t
l4rfirtA :a4Jirjl P
Ab
sF adtL"3!t pgUft
git A 6J6€rJl e1.e?
t
t. .t.
Ot.ci.c,
c+.r, :'-i)tiJl
97 8-602-97
3-L
4I
F{4Jaj
-B : .<',o
s
-1
d-9\l Lolt t| Y. \. -x+3i4rl .Jg'Yl crlgall (ADIA)
lrl 5ij.c
a1lr*t fJJ'Jl gtlu
lJa-r|.;
gr ilgb:Jl1 ?.bEiJlg at'l...riyl t3'l.rJl ?.4L ggl-;l <=JL. tlSg- arrtrf
lyr.r3g+ll
Giyt o. l,3Lr$tc' Z)Ui
:t
.{
Pustaka Ukaz Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Maulana Malik Ibrahim JI. Gajayana No 50 Malang Indonesia
t:
Teknik Penerjemohon Buku 'Aso[-Usu[ Elite Minongkobou Modern: Respons terhodop Koloniol Belondo Abod XIX/XX" Havid Ardi FBS Universitas Negeri Padang
A. Pendahuluan Sejarah menjadi catatan perkembangan dan refleksi sebuah negara. Sayangnya tidak mudah untuk menggali sejarah bangsa karena banyak catatan sejarah bangsa kita tersimpan di luar negerL seperti Belanda. Selain itu, banyaknya situs-situs sejarah,
di
Indonesia menarik banyak peneliti asing untuk meneliti. Tentunya hasil penelitian tersebut ditulis dan diterbitkan dalam bahasa asing.
buday+ dan etnis
Agar hasil penelitian sejarah tersebut dapat memberi manfaat bagi bangsa dan keilmuan, tentunya hasil penelitian ini harus dapat dibaca masyarakat Indonesia. Untuk itu, penerjemahan merupakan solusi yang paling mudah dalam mentransfer ilmu pengetahuan termasuk hasil penelitian tersebut. Permasalahannya penerjemahan bukan hal yang sederhana. Seperti dinyatakan Surtiati (2000) sekitar 70% buku terjemahan bahasa asing kurang dapat dicerna.
Untuk
menghasilkan terjemahan
yang baik, dibutuhkan
kompetensi penerjemahan dan pemahaman mengenai teks yang diterjemahkan (PACTE, 2005 dan 2000; Nababan,2003; Suryawinata & Hariyanto, 2003; Gile, 1995). Dengan dukungan kompetensi tersebut, penerjemah dapat memilih cara yang tepat dalam mengatasi masalah saat proses penerjemahan. Cara inilah yang diwujudkan sebagai teknik penerjemahan pada produk terjemahannya. Pemilihan teknik ini dipengaruhi oleh penguasaan kompetensi penerjemahan (PACTE,2005;2000), metode yang dipakai dan ideologi yang dimiliki penerjemah (Venuti, 1995; Hoed:2006).
ini
difokuskan untuk mengkaji teknik penerjemahan yang diterapkan dalam buku "Asal-usul Elite Minangkabau Modem: Respons terhadap Kolonial Belanda Abad W.DA' (selanjuhrya disebut AEMM). Buku ini merupakan terjemahan dai'The Minanglubau Response to Dutch Colonial Rule in the Nineteenth Century" (selaniutnya disebut TMRDR) karya Elizabet Grave. Buku TMRDR diterjemahkan oleh para penerjemah yang memiliki latar belakang budaya Penelitian
Minangkabau dan editor yang meruPakan ahli sejarah. Berdasarkan latar belakang dan kajian pustak4 permasalahan dalam penelitian sebagai: 1) bagaimanakah bentuk-bentuk dan penggunaan teknik penerjemahan yang terdapat pada buku AEMM? 2) apakah latar yang mempengaruhi pemilihan teknik penerjemahan tersebut?
ini dirumuskan
l4l,al'4,9 lg;.'-r.le llJir.j.'s": i.iLrlte
#.
i4Lrjtt F9tlt
B. Tinjauan Pustaka
Banyak definisi penerjemahan telah dikemukakan oleh para ahli (lihat Catford 1.980; Bassnett-McGuire, 1991;1avory,1969; Pinchuck,1977; Newmark, 1988;Bell,199l; Kridalaksana, 2008). Beberapa definisi berbeda sesuai latar belakang dan sudut pandang terhadap penerjemahan. Secara urnurn, penerjemahan dipahami sebagai kegiatan reproduksi suatu pesan (amanat) dari Bsu ke dalam Bsa dengan padanan terdekatrya (IGidalaksana, 2008; Befl, 1991,; Nida & Taber, 1932). Kemudian, ukuran kesepadanan tersebut dari segi makna atau kandungan isi, kesepadan efek, kemudian gaya bahasanya. Salah satu faktor penting penerjemahan adalah ideologi penerjemahan, yaitu prinsip atau keyakinan tentang "betul-salah" atalJ "baik-buruk" dalam penerjemahan (FIoe4 2006: 83). Kemudian pada tataran makro, peneriemah mempunyai pilihan global dalam proses penerjemahan. Molina & Albir (2002) menyatakan metode penerjemahan merupakan pilihan cara penerjemahan pada tataran global yang terjadi dalam proses penerjemahan yang mempengaruhi teks secara keseluruhan. Pemilihan metode ini terkait dengan tujuan penerjemah, artinya metode tersebut telah ditentukan atau direncanakan sebelumnya.
Pada tataran mikro penerjemah memiliki pilihan solusi atau "cata penyelesaian" dalam mengatasi kesulitan penerjemahan. Ahli penerjemahan istilah berbeda untuk "cara penyelesaian" ini. Tidak hanya perbedaan juga istilab ntunun pada tataran konsep (Molina & Albfu, 2W2). Misalrrya, Newmark (l%8) dan Madrali (2000) menggunakan istilah prosedur penerjemahan sebagai cara penerjemahan pada tataran milro (kalimat atau unit lirgoul yang lebih kecil). Sementara, Baker (1992) dan Suryawinata & Hariyanto (2003) menggunakan istilah -shategi" untuk menerangkan konsep yang sama. Berbeda dengan pendapat di atas, Molina & Albir (2002) membedakan shategi dan bla:rik penerjemahan dari perspektif proses atau produk penerjemahan. Strategi uuupakan prosedur (disadari atau tidak disadari, verbal atau non verbal) yang digunakan penerjemah untuk mengatasi masalah pada saat melakukan proses penerjemahan dengan maksud tertentu yang terjadi dalam pikirannya (Albir dalam Molina & Albir, 2002). Sementara teknik penerjemahan adalah hasil dari pilihan yang dib'uat penerjemah atau perwujudan strategi dalam mengatasi permasalahan pada tataran mikro yang dapat dilihat dengan membandingkan hasil terjemahan dengan eks aslinya (ibid: 2002).
Penelitian ini mengadopsi teknik-teknik penerjemahan yang diusulkan Molina & Albir (2002) yang telah dibandingkan dengan pendapat ahli lainnya. Berikut jenis rlrnik-telcnik penerjemahan tersebut:
1
Adaptasi (adaptation), teknik penggantian elemen budaya pada Tsu dengan hal yang sama pada budaya Bsa (Molina & Albir, 2002). Telarik ini juga disebut 'anltural equioalen{ (Newmark, 1988), 'cultural substitution' @aker, 1992), padanan budaya (Hoe4 2006).
.r{e
-lt L:t ry
b.
Amplifikasi (amplification), teknik memperkenalkan informasi detil atau mengeksplisitkan informasi yang tidak tercantum dalam Tsu (Molina & Albir,
Teknik yang termasuk jenis amplifikasi, seperti: eksplisitasi (Vinay & Dalbernet), addition (Delisle), legitimate dan illigitimate paraphrase (Margot), parafrase eksplikatif (Newmark), periphrasis dan paraphrase (Delisle), termasuk 1988). Amplifikasi merupakan lawan dari footnote, gloss, addiflon (Newmark, 2O0Z).
reduksi. c.
Peminjaman (borrowing), teknik pengambilan langsung suatu kata atau ungkapan dari bahasa lain (Molina & Albir, 2002). Terdapat dua jenis teknik peminjaman, yaitu peminjaman mumi tanpa perubahan (pure borrowing) dan peminjalnan dengan penyesuaian eiaan (naturalization). Teknik peminjaman mumi juga dikenal dengan transference (Newmark),Ioan word (Baker, 1992) atau tidak diberi padanan (Hoed).
d.
e.
t.
Kalke (calque), teknik penerjemahan dengan mentransfer kata atau frase dari Bsu secara harfiah ke Bsa baik secara leksikal maupun struktural (Molina & Albir, 2002;Dukate,2O07). Kompensasi (compensation), teknik memperkenalkan elemen informasi atau efek stilistik lain pada tempat lain pada Tsa karena tidak ditempatkan pada posisi yang sama seperti dalam Tsu (Molina & Albir, 2002; Newmark, 1988). Vinay & Dalbernet menyebut cara ini sebagai konsepsi.
Deskripsi (description), teknik yang mengganti istitah dengan deskripsi bentuk atau fungsinya (Molina & Albir, 20A4. Hal ini berbeda dengan amplifikasi yang mengimplisitkan informasi yang masih implisit. Teknik yang termasuk jenis ini antara lain padanan deskripttf (descriptiue equiualent) dan padanan fungsional (functional equia alent) (Newmark, 1988). Kreasi diskursif (discursioe ueation), teknik Penggunaan suatu padanan temporer yang diluar konteks atau tak terprediksikan. Biasanya digunakan pada penerjemahan judul (Molina & A1bir,2002).
h.
padanan lazim (established equiaalent), Penggunaan istilah yang telah lazim digunakan baik dalam kamus atau dalam bahasa sasaran sebagai padanan dari Tsu tersebut (Molina & Albir, 2002). Teknik ini juga dikenal dengan recognized translationlaccepted stanilard translation (Newmark, 1988) atau terjemahan resmi (Suryawinata & HariYanto, 2003).
l.
eglslalisasi (generalization), teknik penggunaan istilah yang lebih umum atau netral dalam bahasa sasaran (Molina & Albir, 2002} Neutralization (Newmark, 1988) dan translation by netral/less expressioe dan translation by general word (Bake4 1992) termasuk dalam
t.
teknik generalisasi.
Amplifikasi linguistik (linguistic amplification), teknik penambahan elemen linguistik sehingga terjemahannya lebih panjang (Molina & Albir, 2002). Teknik ini biasanya digunakan dalam pengalihbahasaan dan dubbing.
l#^aL,-e
114
-.
t, l{14i!,r. : iirhJte
irjttjtt r+lt
Kompresi linguistik (linguistic compression), telqdk ini mensintesis elemen linguistik yang ada menjadi lebih sederhana karena sudah dapat dipahami (Molina & Albir, 2002). Terjemahan harfiah (literal translation), teknik penerjemahan suatu kata atau ungkapan secara kata per kata (Molina & Albir, 2002). Teknik ini sama dengan telcnik padanan formal yang diajukan Nid4 nEunun bukan penggunaan padanan yang sudah merupakan bentuk resmi.
Modulasi (modulation), telarik penggantian sudut pandang fokus atau kategori kognitif dari rsu; bisa dalam bentuk struktural maupun leksikal (Hoed, 2006; Molina & Albir,2002; Newmark, 1988). Penggunaan bentuk khusus (particulaization), teknik penggunaan istilah yang lebih spesifik dan konkrit bukan bentuk umumnya (Molina & Albir, z00z). Pengurangan (reductian), teknik mengimplisitkan informasi karena komponen maknanya sudah termasuk dalam bahasa sasaran. Telorik ini sama dengan reduksi dan penghilangan redudansi yang diajukan Newmark (19sg) atau peneriemahan dengan penghilangan kata atau ungkapan (omissian) yffigdiajukan Baker (1992). P.
Subtitusi (substitution: linguistic, paralinguistic), teknik penggantian elemen-eleman linguistik dengan paralinguistik (intonast, gesture) dan sebaliknya. Biasanya digr:nakan dalam pengalihbahasaan (Molina & Albir, 2002).
q-
Transposisi (transposition), tel
r.
Variasi (oariation), teknik penggantian unsur linguistik atau para linguistik (intonasi, gesture) yang mempengaruhi aspek keragaman linguistik misafuya penggantian gaya, dialek sosial, dialek geogr#is.
Tidak menutup kemungkinan ditemukan adanya teknik lain dalam buku AEMM. Untuk mengidentifikasi teknik tersebut digunakan kriteria atau karakteristik hfcnik penerjemahan yang diajukan Molina & Albir (2002), yaitu: teknik tersebut berpengaruh pada hasil terjemahan, klasifikasi dilakukan dengan membandingkan Tsa dan Tsu, berpengaruh pada unit mikro dari teks, bersifat diskursif dan kmbkstual, dan fungsional.
C Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan desain shrdi kasus terpancang. Penelitian berorientasi pada produk atau karya terjemahan dergan melibatkan dua aspek data yaitu data objektif dan genetik. Sumber data obFktif adalah teks buku dalam bahasa sumber "The Minangknbau Response to Dutch C-oloninl RuIe in the Nineteen Centuryf' GMRDR) karya Elizabeth E. Graves dan Etemahannya "Asal-Usul Elite Minangkabau Modern: Response terhadap Kolonial Belanda Abad )(Jx?(x' (AEMM) diterjemahkan oleh Novi Andri, Nurasni, Leni Madina dan Mestika Zed merangkap editor ahli. Data genetik berupa informasi
.r{eJ[ \:L p;'
peneriemah terkait latar belakang dan informasi terkait latar b'elakang Pengambilan kepufusan pada saat Proses penerjemahan.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode kajian dokumen (content analysis) dan wawancara mendalam (in-depth intertsiaaing). Pengambilan data dilakukan secara selektif dengan teknik criterion-based selection (Goetz & LeCompte dalam Sutopo 2006:6&65). Wawancara dilakukan pada tim penerjemah TMRDR. Dalam penelitian ini dikembangkan tiga teknik triangulasi yaitu: 1) triangulasi sumber dala, 2) triangulasi metodologis (cara pengambilan data), dan 3) triangulasi teori. Sementara, teknik analisis data mengikuti model analisis yang dikembangkan oleh dan Miles dan Huberman yaitu analisis interaktif. Analisis dilakukan melalui tiga komponen, yaitu: L) reduksi data, 2) sajian dat4 dan 3) penarikan simpulan serta verifikasi (Miles & Huberman dalam Sutopo 2006:113-116). D. Temuan dan Pembahasan Setelah melalui proses reduksi, diambil 285 sampel data yang merupakan pasangan kalimat (pada Bsu atau Bsa) yang memuat teknik penerjemahan pada tataran kata, frasa, klausa atau kalimat. Pengambilan data dilakukan pada satuan kalimat agar konteks penerapan teknik penerjemahannya tersebut dapat diamati. Tabel 1. Teknik Penerjemahan dan Sebaran Penerapannya
No. 1
2 3
4 5 6
7 8 9 10 11
12 13 '1.4
15
Tsl Dup Trip Quad
Teknik Adaptasi Amplifikasi Penambahan(addition) Penehilanq an (omision\ Implisitasi/reduksi Deskripsi Kreasi Diskursif Hiscursiae
A
Padanan Lazim (Est ablish E.)
Generalisasi Inversi Kalke Penerjemahan harfiah
$iteral\ Modulasi Peminiaman Alami Peminiaman Mumi a. PeminjamanBhs.
Inesris b. Peminjaman Bhs. Belanda c. Peminiaman Bhs. Latin
lp,,r,l'r,,e
lg;-.t,
20
Imlh
2
57
7,80
6
19
6
M
43
24
5
122
'1.6,69
2
8
15
9
3
37
5,06
3
3
5
4
15
2,05
3
17
18
1.6
6l
8,34
1
1
6
1
9
1,23
1
3
3
1
2
10
1.,37
7
20
32
T9
6
84
1'1.,49
5
6
6
5
22
3,01
1
4
5
5
1
t6
2,19
4
5
5
3
2
T9
2,60
2
34
25
20
5
86
1'1,,76
7
20
26
18
8
73
9,99
2
1
3
6
0,82
2
18
22
23
6
7t
9,77
L
11
19
13
6
50
6,84
L
6
2
5
14
1,92
3
3
0,41
tdLtiL,,r.: XildJte i+dLrdtt
10
ot /o
Pen
F+lt
7
1,6
17 18
d. PeminjamanBhs. Perancis e. Peminiaman Bhs. Italia Partikularisasi Transposisi Koreksi
Total Teknik dalam Data |umlah data
1
1
1
3
0,41
1
1
0,'1,4
15
2,45
27
3,69
I
o,'1,4
1
4
4
5
1
9
7
7
3
1
47
21.6
243
176
55
731 100.0
4t
108
81
M
11
285
Dari 285 data teridentifikasi 18 jenis teknik penerjemahan yang diterapkan untuk menyelesaikan masalah penerjemahan (tabel L). Namun, penerjemah tidak hanya menerapkan satu telcrik dalam setiap data. Beberapa teknik diterapkan untuk satu masalah penerjemahan sehingga dari 285 data ditemukan 41 data menerapkan teknik tunggal L08 data menerapkan dua telnik (duplet) pada satu dat4 g1 data menerapkan 3 teknik (triplet), M data menerapkan 4 teknik (kuartet), dan 11 data menerapkan 5 telarik (penta). Sehingga jumlah telqrik yang diterapkan secara
keseluruhan berjumlah 731. Berikut uraian dari 18 yang digunakan;
a. Teknik Adaptasi (ailaptationl Ditemukan 57 (7,80y") teknik adaptasi dariTgT yang diterapkan. Telqdk ini mengganti elemen budaya pada Tsu dengan elemen budaya yang setara pada budaya Bsa. Penggunaan teknik adaptasi ini dimaksudkan untuk Lenghasilkan resPons yang sama dari pembaca, walaupun secara harfiah maknanya tidak persis suuna.
(1)
Bsu: Henceforth, these three areas of settlernent formeil the heartland of Minangknbau and were kttown collectiaely as the Luhak nan Tigo (The Three Districts) -Luhak Agam, Luhak Tanah Datar, Luhak Lima puluh Kota.
Bsa: Ketiga kawasan Luhak
di atas merupakan jantung Alam Minangkabag, dan disebut dengan Luhak Nan Tiga, yaitu: Luhak Agam, Luhak ianah Datar dan Luhak Lima Puluh Kota.
t.
Contoh (1) di atas penerjemah mengadaptasi kata "settlement, menjadi "luhaV'. Kata "settlernent" sebenamya juga memiliki padanan resmi yaifu "pemukiman" namun penerjemah mengadaptasinya dengan unsur budaya lokal menjadi "luhal( karena nilai historisnya. Reaksi yang diharapkan penerjemah adalah terasanya nilai sejarah dan budaya pada buku terjemahan. Teknik Amplifikasi (amplificationl Sebanyak 122 (16,59%) teknik yang muncul dalam data menerapkan teknik amplifikasi yang merupakan telqdk terbanyak diterapkan oleh penerjemah.
(2) Bsu: lt is nwer
clearly stated whether the person wlnse occupation is being given is the "father" or thc "mnmuk", an important distinction in iletermining thc actual position of thc child in the society.
-r{eJt l+:t fr
Bsa: Tidak pernah jelas dinyatakan apakah orang yang dinyatakan sebagai kepala keluarga ifu adalah "ayah" atau "mamak". Perbedaan ini penting dalam menentukan kedudukan aktual seorang anak dalam masyarakat.
Pada contoh (2) penerjemah mengeksplisitkan "kepala keluarga" agar kalimat tersebut mudah dipahami. Dengan amplifikasi ini pembaca lebih mudah memahami teks tanpa perlu menafsirkan' Juga ditemukan variasi penerapan teknik amplifikasr, yaitu: dalam teks secara langsung seperti contoh (2), dalam tanda kurung dan kurung siku, dan juga dengan catatan kaki. Teknik amplifikasi berfungsi untuk mengklarifikasi dan menghindari ketaksaan dengan memunculkan informasi implisit/tersirat.
c. Teknik Penambahanfudditionl Molina dan Albir (2OOZ) menyebutkan bahwa penambahan (addition) termasuk teknik amplifikasi namun jika dibandingkan antara Tsu dan Tsa, sebenamya terdapat adanya perbedaan antara amplifikasi informasi yang masih bersumber dari teks atau penambahan yang berasal dari luar teks (baca penerjemah). Menurut hemat penulis sebaiknya dalam kajian penerjemahan perlu d.ibedakan teknik yang berfungsi memunculkan pesan tersirat (amplifikasi) yang bertujuan menghindari ketaksaan dengan teknik penambahan yang bermaksud untuk memperkaya terjemahan. Teknik penambahan ini sebenarnya sama dengan konsep penambahan (addition) yang diajukan oleh Delisle, tetapi bukan "addition" yang dimaksud Nida. Berdasarkan hal tersebut, teknik penambahan (addition) di sini adalah penambahan informasi yang tidak terdapat dalam Tsu (baik tersirat maupun tersurat) yang dilakukan penerjemah untuk memperkaya informasi bagi pembaca.
Ditemukan 37 (5,06"/") telcrik penambahan. Pada contoh (3) penerjemah memberi informasi tambahan terkait tokoh yang dibahas oleh penulis asli. Informasi yang ditampilkan dalam bentuk catatan kaki (footnote) int sebenamya tidak tersirat dalam Tsu yang mungkin disebabkan tidak diperolehnya informasi tersebut oleh penulis asli.
(3) Bsu: One was the nephew of a penghulu (his son in tum became a trained economist and was governor of West Sumatra between 1966 arrd 1978). Bsa: Satu orang diantara mereka adalah kemenakan seorang penghulu (anak
itu itu kemudian malah menjadi ekonom yang terpelajar dan
pemah
menjadi Gubernur Sumatera Barat antara tahun 1966-1978).3e'). sg.)
Tokoh yang dimaksud ialah Harun Zain putra St. Mohammad Zain' seorang tokoh Minangkabau ahli bahasa Melayu (Indonesia) terkemuka asal Pariaman. Pene4emah).
Dalam data ditemukan beberapa variasi penerapan teknik penambahan, antara lain: dalam tanda kurung, tanpa tanda kurung, dalam teks dengan kurung siku, di bagian bawah halaman sebagai catatan kaki. Ciri utama teknik penambahan adalah tidak adanya referensinya pada teks sumber. Dari segi
l#.;J'';,,e l4q
-.',
l4J#"t':
&lrrJte
i+\ittjtt F+lt
penulisannya, informasi tersebut ada yang ditampilkan tanpa catatan, dan ada yang diberi catatan "..., penetlemah", seperti pada contoh (3). penambahan dengan tanda kurung siku '[..]' cenderung merupakan penambahan wajib agar pemyataan itu lebih mntut dan memudahken pembac4 sementara penambahan yang lain cenderung berfungsi untuk memperkaya informasi.
4
Teknik Implisitasilreduksi (implicitationlrcductionl Teknik implisitasi atau reduksi merupakan telorik yang mengimplisitkan informasi yang tersurat pada Bsu menjadi tersirat narnun tidak ada penghilangan Pesan. Molina & Albir (2002:10-11) menyebut teknik ini dengan teknik reduksi yang merupakan kebalikan amplifikasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari redudansi kata atau Pesan (Newmark, 1988; Bakeg 1992) karena komponen makna yang diimplisitkan telah tersampaikan dalam Bsa. |ika kita perhatikan penerapan telnik pada terjemahan serta pengertian dan contoh yang diberikan Molina & Albir, akan lebih tepat jika telcrik ini disebut sebagai teknik implisitasi.
Dati
731' teknik yang diidentifikasi, sebanyak 61, (8,Uy"\ diantaranya merupakan teknik implisitasi. Berikut contohnya:
(4) Bsu: He thus denied admission
to pupils from Benkuleru Lampong, Palembang, and even Lowlands Residenry, unless there was an unfilled vacancy, but under Pressure from other Sumatran officials, he evenfually had to assign quotas to nonhighlands areas.
itu dia menolak murid-murid dari Bengkulu, Lampung, Palembang dan bahkan dari Residen Dataran Rendah (Bovenlanilen), kecuali kalau ada lowongan. Namun karena ada desakan dari pejabat Sumatra dia akhirnya bersedia membuka kuota bagi murid dari luar
Bsa: Karena
daerah dataran tingg. Pada contoh (4) di atas, kata "admission" direduksi karena dianggap telah tersirat dari konteks kalimat dengan adanya frase ,,dia menolak,,. Secara tekstual terlihat terjadi penyusutan bagian teks namun pesannya tidak hilang karena komponen malcranya telah tersampaikan. eada prinsipnya telcnik ini tidak menghilangkan informasi dari Bsu. Dari gambaran data terlihat bahwa teknik implisitasi atau reduksi tidak hanya dilakukan pada tataran kata
narnun juga frasa. Beberapa data menunjukkan reduksi
ini memang merupakan
kebalikan teladk amplifikasi y^g memunculkan malna implisit, sementara implisitasi atau reduksi mengimplisitkan makna yang tersurat.
e- Teknik
Penghilangan (omissionl
Teknik penghilangan terlihat dengan tidak diterjemahkannya sebagian atau seluruh teks sumber yang pesannya tidak tersirat pada unit terjemahan-lainnya. Telcnik ini sebenamya sesuai dengan teknik omission yang diperkenalkan Delisle (dalam Molina & Albir, 2002), narnun teknik penghilangan ini-berbeda atau tidak Ermasuk sebagai teknik reduksi yang diredefinisi Molina dan Albir (2002).
Reduksi terkait dengan implisitasi pesan sementara penghilangan adalah
-rdeJl L:[
..;1'1';
pelenyapan pesan pada Bsa. Oleh karena karena penerapan dan fujuarurya berbeda.
iht
kedua teknik ini perlu dibedakan
Dari731-. teknik yang digunakarL 15 (2,050/") diantaranya merupakan teknik penghilang an (omis sio n).
(5)
tl
Bsu: The expansion in the coffee cultivation system directly affected the villaees more than plains.
Bsa: Perluasan dalam sistem penanaman kopi lebih memengaruhi langsung nagari-nagari di daerah dataran rendah.
hill
s
Pada contoh 5 "the hill aillages more than plains" dihilangkan sehingga informasi pada Bsa justru menjadi sebaliknya. Seperti disebutkan Molina & Albir (2002) memang penerapan teknik dapat dilakukan secara sadar atau tidak sadar. Penerjemah sebenarnya bermaksud menghindari redudansi namun tidak menyadari telah menggeser Pesan pada Tsu. Berdasarkan dat4 penghilangan terjadi pada tataran kata, frasa, klausa, bahkan kalimat. Teknik penghilangart (omission) ini berbeda dengan reduksi yang
merupakan implisitasi informasi yang tersurat dalam Tsu. Sementara, penghilangan memtrng menghilangkan bagian tertentu pada terjemahan yang dilakukan dengan tujuan tertentu.
Teknik Deskripsi
(iles
tiptionl
Ditemukan 9 (1,,23%) data yang diterjemahkan dengan menerapkan teknik deskripsi. Teknik ini memberikan gambaran atau penjelasan pada Bsa agar pesan bisa dipahami dalam Bsa.
Pada contoh 6, unfuk menerjemahkan "clubhouse"
penerjemah
menggunakan teknik sekaligus. Pertama teknik deskripsi dengan memberikan gambaran atau deskripsi kepada pembaca sehingga terjemahannya menjadi "tempat berkumpul para pemuda". Kemudian, penerjemah meminjam kata "clubhouse" tersebut.
(6) Bsu: The men either stayed at their wife's house at night, or, of unmarried they slept in the lineage surau/ a combination of Quranic school and male clubhouse.
laki-laki menetap di rumah istrinya pada malam hari saja, atau jika kaum laki-laki yangbelum kawin biasanya tidur pada surau keluarga, yang biasanya dipergunakan sebagai tempat mengaji Quran dan tempat berkumpul para pemuda dalam semacam clubhouse.
Bsa: Sedangkan
Teknik Kreasi Diskursif (iliscursio e meationl Teknik kreasi diskursi ini menampilkan padanan yang tidak ekuivalen secara leksikal, mengejutkan, dan hanya berlaku temporer. Biasanya teknik ini dipakai dalam penerjemahan judul film agar menarik minat penonton. Pada teks terjemahan ditemukan sebanyak 1,0 (1,,37%) penerapan teknik kreasi diskursif. Sebagai ciri khusus teknik penerjemahan kreasi diskursif adalah terjemahan yang
l{LAL*r lgr-L-rr ld!i!{" : i.itdlte rl:Llritl F+ll,
tak terduga dan berlaku termporer. Berikut contoh penerapan teknik diskursif:
(n
The Minangkabau Response Nineteenth Century.
kreasi
To The Dutch colonial Rule in
the
Bsa: Asal-usul Elite Minangkabau Modem: Respons terhadap Kolonial Belanda
)O('KX. Pada contoh (Z) penerjemahan judul versi lrdonesia menjadi ,,Asal-usul Elite Minangkabau Modem" muncul secara tidak terduga jika dibandingkan dengan Tsu- |ustru subjudul Bsa yang menunjukkan hubungan dengan Bsu. Ternyata judul ini merupakan cerminan isi buku. Teknik ini dilakukan oleh editor ahli agar teks ini lebih hidup dan menarik keingintahuan pembaca.
h.
Padanan Lazim (established equioalencel
Penggunaan istilah atau ungkapan yang lazirn tidak hanya penggunaan terjemahan yang telah dicantumkan dalam kamus n.unun yuga unlkapan dan
istilah yang telah lazim digunakan dalam bidang ilmu tertentu atau dalam masyarakat walaupun belum tentu tepat. Ditemukan u (1,1,A9v") penggunaan teknik ini dari 731 teknik yang diidentifikasi.
(8)
Bsu: As shown above, the controleur and the various chiefs were expected to interfere in order to organize a more efficient grown and better quality croP.
Bsa: Seperti telah ditunjukkan
di atas, kontrolir dan para ke@ diminta untuk ikut campur tangan dalam mengatur penanaman secara lebih efektif dan agar mutu hasil panen lebih baik.
Pada contoh (8) kata "controled' dan "chicfs,, diterjemahkan dengan memberikan padanan lazim menjadi "kontrolir,, dan ,,para kepala,,. Kontrolir sudah lazim dipakai dalam ilmu sejarah dan juga sudah dimuat ai rggl.
i.
Teknik Generalisasi (generalization) Sebanyak 22 (3,07%) teknik penerjemahan yang diterapkan merupakan
teknik generalisasi atau penggunaan istilah yang umum. Berikut contoh PeneraPannya:
(9)
Bsu: After the age of puberty, young boys could no longer sleep mother's house but rather went to the surau at night. Bsa: Setelah urnur pubertas, para pemuda tak lagi dapat
in their
tidur di rumah orang
tuanya, tetapi justru tidur ke surau pada malam harinya.
Pada contoh (9) dapat dilihat contoh penerapan teknik ini. pada Bsu penulis
asli, E. Grave, menggunakan frase "mother's hause" yang sesuai kondisi adat di Minangkabau bahwa suami tittgg"l di rumah keluarga istri setelah ia menikah. Akan tetapi, pada Bsa penerjemah memilih menggunakan benfuk netral ,,rumah orans tuanva".
-
--sle
-lt L:t rf
i.
Teknik Inversi (inoersionl Dari 285 data yang memuat 731 teknik penerjemahan, ditemukan L6 (2,19%) data yang menerapkan teknik inversi' (10) Bsu: Until marriage. they were at loose end. having no family to look after. Bsa: Sampai rnereka kawin tak tentu arahnya karena tak ada keluarga yang menSurusnya.
pada contoh (10) subjek (the| pada kalimat dipindahkan ke transisi kalimat sehingga kalimat Bsa lagi memiliki transisi dan juga mengeksplisitkan konjungsi "katerta,'sebagai pengganti tanda koma pada Bsu. Pemindahan ini sebenamya mengubah makna, "until mattied" yang Secara literal memang bermakna "sampai atau sebelum menikah mereka kurang -"rlikuh", tetapi maksudnya hingga mendapat perhatian, dengan kata lain para Pemuda baru mendapat perhatian ketika atau setelah menikah. Penerjemahan kata "until" diawal kalimat memang seringkali menimbulkan kesalahan pemahaman karena terjadi Pasangan semu dalam bahasa Indonesia atau biasa dikenal dengan istilah "falsefriend" .
k. Teknik Kalke (calquel Terdapat 19 (2,60%) teknik kalke dalam data. Ada dua jenis teknik kalke yaitu leksikal dan struktural. Teknik ini mirip dengan terjemahan harfiah, perbedaannya terlihat pada skuktur Bsu yang masih muncul dalam Bsa atau ieksikal yang dipertahankan namun mengikuti strukhrr Bsa. Berikut contoh PeneraPannya: (L1")
Bsu: Because the laras- and nagarihoofd were, in many ways, recent modifications and extensions of traditional adat system of Penghulu ggrvernment, the resolution of the school problem in a particular village reflected the configurations or traditional lines of competition and conflict in that village. Bsa: Karena kepala laras dan kepala nagari, dalam banyak
hal memodifikasi
dan memperluas sistem adat tradisional meniadi penghulu Pemerintah' maka pemecahan masalah sekolah di nagari tertentu mencerminkan konfigurasi-konfigurasi atau alur kompetisi dan konflik tradisional di nagari tersebut.
Pada contoh (11), frase "penghulu governmutt" diterjemahkan dengan mempertahankan struktumya menjadi "penghulu pemerintah". Pada contoh ini, sebenamya, terjadi pergeseran makna dengan penerapErn teknik kalke. Pada Tsu, bermakna "sistem adat tradisional pemerintahan penghulu" niunun pada Bsa berubah "sistem adat tradisional menjadi penghulu pemerintah".
Teknik Peneri emahan harfiah (literal ttanslationl (11,,76%) dari 731 teknik yan8 muncul dalam data diterjemahkan secara harfiah atau terjemahan kata-demi-kata. Biasanya teknik ini
sebanyak
t
dr -
85
^lrr',g lg;
-.
t,
l
dl
rer..
- : i.itafltg t+dt jlt F+lt
digunakan untuk menerjemahkan kata atau frase yang perlu dijelaskan satu persatu. Pada contoh (L2), secara umuln kalimat diterjemahkan secara harfiah. Pada tataran mikro kata " controleuy'' diterlemahkan secara harfiah menjadi "pengontrol,,. Tentu hal ini menyebabkan pengertian yang berbeda dan juga menunjukkan inkonsistensi penerjemah karena pada data lain digunakan kontrolir (lihat contoh
8)
bahkan mandor (adaptasi). Inkonsistensi disebabkan oleh perbedaan pemahaman antar penerjemah dan luput dari editor. Saat wawancara editor mengakui bahwa terdapat perbedaan terjemahan diantara para penerjemah dan fugasnya menyamakan perbedaan tersebut.
(12) Bsu: The iaksa served as the controleur's or Assistant Residenfs right hand man in local decisions, and functioned as an objective commentator on local problems. Bsa: |aksa bekerja sebagai pengonhol atau tangan kanan asisten wilayah dalam pengambilan keputusan dan juga berfungsi sebagai komentator obiektif terhadap permasalahan lokal.
Hal siuna pada frase "Assistailt Resident's right lta.nd mud' yang diterjemahk.ul secata harfiah menjadi "tangan kanan asisten wilayfi'. Sayangnya, pada tataran kalimat maknanya mengalami pergeseran. Penerjemahan harfiah dimungkinkan karena kemiripan struktur bahasa Inggris dan Indonesia pada tataran kalimat. m. Teknik Modulasi (Modulationl Terdapat 73 (9,99a/") data yang menerapkan teknik modulasi atau penggantian fokus atau sudut pandang. Berikut contoh penerapannya dalam data. (13) Bsu: Culturally and in terms of social and political organizatiory the coastal districts often present only a dim reflection of the highland adat style.
kultural dan sejauh berhubungan dengan organisasi sosial dan politiknya, nagari-nagari di kawasan pantai ini seringkali hanya mencerminkan sosok yang kabur dari gaya hidup adat Minangkabau di
Bsa: Secara
pedalaman.
Pada contoh 13 modulasi dilakukan pada kata "highland" diubah menjadi "pedalaman". Kata "highland" atau dataran tinggi dipandang sebagai daerah pedalaman jika dilihat dari kawasan pantai yang merupakan dataran rendah yang merupakan daerah terluar dan pintu masuk.
n.
Teknik Peminjaman Alamiah (naturalized bonoutingl
Dati 731 teknik penerjemahan yang diidentifikasi, hanya S (0,68%) telcrik peminjaman alami. Hal ini disebabkan subjek yang diterjemahkan juga membahas budaya Indonesia. Istilah asing hanya digunakan untuk menerangkan konsep pemerintahan, hukum, dan keilmuan saja. Seperti pada contoh (1a) teknik peminjaman alami diterapkan pada penerjemahan istilah hukum "permanent
-rdeJt
L:[ fy
aassalage" yang diterjemahkan menjadi "vazal yang setia". Sebenamya dalam
ilmu
seiarah dan KBBI telah diberikan padanan lazim yaitu "vasal".
(14) Bsu: Van den Bosch promised to cede him a district of some 5,000 to 4000 vassalage to the people to rule as a small kingdom - in ry! govemment on mudr the same basis as the Pangeran Mangku Negoro in Solo.
untuk mengangkat Sentot sebagai kepala daerah 5.000 sampai 5.000 oran& dan memerintah di sekitar dengan penduduk sana sebagat ruja kecil dalam bentuk oazal yang_sefia pada pemerintah atas dasar yang kurang lebih sama dengan pola Pangeran Mangkunegoro di Solo.
Bsa: Van den Bosch berjanji
o.
Teknik Peminiaman Murni (purebot. owingl Diperoleh 71. (9,7LT") penerapan teknik peminjaman murni. Berdasarkan bahasa yang dipinjam, terdapat beberapa bahasa asing, yaitu bahasa Inggris 50 (6,84V"), bahasa Belanda 1,4 (1,,92%), bahasa Latin 3 (0,410/"), bahasa Perancis 3 (0,41%), danbahasa Italia L (0,1'4%). (L5) Bsu: Authorities in Batavia fumed, but they were usually forced to accept the fait accompli though waming Padang officials not to do it again.
Bsa: Penguasa Belanda
di
Batavia terpaksa menggerutu, tetapi mereka
biasanya dipaksa menefima f4iJ-accompU, walaupun memperingatkan agar penguasa Belanda di Padang tidak akan mengulanginya lagi. Pada contoh (15) frase "fait accompll" (bahasa Perancis) langsung dipinjam tanpa penjelasan ataupun terjemahan literd. Menurut editor, ungkapan tersebut sudah umum digunakan dalam ilmu sejarah jadi tidak perlu di-Lrdonesia'kan.
Berdasarkan data terdapat variasi penerapan teknik peminjaman mumi, yaitu: 1) peminjaman murni dalam bentuk tunggal, 2) peminjaman murni disertai padanan Lazim (teknik duplet), 3) peminjaman bahasa lain yang berbeda dengan Tsu, 4) penerapan dua atau tiga teknik dan kataffrase yang dipinjam diletakkan dalam tanda kurung atau petik.
Dari wawanc.ra, terungkap alasan berbeda dalam menerapkan berbagai variasi telarik peminjaman mumi di atas. Secara urnurn para penerjemah mengatakan hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam penerjemahan. Secara khusus, editor ahli sengaja melakukan peminjaman karena istilah tersebut telah umum dipakai dalam ilmu sejarafu seperti 'vis-d-vis, status quo, dan fait accompli" yang umumnya diterapkan dalam bentuk tunggal. Peminjaman istilah asing yang berbeda dengan Tsu untuk memperkenalkan istilah sejara[ seperti
meminjam istilah Belanda walaupun tidak terdapat dalam Tsu. Berikutrya peminjaman dilakukan penerjemah untuk memperkenalkan kosa kata atau istilah baku yang digunakan dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, misalnya, nagarihoofd danlarashoofd d^ diiringi telqdk lain agar malcranya dapat dipahami. Penerjemah juga menyatakan bahwa peminjaman istilah sumber dilakukannya jika
lp,,'r,l's,,e l1r;
*.tr
llJ4ilrs.: &Llflte l+jLrdlt FSJI
tidak yakin dengan terjemahan yang telah dibuatnya sehingga teks sumber juga dipinjam yang diletakkan dalam tanda kurung.
p.
Teknik Partikularisasi (gartintlaizationl
Dari data yang diamati, diperoleh 15
(2,A5"/") teriemahan yang
menggunakan teknik partikularisasi dalam data. (15) Bsu: Some villagers supplemented the rice harvest by making pots, weaving doth, or working in gold. Bsa: Sebagian penduduk menambah penghasilan mereka dengan membuat belanga (alat-alat rumah tangga dari tembikar), menenun kain atau mendulang emas.
Pada contoh 14 teknik partikularisasi diterapkan dalam menerjemahkan frase "utorking in gold" yang merujuk pada perkerjaan terkait dengan emas, misalnya menambang emas, pandai emat atau penjual emas. Pada Bsa penerjemah memilih salah satu bentuk pekerjaan itu yaitu "mendulang emas", walaupun makna "wo*ing in golif' tidak hanya mendulang emas.
q.
Teknik Transposisi (transpositionl Teknik transposisi ditemukan pada 27 (3,69Y"1data. Pengubahan struktur asli BSu dilakukan untuk mencapai efek yang sepadan. Pengubahan ini dilakukan bila terdapat perbedaan antara struktur yang wajar antara BSu dan BSa. Perubahan ini bisa dari bentuk jamak ke bentuk tunggal jenis kata, posisi kata sifat, sampai pengubahan stmktur kalimat secara keseluruhan. (17) Bsu: The coastal chiefs were concerned only that the Dutclr honor the traditional lines of drieftaincy in appointing new rulers..
petings adat dikawasan pantai hanya peduli karena penghonnatan Belanda kepada garis keturunan bangsawan dalam pengangkatan pejabat baru.
Bsa: Para
Pada contoh (1.7) verba "hano/' pada klausa "M lines of chieftain{' ditransposisi menjadi kata benda "penghormatan" sehingga klausa ini juga berubah menjadi frasa.
r.
Teknik Koreksi (correctionl Berbeda dengan teknik amplifikasi dan penambahan yang bertujuan mengklarifikasi pesan yang ambigu/taksa atau menambah keterangan, teknik koreksi dilakukan untuk mengkoreksi pesan yang keliru dalam Bsu. Sebagai salah satu ciri teks ilmiah, wajar adanya koreksi terhadap kekeliruan yang disebabkan kendala atau kesalahan teknis, perkembangan dan temuan terbaru. Hal ini juga terlihat pada hasil teriemahan ini. Editor ahli yang merupakan pakar sejarah melakukan koreksi untuk menyampaikan pesan yang seharusnya. Hal ini merupakan salah satu kektrasan pada terjemahan teks ilmiah yang jarang ditemukan pada genre teks lain.
.-sl,
-l1 \:L pr
Pada contoh L8 terlihat contoh penerapan teknik koreksi dalam terjemahan.
Teknik ini hanya ditemukan pada 1 (0,1,4"/") data. Teknik ini diaplikasikan dalam bentuk catatan kaki karena inJormasi yang diberikan bukanlah dari teks sumber. Koreksi ini dilakukan oleh editor ahli yang memahami fakta sejarah tersebut. Terjemahan terlihat ditampilkan seperti apa adanya, kemudian diberikan catatan kaki sebagai koreksi terhadap fakta sejarah yang diungkap dalam karya asli. (18) Bsu: The nearby village Koto Tuo, reputedly an historic offshoot of Kota Gedang and hence subordinate to if became a Padri center fairly eady.. Bsa: Nagari tetangga Koto Gadan& yaitu Koto Tuo, dikenal sebagai bagian dari Koto Gadang dan menjadi pusat gerakan kaum Paderi yang mulamula.8.). 8.)
Graves, penulis buku ini, keliru menyebut Nagari Koto Tuo dekat Koto Gadang sebagai pusat gerakan Paderi yang mula-mula. Dalam sejarah Minangkabau, pusat Paderi yang mula-mula sebetulnya berada di Koto Tuo, Ampek Angkek, dekat Candung. Kedua nagari itu memiliki nama yang sama dan sama-siuna berada di daerah Agam (catatan penerjemah).
Menurut Mestika, hal ini juga jarang terjadi narnun ini tidak mengurangi kualitas karya tulis si penulis asli karena analisisnya yang mendalam lebih banyak memberi pencerahan (wawancara dengan editor ahli, 2009). Kesalahan oleh penulis asli ini dapat terjadi karena adanya kesamaan nama tempat yang ada di Sumatra Barat. Berdasarkan tabel L dan uraian di atas terlihat penerjemah lebih dominan menggunakan teknik amplifikasi (16,59%), kemudian penerjemahan harfiah (11,78%), padanan lazim (11,,49%), dan modulasi (9,99o/"). Dominannya penggunaan teknik amplifikasi mengindikasikan penerjemah sangat menguasai objek kajian yang diterjemahkan yang terlihat dari kemampuan mereka mengungkap hal implisit dari teks menjadi lebih konkret. Bahkan, pada beberapa bagian penerjemah juga menambah informasi yang bersifat pengayaan bagi pembaca (teknik penambahanladdition) pada 5,06o/" data. ]umlahnya yang kecil mengindikasikan penerjemah tetap berusaha mempertahankan pesan yang disampaikan penulis asli. Informasi yang ditambahkan di sini memang tidak terdapat pada Tsu. ]ika kita melihat prinsip penerjemahan yang dikemukakan Savory $969) penambahan di sini masih dalam batas wajar dalam usaha meningkatkan keterbacaan teks dan pengayaan inJormasi yang relevan. terjemahan juga ditemukan penerapan teknik koreksi yang tidak dikemukakan oleh Molina & Albir. Penerapan teknik ini hanya mungkin dilakukan oleh penerjemah yang menguasai bidang objek terjemahan. Penerapannya yang ditampilkan dalam bentuk catatan kaki juga memperlihatkan kemampuan penerjemah dalam memilih cara yang tepat tidak langsung mengubah pada teks secara langsung. Temuan ini juga memperkaya bentuk telarik penerjemahan yang telah ada sebelumnya. Selain
tf
itu pada
-44,,e
lg1-.,, ll!$"!':
XitJte tujLnjtl
,i
" Dalam teriemahan ini juga ditemukan penggunaan istilah lokal atau kata baku namun masih baru, seperti Penggunaan kata baruh. Penggunaan kata-kata ini dilakukan oleh penerjemahy'editor ahli untuk memperkaya khasanah kosakata bahasa hrdonesia dan mempertahankan eksistensi bahasa Minangkabau.
Dari beberapa temuan di atas, terlihat telqdk penerjemahan yang diterapkan oleh peneriemah dan editor ahli dipengaruhi oleh latar belakang keilmuan dan budaya penerjemah. Penerjemah tidak semata-mata memberi informasi yang tersurat namun juga informasi tersirat sehingga teks dapat dibaca dan dipahami dengan mudah. Penerjemah juga memberikan informasi yang memperkaya pembaca dengan istilah lokal, keterangan sejarah, dan istilah Belanda pada masa tersebut. E. Simpulan
Berdasarkan analisis ini terlihat penerjemahan memberi kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang sejarah. Selain itu, kajian teriemahan (translatian studies\ iuga ikut mengembangkan ilmu penerjemahan itu sendiri.
Dari 18 telorik penerjemahan yang diterapkan
penerjemah, teknik peneriemahan yang dominan diterapkan adalah teknik amplifikasr, padanan Lazim, peneriemahan harfiah dan modulasi. Pemilihan telcrik tersebut dipengaruhi oleh latar belakang peneriemah yang menguasai budaya dan bidang terjemahan (lihat pACTE, 2005; Suryawinata & Hariyanto, 2000). Indikasinya terlihat dari kemampuan penerjemah dalam memberikan informasi dan penielasan yang lebih eksplisit dan kongkrit dalam terjemahannya. Implikasi penelitian penerjemahy'editor ahli berusaha untuk memperkenalkan kosakata lokal pada hasil terjemahan. Kosa kata yang digunakan meliputi kata baku yang masih baru maupun kata yang belum baku dalam bahasa Indonesia yang juga terkait dengan budaya masyarakat yang dibahas dalam karya terjemahan. Selain memperkenalkan, usaha ini juga ditujukan mempertahankan eksistensi bahasa daerah dan untuk memperkaya khasanah kosakata bahasa Indonesia. Berdasarkan simpulan dan implikasi di atas berikut beberapa saran untuk perbaikan terjemahan ke depan dan untuk penelitian lebih lanjut 1) Penerjemah teks sejarah dituntut untuk mampu memilih teknik yang mengutamakan keakuratan dan kelengkapan informasi agar pesan tersirat dapat dipahami oleh pembaca karena ddak semua pembaca memiliki latar belakang, budaya, dan keilmuan yang sama. Hal ini dapat dilakukan dengan penerapan teknik amplitikasi, deskripsi, dan penambah an.2) Usaha memperkenalkan istilah lokal pada karya terjemahan dapat dilakukan dengan melengkapinya dengan istilah yang lebih umum atau lazim dalam bahasa hdonesia (teknik duplets).3) Perlu dilihat lebih lanjut bentuk penerapan teknik koreksi yang dilakukan pada beberapa terjemahan karya ilniah.
--$,leJ[
\:L py
DAFTAR PUSTAKA
Ardi, H. 2010. Analisis Teknik Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan Buku "AsalUsul Elite Minangkabau Modem: Respons terhadap Kolonial Belanda Abad XIXIXX'. Tesis (tidak dipublikasikan). Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Baker, M. 1992. In other W ord: a Bassnett-McGuire, Susan.
ge[, R.T. Catfor4
199'/-..
199'].. Tr anslation
J. 1980:
C
ourse
Bo
ok on Translation. London: Routledge.
Translation Shtdies. London: Routledge.
anil Tr anslating: Theory and Pr actice. London: Longman.
ALinguisticTheory of Translatioz. Oxford: Oxford University
Press.
a Specific Phenomenon in Translation and (tidak dipublikasikan). Riga: Faculty of Modern Doktor . brterpreting" . Disertasi Language UniversitY of Latvia.
Dukate, A. 2007. "Manipulation as
Gile, D. 1995. Basic Concept anil Moilels for Interpretu and Translator Training. Amsterdam: |ohn Benjamin Publishing Company. Graves, E.E. 2007. Terjemahan Oleh: Mestika Zed (Ed), Novi Andri, Nurasni, & Leni Marlina.. Asal-Usul Elite Minangkabau Moilern: Respons terhailap Kolonial Belanda AbadnXDAL ]akarta: Yayasan Obor Indonesia.
Graves, E.E. 1984. The Minangkabau Response to Dutch Colonial Rule Ninetemth Century. New York: Cornell Modern Indonesia Project.
in
The
Hamerlain, S. 2005. "Translation as a Transmitter of Feminist Ideology." dalam Annales iluPatrimoize. No. 0312005 Hal55-58. Hoed, B.H. 2007. "Transparansi dalam penerjemahan" dalam Yasir Nasanius (ed). PELBBA 18. Jakarta: Yayasan Obor & Unika Atma Jaya. Hoed, B.H. 2005. P enerj emahan dan Kebuilay aan. I akarta: Pustaka ]aya.
Kridalaksan+ H. 2008. Kamus Linguistik. ]akarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Madrali, R. 2000. Peiloman Bagt Penrjmtah. fakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Molina, L. and Albir, A.H..2002. "Translation Tedmiques Revisited:A Dynamic and Functionalist Approadr" dalam Meta: Joutnal iles TrailucteurslMeta: hal. 498-512. diunduh dari Translators' JoutnaL XLVIL No. 4 pada tanggal 19 Desember 2008. http://id.erudit.org/iderudit/008033ar.pdf
l#,al'l.,e lg;--,-r, l&.a!,t" : xilerlte i4t"ilt F+lt
Nababan, M.R. 2ffi7. "Aspek Genetik, Objektif, dan Afektif dalam Penelitian Penerjemahan" dalam Linguistika. Vol. 14 No. 26, Ha[ 15-23. Maret 2007 (Terakreditasi, ISSN 0W+9163), Pascasarjana Univ. Udayana Bali. Nababaru M.R.2003. TeoriMmnjenahBahasalnggris.Yoryakarta: Pustaka Pelajar.
Newmark, P. 1988. ATutbook of Translatioz. London: Prentice Hall.
Nida, E.A dan Taber, C. 1982. Tlrc Theory anil Practice of Trattslatfoa. Leiden: E.]. Brill.
PACTE Group. 2005. "hrvestigating Translation Competene:Conceptual and Methodological Issues", dalam Metu loumal iles Traiht&wslMeta: Translatorc' loarncl, vol. L, no. 2. hal. 609-619. diunduh dari http://id.erudit.org/iderudit/
[email protected] pada tanggal 29 Februari 20(D. PACTE. 2000. "Acquiring Translation Competence: Hypotheses and Methodological Problems in a Researdr Ptopcf,, dalam: Beeby, A.; Ensinger, D.; Prcsas,lv[ (eds.) lnoestigating Translatiott Amsterdam: john Benjamins, Hal. 99-106. Pinchuck, l.
Dn. Scia*ific anil Technical
Ttanslatioz. London: Andre Deutsch.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI. 2008. Kamus Besar Bahasa lnilonesia Edisi Kemtpat. lakafta: PT Gramedia Pustaka Utama. Savory, T.1969.The Art of Translatioz. London: fonathan Cape.
Surtiati, R. 2000. "70 Persen Buku Terjemahan Sulit Dicerna" dalam Suara Karya Online. Edisi 4 November 2000. Suryawinata,, Z. dan Hariyanto, S. 2ffi3. Translation (Bahasnn Teori Praktls Mmni ntahkan\ Y ogyakarta: Kanisius.
Sutopo, H.B. 2n6. Panelitian Kaalitatift Dasnr Teori Penelitian Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
I
Penunhm
ilan Tuapannya
ilalam
Venuti, L. 1995. The Translator's Inoisibility: a History of Translafior. London: Routledge.