21
BAB II KONSEPSI UMUM MENGENAI KEWENANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PENYIDIKAN KASUS KORUPSI MENURUT FIQIH MURAFA’AT A. Pengertian Penyidik1 Secara etimologi al-H{ishab merupakan kata benda yang berasal dari kata
al-ih{tisab artinya “menahan upah,” kemudian maksudnya meluas menjadi “pengawasan
yang
baik.”2
Sedangkan
secara
terminologi,
al-Mawardi
mendefinisikan dengan “menyuruh kebaikan jika terbukti kebaikan ditinggalkan (tidak diamalkan), dan melarang dari kemungkaran jika terbukti kemungkaran dikerjakan.3 Ibnu Khaldun mendefinisikan dekat dengan pengertian Al-Mawardi dan dikutib oleh Hasbi Ash-Shiddieqi bahwa hal itu merupakan suatu tugas keagamaan, masuk ke dalam bidang amar ma‘ru
1
Dalam konteks ini yang dimaksud penyidik adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dalam Islam disebut dengan al-hisbah , yaitu Lembaga yang dibentuk oleh negara yang berfungsi sebagai penegak hukum dan pencegah tindak perkara pelanggaran umum. 2 Basiq Djalil, Peradilan Islam, 125. 3 Imam al-Mawardi, Al Ahkam As-Shulthaniyyah, Penerjemah Fadli Bahri, Cet II, (Jakarta: Darul Falah, 2006), 398. 4 Basiq Djalil, Peradilan Islam, 125.
21
22
B. Dasar Hukum Kewenangan Al-Hisbah Surat Ali Imron ayat 104 yang berbunyi sebagai berikut
ﻢ ﻫﻚﺃﹸﻭﻟﹶﺌﻜﹶﺮﹺ ﻭﻨﻦﹺ ﺍﻟﹾﻤﻥﹶ ﻋﻮﻬﻨﻳ ﻭﻭﻑﺮﻌﻭﻥﹶ ﺑﹺﺎﻟﹾﻤﺮﺄﹾﻣﻳﺮﹺ ﻭﻴﻮﻥﹶ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﺨﻋﺪﺔﹲ ﻳ ﺃﹸﻣﻜﹸﻢﻨ ﻣﻜﹸﻦﻟﹾﺘﻭ (١٠٤) ﻮﻥﹶﺤﻔﹾﻠﺍﻟﹾﻤ “Dan hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.5 Secara konsepsional, lembaga al-H{isbah itu merupakan bentuk peradilan yang dirumuskan kemudian (masa mujahiddin), meskipun secara praktis telah dikenal dan berlangsung sejak jaman Rasulullah saw. Dalam kesehariannya, kehidupan Rasulullah saw memang tidak pernah lepas dari kegiatan melaksanakan amar ma‘ru
5
Departemen Pertahanan RI, Al Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Departemen Pertahanan RI, 2001), 115.
23
kemudian memasukkan jari tangannya kedalam tumpukan tepung itu, ternyata pada saat Rasulullah saw mencabutnya, terlihat jari tangannya basah.6 Menurut Imam al-Mawardi h{isbah berhak dilakukan setiap orang muslim, petugas al-H{isbah ada dua macam yang pertama yang disebut al-Muh{tasib yaitu petugas al-H{isbah yang diangkat oleh negara dan yang kedua al-Mut{atawi yaitu petugas al-H{isbah secara sukarela.7
C. Kewenangan dan Tugas Al-Hisbah Kewajiban h{isbah bagi al-Muh{tasib (petugas H{isbah) adalah fard{u ‘ain, sedangkan kewajiban h{isbah bagi selain al-Muh{tasib (al-Mut{a tawi) ialah fard{u
kifa
h{isbah oleh pelaku h{isbah secara sukarela (al-Mut{atawi) adalah bukan bagian dari tugasnya. Oleh karena itu, ia diperbolehkan sibuk dengan urusan lain selain h{isbah. 2. Sesungguhnya al-Muh{tasib (petugas al-H{isbah) diangkat untuk difungsikan sebagai petugas terhadap hal-hal yang wajib dilarang. Sedangkan pelaku
6
Oyo Sunaryo Mukhlas, Perkembangan Peradilan Islam, (Bogor: Galia Indonesia, 2011), 23. Imam Al-Mawardi, Al- Ah{kam As-S{ult{oniyyah, 398. 8 Ibid. 7
24
h{isbah al-Mut{a tawi tidak diangkat untuk difungsikan sebagai petugas terhadap hal-hal yang wajib dilarang. 3. al-Muh{tasib wajib membantu orang yang meminta pertolongan kepadanya dalam menghadapi orang lain. Sedangkan al-Mut{atawi tidak wajib membantu orang yang minta pertolongan kepadanya untuk menghadapi orang lain. 4. Sesungguhnya al-Muh{tasib harus mencari kemunkaran-kemunkaran yang terlihat untuk ia larang, dan memeriksa kebaikan yang ditinggalkan (tidak diamalkan) untuk ia perintahkan. Sedangkan al-Mut{atawi, ia tidak diharuskan
mencari
kemungkaran
atau
memeriksa
kebaikan
yang
ditinggalkan. 5. Sesungguhnya al-Muh{tasib berhak mengangkat staff untuk melarang kemunkaran, karena ia ditugaskan untuk melarang kemungkaran, agar dengan pengangkatan staff, ia semakin perkasa dan lebih kuat. Sedangkan al-
Mut{a tawi tidak berhak mengangkat staff. 6. Sesungguhnya al-Muh{tasbi berhak menjatuhkan ta’zi
25
7. al-Muh{tasib berhak mendapat gaji dari baitul ma
9
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), 96. 10 Basiq djalil, Peradilan Islam , 128.
26
orang-orang yang tidak dapat mengembalikan haknya tanpa bantuan dari petugas-petugas al-H{isbah. 11 Adapun yang berkaitan dengan hak Allah, misalnya, melarang mengkonsumsi minuman keras, melarang melakukan hal-hal yang keji, berbuat zina, dan perbuatan mungkar lainnya serta melarang orang-orang yang tidak kapabel untuk berfatwa. Sedangkan yang berkaitan dengan hak hamba adalah menyangkut kepentingan umum, seperti melarang penduduk membangun rumah yang mengakibatkan sempitnya jalan-jalan umum, mengganggu kelancaran lalu lintas, dan melanggar hak-hak sesama tetangga. Dan yang berkaitan dengan hak kedua-duanya (hak Allah dan hamba), misalnya melarang berbuat curang dalam muamalah, seperti melarang jual beli yang dilarang syariat, penipuan dalam takaran dan timbangan, menegakkan hak asasi manusia seperti mencegah buruh membawa beban diluar batas kemampuannya, atau kendaraan-kendaraan yang mengangkut barang melebihi kuota. Jadi, seorang al-Muh{tasib harus mampu mengajak masyarakat menjaga ketertiban umum.12 Dalam beberapa kasus, seorang al-Muh{tasib juga bertugas seperti hakim, yaitu pada kasus-kasus tertentu yang memerlukan putusan segera. Hal ini dilakukan karena terkadang ada suatu masalah yang harus segera diselesaiakan agar tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk, dan jika melalui proses pengadilan hakim akan memakan waktu yang cukup lama. Seorang al-Muh{tasib 11 12
Ibid. Ibid.
27
tidak saja menyelesaikan satu sengketa atau mendengar satu pengaduan, dia juga boleh memberiputusan terhadap suatu hal yang masuk kedalam bidangnya. Akan tetapi, al-Muh{tasib tidak mempunyai hak untuk mendengar keteranganketranagn saksi dalam memutus dalam suatu hukum dan tidak pula berhak menyuruh bersumpah terhadap orang yang menolak suatu gugatan karena yang demikian itu termasuk dalam kewenangan hakim pengadilan. Jadi, wilayah al-
H{isbah secara garis besarnya menyerupai jawatan penuntut umum, sedangkan alMuh{tasib dapat disamakan dengan penuntut umum karena mereka adalah orangorang yang bertugas memelihara hak-hak umum dan tata tertib masyarakat. Walaupun dalam beberapa segi terdapat perbedaan, namun secara garis besar dapat dikatan bahwa tugas al-H{isbah di dalam hukum Islam merupakan dasar bagi penuntut umum sekarang ini.13
D. Kriteria Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian dan dasar hukum korupsi dalam hukum Islam Dalam hukum Islam makna korupsi tidak dengan jelas disebutkan Alquran. Akan tetapi bukan berarti Islam tidak memiliki hukum atas perbutan ini (korupsi). Korupsi tergambar dalam beberapa surat dalam Firman Allah Swt, diantaranya adalah14
13
Ibid, 129 Yuli Rahmatul Hidayah, Sanksi Tindak Pidana Korupsi Oleh Pegawai Negeri Sipil Ditinjaun Dari Filsafat Hukum Islam, (Surabaya: Fakultas Syariah, 2007), 54-56. 14
28
ﺎﺱﹺﺍﻝﹺ ﺍﻟﻨﻮ ﺃﹶﻣﻦﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﻓﹶﺮﹺﻳﻘﹰﺎ ﻣﺘﻜﱠﺎﻡﹺ ﻟﺎ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﺍﻟﹾﺤﻟﹸﻮﺍ ﺑﹺﻬﺪﺗﻞﹺ ﻭﺎﻃ ﺑﹺﺎﻟﹾﺒﻜﹸﻢﻨﻴ ﺑﺍﻟﹶﻜﹸﻢﻮﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮﺍ ﺃﹶﻣﻻ ﺗﻭ (١٨٨) ﻮﻥﹶﻠﹶﻤﻌ ﺗﻢﺘﺃﹶﻧﺑﹺﺎﻹﺛﹾﻢﹺ ﻭ Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188) 15 Ayat tersebut menjelaskan tentang larangan memakan harta orang lain dengan ba
(٢) ﻓﹸﻮﻥﹶﻮﺘﺴﺎﺱﹺ ﻳﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨﺎﻟﹸﻮﺍ ﻋ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﺍﻛﹾﺘﻳﻦ(ﺍﻟﱠﺬ١) ﲔّﻔﻄﹶﻔﻠﹾﻤﻞﹲ ﻟﻳﻭ Artinya:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,” (Q.S. Al-Muthafifin 1-2)16
Ayat tersebut menjelaskan tentang larangan berbuat curang, berbuat curang dalam ayat ini adalah dalam timbangan. Maka dalam melakukan suatu perbuatan hendaknya dilaksanakan dengan baik sesuai dengan proporsi tanpa mengurangi atau menghilangkan sesuatu yang bukan haknya. Allah juga melarang hamba-Nya berbuat keji yang nampak atau yang sembunyi15
Departemen Pertahanan RI, Al Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Depertemen Pertahanan RI, 2001), 52. 16 Ibid., 1222.
29
sembunyi. Serta melarang merampas sesuatu yang bukan menjadi haknya dengan cara paksa dan tidak benar. Hal ini sebagaimana firman Allah:
ﺮﹺﻛﹸﻮﺍﺸﺃﹶﻥﹾ ﺗﻖﹺّ ﻭﺮﹺ ﺍﻟﹾﺤﻴ ﺑﹺﻐﻲﻐﺍﻟﹾﺒ ﻭﺍﻹﺛﹾﻢ ﻭﻄﹶﻦﺎ ﺑﻣﺎ ﻭﻬﻨ ﻣﺮﺎ ﻇﹶﻬ ﻣﺶﺍﺣ ﺍﻟﹾﻔﹶﻮﺑﹺّﻲ ﺭﻡﺮﺎ ﺣﻤﻗﹸﻞﹾ ﺇﹺﻧ (٣٣) ﻮﻥﹶﻠﹶﻤﻌﺎ ﻻ ﺗ ﻣﻠﹶﻰ ﺍﻟﻠﱠﻪﻘﹸﻮﻟﹸﻮﺍ ﻋﺃﹶﻥﹾ ﺗﺎ ﻭﻠﹾﻄﹶﺎﻧ ﺳﺰﹺّﻝﹾ ﺑﹺﻪﻨ ﻳﺎ ﻟﹶﻢ ﻣﺑﹺﺎﻟﻠﱠﻪ Artinya: Katakanlah: Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengadaadakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al A’raf: 33) 17 Dari dalil diatas maka ciri-ciri korupsi sebagai berikut: a. Perbuatan melawan hukum (bathil dan menyalagunakan amanah) b. Mengambil hak orang lain tanpa alasan yang benar yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan c. Memperkaya diri sendiri atau mengambil harta orang lain dengan jalan yang dilarang olah syara’. Hukum perbuatan korupsi dalam Islam. Hukum Islam diisyaratkan Allah Swt. untuk kemaslahatan manusia. Kemaslahatan yang hendak diwujudkan dengan pensyariatan hukum tersebut ialah terpeliharanya harta dari pemindahan hak milik yang tidak menurut prosedur hukum, dan dari pemanfaatnnya yang tidak sesuai dengan kehendak Allah Swt. Oleh karena itu, larangan mencuri, merampas, mencopet, dan sebagainya adalah untuk
17
Ibid., 282.
30
memelihara keamanan harta dari pemilikan yang tidak sah.18Ulama fikih telah sepakat mengatakan bahwa perbuatan korupsi adalah haram (dilarang) karena bertentangan dengan maqa<sid al-syari<’ah (tujuan hukum Islam). Keharaman perbuatan korupsi dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain sebagai berikut. 1. Perbuatan korupsi merupakan perbutan curang dan penipuan yang secara langsung merugikan keuangan negara (masyarakat). Allah Swt. memberi peringatan agar kecurangan dan penipuan itu dihindari, seperti pada firmannya-Nya “Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan harta perang itu,maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan pembalasan setimpal sedang mereka tidak dianiaya”. (QS. 3: 161). 2. Perbuatan korupsi yang disebut juga sebagai penyala gunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain adalah perbuatan menghianati amanah yang diberikan masyarakat kepadanya. Berhianat terhadap amanat adalah perbuatan terlarang dan berdosa seperti yang ditegaskan Allah dalam firman Nya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu menghianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (QS. 8:27). 3. Perbuatan korupsi untuk memperkaya diri sendiri dari harta negara adalah perbuatn lalim (aniaya), karena kekayaan negara adalah harta yang dipungut dari masyarakat termasuk masyarakat miskin dan buta huruf yang mereka peroleh dengan susah payah. Oleh karena itu, amat lalim seorang pejabat yang memperkaya dirinya dari harta msyarakat tersebut, Allah menggolongkan orang orang ini kedalam golongan orangorang yang celaka besar, sebagai mana dalam firma-Nya “kecelakaan besarlah bagi otang-orang lalim yakni siksaan di hari yang pedih”.(QS. 43: 65) 4. Pemberian fasilitas negara kepada seseorang karena ia menerima suap dari yang menginginkan fasilitas tersebut. Perbutan ini oleh Nabi
18
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid III, (Jakarta:
2003), 974-975.
31
Muhammad saw disebut laknat seperti dalam sabdanya “Allah melaknat orang yang menyuap dan menerima suap”. (HR. Ahmad bin Hambal).19 2. Macam-macam korupsi
a. Ghulul Ghulul menurut bahasa adalah khianat, sedangkan menurut Hamka, Ghulul yaitu seseorang mengambil barang sesuatu lalu dimasukkan dengan sembunyi-sembunyi kedalam kumpulan barangbarangnya yang lain.20 Lebih lanjut Majelis Ulama Indonesia dalam fatwanya No. 9/MUNAS VI/MUI/2000 tentang Risywah (suap), ghulul (korupsi), dan hadiah kepada pejabat21 memberikan definisi ghulul sama dengan korupsi, yaitu tindakan pengambilan sesuatu yang ada dibawah kekuasaannya dengan cara yang tidak benar menurut syariat Islam. Pada surat Ali Imron ayat 161 lebih spesifik menyebutkan tentang ghulul yang bermakna khianat.22 Dalam ayat ini, menurut Hamka23kata ghulul dipakai untuk orang yang mendapat harta rampasan perang (ghani<mah), lalu sebelum barang itu dibagikan dengan adil oleh kepala perang, telah terlebih dahulu disembunyikannya kedalam penaruhannya. Sehingga barang itu tidak masuk dalam pembagian. Bahkan menurut Hamka, ghulul disamakan dengan mencuri, karena 19
Ibid. Hamka, Tafsir al Azhar Juz III, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), 179. 21 Ma’ruf amin, (et al), Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia sejak 1975- (Jakarta: Erlangga, 2011), 388. 22 Lihat surat Ali Imron ayat 161. 23 Hamka, Tafsir al Azhar Juz III, 179. 20
32
seharusnya ghani<mah tersebut dikumpulkan terlebih dahulu jadi satu, dan kemudian oleh kepala perang dibagikan berdasarkan keadilan.24
b. Risywah Risywah berasal dari bajasa Arab rasya, yarsyu, rasya, yang berarti “sogokan” atau “bujukan”. Istilah lain searti dan biasa dipakai dikalangan masyarakat ialah “suap” dan “uang tempel”, uang sumir”, “pelicin”. Menurut Ali bin Muhammad al-Sayyid al-Sarif al-Jurjani, ahli bahasa dan fikih ia mendefinisikan risywah ialah sesuatu (pemberian) yang diberikan kepada seseorang untuk membatalkan sesuatu yang hak (benar) atau membenarka yang batil. Adapu ulama menurut lainnya
risywah merupakan suatu pemberian yang menjadi alat bujukan untuk mencapai tujuan tertentu.25
Risywah merupakan salah satu bentuk pemberian yang tidak didorong oleh keikhlasan untuk mencari ridho Allah Swt, melainkan untuk tujuan-tujuan yang bertentangan dengan syariat.suap-menyuap dilarang karena dua alasan 1. Dari segi pelaksanaannya, pemberian dan penerimaan suap tidak mengandung unsur ikhlas karena dilakukan dengan alasan-alasan tertentu yang tidak dapat dibenarkan. 2. Dari segi tujuannya, pemberian suap dilakukan untuk tujuan yamg melanggar aturan agama sebab membenarkan yang salah dan menyalahkan yang 24 25
Ibid., Ibid.
33
benar. Hal dikehendaki dalam suap menyuap merupakan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama (Islam). Islam mengajarkan bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu adalah salah.26 3. Sanksi hukum pelaku tindak pidana korupsi Tindak pidana ta’zi
Ibid. Tim Tsalisah Bogor, Ensiklopedi Hukum Islam, jilid I, (Jakarta: Karisma Ilmu, 2007), 100.
34
khianat, suap-menyuap, ingkar janji, menipu timbangan, riba dan sebagainya. Namun demikian, walaupun bentuk dan hukuman jari<mah ta’zi
syara’, penerapan sanksinya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim. Dia dapat memilih rangkaian hukuman dari yang ringan sampai yang terberat. Hal ini karena pada dasarnya jari<mah ini adalah hak penguasa.28 Abdul al-Qadir Audah, membagi jariamh ta’zi
Rahmat hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 31-
32. 29
Makhrus Munajat, Dekontruksi Hukum Pidana Islam (Kajian Hukum Islam), (Jogjakarta: Logung Pustaka, 2004), 13-14.
35
E. Kretiria Alat Bukti Tindak Pidana Korupsi Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauziyah seperti yang dikutib oleh Muhammad Salam Madkur “Alat bukti adalah setiap alasan yang dapat memperkuat dakwaan atau gugatan.30 Bukti yang diajukan di depan persidangan untuk menguatkan gugatan bertujuan untuk memberikan dasar kepada hakim akan kebenaran peristiwa yang didalilkan para pihak yang dibebani pembuktian peristiwa-peristiwa di depan persidangan. Dalam kajian Hukum Acara Pidana Islam, mengenai alat bukti terdapat perbedaan pendapat dari banyak fuqaha’. Menurut Ibnu Qayyim bahwa alat bukti terdiri dari 17 macam alat bukti, yaitu:31 1. Pembuktian atas fakta yang berbicara pada dirinya dan tidak memerlukan sumpah 2. Pembuktian dengan pengingkaran penggugat atas jawaban tergugat 3. Pembuktian dengan bukti disertai sumpah pemegangnya 4. Pembuktian dengan penolakan sumpah belaka 5. Pembuktian dengan penolakan sumpah dan sumpah yang dikembalikan 6. Pembuktian dengan saksi satu orang lak-laki tanpa sumpah 7. Pembuktian dengan saksi satu orang laki-laki dan sumpah penggugat
30
Muhammad Salam Madkur, al Qadla fi al Islami, penerjemah, Imron AM, (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), 107. 31 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Hukum Acara Peradialan Islam, 193-302.
36
8. Pembuktian dengan keterangan saksi satu orang laki-laki dan dua orang perempuan 9. Pembuktian berdasarkan keterangan saksi satu orang laki-laki dan penolakan untuk bersumpah 10. Pembuktian berdasarkan saksi dua orang perempuan dan sumpah penggugat, dalam perkara perdata kebendaan dan hak kebendaan 11. Pembuktian dengan saksi dua orang perempuan belaka 12. Pembuktian dengan saksi tiga orang laki-laki 13. Pembuktian berdasrkan keterangan saksi empat orang laki-laki yang merdeka 14. Pembuktian dengan kesaksian budak 15. Pembuktian berdasar kesaksian ankanak di bawah umur 16. Pembuktian berdasar kesaksian orangorang fasik 17. Pembuktian berdasar orang-orang non muslim. Pendapat lain dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, bahwa alat bukti ada 4 (empat) macam alat bukti, yaitu: 32
1. Iqra
32
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 14, 43.
37
Sementara fuqaha<’ Indonesia, Hasbi As Siddiqei memberikan keterangan bahwa alat bukti dalam hukum Islam diantaranya yaitu:33 1. Iqrar (pengakuan) 2. Syahadah (kesaksian) 3. Yami
33 34
Muhammad Hasbi as Shiddiqei, Peradilan dan Hukum Acara Islam, 116. Ibid. 136.
38
1. Iqra
Iqra
istilah syara’ iqra
terhadap apa yang didakwakan.Yang dimaksud dengan pengakuan disini yaitu mengakui adanya hak orang lain yang ada pada diri pengaku itu sendiri dengan ucapan atau yang bersetatus sebagai ucapan, meskipun untuk masa yang akan datang, untuk memasukkan kemungkinan apabila seseorang telah mengakui dihadapan sidang pengadilan. Pengakuan (iqra
2. Bayyinah Menurut Ibnu al-Qayyim, bayyinah meliputi apa saja yang dapat mengungkapkan dan menjelaskan kebenaran sesuatu, dan siapa yang mengartikan bayyinah sebagai dua orang saksi belum dipastikan memenuhi yang dimaksud, dan didalam Alquran sama sekali tidak ditemukan kata
bayyinah yang berarti dua orang saksi, tetapi arti bayyinah didalam Alquran adalah al-hujjah (dasar atau alasan), al-dali
35
Hamka, Tafsir al Azhar, 50. Salam Madkur, Peradilan dalam Islam, 117-118. 37 Basiq Djalil, Peradilan Islam , 44. 36
39
Menurut jumhur bayyinah sinonim dengan syaha
ﻜﹶﺮ ﺍﹶﻧﻦﻠﹶﻰ ﻣ ﻋﻦﻴﻤﺍﻟﹾﻴﻲ ﻭﻋﺪﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻤﺔﹸ ﻋﻨﻴﹶﺍﻟﹾﺒ “Pembuktian itu dibebankan kepada penggugat dan sumpah itu dibebankan kepada orang yang mengingkari”39 (HR. Al-Baihaqi) Bahwa sumpah decisoir40 memang lebih utama dibebankan tergugat. Jika kuasa petendi gugatan penggugat dipandang kurang kuat, karena, pihaknya sangat kuat didudukan pada asas praduga tak bersalah, dengan asumsi dasar sebagai pemilik asal hak. Jadi pihak mana yang lebih kuat dari pihak-pihak yang berpekara, sumpah dibebankan padanya. Dan apabila penggugat meneguhkan gugatannya dengan bukti-bukti yang tidak kuat, atau pihak lawan menolak mengangkat sumpah, atau penggugat hanya
38
Ibid.45 Ibn Hajar al-Asqala
40
mengajukan bukti saksi satu orang laki-laki, sedangkan gugatan penggugat sama sekali tidak beralasan, maka lebih utama kalau penggugat dibebani mengangkat sumpah supletoar41. Karaena, dengan begitu dia berada dipihak yang kuat. Dan oleh karena sumpah dibebankan kepada pihak mana yang lebih kuat diantara pihak-pihak yang berpeakra, maka sumpah menjadi hak pihak yang kuat. Denangan demikian, apabila salah satu pihak diketahui menempati posisi yang kuat, tetapi bukti-bukti yang diajukannya kurang kuat, maka sumpah menjadi haknya. Dan jika diketahui penggugat berada dipihak yang kuat, karena penolakan tergugat untuk mengangkat sumpah, maka sumpah dikembaliakan kepada penggugat. Demikian imi merupakan ketentuan hukumacara beban pembuktian yang diterapkan oleh para sahabat.42 4. Qari
41
setelah
timbul
persangkaan
karena
tampak
tanda-tanda
Sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatanya kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasar putusannya. 42 Ibid.
41
mencurigakan pada diri tertuduh, dan Nabi saw pernah memerintahkan orang yang menemukan sesuatu agar menyerahkan barang temuannya kepada orang yang ternyata tepat dalam menyebutkan sifat-sifat barang yang hilang, dan Nabi saw memerintahkan agar orang tersebut (pihak yang kehilangan) menyebutkan sifat-sifat barangnya yang hilang, wadahnya dan tutupnya. Dan dalam Alquran juga menganggap qari
Qari
ِﺎﺀﺲﹺ ﺍﻟﻘﹶﻀﻠﺠﻰ ﻣ ﻓﺓﺎﺩﻬ ﺍﻟﺸ ﺑﹺﻠﹶﻔﹾﻆﻖ ﺣﺎﺕ ﻹِﺛﹾﺒﻕﺎﺩ ﺻﺎﺭﺒَ ﺇﹺﺧﻩﻭ
43 44
Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam, 143-145. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),244.
42
Persaksian adalah suatu pemberitahuan (pernyataan) yang benar untuk membuktikan suatu kebenaran dengan lafaz{ syaha
Syarat-syarat umum saksi: Untuk dapat diterimanya persaksian, harus dipenuhinya syarat-syarat untuk jenis semua jarimah, syarat-syarat tersebut sebagi beririkut:46 a. Baligh (dewasa) b. Berakal c. Kuat ingatan d. Dapat dipercaya e. Tidak ada penghalang persaksian.
45 46
Ibid. 231. Ibid.43.
43
F. Pembuktian dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Sistem Pembuktian Hukum Acara Pidana Islam Dalam persengketaan di pengadilan, pembuktian adalah suatu hal yang sangat penting., sebab pembuktian merupakan esensi dari suatu persidangan guna didapat kebenaran yang mendekati kebenaran. Menurut R. Subekti yang dimaksud dengan pembuktian adalah menyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalildalil; yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.47Riduan Syahrani mengatakan bahwa pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa perkara guana memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukkan.48 Sedangkan menurut Hasbi As Shiddiqei mengatakan, pembuktian itu adalah segala yang dapat menampakan kebenaran, baik ia merupakan saksi, atau sesuatu yang lain.49 Dan ia juga memberikan penjelasan yang dimaksud dengan membuktikan sesuatu ialah memberikan keterangan dan dalil hingga dapat menyakinkan. Sedangkan yang dimaksud dengan yakin adalah sesuatu yang diakui adanya berdasarkan kepada penyelidikan, kecuali dengan datangnya keyakinan lain.50 Didalam
Hukum
Acara
Pidana
Islam,
sistem
pembuktiannya
menggunakan sistem pembebanan pembuktian terhadap pihak penggugat atau 47
R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2008), 1. Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), 83. 49 Muhammad Hasbi As Shiddiqei, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), 139. 50 Muhammad Hasbi As Shiddqei, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997), 129. 48
44
pendakwa. Hal ini dilandaskan atas dasar kaidah yang umum tentang pembuktian yang bersumber dari sabda Nabi saw sebagai mana yang telah diriwayatkan oleh al-Baihaqi.
ﻦﻴﻤﺍﻟﹾﻴﻲ ﻭﻋﺪﻠﹶﻰ ﺍﻟﹾﻤﺔﹸ ﻋﻨﻴ ﺍﹶﻟﹾﺒ: ﻗﹶﺎﻝﹶﻠﱠﻢﺳ ﻭﻪﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝﹶ ﺻﻮﺳﺢﹺ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﺮﻴﺤ ﺻﺎﺩﻨﻰ ﺑﹺﺈﹺﺳﻘﻬﻴ ﺍﻟﹾﺒﻩﻭﺭ (ﻰﻘﻬﻴ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﹾﺒﻜﹶﺮ ﺍﹶﻧﻦﻠﹶﻰ ﻣﻋ Artinya: ”Diriwayatkan al-Bayhaqi dengan sanad yang shohi, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, bukti itu (wajib) atas penggugat dan sumpah itu (wajib) atas pihak yang menolak (pengakuan)” (Riwayat alBayhaqi).51 Berawal dari hadis diatas Ibnu Qayyim berpendapat “Maksud dari hadis tersebut adalah bahwa untuik mendapat hukum yang sesuai dengan petitum gugatanya, seorang penggugat harus mengemukakan bukti-bukti yang membenarkan dalil-dalil gugatannya.52 Pendapat Ibnu Qayyim tersebut didukung oleh fuqaha<’ yang lain, antara lain, Sayyid Sabiq, ia mengungkapkan bahwasahnya “pendakwa adalah orang yang dibebani dengan mengadakan pembuktian atas kebenaran dan keabsahan dakwaannya, sebab yang menjadi dasar ialah bahwa orang yang
didakwa
itu
bebas
dalam
tanggungannya.
Pendakwa
wajib
membuktikan kedaan yang berlawanan.53
51
Ibn Hajar al-Asqala
45
Dengan melihat pendapat-pedapat para fuqaha<’ yang berdasarkan sunnah-sunnah Nabi Muhammad saw, mereka berpendapat bahwa sistem pembuktian dalam hukum acara pidana Islam menggunakan sistem pembebanan pembuktian terhadap penggugat, serta harus memperhatikan asas-asas hukum pidana yang ada.