1 MODEL PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DANA BANTUAN ORANG TUA MURID PADA RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (RSBI) (Studi Kasus SMP N RSBI di Kabupaten Boyolali)
NASKAH PUBLIKASI Untuk Penelitian Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Diajukan Oleh TINTIN MARLINA NIM : R. 100 100 020
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013
2
3 Model Pertanggungjawaban Hukum Dana Bantuan Orang Tua Murid Pada RSBI (Studi Kasus SMPN RSBI di Kabupaten Boyolali) Oleh Tintin Marlina1, Harun, 2dan Natangsa Surbakti3 Abstract This study was to know how the model of legal liability for the budget that comes from the parents, for basic aducation unit state junior high school level (SMP Negeri ), which should be in accordance with the provisions charged to the government and local government.The locus of research is SMPN RSBI, caused by SMPN RSBI is basic education unit that still allowed to take contribution or relief from parents. Based on this background, it can be formulated three issues, that is( 1)the implementation of legal liability model for budget management from Relief Parents Fund in SMPN RSBI, ( 2) compliance of legal liability model with the normative provisions rule of Regional autonomy legislation, UU Sisdiknas, and provision of local financial management( 3) how to formulate the legal liability model is so applicable and in accordance with the provisions.This research was conducted at two location that is SMPN 1 Boyolali and SMPN 2 Boyolali, which are RSBI school, The study uses descriptive and predictive analysis techniques.From the research, got result that: ( 1) There is no raw standards in financial management legislations are sourced from parents, ( 2) management of the funds do not have compliance with the rules of regional autonomy laws, and provision of local financial management (3) Model are formulated legal liability model is a model of financial management in the one way through the establishment of local regulation on APBD and accountability of budget legislation (APBD) by the Bupati, which is based on the involvement of parents partisipation either directly or through a committee, in the planning stages. Key words : Model, legal liability, management budgets from parents, SMPN RSBI.
Penelitian ini untuk mengetahui model pertanggungjawaban hukum pengelolaan anggaran yang bersumber dari orang tua murid, di SMP Negeri RSBI. SMPN RSBI sebagai bagian dari perangkat daerah kabupaten adalah satuan pendidikan dasar yang masih diperkenankan untuk menarik iuran dari orang tua murid. Penelitian ini merumuskan tiga hal, yaitu (1) pelaksanaan pertanggungjawaban hukum bantuan orang tua murid di RSBI, (2) kesesuaian pertanggungjawaban hukum tersebut dengan UU otonomi daerah, UU sisdiknas, dan aturan pengelolaan keuangan daerah, (3) merumuskan model pertangungjawaban hukum sehingga aplikatif dan sesuai dengan ketentuan. Penelitian ini merupakan penelitian empiris dilakukan di dua lokasi yaitu SMPN 1 Boyolali dan SMPN 2 Boyolali. Hasil penelitian menunjukkan (1) SMPN RSBI Sebagai bagian dari perangkat daerah kabupaten, dalam mengelola dana bantuan orang tua murid tidak ditetapkan melalui mekanisme Perda APBD, dan tidak ada standar baku yang ditetapkan di tingkat Pemerintah Kabupaten (2) dana dari orang tua murid yang dipergunakan langsung untuk pengeluaran kegiatan operasional dan pengembangan pada SMPN RSBI tidak sesuai dengan aturan UU Otonomi daerah, dan ketentuan pengelolaan keuangan daerah, (3) model pertanggungjawaban hukum yang dirumuskan adalah pengelolaan keuangan di satu pintu melalui APBD yang didasarkan pada pelibatan partisipasi orang tua murid baik langsung maupun melalui komite. Kata kunci: Model, Pertanggungjawaban Hukum, Bantuan Orang Tua Murid, SMPN RSBI. 1
Auditor, Inspektorat Kabupaten Boyolali Dosen Magister Hukum, UMS Surakarta 3 Dosen Magister Hukum, UMS Surakarta 2
4 Pendahuluan Pendidikan merupakan amanah Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, ayat (4) mengamanatkan negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Sebagai implementasi dari amanat UUD, pemerintah menerbitkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 34, disebutkan tentang ketentuan program wajib belajar, bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar yaitu Sekolah Dasar (SD) serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) tanpa memungut biaya.4 Namun, tidak demikian halnya dengan kondisi yang terjadi di lapangan, bahwa beberapa Sekolah Menengah Pertama Negeri
masih mengelola dana yang
bersumber dari orang tua murid untuk mendukung kegiatan operasional sekolah, baik dalam bentuk iuran rutin, iuran les, dana pengembangan, dan uang untuk pembelian buku pelajaran, dengan besaran iuran bulanan dan dana pengembangan yang besarnya bervariasi. Kondisi besarnya dana bantuan orang tua murid tersebut akan semakin meningkat dengan peningkatan status pengembangan SMP, yaitu untuk SMP N yang direncanakan dikembangkan menjadi bertaraf internasional dan dikenal dengan 4
. R.I., Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003, tentang “Sistem Pendidikan Nasional”, Pasal 34, ayat 2 dan ayat 3.
5 istilah RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional). Penggunaan iuran dari orang tua murid tersebut
sangat
dimungkinkan untuk dilakukan oleh penyelenggara
satuan pendidikan (pihak sekolah) karena dalam ketentuan Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan mengatur bahwa untuk RSBI diperkenankan untuk mendapatkan dana dari masyarakat. Bermula dari penetapan PP No. 48 Tahun 2008 tersebut, maka sekolah mulai berlomba-lomba untuk mendapatkan dana dari orang tua murid, dan keberadaan RSBI pada perkembangannya banyak menimbulkan protes dari berbagai kalangan, hal utama yang menjadikan sorotan adalah besarnya biaya yang dikenakan kepada orang
tua
murid,
jumlah
iuran
di
setiap
sekolah
yang
berbeda-beda,
pertanggungjawaban keuangan yang tidak jelas dan adanya peluang terjadi korupsi oleh penyelenggara pendidikan. Sementara itu pengelolaan RSBi di satuan pendidikan belum ditetapkan lebih lanjut dalam bentuk peraturan daerah, ataupun peraturan Bupati, dengan demikian terkesan bahwa pengelolaan RSBI tersebut lepas dari kewenangan pemerintah kabupaten. Kemudian yang terbaru adalah Gugatan ke MK, terkait dengan bunyi Pasal 50 ayat (3), bahwa Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan menilai Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas bertujuan meliberalisasi pendidikan Indonesia, sehingga tidak sesuai atau bertentangan dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap warga
negara
wajib mengikuti pendidikan
dasar dan
pemerintah
wajib
membiayainya.5 kemudian pada perkembangan terakhir gugatan tersebut dikabulkan pada tanggal 2 Pebruari 2013, dengan Putusan Perkara Nomor 5/PUU-X/2012.
5
Formatnews.com: formatnewspekanbaru: RSBI di gugat di MK,14 Juli 2012, Rabu, 2 Mei 2012 | 19:32:37, dalam http://formatnews.com/beta/view.php?newsid=9701, Diakses hari Sabtu, tanggal 14 Juli 2012, jam 11.00.
6 Terlepas dari beberapa fakta di atas, menjadi penting untuk diketahui lebih lanjut, bagaimana sebenarnya posisi sekolah sebagai satuan pendidikan SMPN RSBI dalam mengelola anggaran yang bersumber dari orang tua murid tersebut, karena di satu sisi menurut PP No. 48 Tahun 2010, sekolah RSBI memang diperkenankan untuk mendapatkan dana bersumber dari masyarakat (orang tua murid), Selain itu bantuan orang tua murid sebagai bentuk partisipasi masyarakat memang dimungkinkan
dalam rangka desentralisasi pendidikan, yaitu dalam
Manajemen Berbasis Sekolah.
Namun disisi lain
sistem
sekolah sebagai bagian dari
organisasi pemerintah daerah seharusnya mendasarkan segala jenis pengelolaan anggaran yang bersumber dari masyarakat berdasarkan ketentuan perundangundangan dan ketentuan di tingkat Pemerintah Kabupaten, dengan tujuan agar pengelolaan anggaran tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Berangkat dari permasalahan tersebut, maka menjadi penting untuk diteliti, bagaimanakah sebenarnya model pertanggungjawaban hukum yang sesuai untuk bantuan orang tua murid bagi SMPN RSBI, dan berdasarkan permasalahan tersebut maka
rumusan
permasalahan
penelitian
antara
lain;
(1)
bagaimanakah
pertanggungjawaban hukum Pengelolaan Anggaran yang bersumber dari bantuan orang tua murid
pada SMP N RSBI di Kabupaten Boyolali ; (2) Apakah
pertanggungjawaban hukum pengelolaan anggaran yang bersumber dari orang tua murid pada SMP N RSBI di Kabupaten Boyolali telah memiliki kesesuaian dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan ketentuan pengelolaan keuangan daerah; (3) Merumuskan
7 model pertanggungjawaban hukum yang sesuai untuk pengelolaan anggaran yang bersumber dari bantuan orang tua murid bagi SMP N RSBI di Kabupaten Boyolali. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian empiris, karena mengkaji dan menganalisis tentang model pertanggungjawaban hukum bagi bantuan orang tua murid di SMPN RSBI di Kabupaten Boyolali, penelitian dilakukan di SMPN 1 Boyolali dan SMPN 2 Boyolali yang merupakan kategori SMPN rintisan bertaraf internasional (RSBI). Pada penelitian ini menggunakan Data primer dan sekunder. Data Primer merupakan bahan penelitian yang berupa fakta-fakta empiris sebagai perilaku maupun hasil perilaku manusia, yaitu fakta-fakta yang terjadi di satuan pendidikan SMPN RSBI terhadap pengelolaan bantuan orang tua murid, yaitu perilaku pengelola pendidikan, pengelola RSBI, dan orang tua murid. Baik dalam bentuk perilaku verbal perilaku nyata, maupun perilaku yang terdokumentasi dalam berbagai dokumentasi atau catatan-catatan (arsip). 6 Sedangkan data sekunder merupakan bahan hukum dalam penelitian yang diambil dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum.7 Cara pengambilan data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan pengamatan langsung, dan wawancara dengan responden antara lain Kepala Sekolah SMPN 1 Boyolali dan SMPN 2 Boyolali; Kepala Sub Bagian Tata Usaha SMPN 1 Boyolali dan SMPN 2 Boyolali; Pengelola Program RSBI di SMPN 1 boyolali dan SMPN 2 Boyolali; dan Orang tua murid. 6
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. hlm. 280 7 ibid
8 Dalam penelitian ini teknik analisis dilakukan secara kualitatif, yaitu data primer dan data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini akan disusun secara sistematis, dihubungkan dan dianalisis. Untuk selanjutnya hasil analisis akan menghasilkan suatu data diskriptif, yang menggambarkan secara utuh tentang pelaksanaan pertanggungjawaban hukum dana bantuan orang tua murid pada SMPN RSBI. Selain menghasilkan data yang bersifat diskriptif, hasil dari teknis analisis kualitatif ini akan menghasilkan suatu preskripsi tentang hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu untuk memberikan penilaian terhadap pengelolaan bantuan orang tua murid pada RSBI tersebut, telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau tidak. Selanjutnya untuk mendapatkan suatu model pertanggungjawaban hukum bagi bantuan orang tua murid pada RSBI dilakukan dengan analisa prediktif, dimana model analisis prediktif ini digunakan untuk meramalkan atau merencanakan model pertanggungjawaban hukum yang ideal yang dapat digunakan untuk SMPN RSBI di Kabupaten Boyolali di masa yang akan datang dimana dasar peramalan/perencanaan model
tersebut
menggunakan
dasar
dan
pertimbangan
model-model
pertanggungjawaban hukum yang sudah ada sekarang .8 Proses analisis yang akan digunakan dilakukan secara diskriptif interaktif yang dilakukan melalui langkah-langkah yang bersifat umum. Proses selanjutnya yaitu dilakukan dengan reduksi, kesimpulan, dan verifikasi.9 Hasil Penelitian dan Pembahasan 8
Didik Purwadi, 2012, Model Yayasan Pendidikan Dalam Perspektif perlindungan Hukum Terhadap Peserta Didik (studi Kasus Pada Yayasan Perguruan tinggi di Surakarta), Magister Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta. 9
ibid
9 Indonesia merupakan negara hukum, yang menjalankan konsep legalitas, artinya pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya harus berdasarkan Undang-Undang, sebagaimana yang dikemukakan oleh Julius Stahl bahwa bahwa ciriciri Negara hukum yaitu salah satunya dalam menjalankan pemerintahannya harus berdasarkan Undang-Undang.10 Sebagaimana
diketahui
bahwa
pemerintah
kabupaten
mendapatkan
kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pendidikan, sesuai dengan amanah UU No. 32 Tahun 2004, untuk selanjutnya Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali memberikan kewenangan penyelenggaraan pendidikan tersebut salah satunya kepada satuan pendidikan SMP N, yang berbentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPT), yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali. UPT SMPN, khususnya UPT SMP N RSBI merupakan bagian dari perangkat pemrintah daerah yang menjalankan pelayanan publik di bidang pendidikan, maka konsekuensinya dituntut untuk mampu mempertanggungjawabkan segala bentuk penyelenggaraan tugas yang dilakukan. Bentuk pertanggungjawaban
tersebut
menurut Syahran basah, adalah pertanggungjawaban secara moral kepada TYME dan pertanggungjawaban secara hukum yang disebut dengan batas atas dan batas bawah. Batas atas yaitu ketaatasasan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
10
Didi N. Yunas, 1992 (Ahmad Nasrullah Fathurahman, dalam judul tesis :Pergeseran Paradigma Kekuasaan Pemerintahah Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia, 2005, Magister Hukum , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm.19)
10 dan sesuai dengan hierarki, sedangkan batas bawah adalah peraturan atau sikap tindak administarasi negara tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga. 11 Dengan demikian sebagai bagian dari perangkat daerah maka UPT SMP N dalam menyelenggarakan kegiatan di satuan pendidikan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk ketentuan pemerintah daerah. Namun demikian, pada kondisi dilapangan Pemerintah Daerah belum menetapkan ketentuan tentang pengelolaan RSBI baik ketentuan pembagian kewenangan,
ketentuan
pengelolaan
program,
dan
khususnya
ketentuan
pengelolaan keuangan yang ditetapkan baik dalam bentuk Peraturan Daerah maupun dalam bentuk Peraturan Bupati. Sehingga SMP N RSBI dalam menyelenggarakan program RSBI sepenuhnya berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional, dan tidak di implementasikan dalam bentuk regulasi di tingkat pemerintah Kabupaten. Hal ini menyebabkan masing-masing sekolah melakukan pengelolaan program dan pembiayaan sendiri-sendiri, tanpa ada pedoman spesifik yang ditetapkan di tingkat Kabupaten. Khususnya untuk pengelolaan keuangan, masing-masing sekolah menetapkan anggaran berdasarkan standar yang tidak berlaku sama untuk lingkup wilayah satu Kabupaten, penetapan anggaran yang bersumber dari orang tua murid lebih banyak
berdasarkan besaran iuran
yang disepakati, bukan berdasarkan
standar yang terukur di tingkat Kabupaten, sehingga kecenderungannya iuran murid terdapat peningkatan dari tahun ketahun, dan lebih lanjut menyebabkan adanya kesan komersialiasi di bidang pendidikan.
11
Sjahran Basah, 1985, Eksistensi dan tolak ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Bandung, hlm. 285. (SF. Marbun dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Press,hlm.284.)
11 Dengan demikian wajar apabila untuk sekolah dengan standar RSBI yang sama di lingkup Kabupaten, terdapat perbedaaan besaran biaya yang ditetapkan per standar. Adapun perbandingan besaran biaya per standar dapat dilihat pada table di bawah ini. Tabel 3.15. Perbandingan Standar pembiayaan SMP N RSBI No.
Uraian
Standar kompoetensi lulusan
SMPN 1 Boyolali
380,226,000
Standar kurikulum
SMPN 2 Boyolali
220,734,500 37,930,500
Standar proses Srtandar pendidikan dan tenaga kependidikan
97,800,000
311,770,800
209,116,500
290,802,000
Standar sarana dan prasarana
773,106,650
948,250,000
Standar pengelolaan
232,436,500
199,816,000
Standar pembiayaan
2,565,357,650
2,641,393,000
Standar penilaian
187,003,000
138,468,800
Jumlah
4,445,046,300
4,789,165,600
Untuk selanjutnya bahwa, UPT SMP N
RSBI dalam melaksananakan
pengelolaan anggaran yang bersumber dari orang tua murid dibagi dalam tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Perencanaan dilakukan melalui rapat pleno antara komite, dan orang tua murid untuk menentukan besaran iuran rutin dan dana pengembangan. Hasil dari perencanaan ditetapkan dalam bentuk Rencana Anggaran Belanja Sekolah (RAPBS), sebagai dasar dalam penetapan anggaran. RAPBS ini mencakup semua sumber anggaran, baik dari orang tua murid, maupun dari pemerintah. RAPBS yang selanjutnya ditetapkan menjadi APBS merupakan bentuk penetapan anggaran oleh sekolah secara mandiri, dan dipergunakan sebagai acuan dalam mengelola kegiatan.
12 APBS ditetapkan oleh Kepala Sekolah bersama ketua komite dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan. APBS yang bersumber dari orang tua murid tidak melalui kajian Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), dan tidak didahului dengan pembahasan di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagaimana mekanisme penyusunan APBD yang ditetapkan dalam bentuk Perda. Pelaksanaan pengelolaan anggaran yang bersumber dari orang tua murid dilaksanakan melalui bendahara komite, masuk dalam rekening bendahara komite, dibelanjakan sesuai kebutuhan. Bendahara komite yang melaksanakan tugas harian adalah guru di satuan pendidikan, yang diberikan sampiran tugas selaku pelaksana tugas harian bendahara komite, berdasarkan surat keputusan Kepala Sekolah. Untuk pelaksanaan belanja biasanya dilakukan oleh panitia ataupun langsung oleh bendahara komite, setelah melewati persetujuan dari komite sekolah. Adapun penyusunan Surat Pertanggungjawaban dilakukan oleh bendahara komite, dan dilaporkan kepada orang tua murid pada waktu rapat pleno. Pertanggungjawaban yang disusun tersebut, merupakan pertanggungjawaban anggaran komite, yang terpisah dengan pertanggungjawaban anggaran pemerintah daerah yang ditetapkan dalam PERDA, pelaksanaan pertanggungjawaban anggaran komite tidak mengikuti ketentuan penatausahaan keuangan daerah, meskipun pada kenyataannya anggaran komite tersebut dilaksanakan di satuan pendidikan yang merupakan bagian dari pemerintah daerah, dan dilaksanakan oleh bendahara komite yang merupakan bagian dari perangkat daerah. Untuk selanjutnya akan dianalisa bagaimana pelaksanaan pengelolaan anggaran tersebut apabila dikaji dari perspektif UU Otonomi Daerah dan ketentuan pengelolaan keuangan daerah, bahwa SMPN di Kabupaten Boyolali secara
13 organisatoris berbentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT). Kepala Sekolah selaku Kepala UPT SMPN menjalankan kewenangan pendidikan yang diberikan oleh Bupati berdasarkan Perda No. 16 Tahun 2011, tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Pemerintah Kabupaten Boyolali. Salah satu bentuk implementasi pemberian kewenangan dari Bupati Kepada Kepala UPT SMPN yaitu dalam hal pengelolaan keuangan UPT SMPN, yakni kepala UPT SMPN ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Hubungan antara Kepala daerah yang menyerahkan kewenangan dan perangkat daerah yang diberikan kewenangan adalah hubungan antara mandataris dan mandan. Mandan dalam hal ini diperankan oleh Bupati Kepala Daerah sebagai pemberi wewenang sedangkan mandataris diperankan oleh Kepala UPT selaku perangkat daerah yang diserahi kewenangan.12 Sehingga secara teori hukum administrasi daerah, maka Kepala UPT bertanggungjawab kepada Bupati Kepala Daerah atas segala anggaran yang dikelola, konsekuensi logis dari implementasi teori tersebut bahwa Kepala UPT SMPN RSBI sebagai perangkat daerah di bawah kepala daerah tidak dapat menetapkan dan mengelola APBS yang salah satunya bersumber dari masyarakat, komite, orang tua murid, tanpa ada pemberian kewenangan dari Bupati Kepala Daerah. Pemberian kewenangan pengelolaan keuangan oleh Bupati kepada Personil pengelola keuangan di satuan pendidikan UPT SMPN tersebut baik Kuasa Pengguna Anggaran, maupun Bendahara pengeluaran, dan bendahara penerimaan adalah terhadap anggaran yang masuk dalam mekanisme APBD. Karena sebagaimana ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah bahwa Hak dan 12
Ridwan, 2009, Hukum Administrasi di Daerah, Yogyakarta, FH UII Press,hlm. 86
14 kewajiban daerah dalam hal penyelenggaraan urusan wajib di bidang pendidikan diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah (Perda APBD) . Aturan lebih spesifik ditetapkan dalam PP No. 58 Tahun 2005 bahwa Kepala Daerah berfungsi sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan, mempunyai kewenangan menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD termasuk menetapkan personil pengelola keuangan. Kemudian analisis lebih lanjut bahwa, penetapan dan pengelolaan APBS oleh satuan pendidikan UPT SMPN yang memasukkan dana dari masyarakat khususnya orang tua murid dan langsung dipergunakan untuk kegiatan operasional maupun pengadaan sarana dan prasarana sekolah, tidak mempunyai kesesuaian dengan ketentuan pengelolaan keuangan daerah, karena Sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah di Indonesia mengharuskan bahwa setiap penerimaan pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) harus disetor ke kas daerah dan tidak dapat digunakan secara langsung untuk membiayai pengeluaran pada satuan kerja dimaksud, sehingga diharapkan dengan mekanisme semacam ini, akan tercapai transparansi, akuntabilitas, dan kejelasan pertanggungjawaban secara hukum. Penerimaan yang bersumber dari masyarakat, khususnya orang tua murid tersebut berdasarkan UU NO. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dikategorikan sebagai hibah, dimana mekanisme pengelolaannya harus berdasarkan pada Peraturan Daerah tentang APBD. Kemudian lebih lanjut PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menetapkan bahwa semua penerimaan daerah yang berbentuk uang harus
15 masuk melalui kas daerah sebelum dipergunakan untuk pengeluaran di lingkup satuan pendidikan, dan apabila penerimaan berwujud barang, maka harus dicatat sebagai asset milik daerah, sebagai berikut : Pasal 59 (1) Penerimaan SKPD yang merupakan penerimaan daerah tidak dapat dipergunakan langsung untuk pengeluaran. (2) Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung sebagai akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah. (3) Semua penerimaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila berbentuk uang harus segera disetor ke kas umum daerah dan berbentuk barang menjadi milik/aset daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah. 2006. Aturan selanjutnya yang lebih spesifik lagi ditetapkan dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 Pasal 128, ayat (2) tentang Pedoman pengelolaan Keuangan Daerah, , bahwa : "SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan daerah". Kemudian terkait dengan pertanggungjawaban pengelolaan anggaran, bahwa secara hierarkis sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004, sebenarnya Kepala UPT bertanggungjawab kepada bupati atas pemberian kewenangan yang diberikan oleh Bupati, untuk kemudian Bupati mempertanggungjawabkan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah pusat, dan melaporkan Kepada DPRD, dan masyarakat sebagaimana mekanisme yang ditetapkan sesuai dengan ketetapan dalam UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 27, yang secara lebih rinci ditetapkan dalam PP No. 108 Tahun 2000 tentang tata cara pertanggungjawaban Kepala Daerah, pasal 1 angka 5,6 dan 7
16 disebutkan ada tiga pertanggungjawaban, yaitu pertanggungjawaban akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban akhir masa jabatan, dan pertanggungjawaban untuk hal tertentu. Namun pertanggungjawaban tersebut dikhususkan untuk anggarananggaran yang masuk dalam mekanisme APBD, yang terlebih dahulu telah ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah, sedangkan pengelolaan anggaran di sekolah yang bersumber dari masyarakat tersebut tidak ditetapkan dalam Perda dan tidak masuk melalui mekansisme APBD, namun diselenggarakan dalam otonomi sekolah tersendiri yaitu melalui mekanisme APBS. Dengan demikian maka pengelolaan anggaran yang tidak ditetapkan melalui Perda APBD, berada di luar ranah pertanggungjawaban Bupati, sebagai pengguna anggaran, sehingga secara tidak langsung tidak dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, sebagai bentuk pertanggungjawabaan publik terhadap pelaksanaan layanan pemerintah. Rendahnya rentang kendali pemerintah daerah utamanya Bupati terhadap pengelolaan keuangan yang bersumber dari orang tua murid di tingkat UPT SMPN, memungkinkan penggunaan anggaran secara bebas, dan tidak terpantau, sehingga rawan penyimpangan. Adanya pengelolaan anggaran yang tidak terpantau oleh pemerintah kabupaten tersebut sejalan dengan pendapat dari orang tua murid bahwa sebagian besar orang tua murid menghendaki dana yang bersumber dari bantuan orang tua murid untuk pengelolaan RSBI dikelola melalui mekanisme APBD sehingga lebih jelas standar dan pertanggungjawabannya, hal lain yang dikemukakan oleh orang tua murid bahwa komite sekolah kurang maksimal menjalankan fungsinya
sebagai
lembaga representasi masyarakat untuk memberikan kontribusi sumbangan pemikiran bagi penentuan kebijakan sekolah di bidang pendidikan.
Sehingga
17 terkesan komite sekolah lebih banyak berfungsi sebagai pengesah dalam penentuan besaran dana dari orang tua murid. Seharusnya masyarakat memiliki hak untuk memperoleh perlindungan dari berbagai tindakan pemerintah yang mungkin dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat, yaitu melalui
adanya asas tanggung jawab pemerintah, yang
memberikan ruang yang cukup leluasa bagi timbulnya peran serta masyarakat yang memang sangat dibutuhkan oleh pemerintahan yang demokratis.13 Namun demikian kondisi tersebut belum dapat dicapai dalam pelaksanaan pengelolaan sebagaimana di atas, sehingga perlu diberikan solusi model pelaksanaan pengelolaan anggaran yang bersumber dari orang tua murid yang memungkinkan pengelolaan anggaran akuntabel, transparan, dan memuaskan masyarakat dalam bentuk kebijakan pemerintah yang ditetapkan dalam peraturan daerah. Sehingga diharapkan peraturan daerah sebagai produk hukum tersebut mampu membawa perubahan dalam
pelayanan
di bidang pendidikan, sebagaimana
pendapat
Muchtar
Kusumaatmaja, bahwa hukum tidak hanya diartikan sebagai “alat” tetapi sebagai “sarana” pembaharuan masyarakat. 14 Lebih lanjut, menurut pendapat Mochtar Kusumaatmaja, bahwa untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan terlebih dahulu dilakukan suatu penelitian secara lebih mendalam. Karena tanpa ada penelitian terlebih dahulu , tidak akan pernah diketahui secara pasti living law yang ada, dan bagaimana perencanaan itu harus dibuat secara akurat.15
13
Winahyu Erwiningsih, Peranan Hukum dalam Pertanggungjawaban Pemerintah, Fakultas Hukum UII 2010, (.http://eprints.ums.ac.id/330/1/6.diakses 15 Agustus 201210.30 WIB) 14 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, op.cit. 199 15 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, op.cit. hlm. 204.
18 Bertolak dari berbagai uraian di atas di tawarkan suatu alternatif solusi berupa penawaran model pertanggungjawban hukum, yang aplikatif di lapangan, sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan daerah, transparan, dan mampu mengakomodasi konsep manajemen berbasis sekolah (MBS). Konsep MBS ini tetap dijadikan pertimbangan dalam penyusunan model dengan beberapa alasan, bahwa
pemberlakuan UU No. 32 Tahun 2004,
menghendaki penyelenggaraan pemerintah daerah berbasis pada partisipasi masyarakat,16
kemudian apabila dilihat dari sejarahnya, peran masyarakat yang
semula mendominasi dalam pengelolaan sekolah menjadi terkikis karena dominasi peran pemerintah.17 Alasan yang lain, kondisi dilapangan menunjukkan bahwa dari alokasi anggaran untuk RSBI di SMPN 1 Boyolali dan SMPN 2 Boyolali, maka anggaran dari orang tua murid,
menempati porsi hampir 30 % dari keleseluruhan total
anggaran, hal ini menunjukkan ketergantungan pada dana orang tua murid sudah sedemikian
besar
karena
pada
kenyataannya
pemerintah
daerah
hanya
mengalokasikan anggaran pelayanan pendidikan dasar, yaitu untuk gaji guru dan karyawan, dan operasional sekolah rutin, sedangkan pelayanan pengembangan program untuk sekolah masih dianggarkan dalam prosentase yang sangat minim, dan masih sangat menggantungkan dari partisipasi masyarakat. Dalam penyusunan model untuk menemukan pertanggungjawaban hukum pada UPT SMPN RSBI akan didasarkan pada teori tentang perumusan kebijakan pendidikan oleh pemerintah, yaitu teori kelembagaan dengan modifikasi teori demokrasi. Teori ini merupakan formulasi dari Dye yang dikutip oleh Riant Nugroho, 16
Khairul Muluk,2007, Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah, Malang, Bayumedia Publishing, hlm. 4. 17 .ibid.
19 dalam buku berjudul Kebijakan Pendidikan Yang Unggul, ada tiga hal yang membenarkan pendekatan ini, yaitu bahwa pemerintah memang sah membuat kebijakan publik, fungsi tersebut bersifat universal, dan memandang pemerintah memonopoli fungsi pemaksaan dalam kehidupan bersama, sedangkan dalam teori demokratis,
teori
ini
menghendaki
agar
setiap
“pemilik
hak
demokrasi”diikutsertakan sebanyak-banyaknya. Teori ini bisanya dikaitkan dengan implementasi good governance bagi pemerintahan yang mengamanahkan agar dalam membuat kebijakan, para konstituen dan pemanfaat diakomodasikan keberadaanya. 18 Dalam penyusunan model pertanggungjawaban hukum tersebut, diakomodasi juga prinsip Musyawarah dari masyarakat, orang tua murid, komite sekolah, dan satuan pendidikan yang merupakan fundamen dasar dari penetapan anggaran di sekolah, sedangkan pemerintah daerah, lebih banyak berfungsi untuk melakukan standarisasi pengelolaan, agar lebih akuntabel, mempunyai kepastian hukum, dan memenuhi aspek keadilan. Penyusunan model dimulai dari proses perencanaan dalam bentuk Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS), berdasarkan musyawarah antara orang tua murid, komite dan satuan pendidikan. RKAS dijadikan dasar pengajuan anggaran untuk ditetapkan dalam mekanisme pengelolaan keuangan daerah, yaitu ditetapkan dalam bentuk Perda. Setelah ditetapkan dalam bentuk Perda, pelaksanaan anggaran mengikuti pola mekanisme penatausahaan keuangan daerah, dengan bentuk pertanggungjawaban
18
mengikuti sistem keuangan daerah,
Pertanggungajwabn
Riant Nugroho, 2010, Kebijakan Pendidikan YangUnggul, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal. 201.
20 tersebut dilaporkan di akhir tahun sebagai bentuk Laporan Pertanggungjawaban Bupati dihadapan dewan dan masyarakat. Relevansi Penelitian Terkait Pembubaran RSBI Oleh Mahkamah Konstitusi Sebagaimana kondisi terakhir bahwa, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan gugatan beberapa orang tua murid terkait dengan Pasal 50 UU No. 20 Tahun 2013 tentang sistem pendidikan nasional, yaitu pasal tentang pemberlakuan RSBI, sedangkan Gugatan dikabulkan pada tanggal 2 Pebruari 2013. Meskipun pada kenyataannya RSBI telah dibubarkan, dan satuan pendidikan SMPN
sesuai
dengan
surat
edaran
menteri
pendidikan
nasional,
No.017/MPK/SE/2013, tentang Kebijakan Transisi RSBI dikembalikan lagi kepada status sekolah reguler, dengan konsekuensi tidak diperkenankan menerima dana yang bersumber dari bantuan orang tua murid untuk pelaksanaan kegiatan, namun demikian Kondisi di lapangan menunjukkan satuan pendidikan masih membutuhkan bantuan dana dari masyarakat dan orang tua murid, selain itu pemerintah tidak semerta-merta dapat menghentikan partisipasi masyarakat, hanya saja agar pengelolaannya dapat dipertanggungjawabkan maka diperlukan suatu rumusan tentang model pertanggungjawaban hukum yang aplikatif di lapangan, sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan daerah, transparan, dan mampu mengakomodasi partisipasi masyarakat baik langsung ataupun melalui komite. Dengan demikian maka penelitian tentang model pertanggungjawaban hukum bagi bantuan orang tua murid tersebut, diharapkan dalam perkembangan ke depan masih relevan untuk diaplikasikan terlepas dari status apapun sekolah tersebut RSBI ataupun berstandar yang lain. Penutup
21 Simpulan Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa (1) Belum adanya pengaturan tentang pengelolaan RSBI yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten, Pengelolaan dana bantuan orang tua murid SMP N RSBI di Kabupaten Boyolali dilakukan melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) yang ditetapkan oleh Kepala Sekolah, bersama Ketua komite, namun tidak masuk dalam mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); (2) Satuan pendidikan UPT SMPN sebagai bagian dari organ pemerintah daerah, tidak dapat langsung mempergunakan bantuan yang bersumber dari masyarakat/komite/orang tua murid tanpa melalui mekanisme penetapan dalam Perda APBD; (3) Model yang dapat dipergunakan untuk merumuskan bentuk pertanggungjawaban hukum bagi bantuan orang
tua
murid
adalah
dengan
mengakomodasi
partisipasi
masyarakat/komite/orang tua murid sebagai sumber penerimaan daerah, dikelola dengan mekanisme yang ditetapkan melalui Perda APBD, dan dipergunakan untuk pembiayaan pendidikan pada UPT SMP N RSBI mengikuti pola penatausahaan APBD. Saran Saran yang dapat diberikan terkait dengan penelitian ini adalah; (1) Khusus mengenai kebijakan yang mengatur standar baku pengelolaan anggaran di SMP N RSBI sebagaimana model pertanggungjawaban hukum bantuan orang tua murid tersebut agar ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah, sehingga mempunyai kepastian hukum yang menetap; (2) Peraturan Daerah sebaiknya hanya mengatur hal-hal pokok yang terkait dengan pola hubungan antara masyarakat, komite sekolah, orang tua murid, satuan pendidikan, dewan pendidikan, dan lembaga birokrasi, berikut pengaturan tentang pola penganggaran di satuan pendidikan dan
22 pola pertanggungjawaban, sedangkan ketentuan mengenai teknis pelaksanaan agar ditetapkan dalam bentuk Peraturan Bupati, sehingga apabila sewaktu-waktu terdapat perubahan dalam tataran teknis pelaksanaan, tidak harus merubah Peraturan Daerah yang sudah ditetapkan. Daftar Pustaka Darmodiharjo, Darji dkk, 2006, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Erwiningsih, Winahyu, 2010, Peranan Hukum Dalam Pertanggungjawaban Perbuatan Pemerintahan”, (Suatu kajian dalam Kebijakan Pembangunan Hukum), Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, dalam, http://eprints.ums.ac.id/330/1/6._diakses 15 Agustus 2012, pukul 10.30 WIB). Fajar, Mukti ND. dkk, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Marbun, SF. dkk, 2001, Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, UII Press. Muluk, Khairul, 2007, Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah, Malang,Bayumedia Publishing. Nugroho, Riant, 2010, Kebijakan Pendidikan Yang Unggul, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Purwadi, Didik, 2012, Model Yayasan Pendidikan Dalam Perspektif Perlindungan Hukum Terhadap Peserta Didik (studi Kasus Pada Yayasan Perguruan tinggi di Surakarta), Magister Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta Ridwan, 2009, Hukum Administrasi di Daerah , Yogyakarta, UII Press. Yunas , Didi N, 1992 (Ahmad Nasrullah Fathurahman, dalam judul tesis :Pergeseran Paradigma Kekuasaan Pemerintahah Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia, 2005, Magister Hukum , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm.19) Internet Formatnews.com: formatnewspekanbaru: RSBI di gugat di MK,14 Juli 2012, Rabu, 2 Mei 2012 | 19:32:37, dalam http://formatnews.com/beta/view.php?newsid=9701, Diakses hari Sabtu, tanggal 14 Juli 2012, jam 11.00.