah program kesehatan memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kualitas hidup. 3. Apakah program kesejahteraan memiliki pengaruh positif signfikan terhadap kualitas hidup. 4. Apakah kualitas hidup memiliki pengaruh positif signifikan terhadap intensitas perilaku.
1.3 Batasan Masalah Dari suatu populasi, sampel yang di ambil memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Batasan Usia 18-64 tahun. 2. Domisili di DKI Jakarta. 3. Memiliki pendapatan minimal Rp 469.500 – Rp 1.000.000 per bulan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
1.4 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh persepsi program pendidikan terhadap harapan kualitas hidup. 2. Mengetahui pengaruh persepsi program kesehatan terhadap harapan kualitas hidup. 3. Mengetahui pengaruh persepsi program kesejahteraan terhadap harapan kualitas hidup. 4. Mengetahui pengaruh persepsi harapan kualitas hidup terhadap intensitas perilaku. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman penulis baik teoritis maupun praktek, khususnya pengetahuan di bidang metodologi penelitan. Penulis lebih mengetahui secara mendalam mengenai kelompok konsumen Urban Bottom of Pyramid People di DKI Jakarta. 2. Bagi Pembaca Sebagai refrensi dan bahan bacaan untuk menambah pengetahuan, ataupun ingin melakukan penelitian lebih lanjut. 3. Bagi Perusahaan Sebagai masukan bagi pihak manajemen perusahaan yang ingin menyasar segmentasi pasar kelas ekonomi bawah di perkotaan. 4. Bagi Pemerintah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Sebagai masukan bagi pihak pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tepat , baik untuk memberikan subsidi atau jenis bantuaan lain. Ataupun untuk mengetahui intensitas perilaku serta kualitas kehidupan masyarakat di segmen ini. 5. Bagi Unversitas Mercu Buana: Hasil penelitian merupakan bukti nyata kepada pihak universitas sebagai wujud dari proses belajar berlangsung selama proses perkuliahan. Secara akademis, dapat memperluas dan memperkarya bahan referensi teori akademik bagi para pengajar maupun mahasiswa. Secara Teoritis, diharapkan dapat meningkatkan wawasan mahasiswa dalam bidang marketing, khususnya di segmen: Urban Bottom Of Pyramd People DKI Jakarta
http://digilib.mercubuana.ac.id/