perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
NASKAH DRAMA KAPAI-KAPAI KARYA ARIFIN C. NOER: TINJAUAN STRUKTURAL, NILAI EDUKATIF, DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI SMA
SKRIPSI
Oleh: NIKEN YUNINDAR KUNCORONINGRUM K1208033
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user Juli 2012 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Niken Yunindar Kuncoroningrum
NIM
: K 1208033
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Naskah Drama Kapai-Kapai Karya Arifin C. Noer: Tinjauan Struktural, Nilai Edukatif, dan Relevansinya terhadap Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA adalah betulbetul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari skripsi tersebut.
Surakarta,
Juli 2012
Yang Membuat Pernyataan,
Niken Yunindar Kuncoroningrum
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
NASKAH DRAMA KAPAI-KAPAI KARYA ARIFIN C. NOER: TINJAUAN STRUKTURAL, NILAI EDUKATIF, DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI SMA
Oleh : NIKEN YUNINDAR KUNCORONINGRUM K1208033
SKRIPSI
ditulis dan diajukan untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Niken Yunindar Kuncoroningrum. K1208033. Naskah Drama Kapai-Kapai Karya Arifin C. Noer: Tinjauan Struktural, Nilai Edukatif, dan Relevansinya terhadap Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Juli 2012. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui dan mendiskripsikan: (1) struktur pembangun naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer; (2) keterjalinan unsur-unsur dalam struktur naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer; (3) nilai edukatif naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer; (4) relevansi naskah drama Kapai-Kapai sebagai materi pembelajaran drama di SMA. Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan strategi tunggal terpancang dan metode analisis dokumen. Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer dan hasil wawancara yang menunjang permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik studi pustaka yang dilakukan dengan mencatat dokumendokumen atau arsip yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis jalinan atau mengalir yang meliputi tiga komponen, yaitu: (1) reduksi data; (2) sajian data; dan (3) penarikan simpulan. Berdasarkan analisis data melalui pendekatan struktural, dapat disimpulkan: (1) tema dalam cerita ialah penderitaan hidup karena harapan semu, memiliki tokoh protagonis Abu, tokoh antagonis Emak dan Majikan, serta tokoh tritagonis Bulan, Yang Kelam, Iyem, Kakek, dan lain-lain, alur cerita menggunakan alur maju, setting terjadi di Jakarta antara tahun 1930 – 1980, dialog tokoh Abu merupakan dialog tak resmi, sedangkan tokoh Emak dan Kakek menggunakan bahasa resmi, serta amanat cerita yakni pentingnya pondasi agama dalam hidup; (2) tema penderitaan hidup mempengaruhi munculnya tokoh Abu yang miskin, setting tempat tinggal yang tidak layak huni, alur yang berantakan, serta digunakannya dialog yang kasar karena tokoh sentral memiliki latar belakang pendidikan yang rendah; (3) nilai kultural yang muncul yakni penggunaan pantun dan lenong, nilai kesosialan ditandai dengan rasa peduli Abu terhadap Gelandangan, nilai kesusilaan yang ada, antara lain sikap patuh terhadap atasan serta pelanggaran nilai moral dengan membunuh bayi, dan nilai keagamaan yang ditunjukkan dengan petuah Kakek mengenai ajaran agama; (4) naskah drama Kapai-Kapai memiliki struktur yang lengkap serta nilai edukatif yang tinggi sehingga jika direlevansikan dengan pembelajaran apresiasi drama di SMA, naskah ini dapat dijadikan sebagai materi pembelajaran apresiasi drama pada kelas XI dan XII semester II. Kata kunci: naskah Kapai-Kapai, struktur, nilai edukatif, pembelajaran drama
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Setiap hal yang dilakukan dengan ragu-ragu tidak akan membawa kemajuan dan keberhasilan.
(Penulis)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Sebagai tanda terima kasih, kupersembahkan skripsi ini untuk:
Papi dan ibu, yang tak pernah berhenti mendoakan dan mencurahkan kasih sayangnya padaku
Mbak Dewi dan Mas Hari, yang selalu mengingatkan, memotivasi, dan menjadi contoh bagiku
M. Bagus Priyo Sambodo, yang telah mengajariku banyak hal dan dan semoga tetap menemaniku melewati episode hidup
Nuria Kusuma Putri, sahabat terbaikku, yang selalu ada dalam tangis dan tawaku
“Can-Teen Depp-Phan Ma-Ta” sahabat-sahabat yang telah memahatkan indahnya kebersamaan di masa kuliah
Almamater tercinta, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, tempat menimba ilmu dan pengalaman berharga
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah memberi kenikmatan dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar sebagai syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Peneliti menyadari, bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penyusunan skripsi;
2.
Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan persetujuan dalam skripsi ini;
3.
Dr. Kundharu Saddhono, M.Hum, Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan persetujuan dalam skripsi ini;
4.
Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., dan Budi Waluyo, M.Pd
selaku
pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, masukan, serta motivasi dalam penyelesaian skripsi; 5.
Drs. Purwadi, selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing peneliti dari awal hingga akhir masa perkuliahan;
6.
Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan berbagai ilmu yang bermanfaat;
7.
Arifin C. Noer, sebagai pengarang dari naskah drama Kapai-Kapai, objek penelitian dalam skripsi ini;
8.
Drs. Samsi, Drs. Rochmat, Gusmel Riyadh, dan Dukut Wahyu Nugroho sebagai narasumber yang memberikan informasi-informasi berkaitan dengan commit to user penelitian;
ix
perpustakaan.uns.ac.id
9.
digilib.uns.ac.id
Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga semoga karya ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
menambah khasanah keilmuan dalam pelajaran bahasa Indonesia.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ..........................................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .....................................................
ii
PENGAJUAN ...............................................................................................
iii
PERSETUJUAN ...........................................................................................
iv
PENGESAHAN ............................................................................................
v
ABSTRAK ....................................................................................................
vi
MOTTO .........................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN .........................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................
ix
DAFTAR ISI .................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................................
4
C. Tujuan Penelitian .........................................................................
4
D. Manfaat Penelitian .......................................................................
5
BAB II KAJIAN TEORETIK .......................................................................
6
A. Tinjauan pustaka ..........................................................................
6
1. Hakikat Naskah Drama ..........................................................
6
a. Pengertian Naskah Drama ...............................................
6
b. Klasifikasi Drama ............................................................
10
2. Kajian Struktural Naskah Drama ...........................................
13
a. Hakikat Pendekatan Struktural ........................................
13
b. Struktur Naskah Drama ....................................................
17
3. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Naskah Drama ....................... commit to user a. Hakikat Nilai Pendidikan ................................................
31
xi
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra ..............................
33
4. Relevansi Naskah Drama Kapai-Kapai dalam Pembelajaran Sastra .....................................................................................
40
B. Penelitian yang Relevan ..............................................................
48
C. Kerangka Berpikir .......................................................................
50
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................
53
A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................
53
B. Bentuk dan Strategi Penelitian .....................................................
53
C. Sumber Data ................................................................................
54
D. Teknik Sampling ..........................................................................
54
E. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................
55
F. Uji Validitas Data ........................................................................
55
G. Teknik Analisis Data ...................................................................
57
H. Prosedur Penelitian ......................................................................
59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..............................
60
A. Deskripsi Data .............................................................................
60
1. Naskah Drama Kapai-Kapai ..................................................
60
2. Sinopsis Drama Kapai-Kapai ................................................
62
B. Hasil Penelitian ............................................................................
63
1. Struktur Drama Kapai-Kapai .................................................
63
a.
Tema ...............................................................................
63
b.
Penokohan ......................................................................
67
c.
Alur .................................................................................
105
d.
Setting .............................................................................
118
e.
Dialog .............................................................................
121
f.
Petunjuk Teknis ..............................................................
125
g.
Amanat ...........................................................................
126
2. Keterjalinan Unsur-Unsur dalam Naskah Drama KapaiKapai .....................................................................................
129
a. Tema dengan Penokohan .................................................
129
b. Tema dengan Alur ............................................................ commit to user c. Penokohan dengan Alur ....................................................
130
xii
131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Penokohan dengan Setting ...............................................
131
e. Penokohan dengan Dialog ...............................................
132
f. Petunjuk Teknis dengan Dialog dan Penokohan ..............
134
g. Amanat dengan Unsur-Unsur Lain ..................................
135
3. Nilai-Nilai Edukatif dalam Naskah Drama Kapai-Kapai ......
135
a. Nilai Kultural ...................................................................
136
b. Nilai Kesosialan ...............................................................
138
c. Nilai Kesusilaan ...............................................................
140
d. Nilai Keagamaan ..............................................................
141
4. Relevansi Naskah Drama Kapai-Kapai Terhadap Materi Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA ...............................
144
C. Pembahasan .................................................................................
146
1. Struktur Naskah Drama Kapai-Kapai ...................................
146
2. Keterjalinan Unsur-Unsur dalam Naskah Drama KapaiKapai .....................................................................................
150
3. Nilai-Nilai Edukatif dalam Naskah Drama Kapai-Kapai ......
151
4. Relevansi Naskah Drama Kapai-Kapai Terhadap Materi Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA ...............................
154
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ......................................
155
A. Simpulan ......................................................................................
155
B. Implikasi ......................................................................................
157
C. Saran ............................................................................................
158
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
160
LAMPIRAN ..................................................................................................
163
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Kurikulum Pembelajaran Apresiasi Drama ............................................
45
2. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian ......................................................
53
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Alur Slowly Rising Conflict .....................................................................
25
2. Alur Static Conflict ..................................................................................
25
3. Alur Jumping Conflict .............................................................................
25
4. Plot Biasa .................................................................................................
26
5. Plot Rapat ................................................................................................
26
6. Plot Renggang .........................................................................................
26
7. Kerangka Berpikir ...................................................................................
52
8. Flow Model of Analysis (Miles dan A. Huberman) .................................
58
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Naskah Drama Kapai-Kapai ...................................................................
164
2. Biografi Pengarang ..................................................................................
223
3. Catatan Lapangan Hasil Wawancara .......................................................
225
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
NASKAH DRAMA KAPAI-KAPAI KARYA ARIFIN C. NOER: TINJAUAN STRUKTURAL, NILAI EDUKATIF, DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN APRESIASI DRAMA DI SMA
SKRIPSI
Oleh: NIKEN YUNINDAR KUNCORONINGRUM K1208033
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Juli 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil perenungan pengarang yang terinspirasi dari kehidupan sehari-hari. Karya sastra yang lahir tidak semata-mata buah dari khayalan pengarang, tetapi merupakan perwujudan dari fenomena yang ada. Fenomena yang menarik bagi pengarang kemudian dikemas dalam bentuk dan bahasa yang indah. Melalui bahasa-bahasa yang digunakan, dapat diketahui ciri khas pengarang, karakter tokoh yang ada, tema, serta pesan yang termuat di dalamnya. Tiap-tiap karya sastra yang diciptakan oleh pengarang memiliki tujuan masing-masing. Amanat yang terkandung juga dapat membawa manfaat bagi para penikmat karya sastra tersebut. Damono (dalam Suhariyadi, 2002: 148) mengemukakan, sastra menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan menyangkut hubungan antarmasyarakat,
masyarakat
dengan
orang-seorang,
antarmanusia,
dan
antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Gambaran kehidupan dalam karya sastra merupakan perwujudan dari hubungan yang tidak terpisahkan antara sastra dengan masyarakat. Sekaligus, hal itu merupakan perwujudan dari peran karya sastra sebagai institusi sosial. Sebagai institusi sosial, karya sastra bukan semata-mata karena diciptakan oleh masyarakat, tetapi adanya dimensi sosial yang melekat pada karya sastra itu. Karya sastra bukan hanya dibangun oleh struktur formalnya, melainkan juga struktur sosial. Tokoh dan penokohannya, peristiwa yang diceritakan, bahasa sebagai medium, dan nilai-nilai yang terkandung dalam pesan dan amanat karya sastra, merupakan bias kualitas dan kuantitas struktur sosial. Hubungan karya sastra dengan masyarakat, teknologi, dan minat masyarakat memberikan pengaruh terhadap perkembangan teori sastra (Ratna, 2011: 75). Namun, sedekat apapun karya sastra dengan struktur sosialnya, selalu commit to user terdapat unsur fiksi dan imajinasi. Kedua aspek tersebut menjadi syarat utama
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2 sebuah wacana disebut sastra. Dengan demikian, di satu pihak karya sastra terlibat dalam persoalan-persoalan sosial masyarakat, di lain pihak, karya sastra menampilkan fenomena fiksi dan imajinatif. Bentuk-bentuk karya sastra sangat beragam. Salah satunya ialah drama. Drama adalah sebuah lakon atau cerita berupa kisah kehidupan dalam dialog dan lakuan tokoh yang berisi konflik manusia. Konflik yang dialami oleh manusia tidak terlepas dari proses yang dilaluinya dalam hidup bermasyarakat. Konflik tersebut akan mempengaruhi aktivitas kejiwaan manusia. Drama dapat dikatakan sebagai cuplikan dari kehidupan nyata. Pengarang membuat sebuah naskah drama dengan mengangkat salah satu permasalahan yang ada. Permasalahan tersebut dapat diambil dari pengalaman pribadi pengarang maupun orang lain dan juga dapat diciptakan sendiri. Agar konflik yang terdapat dalam sebuah drama dapat dirasakan oleh penonton, maka drama harus disajikan dengan bahasa yang menarik. Dalam hal ini, pengarang memiliki ciri khas masingmasing. Sebagai
suatu
genre
sastra,
drama
mempunyai
kekhususan
dibandingkan dengan genre sastra lain, layaknya puisi dan fiksi. Kesan dan kesadaran terhadap drama lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi langsung secara konkret. Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis oleh pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajinatif oleh pembacanya, melainkan juga harus dilanjutkan pada sebuah pementasan secara visual di atas panggung pertunjukkan (Damhudi, 2011). Dalam istilah drama, ada dua kemungkinan penafsiran, yaitu drama naskah dan drama pentas. Namun, yang menjadi dasar adalah drama naskah, karena drama pentas pun berlandaskan drama naskah. Untuk itulah, drama dapat dianggap sebagai suatu karya yang memiliki dua dimensi, yakni dimensi sastra dan dimensi seni pertunjukkan. Drama seringkali dianggap sebagai genre sastra yang sulit dipahami dan membosankan. Selain masih sedikitnya antusiasme masyarakat dalam mengapresiasi drama-drama yang ada, dalam lembaga pendidikan resmi pun commitsecara to usermaksimal. Mayoritas siswa tidak pembelajaran drama tidak dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3 tertarik mempelajari drama. Padahal dalam drama terdapat nilai-nilai pendidikan yang dapat bermanfaat bagi pembaca atau penontonnya. Melalui pertunjukan drama, nilai-nilai tersebut akan lebih terlihat dan mudah ditangkap. Jika pertunjukan drama dilakukan oleh siswa, maka siswa sebagai pemeran tokoh akan terlatih untuk berbicara di depan publik dan memiliki mental yang lebih kuat. Untuk memerankan dan mengambil pesan dari sebuah drama, diperlukan pemahaman terhadap isi drama tersebut. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami isi naskah drama, yaitu pendekatan struktural. Pendekatan struktural merupakan langkah untuk mengkaji karya sastra secara mendalam dengan meneliti struktur pembangunnya. Unsur-unsur pembangun karya sastra yang berada di dalam teks disebut dengan unsur intrinsik. Unsur pembangun karya sastra yang berasal dari luar karya itu disebut dengan unsur ekstrinsik. Struktur yang dikaji dalam pendekatan struktural merupakan unsurunsur intrinsik drama, meliputi: tema, penokohan dan perwatakan, latar, alur, dialog, peetunjuk teknis, amanat, tipe drama, serta hubungan antarunsurnya. Melalui telaah mengenai struktur pembangun drama, nantinya akan dapat diketahui secara cermat pesan serta kandungan drama tersebut. Dari simpulan itu, dapat dikorelasikan dengan nilai-nilai pendidikan yang dapat memberikan good effect pada penikmat drama. Nilai pendidikan karya sastra tidak hanya ditentukan pada apa yang disampaikannya, tapi juga pada cara dan bentuk penyampaian. Nilai pendidikan dalam suatu karya sastra dapat meliputi: 1) nilai kultural; 2) nilai kesosialan; 3) nilai kesusilaan; 4) nilai keagamaan. Pengungkapan masalah-masalah sosial dalam karya sastra dengan bahasa estetis lebih menyentuh perasaan dan penghayatan pembaca. Dengan bahasa imajinatif, karya sastra memberikan ruang bagi pembaca untuk terlibat pada persoalan beserta maknanya. Naskah drama yang menjadi objek penelitian ini adalah naskah drama bertajuk Kapai-Kapai. Naskah drama karya Arifin C. Noer memang memiliki daya tarik untuk dipahami, baik dalam bentuk penelitian maupun proses pertunjukkan teater. Namun, batasan permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai struktur pembangun naskah drama Kapai-Kapai dan commit to user Naskah ini merupakan naskah nilai-nilai pendidikan yang termuat di dalamnya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4 drama bergaya surealis yang sarat dengan simbol-simbol. Secara semiotik, simbol-simbol tersebut merupakan struktur hirarki sistem tanda yang dihadirkan pengarangnya untuk mengungkapkan pemikiran, gagasan, dan pandangannya secara konotatif. Bahasa konotatif-imajinatif memiliki pesan-pesan tersirat yang menarik untuk dikuak. Oleh sebab itu, untuk memahaminya, penulis menelaah struktur pembangun serta nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalamnya. Bertolak dari latar belakang tesebut penulis melakukan sebuah penelitian yang bertajuk “Naskah Drama Kapai-Kapai Karya Arifin C. Noer: Tinjauan Struktural, Nilai Edukatif, dan Relevansinya terhadap Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA”.
B. Rumusan Masalah Berdasar pada latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah struktur naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer? 2. Bagaimanakah keterjalinan unsur-unsur dalam struktur naskah drama KapaiKapai karya Arifin C. Noer? 3. Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer? 4. Bagaimanakah relevansi naskah drama Kapai-Kapai terhadap materi pembelajaran apresiasi drama di SMA?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan dan menjelaskan struktur naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. 2. Mendeskripsikan dan menjelaskan keterjalinan unsur-unsur dalam struktur naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. 3. Mendeskripsikan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5 4. Mendeskripsikan dan menjelaskan relevansi naskah drama Kapai-Kapai sebagai materi pembelajaran apresiasi drama di SMA.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis dari penelitian ini yaitu memberikan sumbangan teoretis dalam bidang kajian struktural dan nilai-nilai pendidikan pada karya sastra, khususnya berkaitan dengan naskah drama sehingga dapat memperkaya dan melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengalaman dan dapat dijadikan sebagai awal untuk membuat karya ilmiah yang lebih baik lagi. b. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan menambah wawasan dan referensi. c. Bagi peneliti sastra yang lain, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding dan referensi terhadap analisis karya sastra, khususnya drama, yang selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORETIK
A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Naskah Drama a. Pengertian Naskah Drama Noor menyebutkan bahwa istilah sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tulisan atau karangan (2011: 17). Waluyo (2002: 2) mengemukakan bahwa kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai, yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, atau beraksi. Terdapat istilah yang sangat terkait dengan drama, yaitu teater. Teater juga berasal dari bahasa Yunani theatron, yang berarti tempat atau gedung pertunjukan. Wiyanto (2002: 2) menyebutkan bahwa kata teater berasal dari bahasa Inggris theatre yang berarti gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, dalam pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Hubungan kata teater dan drama bersandingan sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah teater berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan drama berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh penonton. Menurut H. B. Jassin (dalam Suroto, 1989: 75), drama berarti rentetan kejadian yang merupakan cerita. Drama merupakan potret suka-duka, pahit-manis, hitam-putih kehidupan manusia (Damhudi, 2011). Hal itu sejalan dengan pendapat Somers (2008: 63) yang menyatakan bahwa drama merupakan rekaan kenyataan. Kemudian, diungkapkan pula oleh Simorangkir Simanjuntak, bahwa drama merupakan seni yang mempertunjukkan pekerti manusia dengan perbuatan. Semi menyebutkan pengertian drama sebagai cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan (1993: 156). Wirajaya dan Sudarmawarti (2008: 31) mengungkapkan commit to user hal yang serupa, yakni drama ialah kisah hidup dan kehidupan manusia yang
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 diceritakan di atas pentas, disaksikan oleh orang banyak dengan media percakapan, gerak, dan laku, dengan atau tanpa dekor, didasarkan pada naskah yang telah tertulis dengan atau tanpa musik, nyanyian, dan tarian. Drama adalah karangan yang berbentuk dialog/percakapan antara pemain-pemainnya (Yustinah & Iskak, 2008: 28). Rahmanto berpendapat bahwa drama merupakan suatu bentuk sastra yang dapat merangsang gairah dan memunculkan keasyikan bagi pemain dan penonton (1988: 89). Menurut Kosasih, drama adalah bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Drama disebut juga sandiwara. Kata tersebut berasal dari bahasa Jawa, sandi yang berarti tersembunyi, dan warah yang berarti ajaran. Dengan demikian, sandiwara adalah ajaran yang tersembunyi dalam tingkah laku dan percakapan (2003: 268). Jika menyebut istilah drama, maka terdapat dua kemungkinan, yaitu drama naskah dan drama pentas. Namun, dalam penelitian ini drama naskahlah yang menjadi objek kajian. Waluyo menyatakan bahwa drama naskah merupakan dasar dari drama pentas. Naskah drama dapat dijadikan bahan studi sastra, dapat dipentaskan, dan dapat dipagelarkan dalam media audio, berupa sandiwara radio atau kaset. Drama naskah merupakan salah satu genre sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Drama naskah dapat diberi batasan sebagai salah satu jenis karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan (2002: 2). Dewojati (2010: 160) menyatakan bahwa dalam menganalisis naskah drama, akan ditemukan dua unsur yang harus diperhatikan, yakni teks utama dan teks samping. Naskah drama (lakon) pada umumnya disebut skenario, berupa susunan (komposisi) dari adegan-adegan dalam penuangan sebagai karya tulis, biasanya memiliki keterbatasan sesuai dengan fitrahnya (Muntsani, 2009). Menurut Wirajaya dan Sudarmawarti (2008: 42 – 43), hal-hal yang harus diperhatikan dalam menulis naskah drama, yakni: 1) tema harus sesuai dengan tujuan pementasan; 2) konflik disusun dengan tajam menggunakan dialog yang mantap; 3) watak yang diciptakan harus memungkinkan terjadinya pertentangan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 antartokoh; 4) bahasa yang digunakan mudah dipahami dan komunikatif; serta 5) layak untuk dipentaskan. Wujud
naskah
drama
yang
berupa
dialog-dialog,
menuntut
penggunaan ragam bahasa yang sesuai dengan konteks drama yang diangkat. Ada beberapa naskah drama yang menggunakan ragam bahasa sehari-hari, tetapi ada pula yang berbentuk puisi-puisi. Namun, ragam bahasa yang digunakan tetap harus mengacu pada konvensi sastra. Teeuw dalam Waluyo mengemukakan aturan-aturan sastra yang harus dipatuhi secara lebih rinci, sebagai berikut. 1) Teks sastra memiliki struktur batin yang saling menentukan. 2) Teks sastra juga memiliki struktur luar yang terikat oleh bahasa pengarangnya. 3) Sistem sastra dapat dapat disebut bentuk dunia sekunder, yang sangat kompleks. Teeuw menyebutkan tiga ciri khas karya sastra sebagai berikut. a) Teks sastra merupakan kesatuan yang utuh dan memiliki batas kebulatan makna. b) Dalam teks sastra ungkapan dan hal-hal yang tidak penting dalam kehidupan sehari-hari dibuat menjadi penting. c) Dalam karya sastra terdapat pihak yang terikat konvensi dan menyimpang dari konvensi. Hal ini memunculkan ketengan dalam pemaknaan karya sastra (2002: 7). Karakteristik drama menurut Semi (1993: 157 – 161), yakni: 1) drama mempunyai tiga dimensi, yaitu dimensi sastra, gerakan, dan ujaran; 2) drama memberikan pengaruh emosional yang lebih kuat dibanding karya sastra yang lain; 3) bagi sebagian besar orang, menonton drama lebih menyenangkan dan menghasilkan pengalaman yang lebih lama diingat dibandingkan dengan membaca novel; 4) drama disusun dengan suatu keterbatasan; 5) keterbatasan pemain secara fisik yakni drama hanya menyangkut masalah manusia; 6) drama memiliki keterbatasan pemanfaatan objek material; 7) drama memiliki keterbatasan bukan saja dari segi artistik tetapi juga dari segi kepantasan; 8) drama dibatasi oleh keterbatasan intelegensi rata-rata penonton; 9) drama to user mungkin menampilkan sejumlahcommit episode dan menggunakan sub alur, serta
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 menggabungkan beberapa cerita-cerita yang terpisah-pisah dalam novel; dan 10) naskah drama merupakan suatu karya tulis yang isinya melalui percakapan. Tersusunnya sebuah naskah drama diilhami dari konflik yang diciptakan pengarang. Waluyo (2002: 7 – 8) menyebutkan bahwa konflik yang digali dari kehidupan manusia menjadi dasar suatu naskah drama. Konflik manusia biasanya terbangun oleh pertentangan antara tokoh-tokohnya, sehingga muncullah dramatic action. Pertentangan antara tokoh-tokoh utama dapat berupa kebaikan dengan kejahatan, kesopanan dengan kebrutalan, tokoh pembela kebenaran dengan tokoh bandit, tokoh ksatria dengan tokoh penjahat, maupun tokoh bermoral dengan tokoh amoral. Atkinson (2010: 10) juga berpendapat bahwa opera dapat dibuat berdasarkan inspirasi pengarang yang dipadukan dengan
pengalamannya
di
kehidupan
nyata.
Ide-ide
yang
diperoleh
diinterpretasikan menjadi kendala-kendala yang dapat dikembangkan. Tarigan memberikan batasan-batasan drama, yakni: 1) drama adalah salah satu cabang seni sastra; 2) drama dapat berbentuk prosa atau puisi; 3) drama mementingkan dialog, gerak, perbuatan; 4) drama adalah suatu lakon yang dipentaskan di atas panggung; 5) drama adalah seni yang menggarap lakon-lakon mulai sejak penulisan hingga pementasannya; 6) drama membutuhkan ruang, waktu, dan audiens; 7) drama adalah hidup yang disajikan dalam gerak; dan 8) drama adalah sejumlah kejadian yang memikat dan menarik hati (1993: 72). Istilah drama juga lekat kaitannya dengan istilah dramaturgi. Dramaturgi berasal dari bahasa Inggris dramaturgy yang berarti seni atau teknik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater. Berdasar pengertian ini, maka dramaturgi membahas proses penciptaan teater mulai dari penulisan naskah hingga pementasannya. Menurut Harymawan, tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi yang disebut dengan formula dramaturgi. Formula ini disebut dengan fromula 4 M yang terdiri dari, menghayalkan, menuliskan, memainkan, dan menyaksikan. 1) M1 atau menghayal. Tahap ini dapat dilakukan dengan memperhatikan halhal yang terjadi di sekitar. Melalui kegiatan tersebut akan muncul suatu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 gagasan yang merangsang daya cipta. Gagasan tersebutlah yang kemudian dapat dikembangkan menjadi inti cerita. 2) M2 atau menulis. Dalam tahap ini tokoh, situasi dan segala sesuatu yang berkaitan dengan jalannya cerita ditentukan. Keterjalinan antarunsur harus diperhatikan agar membentuk kesatuan makna yang utuh. 3) M3 atau memainkan. Setelah naskah selesai dibuat, aktor dapat memainkan peran sesuai dengan kebutuhan cerita. Para aktor harus mampu memainkan perannya masing-masing sehingga ide pokok cerita dapat tersampaikan kepada penonton. Hal ini juga memerlukan kerjasama dari sutradara, penata artistik, serta pengarang cerita. 4) M4 atau menyaksikan. Tahap ini merupakan tahap penerimaan oleh penonton. Suatu pementasan drama dikatakan berhasil jika penonton dapat menangkap pesan dari cerita yang dibawakan (dalam Damhudi, 2011). Formula dramaturgi seperti disebutkan di atas merupakan tahap mendasar yang harus dipahami dan dilakukan oleh para pelaku teater. Jika salah satu tahap dan unsur yang ada dalam setiap tahapan diabaikan, maka pertunjukan yang digelar bisa dipastikan kurang sempurna. Oleh karena itu, pemahaman dasar formula dramaturgi dapat dijadikan acuan proses penciptaan karya seni teater. Dari pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa naskah drama adalah bentuk karya sastra yang berwujud dialog-dialog yang berkembang dari sebuah konflik atau lebih, yang kemudian disusun dengan bahasa yang indah. Indah di sini berarti tepat atau sesuai dengan konteks cerita dalam naskah drama.
b. Klasifikasi Drama Drama yang dikenal masyarakat memiliki variasi dalam jalan ceritanya. Menurut Suroto (1989: 76 – 78), sebagai pertunjukan drama dibedakan menjadi drama tradisional dan drama modern. 1) Drama tradisional merupakan drama yang hidup dalam kehidupan masyarakat. Drama tersebut juga memiliki unsur-unsur pembangun cerita seperti drama-drama yang lain. Pendapat mengenai drama tradisional juga commit todalam user Hare, bahwa drama tradisional disampaikan oleh Johnny Saldaña
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 dapat disusun berdasarkan wawancara, catatan lapangan, jurnal, media cetak, maupun artikel. Ia juga menyebutkan perbedaan drama tradisional dengan teater tradisional. Teater tradisional merupakan pertunjukan langsung yang menggunakan kerajinan-kerajinan tradisional dan teknik artistik (2008: 3). 2) Drama modern berbeda dengan drama tradisional. Jika drama tradisional berkembang secara alamiah dan berkaitan dengan adat, maka drama modern merupakan drama yang sengaja dibuat oleh pengarang dan sutradara. Suroto juga membedakan drama jika dilihat dari penyajiannya, yaitu: 1) drama biasa; 2) opera; 3) operet; 4) pantomim; dan 5) sendratari. Selain itu, ia juga membedakan drama berdasarkan isi dan sifatnya, yakni: 1) drama absurd; 2) drama ajaran; 3) drama duka; 4) drama dukaria; 5) drama lirik; 6) drama liturgi; 7) drama ria; 8) drama puisi; serta 9) drama sejarah. Waluyo dan Tarigan memiliki pendapat yang sama. Mereka menyebutkan empat klasifikasi drama, sebagai berikut. 1) Tragedi Semi (1993: 168) menyatakan bahwa tragedi merupakan sejenis drama yang berakhir dengan kesedihan, terjadinya kematian, berhubungan dengan tindakan serius yang menarik perhatian. Boulton mendefinisikan drama tragedi sebagai sebuah drama dengan akhir yang menyedihkan, biasanya paling tidak suatu kematian. Tindakan dan pikiran tokoh diperlakukan secara serius (1983: 147). Tragedi atau drama duka juga diartikan sebagai drama yang menyuguhkan cerita kesedihan yang dominan. Tokoh-tokoh dalam drama ini mengalami bencana besar. Terdapat tragic hero yang merupakan tokoh pahlawan, tetapi memiliki kisah tragis dalam hidupnya (Waluyo, 2002: 39). Menurut Tarigan, ciri drama tragedi yakni: a) objek yang digarap merupakan lakon yang serius; b) pahlawan atau tokoh utama merupakan orang penting yang herois; c) insiden yang terdapat dalam cerita harus wajar; serta d) rasa kasihan, sedih, dan takut merupakan emosi utama pada karya tragedi (1993: 83 – 84). Tidak jauh berbeda, Kosasih (2003: 273) mengungkapkan ciri-ciri drama tragedi, antara lain: a) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 menampilkan kisah sedih; b) cerita bersifat serius; c) memunculkan rasa kasihan dan ketakutan; serta d) terdapat tokoh yang bersifat kepahlawanan.
2) Komedi Komedi merupakan drama penggeli hati, penuh kelucuan yang menimbulkan tawa (Wiyanto, 2002: 7). Semi berpendapat sejalan. Ia mengungkapkan, bahwa komedi ialah drama untuk menyenangkan hati atau menimbulkan suasana gembira (1993: 168). Fungsi utama dari komedi ialah untuk menghibur. Hiburan dapat berkisar dari senyum tenang hingga tertawa terbahakbahak. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Boulton (1983: 151). Waluyo (2002: 40) menyebut komedi sebagai drama ringan yang bersifat menghibur, biasanya di dalamnya terdapat dialog-dialog
yang menyindir dan berakhir dengan
kebahagiaan. Dalam drama komedi, terdapat tokoh-tokoh yang konyol dan kocak. Namun, kelucuan drama ini tidak menjadi prioritas satu-satunya. Pengarang tetap menjaga nilai dramatik dalam drama komedi. Ciri-ciri drama komedi menurut Kosasih yaitu: a) cerita tersebut umumnya berupa cerita-cerita ringan; b) dalam drama komedi terkadang ada bagian serius, tetapi disajikan secara ringan; c) kisah ini mengenai peristiwa yang mungkin terjadi; d) kelucuan yang timbul ialah dari tokoh; serta e) kelucuan yang terjadi masih bersifat bijaksana (2003: 273 – 274). Sedangkan ciri-ciri drama komedi menurut Tarigan ialah: a) subjek yang diperankan dapat serius atau ringan; b) kejadian yang terdapat di dalamnya bersifat probable dan possible; c) segala yang terjadi muncul dari tokoh, bukan situasi; dan d) kelucuannya berupa jenis humor yang serius, tidak dibuat-buat (1993: 85).
3) Melodrama Melodrama merupakan drama dengan kisah yang mengharukan. Lakonnya dibuat berlebihan, sehingga kurang dapat meyakinkan penonton terhadap cerita tersebut. Dalam melodrama, tokoh yang hero tidak memiliki kekurangan sedikitpun. Sedangkan tokoh jahat mutlak jahat, tanpa ada sifat commit to user bahwa melodrama adalah drama baiknya (Waluyo, 2002: 40). Semi menyebutkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 yang dialognya diucapkan dengan iringan musik (1993: 169). Ciri-ciri melodrama adalah: a) menampilkan cerita yang serius; b) memunculkan kejadian-kejadian yang bersifat kebetulan secara berlebihan; dan c) menciptakan rasa sentimental (Kosasih, 2003: 274). Tarigan (1993: 86) juga mengemukakan pendapatnya mengenai ciri melodrama, sebagai berikut: a) subjek bersifat serius, tetapi tidak seotentik drama tragedi; b) terdapat unsur-unsur perubahan; c) rasa kasihan yang ditonjolkan cenderung sentimentalitas; dan d) tokoh utama biasanya menang dalam pertempuran.
4) Farce (Dagelan) Dagelan sering disebut juga dengan banyolan atau komedi picisan. Farce hanya mementingkan “geer” dari penonton. Jenis drama ini kurang menjaga aspek dramatik. Tokoh-tokoh dalam farce sering melakukan over acting dan tidak memperhatikan disiplin acting (Waluyo, 2002: 42). Farce merupakan drama yang bertujuan untuk mengundang gelak tawa berlebihan dari penontonnya (Semi, 1993: 170). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Boulton (1983: 153), yakni farce bertujuan untuk menghasilkan tawa dengan efek berlebihan tanpa pemahaman psikologis. Tarigan menyebutkan bahwa farce harus memenuhi kriteria: a) kejadian dan tokoh cerita kemungkinan ada di kehidupan nyata; b) kelucuan yang timbul seenaknya dan tidak teratur; c) bersifat episodik; dan d) segala sesuatu yang terjadi berasal dari situasi, bukan tokoh. Sedangkan ciri-ciri yang diungkapkan Kosasih (2003: 274) yakni: a) kelucuan yang timbul berlebihan; b) bersifat episodik; dan c) kelucuan muncul dari situasi.
2. Kajian Struktural Naskah Drama a. Hakikat Pendekatan Struktural Pendekatan didefinisikan sebagai cara menghampiri suatu objek. Siswantoro menyebutkan bahwa pendekatan adalah alat untuk menangkap fenomena sebelum dilakukan kegiatan analisis atas sebuah karya (2010: 47). Sedangkan cara mengumpulkan dan menganalisis data, disebut dengan metode to user (Ratna, 2011: 53). Namun, secaracommit lebih luas, pendekatan mengimplikasikan cara-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 cara memahami hakikat ilmu tertentu. Jika dihubungkan dengan penelitian karya sastra di Indonesia, dengan adanya pendekatan, peneliti diharuskan memiliki bekal dalam mengkaji sastra. Bukan hanya kajian yang bersifat praktis, melainkan juga teoretis. Pendekatan juga mengarahkan penelusuran sumber-sumber sekunder sehingga peneliti dapat memprediksikan literatur yang harus dimiliki. Hal itu disebabkan karya sastra di Indonesia tidak pernah terlepas dari kebudayaan dan unsur-unsur lain di masyarakat. Pradotokusumo (2005: 63) menyebutkan empat jenis pendekatan yang dapat digunakan dalam mengkaji karya sastra: 1) pendekatan objektif yang menekankan pada karya itu sendiri; 2) pendekatan ekspresif yang menekankan pada diri penulis; 3) pendekatan mimetik yang menekankan pada semesta; dan 4) pendekatan pragmatik yang menekankan pada pembaca. Pendekatan yang dianggap paling tepat dalam menganalisis karya sastra ialah pendekatan objektif yang menjelaskan kaitan unsur-unsur dalam struktur sebuah cerita. Nurgiyantoro (2005: 36) mengungkapkan bahwa pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme Praha. Pendekatan struktural mendapat pengaruh langsung dari perubahan studi linguistik. Studi linguistik tidak hanya menekankan pada sejarah perkembangannya, tetapi juga berkaitan dengan hubungan antarunsurnya. Kaum srukturalisme menganggap karya sastra sebagai sebuah kesatuan yang dibangun oleh unsur-unsurnya. Hubungan antara unsur yang satu dengan lainnya bersifat timbal balik dan saling menentukan sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh. Karya sastra merupakan sebuah struktur. Berstruktur yang dimaksud yaitu tersusun dari unsur-unsur yang bersistem, yang di antara unsur-unsurnya memiliki hubungan timbal balik dan saling menentukan. Menurut Pradopo, ada beberapa ciri struktur karya sastra. Pertama, struktur merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu unsur-unsur pembentuknya tidak dapat berdiri sendiri-sendiri di luar struktur. Kedua, struktur berisi gagasan transformasi yang bersifat dinamis. Ketiga, struktur tersebut mengatur diri sendiri, dalam arti struktur tersebut tidak membutuhkan
bantuan
dari
luar dirinya commit to user
untuk
mensahkan
prosedur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 transformasinya. Setiap unsur dalam struktur karya sastra memiliki fungsi masingmasing (1993: 118). Abrams dalam Nurgiyantoro mengartikan struktur karya sastra sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Sedangkan Nurgiyantoro sendiri mengemukakan bahwa strukturalisme dapat dipandang sebagai salah satu pendekatan penelitian kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antarunsur pembangun karya yang bersangkutan. Ia pun menambahkan, analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lainlain. Unsur-unsur tersebut kemudian dijelaskan fungsi-fungsinya dalam menunjang makna keseluruhan dari karya sastra (2005: 36 – 37). Strukturalis merupakan cara pandang mengenai tanggapan dan deskripsi struktur-struktur. Struktur-struktur tersebut memiliki bagian yang kompleks sehingga untuk memahami totalitas makna dari sebuah karya sastra harus mengkaji hubungan antarstruktur secara keseluruhan. Menurut Junus, strukturalisme sering dipahami sebagai bentuk. Karya sastra merupakan salah satu bentuk. Oleh karena itu, strukturalisme sering dianggap sebagai formalisme modern yang hanya mencari arti dari sebuah teks. Namun, pandangan tersebut dipatahkan oleh
Levi-Strauss dan Propp yang mengungkapkan
bahwa
strukturalisme dapat menggambarkan pikiran pengarang dengan menghubungan unsur-unsur dalam cerita dengan hal-hal di luar struktur (Endraswara, 2011: 49). Ratna (2011: 75 – 76) mengungkapkan bahwa strukturalisme dianggap sebagai salah satu teori modern yang berhasil menghasilkan pemahaman maksimal. Dalam strukturalisme, konsep fungsi memiliki peran yang sangat vital. Artinya, unsur-unsur yang terdapat di dalam karya sastra dapat melakukan perannya secara maksimal dengan adanya fungsi, yaitu menunjukkan hubungan antarunsur yang terlibat. Sebuah unsur tidak akan memiliki arti jika tidak commit to user dipahami dalam proses antarhubungannya dengan unsur yang lain. Pradopo
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 berpendapat bahwa strukturalisme pada dasarnya merupakan cara berpikir tentang dunia, terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur karya sastra. Setiap unsur tidak mempunyai makna sendiri, melainkan maknanya ditentukan oleh hubungan antarunsur yang terkandung di dalam struktur (1993: 119). Menurut Craib (dalam Ratna, 2011: 77), variasi unsur dalam komunitas hubungan bisa sama, tetapi variasi hubungan akan menghasilkan sesuatu yang berbeda. Endraswara menyebutkan bahwa sejak zaman Yunani, strukturalisme telah diperkenalkan oleh Aristoteles dengan konsep: 1) wholeness, atau keseluruhan; 2) unity, berarti semua unsur harus ada; 3) complexity, berarti ruang lingkup harus memungkinkan perkembangan peristiwa yang masuk akal; 4) coherence, berarti sastrawan bertugas untuk menyebutkan hal-hal yang mungkin atau harus terjadi sesuai konsistensi logika cerita. Sedangkan menurut Jean Peaget strukturalisme mengandung tiga hal pokok, yaitu: 1) gagasan keseluruhan, artinya unsur-unsurnya menyesuaikan diri dengan kaidah intrinsik; 2) gagasan transformasi, artinya struktur tersebut memungkinkan terjadinya proses transformasi terus-menerus sehingga dapat membentuk bahan-bahan baru; 3) gagasan keteraturan yang mandiri, artinya struktur yang ada tidak memerlukan hal-hal lain di luar dirinya untuk mempertahankan prosedur transformasinya (2011: 50). Smith dalam Aminudin mengungkapkan penelitian struktur internal karya sastra merupakan the ontological structure of the work of art. Ungkapan tersebut menegaskan bahwa karya sastra merupakan suatu organisasi utuh yang terdiri dari berbagai bagian, unsur-unsurnya mempunyai interrelations and mutual dependencies, dan antarunsur pembangunnya memiliki hubungan tertentu (dalam Endraswara, 2011: 52). Langkah-langkah yang perlu dilakukan peneliti dalam pendekatan struktural menurut Endraswara ialah sebagai berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 1) Mengumpulkan data berupa teori-teori yang berkaitan dengan struktur sastra yang diteliti. Teori-teori yang dibangun harus dimengerti oleh peneliti sehingga memudahkan dalam proses penelitian. 2) Melakukan pembacaan secara cermat serta mencatat unsur-unsur pembangun karya sastra yang ditemukan. Setiap unsur dimasukkan dalam kartu data secara alfabetis sehingga memudahkan proses analisis. 3) Pembahasan unsur tema sebaiknya dilakukan terlebih dahulu karena tema merupakan jiwa dari karya sastra. 4) Unsur-unsur yang ditemukan harus dipadukan satu sama lain sehingga dapat menunjukkan keterjalinan unsur secara keseluruhan. 5) Analisis unsur-unsur harus memperhatikan keterjalinan antarunsur agar menghasilkan kepaduan makna yang matang (2011: 52 – 53). Berdasar pada pendapat-pendapat di atas, pendekatan struktural dapat didefinisikan sebagai cara analisis karya sastra dengan memahami unsur-unsur pembangunnya serta hubungan antarunsur tersebut sehingga membentuk kesatuan makna yang utuh.
b. Struktur Naskah Drama Berkaitan dengan pendekatan struktural yang akan diterapkan, maka pemahaman makna dari sebuah karya sastra menjadi tujuan utama. Untuk memahami isi dari sebuah naskah drama secara terperinci, harus diketahui struktur unsur-unsur intrinsik pembentuknya. Unsur-unsur tersebut saling terkait satu sama lain sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh. Menurut Milawati (2011: 72), berdasarkan standar kompetensi yang harus dikuasai oleh anak dalam pemahaman drama yaitu mengidentifikasi unsur intrisik yang terdiri dari unsur-unsur pembangun struktur tokoh, sifat/karakter, alur, latar/setting, tema dan amanat. Tarigan (1993: 74) menyebutkan unsur-unsur drama, antara lain: 1) alur; 2) penokohan; 3) dialog; 4) aneka sarana kesastraan dan kedramaan. Waluyo menyebutkan enam unsur dalam struktur naskah drama, yakni: 1) alur; 2) penokohan; 3) dialog; 4) setting; 5) tema; dan 6) amanat (2008, 6 – 28). Namun, to user dalam penelitian ini akan dibahascommit secara lebih rinci. Struktur intrinsik pembangun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 drama yang akan dikaji, antara lain: tema, penokohan dan perwatakan, plot/alur, latar/setting, dialog, petunjuk teknis, serta amanat. 1) Tema Setiap karya sastra yang diciptakan pasti memiliki tema. Tema tersebut dapat secara implisit maupun eksplisit tertuang dalam jalinan cerita. Suroto (1989: 88) menyebutkan bahwa tema adalah pokok pikiran atau pokok persoalan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui jalinan cerita yang dibuatnya. Jalinan yang disampaikan tersebut tentulah memiliki pokok. Pokok cerita adalah sesuatu yang diceritakan oleh pengarang. Tema berada dalam pokok cerita. Dengan kata lain, tema adalah pokok pikiran atau pokok persoalan dibalik pokok cerita. Tak jauh berbeda, Sudjiman menyatakan tema adalah gagasan yang mendasari cerita (1988: 51). Berkaitan dengan drama, Waluyo (2002: 24 – 25) mengungkapkan pengertian tema sebagai gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema berhubungan dengan premis dan nada dasar yang dikemukakan pengarangnya. Premis dapat disebut sebagai landasan pokok yang menentukan arah tujuan lakon dan merupakan landasan bagi pola konstruksi lakon. Sedangkan nada dasar dapat disamakan dengan jiwa atau suasana yang mendasari sebuah lakon. Interpretasi pentonton terhadap nada dasar suatu naskah drama dapat bervariasi. Oleh karena itu, naskah drama bersifat multi interpretable. Hal itu dapat disebabkan oleh latar belakang pengetahuan yang berbeda-beda dari penonton. Waluyo juga mengemukakan bahwa drama yang besar adalah drama yang mengangkat tema abadi. Maksudnya, tema tersebut bersifat interpersonal dan dapat diterima di segala kurun waktu. Ada pula yang mendefinisikan tema sebagai gagasan pokok yang mendasari terbentuknya cerita secara umum, yang dapat terbangun dari subtemasubtema (Wirajaya dan Sudarmawarti, 2008: 15). Pengertian tema juga diperoleh dari pendapat Stanton dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2005: 66). Menurut mereka, tema adalah makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Tema juga didefinisikan sebagai gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra user semantis dan yang menyangkut dan yang terkandung dalam teks commit sebagai to struktur
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko dan Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 2005: 68). Penentuan tema berdasar pada nurani pengarangnya. Banyak hal yang dapat memengaruhi pengarang dalam menentukan tema dari karya-karyanya. Latar belakang budaya, pendidikan, maupun pengetahuan dapat menjadi dasar pembentukan tema. Hal itu juga mendapat pengaruh dari aliran filsafat yang dianut oleh pengarang. Waluyo (2002: 26 – 28) menyebutkan beberapa aliran filsafat yang mendasari penciptaan naskah drama, sebagai berikut. a) Aliran Klasik Naskah drama berwujud dialog yang panjang-panjang dan isi cerita yang bertema duka. Lakonnya bersifat statis dan diselingi dengan monolog. b) Aliran Romantik Naskah drama beraliran romantik ini seringkali berupa cerita-cerita yang tidak logis. Isi dramanya fantastis dan tokohnya bersifat sentimentil. c) Aliran Realisme Aliran ini menginspirasi terciptanya drama-drama realis yang isi ceritanya mirip dengan kehidupan sehari-hari. Ada dua macam aliran realisme, yaitu aliran realisme sosial dan aliran realisme psikologis. Realisme sosial menggambarkan problem sosial yang sangat berpengaruh terhadap kondisi psikis pelaku. Sedangkan realisme psikologis menekankan pada unsur kejiwaan secara apa adanya. Rasa senang, sedih, kecewa, bahagia, dilukiskan dengan apa adanya. d) Aliran Ekspresionisme Aliran ekspresionisme didasarkan pada perubahan sosial, pergantian adegan dilakukan dengan cepat, serta fragmen cerita disajikan secara filmis dan ekstrim. e) Aliran Eksistensialisme Naskah yang dilatarbelakangi aliran ini mendapat pengaruh yang besar dari filsafat eksistensialisme negara-negara barat. Jadi, intisari dari uraian tersebut ialah memandang tema sebagai makna commit user sastra. yang termuat secara implisit dalam sebuahtokarya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 2) Penokohan dan Perwatakan Drama bukanlah kehidupan sesungguhnya, tetapi hanya tiruan kehidupan yang dikemas dalam bentuk yang artistic (Boulton, 1983: 80). Istilah penokohan merujuk pada pelaku cerita. Sedangkan perwatakan menunjuk pada sifat tokoh-tokoh dalam cerita. Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berperan dalam berbagai peristiwa di cerita (Sudjiman, 1988: 16). Jones dalam Nurgiyantoro (2005: 165) menyatakan penokohan sebagai pelukisan yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Sependapat dengan Jones, Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 165) menyebutkan tokoh cerita ialah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki ciri khas dalam mengekspresikan wataknya dalam tindakan-tindakannya. Oemarjati menyebutkan bahwa melalui penokohan, pengarang dapat mengungkapkan alasan logis terhadap tingkah laku tokohnya. Tokoh-tokoh tersebut yang kemudian membawakan tema dalam keseluruhan latar dan alur cerita (dalam Dewojati, 2010: 169). Untuk membuat tokoh yang meyakinkan, pengarang harus mengerti dengan benar tabiat manusia, serta kebiasaan bertindak dan berujar di masyarakat (Sudjiman, 1988: 27). Menurut Wirajaya dan Sudarmawari, penokohan yang terdapat dalam drama tersebut mengungkapkan perwatakan berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosiologis (2008: 15). Pengertian tokoh juga diambil dari pendapat Kosasih (2003: 270). Ia menyebutkan bahwa tokoh adalah orang-orang yang berperan dalam suatu drama. Kosasih juga membedakan tokoh menjadi tiga golongan berdasarkan perannya dalam jalan cerita. a) Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung jalannya cerita. b) Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. c) Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis. Dalam naskah drama terdapat dramatic personae yang merupakan daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam drama itu. Dramatic personae biasanya to user menjelaskan nama, jenis kelamin,commit tipe fisik, jabatan, dan keadaan kejiwaan tokoh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 (Waluyo, 2002: 14). Waluyo juga mengklasifikasikan tokoh drama berdasarkan peranannya dalam lakon serta fungsinya, sebagai berikut. a) Tokoh sentral, yaitu tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Tokoh sentral merupakan biang keladi pertikaian. Tokoh sentral adalah tokoh protagonis dan tokoh antagonis. b) Tokoh utama, yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh tritagonis. c) Tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam jalannya cerita (2002: 16). Yustinah dan Iskak (2008: 28) memiliki pandangan yang tak jauh berbeda. Mereka menyebutkan bahwa tokoh dalam drama terdiri atas: a) protagonis, tokoh yang berperan utama sebagai tokoh idaman; b) antagonis, tokoh yang berperan menentang tokoh utama; dan c) figuran/pemeran pembantu, tokoh yang mendampingi tokoh utama dan dapat sebagai sumber konflik dalam drama. Tarigan membagi jenis tokoh dalam drama menjadi empat, yakni: a) tokoh pembantu; b) tokoh serba bisa; c) tokoh statis; serta d) tokoh berkembang (1993: 76). Sedangkan mengenai perwatakan, Waluyo juga mengemukakan pendapat. Tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita memiliki watak atau karakter masingmasing. Watak para tokoh ini digambarkan dalam tiga dimensi, yaitu keadaan fisik, psikis, dan sosial (2002: 17). Suroto mengungkapkan, yang dimaksud penokohan yaitu cara pengarang menyampaikan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokohtokoh tersebut. Ia juga menjabarkan cara melukiskan watak tokoh dalam cerita, sebagai berikut. a) Secara analitik, pengarang menjelaskan secara langsung karakter tokohnya. b) Secara dramatik, pengarang tidak secara lugas menjabarkan watak tokoh, melainkan menggambarkannya melalui setting peristiwa, dialog antartokoh, dan tingkah laku tokoh tersebut. c) Secara analitik dan dramatik, pengarang menjelaskan secara langsung yang didukung penggambarannya melalui reaksi-reaksi tokoh. Antara penjelasan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 dan penggambaran harus terdapat kesesuaian agar mendukung jalan cerita (1989: 93 – 94). Harymawan (dalam Dewojati, 2010: 169) menyatakan bahwa karakter mempunyai sifat multidimensional. Dimensi yang dimaksud meliputi dimensi fisiologis, dimensi sosiologis, dan dimensi psiologis. Wirajaya dan Sudarmawarti juga mengungkapkan cara melukiskan watak tokoh, yaitu dengan cara: a) melukiskan bentuk fisik tokoh secara langsung, b) melukiskan jalan pikiran tokoh, c) melukiskan reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa yang terjadi, d) melukiskan keadaan di sekitar tokoh, dan e) melukiskan anggapan tokoh tersebut terhadap tokoh lain (2008: 56 – 57). Dari pendapat-pendapat tersebut, maka pengertian penokohan ialah penggambaran tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita naskah drama. Sedangkan perwatakan ialah penjelasan mengenai karakter tokoh-tokoh tersebut.
3) Plot/Alur Suatu lakon hendaknya bergerak maju dari suatu permulaan melalui pertengahan menuju suatu akhir (Tarigan, 1993: 75). Dalam Nurgiyantoro (2005: 113) terdapat pendapat beberapa tokoh mengenai pengertian plot, sebagai berikut. a) Menurut Stanton, plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian. Kejadian yang satu mendorong terjadi kejadian lain. b) Menurut Kenny, plot diartikan sebagai peristiwa yang tidak sederhana dalam cerita, karena pengarang menyusunnya dengan hubungan sebab akibat antara peristiwa satu dan lainnya. c) Menurut Forster, pengertian plot yaitu peristiwa cerita yang memiliki penekanan terhadap hubungan kausalitas. Sejalan dengan pendapat tersebut, Suroto (1989: 89 – 90) menyebutkan bahwa plot merupakan suatu jalan cerita yang berupa peristiwaperistiwa yang disusun menurut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Suroto menyampaikan urutan pola plot secara tradisional, yaitu: a) perkenalan; b) commit pertikaian; c) perumitan; d) klimaks; dan to e) user pelarian. Wirajaya dan Sudarmawarti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 juga mengungkapkan bahwa alur adalah rangkaian cerita yang merupakan jalinan konflik antartokoh yang berlawanan. Alur drama terdiri atas: a) perkenalan; b) pertikaian; c) klimaks; d) peleraian; dan e) penyelesaian (2008: 15). Pendapat Kosasih juga menguatkan pendapat sebelumnya. Ia menyatakan bahwa alur adalah rangkaian peristiwa yang dijalin dengan seksama dan menggerakkan cerita dari awal hingga penyelesaian (2003: 271). Sudjiman memiliki opini yang tidak jauh berbeda. Menurutnya, alur ialah tulang punggung cerita yang dibangun oleh urutan peristiwa-peristiwa (Sudjiman, 1988: 29). Alur cerita merupakan kesengajaan penulis. Diungkapkan oleh Boulton, bahwa setiap jalan cerita memiliki sumber tertentu. Plot datang dari suatu tempat, tidak terjadi secara kebetulan (1983: 64). Menurut Yustinah dan Iskak, plot dalam drama meliputi: a) pemaparan/eksposisi; b) komplikasi; c) klimaks; d) peleraian/antiklimaks; dan e) penyelesaian (2008: 28). Waluyo (2002: 147) menyampaikan plot sebagai kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antartokohnya. Ia membagi tahapan plot menjadi tujuh, yaitu a) eksposisi; b) inciting moment (saat perkenalan); c) rising action; d) complication; e) climax; f) falling action; dan g) denonement (penyelesaian). Tahap situation, berarti tahap penyituasian. Waluyo menyebutnya sebagai eksposisi, yang berarti paparan awal cerita. Tahap ini berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, pengenalan tokoh, watak, dan latar cerita. Di tahap ini pembaca dapat mengetahui bentuk cerita tersebut termasuk novel, cerpen, atau naskah drama. Tujuan dari adanya tahap ini adalah untuk memberikan gambaran awal kepada pembaca sehingga pembaca tidak bingung mengikuti cerita. Selain itu, juga menjadi landas tumpu cerita untuk memasuki tahap selanjutnya. Tahap generating circumstances, disebut juga inciting moment. Tahap ini merupakan tahap pemunculan masalah atau peristiwa yang berpotensi menimbulkan konflik. Pengarang mulai memunculkan peristiwa-peristiwa yang commit to userdikembangkan menjadi konflik. mengandung masalah yang nantinya akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24 Peristiwa-peristiwa tersebut dihadirkan berdasarkan kebutuhan konflik yang akan ditimbulkan. Semakin banyak peristiwa atau masalah yang dihadirkan, semakin rumit dan kompleks konflik yang akan timbul. Konflik-konflik yang timbul tersebut akan semakin berkembang dan ruwet atau kompleks hingga akhirnya mencapai puncak. Tahap rising action atau disebut juga tahap peningkatan konflik. Pada tahap ini, konflik yang mulai muncul pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan terus-menerus muncul. Konflik-konflik tersebut semakin tak terkendali dan tak dapat dihindari. Peristiwa-peristiwa dalam cerita semakin mencekam dan menegangkan. Keadaan konflik yang semakin ruwet tersebut oleh Waluyo (2002: 148) disebut complication. Tahap climax merupakan puncak penggawatan. Pada tahap ini semua konflik mencapai puncaknya. Klimaks ini dilihat dari sudut tokoh utama yang menjadi pelaku atau penderita konflik utama cerita. Apabila yang mengalami puncak konflik adalah tokoh pembantu maka ini bukan disebut klimaks cerita. Pada tahap klimaks, ketegangan cerita mencapai puncak. Puncak ketegangan atau klimaks ini dapat saja terjadi lebih dari satu kali, namun klimaks utama tetaplah satu. Jumlah klimaks tersebut tergantung dari cerita yang dihadirkan. Tahap denoument (denonement) disebut juga tahap penyelesaian. Konflik yang telah mencapai puncak tersebut menurun dan mengalami penyelesaian. Termasuk dalam tahap ini adalah falling action atau penurunan ketegangan yang dapat juga disebut antiklimaks. Ketegangan mengendor dan emosi yang telah mencapai puncak berangsur-angsur turun untuk mencapai batas bawah. Dalam struktur karya satra, plot memiliki beberapa jenis. Jenis-jenis plot ialah sebagai berikut. a) Menurut Suroto (1989: 91), secara kualitatif alur dibedakan menjadi alur rapat dan alur renggang. Sedangkan scara kuantitatif, alur dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. b) Menurut Kosasih (2003: 271), ada tiga jenis alur, yaitu: (1) alur maju; (2) commit to user alur mundur; dan (3) alur campuran.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 c) Menurut Nurgiyantoro (2005: 153-160), dibedakan ke dalam tiga kriteria: (1)
berdasarkan
kriteria
waktu,
plot
ada
dua
jenis,
yaitu
plot
maju/progresif/lurus dan plot mundur/regresif/flash back; (2) berdasarkan kriteria jumlah, ada plot tunggal dan sub-subplot; (3) berdasarkan kriteria kepadatan, plot ada dua, yaitu plot renggang/longgar dan plot rapat/padat. d) Menurut Friedman dalam Stevick (dalam Nurgiyantoro, 2005: 162), plot dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu plot peruntungan, plot tokohan, dan plot pemikiran. e) Menurut Waluyo (2002: 12), plot drama ada tiga jenis, yaitu sirkuler, linear, dan episodik. f) Dalam Waluyo (2002: 12) Lajos Egri membagi plot menjadi tiga jenis, sebagai berikut.
Gambar 1.1 Slowly Rising Conflict
Gambar 1.2 Static Conflict
commit to user Gambar1.3 Jumping Conflict
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
g) Menurut Harymawan (dalam Waluyo, 2002: 13) membedakan plot ke dalam tiga jenis, sebagai berikut.
Gambar 2.1. Plot Biasa
Gambar 2.2 Plot Rapat
Gambar 2.3 Plot Renggang
Dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa plot/alur adalah kerangka jalannya cerita dari tahap permulaan hingga penyelesaian yang disusun dengan hubungan sebab akibat.
4) Setting Setting sering disebut juga dengan latar cerita (Waluyo, 2002: 23). commitsituasi to userruang dan tempat serta berfungsi Latar memberikan informasi mengenai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh (Sudjiman, 1988: 46). Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 216) menyebutkan setting sebagai landasan tumpu, mengacu pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan. Pendapat Suroto pun sejalan. Menurutnya, setting atau latar adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa (1989: 94). Pendapat Wirajaya dan Sudarmawarti (2008: 15) mengenai pengertian latar, yaitu gambaran tempat, waktu, dan keadaan jalannya cerita. Pengertian yang serupa disampaikan oleh Kosasih (2003: 273), yaitu latar merupakan keterangan mengenai tempat, ruang, dan waktu di dalam naskah drama. Menurut Waluyo, setting memuat tiga hal, yakni tempat, waktu dan ruang. Setting tempat tidak berdiri sendiri, melainkan berhubungan dengan waktu dan ruang. Misalnya, tempat di Jawa, tahun berapa, dan di dalam rumah atau luar rumah. Setting waktu merupakan penggambaran waktu tejadinya peristiwa, yaitu dapat siang, malam, pagi, atau sore hari. Sedangkan setting ruang dapat berarti di dalam ruang atau di luar dan juga dapat berupa pelukisan yang mendetail sesuai keinginan pengarang (2002: 23). Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2005: 219) menyebutkan bahwa latar tidak hanya berkaitan dengan lokasi atau sesuatu yang bersifat fisik, tetapi juga yang berwujud adat istiadat, tata cara, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersagkutan. Nurgiyantoro (2005: 227) membagi latar menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan. Keberhasilan latar tempat ditentukan oleh ketepatan deskripsi, fungsi dan keterpaduannya dengan unsur latar yang lain sehingga semuanya bersifat saling mengisi. Ketepatan, ketelitian, dan kerealistisan deskripsi tempat sangat mempengaruhi persepsi pembaca terhadap cerita. Latar waktu biasanya berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya user fiksi bisa menjadi dominan dan peristiwa dalam karya fiksi. Latarcommit waktutodalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 fungsional jika digarap secara teliti, apalagi jika latar waktu tersebut berhubungan dengan sejarah. Penggarapan unsur sejarah menjadi sebuah karya fiksi menyebabkan waktu yang diceritakan bersifat khas, tipikal, dan menjadi sangat fungsional (Nurgiyantoro, 2005: 230-231). Penggarapan latar waktu haruslah sesuai dengan waktu nyata. Jika terjadi ketidaksesuaian waktu peristiwa antara yang terjadi di dunia nyata dengan yang terjadi di dalam karya fiksi maka akan menyebabkan cerita tak wajar, bahkan apabila cerita tersebut tidak masuk akal pembaca akan merasa dibohongi. Inilah yang dalam fiksi disebut anakronisme, yaitu waktu dalam fiksi tidak cocok dengan urutan waktu atau sejarah dalam dunia nyata. Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, serta hal lain yang tergolong latar spiritual. Selain itu, latar sosial juga berhubungan dengan status tokoh yang bersangkutan. Latar sosial berperan menentukan apakah sebuah latar, khususnya latar tempat, menjadi khas dan tipikal, serta lebih fungsional. Deskripsi latar tempat harus sekaligus disertai dengan deskripsi latar sosial, tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di tempat yang bersangkutan. Jadi, latar adalah keseluruhan keterangan aspek lingkungan cerita, baik tempat, waktu, maupun sosial. Latar berfungsi sebagai dasar cerita, terutama mendukung penggambaran watak tokoh cerita. Tanpa adanya latar, cerita akan sulit untuk diimajinasikan dan terlihat tidak nyata atau tidak realistis. Sementara itu, Montaque dan Henshaw (Waluyo, 2002: 198) mengemukakan tiga fungsi latar, yaitu (1) mempertegas watak para pelaku; (2) memberikan tekanan pada tema cerita; dan (3) memperjelas tema yang disampaikan. Berdasarkan pengungkapan tersebut, latar berhubungan erat dengan perwatakan dan tema cerita. Penggambaran latar yang detil dan teliti akan mengokohkan atau memantapkan watak pelaku, mempermudah pembaca mengenali cerita, serta menegaskan eksistensi tema dalam cerita.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 Dengan demikian, yang dimaksud dengan setting/latar yaitu pelukisan keadaan tempat, ruang, dan waktu terjadinya peristiwa dalam cerita di naskah drama.
5) Dialog Ciri khas naskah drama yaitu tersusun dari dialog-dialog para tokohnya. Dialog merupakan dominasi dari sebuah naskah drama. Suroto mengungkapkan, bahwa dialog ialah ujaran yang diucapkan tokoh dalam cerita. Dialog berperan penting dalam cerita karena dapat membantu pembaca maupun penonton untuk mengetahui karakter tokoh dan tema cerita. Dialog juga dapat membantu menggambarkan setting yang digunakan (1989: 94). Sejalan dengan pendapat tersebut, Wirajaya dan Sudarmawarti (2008: 15) menyatakan bahwa dialog merupakan percakapan yang dilakukan para pelaku dalam drama. Suroto juga mengungkapkan bahwa dialog dan tingkah laku harus merupakan kesatuan yang utuh (1989: 137). Mayoritas drama tersusun atas dialog tokoh-tokohnya. Namun, terdapat jenis drama yang hanya memiliki satu pemain. Seorang tokoh menjalankan cerita dengan segala ekspresi dan penghayatannya terhadap karakter. Jenis drama seperti itu ialah solilokui. Dalam solilokui tidak terdapat dialog, melainkan monolog. Monolog-monolog tersebut yang akan menentukan pemahaman penonton mengenai karakter dan alur cerita. Boulton (1983: 81) mengungkapkan dalam solilokui, monolog yang dimainkan harus mengandung ekspresi dan tata bahasa yang koheren sehingga dapat mendukung cerita. Waluyo (2002: 20) menegaskan bahwa percakapan yang ditulis pengarang dalam naskah drama harus pantas untuk diucapkan di atas panggung. Tarigan juga menyebutkan syarat dialog dalam lakon drama, yaitu dialog harus dapat mempertinggi nilai gerak dan dialog harus baik serta bernilai tinggi (1993: 77). Ragam bahasa dialog merupakan ragam bahasa komunikatif lisan, bukan bahasa tertulis. Kosasih mengemukakan tuntutan yang harus dipenuhi pembuatan dialog, yakni dialog harus mendukung gerak-gerik tokoh dan lebih bernakna commit to user daripada ujaran sehari-hari. Dialog yang dilontarkan tokoh juga harus sesuai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 dengan perasaan yang ingin disampaikan serta mencerminkan peistiwa yang terjadi (2003: 271). Waluyo juga menyampaikan bahwa pilihan kata dalam dialog harus sesuai dengan dramatic action. Dialog juga harus bersifat estetis, yakni memiliki nilai keindahan bahasa. Selain itu, dialog harus hidup, artinya dapat mewakili watak tokoh yang dibawakan (2002: 21 – 22). Namun, dialog-dialog tokoh drama pada hakikatnya ialah ragam bahasa lisan yang komunikatif, bukan ragam bahasa tulis (Wirajaya dan Sudarmawarti, 2008: 44). Senada dengan pendapat tersebut, Semi (1993: 165 – 166) mengungkapkan, bahwa ujaran mestilah menarik dan ekonomis dibandingkan dengan kenyataan sehari-hari. Menurutnya, fungsi dialog dalam drama antara lain: a) merupakan wadah penyampaian informasi kepada penonton; b) menggambarkan watak dan perasaan tokoh; c) menunjukkan alur cerita; d) menggambarkan tema atau gagasan pengarang; dan e) mengatur suasana dan tempo jalannya cerita. Berdasar pada uraian tersebut, dialog adalah percakapan antartokoh dalam naskah drama yang memuat isi cerita. Dialog dalam naskah drama dapat menggunakan bahasa sehari-hari maupun bahasa kiasan sesuai dengan keinginan pengarang.
6) Petunjuk Teknis Petunjuk teknis disebut juga teks samping. Teks samping ini memberikan petunjuk teknis tentang tokoh, waktu, suasana pentas, suara, musik, keluar masuknya aktor dan aktris, keras lemahnya dialog, warna suara, perasaan yang mendasari dialog, dan sebagainya. Teks samping biasanya ditulis dengan huruf yang berbeda dari teks dialog. Teks samping ini berfungsi sebagai petunjuk kapan tokoh harus diam, berpindah tempat atau posisi, pembicaraan pribadi, dan sebagainya. Selain itu, manfaat adanya teks samping yaitu untuk mempermudah sutradara dalam menafsirkan naskah drama (Waluyo, 2002: 29). Namun, ada beberapa naskah drama yang tidak menggunakan petunjuk teknis. Seperti pada naskah drama Hamlet, sutradara atau pembaca diberi user menjadi masalah ketika sutradara kebebasan dalam menafsirkannya.commit Hal itutodapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 yang menggarapnya tidak mampu memahami dengan baik pesan yang ingin disampaikan oleh penulis naskah (Rahmanto, 1988: 95). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa petunjuk teknis merupakan teks petunjuk bagi tokoh dalam drama untuk memainkan perannya, dapat berupa posisi tubuh, ekspresi, maupun pekerjaan yang sedang dilakukan.
7) Amanat Ada kalanya karya sastra dapat diambil suatu pesan moral, atau pesan yang ingin disampaikan pengarangnya. Hal itu yang dimaksud amanat oleh Sudjiman (1988: 57). Suroto (1989: 135) menyatakan pengertian amanat sebagai sikap penulis terhadap persoalan yang terdapat dalam naskah drama yang ingin disampaikannya kepada penikmat. Waluyo (2002: 28) menyebutkan bahwa amanat bersifat kias, umum, dan subjektif, sehingga penafsiran penikmat karya sastra dapat bervariasi. Amanat dari sebuah naskah drama akan lebih mudah dipahami jika naskah tersebut dipentaskan. Amanat biasanya bertujuan untuk memberikan manfaat bagi para penikmat karya sastra tersebut. Amanat merupakan pesan atau pelajaran yang dapat diambil dari cerita (Wirajaya dan Sudarmawarti, 2008: 15). Menurut Wiyanto (2002: 23), amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca naskah atau penonton drama. Nurgiyantoro (2005: 336) mengungkapkan bahwa tidak semua amanat dapat dengan mudah diterima penikmat. Ada amanat yang tersembunyi dan ada pula amanat yang disampaikan langsung dengan menonjolkannya dalam cerita. Jadi, dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan dari pengarang yang tersirat dari jalannya cerita. Amanat tersebut memberikan manfaat bagi penikmat karya sastra dalam kehidupan nyata.
3. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Naskah Drama a. Hakikat Nilai Pendidikan Dalam bahasa Inggris, nilai adalah value. Dalam taksonomi Bloom commit to userdefinisi nilai sebagai hakikat dari (dalam Waluyo, 2002: 163 – 165) disebutkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 suatu hal yang menyebabkan hal itu pantas dikejar oleh manusia. Nilai-nilai dalam diri seseorang bersifat kompleks, maka nilai-nilai itu bersifat kait-mengkait sehingga menjadi sistem nilai. Nilai berkaitan erat dengan kemanusiaan. Soelaeman (1998: 19) menyatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, mengenai kebaikan dan keburukan, sebagai pandangan dari pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat. Artinya, jika nilai tersebut dihayati oleh seseorang, maka akan memengaruhi cara berpikir dan cara bersikap orang tersebut dalam mencapai tujuan hidupnya. Nilai tidak dapat dilihat secara fisik, karena nilai merupakan penghargaan bagi proses manusia (Driyarkara dalam Mardiatmadja, 1988: 65). Kluckhon menyebutkan bahwa nilai-nilai tersusun secara hierarkis dalam menentukan kepribadian (Soelaeman, 1998: 19). Nilai dapat dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan dialami seseorang sejak ia lahir hingga meninggal dunia. Pendidikan dapat berupa pendidikan formal dan informal. Pendidikan bertujuan untuk mencapai tujuan hidup manusia. Menurut Mardiatmadja, pendidikan merupakan suatu usaha bersama dalam proses terpadu dan terorganisir untuk membantu manusia dalam mengembangkan diri dan menyiapkan diri untuk mengambil peran dalam kehidupan bermasyarakat dan di hadapan Sang Pencipta (1986: 19). Setiawan (2009) memberikan tiga pengertian pendidikan, yaitu: 1) pendidikan merupakan upaya nyata untuk memfasilitasi individu lain, dalam mencapai kemandirian serta kematangan mentalnya, sehingga dapat survive di dalam kompetisi kehidupannya; 2) pendidikan adalah pengaruh bimbingan dan arahan dari orang dewasa kepada orang lain, untuk menuju kearah kedewasaan, kemandirian serta kematangan mentalnya; 3) pendidikan merupakan aktivitas untuk melayani orang lain dalam mengeksplorasi segenap potensi dirinya sehingga terjadi proses perkembangan kemanusiaannya agar mampu berkompetisi di dalam lingkup kehidupannya. Tujuan pendidikan yang diharapkan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia yang taat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi commit to user pekerti luhur (Noor, 2011: 63). Secara spesifik, tujuan pendidikan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 disampaikan oleh Hidayatullah antara lain: 1) meletakkan landasan karakter dalam nilai pendidikan; 2) menanamkan kecerdasan emosional; 3) menumbuhkan kemapuan berpikir kritis; 4) membangun kebiasaan untuk selalu berpartisipasi aktif; 5) menumbuhkan kebiasaan untuk mengevektifkan waktu dengan belajar; dan 6) menanamkan pola hidup sehat (2009: 235). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan merupakan segala sesuatu yang beguna bagi kehidupan seseorang melalui proses perubahan pola pikir dan sikap untuk mencapai tujuan hidup yang lebih baik.
b. Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra Suyitno (1986: 3) menyebutkan bahwa jika berbicara mengenai nilai pendidikan dalam karya sastra, maka tidak akan dapat terlepas dari karya sastra itu sendiri. Sastra dapat memainkan perasaan secara dramatis dalam pengembangan konsep pribadi atau konsep diri (Noor, 2011: 39). Melalui sastra, pembaca maupun penikmat dapat memperoleh pengetahuan mengenai fenomena-fenomena kehidupan dari sudut pandang yang berbeda. Karya sastra yang diciptakan pengarang merupakan sarana penyampaian amanat kepada penikmatnya. Kinayati (2006: 738) juga mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan hasil imajinasi pengarang mengenai realitas sosial yang didukung oleh pengalaman dan pengamatannya terhadap hal tersebut. Melalui karyanya pengarang dapat memengaruhi pola pikir pembaca dan ikut mengkaji tentang baik dan buruk, benar dan salah yang merupakan tata nilai kehidupan manusia. Sastra dan tata nilai kehidupan merupakan dua hal yang saling terkait dan melengkapi. Setiap karya sastra yang tercipta dengan kesungguhan akan mengandung relevansi yang kuat terhadap kehidupan, karena pencipta karya tersebut adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Noor, (2011: 42) mengungkapkan bahwa sastra hendaknya dapat memberikan hikmah, yang dapat membuat pembaca/penikmat tercerahkan. Mardiatmadja membagi nilai menjadi empat, yakni: 1) nilai kultural; 2) nilai kesosialan; 3) nilai kesusilaan; dan 4) nilai keagamaan (1986: 55). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 Berkaitan dengan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra, maka berikut akan dijelaskan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra. 1) Nilai Kultural Budaya berasal dari bahasa sanskerta buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa inggris kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan
dari
diri
manusia
sehingga
banyak
orang
cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Nilai kultural tidak terlepas dari nilai estetika yang identik dengan unsur keindahan yang terdapat dalam karya sastra. Sebuah karya sastra mempunyai aspek-aspek keindahan yang melekat pada karya sastra itu. Sebuah puisi misalnya: dapat diamati aspek persamaan bunyi, pilihan kata, dan lain-lain. Dalam cerpen dapat diamati pilihan gaya bahasanya, dan dalam drama dapat diamati ekspresi, tingkah laku, dan diksinya. Estetika dapat merasuk dalam jiwa seseorang melalui pengalaman melihat, mendengar commit yang to user mengandung keindahan akan maupun membau. Pengalaman
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 menimbulkan perasaan senang. Soelaeman menyebutkan bahwa dalam karya sastra, imajinasi merupakan titik pusat keindahan (1998: 65). Mujianto (1988: 132) menyatakan bahwa membaca karya sastra merupakan suatu kegiatan yang syarat dengan keindahan. Dengan membaca karya sastra, pembaca akan menemukan gaya bahasa yang indah, keberadaan diksi-diksi yang indah, dan sebagainya. Hal senada diungkapkan Semi (1993: 56) menyatakan bahwa fungsi estetika sastra adalah penampilan karya sastra yangdapat memberikan kenikmatan dan keindahan bagi pembacanya. Dasar dari nilai estetika yaitu pada hakikatnya manusia sebagai makhluk estetis, makhluk yang dapat merasakan dan menciptakan keindahan. Tujuan pendidikan estetis adalah mendidik manusia agar merasakan dan mencintai segala sesuatu yang indah dan selalu taat pada norma-norma keindahan. Nilai estetika mampu mengembangkan manusia dalam pendewasaan rohaniah. Nilai estetika juga dapat membentuk manusia yang mencintai keindahan dan keselarasan terutama menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan aspek yang dapat disaksikan dan dirasakan pancaindera. Intinya, dengan pendidikan estetika diharapkan manusia dapat menghargai dan memelihara sesuatu bahkan menciptakan keindahan. Joyce (dalam Semi, 1993: 26) menerangkan tiga unsur pokok keindahan, yakni: a) kepaduan; b) keselarasan; dan c) kekhasan. Namun, Soelaeman (1998: 65) menyebutkan bahwa keindahan memiliki batas yang sulit ditentukan, karena bersifat abstrak. Keindahan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Konsep keindahan adalah abstrak sebelum diberi bentuk. Dari nilai-nilai keindahan yang terdapat dalam karya sastra penikmat dapat mengambil suatu manfaat, yaitu pendidikan dalam berucap dan bersikap yang lebih halus.
2) Nilai Kesosialan Nilai kesosialan merupakan nilai yang berkaitan dengan hubungan antarmanusia. Karya sastra drama berwujud dialog-dialog yang menolak commit user adanya keasingan, ketidakjujuran, dantopenindasan. Latar belakang pengarang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 memiliki peran yang besar dalam proses penciptaan karya sastra. Oleh karena itu, bahasa dalam karya sastra tidak bersifat individual, melainkan di dalamnya mengandung evolusi sosial (Noor, 2011: 26). Suparlan, dkk. (dalam Suwondo, dkk., 1994: 128) mengemukakan bahwa sosial berasal dari kata socio yang berarti suatu petunjuk umum ke arah kehidupan bersama manusia dalam masyarakat. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Bertrand (dalam Soelaeman, 1987: 9) mengungkapkan nilai sosial sebagai suatu kesadaran dan emosi yang relatif lestari terhadap suatu objek, gagasan, atau orang. Hasan dan Salladin (1996: 83) menyatakan bahwa nilai sosial adalah aspek-aspek budaya yang diupayakan oleh kelompok untuk memperoleh makna atau penghargaan tinggi. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat dipetik dari perilaku sosial dan tata cara hidup bersosial. Dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan sehingga diharapkan mampu memberikan peningkatan kepekaan rasa kemanusiaan, lebih mendalami penghayatan sosialisasi diri, dan lebih mencintai keadilan dan kebenaran dalam hidup dan kehidupan. Nilai sosial mencakup pengembangan manusia dalam hidup bersama sehingga kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, perlindungan, maupun penghargaan dalam hidup terpenuhi. Salah satu tujuan pendidikan sosial adalah membentuk manusia yang mempunyai kesadaran sosial. Kesadaran terhadap nilai-nilai sosial akan membawa manusia pada kesadarannya bahwa dalam hidup manusia tidak dapat lepas dari bantuan manusia lain. Untuk itu, hak dan kewajiban manusia dalam masyarakat harus seimbang meskipun dituntut pengorbanan dan pengabdian yang tinggi tanpa mengesampingkan tanggung jawab pribadi. Karya sastra berkaitan erat dengan nilai sosial. Semi (1993: 55) mengatakan bahwa kesusastraan mencerminkan sistem sosial yang ada dalam masyarakat, termasuk di dalamnya adalah sistem kekerabatan, ekonomi, politik, pendidikan, kepercayaan, dan hal-hal lain yang terdapat dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 masyarakat. Mujianto (1988: 8) menyatakan bahwa dengan menekuni karya sastra yang ada, manusia dapat membina kepekaan sosialnya. Karya sastra khususnya cerpen merupakan karya imajinatif yang bersumber dari realitas sosial dalam masyarakat. Karya sastra juga merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Membaca karya sastra berarti membaca realitas sosial yang terjadi di dalamnya. Memahami makna dan hakikat karya sastra artinya memahami pola-pola kehidupan sosial dalam masyarakat. Dengan demikian, nilai sosial dalam sastra menjadikan manusia (pembaca) sadar akan pentingnya kehidupan kelompok dalam ikatan kekeluargaan antara individu satu dengan individu lain. Nilai sosial dapat disejajarkan dengan hikmah dari suatu perilaku sosial dan tata cara hidup bermasyarakat. Noor menyebutkan bahwa karya sastra ialah salah satu cerminan nilai-nilai budaya yang tidak terlepas dari sosial budaya kehidupan masyarakat. Sastra menyajikan gambaran kehidupan yang sebagian besar mengenai kenyataan sosial yang ada. Jika sastra dapat digunakan sebagai media penyampaian kritik terhadap realitas sosial yang merugikan masyarakat, maka sesungguhnya karya sastra tersebut memiliki fungsi sosial. Perwujudan fungsi sosial tersebut ialah dengan memberikan tanggapan mengenai kesewenang-wenangan penguasa dalam menjalankan perannya (2011: 27 – 28).
3) Nilai Kesusilaan Secara umum, kesusilaan atau moral merujuk pada akhlak, budi pekerti, sikap, dan sebagainya. Nilai kesusilaan juga terkandung dalam karya sastra. Karya sastra dapat dipahami sebagai alat didik yang baik bagi masyarakat. Untuk itu, pengarang tidak boleh menciptakan sastra yang menyesatkan. Pengarang sebisa mungkin dapat menghadirkan nilai etika dalam karya sastranya sehingga menimbulkan efekyang positif bagi pembaca. Nilai etika atau moral dalam karya sastra bertujuanmendidik manusia agar to user mengenal nilai-nilai etika dan commit budi pekerti.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang yang ingin disampaikan kepada pembaca/penikmat karya sastra. Menurut Kenny dalam Nurgiyantoro, moral dalam cerita merupakan suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis dan dapat ditafsirkan sendiri oleh pembaca. Karya sastra fiksi biasanya menyuguhkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat kemanusiaan, serta memperjuangkan hak dan martabat manusia. Melalui sikap dan tingkah laku para tokoh, pembaca diharapkan mampu mengambil hikmah dan pesan-pesan moral yang diamanatkan (Nurgiyantoro, 2005: 321). Mujianto (1988: 133) menyatakan bahwa sastra berangkat dari itikad baik, tidak sunyi dari untaian hikmah di antara seru derunya konflik atau peristiwa cerita. Keberadaan nilai moral/etika dalam karya sastra adalah bentuk nasihat yang diberikan kepada pengarangnya secara tidak langsung. Pengarang mencoba memberikan bentuk tersendiri untuk membingkai segala sesuatu yang ingin disampaikan. Penyampaiannya dapat berupa kritikan yang ada dalam dialog tokoh-tokoh, kadang hanya sepintas lalu menyebutkan sepatah dua patah kata ditengah narasi tetapi tidak jarang nilai pendidikan etika terselubung di seluruh permukaan cerita. Dalam hal ini, pembaca harus memahami keseluruhan cerita untuk dapat menemukan hikmah dalam karya sastra. Noor (2011: 25) menyatakan bahwa sastra seharusnya menjadi alat untuk membantu mengarahkan manusia pada tataran yang bermakna sehingga mampu saling mengingatkan agar tidak masuk dalam jurang kebobrokan moral.
4) Nilai Keagamaan Tolstoy (dalam Pradopo, 1994: 51) mengungkapkan bahwa agama merupakan komponen yang memegang peranan tertinggi dalam kehidupan seseorang. Seperti ungkapan Mangunwijaya (dalam Noor, 2011: 19), bahwa karya sastra yang baik adalah karya sastra yang selalu memiliki nilai religius. commit to usermenuju kebaikan dan kebenaran. Artinya, sastra selalu menunjukkan jalan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 Paling tidak, melalui karya sastra, penikmat dapat diberikan pandangan dan pilihan
antara baik
dan
buruk,
disertai
gambaran
tentang akibat-
akibatnya.Agama dan sastra memiliki kesamaan, yakni sama-sama bermuara pada hati dan jiwa. Armstrong (dalam Noor, 2011: 20) menyatakan, “Agama adalah bela rasa (atau cinta).” Dalam hal ini, sastra juga menjadikan rasa sebagai landasan. Karya sastra yang tercipta merupakan buah pikiran serta hati nurani pengarangnya. Pengarang karya sastra juga menjadikan agama sebagai pedoman dalam menjalani hidupnya. Karya sastra sebagi hasil ciptaannya pun banyak dipengaruhi unsur agama. Semi (1993: 22) menyatakan bahwa agama merupakan dorongan penciptaan sastra, sebagai sumber ilham, dan sekaligus sering
membuatsastra
bermuara
kepadanya.
Mangunwijaya
(dalam
Nurgiyantoro, 1995:327) menambahkan bahwa kehadiran unsur religius dan keagamaan sesuai keberadaan sastra itu sendiri. Sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius dan awal mula segala sastra adalah religius. Nilai religius akan menanamkan sikap pada manusia untuk tunduk dan taat kepada Tuhan atau dalam keseharian kita kenal dengan takwa. Penanaman nilai religius yang tinggi mampu menumbuhkan sikap sabar, tidak sombong, dan tidak angkuh kepada sesama. Manusia menjadi saling mencintai dan menghormati sehingga mampu mewujudkan hidup yang harmonis dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, maupun makhluk lain. Hubungan yang harmonis tersebut dapat menjadikan hidup manusia tenteram dan bahagia. Hal ini ditegaskan oleh Dojosantoso (dalam Suwondo, dkk., 1994: 63) yang menyatakan bahwa religius merupakan keterkaitan antara manusia dengan Tuhan sebagai sumber ketenteraman dan kebahagiaan. Manusia religius berarti memiliki keterikatan dengan Tuhan baik jasmani maupun rohani secara sadar. Mangunwijaya menegaskan bahwa segala sastra adalah religius, pada mulanya. Sastra keagamaan ialah sastra yang di dalamnya memuat ajaran-ajaran keagamaan. Karya sastra tersebut menunjukkan bahwa commit to user pengarang memiliki keinginan untuk menghadirkan nilai-nilai keagamaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 dalam karyanya (dalam Noor, 2011: 41). Koentjaraningrat (1992: 267) mengungkapkan bahwa karya sastra, khususnya drama seringkali disamakan dengan upacara keagamaan. Namun, cerita yang dimainkan yaitu cerita-cerita tentang dewa dari kitab-kitab maupun mitos-mitos. Drama-drama tersebut dianggap dapat menimbulkan suasana keramat. Namun, kepercayaan seperti itu hanya berkembang di daerah yang masih kental unsur mistisnya. Seorang pengarang tidak dapat terlepas dari nilai-nilai dan normanorma yang bersumber dari ajaran agama yang ada dalam kehidupan. Setiap karya yang diciptakan akan memuat unsur religi yang tersurat maupun tersirat. Nilai-nilai religi tersebut dapat dimanfaatkan oleh penikmat karya sastra untuk mempertebal keimanan.
4. Relevansi Naskah Drama Kapai-Kapai dalam Pembelajaran Sastra Moedjiono dan Dimyati (1992: 1) mengemukakan tujuh komponen dalam pembelajaran. Adapun yang disebut sebagai komponen tersebut antara lain: a. Guru, adalah pihak yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajarmengajar, sebagai mediator antara siswa dan materi, dan peranan lain yang memungkinkan terjadinya suatu kegiatan belajar-mengajar yang efektif. b. Siswa adalah pihak yang bertindak sebagai penerima, pencari, dan penyimpan materi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. c. Tujuan, adalah pernyataan tentang perubahan tingkah laku yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. d. Materi pelajaran, adalah merupakan segala bentuk informasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan. e. Metode, yakni cara yang digunakan untuk memberi kesempatan pada siswa untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan untuk mencapai tujuan. f. Media, yakni alat atau bahan yang digunakan untuk menyampaikan materi atau informasi pada siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41 g. Evaluasi, adalah suatu cara yang digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar siswa. Komponen-komponen kegiatan belajar mengajar tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain dan bermuara pada tujuan belajar khususnya dan tujuan pendidikan pada umumnya. Moedjiono dan Dimyati (1992: 8) menjelaskan ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: (1) kawasan kemampuan kognitif yang mencakup: pengetahuan, pemahaman, analisis, sintesis, dan evaluasi; (2) kawasan kemampuan afektif yang terdiri dari: menerima, responding, menaruh penghargaan, mengorganisasikan sistem nilai, dan mengadakan karakterisasi nilai; (3) kawasan kemampuan psikomotorik yang mencakup: persepsi, kesiapan, respon terpimpin, mekanisme (penggunaan kemampuan), dan respon yang kompleks (penggunaan kemampuan berdasarkan pengalaman). Lebih lanjut Moedjiono dan Dimyati (1992: 8-9) menjelaskan tujuan ketiga ranah pendidikan di atas. Pertama, tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembangan keterampilan intelektual. Kedua, tujuan ranah afektif berhubungan dengan hierarki perhatian, sikap, penghargaan, nilai, perasaan, dan emosi. Terakhir, yaitu tujuan ranah psikomotorik, tujuannya adalah berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi syaraf dan koordinasi badan. Zuchdi dan Budiasih (2001: 88-92) mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran sastra bagi anak antara lain: a. Memahami dunia lewat sastra Lewat karya sastra anak-anak dapat mempelajari dan memaknai dunia mereka. Misalnya, dengan membaca karya sastra yang melukiskan seorang anak yang sering menolong sehingga disayangi oleh gurunya dan juga teman-temannya. Anak-anak akan mengerti bahwa mereka pun harus bersifat seperti tokoh cerita tersebut. Karya sastra juga dapat membangkitkan keingintahuan anakanak. Setelah membaca, anak-anak sering ingin belajar lebih banyak, sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 mereka akan mencari bahan-bahan yang serupa. Mereka mungkin mencoba menulis cerita berdasarkan cerita yang telah mereka baca. b. Membentuk sikap positif Di samping mempelajari dunia mereka, sangatlah penting bagi anak-anak mengembangkan berbagai sikap-sikap positif. Mereka perlu mengembangkan kesadaran akan harga diri dan melihat dirinya sebagai pribadi yang memiliki kemampuan, berhak memperoleh perhatian dan kasih sayang. 1) Kesadaran akan harga diri Membaca karya sastra yang baik dapat menolong anak dalam mengembangkan kesan yang positif mengenai diri mereka. Sastra dapat menolong anak-anak menemukan dirinya dan mengenal perasaannya sendiri. 2) Toleransi terhadap orang lain Karya
sastra
dapat
menolong
anak-anak
memahami
pentingnya
berhubungan dengan orang lain dan mengerti cara memenuhi kebutuhan dalam masyarakat dan pada waktu yang sama juga dapat menyenangkan orang lain. Dengan mempelajari tokoh-tokoh dalam cerita mengatasi masalah-masalah sosial, anak-anak dapat mulai mengenal peran yang perlu dilakukan dalam mencapai suatu tujuan dan perlunya membatasi tingkah laku diri sendiri. 3) Keingintahuan tentang kehidupan Anak-anak memiliki keingintahuan tentang dunia sekitar mereka. Mereka ingin tahu tentang benda-benda dan tempat yang ada di sekitar mereka. Mereka ingin tahu mengenai orang yang berbeda. Mereka bangga akan hal-hal yang ditanggapi lewat program baca-tulis, termasuk program membaca karya sastra, hal ini dapat mendorong keberhasilan pada jenjang sekolah berikutnya dan dalam kehidupan selanjutnya. 4) Menyadari hubungan yang manusiawi Cerita yang bagus dapat memiliki berbagai dampak positif pada anak. Kegiatan membacakan buku kepada anak dapat membuat anak seolah-olah user menjadi pembaca. Lewat commit berbagi topengalaman seperti ini dapat terbentuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 hubungan yang manusiawi. Ada interaksi personal antara anak dan pembaca yang tidak mungkin ditemukan ketika anak menonton televisi, bermain komputer, dan lain-lain. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan, bahwa pembelajaran apresiasi sastra merupakan sebuah usaha sadar yang dilakukan oleh guru kepada murid yang menggunakan teks sastra sebagai salah satu materi pembelajarannya. Pembelajaran apresiasi sastra merupakan bagian dari pembelajaran bahasa. Pada hakikatnya, pembelajaran sastra adalah membawa siswa ke arah pengalaman sastra. Pengalaman adalah semua yang terjadi dalam hidup manusia dihayati, dinikmati, dirasakan, dipikirkan sehingga dapat lebih berinisiatif (Rahmanto, 1988: 36). Dengan begitu, sikap resposif dan sensitif diharapkan muncul secara wajar. Siswa menghayati dan menelusuri sendiri setiap karya secara total dan utuh, bukan penghayatan secara intelektual belaka, tetapi unsur afektiflah yang memegang peranan penting. Agar para remaja dapat mengambil palajaran yang terkandung dari sebuah teks sastra dan tidak menutup kemungkinan mereka dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya, hendaknya para remaja khususnya remaja usia sekolah mendapat suatu pembelajaran mengenai apresiasi sastra dari bangku sekolah. Akan tetapi, pembelajaran sastra pada saat ini telah menjadi sebuah pembelajaran yang bermasalah. Masalah tersebut tidak lain pada hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan masih bersifat teoretis dan verbalitas. Masih banyak guru yang hanya memberikan para siswanya dengan berbagai macam teori sastra semata. Akibatnya, pengajaran sastra menjadi suatu kegiatan belajar-mengajar yang membosankan. Apalagi genre sastra drama dinilai memiliki pemahaman yang sulit, sehingga minat siswa dalam mempelajarinya sangat rendah. Pembelajaran apresiasi sastra di sekolah bertujuan agar siswa menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Selain itu juga agar siswa menghargai dan membanggakan sastra commit to user manusia Indonesia. Termasuk Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 juga agar siswa memperoleh pengetahuan tentang sastra dengan berbagai teori dan nama pengarang, judul, dan angkatan-angkatannya. Menurut Rahmanto (1988: 16) pengajaran sastra yang terlaksana dengan baik akan memberikan manfaat bagi siswa mencakup empat hal: 1) membantu keterampilan berbahasa; 2) meningkatkan pengetahuan budaya; 3) mengembangkan cipta dan rasa; serta 4) menunjang pembentukan watak. Hal itu mengacu pada tujuan yang hendak dicapai pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2006/2007 dan pemberlakuannya didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Sesungguhnya KTSP memberi ruang yang luas bagi guru dan pihak sekolah untuk mengembangkan diri dan meningkatkan kompetensinya. Akan tetapi, kebebasan yang diberikan tersebut belum sepenuhnya digunakan oleh para guru dan pihak sekolah. Hal ini dapat dilihat bahwa masih ada banyak guru yang hanya memberikan berbagai macam teori-teori sastra tanpa memperkenalkan para siswanya dengan karya sastra secara langsung, dan kurang mampu dalam memotivasi siswanya untuk membaca karya sastra. Selain itu, pihak sekolah juga belum sepenuhnya memberikan fasilitas terutama pada buku-buku sastra yang memadai sehingga pembelajaran apresiasi sastra yang dilaksanakan pun menjadi sebuah pembelajaran yang tidak menarik minat siswa dan bahkan mungkin menjadi sebuah pelajaran yang membosankan. Meskipun hanya menyumbang 20 persen pada nilai pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, pembelajaran sastra perlu diefektifkan dengan menekankan pada apresiasi sastra karena dengan kemampuan mengapresiasi sastra yang dimiliki oleh siswa akan menjadikannya sebagai pribadi yang berbudi, toleran, dan berbudaya. Guru sastra hendaknya mampu untuk memilih bahan ajar atau meteri yang diminati oleh anak didiknya dan juga sesuai dengan usianya sehingga guru dapat menyajikan sebuah teks sastra yang sesuai dengan perkembangan pemikiran anak didik sehingga dalam proses pembelajaran anak didik tidak terlalu dipaksa untuk berpikir jauh lebih dari jangkauan pemikirannya. Salah satu prinsip penting dalam pengajaran sastra adalah pemilihan bahan ajar yang disesuaikan dengan user kemampuan siswanya pada suatu commit tahapan to pengajaran tertentu (Rahmanto, 1988:26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 – 27). Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan seorang guru dalam memilih bahan ajar yang tepat, yaitu: pertama, dari sudut bahasa; kedua, dari segi kematangan jiwa (psikologi); ketiga, dari segi latar kebudayaan anak didik. Tabel 1. Kurikulum Pembelajaran Apresiasi Drama Standar Kompetensi Dasar Tingkat Satuan Kelas Smt. Kompetensi Pendidikan SMA/MA XI Gasal 5. Memahami 5.1 Mengidentifikasi pementasan peristiwa, pelaku dan drama. perwatakannya, dialog, dan konflik pada pementasan drama. 5.2 Menganalisis pementasan drama berdasarkan teknik pementasan. 6. Memeran6.1 Menyampaikan kan tokoh dialog disertai gerakdalam pemen- gerik dan mimik, sesuai dengan watak tokoh. tasan drama. 6.2 Mengekpresikan perilaku dan dialog tokoh protagonis dan atau antagonis. SMA/MA XI Genap 14. Mengung- 14.1 Mengekspresikan kapkan waca- dialog para tokoh dalam na sastra dapementasan drama. lam bentuk 14.2 Menggunakan pementasan gerak-gerik, mimik, dan drama. intonasi, sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama. 16. Menulis 16.1 Mendeskripsikan naskah drama. perilaku manusia melalui dialog naskah drama. 16.2 Menarasikan pengalaman manusia dalam bentuk adegan dan latar pada naskah drama. SMA/MA XII Genap 13.Memahami 13.1 Menemukan pembacaan unsur-unsur intrinsik teks teks drama. drama yang didengar melalui pembacaan. 13.2 Menyimpulkan isi drama melalui commit to user pembacaan teks drama.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 Pengajaran drama selama ini dianggap kurang menarik bagi guru maupun siswa. Namun, materi drama merupakan bagian dari kurikulum yang tetap harus dilaksanakan. Tujuan pengajaran drama yang diungkapkan oleh Rahmanto yaitu untuk memahami cara memerankan suatu tokoh dengan baik dalam suatu pementasan (1988: 90). Menurut Waluyo (2008: 162) pembelajaran apresiasi drama diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: 1) pembelajaran apresiasi drama yang termasuk sastra, dan 2) pementasan drama yang termasuk teater. Mempelajari naskah drama dan pentas drama merupakan dua hal yang berbeda. Dalam mempelajari naskah drama, struktur naskah lebih ditekankan. Sedangkan dalam pentas drama pemain harus benar-benar menguasai karakter tokoh dan dapat berekspresi secara tepat. Melalui pementasan yang dilihat maupun diperankan sendiri oleh siswa, dapat memberikan manfaat berupa pengembangan
kepribadian
serta
peningkatan
pengetahuan
mengenai
keterampilan berbahasa. Pengajaran drama juga meliputi apresiasi terhadap naskah drama maupun pementasan drama. Di tingkat sekolah menengah, guru harus mampu memilihkan materi serta contoh-contoh yang sesuai. Misalnya, berkaitan dengan durasi drama serta konten drama tersebut. Penyesuaian tersebut dilakukan agar dapat membantu perkembangan psikologis siswa kearah yang lebih baik. Selama ini banyak guru yang hanya mementingkan aspek kognitif sehingga terlalu banyak mengajarkan teori daripada praktik, seperti apresiasi dan pementasan drama. Kesulitan dalam pembelajaran drama yang diungkapkan oleh Waluyo yaitu dalam hal pemilihan naskah drama berdurasi pendek (2002: 156). Naskah drama yang ditulis oleh dramawan-dramawan popular biasanya sukar dimengerti siswa tingkat sekolah menengah. Oleh karena itu dalam buku-buku pegangan siswa, dramadrama hanya disajikan berupa cuplikan pendek. Syafi’i (1993: 68 – 69) mengutarakan konsep-konsep dalam pembelajaran apresiasi drama, sebagai berikut. a. Pembelajaran drama bukan merupakan pembentukan penguasaan pengetahuan mengenai drama, melainkan pembinaan peningkatan apresiasi drama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 b. Pembelajaran mengapresiasi dilakukan dengan memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan mengapresiasi dan mengaktualisasikan drama. c. Guru hanya berperan sebagai motivator agar siswa dapat menemukan sendiri manfaat dan keasyikan membaca teks drama. d. Pembelajaran apresiasi drama harus terhindar dari proses yang bersifat mekanis, melainkan harus menekankan pada pemerolehan pengalaman batin dalam diri siswa yang dapat diperoleh dari kegiatan membaca teks drama dan menyaksikan
pertunjukkan
drama
sehingga
proses
tersebut
dapat
meningkatkan kualitas batin siswa. Menulis teks drama menurut Hamalik (dalam Milawati, 2011: 72 – 73) adalah mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Teks drama sebagai salah satu genre sastra dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur batin (semantik, makna). Wujud fisik sebuah teks drama adalah dialog atau ragam tutur. Langkah-langkah menulis teks drama dimulai dari merumuskan tema atau gagasan, mendeskripsikan penokohan atau memberi nama tokoh, membuat garis besar isi cerita, mengembangkan garis besar isi cerita ke dalam dialog-dialog, membuat petunjuk pementasan yang biasanya ditulis dalam tanda kurung maupun dapat ditulis dengan huruf miring atau huruf kapital semua, dan memberi judul pada teks drama yang sudah ditulis. Menulis naskah drama bukan hal yang mudah. Seorang penulis naskah drama harus dapat mempertimbangkan keseimbangan antara kata-kata dan gerak yang akan diperankan oleh tokohnya. Rahmanto mengungkapkan bahwa banyak guru yang mengalami kesulitan dalam mengajarkan drama. Lebih jauh ia memaparkan cara mengajarkan drama pada siswa sekolah menengah. Pada langkah awal, guru memberikan contoh pembacaan naskah drama dengan baik dan benar. Guru juga dapat memilih beberapa siswa yang berkompetensi untuk berpartisipasi. Tahap berikutnya, siswa diminta untuk melakukan gerakancommit to user gerakan. Gerakan merupakan unsur penting dalam drama. Siswa dapat mengamati
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48 aktivitas seseorang dan memperagakannya. Setelah siswa dapat menirukan gerakan yang kompleks sesuai situasi, siswa mulai dilatih berbicara. Latihan gerakan disertai kata-kata akan sangat membantu siswa dalam memahami peran suatu tokoh. Jika sudah berjalan lancar, guru dapat memberikan umpan berupa situasi dramatis dengan garis besar cerita. Siswa dibina untuk mengembangkan imajinasi mereka sesuai dengan apa yang mereka pahami mengenai situai cerita tersebut. Kemudian, tahap terakhir, siswa dapat berlatih membuat dialog atau percakapan. Namun, keseluruhan tahap tersebut akan lebih berhasil jika siswa diajak untuk melihat secara langsung sebuah drama yang dipentaskan (1988: 96 – 100). Penelitian dengan objek naskah drama ini dilakukan agar dapat memberikan kontribusi positif terhadap pembelajaran sastra di sekolah. Naskah Kapai-Kapai merupakan salah satu naskah yang sarat akan kritik sosial, tetapi sukar dipahami. Oleh karena itu, dengan pendekatan struktural, diharapkan dapat mengupas secara utuh struktur serta nilai edukatif yang terdapat di dalamnya. Isi cerita yang kental dengan nilai moral dianggap sesuai dengan kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia.
B. Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Suhariyadi yang berjudul Analisis Semiotik Naskah Drama Kapai-Kapai Karya Arifin C. Noer dalam jurnal Prospektus, Tahun VII Nomor 2, Oktober 2009. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian ini, yakni objek kajian yang sama. Naskah drama ini dipandang sebagai sebuah naskah yang sarat dengan simbol dan sukar dimengerti. Hal itulah yang mendasari penelitian tersebut, yakni menelaah mengenai sistem simbol dan tanda yang terdapat dalam naskah drama KapaiKapai sehingga pembaca dapat lebih memahami makna dari drama tersebut. Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian ini ingin menunjukkan bahwa naskah drama Kapai-Kapai bukan merupakan naskah drama yang sulit dan commit user membosankan, melainkan naskah initodipandang sebagai naskah drama yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49 memiliki nilai-nilai pendidikan di dalamnya yang dapat memperkaya batin pembaca. Perbedaan lain ialah pendekatan yang digunakan. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan semiotik. Sedangkan penelitian ini mengkaji unsur intrinsik
yang
terdapat
dalam
naskah
drama
Kapai-Kapai
dengan
menggunakan pendekatan struktural. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Afsun Aulia Nirmala yang berjudul Naskah Drama Sampek Engtay Karya N. Riantiarno dan Romeo Juliet Karya William Shakespeare (Tinjauan Intertekstualitas, Kajian Feminisme, dan Nilai Edukatif). Penelitian tersebut memilih naskah drama sebagai bahan kajian. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut yakni mengenai unsur intrinsik dalam naskah drama Sampek Engtay Karya N. Riantiarno dan Romeo Juliet Karya William Shakespeare, perbedaan struktur naratif kedua naskah, dan muatan paham feminisme beserta kandungan nilai-nilai edukatif yang dimiliki. Persamaan dengan penelitian ini yakni terdapat pada objek kajian yang berupa naskah drama serta hasil temuan tentang unsur intrinsik drama dan nilai pendidikan yang terdapat di dalamnya. Namun, penelitian ini menggunakan pendekatan struktural yang dianggap dapat lebih dalam menguak struktur unsur-unsur pembangun dalam naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Rudi Adi Nugroho yang bertajuk Naskah Drama Monumen Karya Indra Tranggono (Sebuah Tinjauan Strukturalisme Genetik). Persamaan dengan penelitian ini ialah terletak pada objek kajian yang berupa naskah drama, serta pendekatan yang dilakukan, yakni pendekatan struktural. Namun, pemilihan judul naskah drama yang diambil tidak
sama.
Selain
itu,
tujuan
penelitian
tersebut
adalah
untuk
mendeskripsikan struktur naskah, pandangan dunia pengarang, serta struktur sosial dalam kaitannya dengan penciptaan naskah drama Monumen karya Indra
Tranggono.
Sedangkan
tujuan
penelitian
ini
ialah
untuk
mendeskripsikan struktur intrinsik pembangun drama, nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalamnya serta menyinggung tentang kesesuaian naskah commit to user drama Kapai-Kapai jika dijadikan sebagai materi ajar.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50 4. Penelitian yang dilakukan oleh Nawa Rahayu Saputri yang bertajuk Analisis Wacana Naskah Drama TVRI Yogyakarta yang Berjudul “RERUSUH” karya M. Sugiarto. Dari judul tersebut sudah nampak persamaan yang ada dengan penelitian ini, yakni objek kajian yang berupa naskah drama. Namun, selain judul drama yang diambil berbeda, analisis yang dilakukan juga tidak sama. Penelitian tersebut menelaah mengenai penanda kohesi, koherensi, peranan konteks serta kekhasan wacana naskah drama. Dalam penelitian tersebut naskah drama dipandang sebagai sebuah wacana. Dalam penelitian ini, naskah drama dipandang sebagai salah satu karya sastra yang memiliki nilai pendidikan. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pendekatan struktural. Dalam penelitian ini juga dikaitkan mengenai peranan naskah drama terhadap pembelajaran sastra, khususnya kesesuaian naskah drama Kapai-Kapai sebagai bahan ajar. 5. Penelitian yang dilakukan oleh Ristyowati yang berjudul Kajian Struktural dan Nilai Pendidikan Cerita Rakyat Makam Joko Tarub dan Sapta Tirta Kabupaten Karanganyar. Penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian ini, yakni pada pendekatan yang dilakukan. Namun, penelitian tersebut mengkaji struktur dan nilai pendidikan pada cerita rakyat yang berkembang di daerah Karanganyar. Sedangkan penelitian ini menelaah struktur dan nilai pendidikan yang terdapat dalam naskah drama Kapai-Kapai serta kesesuaiannya sebagai bahan ajar.
C. Kerangka Berpikir Karya sastra adalah suatu cara mengungkapkan gagasan, ide, dan pemikiran dengan gambaran-gambaran pengalaman. Karya sastra merupakan hasil kegiatan kreatif, imajinatif, dan artistik. Sebagai kegiatan yang imajinatif, sastra menyuguhkan pengalaman batin yang pernah dialami pengarang kepada penikmat karya sastra. Oleh karena itu, karya sastra merupakan suatu sarana untuk mengungkapkan nilai-nilai yang dianggap lebih tinggi serta menafsirkan makna dan hakikat hidup. Telah diketahui bahwa kehidupan masyarakat sesuatu yang to user sangat kompleks. Kekompleksancommit tersebut diakibatkan oleh hubungan antara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51 manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam sekitarnya, dan manusia dengan Tuhannya. Hubungan-hubungan tersebut menimbulkan konflik yang menyebabkan kepincangan dan penyelewengan dalam kehidupan. Perpaduan keindahan dan realitas kehidupan yang terkandung dalam karya sastra dapat menggugah dan mempengaruhi jiwa seseorang. Seorang pengarang dikatakan berhasil menciptakan karya sastra yang baik apabila dapat mempengaruhi perasaan seseorang atau masyarakat yang mengkomsumsi karya sastra tersebut. Dengan demikian, keberhasilan karya sastra bukan terletak pada keberhasilan seorang pengarang untuk menciptakan karya sastra tersebut, tetapi keberhasilannya terlihat dan tergambar pada pengaruhnya terhadap orang atau masyarakat yang mengkomsumsinya. Secara tidak langsung, masyarakatlah yang menentukan mana karya sastra yang bermutu dan mana yang kurang bermutu. Karya sastra memberi kesenangan dan faedah bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat penikmatnya. Nilai-nilai yang terdapat di dalamnya sangat bermanfaat untuk diteladani. Pengarang menciptakan karya sastra agar dapat memberikan manfaat kepada penikmatnya. Dalam penelitian ini, naskah drama Kapai-Kapai merupakan objek yang dipilih sebagai bahan kajian. Selain menelaah struktur dan nilai-nilai yang terkandung dalam naskah drama tersebut, penelitian ini juga bertujuan untuk menunjukkan penggunaan naskah drama sebagai bahan ajar dalam kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia. Jika digambarkan, maka kerangka berpikir dalam penelitian ini ialah sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
Karya Sastra
Drama
Nilai-Nilai Pendidikan
Tinjauan Struktural 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
1. 2. 3. 4.
Tema Penokohan Alur Setting Dialog Petunjuk Teknis Amanat
Nilai Kultural Nilai Kesosialan Nilai Kesusilaan Nilai Keagamaan
Pemanfaatan Naskah Drama Kapai-Kapai dalam Pembelajaran Sastra
Simpulan
Gambar 3. Kerangka Berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kepustakaan dengan objek naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. Dalam penelitian ini, tidak terdapat batasan khusus mengenai tempat penelitian. Sesuai dengan objek penelitian, penelitian ini banyak dilakukan di perpustakaan untuk mendapatkan bahan-bahan sebagai sumber data penelitian. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama lima bulan, yaitu bulan Februari sampai dengan Juli 2012. Adapun rincian waktu dan jenis kegiatan penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 2. Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian No.
Jenis Kegiatan
1.
Pengajuan Judul
2.
Penyusunan
Bulan
Feb
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Proposal
3.
Perizinan Penelitian
4.
Pengumpulan dan Analisis Data
5.
Penyusunan Laporan
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif ini berdasarkan objek penelitian yang diperoleh dari data penelitian, yaitu naskah drama KapaiKapai karya Arifin C. Noer. Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah strategi tunggal terpancang. Strategi tunggal terpancang merupakan commit to user strategi penelitian deskriptif kualitatif yang fokus penelitiannya telah ditentukan 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54 berdasarkan tujuan dan minat peneliti sebelum terjun ke lapangan studinya. Fokus penelitian ini adalah kajian struktural, nilai pendidikan, dan relevansi naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer terhadap pembelajaran apresiasi drama di SMA.
C. Sumber Data Data yang dikaji dalam penelitian ini berupa data kualitatif. Jenis-jenis sumber
data
dalam
penelitian
kualitatif
adalah
narasumber/informan,
peristiwa/aktivitas, tempat/lokasi, dan dokumen/arsip. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Dokumen Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer dan transkrip hasil wawancara terhadap
narasumber,
yakni
pihak-pihak
yang
dipercaya
memiliki
pengetahuan mengenai drama, khususnya karya Arifin C. Noer. 2. Informan Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang memiliki wawasan mengenai karya sastra, khususnya drama beserta unsurunsurnya. Tokoh teater yang menjadi narasumber yaitu Gusmel Riyadh dan Dukut Wahyu Nugroho. Sedangkan aktivis pendidikan yang memberikan informasi-informasi yaitu Drs. Samsi dan Drs. Rochmat, guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Karanganyar. Melalui teknik yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan simpulan-simpulan yang tepat sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan penelitian.
D. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Teknik tersebut tidak menggunakan sumber data sebagai wakil dari populasinya, tetapi mewakili informasi secara umum. Peneliti mencuplik bagian-bagian dalam naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer commit to mewakili user yang dijadikan sebagai sumber data yang informasi penting agar bisa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55 digunakan untuk dianalisis dalam rangka mengetahui totalitas makna drama tersebut.
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi pustaka. Teknik yang disebut juga dengan Library Research ini merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencatat dokumendokumen atau arsip yang berkaitan dengan masalah dan tujuan peneliti. Selain itu, teknik lain yang digunakan, yaitu teknik analisis dokumen. Analisis dokumen dilakukan dengan pemeriksaan secara cermat terhadap dokumen dan kontennya untuk menarik kesimpulan. Analisis dokumen tidak menampilkan metodologi yang jelas melainkan mencakup varietas pendekatan untuk sumber dokumenter. Dokumen dapat didefinisikan sebagai artefak yang memiliki teks tertulis terlepas dari perwujudan fisiknya. Peneliti dapat menggunakan berbagai dokumen termasuk surat, laporan resmi, catatan administrasi, halaman web, buku harian dan artikel surat kabar (Afifudin dan Ahmad Saebani, 2009: 165). Dalam penelitian ini, dokumen yang digunakan ialah naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. Data yang diperoleh dalam penelitian ini juga berasal dari wawancara dengan informan. Informan yang dipilih merupakan pihak-pihak yang dinilai memiliki
pengetahuan
serta
pengalaman
dalam
bidang
drama
serta
pembelajarannya. Dalam hal ini, tokoh-tokoh teater dan aktivis pendidikan dipandang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan.
F. Uji Validitas Data Uji validitas data yang umum dilakukan pada penelitian kualitatif yaitu dengan teknik triangulasi. Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu, triangulasi to informasi user ialah usaha mengecek kebenaran commit data atau yang diperoleh peneliti dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56 berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data. Denkin (dalam Rahardjo, 2010) mendefinisikan triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Sampai saat ini, konsep Denkin ini dipakai oleh para peneliti kualitatif di berbagai bidang. Menurutnya, triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1) triangulasi metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. 1. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi atau data dengan cara yang berbeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei. Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara bebas dan wawancara terstruktur. 2. Triangulasi antarpeneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini diakui memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari subjek penelitian. Tetapi perlu diperhatikan bahwa orang yang diajak menggali data itu harus yang telah memiliki pengalaman penelitian dan
bebas dari konflik
kepentingan agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari triangulasi. 3. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan observasi terlibat, dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto. Tentu masing-masing cara
itu akan
menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang selanjutnya akan memberikan pandangan yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti. 4. Triangulasi teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah rumusan commit to usertersebut selanjutnya dibandingkan informasi atau thesis statement. Informasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57 dengan perspektif teori yang televan untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil analisis data yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini, hasil penelitian diperoleh melalui pengumpulan data-data, analisis dokumen/arsip, serta wawancara. Data-data diperoleh melalui tahap analisis arsip naskah drama Kapai-Kapai yang kemudian dikolaborasikan dengan data yang diperoleh melalui tahap wawancara. Kedua jenis data tersebut dapat saling melengkapi sehingga menghasilkan kesimpulan yang tepat. Oleh karena itu, jenis triangulasi yang digunakan ialah triangulasi sumber data. Jenis triangulasi ini dianggap sesuai dengan penelitian yang dilakukan, karena objek penelitian berupa arsip naskah drama dan sumber data yang digunakan berupa dokumen dan informan.
G. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis jalinan atau mengalir yang meliputi tiga komponen, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan. 1. Reduksi data Pada langkah ini yang dilakukan peneliti adalah mencatat data yang diperoleh dalam bentuk uraian yang terperinci. Data yang diambil berupa kata-kata atau kalimat tertulis dalam naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer, mencatat kalimat-kalimat yang menggambarkan semua unsur struktur yang ada. Selain itu, data dikombinasikan dengan hasil wawancara terhadap informan. Informasi-informasi yang mengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data penelitian ini. 2. Sajian data Pada langkah ini, peneliti menyusun informasi/data secara teratur dan terperinci sehingga mudah dipahami. Data-data yang digunakan dianalisis commit to user secara teliti untuk menunjukkan jawaban yang diharapkan. Kegiatan analisis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58 data dilakukan dengan cara menganalisis data yang diperoleh dari naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. Naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer akan dibahas lebih dalam dengan menitikberatkan pada analisis struktural dengan menggunakan pendekatan objektif. Berdasarkan langkah tersebut akan diperoleh deskripsi tentang unsur struktural naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer, nilai-nilai pendidikan yang termuat dalam naskah drama tersebut, serta relevansi naskah drama Kapai-Kapai terhadap pembelajaran apresiasi drama di SMA. 3. Penarikan simpulan Pada langkah ini, sudah memasuki tahap membuat simpulan dari data yang sudah diperoleh sejak awal penelitian. Simpulan ini masih bersifat sementara, untuk itu perlu adanya verifikasi (penelitian kembali tentang kebenaran laporan) selama penelitian berlangsung. Verifikasi data dilakukan dengan mencari informasi-informasi yang terkait dengan objek penelitian dari berbagai sumber.
Masa pengumpulan
REDUKSI DATA
Antisipasi
Selama
Pasca
PENYAJIAN DATA ANALISIS
Selama
Pasca
PENARIKAN SIMPULAN/VERIFIKASI Selama
Pasca
Gambar 4. Flow Model of Analysis (Miles dan A. Michael Huberman, 1992: 18)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59 H. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian adalah rangkaian kegiatan penelitian dari awal hingga akhir. Tahap-tahap penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan a. Melakukan prapenelitian untuk mendapatkan gambaran tentang objek penelitian. b. Mengajukan judul dan membuat proposal. c. Mengumpulkan data sesuai dengan teknik pengumpulan data yang telah direncanakan. 2. Tahap Analisis Data a. Mengelompokkan data yang terkumpul sesuai dengan tujuan peneliti. b. Menganalisis dokumen berupa naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. 3. Tahap Akhir a. Menulis kesimpulan akhir dari seluruh analisis yang telah dilakukan. b. Menyusun laporan penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data 1. Naskah Drama Kapai-Kapai Sejarahnya, naskah drama Kapai-Kapai ini diciptakan pengarangnya pada tahun 1969 dan diterbitkan dalam bentuk buku pada awal 1970. Ironisnya, entah kebetulan atau tidak, naskah ini tampil dalam kancah kesusasteraan Indonesia modern bertepatan dengan peristiwa sosial politik yang terjadi pada bangsa Indonesia, yaitu tenggelamnya rezim orde lama dan munculnya rezim orde baru. Keadaan masyarakat Indonesia yang terombang-ambingkan persoalan sejarah pada masa orde lama melahirkan kondisi kemiskinan, dominasi kekuasaan, dan rendahnya tingkat intelektual masyarakat yang berakibat kurang berkembangnya dunia pendidikan. Dalam situasi masyarakat yang demikian, naskah drama KapaiKapai muncul dengan mengangkat persoalan kemiskinan. Kemiskinan dalam naskah drama ini dipandang sebagai persoalan yang paling esensial. Melalui simbol-simbol yang dihadirkan pengarang secara surealis, kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks. Tidak saja karena persoalan ekonomi semata, tetapi juga persoalan manusia dan kemanusiaannya. Dengan menempatkan tokoh utama, Abu, sebagai cerminan masyarakat kelas bawah, pengarang ingin membongkar habis kompleksitas persoalan kemiskinan tersebut. Mimpi, harapan, kebodohan, dominasi kekuasaan kaum borjuis, dan rutinitas kehidupan yang penuh penderitaan, tertata dalam simbol-simbol dan idiom-idiom yang dipilih pengarang. Sebagaimana gaya kepengarangan Arifin C. Noer yang surealis, naskah drama Kapai-Kapai sarat dengan imaji-imaji. Mau tidak mau pemahaman terhadap naskah ini harus mampu menyibak makna konotatif dalam simbolsimbol imaji tersebut. Bagi Arifin C. Noer, Kapai-Kapai merupakan bentuk komunikasi dengan
masyarakat
melalui
medium konvensi sastra (drama). Kapaicommit to user Kapai menjadi suara Arifin C. Noer tentang betapa buruknya kondisi Abu, tokoh
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61 sentral Kapai-Kapai, dalam memandang hidup dan kehidupannya. Naskah drama tersebut secara tidak langsung menyuarakan gagasan, pikiran, dan ideologi Arifin C. Noer tentang bagaimana memandang kehidupan sosial masyarakat saat karyanya itu diciptakan. Hal itu mengkonotasikan suatu makna yang melampaui batas-batas tekstual dalam sistem bahasa. Kondisi kemiskinan dan penderitaan yang dialami tokoh utama dalam karya ini, tidak saja dilatarbelakangi kebodohan dalam menyikapi hidup dan kehidupannya, tetapi juga kondisi sosial masyarakat yang menghimpitnya. Keterlenaan Abu dalam mimpi-mimpinya, minimnya pemahaman religiusitas, kebodohan dalam berfikir dan bersikap, serta keadaan zamannya yang tidak menguntungkan bagi status sosial seperti Abu, menjadi latar belakang atas ketidakmampuannya mengatasi keadaan itu. Kematian Abu dalam kondisi demikian menuntut pembaca untuk memahami substansi pemikiran, gagasan, dan pandangan Arifin C. Noer sebagai pengarangnya. Naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer mengungkapkan persoalan manusia yang memilih dan dituntun oleh suatu mitos karena himpitan mitos-mitos yang lainnya. Seseorang dengan status sosial dan ekonomi rendah mencipatakan kondisi kemiskinan dalam kehidupannya. Ini merupakan sebuah mitos. Gambaran mitos tersebut dihadapi tokoh utama dalam menjalani hidup sehari-hari. Gambaran sebaliknya akan berbunyi, jika tokoh utama memiliki status sosial yang tinggi dengan begitu menciptakan status ekonomi yang tinggi juga, maka dia akan menjalani kehidupan yang kaya. Dengan begitu, seseorang yang menjalani kehidupannya dalam situasi mitos pertama haruslah menyikapinya untuk membebaskan diri dari apa yang dinyatakan dalam mitos tersebut, yaitu kemiskinan. Tokoh utama dalam naskah drama Kapai-Kapai ini terhimpit oleh mitos tentang status sosial dan ekonomi yang rendah. Kemiskinan merupakan keadaan di mana seseorang mengalami penderitaan hidup. Tempat tinggal yang tak layak, rasa lapar berkepanjangan, dan tidak ada jaminan hidup layak bagi generasi selanjutnya, merupakan mitos yang disebabkan mitos tentang commitsebagai to user pesuruh atau buruh sebagaimana kemiskinan. Status sosial yang rendah,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62 tokoh utama dalam karya sastra ini, merupakan posisi kemartabatan manusia yang rendah pula, sehingga dapat diumpat, dihina, dan diperlakukan secara tidak adil oleh pemiliknya (majikan). Untuk melepaskan diri dari keadaan tersebut, banyak pilihan hidup yang bisa diambil seseorang. Tergantung bagaimana kemampuan orang itu. Sebagaimana tokoh utama dalam karya sastra ini, dia adalah seorang yang bodoh dan lugu. Karena kebodohan dan keringnya sandaran hidup sebagai pedoman (agama), dia memilih sikap untuk tergantung pada harapan dan mimpi. Oleh sebab itulah, dia mengalami kesesatan hidup.
2. Sinopsis Drama Kapai-Kapai Secara garis besar, naskah drama Kapai-Kapai bercerita tentang kehidupan seseorang yang bernama Abu, yang berusaha menggapai kebahagiaan dengan berbagai cara yang telah tercampur dengan ilusi-ilusi sehingga membuatnya semakin terpuruk. Cerita dimulai dengan dongeng-dongeng yang dikisahkan Emak kepada Abu. Emak bercerita mengenai Sang Pangeran dan Sang Putri yang berjuang demi cinta mereka. Rintangan yang datang selalu dapat dikalahkan Sang Pangeran dengan bantuan Cermin Tipu Daya. Setiap kali Sang Pangeran mendapat halangan dan rintangan, Cermin Tipu Daya selalu dapat menolongnya. Emak menjejali Abu dengan angan-angan tentang keberadaan Cermin Tipu Daya yang dapat mengeluarkannya dari keterpurukan hidup. Setiap Abu merasa tertekan dengan pekerjaan dan perlakuan majikannya, Emak selalu datang membawa dongeng-dongeng untuk membuai Abu. Keterlenaan Abu dengan mimpi-mimpi karangan Emak membuatnya semakin bodoh. Semakin jelas terlihat bahwa ia tidak tahu-menahu tentang ajaran agama ialah ketika bertemu Kakek. Kakek mencoba menunjukkan jalan yang benar untuk mencapai ketenangan hati. Namun, Abu masih saja menginginkan Cermin Tipu Daya yang terdapat di toko Nabi Sulaiman di ujung dunia. Ia mulai mencari dan bertanya pada Burung, Air, Embun, Kambing, Jangkerik, dan Pohon tentang letak ujung dunia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63 Sementara ia gelisah untuk menemukan ujung dunia, istrinya, Iyem juga mulai berkeluh kesah tentang kehidupan mereka yang sengsara. Kelaparan dan membutuhkan tempat tinggal yang layak. Mereka terpaksa membunuh tiga bayi dan satu cucu mereka karena tidak mampu memelihara dan memberi makan. Keadaan hidup yang serba menghimpit membuat Abu semakin berniat untuk memiliki Cermin Tipu Daya. Akhirnya, ia mengajak istrinya untuk mencari ujung dunia. Dalam pengembaraannya itu mereka bertemu dengan Gelandangan. Merasa bernasib sama, mereka kemudian berjalan mencari pintu-pintu yang mengarah ke ujung dunia. Sampai di satu pintu bercahaya, Abu memutuskan untuk memasukinya. Demikianlah ia menemukan ujung dunia, yang tidak lain adalah akhir hayatnya.
B. Hasil Penelitian 1. Struktur Drama Kapai-Kapai a. Tema Tema utama dalam naskah Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer ini adalah penderitaan hidup manusia karena mengejar mimpi-mimpi dan harapan semu. Kenyataan ini digambarkan oleh tokoh Abu yang merupakan representasi dari sosok manusia pada umumnya. Abu berusaha mencapai kebahagiaan dengan berbagai cara, bahkan dengan cara yang tak masuk akal, yakni mengejar mimpi-mimpi serta ilusi yang tak berujung. Meski setiap manusia memiliki mimpi, namun mimpi yang tak pasti bukanlah sesuatu yang harus dikejar sampai ke ujung dunia. Karena terus mimpi dan terus berusaha mengejarnya, kondisi Abu jadi tak karuan. Compang-camping dan tak terurus. Kondisi Abu semakin tak menentu di kehidupannya. Abu mudah terpengaruh karena dalam dirinya sendiri hampa oleh pedoman hidup maupun agama. Abu yang mengejar kebahagiaan sejati lewat Cermin Tipu Daya ini, pada akhirnya takluk oleh kenyataan bahwa hidup sebenarnya tak hanya sekedar mengejar mimpi dan ilusi. Abu sengsara dan akhirnya meninggal dengan sia-sia. Sebagai pegawai rendahan (pesuruh dan buruh pabrik), kehidupan Abu commit to user Kemiskinan seakan menjadi kata memiliki keterbatasan dalam status ekonominya.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64 kunci bagi kelas sosial rendah, sebagaimana Abu. Hari-hari yang dilalui Abu dengan istrinya, Iyem, terpuruk dalam situasi yang demikian. Tempat tinggal yang tak layak dan rasa lapar yang menggerogoti, menjadi simbol kehidupan Abu dan Iyem. 1) IYEM Kau betul-betul sandal dobol. Hujan begini deras. Air sudah sampai ke lutut. Rumah ini seperti tak beratap. Ini bukan lagi bocor. Ya Tuhan. Dengan apa mesti kita hentikan hujan jahanam ini? Terlalu banyak musuh kita. Di darat. Di udara. Tuhan. Tuhan. ABU ... IYEM Ya, Tuhan. Ya, Tuhan. Kau memang sandal dobol. Banjir. Banjir. Banjiiiir (Keluar) (Kapai-Kapai: 26 – 27) 2) IYEM Beras kita habis. Mamat dikeluarkan dari sekolahnya. Si Siti ternyata bunting. Lotre kita tidak kena lagi. (Kapai-Kapai: 32) 3) ABU Kita harus tahan. Setidaknya satu hari lagi anggap saja puasa. IYEM Ini hari kelima. Lapar. Lapar. Lapar. Lapar. ABU Jangan hitung. (Kapai-Kapai: 38) Di sisi yang lain, sebagai pesuruh dan buruh pabrik, Abu merupakan tempat pelampiasan dan perlakuan semena-mena sang majikan. Penderitaan karena kemiskinan, semakin bertambah ketika di tempat kerja, sang majikan bersikap kasar dan memperlakukan Abu seenaknya. Penderitaan Abu seakan tak berakhir. 1) MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan. MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65 MAJIKAN Bangsat kamu! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau. (Kapai-Kapai: 6) 2) MAJIKAN Abu! Abu! ABU (Diam) MAJIKAN Anjing! ABU (Merangkak) Ya, Tuan. MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. (Merangkak) MAJIKAN Ini pesangonmu! Keluar! Hancur perusahaan! (Kapai-Kapai: 31 – 32) Abu adalah seorang yang bodoh dan jauh dari pedoman hidup (agama). Oleh karena itu, keterpurukan dan penderitaan karena ekonomi dan sosial, mengakibatkan jalan yang dipilih sangat tidak rasional. Abu, dan juga Iyem, memilih hidup untuk mengejar mimpi dan harapan yang semu. cermin tipu daya di ujung dunia, milik Nabi Sulaiman, harus ia dapatkan. Kebahagian, kekayaan,
kekuatan,
dan
kekuasaan
akan
dia
peroleh
jika
mampu
mendapatkannya. KAKEK Tak ada tempat yang paling teduh dan tak ada obat pelelah selain agama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66 ABU Saya tidak cape. KAKEK Segala teka-teki silang pasti tertebak oleh agama. ABU Saya tak butuh semua itu. Saya butuh Cermin Tipu Daya. KAKEK Apa itu Cermin Tipu Daya? ABU Cermin Tipu Daya adalah penangkis segala bala. Penyelamat segala Pangeran dalam dongeng purbakala. (Kapai-Kapai: 19 – 20) Kehidupan Abu adalah sebuah perjalanan panjang untuk memperoleh simbol kebahagian, kekayaan, kekuatan, dan kekuasaan itu. Tak ada yang tersisa dalam hidup Abu, kecuali sifat kebinatangan (libido) sebagai satu-satunya hiburan dan kenikmatan dalam hidup. BULAN Ya Abu, hanya sahwatlah hiburan sejati. KEDUANYA BERPANDANGAN. KEDUANYA NAIK SAHWAT. ……………….. SUARA NAFAS BERDESA. SUARA DUA EKOR ANJING. SERIBU MENGELILINGI MEREKA. SERIBU BULAN Menyatu dalam nafas rembulan. Mengisap nafas harum rembulan. Goyang-goyangkan buah rembulan. (Keduanya Merangkak Mundur) Goyang-goyangkan buah rembulan. Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan peluh rembulan. BULAN Awan sepotong dalam kelabu. Membalut tubuh Adam dan Hawa. Tandas-tandaskan sampai pun tua. Sebelum musnah dirampok waktu. SERIBU BULAN Goyang-goyangkan buah rembulan. Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan peluh rembulan. SUARA NAFAS BERDESA. SUARA DUA EKOR ANJING. (KapaiKapai: 41 – 42) Di ujung pengejaran mimpi dan harapan yang sia-sia itulah, kemiskinan, tradisi kerja yang menekan, ketersesatan hidup, harapan, kebodohan, dan kematian yang dia peroleh. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67 b. Penokohan Berdasarkan pembagian tokoh oleh Kosasih, teks drama KapaiKapai karya Arifin C. Noer ini memiliki tiga kategori. Pertama, tokoh protagonis yang meliputi: Abu dan Iyem. Kedua, tokoh antagonis yang meliputi: Emak dan Majikan. Ketiga, tokoh tritagonis yang meliputi: Yang Kelam, Bulan, Kakek, Raja Jin, Putri Cina, Pangeran, Bel, Burung, Katak, Rumput, Embun, Air, Batu, Jangkerik, Kambing, Pohon, Kelompok Kakek, Koor, Seribu Bulan, dan Gelandangan. Berikut ini analisis ketiga jenis penokohan tersebut. 1) Tokoh Protagonis Abu adalah seorang pesuruh kantor pada sebuah pabrik. Sebagai seorang pesuruh, ia memiliki banyak tugas dari majikannya. Ia juga menjadi tempat umpatan, hinaan, lemparan kesalahan, dan perlakuan yang tidak adil dari majikannya. a) SETELAH IA MENGENAKAN PAKAIANNYA SEBAGAI PESURUH KANTOR, TERDENGAR GEMURUH SUARA PABRIK. MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Abu!
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68 ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Bangsat kamu! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu daripada kerbau! (Kapai-Kapai: 5 – 6) b) YANG KELAM BERSAMA PASUKANNYA MEMUKUL LONCENG EMAS KERAS SEKALI. ARUS WAKTU DERAS MELANDA KEDUANYA. IYEM MELAHIRKAN DAN SETERUSNYA. ABU TERPUTAR DALAM RODA KERJA RUTINNYA. MAJIKAN Abu ! ABU Ya, tuan. MAJIKAN Abu ! ABU Ya, tuan. MAJIKAN Abu ! ABU Ya, tuan. SERIBU MAJIKAN MEMRINTAH ABU. MENJERAT LEHER ABU MENJERIT. SERIBU TANGAN MAJIKAN DI KEPALA ABU. (Kapai-Kapai: 16) c) ABU Dulu waktu saya masih bekerja di percetakan betul-betul saya sial. Hampir setiap jam saya kena marah. BEL Kenapa begitu?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69 ABU Tuan saya dulu mempunyai mulut yang lebar tapi suaranya seperti cicit tikus. Setiap dia memanggil saya selalu seperti tersumbat lehernya. Karenanya setiap kali ia hanya menghasilkan suara yang hanya bisa didengar setan. Tentu saja sangat kerap terjadi saya tidak segera mendengar panggilannya dan akhirnya dia marah-marah. Padahal kalau dia tahu diri, satu-satunya yang patut dimarahi adalah lehernya. (Kapai-Kapai: 36 – 37) Sebagai pesuruh, Abu juga harus tunduk pada semua perlakuan yang dibebankan padanya dari majikannya. Kutipan berikut menggambarkan bagaimana sosok Abu sebagai pesuruh yang harus taat dan tunduk pada perintah majikan. GEMURUH MESIN. SEBUAH KANTOR. PEKERJA-PEKERJA MAJIKAN II Jadi kau adalah ..ABU Ya, Tuan. MAJIKAN II Kau jangan lupa. Kau adalah ..ABU Saya, Tuan. MAJIKAN II Apapun yang terjadi kau adalah ..ABU Saya, Tuan. MAJIKAN Siapa namamu? ABU Abu, Tuan. MAJIKAN II Bukan. Kau adalah ..ABU Saya, Tuan. MAJIKAN II Hafalkan itu. ABU Saya, Tuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70 MAJIKAN II Bagaimana? ABU ..MAJIKAN II Bagus. Berapa jumlahnya? ABU Dua pendek satu panjang. MAJIKAN II Bagus. Berapa? ABU Dua pendek satu panjang. MAJIKAN II Bagus. Siapa namamu sebenarnya? ABU ..- (Kapai-Kapai: 33 – 34) Dalam kedudukan sosial sebagai seorang pesuruh, Abu dan keluarganya tergolong berstatus ekonomi di bawah garis kemiskinan. Ia harus mengalami kehidupan bersama Iyem, dalam penderitaan karena kemiskinannya. a) IYEM Kau jangan diam saja kayak sandal dobol. ABU Ada apa? IYEM Kau betul-betul sandal dobol. Hujan begini deras. Air sudah sampai lutut. Rumah ini seperti tak beratap. Wahai, mana pula langit? Ini bukan lagi bocor. Ya Tuhan. Dengan apa mesti kita hentikan hujan jahanam ini? Terlalu banyak musuh kita. Di darat. Di udara. Tuhan. Tuhan ABU
:…
IYEM Ya, Tuhan. Ya, Tuhan. Kau memang sandal dobol. Banjir. Banjir. Banjiiiir (Kapai-Kapai: 26 – 27) b) IYEM MENANGIS MENUBRUK ABU. IYEM Beras kita habis. Mamat dikeluarkan commit to user dari sekolahnya. Si siti ternyata bunting. Lotre kita tidak kena lagi. (Kapai-Kapai: 32)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71 Karena kemiskinannya itu pula ia dan istrinya merasakan kelaparan yang luar biasa. Bahkan dalam kasih sayangnya sebagai seorang ayah dan ibu, mereka harus tega membunuh bayi yang baru lahir. ABU Kita harus tahan. Setidaknya satu hari lagi. Anggap saja puasa. IYEM Ini hari yang kelima. Lapar. Lapar. Lapar. Lapar. Lapar. ABU Jangan dihitung IYEM Kaki saya mulai bengkak. ABU Nek. Nek. IYEM Kek. Kek. ABU Mereka pun tak akan dapat menolong. IYEM Kita bunuh saja. ABU Kelinci yang malang. IYEM Kita bunuh saja. ABU Matanya. IYEM Jangan tatap. Kita bunuh saja. Kita bunuh saja. ABU Orok itu akan mati juga. IYEM Tapi secara perlahan. ABU Anakku yang malang, semoga kau yang terakhir. IYEM Tapi dia lahir juga. (Kapai-Kapai: 38 – 39)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72 Di samping sebagai seseorang yang berstatus sosial rendah, Abu adalah tokoh yang bodoh. Dalam keadaan yang tertindas dan menderita, Abu terjerat oleh mimpi-mimpi dan harapannya. Dalam naskah drama ini diceritakan bagaimana Abu terobsesi pada mimpinya menjadi seorang pangeran rupawan sebagaimana dongeng Emak (hal. 3 – 4) serta menjadi seorang kesatria yang gagah berani melawan jin penculik Putri Cina (hal. 28 – 30). Ia juga mempunyai mimpi dan harapan untuk memperoleh Cermin Tipu Daya. Ia percaya, bahwa dengan Cermin Tipu Daya itulah ia dapat mewujudkan kehidupan yang kaya raya, berkuasa, dan menjadi seorang kesatria. Pola pikir tersebut membuatnya terombang-ambing dalam hidup karena hanya menggantungkan harapan pada hal yang semu. a) ABU Bagaimana keduanya bisa senantiasa selamat? MAJIKAN Abu! EMAK Berkat Cermin Tipu Daya. ABU Berkat Cermin Tipu Daya, Mak? MAJIKAN Abu! EMAK Semuanya berkat Cermin Tipu Daya. ABU Cuma berkat itu? MAJIKAN Abu! EMAK Cuma berkat itu. ABU Cuma. MAJIKAN Abu! Abu! ABU .... Di mana cermin itucommit dapat diperoleh, to user Mak?
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73 EMAK Jauh nun di sana kala semuanya belum ada. (Kapai-Kapai: 4 – 5) b) ABU Keduanya bahagia, Mak? EMAK Selalu bahagia. Selalu bahagia. ABU Berkat Cermin Tipu Daya, Mak? EMAK Berkat Cermin Tipu Daya. ABU Dimana Cermin itu dapat dibeli, Mak? EMAK Jauh nun di ujung dunia... disebuah toko milik Nabi Sulaiman... (Kapai-Kapai: 7 – 8)
c) ABU Saya tak butuh semua itu. Saya butuh Cermin Tipu Daya. KAKEK Apa itu Cermin Tipu Daya? ABU Cermin Tipu Daya adalah penangkis segala bala. Penyelamat segala Pangeran dalam dongeng purbakala. (Kapai-Kapai: 19 – 20) d) ABU Barangkali itu ujung dunia? KAKEK Memang salah satu ujungnya. Di sana Sorga. Di situ Neraka. ABU Di sana juga tinggal Nabi Sulaiman? KAKEK Oya. ABU Kalau begitu ada juga Cermin Tipu Daya? KAKEK Barangkali. Saya tidak begitu pasti. ABU Di jual?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74 KAKEK Kalau ada dengan cuma-cuma kau dapat memilikinya. ABU Kau pasti? (Kapai-Kapai: 22) e) ABU Aku telah mencarinya tapi aku tak menemukannya. EMAK Apa yang telah kau lakukan ? ABU Aku telah berusaha mencari ujung dunia. EMAK Buat apa ? ABU Aku perlu ke toko Nabi Sulaiman. Aku mau beli Cermin Tipu Daya. EMAK Kau pasti belum mendapatkannya. ABU Aku tidak mendapatkannya. EMAK Belum. ABU Aku tidak mendapatkan apa-apa. (Kapai-Kapai: 27 – 28) Penderitaan dan kesengsaraan memenuhi kehidupan Abu dan istrinya. Oleh karena itu, menjelang akhir cerita, Abu bersama Iyem mengembara untuk mencapai ujung dunia dan menemukan Cermin Tipu Daya. ABU Kalau begitu kita harus bergegas. Segera. IYEM Ke mana? ABU Ikut saja. Pasti gembira. IYEM Jauhnya. ABU Tidak begitu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75 IYEM Ke mana? ABU Ikut saja. IYEM Saya ingin tahu ke mana? ABU Ikut saja. IYEM Ke mana? ABU Ikut saja. IYEM Ke mana? ABU Ke ujung dunia. IYEM Buat apa? ABU Menjumpai Nabi Sulaeman. IYEM Apa perlunya. ABU Membeli sesuatu IYEM Apa? ABU Cermin Tipu Daya. IYEM Apa itu ? ABU Penangkis segala bala. Pembalas dendam. IYEM Kepada siapa ? ABU Entah. Setidak-tidaknya pada Sang Waktu. (Kapai-Kapai: 43 – 44)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76 Abu juga merupakan seorang yang jauh dari nilai-nilai agama. Ia sangat mudah percaya dengan harapan-harapan kosong yang diciptakan Emak. Melalui tokoh Kakek, Abu mendapatkan nasihat tentang hakikat kehidupan sebagai manusia yang beragama. Konsep Tuhan, neraka, surga, kematian, dan ujung waktu di dunia, disampaikan Kakek kepada Abu. a) KAKEK Di sana di sini sama saja. Semuanya tak berarti. Yang kau cari adalah agama. Tak ada obat yang paling mujarab selain agama. ABU Saya tidak sakit. KAKEK Tak ada tempat yang paling teduh dan tak ada obat pelelah selain agama. ABU Saya tidak cape. KAKEK Segala teka-teki silang pasti tertebak oleh agama. (Kapai-Kapai: 19) b) ABU Tuhan. KAKEK Yang menciptakan kita. ABU Kalau begitu Dia yang memulai segala ini? KAKEK Juga yang akan mengakhiri segalanya. ABU Mulai dan mengakhiri? KAKEK Membangun dan meruntuhkan sekaligus. ABU Saya jadi bodoh. KAKEK Kau memang bodoh. Dan ketika kau dihidupkan ajal disisipkan dalam salah satu tulang igamu. Dialah-Tuhan. ABU Tuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77 KAKEK Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan seisinya. Maka bersyukurlah kau kepadaNya. Maka bersembahlah kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada firman-firmanNya. Maka perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala larangan-laranganNya. Barang siapa melanggra neraka hukumannya. Barang siapa petuh sorga upahnya. ABU Neraka? KAKEK Api sengsara yang menjilat-jilat. ABU Sorga? KAKEK Bahagia di atas bahagia. ABU Barangkali itu ujung dunia? KAKEK Memang salah satu ujungnya. Di sana Sorga. Di situ Neraka. (KapaiKapai: 21 – 22) c) KAKEK Kau memang buta huruf. Dalam kitab agama lengkap segala tandatanda. ABU Kalau begitu tunjukilah saya cara menuju sorga. KAKEK Bersembahlah kau KepadaNya. ABU Baik. Berapa lama saya mesti menyembah? KAKEK Sampai kau mati. ABU Ha? KAKEK Sampai kau mati. Atau dengan kalimat yang lebih baik ; sampai saat kau dilepaskan dari beban jasmani. ABU Lalu kapan saya sempat mengecap sorga? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78 KAKEK Ketika kau mati. ABU Ha? (Kapai-Kapai: 23 – 24) 2) Tokoh Antagonis Tokoh antagonis dalam naskah Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer terdiri atas: Emak dan Majikan. Kedua tokoh ini adalah penentang terhadap tokoh Abu dan Iyem. Emak merupakan tokoh surealis. Kehadirannya dalam cerita tidak dapat diidentifikasi secara konkret. Sedangkan Majikan merupakan tokoh realis. Seorang tokoh yang dapat diidentifikasi secara konkret sebagai majikan di tempat Abu bekerja. Secara fungsional, ketiga tokoh ini memiliki peranan yang sama, yakni sebagai penyebab penderitaan yang dialami tokoh protagonis. Emak
adalah
tokoh
yang
berperan
sebagai
seorang
yang
mengungkung Abu dalam mimpi-mimpi dan harapannya tentang Cermin Tipu Daya, pangeran yang tampan dan kaya, kesatria yang gagah berani, dan ujung dunia tempat Cermin Tipu Daya itu berada. Ia mengendalikan pola pikir Abu tentang bagaimana menyelesaikan beban hidupnya. Melalui dongeng, Emak membangkitkan semangat Abu tentang mimpi-mimpi dan harapan yang kosong itu. a) EMAK Ketika prajurit-prajurit dengan tombak-tombaknya mengepung istana cahaya itu, sang Pangeran Rupawan menyelinap diantara pokok-pokok puspa, sementara air dalam kolam berkilau mengandung cahaya purnama. Adapun sang Putri Jelita, dengan debaran jantung dalam dadanya yang baru tumbuh, melambaikan setangan sutranya dibalik tirai merjan, dijendela yang sedang mulai ditutup oleh dayangdayangnya. Melentik air dari matanya bagai butir-butir mutiara. ABU Dan sang Pangeran, Mak? EMAK Dan Sang Pangeran, Nak? Duhai, seratus ujung tombak yang tajam berkilat membidik pada satu arah; purnama di angkasa berkerut wajahnya lantaran cemas, air kolam pun seketika membeku, segala commit tokelopaknya, user bunga pucat lesu mengatupkan dan...
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79 ABU Dan Sang Pangeran selamat, Mak? EMAK Selalu selamat. Selalu selamat. ... . ABU Bagaimana keduanya bisa senantiasa selamat? MAJIKAN Abu! EMAK Berkat cermin tipu daya. ABU Berkat Cermin Tipu Daya, Mak? MAJIKAN Abu! EMAK Semuanya berkat Cermin Tipu Daya. ABU Cuma berkat itu? MAJIKAN Abu! EMAK Cuma berkat itu. (Kapai-Kapai: 3 – 4) b) EMAK Anak yang ganteng tidak boleh menangis. Apakah kau tidak malu kepada Sang Putri Rupawan? Setelah mencuci kaki, kau harus mengenakan pakaianmu yang kotor, nanti emak akan mendongeng lagi. Sudah bersih kakimu? Ketika Sang Pangeran turun dari kudanya yang putih bersinar, ia melihat gua itu dikejauhan. Namanya gua cahaya tapi lebih sering disebut gua hantu. ABU (Ketakutan) EMAK Tidak usah takut. Ada Emak. Telah beratus-ratus ksatria dan raja-raja dan pangeran-pangeran yang mencoba menerobos gua itu, semuanya musnah dibunuh oleh hantu-hantu penjaga harta karun itu. Di angkasa serombongan mendung yang maha hebat membendung sang surya, sehingga alam yang siang menjadi gelap gulita. Sayup-sayup kelihatan pintu gua itu bagaikan mulut raksasa dengan sinar yang memancar dari dalam. Sang Pangerancommit menggeleng-gelengkan kepala kagum karena to user tahu sinar itu adalah sinar permata-permata yang tertimbun disana.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80 Tatkala angin pun sirna, Sang Pangeran telah memacu kudanya ke arah mulut gua. Tak ada suara kecuali derap kuda dengan ringkiknya. Ketika kuda itu berada didepan pintu gua, sekonyong-konyong serombongan mendung yang tebal tadi menyerang mengepung Sang Pangeran. Tahulah kini Sang Pangeran bahwa mendung itu adalah hantu-hantu. ABU Dan Sang Pangeran, Mak? EMAK Dan Sang Pangeran, Nak? Amboi, berjuta kuku dan taring lancip bagai ujung-ujung belati rapat mengancam Sang Pangeran; dari atas dari bawah, dari kiri dari kanan, dari muka dari belakang. Rupanya hantuhantu itu berdengus sehingga seketika erjadi topan dasyat yang amat bacin baunya. ABU Dan Sang Pangeran, Mak? EMAK Dan Sang Pangeran, Nak? Dengan Cermin Tipu Daya, kuku-kuku dan taring-taring yang berjuta-juta itu seketika mencair sehingga hujan deraslah yang kini ada. Maka dalam kehujanan itu pun, Sang Pangeran mengacungkan cerminnya dan terbukalah pintu gua dengan sendirinya. Langit telah kembali sebagai wajarnya, yang penuh cahaya surya ketika Sang Pangeran memboyong harta permata itu ke Istana Cahaya dimana Sang Putri menanti dipelaminan. (Kapai-Kapai: 6 – 7) Emak merupakan tokoh yang terus-menerus membuai Abu dengan dongeng-dongengnya. Eksistensi tokoh ini begitu kuat tertanam pada diri tokoh Abu dengan mimpi-mimpi dan harapan. Dengan demikian, Emak merupakan sosok yang begitu dekat dengan mimpi dan harapan Abu. Tidak ada Emak tanpa mimpi dan harapan Abu. Begitu pun sebaliknya, tak ada mimpi dan harapan Abu tanpa tokoh Emak ini. Dapat dikatakan, Emak merupakan mimpi dan harapan Abu. Dengan kemunculan tokoh Emak, Abu selalu mendapat semangat baru untuk menjalani hidup. Oleh karena itulah, tokoh ini bersifat surealis dan abstrak. ABU Aku sedikitpun tak goyah oleh pukulan-pukulan sang waktu. EMAK Kau tahu berkat apa?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81 ABU Berkat emak. EMAK Tidak begitu. Kau harus menyebutnya berkat harapan. DUET Ya berkah harapan, sekali lagi berkah harapan. Hanya harapan, peganglah selalu harapan. Obat mujarab bagi seluruh anggata keluarga. Sekali lagi jangan lupa: harapan. (Kapai-Kapai: 31) Berbeda dengan tokoh Emak, tokoh Majikan merupakan tokoh yang konkrit dan realis. Ia adalah majikan Abu. Secara denotatif, tokoh ini digambarkan sebagai tokoh yang kasar, suka memerintah, menghina, mengumpat, dan memperlakukan tokoh utama secara tidak adil. a) SETELAH PESURUH PABRIK.
IA MENGENAKAN PAKAIANNYA SEBAGAI KANTOR, TERDENGAR GEMURUH SUARA
MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Abu!
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82 ABU Hamba, Tuan MAJIKAN Bangsat kamu! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu daripada kerbau! (Kapai-Kapai: 5 – 6) b) MAJIKAN Abu! Abu! ABU (Diam) MAJIKAN Anjing! ABU (Merangkak) Ya, Tuan. MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. (Merangkak) MAJIKAN Ini pesangonmu! Keluar! Hancur perusahaan! (Kapai-Kapai: 31 – 32) Tokoh Majikan ini merupakan sumber penderitaan bagi Abu, di samping karena kemiskinan dan kebodohannya. Di tempat ia bekerja, Abu diperlakukan seperti robot yang tak mengenal lelah. Karakter dan sikap majikan yang cenderung memerintah, menghina, mengumpat, dan memperlakukan Abu semena-mena, menjadikan tokoh ini merupakan tokoh antagonis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83 3) Tokoh Tritagonis Tokoh tritagonis merupakan tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis (Kosasih, 2003: 270). Dalam naskah ini terdapat banyak tokoh yang termasuk dalam kelompok tokoh tritagonis, diantaranya: Yang Kelam, Bulan, Kakek, Raja Jin, Putri Cina, Pangeran, Bel, Burung, Katak, Rumput, Embun, Air, Batu, Jangkerik, Kambing, Pohon, Kelompok Kakek, Koor, Seribu Bulan, dan Gelandangan. Tokoh Yang Kelam dapat dipahami sebagai waktu yang kelam. Peranan yang dimiliki tokoh ini, di samping sebagai penyiksa Abu dan Iyem, ia adalah narator yang mengungkapkan perjalanan waktu kehidupan tokoh Abu dan Iyem. a) YANG KELAM Ini adalah tahun 1930 dan bukan tahun 1919. Kau harus segera mengenakan pakaian pesuruhmu. (Keluar) (Kapai-Kapai: 5) b) YANG KELAM BERSAMA PASUKANNYA MEMUKUL LONCENG EMAS KERAS SEKALI. ARUS WAKTU DERAS MELANDA KEDUANYA. IYEM MELAHIRKAN DAN SETERUSNYA. ABU TERPUTAR DALAM RODA KERJA RUTINNYA. (Kapai-Kapai: 16) c) YANG KELAM Ini adalah tahun 1941. Ini bukan tahun 1919. Dia dilahirkan di Salam, 6 km dari kota Solo. Dia dibesarkan di Semarang. Kemudian ia pindah ke Tegal. Kemudian ia pindah ke Cirebon. Kemudian ia pindah ke Jakarta. Kemudian ia akan mati pada tahun 1980. (Kapai-Kapai: 17) d) YANG KELAM Ini adalah tahun 1960. Ini bukan tahun 1919. Dia akan mati pada tahun 1980. Sudah waktunya kerut ditambah pada dahinya. (KapaiKapai: 27) Nama Yang Kelam bila diterjemahkan secara harfiah berarti ‘hitam’ atau ‘gelap’. Dikaitkan dengan perannya sebagai narator waktu kehidupan Abu di atas, dapat dimaknai sebagai perjalan waktu yang gelap dan hitam. Dari sudut pandang karakter tokoh ini, bisa dipahami bahwa Yang Kelam adalah sosok yang egois, beringas, kasar, dan penyiksa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84 a) YANG KELAM Jangan menyanyi. Mengeramlah kalau bisa atau diam. BULAN Aku hanya bisa menyanyi. Pun begitu nyanyian buakn pula milikku. YANG KELAM Perempuan cengeng. BULAN Lelaki kejam. Kembalikan Cermin Tipu Daya itu. (Kapai-Kapai: 11) b) YANG KELAM DENGAN PASUKANNYA DATANG. KAMAR BEDAH. YANG KELAM Salibkan ! (abu disalib) Salibkan (iyem pun ) ABU Akan di apakan saya? IYEM Akan di apakan saya? YANG KELAM Kalian selalu terlambat mengetahui. Ini adalah tahun 1974 dan bukan tahun 1919. Ini adalah saat kalian mengalami keajaiban dunia. Kalian akan menyaksikan karya besar dari Seniman besar (pada pasukannya) Yang perempuan dulu. Kurangi rambutnya. (iyem dicabuti rambutnya. Iyem berontak) ABU Kau apakan istri saya? Kau gila! IYEM Luar biasa sakitnya. Kau jangan diam saja. Sakitnya. YANG KELAM Berhenti dulu. ( Pada iyem) Apa yang kau rasakan? IYEM Saya merasa sedang dijerumuskan ke dalam sebuah jurang. Sangat gelap. Sangat dalam. Sedemikian mengawang tubuh saya meluncur. Serasa tubuh saya terbuat dari bulu jambu YANG KELAM Apalagi ? IYEM Matahari melesat. Bulan berpusing-pusing. YANG KELAM Kerjakan keduanya. Mulai mulai dari tulang-tulang sendinya (Abu dan commit to user Iyem dipukuli. Mereka berontak) garap rambutnya. Kurang. Sekarang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85 dahinya. Lengkap wajahnya. Gorok sedikit lehernya. Jangan lupa giginya! Sekarang matanya (Kapai-Kapai: 42 – 43) Tokoh Yang Kelam termasuk dalam tokoh tritagonis karena ia merupakan tokoh pembantu Emak. Dalam kisah tersebut tokoh Yang Kelam sangat patuh pada perintah Emak dalam memberikan guratan penderitaan kepada tokoh protagonis. EMAK Satu hal lagi; kita harus sistematik. Selama kita masing-masing tetap pada pos kita, Emak yakin tak satu pun pekerjaan kita yang meleset. YANG KELAM Dia tidur? EMAK Tidur, tidak. Tidak tidur, tidak. Seperti yang sudah-sudah, seperti yang lain-lain juga, ia sudah mati tapi ia tidak tahu. YANG KELAM Saya beritahu dia? EMAK Belum waktunya. Berapa umur kau? YANG KELAM Dua puluh satu. EMAK Kita perpanjang amat panjang. Pada usiamu yang ke 70 beritahulah dia. Ingat jangan ulang cara yang usang. (Kapai-Kapai: 9) Di samping itu, sebagaimana tokoh Emak, tokoh ini lebih bersifat surealis dan abstrak. Ia tidak dapat dipahami sebagai manusia yang realis dan konkret. Peranan yang dibawa lebih mengarah pada salah satu sumber penderitaan Abu dan Iyem dalam perjalanan hidupnya. Tokoh Bulan dan Kakek memiliki peranan yang relatif penting dalam perjalanan hidup Abu. Bulan divisualkan sebagai seorang wanita yang lembut dan pengayom bagi Abu dan Iyem. Bulan juga merupakan tokoh pengikut Emak, namun dalam berbagai kesempatan ia mencoba untuk membela dan memberikan sedikit kedamaian pada tokoh Abu. Dalam penderitaan dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86 harapan yang kosong, Bulan dan Seribu Bulan masih memberikan jalan bagi keduanya untuk menikmati sisa-sisa kehidupan mereka. a) BULAN Beritahu sekarang saja dia. EMAK Kau selalu punya belas, Bulan. BULAN Dia orang miskin. EMAK Justru akan kita perkaya. Ah, sudahlah. Kau dapat menolongnya dengan cara yang menghiburnya. Waktu Emak habis. Emak harus mengarang. (Kapai-Kapai: 9 – 10) b) BULAN Ya Abu, hanya sahwatlah hiburan sejati. KEDUANYA BERPANDANGAN. KEDUANYA NAIK SAHWAT. (Kapai-Kapai: 41) c) SUARA NAFAS BERDESA. SUARA DUA EKOR ANJING. SERIBU MENGELILINGI MEREKA. SERIBU BULAN Menyatu dalam nafas rembulan. Mengisap nafas harum rembulan. Goyang-goyangkan buah rembulan. (Keduanya Merangkak Mundur) goyang-goyangkan buah rembulan. Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan peluh rembulan. BULAN Awan sepotong dalam kelabu. Membalut tubuh adam dan hawa. Tandas-tandaskan sampai pun tua. Sebelum musnah dirampok waktu. SERIBU BULAN Goyang-goyangkan buah rembulan. Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan peluh rembulan. SUARA NAFAS BERDESA. SUARA DUA EKOR ANJING. (KapaiKapai: 42) Sementara Kakek dan Kelompok Kakek adalah tokoh pendukung Abu yang memberikan nasihat akan pentingnya agama dalam kehidupan tokoh utama ini. Hanyalah agama yang memberikan petunjuk dan pedoman bagi Abu dalam mencari kebahagiaan, baik di dunia maupun di akherat. Justru, selama ini Abu jauh dari nilai-nilai agama.commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87 a) KAKEK Di sana di sini sama saja. Semuanya tak berarti. Yang kau cari adalah agama. Tak ada obat yang paling mujarab selain agama. ABU Saya tidak sakit. KAKEK Tak ada tempat yang paling teduh dan tak ada obat pelelah selain agama. ABU Saya tidak cape. KAKEK Segala teka-teki silang pasti tertebak oleh agama. (Kapai-Kapai: 19) b) KAKEK Kau memang bodoh. Dan ketika kau dihidupkan ajal disisipkan dalam salah satu tulang igamu. Dialah-Tuhan. ABU Tuhan. KAKEK Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan seisinya. Maka bersyukurlah kau kepadaNya. Maka bersembahlah kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada firman-firmanNya. Maka perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala larangan-laranganNya. Barang siapa melanggra neraka hukumannya. Barang siapa petuh sorga upahnya. (Kapai-Kapai: 21 – 22) c) KAKEK Sudah waktu sembahyang. Sampai (Kelompok Kakek dalam Koor) KOOR Inggih KAKEK Hai manusia. KOOR Inggih. …. KAKEK Turut perintahNya. KOOR Inggih (Kapai-Kapai: 24 – 25) commit to user
cahaya
menimpa dirimu.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88 d) KAKEK Apa yang di rindu. Apa yang di mau. Apa yang dituju. Bahagia. KOOR Laras dan padu. Laras dan padu. Diri yang alit dan Diri yang maha. Laras dan padu, pasrah, sembah, pasrah sembah Bergayut diri padaNya. KAKEK Mengandung diri dalam keagunganNya. kebahagianNya. Hai manusia.
Bahagia kita dalam
KOOR Inggih. KAKEK Hai manusia. KOOR Inggih. KAKEK Menyatulah dalam diriNya. KOOR Inggih. (Kapai-Kapai: 26) Tokoh tritagonis yang lain dalam naskah drama ini meliputi: Bel, Burung, Katak, Rumput, Embun, Air, Batu, Jangkerik, Kambing, Pohon, dan Gelandangan. Keseluruhan tokoh tersebut keberadaannya dalam cerita ialah sebagai pendukung tokoh utama (Abu dan Iyem). Tokoh-tokoh seperti: Burung, Katak, Rumput, Embun, Air, Batu, Jangkerik, Kambing, dan Pohon, mewakili alam yang berfungsi mendukung gambaran betapa tokoh utama mengalami ketersesatan di dalam perjalanannya mencari ujung dunia. Kemunculan tokohtokoh tersebut menegaskan bahwa Abu dan istrinya tidak memiliki pedoman agama yang kuat. ABU Burung, di manakah ujung dunia? BURUNG Di sana. ABU Katak, di manakah ujung dunia? KATAK Di sana.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89 ABU Rumput, dia manakah ujung dunia? RUMPUT Di sana. ABU Embun, di manakah ujung dunia? EMBUN Di sana. ABU Air, di manakah ujung dunia? AIR Di sana. (semua menertawakan abu) ABU Batu, di manakah ujung dunia? BATU Di sana. (semua menertawakan abu) ABU Jangkerik, di manakah ujung dunia? JANGKERIK Di sana. (semua menertawakan abu) ABU Kambing, di manakah ujung dunia? KAMBING Di sana. ABU Kambing, di manakah di sana? (Kapai-Kapai: 18 – 19) Adapun tokoh Bel dalam cerita juga mendukung gambaran rutinitas kerja Abu sehari-hari. Ia membantu Abu agar tidak terlambat ketika dipanggil majikannya (hal. 35 – 38). a) ABU KETAWA. KELOMPOK KAKEK LEWAT. YANG KELAM LEWAT. ABU MEMANGGIL BEL. BEL Bagaimana? Senang? ABU Luar biasa. Banyak kau bantu saya. BEL Titik titik setrip
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90 ABU Ada apa? BEL Tidak apa-apa. Saya hanya ingin memanggil namamu. ABU Senang saya. (Kapai-Kapai: 35 – 36) b) ABU Saya senang sama kamu. BEL Saya harap begitu. ABU Kehadiranmu sungguh-sungguh membantu pekerjaan saya. Kau telah membuat saya menjadi seorang yang gesit. Bel. (Kapai-Kapai: 37) Tokoh Gelandangan yang muncul di akhir cerita, yakni ketika tokoh Abu mengembara bersama Iyem untuk menemukan ujung dunia (hal. 51 – 59). Ia bertemu dengan tokoh Gelandangan yang memiliki nasib yang sama dengan dirinya. a) GELANDANGAN UMUMNYA CACAT BADAN. SEMUA MENYUARAKAN NAFAS MEREKA. MEREKA LAPAR. SANGAT LAPAR. MEREKA HAUS. SANGAT HAUS. SANGAT CAPE. A Mari kita mengheningkan cipta bagi arwah-arwah pahlawan kita yang telah gugur di medan juang. Mengheningkan cipta mulai. (Musik) Mengheningkan cipta selesai. Terima kasih. MEREKA MENYUARAKAN NAFAS. LAPAR. HAUS. CAPE SEKALI. B Mari kita bertempur. SEMUA Mari. B Kita bertempur mati-matian. SEMUA Setuju. (Kapai-Kapai: 51)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91 b) ABU Persetan buat apa? Setelah kalian temukan pangkal kemelaratan kalian, lalu kalian cincang-cincang, setelah puas kalian muntahkan, dendam purba itu, apa yang kalian dapatkan? Bahkan kalian habiskan tenaga sia-sia. Persoalannya sangat menyakitkan sekali; kenapa kalian terlempar kesini? Barangkali sunyi yang mendorong Ia menciptakan kita. SEMUA Kenapa? ABU Kita dikutuk! SEMUA Kenapa? ABU Sunyi biang keladinya. SEMUA Kenapa? ABU Tak ada waktu untuk kenapa. Lebih baik kalian ikut saja. Kita pergi menuju kaki langit. SEMUA Kemana? ABU Ke ujung dunia. SEMUA Ke mana? ABU Ke toko Nabi Sulaiman. SEMUA Buat apa? ABU Untuk membebaskan kita dari kutuk ini. (Kapai-Kapai: 55) Ketiga jenis tokoh di atas merupakan pembagian tokoh menurut Kosasih berdasarkan peranannya dalam cerita. Pengelompokan tokoh cerita menurut Waluyo (2002: 14) ada tiga, yaitu tokoh sentral, tokoh utama, dan tokoh pembantu. Tokoh sentral dalam naskah drama Kapai-Kapai ialah Abu dan Emak. Tokoh utamanya ialah Majikan, Iyem, Yang Kelam, Bulan, dan Kakek. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92 Sedangkan tokoh pembantu dalam cerita tersebut ialah Seribu Bulan, Pangeran, Putri Cina, Raja Jin, Bel, Burung, Katak, Rumput, Embun, Air, Batu, Jangkerik, Kambing, Pohon, dan Gelandangan. 1) Tokoh Sentral Tokoh sentral merupakan tokoh yang paling menentukan jalannya cerita (Waluyo, 2002: 14). Tokoh sentral dapat berupa tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Dalam kisah drama Kapai-Kapai, tokoh sentral meliputi tokoh Abu dan Emak. Kedua tokoh tersebut sangat menentukan jalannya cerita. Abu merupakan tokoh yang disorot dari awal hingga akhir. Sedangkan Emak adalah tokoh yang sangat menentukan langkah Abu dalam menjalani kehidupannya. a) EMAK Sekarang kau harus tidur. Anak yang ganteng mesti tidur sore-sore. ABU Sang Pangeran juga tidur sore-sore, Mak? EMAK Tentu. Sang Pangeran juga tidur sore-sore karena dia anak yang ganteng. Kau seperti Sang Pangeran Rupawan. (Kapai-Kapai: 4) b) EMAK Wajahmu merah karena darah yang padat gairah. ABU Aku sedikit pun tak goyah oleh pukulan-pukulan waktu. EMAK Kau tahu berkat apa? ABU Berkat Emak. EMAK Tidak begitu. Kau harus menyebutnya berkat harapan. DUET Ya berkat harapan. Sekali lagi berkat harapan. Hanya harapan. Peganglah selalu harapan. Obat mujarab bagi seluruh anggota keluarga. Sekali lagi jangan lupa: Harapan. (Kapai-Kapai: 32) Tokoh Emak selalu berusaha memperdaya Abu dengan dongengdongeng. Ia membuat Abu percaya bahwa penderitaan hidup yang ia rasakan dapat dihilangkan dengan Cermin Tipu to Daya. commit user Tertanamnya pola pikir demikian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93 mendorong Abu untuk mencari ujung dunia yang terdapat toko Nabi Sulaiman yang menjual cermin itu. a) ABU Bagaimana keduanya bisa senantiasa selamat? MAJIKAN Abu ! EMAK Berkat cermin tipu daya. ABU Berkat Cermin Tipu Daya, Mak? MAJIKAN Abu ! EMAK Semuanya berkat Cermin Tipu Daya. ABU Cuma berkat itu? MAJIKAN Abu! EMAK Cuma berkat itu. (Kapai-Kapai: 4) b) ABU Aku perlu ke toko Nabi Sulaiman. Aku mau beli Cermin Tipu Daya. EMAK Kau pasti belum mendapatkannya. ABU Aku tidak mendapatkannya. EMAK Belum. ABU Aku tidak mendapatkan apa-apa. EMAK Belum. Ah, jangan suka beraduh kesah. Yang sangat kau perlukan sekarang adalah rekreasi banyak-banyak. Emak bawa oleh-oleh. (Tepuk) (Kapai-Kapai: 28) c) ABU Bukan main, siapa pula menusuk-nusuk ini lutut, pinggang seperti commit to user digerogoti semut. Jam berapa sekarang? (serentak lonceng, bel
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94 berbunyi. Mereka berpacu dengan sang waktu). Kalau begitu kita harus bergegas. Segera. IYEM Ke mana? ABU Ikut saja. Pasti gembira. IYEM Jauhnya. Kemana? ABU Ikut saja. IYEM Saya ingin tahu kemana? ABU Ke ujung dunia. IYEM Buat apa? ABU Menjumpai Nabi Sulaiman. IYEM Apa perlunya? ABU Membeli sesuatu. IYEM Apa? ABU Cermin Tipu Daya. IYEM Apa itu ? ABU Penangkis segala bala. Pembalas dendam. (Kapai-Kapai: 43 – 44) 2) Tokoh Utama Tokoh utama yaitu tokoh yang mendukung atau menentang tokoh sentral. Tokoh ini dapat berupa tokoh tritagonis. Dalam naskah drama KapaiKapai ini, terdapat lima tokoh utama. Tokoh Iyem dan Kakek yang mendukung tokoh Abu; tokoh Majikan yang menentang tokoh Abu; serta tokoh Yang Kelam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95 dan Bulan yang selalu menuruti perintah tokoh Emak untuk menuntun jalan Abu sesuai skenario Emak. Dalam cerita, Iyem adalah istri dari tokoh Abu. Ia hidup bersama Abu dalam suka maupun duka. Iyem banyak melontarkan keluhan dalam dialogdialognya. Meskipun ia sedikit galak terhadap Abu, tetapi terkadang ia dapat menjadi seorang istri yang manja ketika dirinya mengandung. a) ABU (Bingung) Jam berapa, Yem? IYEM Jam berapa ? Beduk sampai coblos dipalu orang juga kau masih enakenak ngorok. Apa kamu tidak mau kerja? ABU Bukan begitu. IYEM Baik kalau kamu mau enak-enak ngorok biar saya yang kerja. Apa dikira tidak bisa? Saya kira saya masih cukup montok untuk melipat seribu lelaki hidung belang di ketiak saya. (Kapai-Kapai: 12) b) IYEM MENANGIS MENUBRUK ABU IYEM Beras kita habis. Mamat dikeluarkan dari sekolahnya. Si Siti ternyata bunting. Lotre kita tidak kena lagi. (Kapai-Kapai: 32) c) IYEM Kita terlalu amat lelah. ABU Bukan main. Langit seolah menekan pundak. IYEM Tiga orang mayat anak kita. ABU Seorang lagi mayat cucu kita. IYEM Kita terlalu amat lelah. ABU Bukan main, siapa pula menusuk-nusuk ini lutut, pinggang seperti digerogoti semut. Jam berapa sekarang? (serentak lonceng, bel berbunyi. Mereka berpacu dengan sang waktu). Kalau begitu kita harus bergegas. Segera. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96 IYEM Ke mana? ABU Ikut saja. Pasti gembira. IYEM Jauhnya. Kemana? ABU Ikut saja. IYEM Saya ingin tahu kemana? ABU Ke ujung dunia. IYEM Buat apa? ABU Menjumpai Nabi Sulaiman. IYEM Apa perlunya? ABU Membeli sesuatu. IYEM Apa? ABU Cermin Tipu Daya. IYEM Apa itu? ABU Penangkis segala bala. Pembalas dendam. (Kapai-Kapai: 43 – 44) d) IYEM Kita berteduh. ABU Di mana? IYEM Tak penting di mana. ABU Seluruh teras toko sudah penuh dengan gelandangan, bekas tetangga kita juga. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97 IYEM Itu ada teras restoran cina. (Kapai-Kapai: 37) Tokoh Kakek termasuk tokoh utama, karena ia mendukung tokoh Abu dengan menunjukkan jalan yang benar. Ia mencoba membuka pikiran Abu dan mengingatkan tentang agama dan Tuhan. a) KAKEK Di sana di sini sama saja. Semuanya tak berarti. Yang kau cari adalah agama. Tak ada obat yang paling mujarab selain agama. ABU Saya tidak sakit. KAKEK Tak ada tempat yang paling teduh dan tak ada obat pelelah selain agama. (Kapai-Kapai: 19) b) KAKEK Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan seisinya. Maka bersyukurlah kau kepadaNya. Maka bersembahlah kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada firman-firmanNya. Maka perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala larangan-laranganNya. Barang siapa melanggra neraka hukumannya. Barang siapa petuh sorga upahnya. ABU Neraka? KAKEK Api sengsara yang menjilat-jilat. ABU Sorga? KAKEK Bahagia di atas bahagia. (Kapai-Kapai: 21 – 22) c) KAKEK Kau memang buta huruf. Dalam kitab agama lengkap segala tandatanda. ABU Kalau begitu tunjukilah saya cara menuju sorga. KAKEK Bersembahlah kau KepadaNya. ABU to user Baik. Berapa lama sayacommit mesti menyembah?
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98 KAKEK Sampai kau mati. (Kapai-Kapai: 23) Selain tokoh Iyem dan Kakek yang mendukung tokoh Abu, terdapat tokoh Majikan yang menentang tokoh Abu. Dalam hal ini, menentang yang dimaksud ialah menjadi salah satu penyebab kesengsaraan tokoh sentral, Abu. a) MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan. MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan. MAJIKAN Bangsat kamu! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau. (Kapai-Kapai: 6) b) MAJIKAN Abu! ABU Ya, Tuan. MAJIKAN Abu! ABU Ya, Tuan. SERIBU MAJIKAN MEMERINTAH ABU. MENJERAT LEHER ABU MENJERIT. SERIBU TANGAN MAJIKAN DI KEPALA ABU. (Kapai-Kapai: 16) c) MAJIKAN Abu! Abu! ABU (Diam) MAJIKAN Anjing! ABU (Merangkak) Ya, Tuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99 MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. (Merangkak) MAJIKAN Ini Pesangonmu! Keluar! Hancur Perusahaan! (Kapai-Kapai: 31 – 32) Tokoh Yang Kelam dan Bulan merupakan tokoh utama yang mendukung tokoh sentral, Emak. Kedua tokoh tersebut tunduk pada perintah Emak untuk menyengsarakan hidup Abu. a) EMAK Bulan! BULAN Ya, Mak. EMAK Selimuti keduanya. BULAN Kalau dia terbangun. EMAK Tidurkan lagi. BULAN Kalau dia terjaga lagi? EMAK Mabukkan dia. BULAN Kalau sadar lagi? EMAK Pingsankan dia. BULAN Kalau dia siuman lagi?commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100 EMAK Itu urusan Yang Kelam. Sekarang Emak akan menyelesaikan karangan Emak yang terakhir. Aneh sekali dalam roman Emak kali ini Abu telah mulai menemukan kunci teka-teki kita. Ia semakin menginsyafi bagaimana selama ini ia kita perdayakan. Namun bagaimana pun, Emak tetap berharap ia akan tetap patuh kepada kita. Sudah menjadi kodratnya bagaimana pun ia memerlukan hiburan dan hanya kitalah yang mampu memenuhi kebutuhan itu. Tetapi juga ini tidak berarti bahwa kita bisa bekerja secara improvisasi seperti yang sudah-sudah. Di manakah Yang Kelam? YANG KELAM Saya di sini, Mak. EMAK Kau dengar apa yang baru Emak katakan? YANG KELAM Tak satu kata pun lewat dari telingaku, Mak. EMAK Satu hal lagi; kita harus sistematik. Selama kita masing-masing tetap pada pos kita, Emak yakin tak satu pun pekerjaan kita yang meleset. (Kapai-Kapai: 8 – 9) b) BULAN (Menyanyi) Andai kau tergoda jangan salahkan daku. Cahayaku memancar pun bukan milikku. Kecantikkanku pun bukan milikku. YANG KELAM Jangan nyanyikan nyanyian itu lagi nanti Emak marah lagi. (KapaiKapai: 10) c) EMAK Bulan. BULAN Iya Mak. EMAK Yang Kelam. YANG KELAM Saya, Mak. EMAK Pekerjaan kita hampir selesai. YANG KELAM Sepuluh putaran lagi, Mak. (Kapai-Kapai: 45) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101 3) Tokoh Pembantu Tokoh pembantu dapat disebut juga tokoh pelengkap. Dalam naskah drama Kapai-Kapai, yang termasuk tokoh pembantu meliputi: Seribu Bulan, Pangeran, Putri Cina, Raja Jin, Bel, Burung, Katak, Rumput, Embun, Air, Batu, Jangkerik, Kambing, Pohon, dan Gelandangan. Tokoh Seribu Bulan merupakan tokoh yang membantu tokoh Bulan untuk membawa Abu ke dalam nikmat dunia. Ia membantu melelapkan Abu dan Iyem dalam kemesraan. SERIBU BULAN Menyatu dalam nafas rembulan. Mengisap nafas harum rembulan. Goyang-goyangkan buah rembulan. (Keduanya Merangkak Mundur) Goyang-goyangkan buah rembulan. Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan peluh rembulan. BULAN Awan sepotong dalam kelabu. Membalut tubuh Adam dan Hawa. Tandas-tandaskan sampai pun tua. Sebelum musnah dirampok waktu. SERIBU BULAN Goyang-goyangkan buah rembulan. Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan peluh rembulan. (Kapai-Kapai: 42) Tokoh Pangeran, Putri Cina, dan Raja Jin merupakan tokoh dongeng yang
diceritakan
Emak.
Tokoh-tokoh
tersebut
semakin
menguatkan
kepercayaan Abu kepada Emak bahwa Cermin Tipu Daya dapat memberikan kebahagiaan dan keselamatan. PANGERAN Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku? Sudah rabun matamu? RAJA JIN Oh, oh, oh Cermin Tipu Daya. Cair aku. Cair aku oleh sinarnya. Tolong. Tolooong. PUTRI CINA Terima kasih, Tuan, terima kasih. Pertolongan tuan menyelamatkan diriku sebagai perawan. Terima kasih tua, oh saya masih tetap bersih. Tuan, maukah tuan, e e, saya ingin jadi istri tuan. (Kapai-Kapai: 30) Jika ada tokoh Majikan yang selalu menekan Abu di tempat ia bekerja, maka di sana pun terdapat tokoh Bel yang sedikit membantu pekerjaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102 Abu. Tokoh Bel ini membantu memanggil Abu saat sang Majikan membutuhkannya. Suara yang dihasilkan Bel lebih nyaring daripada suara Majikan sehingga Abu dapat tepat waktu memenuhi panggilan. BEL Tet tet teeeeet. ABU Saya yakin saya akan tetap gesit bekerja sampai umur saya 60 tahun. Selama kau tetap ada maksud saya. BEL Tentu. Saya akan tetap setia membantumu. ABU Sejak sekarang saya akan bergantung kepadamu. BEL Tentu. ABU Suaramu jelas lebih lantang daripada jerit Pak Direktur. BEL O ya. ABU Dulu waktu saya masih bekerja di percetakan betul-betul sial saya. Hampir setiap jam saya kena marah. BEL Kenapa begitu? ABU Tuan saya dulu mempunyai mulut yang lebar tapi suaranya seperti cicit tikus. Setiap dia memanggil saya selalu seperti tersumbat lehernya. Tentunya saja saya sangat kerap tidak mendengar panggilannya dan akibatnya dia marah-marah. Padahal kalau dia tahu diri, satu-satunya yang patut dimarahi adalah lehernya. (Kapai-Kapai: 36 – 37) Tokoh-tokoh seperti Burung, Katak, Rumput, Embun, Air, Batu, Jangkerik, Kambing, dan Pohon merupakan tokoh pelengkap yang hanya memiliki sedikit peran. Tokoh-tokoh tersebut menggambarkan kegundahan Abu dalam mencari Cermin Tipu Daya. Mereka adalah tokoh yang muncul ketika Abu memulai untuk mencari ujung dunia di mana Cermin Tipu Daya berada. ABU Burung, di manakah ujung dunia? commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103 BURUNG Di sana. ABU Katak, di manakah ujung dunia? KATAK Di sana. ABU Rumput, dia manakah ujung dunia? RUMPUT Di sana. ABU Embun, di manakah ujung dunia? EMBUN Di sana. ABU Air, di manakah ujung dunia? AIR Di sana. (semua menertawakan abu) ABU Batu, di manakah ujung dunia? BATU Di sana. (semua menertawakan abu) ABU Jangkerik, di manakah ujung dunia? JANGKERIK Di sana. (semua menertawakan abu) ABU Kambing, di manakah ujung dunia? KAMBING Di sana. ABU Kambing, di manakah di sana? KAMBING Di sana. ABU Pohon, di manakah di sana? POHON to user Di sana. (Kapai-Kapai:commit 18 – 19)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
Tokoh pembantu yang muncul pada akhir cerita ialah Gelandangan. Tokoh ini bersama-sama Abu mencari ujung dunia untuk menemukan Cermin Tipu Daya yang dipercayai Abu untuk dapat mengeluarkan mereka dari penderitaan hidup. a) GELANDANGAN UMUMNYA CACAT BADAN. SEMUA MENYUARAKAN NAFAS MEREKA. MEREKA LAPAR. SANGAT LAPAR. MEREKA HAUS. SANGAT HAUS. SANGAT CAPE. (Kapai-Kapai: 51) b) SEMUA Mencari kambing hitam. ABU Persetan buat apa ? Setelah kalian temukan pangkal kemelaratan kalian, lalu kalian cincang-cincang, setelah puas kalian muntahkan, dendam purba itu, apa yang kalian dapatkan ? Bahkan kalian habiskan tenaga sia-sia. Persoalannya sangat menyakitkan sekali ; kenapa kalian terlempar kesini ? Barangkali sunyi yang mendorong ia menciptakan kita. SEMUA Kenapa? ABU Kita dikutuk! SEMUA Kenapa? ABU Sunyi biang keladinya. SEMUA Kenapa? ABU Tak ada waktu untuk kenapa. Lebih baik kalian ikut saja. Kita pergi menuju kaki langit. SEMUA Kemana? ABU Ke ujung dunia. (Kapai-Kapai: 55) Keseluruhan tokoh di atas, dalam drama Kapai-Kapai, memberikan gambaran kehidupan Abu. Ketersesatan hidup, rutinitas kerja seperti commit menempuh to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105 mesin dan robot, keterasingan dari nilai-nilai agama, dan sifat-sifat kebinatangan (sex) sebagai satu-satunya yang masih tersisa dalam hidup Abu.
c. Alur Alur cerita dalam naskah drama ini dijalin berdasarkan adegan-adegan dari awal sampai akhir. Sebagai bangunan berstruktur instrinsik, adegan-adegan dalam karya ini menunjukkan struktur alur yang tidak teratur. Satu alur dipotong dengan munculnya adegan lainnya. Hal itu berjalan terus sehingga muncul kesan terjadinya ketidakteraturan alur. Alur tentang dongeng Emak, misalnya, dipotong oleh adegan kerja Abu sebagai pesuruh kantor dan adegan mimpi Abu sebagai pangeran, baru kemudian kembali kepada alur dongeng Emak. Demikian juga terjadi dalam gerakan alur selanjutnya yang terpenggal dengan masuknya adegan yang lain. Ketidakteraturan struktur alur di atas semakin tampak pada bagian kedua (hal. 18 – 32). Enam adegan dalam bagian kedua ini, mengungkapkan peristiwa berbeda yang tidak memiliki kesinambungan sebab akibat (kronologis) sebagaimana prinsip-prinsip alur. Adegan kebingungan Abu mencari ujung dunia, dialog Kakek dan Abu tentang hakikat hidup, tempat tinggal Abu yang tergenang air hujan, dongeng Raja Jin menculik Putri Cina, bayangan perjalan Abu ke ujung dunia, hinaan dan perlakuan kasar Majikan kepada Abu, dan adegan kesedihan Iyem yang hamil, merupakan serentetan adegan yang terjalin menjadi pergerakan alur yang tidak teratur. Berdasar pada pendapat Waluyo (2002: 147) plot sebuah cerita dibagi menjadi tujuh: a. eksposisi; b. inciting moment; c. rising action; d. complication; e. climax; f. falling action; dan g. denonement (penyelesaian). Tahap yang pertama yaitu eksposisi atau situation. Tahap ini merupakan tahap perkenalan tokoh-tokoh dan jalan cerita. Bagian pertama termasuk dalam tahap eksposisi. Pada bagian pertama, pengarang memunculkan tokoh-tokoh sentral dan utama. Terdapat sembilan adegan dalam bagian pertama. Adegan satu dan empat merupakan pengenalan tokoh sentral yang menentukan commit jalannya cerita, yakni Abu dan Emak (hal.to3 user – 5, 6 – 8).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106 ABU Dan sang Putri, Mak? EMAK Dan sang Putri, Nak? Malam itu merasa lega hatinya dari tindihan kecemasan. Ia pun berguling-guling bersama Sang Pangeran dalam mimpi yang sangat panjang, diaman seribu bulan menyelimuti kedua tubuh yang indah itu penuh cahaya. ABU Dan bahagia, Mak? EMAK Selalu bahagia. Selalu bahagia. MAJIKAN Abu! EMAK Sekarang kau harus tidur. Anak yang ganteng mesti tidur sore-sore. ABU Sang Pangeran juga tidur sore-sore, Mak? EMAK Tentu. Sang Pangeran juga tidur sore-sore karena dia anak yang ganteng. Kau seperti Sang Pangeran Rupawan. MAJIKAN Abu! ABU Mak? MAJIKAN Abu ! ABU Bagaimana keduanya bisa senantiasa selamat? MAJIKAN Abu! EMAK Berkat cermin tipu daya. ABU Berkat Cermin Tipu Daya, Mak? MAJIKAN Abu! EMAK Semuanya berkat Cermin Tipu Daya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107 ABU Cuma berkat itu? MAJIKAN Abu ! EMAK Cuma berkat itu. (Kapai-Kapai: 3 – 4) Adegan-adegan tersebut menunjukkan usaha Emak untuk memperdaya Abu agar terbuai dengan dongeng-dongengnya. Melalui dongeng yang diceritakan Emak, Abu mulai menggantungkan harapannya untuk memperoleh Cermin Tipu Daya yang dapat menghapus penderitaan hidupnya.
Pada adegan dua hanya
terdapat monolog tokoh Yang Kelam yang memperlihatkan dirinya sebagai narator. YANG KELAM Ini adalah tahun 1930 dan bukan tahun 1919. Kau harus segera mengenakan pakaian pesuruhmu (Keluar) (Kapai-Kapai: 5) Pada bagian satu, adegan satu dan tiga memunculkan tokoh Majikan yang menunjukkan kewenangannya dalam memerintah Abu sebagai pesuruhnya (hal. 4 – 6). Adegan lima dan enam memunculkan tokoh Bulan, serta memperlihatkan kepatuhan tokoh Bulan dan Yang Kelam kepada Emak (hal. 8 – 10). Kedua tokoh tersebut selalu menuruti instruksi-instruksi dari Emak untuk semakin memperdaya Abu. Pada adegan tujuh tokoh Iyem, istri Abu, menunjukkan gambaran rumah tangga mereka yang masih terhimpit kebutuhan hidup. ABU (Bingung) Jam berapa, Yem? IYEM Jam berapa? Beduk sampai coblos dipalu orang juga kau masih enakenak ngorok. Apa kamu tidak mau kerja? ABU Bukan begitu. IYEM Baik kalau kamu mau enak-enak ngorok biar saya yang kerja. Apa dikira tidak bisa? Saya kira saya masih cukup montok untuk melipat seribu lelaki hidung belang di ketiak commit to usersaya. (Kapai-Kapai: 12)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108 Kedua, yaitu tahap inciting moment atau disebut juga generating circumstances. Pada tahap ini mulai muncul peristiwa-peristiwa yang berpotensi menimbulkan masalah. Peristiwa-peristiwa tersebut nantinya akan berkembang menjadi konflik. Inciting moment telah muncul pada bagian satu. Pada adegan tiga, bersamaan dengan kemunculan tokoh Majikan, Abu mengalami tekanan di tempatnya bekerja (hal. 5 – 6)
MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan. MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan. MAJIKAN Bangsat kamu! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau. (Kapai-Kapai: 6) Kemudian pada adegan tujuh, dimunculkan pula tokoh istri Abu, Iyem, yang mengatakan bahwa ia mengandung (hal. 12 – 16). Dalam keadaan ekonomi keluarga yang sangat rendah, celaan dari Majikan dan fakta mengenai kehamilan Iyem akan menjadi titik mula konflik. IYEM Saya bunting kau tidak tahu. ABU Bunting? Kau bunting? IYEM Kata Emak. ABU Kau bunting? (Kapai-Kapai: 13) Ketiga, tahap rising action. Tahap ini digambarkan dengan munculnya peristiwa pemicu konflik secara terus-menerus. Tahap ini juga disebut dengan complication. Adanya tokoh Kakek pada bagian dua adegan satu hingga adegan tiga menyiratkan ketidakpahaman Abu mengenai ajaran agama (hal. 19 – 26). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109 1) KAKEK Di sana di sini sama saja. Semuanya tak berarti. Yang kau cari adalah agama. Tak ada obat yang paling mujarab selain agama. ABU Saya tidak sakit. KAKEK Tak ada tempat yang paling teduh dan tak ada obat pelelah selain agama. ABU Saya tidak cape. KAKEK Segala teka-teki silang pasti tertebak oleh agama. (Kapai-Kapai: 19) 2) KAKEK Tuhan. ABU Tuhan. KAKEK Yang menciptakan kita. ABU Tuhan. KAKEK Yakinlah. ABU Kalau begitu Dia yang memulai segala ini? KAKEK Juga yang akan mengakhiri segalanya. ABU Mulai dan mengakhiri? KAKEK Membangun dan meruntuhkan sekaligus. ABU Saya jadi bodoh. KAKEK Kau memang bodoh. Dan ketika kau dihidupkan ajal disisipkan dalam salah satu tulang igamu. Dialah-Tuhan. ABU Tuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110 KAKEK Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan seisinya. Maka bersyukurlah kau kepadaNya. Maka bersembahlah kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada firman-firmanNya. Maka perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala larangan-laranganNya. Barang siapa melanggar neraka hukumannya. Barang siapa patuh sorga upahnya. (Kapai-Kapai: 21 – 22) 3) KAKEK Kau memang buta huruf. Dalam kitab agama lengkap segala tandatanda. ABU Kalau begitu tunjukilah saya cara menuju sorga. KAKEK Bersembahlah kau KepadaNya. ABU Baik. Berapa lama saya mesti menyembah? KAKEK Sampai kau mati. ABU Ha? KAKEK Sampai kau mati. Atau dengan kalimat yang lebih baik; sampai saat kau dilepaskan dari beban jasmani. ABU Lalu kapan saya sempat mengecap sorga? KAKEK Ketika kau mati. ABU Ha? (Kapai-Kapai: 23) Hal itu menjadi salah satu alasan kegundahan hati Abu dalam menemukan ujung dunia. Sementara itu, tokoh Emak dalam bagian satu adegan empat (hal. 6 – 8) dan bagian dua adegan enam sampai delapan (hal. 27 – 31) terus menjejali pemikiran Abu melalui dongeng-dongeng yang dapat berakhir bahagia dengan bantuan Cermin Tipu Daya. 1) EMAK Anak yang ganteng tidak boleh menangis. Apakah kau tidak malu kepada Sang Putri Rupawan? Setelah mencuci kaki, kau harus commit to user mengenakan pakaianmu yang kotor, nanti emak akan mendongeng
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111 lagi. Sudah bersih kakimu? Ketika Sang Pangeran turun dari kudanya yang putih bersinar, ia melihat gua itu dikejauhan. Namanya gua cahaya tapi lebih sering disebut gua hantu. ABU (Ketakutan) EMAK Tidak usah takut. Ada Emak. Telah beratus-ratus ksatria dan raja-raja dan pangeran-pangeran yang mencoba menerobos gua itu, semuanya musnah dibunuh oleh hantu-hantu penjaga harta karun itu. Di angkasa serombongan mendung yang maha hebat membendung sang surya, sehingga alam yang siang menjadi gelap gulita. Sayup-sayup kelihatan pintu gua itu bagaikan mulut raksasa dengan sinar yang memancar dari dalam. Sang Pangeran menggeleng-gelengkan kepala kagum karena tahu sinar itu adalah sinar permata-permata yang tertimbun disana. Tatkala angin pun sirna, Sang Pangeran telah memacu kudanya ke arah mulut gua. Tak ada suara kecuali derap kuda dengan ringkiknya. Ketika kuda itu berada didepan pintu gua, sekonyong-konyong serombongan mendung yang tebal tadi menyerang mengepung Sang Pangeran. Tahulah kini Sang Pangeran bahwa mendung itu adalah hantu-hantu. ABU Dan Sang Pangeran, Mak? EMAK Dan Sang Pangeran, Nak ?Amboi, berjuta kuku dan taring lancip bagai ujung-ujung belati rapat mengancam Sang Pangeran; dari atas dari bawah, dari kiri dari kanan, dari muka dari belakang. Rupanya hantuhantu itu berdengus sehingga seketika terjadi topan dasyat yang amat bacin baunya. ABU Dan Sang Pangeran, Mak? EMAK Dan Sang Pangeran, Nak? Dengan Cermin Tipu Daya, kuku-kuku dan taring-taring yang berjuta-juta itu seketika mencair sehingga hujan deraslah yang kini ada. Maka dalam kehujanan itu pun, Sang Pangeran mengacungkan cerminnya dan terbukalah pintu gua dengan sendirinya. Langit telah kembali sebagai wajarnya, yang penuh cahaya surya ketika Sang Pangeran memboyong harta permata itu ke Istana Cahaya dimana Sang Putri menanti dipelaminan. ABU Dan bahagia, Mak? EMAK Selalu bahagia. Selalu bahagia. (Kapai-Kapai: 6 – 7) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112 2) ABU Aku tidak mendapatkan apa-apa. EMAK Belum. Ah, jangan suka beraduh kesah. Yang sangat kau perlukan sekarang adalah rekreasi banyak-banyak. Emak bawa oleh-oleh. (Tepuk) ... . RAJA JIN Bah! Gua gampar lu! Gua palu lu! PANGERAN Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku? Sudah rabun matamu? RAJA JIN Oh, oh, oh Cermin Tipu Daya. Cair aku. Cair aku oleh sinarnya. Tolong. Tolooong. PUTRI CINA Terima kasih, Tuan, terima kasih. Pertolongan tuan menyelamatkan diriku sebagai perawan. Terima kasih tua, oh saya masih tetap bersih. Tuan, maukah tuan, e e, saya ingin jadi istri tuan. DUET Senantiasa bahagia berkat Cermin Tipu Daya. Sekali lagi jangan lupa berkat Cermin Tipu daya. ABU BERSUIT KEMUDIAN BERTEPUK TANGAN DENGAN GEMBIRA ... . EMAK Semangatmu kembali pulih. ABU Aku telah lahir kembali. (Kapai-Kapai: 28 – 30) Tokoh Iyem pun menghujani Abu dengan keluhan-keluhan hidup: kelaparan, kemiskinan, dan tempat tinggal yang tidak layak. Kemalangan yang terjadi tidak hanya Abu dan Iyem yang mengalaminya. Namun, anak mereka juga tidak lebih baik, karena diketahui bahwa salah satu anak mereka dikeluarkan dari sekolah, dan anak yang lain sedang mengandung. 1) ABU TEPEKUR. HUTAN SUNYI DALAM BADAI IYEM Kau jangan diam saja kayak sandal dobol. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113 ABU Ada apa? IYEM Kau betul-betul sandal dobol. Hujan begini deras. Air sudah sampai ke lutut. Rumah ini seperti tak beratap. Ini bukan lagi bocor. Ya Tuhan. Dengan apa mesti kita hentikan hujan jahanam ini? Terlalu banyak musuh kita. Di darat. Di udara. Tuhan. Tuhan. ABU
: ...
IYEM Ya, Tuhan. Ya, Tuhan. Kau memang sandal dobol. Banjir. Banjir. Banjiiiir (Keluar) (Kapai-Kapai: 26 – 27) 2) IYEM MENANGIS MENUBRUK ABU IYEM Beras kita habis. Mamat dikeluarkan dari sekolahnya. Si Siti ternyata bunting. Lotre kita tidak kena lagi. (Kapai-Kapai: 32) Terdapat pula tokoh Majikan pada bagian dua adegan sembilan yang memecat Abu dari pekerjaannya (hal. 31 – 32). Terlepasnya Abu dari tokoh Majikan tidak mengurangi penderitaan Abu. Ia kembali bekerja pada sebuah pabrik. Tokoh Majikan II muncul dengan memperlihatkan otoritasnya sebagai atasan. Abu kembali menjadi pesuruh dengan beban pekerjaan yang menumpuk (hal. 33 – 38, 41). 1) MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. (Merangkak) MAJIKAN Ini pesangonmu! Keluar! Hancur perusahaan! (Kapai-Kapai: 32) 2) KELOMPOK KAKEK LEWAT. YANG KELAM GEMURUH MESIN ROBOT ABU. BUNYI BEL. ABU Saya, Tuan. BUNYI BEL ABU Saya, Tuan. BUNYI BEL
commit to user
LEWAT.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114 ABU Saya, Tuan. BUNYI BEL DAN ABU MENARI (Kapai-Kapai: 37 – 38) Kemunculan tokoh Yang Kelam pada bagian dua adegan lima (hal. 27) dan bagian tiga adegan tujuh (hal. 42 – 43) menunjukkan semakin bertambah tuanya Abu dan Iyem sehingga kekuatan serta kondisi fisik mereka tidak dapat sesegar dulu. Keriput-keriput dan pengeroposan tulang mulai ditambahkan pada Abu dan Iyem. 1) YANG KELAM Ini adalah tahun 1960. Ini bukan tahun 1919. Dia akan mati pada tahun 1980. Sudah waktunya kerut ditambah pada dahinya. (Kapai-Kapai: 27) 2) YANG KELAM Kalian selalu terlambat mengetahui. Ini adalah tahun 1974 dan bukan tahun 1919. Ini adalah saat kalian mengalami keajaiban dunia. Kalian akan menyaksikan karya besar dari Seniman besar (pada pasukannya) Yang perempuan dulu. Kurangi rambutnya. (Iyem dicabuti rambutnya. Iyem berontak) ABU Kau apakan istri saya? Kau gila! IYEM Luar biasa sakitnya. Kau jangan diam saja. Sakitnya. YANG KELAM Berhenti dulu. ( Pada Iyem) Apa yang kau rasakan? IYEM Saya merasa sedang dijerumuskan ke dalam sebuah jurang. Sangat gelap. Sangat dalam. Sedemikian mengawang tubuh saya meluncur. Serasa tubuh saya terbuat dari bulu jambu YANG KELAM Apalagi? IYEM Matahari melesat. Bulan berpusing-pusing. YANG KELAM Kerjakan keduanya. Mulai mulai dari tulang-tulang sendinya (Abu dan Iyem dipukuli. Mereka berontak) garap rambutnya. Kurang. Sekarang dahinya. Lengkap wajahnya. Gorok sedikit lehernya. Jangan lupa giginya! Sekarang matanya (Kapai-Kapai: 42 – 43) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115 Selanjutnya yaitu tahap keempat, climax. Tahap ini menggambarkan puncak dari segala permasalahan yang dialami tokoh sentral. Climax dari beban hidup yang ditanggung oleh tokoh Abu dan istrinya, Iyem, terlihat pada bagian tiga adegan empat. Iyem mendesak Abu untuk membunuh bayi mereka yang baru lahir karena kondisi ekonomi mereka yang tidak memungkinkan untuk memelihara anak lagi (hal. 38 – 41). IYEM Kita bunuh saja (Abu meludah) Kita bunuh saja (Abu meludah) Kita bunuh saja. ABU Siapa ? IYEM Entah (Iyem meludah) ABU Saya ? (Iyem meludah) Kau. Kita bunuh saja. IYEM Orok kita saja. ABU Kita harus tahan. Setidaknya satu hari lagi anggap saja puasa. IYEM Ini hari kelima. Lapar. Lapar. Lapar. Lapar. ABU Jangan hitung. IYEM Kita bunuh saja. ABU Kelinci yang malang. IYEM Kita bunuh saja. ABU Matanya. IYEM Jangan tatap. Kita bunuh saja. Kita bunuh saja. ABU Orok itu akan mati juga. IYEM commit to user Tapi secara perlahan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116 ABU Anakku yang malang, semoga kau yang terakhir. IYEM Tapi dia lahir juga. ABU Benih kita menetas. IYEM Tapi susuku kering. (Kapai-Kapai: 38 – 39) Tahap yang terakhir adalah tahap denoument atau penyelesaian. Setelah tahap klimaks terlampaui, maka tokoh akan mencari solusi untuk konflik yang ia alami. Dalam kisah ini, rongrongan dari majikan dan himpitan ekonomi membuat tokoh Abu semakin putus asa. Pada bagian empat, ia memutuskan untuk mengembara bersama istrinya demi mencari ujung dunia di mana dapat ia temukan Cermin Tipu Daya (hal. 46 – 50). 1) IYEM Mata itu melotot memenuhi jendela. ABU Tapi kita harus terus melangkah. IYEM Kemana? ABU Ke ujung dunia. IYEM Masih jauh? ABU Masih ada waktu. (Kapai-Kapai: 46) 2) ABU Surya di atas kepala. IYEM Sengatnya, sengatnya. ABU Pelu langit betapa asemnya. IYEM Ke mana kita?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117 ABU Tanya lagi. Ke toko Nabi Sulaiman. IYEM Lebih baik kita hentikan saja permainan ini. Ini permainan anak-anak muda. Tubuh kita terlalu lembek dan tak akan bisa tahan terhadap sengatan sang surya. Kita berhenti di sini saja. Kita mengemis saja. Kita akan dapat makan juga. (Kapai-Kapai: 49 – 50) Dongeng-dongeng Emak telah memperdaya Abu sehingga ia percaya hanya dengan Cermin Tipu Daya penderitaan hidupnya dapat terhapus. Perjalanannya dalam mencari ujung dunia menjadi antiklimaks (falling action) cerita. Penyelesaiannya ialah ditemukannya sebuah pintu bercahaya yang ia yakini sebagai ujung dunia. Pintu tersebut tidak lain adalah pintu kematiannya sehingga cerita ini berakhir pada bagian lima (hal. 51 – 59) dengan kematian tokoh Abu dengan kebodohannya yang mudah diperdaya. ABU Cermin Tipu Daya. SEMUA Pintu. Pintu. Pintu. ABU Cahaya. SEMUA Pintu. ABU Mak! SEMUA Mak! ABU Mak! SEMUA Mak! ABU Emak datang! Emak datang! SEMUA Emak datang! Emak datang! ... SEMUA BERTEPUK TANGAN. MUNCUL BEL DENGAN to user GOLOKNYA. EMAKcommit MENEMBAKKAN PISTOLNYA KE ARAH
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
118 ABU DAN MENYERETNYA. HIRUK RIUH SEMUANYA BERTEPUK TANGAN MENGIKUTI ABU YANG DISERET. (Kapai-Kapai: 58 – 59) Meskipun mengandung alur yang tidak teratur, secara keseluruhan cerita drama Kapai-Kapai menggunakan alur maju. Hal itu ditandai dengan berlangsungnya peristiwa dari tahun 1930 – 1980 tanpa terdapat adegan-adegan dari masa lampau.
d. Setting Setting merupakan penggambaran tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Waluyo membedakan setting menjadi tiga, yaitu tempat, waktu dan ruang (2002: 23). Dalam naskah drama Kapai-Kapai, pelukisan setting yang muncul ialah sebagai berikut. 1) Setting tempat Berdasar pada pendapat Waluyo, setting tempat ditunjukkan dengan penyebutan tempat dan waktu secara umum. Dalam naskah drama KapaiKapai, setting tempat dapat diketahui melalui dialog tokoh Yang Kelam yang juga berperan sebagai narator. Pada bagian satu adegan sembilan, Yang Kelam menjabarkan daerah-daerah yang pernah dijadikan tempat tinggal (hal. 17). Yang Kelam menyebutkan bahwa Abu dilahirkan di Salam, 6 km dari kota Solo. Dia dibesarkan di Semarang. Kemudian ia pindah ke Tegal, Cirebon, dan Jakarta. Ia juga mengungkapkan Abu akan mati pada tahun 1980. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa peristiwa dalam lakon Kapai-Kapai terjadi antara tahun 1930 hingga 1980 di Jakarta. a) YANG KELAM Ini adalah tahun 1930 dan bukan tahun 1919. Kau harus segera mengenakan pakaian pesuruhmu (Kapai-Kapai: 5) b) YANG KELAM Ini adalah tahun 1941. Ini bukan tahun 1919. Dia dilahirkan di Salam, 6 km dari kota Solo. Dia dibesarkan di Semarang. Kemudian ia pindah ke Tegal. Kemudian ia pindah ke Cirebon. Kemudian ia pindah ke Jakarta. Kemudian ia akan mati pada tahun 1980. (Kapai-Kapai: 17) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
119 c) YANG KELAM Ini adalah tahun 1960. ini bukan tahun 1919. Dia akan mati pada tahun 1980. Sudah waktunya kerut ditambah pada dahinya. (KapaiKapai: 27) d) YANG KELAM Kalian selalu terlambat mengetahui. Ini adalah tahun 1974 dan bukan tahun 1919. Ini adalah saat kalian mengalami keajaiban dunia. Kalian akan menyaksikan karya besar dari Seniman besar (pada pasukannya) Yang perempuan dulu. Kurangi rambutnya. (Iyem dicabuti rambutnya. Iyem berontak) (Kapai-Kapai: 42) e) Yang Kelam (setelah menyerahkan cermin tipu daya) Ini adalah tahun 1980, dan bukan tahun 1919 sudah waktunya kau mati. (Kapai-Kapai: 59) Simpulan mengenai Jakarta sebagai tempat terjadinya cerita tersebut juga diperkuat dengan ditemukannya unsur budaya Betawi. Dalam dialog tokoh Abu dan Iyem terdapat ciri khas lenong, yaitu pantun. a) ABU Mimpi ? IYEM Jangan main lenong (Menangis) Memang saya sudah peot. Habis manis sepah dibuang. ABU Jangan bicara begitu. (Kapai-Kapai: 12) b) ABU Iyemku. Iyemku (Keduanya Menari) IYEM Pepaya bunting isinya setan. Dimakan dukun dari Sumedang. Perut aye bunting isinya intan. Ditimang sayang anak disayang. ABU Pohon pisang tidak berduri. Pagar disusun oleh rembulan. Mohon abang lahir si putri. Biar disayang setiap kenalan. Iyemku. Iyemku. (Kapai-Kapai: 13)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
120 2) Setting waktu Waktu terjadinya peristiwa dalam naskah drama Kapai-Kapai tidak diungkapkan secara eksplisit. Namun, latar waktu dapat diketahui dengan kemunculan tokoh Bulan dan Yang Kelam, serta kegiatan yang sedang dilakukan. Jika tokoh Bulan maupun Yang Kelam muncul, dapat dipastikan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada malam hari. Hal itu dikarenakan kedua tokoh tersebut hanya muncul ketika hari sudah mulai gelap. Selain itu, kegiatan tokoh Abu selama bekerja di pabrik dan adegan ketika Abu dan Iyem mengembara juga terjadi pada siang hari. a) BULAN Kau kejam. Kau tak punya kasihan. Kalau dia bercermin pada kau hanya malam yang kau tampilkan. YANG KELAM Memang dia hanya punya malam. Akulah dia. Ini pun kodrat. Ia tak dapat melepaskan diri dari kodrat ini. BULAN Konyolnya. YANG KELAM Itulah jawaban dari segalanya. Konyol. ABU BANGUN, MENGIGAU. BULAN DAN YANG KELAM KELUAR. (Kapai-Kapai: 11) b) MATAHARI MELESAT, BULAN BERPUSING-PUSING GEMURUH MESIN. SEBUAH KANTOR. PEKERJA-PEKERJA (Kapai-Kapai: 33) c) IYEM Aku cape, aku cape. ABU Surya di atas kepala. IYEM Sengatnya, sengatnya. ABU Pelu langit betapa asemnya. (Kapai-Kapai: 49)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
121 3) Setting ruang Penggambaran setting ruang menurut Waluyo yakni peristiwa berlangsung di luar atau dalam ruangan, serta dapat berupa pelukisan secara detail kondisi ruangan yang digunakan dalam adegan. Dalam naskah drama KapaiKapai, lokasi terjadinya peristiwa tidak digambarkan secara rinci. Namun, pada beberapa adegan disebutkan jenis tempat di mana adegan tersebut berlangsung. a) SETELAH IA MENGENAKAN PAKAIANNYA SEBAGAI PESURUH KANTOR TERDENGAR GEMURUH SUARA PABRIK MAJIKAN Abu ! ABU Hamba, Tuan. (Kapai-Kapai: 5) b) GEMURUH MESIN. SEBUAH KANTOR. PEKERJA-PEKERJA (Kapai-Kapai: 33) c) YANG KELAM DENGAN PASUKANNYA DATANG. KAMAR BEDAH. (Kapai-Kapai: 42) d) ABU DAN IYEM KEHUJANAN (Kapai-Kapai: 46) Setting ruang yang terdapat dalam naskah drama Kapai-Kapai ada tiga, yaitu kantor dalam sebuah pabrik tempat Abu bekerja, kamar tempat Abu dan Iyem memadu kasih, serta di luar rumah ketika mereka memutuskan untuk mengembara mencari Cermin Tipu Daya.
e. Dialog Ciri khusus naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer adalah penggunaan bahasa, khususnya dalam dialog (pelisanan). Arifin C. Noer dalam karyanya ini menampilkan bentuk-bentuk kelisanan yang ada di masyarakat. Umpatan-umpatan yang kerap digunakan oleh masyarakat kelas bawah pun muncul. Apalagi didukung dengan latar belakang agama dan pendidikan tokoh yang sangat kurang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
122 1) IYEM Monyong kau! Laki macam apa kau? Kerbau? Babi? ABU (Bingung) Jam berapa Yem? IYEM Jam berapa? Bedug sampai coblos dipalu orang juga kau masih enakenak ngorok. Apa kau tidak mau kerja? ABU Bukan begitu IYEM Baik, kalau kamu mau enak-enak ngorok, biar saya yang kerja. Apa dikira tidak bisa? Saya kira, saya masih cukup montok untuk melipat seribu kepala lelaki hidung belang di ketiak saya. ABU Kau jangan bicara sekasar itu. (Kapai-Kapai: 12) 2) IYEM Saya bunting kau tidak tahu. ABU Bunting? Kau bunting? IYEM Kata Emak. ABU Kau bunting? IYEM Kalau tidak apa namanya? (Kapai-Kapai: 13) 3) IYEM Kau jangan diam saja kayak sandal dobol. ABU Ada apa? IYEM Kau betul-betul sandal dobol. Hujan begini deras. Air sudah sampai ke lutut. Rumah ini seperti tak beratap. Ini bukan lagi bocor. Ya Tuhan. Dengan apa mesti kita hentikan hujan jahanam ini? Terlalu banyak musuh kita. Di darat. Di udara. Tuhan. Tuhan. (Kapai-Kapai: 26) Penggunaan bahasa di dalam kutipan di atas, juga dalam dialog-dialog yang lain yang diucapkan Abu dan Iyem, menunjukkan bentuk kelisanan yang
commit to user mencerminkan masyarakat ekonomi rendah. Ragam dialog tak resmi tersebut juga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
123 tampak pada tokoh Majikan yang menggunakan umpatan-umpatan ketika berkomunikasi dengan Abu. 1) MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan. MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan. MAJIKAN Bangsat kamu! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau. (Kapai-Kapai: 6) 2) MAJIKAN Abu! Abu! ABU (Diam) MAJIKAN Anjing! ABU (Merangkak) Ya, Tuan. MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. MAJIKAN Anjing! (Kapai-Kapai: 31) Penggunaan bahasa seperti di atas tidak dijumpai dalam penggunaan bahasa Indonesia resmi. Pemanfaatan bentuk-bentuk kelisanan seperti ini untuk mendukung karakteristik tokoh yang berdialog. Berbeda dengan penggunaan bentuk kelisanan dalam dialog tokoh lain, seperti Emak, Kakek, atau yang lain, penggunaan bahasa baku diterapkan. 1) EMAK Ketika prajurit-prajurit dengan tombak-tombaknya mengepung istana commit to user cahaya itu, sang pangeran rupawan menyelinap di antara pokok-pokok
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
124 puspa, sementara air dalam kolam berkilau mengandung cahaya purnama. Adapun sang putri jelita, dengan debaran jantung dalam dadanya yang baru tumbuh, melambaikan setangan sutranya di balik tirai merjan, di jendela yang sedang mulai ditutup oleh dayangdayangnya. Melentik air dari matanya bagai butir-butir mutiara. ABU Dan sang pangeran, Mak? EMAK Dan sang pangeran, Mak? Duhai, seratus ujung tombak yang tajam berkilat membidik pada satu arah, purnama diangkasa berkerut wajahnya lantaran cemas, air kolam pun seketika membeku, segala bunga pucat lesi mengatupkan kelopaknya, dan … (Kapai-Kapai: 3) 2) EMAK Anak yang ganteng tidak boleh menangis. Apakah kau tidak malu kepada Sang Putri Rupawan? Setelah mencuci kaki, kau harus mengenakan pakaianmu yang kotor, nanti emak akan mendongeng lagi. Sudah bersih kakimu? Ketika Sang Pangeran turun dari kudanya yang putih bersinar, ia melihat gua itu dikejauhan. Namanya gua cahaya tapi lebih sering disebut gua hantu. ABU (Ketakutan) EMAK Tidak usah takut. Ada Emak. Telah beratus-ratus ksatria dan raja-raja dan pangeran-pangeran yang mencoba menerobos gua itu, semuanya musnah dibunuh oleh hantu-hantu penjaga harta karun itu. Di angkasa serombongan mendung yang maha hebat membendung sang surya, sehingga alam yang siang menjadi gelap gulita. Sayup-sayup kelihatan pintu gua itu bagaikan mulut raksasa dengan sinar yang memancar dari dalam. Sang Pangeran menggeleng-gelengkan kepala kagum karena tahu sinar itu adalah sinar permata-permata yang tertimbun disana. Tatkala angin pun sirna, Sang Pangeran telah memacu kudanya ke arah mulut gua. Tak ada suara kecuali derap kuda dengan ringkiknya. Ketika kuda itu berada didepan pintu gua, sekonyong-konyong serombongan mendung yang tebal tadi menyerang mengepung Sang Pangeran. Tahulah kini Sang Pangeran bahwa mendung itu adalah hantu-hantu. (Kapai-Kapai: 6) Dialog Emak dalam kutipan di atas memperlihatkan kebakuan dalam penggunaan bahasa Indonesia. Sangat berbeda bahasa dalam dialog Abu dan Iyem. Tidak ada satu pun usaha pengarang untuk menampilkan bentuk kelisanan masyarakat atau pun dialek sosial dalam dialog Emak. Hal yang sama ditemukan commit to user pula pada dialog tokoh Kakek dan Majikan II. Penggunaan bahasa dalam dialog
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
125 Emak di atas sengaja dilakukan pengarang untuk mendukung karakterisasi tokoh ini sebagai tokoh surealis (non-realis). KAKEK Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan seisinya. Maka bersyukurlah kau kepadaNya. Maka bersembahlah kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada firman-firmanNya. Maka perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala larangan-laranganNya. Barang siapa melanggar neraka hukumannya. Barang siapa patuh sorga upahnya. (Kapai-Kapai: 21 – 22) MAJIKAN Bersama ini kami semua menyatakan penghargaan atas jasa anda yang telah dengan setia bekerja di sini. Bersama ini kami menyatakan rasa terima kasih kami atas bantuan anda selama bekerja disini. Bersama ini kami menyatakan bahwa anda telah mendapat hak pensiun. (KapaiKapai: 44 – 45) Jika dicermati, terdapat dua ragam bahasa yang dipakai pengarang dalam karya ini, yaitu ragam tidak resmi, nampak pada dialog Abu, Iyem, serta Majikan dan ragam resmi, nampak dalam dialog Emak, Kakek, Majikan II dan yang lainnya. Pembedaan ragam tersebut berdasarkan dukungan dan gambaran karakter tokoh yang diceritakan.
f. Petunjuk Teknis Petunjuk teknis yang terdapat dalam naskah drama merupakan sebuah acuan bagi para tokoh untuk berperan sesuai keinginan pengarang. Petunjuk teknis atau teks samping biasanya ditulis dengan huruf yang berbeda dari teks dialog. Dalam naskah drama Kapai-Kapai petunjuk teknis ditulis di dalam kurung, dengan huruf kapital maupun format Italic sebelum dialog tokoh atau setelahnya. 1) ABU (Ketakutan) (Kapai-Kapai: 6) 2) BULAN (Menyanyi) Andai kau tergoda jangan salahkan daku.Cahayaku memancar pun bukan milikku. Kecantikkanku pun bukan milikku. (Kapai-Kapai: 10) 3) ABU BERSUIT KEMUDIAN BERTEPUK TANGAN DENGAN GEMBIRA (Kapai-Kapai: 30)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
126 4) MAJIKAN Abu! Abu! ABU (Diam) MAJIKAN Anjing! ABU (Merangkak) Ya, Tuan. (Kapai-Kapai: 31) 5) KOOR (Capek) Inggih. (Bel) (Sangat Capek) Inggih. (Bunyi Bel) (Sakit) Inggih (Bel) (Sangat Sakit) Inggih (Bel) (Sangat Sakit) Inggih ( Bel) (Sangat Sakit) Inggih (Bel) (Tak Bertenaga) Inggih. (Kapai-Kapai: 41) 6) A Mari kita mengheningkan cipta bagi arwah-arwah pahlawan kita yang telah gugur di medan juang. Mengheningkan cipta mulai. (Musik) Mengheningkan cipta selesai. Terima kasih. (Kapai-Kapai: 51) Kutipan di atas menunjukkan bahwa petunjuk teknis tidak hanya digunakan oleh pemain peran, tetapi juga tim musik dalam mengiringi jalannya cerita. Bagi pemain peran, petunjuk teknis tersebut dapat mengarahkan ekspresi serta gestur tubuh dalam menjalankan cerita.
g. Amanat Setiap karya sastra memiliki pesan yang ingin disampaikan pengarangnya kepada penikmat karya tersebut. Pesan-pesan inilah yang disebut dengan amanat. Amanat bersifat kias, umum, dan subjektif sehingga penafsiran penikmat karya sastra dapat bervariasi. Amanat biasanya bertujuan untuk memberikan manfaat bagi para penikmat karya sastra tersebut. Amanat dari sebuah naskah drama akan lebih mudah dipahami jika naskah tersebut dipentaskan. Melalui lakon Kapai-Kapai, pengarang ingin mengungkapkan pentingnya pondasi agama dalam kehidupan seseorang. Pesan tersebut diungkapkan dalam dialog-dialog commit tokoh Kakek to user(hal. 19 – 23).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
127 1) KAKEK Di sana di sini sama saja. Semuanya tak berarti. Yang kau cari adalah agama. Tak ada obat yang paling mujarab selain agama. ABU Saya tidak sakit. KAKEK Tak ada tempat yang paling teduh dan tak ada obat pelelah selain agama. ABU Saya tidak cape. KAKEK Segala teka-teki silang pasti tertebak oleh agama. (Kapai-Kapai: 19) 2) KAKEK Tuhan. ABU Tuhan. KAKEK Yang menciptakan kita. ABU Tuhan. KAKEK Yakinlah. ABU Kalau begitu Dia yang memulai segala ini ? KAKEK Juga yang akan mengakhiri segalanya. ABU Mulai dan mengakhiri ? KAKEK Membangun dan meruntuhkan sekaligus. ABU Saya jadi bodoh. KAKEK Kau memang bodoh. Dan ketika kau dihidupkan ajal disisipkan dalam salah satu tulang igamu. Dialah-Tuhan. ABU Tuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
128 KAKEK Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan seisinya. Maka bersyukurlah kau kepadaNya. Maka bersembahlah kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada firman-firmanNya. Maka perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala larangan-laranganNya. Barang siapa melanggar neraka hukumannya. Barang siapa patuh sorga upahnya. (Kapai-Kapai: 21 – 22) Pengarang mendeskripsikan kehidupan seseorang yang tidak memiliki pengetahuan agama yang baik akan berakhir seperti kehidupan tokoh Abu. Kebodohan Abu membuat hidupnya sengsara. Ia hanya menjadi pesuruh dengan kondisi miskin yang menghimpit keluarganya. Tanpa dasar agama, ia sangat mudah diperdaya oleh Emak. Abu terbuai dengan mimpi-mimpi yang diciptakan Emak. Sebuah harapan kosong tentang adanya Cermin Tipu Daya yang dapat menghalau segala macam bala berhasil ditanamkan pada pikiran Abu. Didorong oleh penderitaan hidupnya, Abu hanya menggantungkan harapan pada Cermin Tipu Daya. ABU Cermin tipu daya adalah penangkis segala bala. Penyelamat segala pangeran dalam dongeng purbakala. (Kapai-Kapai: 20) Tekanan hidup yang datang, mereka lupakan dengan melakukan hubungan seksual. Dengan berdalih tidak akan mampu memenuhi kebutuhan anaknya, Abu dan Iyem juga tega mengakhiri hidup bayi-bayi mereka. Tiga anak dan satu cucu telah mereka renggut kehidupannya. Selain itu, mereka pun menghalalkan daging babi untuk dimakan. Tidak lain, semua itu karena tidak adanya pemahaman mengenai hal yang baik dan buruk. IYEM Kita bunuh saja (Abu meludah) Kita bunuh saja (Abu meludah) Kita bunuh saja. ABU Siapa? IYEM Entah (Iyem meludah) ABU commit to user Saya? (Iyem meludah) Kau. Kita bunuh saja.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
129 IYEM Orok kita saja. ABU Kita harus tahan. Setidaknya satu hari lagi anggap saja puasa. IYEM Ini hari kelima. Lapar. Lapar. Lapar. Lapar. (Kapai-Kapai: 38) Hal yang dapat benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata tersebut diangkat oleh pengarang untuk mengingatkan sesamanya agar tidak terjerumus saperti tokoh Abu. Memiliki ilmu pengetahuan dan pemahaman agama yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup.
2. Keterjalinan Unsur-Unsur dalam Naskah Drama Kapai-Kapai a. Tema dengan Penokohan Tema merupakan kerangka utama pembangun cerita. Tema menentukan tokoh-tokoh yang akan dimunculkan dalam cerita. Tema yang diangkat dalam naskah drama Kapai-Kapai adalah penderitaan hidup manusia karena mengejar harapan kosong sehingga pengarang menciptakan tokoh yang berasal dari kelas ekonomi rendah dan jauh dari ajaran agama. Tokoh Emak dipilih karena ia adalah sosok yang tepat sebagai pendongeng yang memberikan mimpi-mimpi. Selain kemiskinan, tekanan terhadap tokoh sentral-protagonis juga diperkuat dengan keberadaan tokoh Majikan yang semena-mena. Kemunculan tokoh Kakek, Burung, Katak, Rumput, Embun, Air, Batu, Jangkerik, Kambing dan Pohon menegaskan bahwa Abu tidak mempunyai pedoman hidup. Keterbuaian tokoh Abu oleh dongeng-dongeng Emak membuatnya terombang-ambing dalam menjalani kehidupan. Ia hanya menggantungkan harapannya pada Cermin Tipu Daya agar dapat merubah kehidupannya. 1) IYEM MENANGIS MENUBRUK ABU IYEM Beras kita habis. Mamat dikeluarkan dari sekolahnya. Si Siti ternyata bunting. Lotre kita tidak kena lagi. (Kapai-Kapai: 32)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
130 2) EMAK Kau dengar apa yang baru Emak katakan? YANG KELAM Tak satu kata pun lewat dari telingaku, Mak. EMAK Satu hal lagi; kita harus sistematik. Selama kita masing-masing tetap pada pos kita, Emak yakin tak satu pun pekerjaan kita yang meleset. (Kapai-Kapai: 9) 3) ABU Burung, di manakah ujung dunia? BURUNG Di sana. ABU Katak, di manakah ujung dunia? KATAK Di sana. ABU Rumput, dia manakah ujung dunia? RUMPUT Di sana. ABU Embun, di manakah ujung dunia? EMBUN Di sana. (Kapai-Kapai: 18) b. Tema dengan Alur Pemilihan
tema
tersebut
juga
mempengaruhi
alur
cerita.
Ketidakteraturan alur bukan tidak sengaja dilakukan oleh pengarangnya. Ketidakteraturan bangunan struktur alur tersebut mendukung makna cerita (tema). Adegan-adegan yang diselipkan dalam alur pokok cukup memimbulkan dan mendukung intensitas peristiwa atau cerita. Adegan dongeng Emak yang bersifat verbal, didukung oleh visualisasi adegan mimpi Abu menjadi pangeran. Adegan penderitaan Abu atas perlakuan Majikan yang kasar dan menghina, mendukung alur pokok tentang penderitaan hidup Abu yang miskin. Jadi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
131 ketidakteraturan alur yang terdapat dalam cerita seakan juga menjadi gambaran ketidakteraturan hidup Abu.
c. Penokohan dengan Alur Ada hal yang menarik dan kuat secara dramatik dari ketidakteraturan struktur alur karya ini. Ketidakteraturan kehidupan tokoh utama dalam menjalani hidup dan keadaan dunia tempat tokoh utama hidup, diwadahi oleh struktur alur yang tidak teratur juga. Dalam pengertian yang lain, ketidakteraturan
dalam
isi
cerita
dikemas
dalam
ketidakteraturan
bentuk. Ketidakpahaman tokoh Abu terhadap ajaran agama membuatnya mudah untuk diperdaya. Ketika pada satu adegan tokoh Abu merasa tertekan, maka pada adegan selanjutnya akan muncul tokoh Emak yang membuainya dengan harapan-harapan.
Jika
diperhatikan,
adegan-adegan
tersebut
tidak
berkesinambungan secara langsung. Hal itu merupakan visualisasi dari ketidakteraturan alur yang dipakai. Tiga ... . ABU Hamba, Tuan. MAJIKAN Bangsat kamu! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau. Empat EMAK Anak yang ganteng tidak boleh menangis. Apakah kau tidak malu kepada Sang Putri Rupawan? Setelah mencuci kaki, kau harus mengenakan pakaianmu yang kotor, nanti emak akan mendongeng lagi. Sudah bersih kakimu? Ketika Sang Pangeran turun dari kudanya yang putih bersinar, ia melihat gua itu dikejauhan. Namanya gua cahaya tapi lebih sering disebut gua hantu. (Kapai-Kapai: 6) d. Penokohan dengan Setting Setting yang digunakan dalam cerita tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang dimunculkan. Adanya tokoh Abu yang miskin membuat pengarang commit to user menciptakan setting tempat tinggal yang kurang layak huni. Hal itu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
132 digambarkan dengan atap yang bocor dan banjir ketika hujan. Selain itu, kantor tampat Abu bekerja dilukiskan sebagai sebuah pabrik yang sibuk dan sangat menguras tenaga Abu sebagai pesuruh. Setting atau latar sangat mempengaruhi jalannya cerita. Pengaturan latar seperti di atas semakin menguatkan penderitaan tokoh sentral-protagonis yang ingin dimunculkan. 1) IYEM Kau betul-betul sandal dobol. Hujan begini deras. Air sudah sampai ke lutut. Rumah ini seperti tak beratap. Ini bukan lagi bocor. Ya Tuhan. Dengan apa mesti kita hentikan hujan jahanam ini? Terlalu banyak musuh kita. Di darat. Di udara. Tuhan. Tuhan. (Kapai-Kapai: 26) 2) KELOMPOK KAKEK LEWAT. YANG KELAM LEWAT. GEMURUH MESIN ROBOT ABU. BUNYI BEL. (Kapai-Kapai: 37) 3) GEMURUH MESIN. ROBOT-ROBOT (ABU-ABU), BEL-BEL BUNYI BEL KOOR ( Robot-Robot ). Saya, Tuan. (Bunyi Bel) . Saya, Tuan. (Bunyi Bel) . Saya, Tuan. (Bunyi Bel) . Saya, Tuan. (Bunyi Bel) . Saya, Tuan. (Bunyi Bel) . Saya, Tuan. ... . KOOR (Capek) Inggih. (Bel) (Sangat Capek) Inggih. (Bunyi Bel) (Sakit) Inggih (Bel) (Sangat Sakit) Inggih (Bel) (Sangat Sakit) Inggih ( Bel) (Sangat Sakit) Inggih (Bel) (Tak Bertenaga) Inggih. TEROR BERJUTA BEL. ROBOT-ROBOT DITEROR. BEL. RPBPT. REBAH. BEL. ROBOT DUDUK. BEL. ROBOT BERDIRI DST. (Kapai-Kapai: 41) e. Penokohan dengan Dialog Pemilihan tokoh Abu, Iyem, dan Majikan yang termasuk masyarakat ekonomi bawah dan tidak berpendidikan melatarbelakangi pengarang untuk
commitpada to user memakai cakapan lisan sehari-hari dialog mereka. Percakapan yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
133 mereka lakukan jauh dari bahasa resmi. Bahkan umpatan-umpatan sering mereka lontarkan. Pada dialog tokoh Majikan juga terlihat adanya makian. Hal itu juga sangat mendukung keberadaan mereka sebagai tokoh realis. Berbeda dengan tokoh Emak, Kakek, dan yang lainnya yang menggunakan bahasa lebih resmi. Tokoh Emak menggunakan bahasa resmi untuk menegaskan bahwa ia merupakan tokoh surealis (tak nyata). Tokoh Kakek merupakan pembawa pesan dalam cerita sehingga bahasa yang digunakan lebih mendekati kebakuan. Pemakaian bahasa resmi atau baku menunjukkan tingkat kewibawaan seseorang. Bahasa resmi juga digunakan ketika berkomunikasi dengan orang yang lebih dihormati. Abu hanyalah seorang tokoh dengan profesi sebagai pesuruh. Di kantor tempat ia bekerja, Abu menggunakan bahasa yang lebih resmi kepada Majikan. 1) MAJIKAN Abu! ABU Hamba, Tuan. MAJIKAN Bangsat kamu! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau. (Kapai-Kapai: 6) 2) IYEM Jam berapa? Beduk sampai coblos dipalu orang juga kau masih enakenak ngorok. Apa kamu tidak mau kerja? ABU Bukan begitu. IYEM Baik kalau kamu mau enak-enak ngorok biar saya yang kerja. Apa dikira tidak bisa? Saya kira saya masih cukup montok untuk melipat seribu lelaki hidung belang di ketiak saya. ABU Kau jangan bicara sekasar itu. IYEM Kamu lebih kasar lagi. Tidur sama istri kamu masih mimpi yang tidaktidak. Tuh lihat tikar basah begitu. Kalau kau sudah bosan dengan saya bilang saja terus terang. Jangan sembunyi-sembunyi. Ayo, kau mimpi dengan siapa? Dengancommit si Ijah toyang userpantat gede itu? Bangsat! (KapaiKapai: 12)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
134
3) EMAK Itu urusan Yang Kelam. Sekarang Emak akan menyelesaikan karangan Emak yang terakhir. Aneh sekali dalam roman Emak kali ini Abu telah mulai menemukan kunci teka-teki kita. Ia semakin menginsyafi bagaimana selama ini ia kita perdayakan. Namun bagaimana pun, Emak tetap berharap ia akan tetap patuh kepada kita. Sudah menjadi kodratnya bagaimana pun ia memerlukan hiburan dan hanya kitalah yang mampu memenuhi kebutuhan itu. Tetapi juga ini tidak berarti bahwa kita bisa bekerja secara improvisasi seperti yang sudah-sudah. Di manakah Yang Kelam ? YANG KELAM Saya di sini, Mak. EMAK Kau dengar apa yang baru Emak katakan? YANG KELAM Tak satu kata pun lewat dari telingaku, Mak. EMAK Satu hal lagi; kita harus sistematik. Selama kita masing-masing tetap pada pos kita, Emak yakin tak satu pun pekerjaan kita yang meleset. (Kapai-Kapai: 9) 4) ABU Tuhan. KAKEK Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan seisinya. Maka bersyukurlah kau kepadaNya. Maka bersembahlah kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada firman-firmanNya. Maka perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala larangan-laranganNya. Barang siapa melanggar neraka hukumannya. Barang siapa patuh sorga upahnya. (Kapai-Kapai: 21 – 22) f. Petunjuk Teknis dengan Dialog dan Penokohan Petunjuk teknis berkaitan dengan dialog dan karakter tokoh dalam cerita. Dengan adanya petunjuk teknis, maka dialog akan lebih ekspresif. Tokoh Abu yang bekerja sebagai pesuruh digambarkan hingga merangkak-merangkak ketika majikannya marah. Begitu pula Abu dan Iyem yang mengeluhkan nasib mereka ketika harus membunuh bayi yang baru dilahirkannya. Mereka berdialog
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
135 sambil menangis. Jadi, petunjuk teknis dapat menguatkan karakter tokoh serta membantu pemeran tokoh dalam berekspresi. 1) MAJIKAN Anjing! ABU (Merangkak) Ya, Tuan. MAJIKAN Anjing! ABU Ya, Tuan. (Kapai-Kapai: 31) 2) ABU Maka anak itu tidak akan pernah kecapean. IYEM Kau jangan menangis. (Menangis Sangat) ABU Kau jangan menangis. (Menangis Sangat) (Kapai-Kapai: 40) g. Amanat dengan Unsur-Unsur Lain Setiap karya pasti memiliki tujuan. Tujuan tersebut secara tersirat tertuang dalam jalannya cerita. Dalam naskah drama pun juga terdapat unsurunsur pembangun cerita. Unsur-unsur dalam naskah drama tersebut saling kaitmengkait dan mendukung satu sama lain. Tujuannya ialah agar dapat menciptakan jalan cerita yang menarik sehingga amanat yang ingin disampaikan pengarang dapat diterima oleh penonton atau pembaca. Amanat-amanat tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Namun, jika unsur-unsur lain tidak diapresiasi dengan tepat, maka amanat juga tidak dapat tertuang sesuai keinginan pengarang. Suatu pementasan drama dikatakan berhasil jika penonton dapat mengambil pesan-pesan yang terdapat di dalamnya.
3. Nilai-Nilai Edukatif dalam Naskah Drama Kapai-Kapai Karya sastra yang adalah karya sastra yang memuat nilai-nilai pendidikan di dalamnya. Nilai-nilai edukatif tersebut dapat dimanfaatkan oleh pembaca untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasar pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
136 pendapat Mardiatmadja (1986: 55) nilai dibagi menjadi empat, yaitu nilai kultural, nilai kesosialan, nilai kesusilaan, dan nilai keagamaan (religi). Berikut adalah nilai-nilai edukatif yang terdapat dalam naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. a. Nilai Kultural Nilai budaya dapat terinterpretasi dalam keindahan unsur pembangun karya. Pemakaian adat istiadat maupun kebiasaan yang terjadi di masyarakat merupakan visualisasi dari nilai kultural dalam karya sastra. Suatu karya sastra yang mempunyai nilai kultural dapat dijadikan media pembelajaran nilai budaya pada peserta didik. Dengan adanya pendidikan tersebut diharapkan manusia akan dapat memahami dan mencintai kebudayaan bangsanya. Dalam naskah drama Kapai-Kapai ini nilai kultural tercermin dalam diksi yang digunakan tokoh serta adegan dalam alur cerita. 1) Pantun Salah satu kebiasaan yang menjadi ciri khas masyarakat Betawi dalam ujarannya ialah penggunaan pantun. Dalam naskah drama Kapai-Kapai tokoh Abu melontarkan pantun ketika ia mengetahui bahwa istrinya sedang mengandung. ABU Iyemku. Iyemku (Keduanya Menari) IYEM Pepaya bunting isinya setan. Dimakan dukun dari Sumedang. Perut aye bunting isinya intan. Ditimang sayang anak disayang. ABU Pohon pisang tidak berduri. Pagar disusun oleh rembulan. Mohon abang lahir si putri. Biar disayang setiap kenalan. Iyemku. Iyemku. (Kapai-Kapai: 13) 2) Lenong Lenong juga merupakan salah satu pertunjukan tradisional commit to user masyarakat Betawi. Penggunaan lenong dalam cerita Kapai-Kapai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
137 tersebut semakin menegaskan bahwa latar tempat jalannya cerita ialah di
Jakarta.
Unsur-unsur
budaya
yang
ditambahkan
tersebut
diintegrasikan dengan jalan cerita sehingga membuatnya lebih bervariasi. ROMBONGAN LENONG RAJA JIN Hahaha. Akulah raja jin. Jin Bagdad namaku. Aku telah curi Putri Cina paling ayu. Aku mau persunting dia jadi permaisuriku. PUTRI CINA Akulah Putri Cina yang malang. Yang baru saja tidur bermimpi di atas ranjang. Mimpi bercumbu dengan seorang Pangeran dari Jepang. Begitu sedang meluap nafsuku dadanya yang lapang. Dan tangan Pangeran membelai rambutku yang panjang. Tiba-tiba si bandot Raja Jin dari Bagdad datang. Tak dinyana ia sekonyong bertengger di jendela, di atas permadani terbang. Aduh Tuhanku Yang Maha Kuasa, tolonglah hambamu yang maha malang. Dari cengkeraman dan ciuman Raja Jin yang berkumis panjang. ... . RAJA JIN Lihatlah bulan di atas sahara dan bintang bertebar bagai pijar bara. Lihatlah daunan kurma melambai tanpa suara. Dan wahai jernih airnya tenang tak bertara. Itulah semua lambang aku punya gairah asmara. Kuadukan kini dendam nafsuku tanpa pura-pura. Dihadapanmu he Putri Cina bak Si Gahara. PUTRI CINA Tolong. Maling. RAJA JIN Akulah Gatotokoco gandrung. PUTRI CINA Maling. RAJA JIN Akulah Romeo. PUTRI CINA Maling. RAJA JIN Akulah Pronocitro. PUTRI CINA Maling.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
138 RAJA JIN Akulah Qais yang dahaga di atas sahara. PUTRI CINA Tolong. PANGERAN Tenang, tuan-tuan. Tenang ! Jangan tajut. Jangan cemas. Tuantuan Pangeran Rupawan telah berada dihadapan tuan-tuan. Inilah lakon secara bahagia akan diselesaikan dengan pertarungan seru dan penuh ketegangan. Antara Raja Jin Bagdad dan aku Sang Pangeran Tampan. Tenang tuan-tuan. Putri Cina Ayu akan kuselamatkan. He hidung belang. Jangan ganggu wanita itu. (Kapai-Kapai: 28 – 29) b. Nilai Kesosialan Nilai sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Nilai sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Kepedulian tersebut dapat berupa perhatian maupun berupa kritik. Nilai sosial yang terdapat dalam naskah drama Kapai-Kapai ini terlihat pada sikap Abu dan Iyem yang saling memberi semangat untuk bertahan dengan keadaan ekonomi yang serba kekurangan. 1) Cinta kasih Rasa cinta kasih di antara merekalah yang menjadi satusatunya penghibur saat kebutuhan hidup semakin menghimpit. Kutipan di bawah menunjukkan bahwa tokoh Abu dan Iyem saling menerima dan selalu bersama walaupun mereka terkekang tekanan hidup. a) ABU Kita harus tahan. Setidaknya satu hari lagi anggap saja puasa. IYEM Ini hari kelima. Lapar. Lapar. Lapar. Lapar. (Kapai-Kapai: 38) b) ABU Kita tak akan pernah pulang. IYEM Anak-anak pun sudah lenyap entah kemana. ABU commit to user Sebagian di kubur, sebagian kabur.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
139 IYEM Kita berteduh. ABU Di mana? IYEM Tak penting di mana. ABU Seluruh teras toko sudah penuh dengan gelandangan, bekas tetangga kita juga. IYEM Itu ada teras restoran cina. ABU Lumayan. (Kapai-Kapai: 47) 2) Kepedulian Nilai sosial tidak hanya muncul pada tokoh Abu dan Iyem, tetapi juga dapat dilihat ketika Abu bertemu dengan Gelandangan. Abu merasa mereka memiliki nasib sama sehingga ia mengajak mereka turut serta dalam perjalanannya untuk mencari ujung dunia di mana terdapat Cermin Tipu Daya yang mampu membebaskan mereka dari belenggu kesengsaraan hidup. ABU Tak ada waktu untuk kenapa. Lebih baik kalian ikut saja. Kita pergi menuju kaki langit. SEMUA Kemana? ABU Ke ujung dunia. SEMUA Ke mana? ABU Ke toko Nabi Sulaiman. SEMUA Buat apa? ABU commit to user Untuk membebaskan kita dari kutuk ini. (Kapai-Kapai: 55)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
140
c. Nilai Kesusilaan Nilai kesusilaan sering disamakan maknanya dengan nilai moral atau etika. Nilai moral atau etika merupakan suatu nilai yang menjadi ukuran pantas atau tidaknya tindakan seorang manusia dalam kehidupan sosialnya. Moral atau etika juga menyangkut baik dan buruknya, benar dan salahnya, dan pantas tidaknya lakuan. Nilai tersebut biasanya dibangun dari kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat tertentu. 1) Patuh Nilai moral yang dapat dilihat dalam naskah drama KapaiKapai ini ialah kepatuhan seorang bawahan terhadap atasannya. Sebagai seorang dengan pangkat rendah, tentu harus menghormati dan patuh terhadap atasan atau majikan. Sikap tokoh Abu dalam kutipan dialog di bawah menggambarkan sikap seorang bawahan yang harus tunduk pada majikannya. MAJIKAN II Jadi kau adalah ..ABU Ya, Tuan. MAJIKAN II Kau jangan lupa. Kau adalah ..ABU Saya, Tuan. MAJIKAN II Apa pun yang terjadi kau adalah ..ABU Saya, Tuan. MAJIKAN II Siapa namamu? ABU Abu, Tuan. MAJIKAN II Bukan. Kau adalah ..ABU Saya, Tuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
141 ... . MAJIKAN II Bagus. Siapa namamu sebenarnya? ABU ..- (Kapai-Kapai: 33 – 34)
2) Mengumpat Namun, terdapat pula dialog-dialog yang jauh dari nilai moral tidak patut untuk ditiru. Dialog tersebut berupa umpatanumpatan yang dilontarkan Majikan maupun Iyem kepada Abu. a) MAJIKAN Abu ! ABU Hamba, Tuan. MAJIKAN Bangsat kamu! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau. (Kapai-Kapai: 6) b) IYEM Kau jangan diam saja kayak sandal dobol. ABU Ada apa? IYEM Kau betul-betul sandal dobol. Hujan begini deras. Air sudah sampai ke lutut. Rumah ini seperti tak beratap. Ini bukan lagi bocor. Ya Tuhan. Dengan apa mesti kita hentikan hujan jahanam ini? Terlalu banyak musuh kita. Di darat. Di udara. Tuhan. Tuhan (Kapai-Kapai: 26) d. Nilai Keagamaan Nilai keagamaan atau religius merupakan sudut pandang yang mengikat manusia dengan Tuhan. Manusia senantiasa akan membutuhkan Tuhan karena secara naluri, manusia akan selalu membutuhkan perlindungan dan pertolongan-Nya. Oleh karena itu, selalu mengingat Tuhan merupakan pencerminan pribadi yang bertakwa dan menjunjung tinggi fitrah manusia. Manusia senantiasa akan membutuhkan Tuhan dalam berbagai masalah yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
142 dihadapinya. Dalam naskah drama Kapai-Kapai, tokoh sentral-protagonis menunjukkan kepribadiannya yang jauh dari ajaran agama. Karena itulah ia mudah diperdaya dengan mimpi-mimpi semu. Kemunculan tokoh Kakek ialah sebagai pembawa pesan religius kepada Abu. Kakek mengingatkan Abu untuk mengenal Tuhan dan menjalankan perintah-Nya. 1) Beriman dan Bertakwa Dari kutipan berikut, petuah-petuah yang diungkapkan tokoh Kakek sarat akan pesan-pesan religi. Pesan tersebut bukan sekadar sebagai penguat cerita, tetapi juga merupakan upaya untuk mengingatkan pembaca atau penonton tentang ajaran agama. a) KAKEK Di sana di sini sama saja. Semuanya tak berarti. Yang kau cari adalah agama. Tak ada obat yang paling mujarab selain agama ABU Saya tidak sakit. KAKEK Tak ada tempat yang paling teduh dan tak ada obat pelelah selain agama. ABU Saya tidak cape. KAKEK Segala teka-teki silang pasti tertebak oleh agama. (Kapai-Kapai: 19) b) ABU Tuhan. KAKEK Yang menciptakan kita. ABU Tuhan. KAKEK Yakinlah. ABU Kalau begitu Dia yang memulai segala ini? KAKEK Juga yang akan mengakhiri segalanya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
143 ABU Mulai dan mengakhiri ? KAKEK Membangun dan meruntuhkan sekaligus. ABU Saya jadi bodoh. KAKEK Kau memang bodoh. Dan ketika kau dihidupkan ajal disisipkan dalam salah satu tulang igamu. Dialah-Tuhan. ABU Tuhan. KAKEK Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan seisinya. Maka bersyukurlah kau kepadaNya. Maka bersembahlah kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada firman-firmanNya. Maka perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala larangan-laranganNya. Barang siapa melanggar neraka hukumannya. Barang siapa patuh sorga upahnya. (Kapai-Kapai: 21 – 22) 2) Membunuh Pelanggaran terhadap nilai keagamaan juga tersirat dalam tingkah laku tokoh. Seperti yang tampak pada kondisi ekonomi Abu dan Iyem yang kekurangan hingga mereka tega membunuh bayi-bayi dan cucu mereka. Hal itu merupakan pelanggaran terhadap nilai religi yang tidak boleh untuk dilakukan. a) IYEM Kita bunuh saja (Abu meludah) Kita bunuh saja (Abu meludah) Kita bunuh saja. ABU Siapa? IYEM Entah (Iyem meludah) ABU Saya ? (Iyem meludah) Kau. Kita bunuh saja. IYEM Orok kita saja. (Kapai-Kapai: 38)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
144 b) IYEM Anak-anak pun sudah lenyap entah kemana. ABU Sebagian di kubur, sebagian kabur. (Kapai-Kapai: 47) Nilai-nilai tersebut memberikan daya tarik tersendiri terhadap sebuah karya. Karya yang bermutu adalah karya yang bermanfaat, dan manfaat dapat dipetik dari nilai-nilai yang terkandung dalam karya tersebut. Jadi, secara keseluruhan, naskah drama Kapai-Kapai ini sarat dengan muatan pendidikan melalui pengungkapannya yang simbolik.
4. Relevansi Naskah Drama Kapai-Kapai Terhadap Materi Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA Penyusunan materi pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tidak terlepas dari kurikulum. Kurikulum merupakan rambu-rambu yang menjadi pedoman guru untuk menentukan pokok-pokok materi yang akan disampaikan pada siswa. Kurikulum yang berlaku saat ini ialah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum ini, kegiatan siswa juga meliputi memahami dan mengapresiasi karya sastra. Terdapat kegiatan memahami pementasan
drama,
memerankan
tokoh
dalam
pementasan
drama,
mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama, dan menulis naskah drama dalam Standar Kompetensi (SK) kelas XI. Selain itu, SK kelas XII juga menyertakan kegiatan memahami pembacaan teks drama. Berdasar pada SK tersebut, maka guru harus memiliki strategi pembelajaran yang menarik agar indikator pembelajaran dapat tercapai. Pada umumnya materi drama tidak diminati siswa. Drama dipandang sebagai materi pembelajaran yang membosankan. Kebanyakan guru hanya menggunakan cuplikan-cuplikan dialog yang terdapat pada buku pegangan. Hal itu
kurang
dapat
membangkitkan
antusiasme
siswa.
Guru
hendaknya
menggunakan cara yang menarik, seperti memanfaatkan video drama maupun mengajak siswa untuk menonton secara langsung pertunjukan drama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
145 Tidak hanya pemakaian strategi pembelajaran, pemilihan naskah drama juga harus diperhatikan. Untuk usia siswa SMA, sudah semestinya memakai naskah drama yang berbobot. Biasanya naskah-naskah karya sastrawansastrawan ternama lebih unggul dalam segi kualitas. Sebuah karya dikatakan bermutu jika mengedepankan nilai-nilai kehidupan yang bermakna, menggugah, kreatif, dan imajinatif. Naskah-naskah drama yang dimunculkan baru-baru ini lebih bersifat realis. Hal itu menguntungkan dari segi pemahaman siswa karena lebih mudah dimengerti. Namun, naskah yang demikian kurang dapat meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas siswa. Naskah drama Kapai-Kapai kaya Arifin C. Noer merupakan salah satu naskah drama yang memiliki beberapa aspek di atas. Kisah hidup Abu memuat nilai-nilai pendidikan yang dapat dipetik. Adanya tokoh surealis, seperti Emak, Yang Kelam, Bulan, dan yang lainnya menunjukkan kreativitas dan daya imajinasi pengarang. Hal itu membuat pembaca tidak hanya sekadar menikmati, tetapi juga ikut mengembangkan imajinasinya. Jika dikaitkan dengan materi pembelajaran drama di SMA, naskah drama Kapai-Kapai cukup tepat untuk digunakan. Secara struktural, Kapai-Kapai memiliki unsur yang lengkap. Selain itu, tema kemanusiaan yang diangkat dikemas dengan gaya semirealis sehingga memungkinkan adanya apresiasi yang beragam dari siswa. Pada umumnya, naskah drama yang bertipe surealis tidak akan memunculkan pemahaman yang sama mengenai inti ceritanya. Apresiasi terhadap naskah drama surealis akan bergantung pada latar belakang pengetahuan individu. Pada kurikulum di SMA kelas XI semester I, terdapat Standar Kompetensi memahami pementasan drama. Kompetensi Dasar yang harus dipenuhi yakni mengidentifikasi peristiwa, pelaku dan perwatakannya, dialog dan konflik pada pementasan drama. Naskah drama Kapai-Kapai ini memiliki jalan cerita yang menarik, karakter tokoh dan dialog yang beragam, serta mempunyai konflik yang kompleks. Naskah telah memenuhi syarat untuk digunakan dalam KD tersebut. Pada semester II, siswa diharapkan mampu menulis naskah drama. Hal ini sesuai dengan Standar Kompetensi menulis naskah drama, serta commit to user manusia melalui dialog naskah Kompetensi Dasar mendeskripsikan perilaku
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
146 drama. Naskah drama Kapai-Kapai dapat digunakan sebagai contoh penulisan naskah drama yang baik. Selain pemilihan tema dan tokoh yang sesuai, pemilihan dialog dan setting juga sangat diperhatikan. Pembelajaran apresiasi drama juga terdapat pada kurikulum kelas XII semester II. Standar Kompetensi yang telah ditentukan yaitu memahami pembacaan teks drama. Kompetensi Dasar yang harus dipenuhi ialah menemukan unsur-unsur intrinsik teks drama yang didengar dan menyimpulkan isi drama melalui pembacaan teks drama. Hasil penelitian yang menggunakan pendekatan struktural telah menunjukkan bahwa naskah drama Kapai-Kapai memiliki unsurunsur pembangun yang lengkap. Dengan demikian, naskah ini juga dapat digunakan sebagai materi pembelajaran yang berkaitan dengan KD tersebut. Nilai-nilai edukatif dalam naskah drama Kapai-Kapai tidak hanya dapat diapresiasi juga, tetapi juga dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan seharihari. Penderitaan hidup tokoh Abu karena dangkalnya pengetahuan agama dapat dijadikan peringatan agar setiap orang memiliki pondasi agama yang baik. Namun, dalam dialog tokoh-tokohnya juga terdapat umpatan-umpatan dan sikap hidup yang tidak baik. Pembaca atau penonton harus mampu menangkap nilainilai positif dan tidak mengikuti sikap negatif tokoh.
C. Pembahasan 1. Struktur Naskah Drama Kapai-Kapai a. Tema Melalui dialog-dialog yang dilontarkan tokoh-tokoh dalam naskah drama Kapai-Kapai ini, penderitaan hidup Abu selalu diperlihatkan. Ketika ia berada di rumah dengan keadaan rumah tak layak huni, keadaan sosial dan ekonomi yang memprihatinkan, serta ketika berada di tempatnya bekerja tokoh Abu juga mendapat tekanan dari majikannya. Dari awal hingga akhir cerita, kesengsaraan hidup tokoh Abu serta kenaifan yang dimilikinya menjadi sorotan utama. Hal tersebut menunjukkan bahwa tema yang diangkat dalam cerita Kapai-Kapai adalah penderitaan hidup seseorang dalam mengejar user harapan semu. Hal ini sejalancommit dengantopenelitian Suhariyadi (2009: 155) yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
147 menyatakan bahwa tema yang terdapat dalam naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer adalah penderitaan hidup manusia karena mengejar mimpi-mimpi semu. Kesamaan pendapat antara peneliti dengan peneliti lain tentang tema naskah drama Kapai-Kapai sejalan dengan pendapat Waluyo (2002: 24 – 25) yang mengemukakan bahwa tema cerita bersifat objektif, lugas, dan khusus.
b. Penokohan Terdapat dua puluh lima tokoh yang muncul dalam naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer. Namun, dari sekian tokoh yang ada, tokoh sentral cerita hanya ada dua orang, yakni Abu dan Emak. Kedua tokoh ini sangat mempengaruhi jalannya cerita. Abu merupakan tokoh yang disorot di setiap adegan dalam naskah, sedangkan Emak merupakan tokoh yang memiliki andil besar dalam setiap pengambilan keputusan yang dilakukan Abu. Emak adalah tokoh yang berhasil meracuni pikiran Abu dengan dongeng-dongeng sehingga ia mudah terperdaya untuk hanya mengandalkan Cermin Tipu Daya dalam menghadapi cobaan hidupnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Waluyo (2002: 14) yang menyatakan bahwa tokoh sentral merupakan tokoh yang paling menentukan jalannya cerita. Tokoh sentral dapat berupa tokoh protagonis dan antagonis. Selain tokoh sentral, terdapat pula tokoh utama dan tokoh tambahan yang melengkapi keutuhan cerita.
c. Alur Alur merupakan urutan jalannya cerita. Dalam naskah drama Kapai-Kapai alur cerita disusun secara tidak teratur. Alur yang terjadi adalah alur maju, karena tidak ada bagian masa lalu yang ditunjukkan kembali (flashback). Namun, pengarang menggunakan alur yang berantakan dengan tujuan untuk menggambarkan ketidakteraturan kehidupan Abu sebagai tokoh utama. Adegan kebingungan Abu mencari ujung dunia, dialog Kakek dan Abu user tentang hakikat hidup, tempatcommit tinggal to Abu yang tergenang air hujan, dongeng
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
148 Raja Jin menculik Putri Cina, bayangan perjalan Abu ke ujung dunia, hinaan dan perlakuan kasar Majikan kepada Abu, dan adegan kesedihan Iyem yang hamil, merupakan serentetan adegan yang terjalin menjadi pergerakan alur yang tidak teratur. Ketidakteraturan alur tersebut menegaskan keadaan hidup Abu yang juga berantakan. Hidup Abu yang terombang-ambing oleh cobaan hidup merupakan akibat dari kebutaannya terhadap Tuhan dan ajaran agama. Hal itu selaras dengan pendapat Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2005: 113) yang menyatakan bahwa plot/alur merupakan peristiwa yang tidak sederhana dalam cerita, karena pengarang menyusunnya dengan hubungan sebab-akibat antara peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya.
d. Setting Nurgiyantoro menyatakan bahwa setting sebagai landasan tumpu, mengacu pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa. Setting yang ditemukan naskah drama KapaiKapai ini meliputi tempat dan waktu terjadinya peristiwa. Setting tempat secara umum yaitu terjadi di Jakarta. Namun jika dilihat dari lingkup yang lebih spesifik, terdapat peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kamar Abu dan Iyem, di pabrik tempat Abu bekerja, dan di luar rumah ketika Abu dan Iyem mengembara mencari Cermin Tipu Daya. Setting waktu yang muncul antara lain pada waktu siang hari dan malam hari. Peristiwa yang terjadi pada siang hari ditandai dengan adanya narasi yang menyebutkan matahari sedang melesat serta adanya dialog tokoh Iyem yang mengeluhkan sengatan matahari ketika ia mengembara. Kemunculan tokoh Yang Kelam, Bulan, serta Seribu Bulan menjadi indikasi setting di malam hari. Hal itu selaras dengan pendapat Waluyo, bahwa setting waktu merupakan penggambaran waktu terjadinya peristiwa, yaitu dapat siang, malam, pagi, atau sore hari.
e. Dialog Percakapan yang terjadi dalam drama tersebut mengandung dua commitresmi to user ragam bahasa, yakni ragam bahasa dan tak resmi. Ragam bahasa resmi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
149 nampak pada dialog tokoh Abu kepada majikannya, serta terjadi pada dialogdialog tokoh surealis, seperti Emak dan Kakek. Ragam bahasa tak resmi muncul pada dialog tokoh Abu dengan Iyem, serta dialog gelandangangelandangan. Perbedaan ragam bahasa yang digunakan bertujuan untuk mendukung jalan cerita. Penggunaan bahasa lisan (tak resmi) pada tokoh Abu, Iyem, dan gelandangan juga menunjukkan status sosial mereka yang hanya masyarakat kelas bawah sehingga banyak terdapat umpatan maupun kata-kata di luar etika berbicara. Hal itu menegaskan kembali bahwa tokoh-tokoh tersebut tidak pernah mengenyam pendidikan. Adanya ragam bahasa resmi pada dialog Emak dan Kakek dapat diinterpretasikan sebagai usaha pengarang untuk membedakan tokoh realis dan surealis (tak nyata). Hal itu sejalan dengan pendapat Wirajaya dan Sudarmawarti (2008: 44) bahwa dialog-dialog drama pada hakikatnya adalah ragam bahasa komunikatif bukan bahasa tulis.
f. Petunjuk teknis Petunjuk teknis atau disebut juga dengan teks samping yang terdapat dalam naskah drama Kapai-Kapai dapat ditemui dalam setiap adegan. Teks damping ini ditulis di antara dua tanda kurung (…), dengan huruf Italic, maupun huruf kapital. Petunjuk teknis digunakan untuk membantu pemain dalam memerankan tokoh serta dapat digunakan sebagai jembatan untuk para pembaca naskah dalam mengimajinasikan cerita. Bagi sutradara, adanya teks samping sangat membantu dalam memvisualisasikan keinginan pengarang. Hal ini senada dengan ungkapan Waluyo, bahwa petunjuk teknis bermanfaat untuk mempermudah sutradara dalam menafsirkan naskah drama (2002: 29).
g. Amanat Pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui drama KapaiKapai tersebut terungkap dalam keseluruhan jalan cerita. Setelah menonton pementasan maupun membaca naskah drama, dapat diketahui bahwa pengarang mengangkat kehidupan masyarakat kelas bawah. Dalam perjalanan to usertokoh digambarkan mengalami hidup yang serba terbatascommit tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
150 kebimbangan
dalam
menyikapi
konflik-konflik
yang
mendatanginya.
Pengarang menyiratkan pesan mengenai pentingnya agama sebagai landasan hidup seseorang. Tokoh yang diciptakannya merupakan seseorang yang jauh dari ajaran agama sehingga ia sangat mudah diperdaya. Hasil penelitian Suhariyadi tidak jauh berbeda. Menurutnya, karena kebodohan dan keringnya sandaran hidup sebagai pedoman (agama), Abu memilih sikap untuk tergantung pada harapan dan mimpi. Dengan begitu, dia mengalami ketersesatan, pada gilirannya, akan menjalani kehidupan yang teralienasi dari realitas. Ini adalah sebuah mitos yang dipilih untuk menuntun seseorang menjalani kehidupan agar terlepas dari mitos kemiskinan. Mitos untuk melepas mitos yang lain: kebodohan dan jauh dari agama akan mengakibatkan ketersesatan. Hal ini sejalan dengan pendapat Waluyo, bahwa amanat besifat kias, umum, dan subjektif sehingga penafsiran penikmat karya dapat bervariasi (2002: 28).
2. Keterjalinan Unsur-Unsur dalam Naskah Drama Kapai-Kapai Dalam setiap karya sastra yang diciptakan pengarangnya harus sinergis dan memiliki kesinambungan antara satu unsur dengan unsur yang lainnya. Selain agar penikmat karya sastra dapat memahami cerita yang disajikan, hal itu juga bertujuan untuk memudahkan penikmat karya sastra dalam mengambil pesanpesan yang tersirat. Keterjalinan antarunsur juga terdapat dalam naskah drama Kapai-Kapai. Pemilihan tema yang berkaitan dengan penderitaan hidup memunculkan tokoh-tokoh yang memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Tokoh Abu yang berprofesi sebagai pesuruh selalu diperlakukan semena-mena oleh majikannya. Oleh karena itu ia ingin untuk segera terlepas dari belenggu penderitaan hidup. Dalam hal ini tokoh Emak dimunculkan untuk membangun harapan-harapan bagi Abu, walaupun hanya harapan kosong. Selaras dengan pendapat Oemarjati, bahwa melalui penokohan, pengarang dapat mengungkapkan alasan logis terhadap tingkah laku tokoh. Tokoh-tokoh tersebut yang kemudian membawakan tema dalam keseluruhan latar commit to user dan alur cerita (dalam Dewojati, 2010: 169).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
151 Tema dan penokohan juga mempengaruhi alur. Tema penderitaan hidup dan tokoh Abu yang tidak memiliki keteraturan dalam menjalani hariharinya selaras dengan penyusunan alur yang tidak teratur. Alur dalam naskah drama Kapai-Kapai tidak disusun secara berkesinambungan. Dalam satu bagian, adegan satu yang selanjutnya tidak semuanya memiliki keterkaitan. Pemilihan tokoh-tokoh tersebut juga didukung oleh setting cerita. Tokoh Abu dan Iyem yang merupakan keluarga miskin digambarkan memiliki tempat tinggal yang kurang layak. Pabrik tempat Abu bekerja juga membuatnya menderita. Pabrik yang sibuk sangat menyita tenaga. Banyak pekerjaan yang harus ia jalani sehingga membuatnya menjadi seperti robot pekerja. Hal ini senada dengan fungsi latar yang diungkapkan Montaque dan Henshaw, yakni latar berfungsi untuk mempertegas watak tokoh, memberikan tekanan dan memperjelas tema (dalam Waluyo, 2002: 198). Tokoh Abu dan Iyem yang berlatar belakang keluarga miskin juga didukung dengan pemakaian ragam bahasa yang kurang berpendidikan. Banyak umpatan yang mereka ujarkan. Namun, ketika Abu berhadapan dengan majikannya, ia menggunakan bahasa resmi yang menunjukkan kepatuhan terhadap atasannya tersebut. Dialog-dialog yang dilontarkan tokoh dapat diperankan dengan mengacu pada petunjuk teknis. Petunjuk teknis yang terdapat di samping dialog dapat membuat dialog lebih ekspresif. Hal ini sejalan dengan pendapat Suroto (1989: 94) bahwa dialog dapat membantu pembaca untuk mengetahui karakter tokoh dan tema cerita. Selain itu, dialog juga dapat digunakan
untuk
membantu
menggambarkan
setting
yang
digunakan.
Keseluruhan unsur-unsur dalam cerita tersebut saling kait-mengkait sehingga menjadi cerita yang padu dan dapat menyampaikan amanat pengarangnya.
3. Nilai-Nilai Edukatif dalam Naskah Drama Kapai-Kapai a. Nilai Kultural Nilai kultural merupakan nilai yang berorientasi pada budaya dan estetika yang terdapat dalam suatu karya. Dalam naskah drama Kapai-Kapai, commit todiksi useryang indah serta diangkatnya adat nilai kultural tertuang pada pemakaian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
152 budaya Betawi. Tokoh Bulan dan Seribu Bulan hadir dengan bahasa yang bermakna tersirat. Dialog mereka yang menggambarkan suasana hati tokoh Abu dan Iyem ketika sedang bermesraan mendorong pembaca untuk mengembangkan imajinasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Soelaeman yang menyebutkan bahwa dalam karya sastra imajinasi merupakan titik pusat keindahan (1998: 65). Nilai budaya juga dapat dilihat pada dialog-dialog tokoh Emak yang mendongengkan cerita tentang putri dan pangeran. Terdapat pula adat budaya Betawi berupa pemakaian pantun-pantun oleh tokoh Abu dan Iyem. Diangkatnya suatu kebudayaan dalam sebuah karya merupakan salah satu cara menjaga kelestarian budaya tersebut. Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsikonsepsi yang dipahami oleh masyarakat berisi tentang berbagai hal yang wajib dianggap bernilai dalam kehidupan oleh masyarakat. Oleh karena dianggap sangat bernilai dalam kehidupan suatu sistem nilai budaya selanjutnya dapat bermanfaat sebagai pedoman tertinggi bagi tingkah laku manusia (Koentjaraningrat, 1992: 25).
b. Nilai Kesosialan Nilai sosial yang terdapat dalam naskah drama Kapai-Kapai dapat ditemui dalam perjalanan hidup Abu dan Iyem. Nilai sosial yang menyangkut kepedulian tersirat dalam pengabdian Iyem sebagai seorang istri. Ia dengan setia mendampingi Abu meskipun keadaan hidup sangat menghimpit mereka. Hal ini senada dengan pendapat Semi (1993: 55) yang mengungkapkan bahwa sistem kekerabatan, ekonomi, politik, pendidikan, dan kepercayaan juga termasuk dalam lingkup nilai sosial. Kepedulian Abu ketika bertemu dengan gelandangan-gelandangan juga mencerminkan nilai sosial. Mereka merasa bernasib sama sehingga Abu mengajaknya ikut serta dalam perjalanan mencari Cermin Tipu Daya yang dipercayainya
dapat
digunakan
untuk
membebaskan
hidupnya
dari
penderitaan. Nilai sosial yang tertuang dalam tingkah laku tokoh tersebut commit to user sesuai dengan pendapat Bertrand, bahwa nilai sosial merupakan kesadaran dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
153 emosi yang relative lestari terhadap suatu objek, gagasan, atau orang (dalam Soelaeman, 1987: 9).
c. Nilai Kesusilaan Nilai kesusilaan dapat disebut juga dengan nilai moral. Nilai ini berkaitan dengan etika-etika yang harus dijaga dalam bersikap. Terdapat nilai moral yang dapat ditiru dalam drama Kapai-Kapai tersebut, yaitu sikap patuh seorang bawahan terhadap atasannya. Namun, terdapat pula dialog-dialog tokoh Majikan dan Iyem yang menyimpang dari etika berbicara. Mereka melontarkan umpatan-umpatan ketika merasa marah. Hal inilah yang tidak pantas untuk dicontoh. Selain itu, terdapat pilihan hidup Abu dan istrinya yang tega membunuh bayi mereka karena merasa tidak sanggup membiayai hidup sang anak. Sikap Abu dan Iyem tersebut melanggar nilai kesusilaan karena mereka merenggut nyawa orang lain. Pesan-pesan moral yang tersirat dalam setiap tindakan tokoh tersebut dapat dipetik sendiri oleh pembaca. Hal ini sejalan dengan pendapat Kenny dalam Nurgiyantoro (2005: 321) yang menyebutkan bahwa moral dalam cerita merupakan suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis dan dapat ditafsirkan sendiri oleh pembaca. Melalui sikap dan tingkah laku tokoh, pembaca dapat menangkap pesan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang.
d. Nilai Keagamaan Nilai keagamaan yang nampak dalam cerita Kapai-Kapai yaitu tentang ketidaktahuan Abu mengenai ajaran agama. Dalam dialog-dialognya dengan tokoh Kakek sangat terlihat jelas bahwa ia buta mengenai agama, bahkan Tuhan. Melalui tokoh Kakek, pengarang menyampaikan pentingnya landasan agama dalam hidup seseorang agar tidak mudah diombangambingkan oleh keadaan hidup. Hal ini selaras dengan pendapat Mangunwijaya (dalam Noor, 2011: 19) yang menyatakan bahwa karya sastra to user yang baik adalah karya sastra commit yang selalu memiliki nilai religi. Artinya, karya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
154 sastra selalu menunjukkan jalan ke arah kebenaran. Penikmat dapat diberikan pandangan mengenai pilihan yang baik dan buruk disertai gambaran sebab akibatnya.
4. Relevansi Naskah Drama Kapai-Kapai Terhadap Materi Pembelajaran Apresiasi Drama di SMA Siswa belum memiliki tingkat antusiasme yang tinggi terhadap pembelajaran apresiasi drama. Materi drama dianggap membosankan bagi sebagian besar siswa sehingga dibutuhkan
strategi
yang tepat
dalam
menyampaikannya. Selain metode penyampaian yang harus bervariasi, pemilihan bahan ajar untuk materi drama juga harus diperhatikan. Senada dengan pendapat Waluyo (2002: 156) bahwa kesulitan pembelajaran drama yaitu dalam hal pemilihan naskah drama yang berdurasi pendek. Selain itu, dalam buku pegangan siswa yang beredar sekarang ini, cuplikan-cuplikan dialog yang dipilih masih kurang sesuai dengan usia siswa. Bagi siswa SMA, cuplikan naskah drama yang digunakan hendaknya lebih kompleks. Siswa SMA sudah pantas untuk menerima materi ajar yang lebih rumit. Naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer ini merupakan salah satu naskah drama berbobot yang dapat dijadikan media pembelajaran drama. Konflik kemanusiaan yang kompleks serta struktur yang lengkap dapat menjadi pertimbangan untuk digunakannya naskah ini sebagai bahan ajar. Siswa dapat dengan maksimal mengembangkan daya imajinasi dan kreasinya dalam kegiatan apresiasi drama. Hal ini sejalan dengan pernyataan Syafi’i (1993: 68 – 69) bahwa pembelajaran drama harus menekankan pada pemerolehan pengalaman batin sehingga dapat meningkatkan kualitas batin siswa. Namun, guru tetap harus memberikan pengarahan pada siswa untuk mengambil nilai-nilai positif yang terdapat dalam cerita dan tidak meniru hal negatif para tokoh cerita. Naskah drama Kapai-Kapai ini mengandung nilai-nilai edukatif yang juga dapat diaplikasikan siswa dalam kehidupan sehari-hari, seperti harus meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan serta harus lebih peduli terhadap sesama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasar pada hasil temuan penelitian dan analisis data mengenai struktur, nilai edukatif, dan relevansi naskah drama Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer terhadap pembelajaran apresiasi drama, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut. 1. Naskah drama Kapai-Kapai memiliki struktur sebagai berikut. a. Tema Tema yang diangkat dalam naskah drama Kapai-Kapai yaitu penderitaan hidup manusia karena mengejar mimpi-mimpi dan harapan semu. b. Penokohan Pengelompokan tokoh berdasarkan pendapat Kosasih, terdapat tiga jenis tokoh: protagonis, antagonis, dan tritagonis. Pertama, tokoh protagonis yang meliputi: Abu dan Iyem. Kedua, tokoh antagonis: Emak dan Majikan. Ketiga, tokoh tritagonis yang meliputi: Yang Kelam, Bulan, Kakek, Raja Jin, Putri Cina, Pangeran, Bel, Burung, Katak, Rumput, Embun, Air, Batu, Jangkerik, Kambing, Pohon, Kelompok Kakek, Koor, Seribu Bulan, dan Gelandangan. Sedangkan menurut Waluyo, terdapat pula tiga jenis tokoh dalam cerita: tokoh sentral, utama, dan tambahan. Tokoh sentral dalam naskah drama Kapai-Kapai ialah Abu dan Emak. Tokoh utamanya ialah Majikan, Iyem, Yang Kelam, Bulan, dan Kakek. Tokoh pembantu dalam cerita tersebut ialah Seribu Bulan, Pangeran, Putri Cina, Raja Jin, Bel, Burung, Katak, Rumput, Embun, Air, Batu, Jangkerik, Kambing, Pohon, dan Gelandangan. c. Alur Cerita Kapai-Kapai tersebut menggunakan alur maju. Tahap eksposisi ditandai dengan munculnya tokoh Abu dan Emak muncul sebagai tokoh sentral. Tahap kedua, inciting moment, ditandai dengan mulai muncul to user tekanan yang didapat Abucommit dari majikannya dan kehamilan Iyem. Tahap
155
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
156 ketiga yaitu rising action. Mulai dari perlakuan majikan Abu yang semena-mena, keluhan Iyem tentang keadaan ekonomi mereka, serta hadirnya tokoh Kakek yang menegaskan ketidaktahuan Abu mengenai ajaran agama. Keempat, climax cerita terjadi ketika Abu dan Iyem membunuh bayi mereka karena merasa tidak mampu menanggung hidup bayinya nanti. Tahap terakhir, falling action atau denoument ditunjukkan dengan mengembaranya Abu dan Iyem untuk mencari Cermin Tipu Daya yang mereka percayai dapat mengubah hidup mereka. Namun, pada ujungnya, kematian Abu merupakan penyelesaian cerita. d. Setting Terdapat tiga setting dalam cerita: setting tempat, setting waktu, dan setting ruang. Setting tempat terjadi antara tahun 1930 hingga tahun 1980 di Jakarta. Setting waktu yang disebutkan yaitu malam hari dan siang hari. Sedangkan setting ruang yang digunakan yaitu kantor dalam sebuah pabrik, kamar Abu dan Iyem, serta di luar rumah. e. Dialog Terdapat dua ragam bahasa yang digunakan tokoh-tokoh dalam naskah drama Kapai-Kapai. Ragam bahasa lisan berupa bahasa tak resmi digunakan oleh tokoh Abu, Iyem, dan Majikan. Hal itu ditunjukkan dengan munculnya umpatan-umpatan. Sedangkan bahasa resmi digunakan oleh Emak dan Kakek untuk menegaskan bahwa mereka adalah tokoh surealis. f. Petunjuk Teknis Petunjuk teknis dalam naskah drama Kapai-Kapai ditulis di dalam kurung, dengan huruf kapital maupun format Italic sebelum dialog tokoh atau setelahnya. Petunjuk teknis atau teks samping ini digunakan untuk membantu pemeran tokoh dalam berekspresi dan blocking, serta digunakan untuk mengatur efek suara yang dimunculkan. g. Amanat Amanat dalam cerita Kapai-Kapai ini adalah pentingnya pondasi agama commit to userkeadaan hidup. agar tidak mudah diombang-ambingkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
157 2. Keterjalinan antarunsur dalam struktur naskah drama Kapai-Kapai dapat dilihat melalui kesesuaian antara tema, tokoh, alur, setting, dialog, petunjuk teknis, dan amanat. Tema sangat mempengaruhi pemilihan tokoh dan setting serta penyusunan alur cerita. Karakter dan latar belakang tokoh menjadi acuan dalam memilih gaya berbahasa dalam dialognya. Petunjuk teknis juga sangat mendukung karakter tokoh. Keseluruhan unsur berperan untuk mendukung tersampaikannya amanat cerita. 3. Nilai-nilai edukatif yang terkandung dalam naskah drama Kapai-Kapai antara lain: a) nilai kultural tercermin dalam pemakaian pantun yang merupakan ciri khas budaya Betawi serta adanya dongeng lenong yang diceritakan Emak; b) nilai kesosialan dapat dilihat melalui rasa cinta kasih Abu dan Iyem serta sikap kepedulian Abu terhadap gelandangan; c) nilai kesusilaan tertuang dalam sikap patuh Abu sebagai pesuruh terhadap majikannya; serta d) nilai keagamaan terlihat dalam nasihat-nasihat Kakek kepada Abu untuk mengenal Tuhan dan menjalankan perintah-Nya. 4. Untuk memenuhi kurikulum di SMA kelas XI semester I dan kelas XII semester II, naskah drama Kapai-Kapai ini memiliki karakter tokoh dan dialog yang beragam, serta mempunyai konflik yang kompleks sehingga memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan kajian unsur pembangun drama. Pada kelas XI semester II, siswa diharapkan mampu menulis naskah drama. Naskah drama Kapai-Kapai dapat digunakan sebagai contoh penulisan naskah drama yang baik.
B. Implikasi Penelitian bertajuk “Naskah Drama Kapai-Kapai Karya Arifin C. Noer (Tinjauan Strukturalisme dan Nilai Edukatif)” ini memiliki implikasi dalam tiga aspek: teoretis, praktis, dan pedagogis. Secara teoretis, naskah drama Kapai-Kapai memiliki unsur intrinsik yang lengkap. Tema, penokohan, alur, setting, dialog, petunjuk teknis, dan amanat yang terdapat di dalamnya memiliki keterkaitan yang kuat. Pemakaian tinjauan commit to user struktural dapat secara detail membedah unsur-unsur pembangun cerita tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
158 Selain itu, naskah drama Kapai-Kapai memiliki nilai-nilai pendidikan yang menarik. Bagi pembaca naskah atau penonton pementasan naskah ini dapat mengambil pelajaran dari kisah hidup Abu. Penderitaan hidup yang dicerminkan melalui tokoh Abu dilatarbelakangi oleh kurangnya pemahaman mengenai agama. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa pedoman agama sangat penting dalam hidup seseorang agar tidak terombang-ambing. Secara praktis, naskah Kapai-Kapai dapat dijadikan inspirasi bagi sastrawan maupun dramawan-dramawan muda. Naskah Kapai-Kapai tersebut bersifat semi-realis. Naskah ini dapat menjadi contoh untuk diciptakannya naskah bertipe sama. Selain berjenis semi-realis, Kapai-Kapai juga mengangkat kehidupan rakyat kelas bawah yang sering ditindas. Akhir-akhir ini sangat jarang naskah surealis maupun semi-realis yang muncul. Penikmat drama atau teater zaman sekarang hanya disuguhi drama-drama ringan. Sudah saatnya dramawandramawan memancing penonton atau pembaca untuk ikut berimajinasi dan berpikir melalui naskah-naskah surealis. Secara pedagogis, berkaitan dengan program yang dicanangkan pemerintah untuk menciptakan pendidikan berkarakter, naskah drama KapaiKapai dapat dijadikan sebagai alternatif materi pembelajaran drama. Pada kurikulum Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas XI dan XII terdapat kompetensi apresiasi drama. Naskah Kapai-Kapai selain memiliki struktur lengkap yang dapat dipelajari, juga memiliki tingkat imajinasi yang tinggi. Melalui pembelajaran drama ini siswa juga dapat dilatih untuk gemar membaca, bekerja sama, bertanggung jawab, disiplin, percaya diri, dan kreatif.
C. Saran Berdasar pada hasil penelitian ini, peneliti dapat memberikan saransaran sebagai berikut. 1. Bagi Guru Naskah drama Kapai-Kapai telah terbukti memiliki struktur pembangun yang lengkap serta memuat daya imajinasi pengarang yang tinggi. user Hal ini dapat dimanfaatkan commit dalam to pengajaran materi drama pada tingkat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
159 sekolah menengah atas. Selain dapat membedah unsur-unsur intrinsik pada umumnya, naskah ini juga dapat digunakan untuk melatih siswa dalam mengasah imajinasi mereka. Sebuah karya dengan imajinasi tinggi akan semakin menarik untuk diapresiasi karena lebih memungkinkan munculnya perbedaan presepsi terhadap isi karya tersebut. 2. Bagi Pembaca Dengan adanya penelitian ini diharapkan pembaca akan lebih tertarik untuk mempelajari naskah-naskah drama. Naskah drama memiliki kedudukan yang sama dengan bentuk karya sastra lain, seperti novel ataupun puisi-puisi. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai penghubung antara karya sastra dan penikmatnya. Pembaca diharapkan pula untuk mampu mengambil nilai-nilai positif yang terdapat dalam naskah drama Kapai-Kapai dan tidak terpengaruh oleh sisi negatif yang dimunculkan dalam cerita tersebut. 3. Bagi Peneliti Lain Kapai-Kapai merupakan naskah drama dengan banyak simbolsimbol di dalamnya. Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memicu peneliti-peneliti lain untuk melanjutkan maupun memulai penelitian sastra baru, terutama dengan objek naskah drama. Naskah drama dapat dikaji dengan berbagai pendekatan untuk menguraikan komponen-komponen penyusunnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
160 DAFTAR PUSTAKA
Afifudin & Saebani A. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. Atkinson, P. 2010. “Making Opera Work: Bricolage and the Management of Dramaturgy” dalam Music and Arts in Action, Volume 3, Issue 1 (online). (http://musicandartsinaction.net/index.php/maia/article/view/makingopera work diakses 9 April 2012 pukul 07:24).
Boulton, M. 1983. The Anatomy of Drama. London, Boston, Melbourne, and Henley: Routledge & Kegan Paul. Damhudi, D. 2011. Bahan Ajar Teori dan Pementasan Drama/Teater (online). (my.opera.com/imdedidamhudi/blog/2011/02/20/bahan-ajar-teori-danpementasan-drama-teater, diakses 26 Februari 2012 pukul 07:26).
Dewojati, C. 2010. Drama: Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Endraswara, S. 2011. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Caps. Hare, J. R. 2008. “Johnny Saldaña (2005). Ethnodrama: An Anthology of Reality Theatre (Crossroads In Qualitative Inquiry Series; Volume 5)”, dalam Forum: Qualitative Social Research, Volume 9, No. 2, Art. 1 (online). (www.qualitative-research.net/fqs diakses 26 Februari 2012 pukul 07.39).
Hasan, Z., & Saladin. M. 1996. Pengantar Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Depdikbud. Hidayatullah, M. F. 2009. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat & Cerdas. Surakarta: Yuma Pustaka. Kinayati. 2006. “Pesona Karya Sastra dalam Pendidikan dan Pengajaran”, dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 063 Tahun Ke-12 November 2006 (online). (isjd.pdii.lipi.go.id diakses pada 7 Maret 2012 pukul 21:32). Koentjaraningrat. 1992. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat. Kosasih, E. 2003. Kompetensi Kebahasaan dan Kesusastraan Cermat Berbahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
161 Mardiatmadja. 1986. Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Miles, M. B., & Huberman, A. M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Tjetjep Rohendi Rohidi (terj.). Jakarta: UI Press. 491 hal. Milawati, T. 2011. “Peningkatan Kemampuan Anak Memahami Drama dan Menulis Teks Drama Melalui Model Pembelajaran Somatis Auditori Visual Intelektual (Savi)” dalamPortal Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011 (online), hal. 70 – 78 (jurnal.upi.edu, diakses 5 Maret 2012 pukul 08:24). Moedjiono & Dimyati, M. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti. Mujianto, Y. 1988. Manik-manik Sastra II. Surakarta: BPK PBS FKIP UNS. Muntsani, M. 2009. Pesan Profetik dalam Naskah Drama Tinjauan Pedagogigs (online). (bismirindu.wordpress.com/2009/07/23/283/#more-283 diakses 25 Februari 2012 pukul 15:01).
Noor, R. M. 2011. Pendidikan Karakter Berbasis Sastra Solusi Pendidikan Moral yang Efektif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Nugroho, R. A. 2007. Naskah Drama Monumen Karya Indra Tranggono (Sebuah Tinjauan Strukturalisme Genetik). Skripsi: Tidak dipublikasikan. Nurgiyantoro, B. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pradopo, R. D. 1993. Pengkajian Puisi: Analisis Strata Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. _________. 1994. Prinsip-Prinsip Karya Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pradotokusumo, P. S. 2005. Pengkajian Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Rahardjo, M. 2010. Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif (online). (http:// mudjiarahardjo.com/profile/270.html?task=view, diakses 7 Februari 2012).
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Ratna, N. K. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: commit to user Pustaka Pelajar.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
162
Ristyowati. 2010. Kajian Struktural dan Nilai Pendidikan Cerita Rakyat Makam Joko Tarub dan Sapta Tirta Kabupaten Karanganyar. Skripsi: Tidak dipublikasikan. Saputri, N. R. 2008. Analisis Wacana Naskah Drama TVRI Yogyakarta yang Berjudul “Rerusuh” Karya M. Sugiarto. Skripsi: Tidak dipublikasikan. Semi, A. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Setiawan, D. 2009. Pengertian Pendidikan dan Pengajaran (online). (diskusipendidikan.forumotion.com, diakses 8 Maret 2012 pukul 17:16) Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soelaeman, M. 1987. Ilmu Budaya Dasar: Suatu Pengantar. Bandung: PT Eresco. _________. 1998. Ilmu Budaya Dasar: Suatu Pengantar. Bandung: PT Eresco. Somers, J. W. 2008. “Interactive Theatre: Drama as Social Intervention” dalam Music and Arts in Action, Volume 1, Issue 1 (online). (http://http://musicandartsinaction.net/index.php/maia/article/view/interact ivetheatre, diakses pada 21 Maret 2012 pukul 16:42).
Sudjiman, P. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Suhariyadi. 2009. “Analisis Semiotik Naskah Drama Kapai-Kapai Karya Arifin C. Noer”, dalam Prospektus, Tahun VII Nomor 2 (online), hal. 147-160 (ejournal.unirow.ac.id/ojs/index.php/unirow/article/view/35, diakses 25 Februari 2012 pukul 15:35).
Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMTA. Jakarta: Erlangga. Suwondo, T., dkk. 1994. Nilai-nilai Budaya Susastra Jawa. Jakarta: PusatPembinaan dan Pengembangan Bahasa. Suyitno. 1986. Sastra, Tata Nilai dan Eksegensi. Yogyakarta: Hanindita Syafi’i, I. 1993. Terampil Berbahasa Indonesia Petunjuk Guru Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud. Tarigan, H. G. 1993. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Waluyo, H. J. 2002. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
163 _________. 2008. Drama Naskah, Pementasan, dan Pengajarannya. Surakarta: LPP UNS dan UNS Press. Wirajaya, A. Y., & Sudarmawarti. 2008. Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VIII. Surakarta: CV Putra Nugraha. Wiyanto, A. 2002. Terampil Apresiasi Drama. Jakarta: Grasindo. Yustinah & Iskak, A. 2008. Bahasa Indonesia Tataran Unggul untuk SMK dan MAK Kelas XII. Jakarta: Erlangga. Zuchdi, D., & Budiasih. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS.
commit to user