PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN NOMOR : 8 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN Menimbang
Mengingat
: a.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten agar dapat meningkatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah diperlukan upaya peningkatan penerimaan daerah yang berasal dari Pajak Daerah;
b.
bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dinyatakan bahwa Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor merupakan Pajak Daerah;
c.
bahwa untuk memenuhi maksud tersebut pada huruf a dan b di atas dipandang perlu mengatur Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang ditetapkan dalam suatu Peraturan Daerah.
: 1.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);
2.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 jo Undang-undang Nomor 10 Tahun 1974 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971);
3.
Undang-undang Nomor 13, Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 5180);
4.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
5.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);
213
6.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);
7.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684);
8.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048;
9.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686);
10.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
11.
Undang-undang Nomor 25 Tahian 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Fusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
12.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Propinsi Banten (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 182);
13.
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Penyitaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3725);
14.
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1998 tentang Penyanderaan dalam rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3727);
15.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
16.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nornor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);
17.
Peraturan Daerah Propinsi Banten Nomor 3 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pembentukan dan Teknik Penyusunan Peraturan Daerah; Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI BANTEN MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH PROPINSI BANTEN TENTANG PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR
214
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1.
Daerah adalah Propinsi Banten;
2.
Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
3.
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;
4.
Gubernur adalah Gubernur Banten;
5.
Pejabat adalah Pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur;
6.
Dinas adalah Dinas Pendapatan Propinsi Banten;
7.
Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Propinsi Banten tentang Pajak Bahan Bakar kendaraan Bermotor;
8.
Bahan bakar kendaraan bermotor adalah bahan bakar yang digunakan untuk menggerakan kendaraan bermotor dan atau kendaraan di atas air;
9.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air;
10.
Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda dua atau lebih beserta gandengannya yang digunakan disemua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak;
11.
Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan pembangunan daerah;
12.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu;
13.
Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah;
14.
Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim;
15.
Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya;
16.
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir;
215
17.
Pajak Terutang adalah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;
18.
Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD atau SPPKB adalah Surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undaugan perpajakan daerah;
19.
Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Gubernur;
20.
Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pajak;
21.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pajak terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar;
22.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;
23.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang; .
24.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
25.
Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;
26.
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya;
27.
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak;
28.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak;
29.
Surat Keputusan Pembetulan yang selanjutnya disingkat SKP adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundangundangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan Pajak Daerah;
30.
Surat Keputusan Keberatan yang selanjutnya disingkat SKK adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat
216
Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak; 31,
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan Retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah dan Retribusi. BAB II NAMA OBJEK DAN SUBJEK PAJAK Pasal 2
Dengan nama Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dipungut pajak atas bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. Pasal 3 (1)
Objek Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air.
(2)
Bahan bakar kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah bensin, solar dan bahan bakar gas. Pasal 4
(1)
Subyek Pajak Baban Bakar Kendaraan Bermotor adalah konsumen bahan bakar kendaraan bermotor.
(2)
Wajib Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan bahan bakar kendaraan bermotor.
(3)
Penyedia bahan bakar kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) adalah Pertamina atau produsen bahan bakar laimya. BAB III DASAR PENGENAAN TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK Pasal 5
(1)
Dasar pengenaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah nilai jual bahan bakar kendaraan bermotor.
(2)
Harga jual sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 6
Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan sebesar 5% (lima persen). Pasal 7 Besarnya Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang terutang dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 Peraturan Daerah ini dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1). BAB IV
217
WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 8 Wilayah pemungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor meliputi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum yang berada di daerah. BAB V MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 9 (1)
Masa pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang.
(2)
Bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.
(3)
Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwim, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim. Pasal 10
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dalam masa pajak terjadi pada saat pembayaran bahan bakar kendaraan bermotor kepada penyedia bahan bakar kendaraan bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air. Pasal 11 (l)
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD.
(2)
SPTPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
(3)
SPTPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus disampaikan pada Dinas selambatlambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya. Pasal 12
(1)
(2)
SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Peraturan Daerah ini sekurangkurangnya memuat : a.
nama dan alamat lengkap penyedia bahan bakar kendaraan bermotor;
b.
wilayah penyaluran bahan bakar;
c.
jenis, harga jual dan jumlah bahan bakar kendaraan bermotor yang diserahkan oleh penyedia bahan bakar kendaraan bermotor kepada SPBU;
d.
jumlah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang terutang.
Bentuk, isi dan tata cara penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. BAB VI TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 13
Besarnya pajak terutang, diperhitungkan dan disetor sendiri oleh Wajib Pajak. Pasal 14
218
(1)
(2)
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Gubernur dapat menerbitkan : a.
SKPDKB
b.
SKPDKBT
c.
SKPDN
SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diterbitkan : a.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
b.
Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, maka dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
c.
Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajalk;
(3)
SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pujak tersebut, kecuali Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
(4)
Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b, atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(5)
SKPDN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Pasal 15
Apabila dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Peraturan Daerah ini telah lewat, SKPDKBT tetap dapat diterbitkan dalam hal Wajib Pajak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihukum karena melakukan tindakan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 Peraturan Daerah ini didasarkan Keputusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Pasal 16 (1)
Gubernur dapat menerbitkan STPD apabila : a.
pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b.
dari hasil peneliti SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung;
219
c.
Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
(2)
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
(3)
Pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui Surat Tagihan Pajak Daerah. Pasal 17
Bentuk isi dan tata cara penerbitan dan penyampaian SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN, SICP dan STPD ditetapkan oleh Gubernur. BAB VII TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN DAN PENAGIHAN Pasal 18 Pemungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor tidak dapat diborongkan. Pasal 19 (1)
Wajib Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebagai penyedia bahan bakar kendaraan bermotor wajib memperhitungkan PBBKB pada saat dilakukan pemesanan bahan bakar kendaraan bermotor oleh SPBU.
(2)
PBBKB dipungut sekaligus dimuka oleh penyedia bahan bakar kendaraan bermotor pada saat pembayaran bahan bakar kendaraan bermotor oleh SPBU. Pasal 20
(l)
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor disetor selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya dari masa pajak yang terutang setelah berakhirnya masa pajak.
(2)
Penyetoran Pajak Bahan Bakar Kendaraan dimaksud dalam ayat (1) disetor ke Kas Daerah.
(3)
Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran pada pembayaran dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Bermotor hari
sebagaimana libur,
maka
Pasal 21 (1)
Penyediaan bahan bakar kendaraan bermotor membayar PBBKB terutang pada Bank persepsi untuk rekening kas Daerah, melalui rekening penerima pajak.
(2)
Dalam hal ini belum terdapat Bank Persepsi, maka pembayaran PBBKB dilakukan pada bank yang ditunjuk oleh Gubernur.
(3)
Bank yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), wajib memindahbukukan pembayaran PBBKB tersebut pada Bank Persepsi pada hari kerja berikutnya.
(4)
Bank Persepsi sebagainiana dimaksud dalam ayat (1) adalah Bank Pemerintah.
220
Pasal 22 (1)
SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pemberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
(2)
Tata cara penyetoran, angsuran dan penundaan pernbayaran PBBKB ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 23
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) Peraturan Daerah ini jumlah pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding dapat ditagih seketika dan sekaligus apabila : a.
Wajib Pajak akan meninggalkan daerah untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
b.
Wajib Pajak akan menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaannya, atau pekerjaan yang dilakukan di daerah, ataupun memindahtangankan barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dimiliki atau dikuasai;
c.
pembubaran badan atau mat untuk membubarkannya dan pernyataan pailit;
d.
terjadi penyitaan atas barang bergerak oleh pihak ketiga. Pasal 24
(1)
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding yang tidak atau kurang oleh Wajib Pajak pada waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa.
(2)
Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilakukan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 25
(1)
Pemerintah Daerah mempunyai hak mendahului (hak preferensi) untuk tagihan pajak atas barang-barang Wajib Pajak, begitu pula atas barangbarang milik wakilnya serta pribadi atau badan yang menurut Pasal 26 ayat (2) Peraturan Daerah ini bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung renteng.
(2)
Hak untuk mendahului sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda dan tambahan serta biaya penagihan.
(3)
Hak mendahului setelah melewati waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding, kecuali apabila dalam jangka waktu tersebut Surat Paksa diberitahukan secara resmi atau diberikan penundaan pembayaran.
(4)
Dalam hal Surat Paksa diberitahukan secara resmi, jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa atau dalam hal diberikan penundaan pembayaran, maka jangka waktu 2 (dua) tahun ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran tersebut.
221
Pasal 26 (1)
Dalam hal menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan peraturan daerah ini, Wajib Pajak dapat diwakili dengan ketentuan sebagai berikut : a. badan oleh pengurus atau kuasanya; b. badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau badan yang dibebani untuk melakukan likwidasi.
(2)
Wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan Gubernur atau pejabat yang ditunjuk, bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak terutang tersebut. BAB VIII KEBERATAN DAN BANDING Pasal 27
(1)
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Gubernur atau pejabat atas : a.
SKPD;
b.
SKPDKB;
c.
SKPDKBT;
d.
SKPDLB;
e.
SKPDN;
f.
STPD;
g.
Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang undangan perpajakan daerah yang berlaku.
(2)
Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN dan STPD. diterima oleh Wajib Pajak, dengan alasan yang jelas, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena diluar kekuasaannya.
(3)
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak secara jabatan, Wajib Pajak harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan pajak tersebut.
(4)
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena diluar kekuasaannya.
(5)
Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 28
(1)
Gubernur dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan .
(2)
Keputusan Gubernur atas keberatan dapat menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak terutang.
222
(3)
Apabila jangka waktu sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) telah lewat dan Gubernur tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 29
(1)
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Gubernur.
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia degan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut.
(3)
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Pasal 30
(1)
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
(2)
Tata cara pengajuan keberatan atau permohonan banding dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan 29 Peraturan Daerah ini dan ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. BAB IX PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 31
(1)
Gubernur karena jabatan atau permohonan Wajib Pajak dapat membetulkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Daerah ini, dengan menerbitkan Surat Keputusan Pembetulan.
(2)
Gubernur dapat :
(3)
a.
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa, denda kanaikan pajak yang terutang menurut Peraturan Perundang-undangan Perpajakan Daerah, dalam hal ini sanksi tersebut dikarenakan kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
b.
Mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
Tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dengan Keputusan Gubernur. BAB X PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 32
(1)
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembayaran pajak kepada Gubernur.
(2)
Gubernur dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBBKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
223
pengembalian
kelebihan
(3)
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah dilampaui, Gubernur atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBBKB dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4)
Pengembalian kelebihan pembayaran PBBKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB.
(5)
Apabila pengembalian kelebihan pembayaran PBBKB dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan, Gubernur memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan PBBKB. Pasal 33
(1)
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBBKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan Daerah ini, harus diajukan kepada Gubernur dengan melampirkan : a.
SPTPD untuk masa pajak yang bersangkutan;
b.
perhitungan pajak yang seharusnya dibayar;
c.
bukti pembayaran pajak.
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diajukan selambatlambatnva 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pajak.
(3)
Gubernur atau pejabat yang ditunjuk segera mengadakan penelitian atau pemeriksaan terhadap kebenaran kelebihan pembayaran pajak yang diajukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). BAB XI PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN Pasal 34
(1)
Hasil penerimaan PBBKB diserahkan ke Kabupaten/Kota paling sedikit 70% (tujuh puluh persen).
(2)
Pembagian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.
(3)
Apabila potensi terkonsentrasi pada suatu daerah Kabupaten Kota maka Gubernur mengatur lebih lanjut. BAB XII KADALUWARSA PENAGIHAN Pasal 35
(1)
Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah.
(2)
Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tertangguh apabila : a.
diterbitkannya Surat Teguran dan Surat Paksa atau;
b.
ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung BAB XIII PENGHAPUSAN PIUTANG Pasal 36
224
(1)
Piutang PBBKB yang sudah kadaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Daerah ini, dapat dilakukan penghapusan.
(2)
Penghapusan piutang PBBKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan permohonan penghapusan piutang dari Dinas.
(s)
Permohonan penghapusan piutang PBBKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), sekurang-kurangnya harus memuat :
(4)
a.
nama dan alamat Wajib Pajak;
b.
jumlah piutang pajak;
c.
tahun pajak.
Permohonan penghapusan piutang PBBKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus melampirkan : a.
bukti salinan/tindasan Keputusan Pajak Terutang;
b.
daftar keterangan dari Kepala Dinas bahwa piutang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi;
c.
daftar piutang pajak yang tidak tertagih.
Berdasarkan permohonan penghapusan piutang PBBKB sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Gubernur menetapkan penghapusan piutang PBBKB dengan terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Tim Penghapusan Piutang yang dibentuk oleh Gubernur. (6)
Pelaksanaan lebih lanjut penghapusan piutang PBBKB ditetapkan oleh Gubernur. BAB XIV PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 37
(1)
Wajib Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang melakukan usaha dengan omzet Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) wajib menyelenggarakan pembukuan.
(2)
Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dapat dilakukan secara tertib, teratur dan benar sesuai dengan norma pembukuan yang berlaku.
(3)
Pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (I) dapat dijadikan sebagai dasar untuk menghitung besarnya pajak terutang. Fasal 38
(1)
Gubernur berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan Peraturan Daerah ini.
(2)
Untuk keperluan pemeriksaan petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah pemeriksaan serta harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
(3)
Wajib Pajak Bahan Bakar Kendaraan yang diperiksa harus : a.
memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan PBBKB yang terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; memberikan keterangan yang diperlukan.
225
BAB XV KETENTUAN KHUSUS Pasal 39 (1)
Setiap Wajib Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak, segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib PBBKB dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan Peraturan Daerah ini, kecuali sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.
(2)
Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berlaku juga untuk ahliahli yang ditunjuk oleh Gubernur untuk membantu dalam pelaksanaan Peraturan Daerah ini, kecuali sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.
(3)
Untuk kepentingan daerah, Gubernur berwenang memberi ijin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan tenaga-tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), supaya memberikan keterangan, memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuknya.
(4)
Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata atas permintaan hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Gubernur dapat memberi ijin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), bukti tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
(5)
Permintaan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus menyebutkan nama terdakwa atau nama tergugat, keterangan-keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta tcrsebut. BAB XVI PENYIDIKAN Pasal 40
(1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana terhadap Peraturan Daerah ini.
(2)
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), adalah : a.
menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dalam Peraturan Daerah, agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b.
meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana;
c.
meminta keterangan dan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana;
d.
memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana;
e.
melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f.
meminta tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana;
g.
menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
226
bukti serta
identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
(3)
h.
memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah;
i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
menghentikan penyidikan;
k.
melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana.
Penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberitahakan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undangundang. BAB XVII KETENTUAN PIDANA Pasal 41
(1)
Wajib Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah, dapat dipidanakan dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.
(2)
Wajib Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah, dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda setinggitingginya 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak.saat terutangnya PBBKB atau berakhirnya masa PBBKB. Pasal 42
(1)
Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah ini, dipidana dengam pidana kurungan paling lama 6 (enam) balan, atau denda paling banyak Rp.2.000.000,- (dua juta rupiah).
(2)
Pejabat yang sengaja tidak memenuhi kewajiban atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhi kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah ini, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah).
(3)
Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar. Pasal 43
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Daerah ini merupakan Penerimaan Negara.
227
BAB XVIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 44 (1)
Terhadap pajak yang telah ditetapkan sebelum Peraturan Daerah ini berlaku dan belum dibayar, besarnya pajak yang terutang didasarkan ketentuan yang berlaku sebelumnya.
(2)
Terhadap masa pajak yang berakhir sebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dan apabila didaftarkan pada saat atau sesudah Peraturan Daerah ini berlaku, maka dikenakan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini. BAB XIX KETENTUAN PENUTUP Pasal 45
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. Pasal 46 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Banten. Ditetapkan di Serang pada tanggal
29 April 2002
GUBERNUR BANTEN,
Cap/Ttd
H. D. MUNANDAR Diundangkan di Serang pada tanggal SEKRETARIS DAERAH PROPINSI BANTEN, Cap/Ttd
DRS. H. AYIP MUFLICH Pembina Utama Muda NIP. 010 096 099
LEMBARAN DAERAH PROPINSI BANTEN TAHUN 2002 NOMOR 9 SERI : B
228