NASKAH PUBLIKASI PELAKSANAAN PRAPERADILAN YANG DIAJUKAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP PENGHENTIAN PENYIDIKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali)
Disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat-syarat guna mencapai derajat sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
Oleh : NANDA FENTA SAPUTRA C 100 110 154
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2016
PELAKSANAAN PRAPERADILAN YANG DIAJUKAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP PENGHENTIAN PENYIDIKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI ( Studi Kasus Pengadilan Negeri Boyolali ) Nanda Fenta Saputra Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan jaksa penuntut umum dalam penghentian kasus dan untuk mengetahui pelaksanaan praperadilan yang diajukan pihak ketiga tentang penghentian penyidikan oleh jaksa penuntut umum. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertimbangan jaksa penuntut umum dalam penghentian penyidikan tindak pidana korupsi perkara praperadilan merupakan tindakan penghentian penyidikan, dilihat dari proses penyidikan yang mangkrak atau terhenti bertahun-tahun. Pelaksanaan praperadilan yang diajukan oleh piihak ketiga tentang penghentian penyidikan oleh jaksa penuntut umum dalam tindak pidana korupsi tersebut berjalan dengan lancar dan telah memenuhi prinsipprinsip yang adil dan tidak memihak. Hambatan yang dialami oleh pihak ketiga yakni pengajuan permohonan yang harus disposisi oleh ketua pengadilan negeri, pihak ketiga tidak diketahui aparat penegak hukum, dan jaksa pentuntut umum yang bersifat pasif. Kata Kunci : pelaksanaan praperadilan, pemberantasan korupsi
penghentian
penyidikan,
ABSTRACT This study aims to determine the concideration of the public prosecutor in the termination of the casw and to invetigation the implementation of the proposed pretrial third parties about the termination of the investigation by the public prosecutor. The results showed that consederation of the public prosecutor in the termination of the investigation of corruption case pretrial an act of termination of the investigation, the views from the investigation process stalled or stopped many years. Implementation of the proposed pretrial third parties about the termination of the investigation by the public prosecutor in the corruption that runs smoothly and in compliance with the prinsiples of fair trial and impartial. Barriers experienced by a third party that the submission should disposition by the chairman of the court, interested third parties unknown to the law enforcement apparatus and the prosecution passive. Keywords: implementation the pretrial, termination of investigation, combating corruption
1
PENDAHULUAN Praperadilan adalah wewenang dari pengadilan negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Praperadilan dimaksudkan untuk kepentingan pengawasan terhadap perlindungan hak-hak tersangka/terdakwa, maka tentunya hak yang dilindungi tersebut bukan saja terhadap suatu penangkapan dan penahanan saja, melainkan keseluruhan dari pada upaya paksa, karena upaya paksa adalah suatu tindakan yang akan mengurangi hak dari tersangka/terdakwa, sehingga perlu dilakukan suatu pengawasan terhadap pelaksanaannya.1 Ketentuan peran masyarakat dalam mengontrol proses peradilan baik dari tingkat penyidikan maupun penuntutan melalui mekanisme praperadilan dalam KUHAP diatur lebih rinci lagi dalam Pasal 80 KUHAP menyebutkan : “Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya”. Pihak ketiga yang dimaksud dalam Pasal 80 KUHAP bukanlah pihak yang secara langsung berperkara dalam penyidikan maupun penututan, tetapi pihak lain yang ingin ikut serta dalam mengontrol penegakkan hukum dalam tingkat penyidikan maupun penuntutan yaitu saksi korban atau pelapor dan masyarakat yang biasanya diwakilkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sebagai contoh kasus-kasus praperadilan yang dimohonkan pihak ketiga yang berkepentingan, yaitu : (1) Kasus praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang dikoordinatori oleh advokat Boyamin Saiman, mengajukan permohonan terkait penghentian penyidikan yang dilakukan 1
Loebby Loqman, 1987, Praperadilan di Indonesia , Jakarta ; Ghalia Indonesia , hal 4
2
oleh Mabes Polri terhadap pihak yang diduga selaku penyuap Gayus Tambunan, yaitu Roberto Santonius dan pihak PT Kaltim Prima Coal (KPC) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kasus ini terjadi sekitar tahun 2010.2 (2) Kasus Praperadilan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang mengajukan gugatan praperadilan terhadap Polres Sukoharjo terkait penerbitan SP3 kasus dugaan korupsi pengadaan 40 sepeda motor dinas anggota DPRD Sukoharjo ke Pengadilan Negeri Sukoharjo. MAKI menilai Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang diterbitkan Polres Sukoharjo pada 9 November 2011 bertentangan dengan Pasal 109 ayat (2) KUHAP.3 Pengadilan Negeri Boyolali juga pernah menggelar sidang praperadilan yang diajukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atas dugaan tindak pidana korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Alasan yang menjadi dasar pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan praperadilan dalam perkara kasus korupsi APBD tahun 2004 Kabupaten Boyolali yang intinya bahwa berdasarkan Anggaran Dasar dan atau Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) merupakan pihak ketiga yang berkepentingan terhadap penegakkan hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di Indonesia. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pertimbangan JPU dalam penghentian penyidikan kasus tindak pidana korupsi?
2
Hukum Post Senin, 9 Agustus 2010, “MAKI Praperadilankan Polri Terkait Penyuap Gayus dan Rekening Gendut”, http://www.hukumonline.com, diunduh Senin 3 Agustus 2015 Pukul 16.00 WIB. 3
Koran O (Kabar peristiwa dan keluarga) Selasa, 18 Februari 2014, “Kasus Korupsi MAKI gugat Praperadilan Polres”, http://www.koran-o.com, diunduh Senin 3 Agustus 2015 Pukul 16.00 WIB.
3
(2) Bagaimana pelaksanaan praperadilan yang diajukan pihak ketiga tentang penghentian penyidikan oleh JPU dalam tindak pidana korupsi? (3) Apa hambatan-hambatan pelaksanaan praperadilan yang diajukan pihak ketiga tentang penghentian penyidikan oleh JPU dalam tindak pidana korupsi? Metode penelitian ini menggunakan pendekatan pendekatan yuridis empiris.4 Sedangkan jenis penelitiannya deskriptif.5 Sumber data terdiri dari data primer data yang dikumpulkan, dari tangan pertama dan diolah oleh suatu organisasi atau perorangan.6 Data primer ini diperoleh dari nara sumber Pengadilan Negeri Boyolali dan Kejaksaan Negeri Boyolali. Dan data sekunder bahan-bahan yang mendukung bahan hukum primer, seperti buku-buku teks, artikel dalam berbagai majalah ilmiah atau jurnal hukum, makalah-makalah, dan literatur pendapat para sarjana.7 Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu uraian data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtut, logis dan tidak tumpang tindih sehingga memudahkan implementasi data dan pemahaman hasil analisis. Dalam hal ini setelah bahan dan data diperoleh, maka selanjutnya diperiksa kembali bahan dan data yang telah diperoleh, maka selanjutnya diperiksa kembali bahan dan data yang diterima. Dari bahan dan data tersebut selanjutnya dilakukan analisis terhadap pelaksanaan praperadilan yang
4
Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, hal. 60-61. 5 Amirydin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 25. 6 Muslan Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press, Hal 112 7 M Hadin Muhjad dan Nunuk Nuswardani, 2012, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, Yogyakarta: Genta Publishing, Hal 51
4
diajukan oleh pihak ketiga terhadap penghentian penyidikan oleh JPU dalam tindak pidana korupsi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pertimbangan JPU dalam Penghentian Penyidikan Kasus Tindak Pidana Korupsi Sebelum memulai membahas dalam sub bab ini penulis akan menceritakan kronologi kasus yang penulis teliti yaitu sebagai berikut : Pada Tahun 2004 semua anggota DPRD Kabupaten Boyolali periode 1999-2004 mengikuti sidang paripurna yang membahas mengenai penetapan perubahan Perda No. 4 Tahun 2004 tentang kedudukan keuangan DPRD Kabupaten Boyolali khususnya mengatur mengenai tunjangan perbaikan penghasilan, tunjangan kesejahteraan, tunjangan purnabakti, tunjangan perjalanan dinas tetap dan biaya penunjang operasional pimpinan. Pada saat sidang paripurna semua anggota DPRD kabupaten boyolali menyetujui penetapan perubahan Perda No.4 Tahun 2004 tentang kedudukan keuangan DPRD Kabupaten Boyolali tersebut. Berdasarkan persetujuan yang diberikan semua anggota DPRD itulah yang membuat pihak ketiga melaporkan tindakan tersebut kepada jaksa penyidik sehingga dilakukan proses penyidikan. Karena menurut pihak ketiga semua anggota DPRD mempunyai kewenangan untuk mengkoreksi dan tidak menyetujui perubahan Perda. Akan tetapi tidak menggunakan kewenangannya dan tetap menyetujui Perubahan APBD kabupaten boyolali. Dari persetujuan tersebut dianggap tidak sah sehingga setiap pengeluaran / penerimaan uang dengan dasar keputusan DPRD adalah uang haram dan melukai / mencederai rasa keadilan masyarakat.
5
Berdasarkan kronologis kasus di atas maka jelas bahwa perbuatan yang telah dilakukan DPRD kabupaten boyolali telah melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dari Kasus DPRD tersebut telah terkumpul bukti serta telah menemukan tersangkanya dengan mengeluarkan surat perintah penyidikan: (a) Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-25/O.3.29/Fd.1/01.2006 tanggal 16 Januari 2006 atas nama tersangka Miyono. (b) Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print62/O.3.29/Fd.1/01.2006 tanggal 16 Januari 2006 atas nama tersangka Subakir. (c) Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-61/O.3.29/Fd.1/01.2006 tanggal 16 Januari 2006 atas nama tersangka Anshori, dkk. Dari ketiga Surat Perintah Penyidikan tersebut telah ada perkembangan sebagai berikut : (a) Tersangka Miyono selaku ketua DPRD Kabupaten Boyolali periode 1999-2004 merangkap sebagai ketua panitia anggaran dan Tersangka Subakir selaku wakil ketua DPRD
Kabupaten Boyolali periode 1999-2004
merangkap sebagai wakil ketua panitia anggaran, terhadap tersangka Miyono dan tersangka Subakir sudah dilakukan proses penuntutan dan telah ada keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan telah dieksekusi. (b) Tersangka Isa Anshori, dkk masih dalam proses penyidikan dan apabila telah memenuhi syarat formil maupun syarat materiil akan segera dilakukan proses penuntutan.
6
Dengan demikian terhadap penyidikan Kasus DPRD telah ada dua tersangka yang telah dieksekusi dan memperoleh kekuatan hukum tetap dan tersangka lain masih dilanjutkan proses penyidikannya.8
Pelaksanaan Praperadilan yang Diajukan Pihak Ketiga Tentang Penghentian Penyidikan oleh JPU dalam Tindak Pidana Korupsi Sebelum membahas lebih jauh mengenai putusan praperadilan tersebut di atas, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu alur pelaksanaan praperadilan yang diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dengan tahap-tahap sebagai berikut : Pertama, terdiri dari pengajuan permohonan. Permohonan adalah suatu surat permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu perkara. Permohonan harus memuat syaratsyarat adanya alasan permohonan praperadilan yang diatur didalam KUHAP. Sesuai ketentuan Pasal 79 yang berbunyi “permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri”.Pasal 80 berbunyi “permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan, atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum, pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri”.Pasal 81 berbunyi “permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri”. Dari ketentuan Pasal tersebut di atas apabila telah memenuhi syarat maka akan dilanjutkan pada tahapan berikutnya yaitu pemeriksaan kelengkapan permohonan. 8
Agus Robani, Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri Boyolali, Wawancara Pribadi, Kamis 3 September 2015, pukul 11:00 WIB
7
Permohonan praperadilan pada tahun 2012 diajukan LSM MAKI yang diwakili oleh Boyamin saiman, Abdul rochim, Suyono dengan memberikan kuasa kepada Arif yahudi SH, Sigit N.Sudibyanto SH, W Agus sudarsono SH kepada terdakwa Miyono, Subakir, Isa anshori dkk. Yang menjadi alasan pengajuan permohonan ini yaitu sebagai berikut : Pada Tahun 2004 para anggota dewan Kabupaten Boyolali periode 19992004 mengikuti sidang paripurna untuk menyetujui perubahan APBD Tahun 2004 Kabupaten Boyolali tentang persetujuan penetapan perubahan Perda No. 4 Tahun 2004 tentang kedudukan keuangan DPRD Kabupaten Boyolali khususnya mengatur mengenai tunjangan perbaikan penghasilan, tunjangan kesejahteraan, tunjangan purnabakti, tunjangan perjalanan dinas tetap dan biaya penunjang operasional pimpinan. Seluruh DPRD Kabupaten Boyolali periode 1999-2004 pada saat sidang paripurna tidak menyetujui perubahan Penetapan perubahan Perda No.4 Tahun 2004 tentang kedudukan keuangan DPRD Kabupaten Boyolali tersebut maka dari itu keputusan DPRD tersebut kuat diduga melanggar UndangUndang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Termohon tidak melakukan penyelidikan/ melakukan proses hukum selanjutnya sebagaimana diatur dalam KUHAP terhadap seluruh Anggota DPRD Boyolali periode 1999-2004 yang secara jelas dan nyata terdapat unsur pidananya. Tindakan Termohon tersebut juga termasuk sebagai bentuk penghentian penyidikan secara tidak sah dan melawan hukum. Permohonan praperadilan pada tahun 2014 diajukan LSM MAKI yang diwakili oleh Boyamin saiman, Abdul rochim, Suyono dengan memberikan kuasa
8
kepada Sigit N.Sudibyanto SH, Tedjo Kristanto SH, Ahmad Rizal Muzakky SH, Utomo Kurniawan SH, Sapto Dumadi Ragil R. SH, Dwi Nurdiansyah Santoso SH kepada terdakwa Miyono, Subakir, Isa anshori dkk. Yang menjadi alasan pengajuan permohonan ini yaitu sebagai berikut : (a) Terhentinya proses penanganan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi oleh kejaksaan negeri Boyolali membuktikan selama 8 Tahun 10 bulan terhitung sejak dikeluarkannya surat perintah penyidikan namun tidak ditindaklanjuti proses hukumnya merupakan wujud ketidakseriusan pihak Termohon selaku penegak hukum dalam menyelesaikan perkara dugaan korupsi yang dilakukan para anggota DPRD Boyolali periode 1999-2004. (b) Penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Termohon secara diam-diam selaku jaksa penyidik, dibuktikan dengan tidak ada perkembangan secara signifikan terhadap penanganan perkara a quo khusus anggota DPRD lainnya yang belum diperiksa dan diadili sejak dikeluarkanya surat perintah penyidikan hingga mangkrak atau terhenti selama 8 Tahun 10 bulan. Kedua, yaitu pemeriksaan kelengkapan. Permohonan yang telah diajukan kepada pengadilan negeri kemudian akan dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan permohonan. Suatu permohonan yang tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh KUHAP maka berkas tersebut akan dikembalikan. Apabila permohonan telah memenuhi syarat-syarat sesuai ketentuan di atas maka akan diterima. Dari kedua kasus di atas telah memenuhi syarat maka permohonan diterima oleh pengadilan negeri. Ketiga, yaitu penetapan jadwal sidang. Setelah diterimanya suatu permohonan yang telah lengkap dan memenuhi syarat sebagaimana di atas maka
9
akan segera dilakukan penetapan jadwal sidang yaitu dengan acara cepat dan paling lambat 7 hari harus bisa di putus Pasal 82 ayat (1) huruf b dan c KUHAP yang oleh hakim ditujuk oleh pengadilan negeri. Akan tetapi pelaksanaan sidang tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP karena adanya hambatan dalam pelaksanaan sidang yang akan penulis jelaskan pada sub bab berikutnya. Keempat, yaitu putusan. Dari kedua permohonan yang diajukan pada tahun 2012 permohonan LSM MAKI ditolak oleh pengadilan dengan amar putusan sebagai berikut: (a) Menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima. (b) Membebankan biaya perkara kepada Negara.9 Hakim
pengadilan
negeri
boyolali
dalam
putusan
No.
01/Pra/2012/PN.BYL berdasarkan bukti-bukti yang ada secara formil terbukti tindakan Termohon bukan merupakan tindakan penghentian penyidikan. Termohon tidak pernah mengeluarkan surat penetetapan penghentian penyidikan (SP3) bahkan surat perintah penyidikan yang sudah pernah dikeluarkan telah dan sedang ditindaklanjuti serta proses penyidikan masih terus berjalan sehingga tindakan Termohon tersebut bukanlah sebagai tindakan penghentian penyidikan. Logika hukumnya jelas disebut dengan penghentian penyidikan apabila setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan dan kemudian dikeluarkan SP3 (surat penetetapan penghentian penyidikan) secara formil jelas bahwa tindakan termohon merupakan tindakan penghentian penyidikan. Berdasarkan KUHAP yang melakukan penyidikan dan menentukan seseorang menjadi tersangka adalah merupakan kewenangan penyidik. Hakim tidak dapat meminta penyidik untuk
9
Putusan Praperadilan No.01/ Pra/ 2012/ PN. Byl Tentang Penghentian Penyidikan
10
menetapkan seseorang menjadi tersangka dan memerintahkan dilanjutkan penyidikan tanpa adanya suatu surat penetapan penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan oleh penyidik yang telah dinyatakan tidak sah melalui praperadilan. Kedua pada tahun 2014 permohonan LSM MAKI diterima oleh pengadilan dengan amar putusan sebagai berikut : (1) Mengabulkan permohonan praperadilan Pemohon untuk sebagian. (2) Menyatakan Termohon I telah melakukan penghentian penyidikan yang tidak sah menurut hukum.10 Hakim
pengadilan
negeri
boyolali
dalam
putusan
No.
01/Pra/2014/PN.BYL berdasarkan bukti-bukti yang ada walaupun secara formil Termohon tidak mengeluarkan surat penetapan penghentian penyidikan (SP3) namun secara materiil tindakan Termohon telah membuat perkara ini in casu menjadi menggantung yang berlangsung selama bertahun-tahun mengakibatkan ketidakpastian hukum. Dapat dikualifikasikan bahwa Termohon telah melakukan penghentian penyidikan yang tidak sah. Dalam
menyelesaikan
sebuah
perkara
tidak
harus
selalu
mempertimbangkan putusan yang hanya mengacu pada peraturan perundangundangan atau dilihat secara formil, akan tetapi juga dilihat dari segi materiil. Karena aparat penegak hukum merupakan organ yang melaksanakan tugas jalannya penegakkan hukum, di dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap suatu perkara. Serta dapat berjalan
10
Putusan Praperadilan No.01/ Pra/ 2014/ PN. Byl Tentang Penghentian Penyidikan
11
sesuai
tujuan
hukum
yaitu
agar
terciptanya
kepastian,
keadilan,
dan
kemanfaatan.11
Hambatan-Hambatan Pelaksanaan Praperadilan yang Diajukan Pihak Ketiga Tentang Penghentian Penyidikan oleh JPU dalam Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan hasil wawancara menurut Hakim dan Jaksa penuntut umum tidak merasa adanya hambatan dalam pelaksanaan praperadilan tentang penghentian penyidikan, karena itu sudah merupakan kewenangan hakim dan JPU dalam menyelesaikan sebuah perkara. Hakim dan JPU dituntut untuk menyelesaikan semua perkara atas wewenang yang dimilikinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penulis hanya akan membahas mengenai kendala atau hambatan yang dihadapi oleh pihak ketiga yaitu sebagai berikut : Pertama, pengajuan harus mendapat diposisi dari Ketua Pengadilan Negeri. Disposisi ini berupa konsultasi yang tidak tertulis atau diucapkan secara lisan yang intinya permohonan dapat diterima atau ditolak. Namun panitera sekretaris juga tidak dapat menyimpulkan bahwa permohonan tersebut diterima atau ditolak dan harus ditindaklanjuti dengan meminta disposisi kembali kepada Ketua Pengadilan Negeri. Baru setelah mendapat disposisi dari Ketua Pengadilan Negeri perkara ini dapat dinyatakan diterima atau ditolak, padahal sudah jelas berdasarkan Pasal 77 KUHAP jo Pasal 78 ayat (1) bahwa praperadilan merupakan wewenang dari pengadilan negeri.
11
Yulia Susanda, Hakim Pengadilan Negeri Boyolali, Wawancara Pribadi, Sabtu 29 Agustus 2015, pukul 10:15 WIB
12
Kedua, pihak ketiga yang berkepentingan banyak tidak diketahui oleh aparat penegak hukum. Hal ini terjadi karena aparat penegak hukum kurang memahami dan tidak mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan mengenai pihak ketiga yang berkepentingan sebagai pihak yang berwenang untuk mengajukan. Padahal hal ini Sudah jelas diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-X/2012 tentang penafsiran pihak ketiga yang berkepentingan. Ketiga, jaksa penuntut umum bersifat pasif, hal ini dapat tercermin dari tidak menanggapinya surat panggilan yang diajukan oleh pengadilan negeri dan tidak hadir dalam persidangan. Padahal dalam acara pemeriksaan praperadilan ini seharusnya menggunakan sidang acara cepat dengan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak pendaftaran Hakim sudah harus menjatuhkan putusan. Karena tidak ditanggapinya surat panggilan serta ketidakhadiran jaksa penyidik sebagai Termohon yang membuat pelaksanaan sidang ditunda. Jaksa penyidik seharusnya dapat segera hadir dalam persidangan setelah surat panggilan yang diajukan.12 PENUTUP Kesimpulan Pertama, pertimbangan JPU dalam penghentian penyidikan tindak pidana korupsi
Perkara
praperadilan
No.
01/Pra/2014/PN.Byl
dan
No.
01/Pra/2012/PN.BYL merupakan tindakan pengehentian penyidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari proses penyidikan yang mangkrak atau terhenti bertahun-tahun.
12
Dwi dan Utomo, Advokat MAKI, Kartika Law Firm, Wawancara Pribadi, Surakarta, Sabtu 29 Agustus 2015, pukul 13:00 WIB
13
Kedua, pelaksanaan praperadilan yang diajukan pihak ketiga tentang penghentian penyidikan oleh JPU dalam tindak pidana korupsi berjalan dengan lancar. Dan telah memenuhi prinsip-prinsip peradilan yang adil dan tidak memihak. Ketiga, hambatan pelaksanaan praperadilan di alami oleh pihak ketiga antara lain: (a) Pengajuan permohonan harus disposisi oleh Ketua Pengadilan Negeri. (b) Pihak ketiga yang berkepentingan tidak diketahui oleh aparat penegak hukum. (c) Jaksa Penuntut Umum yang bersifat pasif. Saran Pertama, bagi Jaksa Penuntut Umum Selaku aparat penegak hukum sudah semestinya menjadi tugas dan wewenang dalam menyelesaikan sebuah perkara apalagi suatu perkara korupsi yang dapat merugikan Negara. Kedua, bagi pihak ketiga yang berkepentingan supaya dapat terus melakukan pengawasan dan dapat membantu tumbuhnya kekuatan masyarakat sipil sebagai salah satu pilar sistem integritas nasional dalam upaya penegakkan hukum khususnya pemberantasan korupsi.
14
DAFTAR PUSTAKA Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Hadikusuma, Hilman, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skrips iIlmu Hukum, Bandung: Mandar Maju Hadin, Muhjad M dan Nunuk Nuswardani, 2012, Penelitian Hukum Indonesia Kontemporer, Yogyakarta: Genta Publishing Loqman, Loebby, 1987, Praperadilan di Indonesia , Jakarta ; Ghalia Indonesia Muslan, Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, Malang: UMM Press Undang-Undang : Undang-undang No.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Jo.Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Tindak pidana korupsi Putusan Praperadilan No.01/ Pra/ 2012/ PN. Byl Tentang Penghentian Penyidikan
Putusan Praperadilan No.01/ Pra/ 2014/ PN. Byl Tentang Penghentian Penyidikan Internet : Hukum Post Senin, 9 Agustus 2010, “MAKI Praperadilankan Polri Terkait Penyuap Gayus dan Rekening Gendut”, http://www.hukumonline.com, diunduh Senin 3 Agustus 2015 Pukul 16.00 WIB. Koran O (Kabar peristiwa dan keluarga) Selasa, 18 Februari 2014, “Kasus Korupsi MAKI gugat Praperadilan Polres”, http://www.koran-o.com, diunduh Senin 3 Agustus 2015 Pukul 16.00 WIB.
15