MODEL PENDIDIKAN INKLUSI DI MAN MAGUWOHARJO DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan Islam
Disusun Oleh: Amir Ma’ruf NIM: 04410785
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2009
ii
iii
iv
MOTTO
Anak Belajar dari Kehidupannya1 Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, ia belajar menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan pesahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
1
Dorothy Law Nolte, Children Learn What They Live, dalam Jalaludin Rahmat, Psikologi komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 102.
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini Dipersembahkan Kepada Almamaterku tercinta, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, ”The Professional Teacher is Begin at Tarbiyah Faculty”
vi
ABSTRAK Amir Ma’ruf. Model Pendidikan Inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2009. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya anggapan bahwa tempat belajar anak-anak difabel adalah Sekolah Luar Biasa (SLB), padahal banyak sekolah yang dapat dimasuki oleh siswa difabel sebagai tempat belajar, atau yang dikenal dengan pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang manampung dan mendidik siswa-siswinya tanpa melihat bentuk dan kemampuan fisik maupun psikis. Semua anak dapat mengikuti pendidikan di lembaga tersebut, tanpa diskriminasi, dan mendapat perlakuan sama. Sebagai contoh, salah satu madrasah yang melaksanakan program pendidikan inklusi adalah MAN Maguwoharjo. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan pedagogis yang disandarkan pada studi kasus, yakni di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta. Teknik pengambilan datanya dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa MAN Maguwoharjo melaksanakan pendidikan inklusi sejak berdiri, yakni tahun 1967. Madrasah ini menerima dan mendidik siswa difabel sebagaimana layaknya siswa-siswi yang lain. Kurikulum yang digunakan menggunakan kurikulum Departemen Agama. dari pengalaman yang telah lalu, ternyata siswa difabel dapat mencerna pelajaran yang diberikan, dan mempunyai kemampuan emosi dan sosial yang bagus, dan meningkat secara signifikan. Hampir setiap tahun, siswa terbaik adalah siswa difabel. Ini menunjukkan bahwa dengan pendidikan inklusi, siswa difabel diuntungkan dengan lingkungan belajar yang luas, memunyai kesempatan berinteraksi sosial dengan siswa yang normal, dan siswa yang normal mampu belajar bahwa tidak semua orang memiliki kemamuan yang sama. Keunggulan pelaksanaan pendidikan inklusi di MAN Maguwoharjo adalah pengamalan memberlakukan pendidikan inklusi, mempunyai guru yang mempunyai pengetahuan inklusi yang bagus, dan dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa mendukung terselenggaranya pendidikan inklusi. Hambatan yang ditemui antara lain: sekolah belum mempunyai ruang baca bagi siswa difabel, tidak ada relawan yang membantuk belajar siswa , belum mempunyai buku pelajaran braille dalam jumlah cukup, dan fasilitas pembelajaran yang belum memadai.
vii
KATA PENGANTAR
ﺳٌِﻴ ِﺪﻧَﺎ َ ,ﻦ َ ﺳِﻠ ْﻴ َ ﻻ ْﻧ ِﺒﻴَﺎ ِء وَا ْﻟ ُﻤ ْﺮ َفا ِ ﺷ َﺮ ْ ﻋﻠَﻰ َا َ ﻼ ُة وَاﻟﺴﱠﻼ ُم َﺼ وَاﻟ ﱠ.ﻦ َ ب ا ْﻟﻌَﺎ َﻟ ِﻤ ْﻴ ﷲ َر ﱢ ِ ﺤ ْﻤ ُﺪ َ َا ْﻟ . َأﻣﱠﺎ َﺑ ْﻌ ُﺪ.ﻦ َ ﺟ َﻤ ِﻌ ْﻴ ْ ﺤ ِﺒ ِﻪ َا ْﺻ َ وَﻋَﻠَﻰ أِﻟ ِﻪ َو,ﻦ َ ﺣ َﻤ ًﺔ ِﻟ ْﻠﻌَﺎَﻟ ِﻤ ْﻴ ْ ث َر ِ ﺤ ﱠﻤ ٍﺪ َا ْﻟ َﻤ ْﺒ ُﻌ ْﻮ َ ُﻣ Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan segala kekuasaan dan kehendak-Nya telah melimpahkan kenikmatan dan kasih-sayangNya kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa ikhlas dan sabar dalam menjalankan skenario dari-Nya. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada pembawa Risalah-Nya untuk menuntun manusia dalam menggapai kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat yaitu Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini merupakan kajian singkat tentang Model Pendidikan inklusi di MAN Maguwoharjo. Penulis menyadari bahwa upaya penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya kerjasama, bantuan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kedalaman dan kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. DR. Sutrisno, M.Ag selaku Dekan Fakultas Tarbiyah 2. Bapak Muqowim, M.Ag selaku Ketua Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 3. Bapak Drs. Mujahid, M.Ag, selaku Sekretaris Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 4. Bapak Drs. Ichsan, M.Pd, selaku dosen pembimbing Akademik. 5. Bapak Drs. Sarjono, M.Si, selaku Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan dan dukungan yang telah diberikan. Selamat menunaikan ibadah haji, semoga menjadi haji yang mabrur… 6. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 7. Bapak Drs. H. Bukhori Muslim, M.Pd.I, selaku Kepala MAN Maguwohajro Yogyakarta
viii
8. Bapak Drs. H. Abdul Hadi, S.Pd selaku manajer pendidikan inklusi MAN Maguwoharjo Yogyakarta. 9. Teman-teman difabel di MAN Maguwoharjo, kalian adalah pelajar-pelajar tangguh yang pernah saya jumpai. 10. Orang tua penulis, terima kasih atas curahan kasih sayang, doa, dan perjuangan yang diberikan kepada putramu. Tirakatmu adalah bukti cintamu padaku.Doamu adalah jalan lapang kesuksesan bagiku. 11. Mbak Aan, Mas Bahrudin, De’ Atul, De’ Hani, De’ Rida, dan keponakanku yang manis-manis, Esa, Ade, dan De’ Fahma, terima kasih atas ketulusan dan cinta kasih kalian. 12. Ibu Andayani, S.IP., M.SW., dan Bapak Asep Jahidin, SS., M.Si., Direktur dan Sekdir PSLD UIN Sunan Kalijaga, dan teman-teman PSLD. 13. Sahabat-sahabat HIMMAH SUCI dan HIMACITA, terima kasih telah ikut mewarnai persaudaraan kita di kancah perjuangan, “inyong karo rika mbok sedulur?” 14. Teman-teman Maskapai-3 (Masyarakat Kelas PAI-3) angkatan 2004, kalian adalah sahabat terbaik yang kumiliki. 15. Keluarga besar PP Al-Ikhlas Majenang, Cilacap, Bp. KH. Shodiqin Masduki, dan Bp. K. Dalail, terima kasih atas ajaran, didikan, nasihat, dan sentuhan kalbu kepadaku. 16. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang belum memungkinkan untuk disebut satu persatu. Kepada semua pihak tersebut, kiranya Allah SWT yang akan memberikan balasan yang berlipat. Amin ya mujibassailin… Yogyakarta,
15 Oktober 2009
Penyusun
Amir Ma’ruf 04410785
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... HALAMAN MOTTO ...................................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... ABSTRAK ....................................................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
i ii iii iv v vi ix vii x xii xiii
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................... A. Latar Belakang Masalah ......................................................... B. Rumusan Masalah .................................................................. C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ........................................... D. Kajian Pustaka........................................................................ E. Landasan Teori ....................................................................... F. Metode Penelitian .................................................................. G. Sistematika Pembahasan ........................................................
1 1 7 8 9 10 25 30
BAB II
GAMBARAN UMUM MADRASAH ALIYAH NEGERI MAGUWOHARJO DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA ........ A. Letak Geografis ...................................................................... B. Sejarah dan Proses Perkembangan MAN Maguwoharjo ..... C. Visi, Misi, dan Tujuan Madrasah ........................................... D. Struktur dan Organisasi Madarasah ....................................... E. Keadaan Guru, dan Karyawan ............................................... F. Keadaan Sarana dan Prasarana Madrasah ..............................
32 32 33 34 35 38 43
BAB III
PEMBELAJARAN INKLUSIF DI MAN MAGUWOHARJO DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA .......................................... A. Tahapan-tahapan Menuju Pembelajaran Inklusif di MAN Maguwoharjo ......................................................................... B. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Inklusi MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta ............................. C. Model Pembelajaran Inklusi MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta ................................................................ D. Faktor pendukung dan penghambat dalam pembelajaran model pendidikan inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta ................................................................
x
47 47 53 70
75
BAB IV
PENUTUP ................................................................................... A. Simpulan ................................................................................ B. Saran-saran ............................................................................ C. Kata Penutup ..........................................................................
80 80 81 83
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
84
LAMPIRAN-LAMPIRAN...............................................................................
87
xi
DAFTAR TABEL
Tabel I
: Perbedaan pendidikan inklusi dan eksklusi...........................
18
Tabel II
: Struktur Organisasi MAN Maguwoharjo ..............................
36
Tabel III
: Guru dan karyawan menurut status ........................................
38
Tabel IV
: Guru Menurut Pendidikan dan Jenis Kelamin .......................
39
Tabel V
: Dewan Guru MAN Maguwoharjo .........................................
39
Tabel VI
: Keadaan karyawan .................................................................
41
Tabel. VII
: Siswa kelas X ........................................................................
41
Tabel VIII
: Siswa Kelas XI ......................................................................
42
Tabel IX
: Siswa Kelas XII .....................................................................
42
Tabel X
: Nama dan pembagian kelas siswa difabel ............................
42
Tabel XI
: Kondisi Pergedungan MAN Maguwoharjo ...........................
44
Tabel XII
: Fasilitas penunjang pendidikan ..............................................
45
Tabel XIII
: Peralatan Olahraga .................................................................
46
Tabel XIV
: Peralatan Keterampilan ..........................................................
46
Tabel XV
: Stuktur Kurikulum Kelas X ...................................................
54
Tabel XVI
: Struktur Kurikulum XI dan XII Program IPA .......................
56
Tabel XVII : Struktur Kurikulum XI dan XII Program IPS ........................
57
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
: Pedoman Pengumpulan Data.............................................
87
Lampiran II
: Bukti Seminar Proposal .....................................................
89
Lampiran III
: Kartu Bimbingan Skripsi ...................................................
91
Lampiran IV
: Surat Izin Penelitian .........................................................
92
Lampiran V
: Riwayat Hidup Penulis ......................................................
96
Lampiran VI
: Catatan Lapangan 1 ..........................................................
97
Lampiran VII
: Catatan Lapangan 2 ..........................................................
99
Lampiran VIII
: Catatan Lapangan 3 ..........................................................
101
Lampiran IX
: Catatan Lapangan 4 ..........................................................
103
Lampiran X
: Catatan Lapangan 5 ..........................................................
105
Lampiran XI
: Catatan Lapangan 6 ..........................................................
107
Lampiran XII
: Catatan Lapangan 7 ..........................................................
109
Lampiran XIII
: Catatan Lapangan 8 ..........................................................
111
Lampiran XIV
: Catatan Lapangan 9 ..........................................................
113
Lampiran XV
: Catatan Lapangan 10 ........................................................
115
Lampiran XVI
: Foto Dokumentasi .............................................................
117
Lampiran XVII : Sertifikat PPL II.................................................................
121
Lampiran XVIII : Sertifikat KKN ..................................................................
122
Lampiran XIX
: Sertifikat TOEFL ...............................................................
123
Lampiran XX
: Sertifikat TOAFL ..............................................................
124
Lampiran XXI
: Sertifikat IT .......................................................................
125
Lampiran XXII : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ...........
126
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Mandat konstitusi yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam pembukaan, alinea 4 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia di antaranya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan bangsa berarti membangun karakter bangsa yang berilmu pengetahuan dan berperadaban tinggi. Untuk mencapai semua itu, diperlukan media, yakni
pendidikan.1
Karena pendidikan memungkinkan manusia untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.2 Di samping itu, dalam pasal 31 UUD 1945, secara jelas menyatakan bahwa setiap warga berhak mendapatkan pengajaran. Sebagai konsekuensi dari undang-undang tersebut, negara berkewajiban untuk melaksanakan 1
Setia Adi Purwanta, Pedoman Model Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, (Dria Manunggal: Yogyakarta, 2006), hal. 1. 2 Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. (Bandung: Refika Aditama. 2007), hal. 7.
pendidikan sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi setiap warga negara tanpa terkecuali berhak atas pendidikan dan pengajaran. Untuk mencapai pendidikan yang ideal, perlu cara strategis yakni melalui sistem pendidikan yang terorganisir dan terpadu. Karena itulah sistem pendidikan nasional harus dikuasai negara. Salah
satu
komponen
berkemampuan berbeda.
bangsa
yang
ada
adalah
anak-anak
Perbedaan ini bisa terkait dengan fisik maupun
psikis. Secara fisik, perbedaan itu terkait kemampuan seseorang dalam menggunakan indera yang ada, atau mempunyai perbedaan dengan manusia yang lain.3 Secara psikis, seseorang memiliki penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya, baik dalam arti lebih (supernormal), maupun kurang (subnormal).4 Di dunia internasional, telah banyak langkah-langkah yang dilakukan oleh penggiat Hak Asasi Manusia untuk menggulirkan pendidikan inklusif, yang jika diurutkan secara urutan waktu sebagai berikut: 1. 1948 : Deklarasi universal Hak Asasi Manusia 2. 1989 : Konvensi PBB tentang Hak anak 3. 1990 : Deklarasi dunia tentang pendidikan untuk semua 4. 1993 : Peraturan standar tentang persamaan kesempatan bagi para penyandang cacat 5. 1994 : Pernyataan Salamanca dan kerangka aksi tentang pendidikan kebutuhan khusus 3
Muhammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 2. 4 Ibid, hal. 8.
2
6. 1999 : Tinjauan 5 tahun Salamanca 7. 2000 : Kerangka aksi forum pendidikan dunia, Dakar 8. 2000 : Tujuan kerangka milenium yang berfokus pada
penurunan
angka kemiskinan dan pembangunan 9. 2001 : Flagship PUS tentang pendidikan dan kecacatan5 Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan tahun 2006, telah mendeklarasikan hak-hak anak, dan ditegaskan bahwa semua anak berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun.6 Dalam Word Education Forum yang diadakan di Senegal tahun 2000 mengesahkan Education For All sebagai kerangka program aksi untuk diterjemahkan oleh masing-masing negara yang memuat enam komitmen, yang meliputi: 1. Memperluas dan meningkatkan mutu perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama anak yang rawan dan kurang beruntung 2. Menjamin anak-anak yang dalam keadaan sulit mempunyai akses untuk menyelesaikan pendidikan dasar yang berkualitas 3. Menjamin terpenuhinya kebutuhan belajar melalui akses yang adil pada program belajar dan pendidikan keterampilan hidup yang sesuai 4. Menurunkan tingkat buta huruf 5. Menghapus disparsitas gender pada pendidikan dasar dan menengah 6. Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya.7
5
Sue Stubs, Pendidikan Inklusif Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber, terj. Susi Septaviana, ( Oslo: The Atlas Alliance, 2002), hal. 14. 6 Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Cacat Pasal 9. General Assembly. 2006. 7 A. Malik Fajar, Holistika Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 252-253.
3
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5, ayat 1 menegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu8. Di sisi lain, pendidikan merupakan proses pengantaran manusia agar tumbuh menjadi dirinya sendiri sebagai individu manusia seutuhnya, sebagai makhluk sosial yang merdeka yang menjadi bagian integral dalam kehidupan bangsa. Pendidikan nasional harus bisa mengayomi dan menampung semua komponen bangsa, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, suku, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, dan perbedaan kelainan fisik maupun mental. Pendidikan semacam inilah yang disebut pendidikan inklusi9. Dengan memberi kesempatan yang sama kepada anak berkemampuan berbeda untuk memperoleh pengajaran dan pendidikan, berarti memperkecil kesenjangan angka partisipasi
pendidikan anak normal dengan anak
berkelainan.10 Pada umumnya, sekolah-sekolah umum hanya
menyelenggarakan
pendidikan reguler, dimana siswa-siswanya adalah anak-anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan sangat lama dan menjadi kebiasaan umum bahwa anak-anak biasanya belajar di sekolah umum, sementara anak-anak berkebutuhan khusus/difabel belajar di SLB.
8
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ( Jakarta: Cemerlang, 2003), hal. 109. 9 Sedia Adi Purwanta, Pendidikan Inklusi; Ideologisasi dan Sosialisasi, Makalah, hal. 2 10 Muhammad Efendi, Psikopedagogik…., hal. 1.
4
Mengapa hal ini terjadi? Karena pola pikir masyarakat sudah mengarah kepada pendidikan khusus bagi anak-anak difabel, yang menempatkan mereka berbeda dengan siswa lain yang normal. Banyak hal yang mempengaruhinya, mulai dari sikap orang tua yang tidak menerima kehadirannya, atau menerima tetapi menjadi overprotective, hingga stigma masyarakat yang menempatkan mereka dalam kelas terpinggirkan, yang menjadikan anak-anak difabel kurang dapat mengakses pendidikan yang luas.11 Perlakuan seperti inilah yang kemudian membuat sebagian
anak difabel di Indonesia mempunyai
sensitivitas yang sangat tinggi, minder, tertutup, dan menganggap dirinya hanya menjadi beban orang lain serta tidak berguna.12 Dalam kondisi seperti ini, pendidikanlah yang mampu menjembatani segala pola pikir kita untuk berubah dan mencoba memahami bahwa setiap anak mempunyai potensi masing-masing untuk berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya masingmasing.13 Salah satu sekolah yang menjadi pelopor pendidikan inklusi adalah MAN Maguwoharjo Yogyakarta. Madrasah yang awalnya bernama PGALB ini adalah madrasah pertama di Indonesia yang menjadi sekolah inklusi. Menjadi sekolah inklusi seperti MAN Maguwoharjo membutuhkan berbagai hal yang berbeda dengan sekolah lainnya yang bukan sekolah inklusi.14 Sebagaimana
layaknya
sekolah
umum,
MAN
Maguwoharjo
melaksanakan pembelajaran dengan sistem yang sama dengan madrasah
11
Muhammad Efendi, Psikopedagogik…., hal. 17. Ibid, hal. 15. 13 Ibid, hal. 27. 14 Hasil wawancara dengan Bp. Abdul Hadi, S.Pd., pada tanggal 29 Agustus 2009. 12
5
umum. Tetapi MAN Maguwoharjo mampu menerima dan menampung siswa difabel. Madrasah ini sudah sangat berpengalaman membina anak didik difabel yang disatukan dengan siswa normal. Sebagai
anak
yang
sedang
mengalami
pertumbuhan
dan
perkembangan, kondisi lingkungan sangat mempengaruhinya. Apa yang ia dapatkan dalam masa kecilnya, akan membekas dalam dirinya yang kemudian ikut mewarnai segala aspek pemikiran, moral, mental, dan sikapnya.15 Menjadi sekolah inklusi seperti MAN Maguwoharjo memang tidak mudah. Setidaknya sekolah harus mempersiapkan diri dengan inovasi-inovasi agar siswa difabel dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Di samping itu, sekolah juga harus bisa memberikan penyadaran kepada semua civitas akademika bahwa siswa-siswi tunanetra juga bisa mengikuti pendidikan di sekolah umum. Penyusunan kurikulum, metode mengajar, media pembelajaran, kompetensi guru, evaluasi, dan layanan akademik maupun nonakademik harus disusun sedemikian rupa yang tentunya memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Hal ini karena pembelajaran model inklusi memerlukan adanya media, sarana prasarana, kurikulum, kompetensi guru, layanan akademik dan non akademik sedemikian rupa, sehingga mampu melayani semua siswa tanpa terkecuali.16 Dari berbagai masalah itulah, penulis merasa tertarik untuk meneliti model sekolah inklusi yang dikembangkan di MAN Maguwoharjo.
15
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009), hal. 47 16 Hasil wawancara dengan Drs. Aris Fuad, Wakil Kepala Bidang Kurikulum, tanggal 3 Oktober 2009.
6
Bagaimana MAN Maguwoharjo menjalankan proses pembelajaran dan pendidikan bagi siswa-siswinya yang menyatu antara siswa normal dengan siswa tuna netra, bagaimana para guru melakukan pembelajaran di kelas, bagaimana evaluasi pembelajaran dilakukan. Semua itu menarik untuk dibicarakan dan diteliti lebih lanjut guna lebih meningkatkan taraf pendidikan anak bangsa, membuka wawasan tentang sekolah inklusi, dan bertujuan untuk memberikan pandangan baru terhadap masyarakat bahwa anak yang mempunyai ketunaan tidak harus bersekolah di SLB. Ada sekolah yang bisa mengajar dan mendidik mereka dengan sistem inklusi, sehingga mereka dapat bergaul dengan semua kalangan yang akan meningkatkan kedewasaan dan kemandirian mereka.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah, yakni: 1. Bagaimana tahapan-tahapan pelaksanaan pendidikan inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta? 2. Apa model pendidikan inklusi yang digunakan di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta? 3. Bagaimana pengembangan kurikulum di MAN MAguwoharjo sebagai sekolah inklusi? 4. Apa faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta?
7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui tahapan-tahapan pelaksanaan pendidikan inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta b. Untuk mengetahui model-model pendidikan inklusi yang digunakan di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta c. Untuk mengetahui pengembangan kurikululm pendidikan inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta d. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan pendidikan inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta 2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis 1) Untuk
memberikan
gambaran
tentang
bagaimana
sekolah
mengadakan pendidikan inklusi yang secara umum berbeda dengan sekolah lain. 2) Menambah khazanah keilmuan tentang pendidikan inklusi dan memberi wacana pengembangan pendidikan Indonesia yang aksesibel, terbuka, dan ramah difabel. b. Kegunaan Praktis 1) Menambah wawasan penulis tentang pendidikan inklusi 2) Berusaha memberika
kontribusi konseptual tentang pendidikan
inklusi
8
D. Kajian Pustaka Setelah meneliti dan mengkaji terhadap skripsi dan pustaka, penulis tidak menemukan penelitian yang membahas tentang model pendidikan inklusi. Hanya saja penulis menemukan penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis teliti, baik itu penelitian maupun yang lainnya, di antaranya adalah: 1. “Metode dan Masalah yang dihadapi dalam Pengajaran Kimia bagi siswa Tunanetra (Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 4 yogyakarta.” Skripsi, ditulis oleh Isnaini Nurul Khoeriyah, Program Studi Tadris Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penelitian ini membahas tentang metode-metode yang digunakan oleh guru kimia di dalam mengajarkan pelajaran kepada siswa-siswi di kelas inklusi, baik dalam kelas teori maupun praktek di laboratorium, dan masalah apa saja yang muncul dalam proses pembelajarannya.17 2. “Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi siwa tuna netra di MAN
Maguwharjo.” Skripsi, ditulis oleh Yuliatiningsih, Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta tahun 2004. penelitian ini mencoba mengungkapkan strategistrategi yang diterapkan oleh guru PAI bagi siswa tuna netra di MAN Maguwoharjo.18
17
Isnaini Nurul Khoeriyah, Metode dan Masalah yang dihadapi dalam Pengajaran Kimia bagi siswa Tunanetra (Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 4 yogyakarta. Skripsi. Program Studi Tadris Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2004. 18 Yuliatiningsih, Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Siwa Tuna Netra di MAN Maguwharjo. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.
9
Dari kedua penelitian di atas, berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan. Penelitian ini membahas tentang model pendidikan inklusi. Jadi lebih membahas tentang bagaiman konsep kurikulum, penyiapan tenaga pendidik dan kependidikan, serta pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas.
E. Landasan Teori Seseorang
mulai dicacatkan oleh lingkungannya ketika ia terlahir
berbeda secara fisik atau mental dengan kelompok mayoritas.19 Untuk membedakan anak berkelainan dan tidak berkelainan
dalam praktek
kehidupan sehari-hari sendiri seringkali kita mengalamai kerancuan sehingga sering terjadi salah tafsir.20 Hal ini karena batas ”cacat” dan ”tidak cacat” sangat tipis. Ada beberapa orang yang terkena cacat semu, seperti trauma, namun ia tetap dianggap sebagai anak berkelainan. Anak “cacat” seringkali dianggap tidak mampu sehingga tidak mendapatkan akses dan peluang yang sama untuk menuntut pendidikan dibanding dengan saudaranya yang “normal”. Berbagai perjuangan untuk kesetaraan dan kesamaan pendidikan terus dilakukan oleh berbagai pihak yang corcern terhadap isu difabel, mulai dari mendirikan sekolah khusus (segregasi) hingga menyatukan pendidikan mereka dengan anak-anak yang lain (terpadu dan inklusi).
19
Profil PSLD UIN Sunan Kalijaga tahun 2006, hal 1. Muhammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 3. 20
10
1. Pendidikan Inklusi a. Pengertian Pendidikan Inklusi Istilah terbaru yang digunakan dalam mendeskripsikan penyatuan bagi anak-anak berkelainan (difabel)21 ke dalam programprogram sekolah regular adalah inklusi22. Banyak sekali interpretasi mengenai konsep pendidikan inklusi ini, mulai dari yang moderat hingga radikal. Ada sebagian orang mengartikannya sebagai mainstereaming, namun ada juga yang mengartikan sebagai full inclusion, yang berarti menghapus sekolah khusus. Namun yang pasti, inklusi berarti bahwa tujuan pendidikan bagi yang mengalami hambatan adalah keterlibatan yang sebenarnya dari tiap anak dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi yang ada di sekolah23. Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun 21
Difabel berasal dari kata “different” yang berarti berbeda dan “ability” yang berarti kemampuan. Istilah ini digunakan untuk lebih menekankan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan, hanya tingkat kemampuannya saja yang berbeda. Istilah difabel hingga kini belum digunakan dalam khazanah keilmuan, karena belum disepakati dalam sebuah konvensi internasional. Penggunaan istilah untuk penyandang cacat masih menggunakan kata “disabel”. Lih. Majalah Solider SIGAB Yogyakarta, vol.1 Maret-Juni 2008. 22 J. David Smith, Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua. Terj. Baihaqi, (Bandung:: Penerbit Nuansa), hal. 45. 23 Ibid. hal. 46.
11
bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anakanak berhasil. Tidak kalah pentinganya adalah untuk memudahkan layanan pendidikan anak cacat yang keberadaannya menyebar di berbagai daerah pedesaaan atau pelosok yang tidak berkesempatan sekolah di SLB. Memberi kesempatan kepada anak cacat untuk berintegarasi dengan anak normal baik di dalam mengikuti pendidikan maupun adaptasi dengan lingkungannya sangat diperlukan, agar anak-anak difabel tidak merasa dipinggirkan dan membangun paradigma pendidikan inklusi yang sensitive difabel..24 b. Sejarah Pendidikan Inklusi di Indonesia Pendidikan inklusi di Indonesia berawal dari sebuah model pendidikan segregasi yang bisa diurutkan dalam
rentetan sejarah
sebagai berikut: 1) Sebelum kemerdekaan a) Pada tahun 1901, dr. Westhoff mendirikan lembaga pendidikan bagi anak tunanetra di Bandung, tepatnya di Jalan Padjadjaran nomor 52. Sekolah itu kini berubah menjadi SLB A Wiyata Guna Bandung. Sekolah ini adalah SLB pertama di Indonesia. b) Tahun 1927, Folker merintis pendidikan bagi anak tuna grahita yang diberi nama “Folker School”. Sekolah tersebut berganti
24
Sukadari, Peran Pendidikan Inklusi, dalam http://www.madina-sk.com/index. diakses tanggal 12 Desember 2008.
12
nama menjadi perkumpulan pengajaran luar biasa pada tahun 1942, dan kini menjadi SLB C Cipaganti Bandung. c) Tahun 1930, Ny. Roelfsema mendirikan “Vereniging Voor Onderwijs an Doffstomme Kenderen in Indonesia”, yang sekarang menjadi SLB B LPATR Cicendo Bandung. d) 1938 di Wonosobo didirikan Werk Voor Misdeelde Kinderen in Nederlands Vost Indie yang kemudian menjadi Yayasan Dena Upakara pada tahun 1958, dan sekolah untuk tuna rungu oleh Bruder Karitae yang sekarang menjadi Yayasan Karya Bakti. 2) Perkembangan PLB tahun 1984-1990 a) Pengenalan wajib belajar 6 tahun b) Pendirian SDLB dengan dana proyek inpres c) Keluarnya Kepmen 002/U/1986 tentang pendidikan terpadu d) Pendirian SLB Pembina baik di tingkat nasional maupun di tingkat propinsi. 3) PLB dari tahun 1990-sekarang a) Pengenalan wajib belajar 9 tahun b) Perluasan Subdit PSLB menjadi Direktorat PLB c) Uji coba model pendidikan terpadu (menuju pendidikan inklusi) di beberapa daerah d) Berkembangnya sekolah-sekolah inklusi di daerah-daerah.
13
c. Landasan Pendidikan Inklusi 1) Landasan Filosofis Landasan filosofis pendidikan inklusi adalah Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia. Filsafat ini merupakan pengakuan atas kebhinekaan di Indonesia. Kecacatan seseorang merupakan salah satu dari sekian banyak kebhinekaan yang mesti diakui oleh segenap komponen bangsa, sebagaimana perbedaan dalam hal suku, agama, ras, dan golongan. Bertolak dari filosofi ini, pendidikan yang ada harus memungkinkan terjadinya
pergaulan dan interaksi siswa yang
beragam, sehingga terdorong sikap saling asah, asih, dan asuh.25 2) Landasan Yuridis Hak dan kewajiban warga negara Indonesia dalam hal pelaksanaan pendidikan inklusi tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4, pasal 29 UUD 1945, dan UU No. 20 th. 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3) Landasan Pedagogis Tujuan pendidikan nasional sebagaimana termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 3 adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
25
Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Mengenal Pendidikan Terpadu, Buku 1, (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta, 2004), hal. 11.
14
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.26 Melalui pendidikanlah anak bangsa dididik dan diajarkan untuk mengembangkan segala potensinya. Anak tidak mungkin dapat bersosialisasi dan menjadi masyarakat yang baik kalau ia tidak pernah
berada di tengah-tengah masyarakat yang sangat
plural. Anak-anak difabel harus diberi kesempatan untuk bersosialisasi dengan cara memasukkan mereka ke dalam kelaskelas reguler agar dapat dibentuk menjadi individu-individu yang menghargai adanya perbedaan27. 4) Landasan Empiris Berbagai penelitian yang dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan inklusi telah banyak dilakukan di berbagai negara terutama negara barat yang dipelopori oleh the National Academy of Sciences (Amerika Serikat) sejak tahun 1980-an. Hampir keseluruhan penelitian itu menghasilkan kesimpulan bahwa pendidikan inklusi jauh lebih baik daripada pendidikan khusus secara segregasi. Para peneliti merekomendasikan bahwa pendidikan khusus hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat.28
26
UU. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Mengenal…, hal. 14. 28 Ibid, hal. 15. 27
15
d. Perbedaan
Sistem Pendidikan Inklusi dengan Sistem Pendidikan
Ekslusi Banyak pihak yang mempertanyakan mengapa harus melalui pendidikan inklusi. Berbagai pertanyaan itu kini sudah mulai terjawab. Di antara kelebihan pendidikan inklusi itu adalah: 29 1) Bagi anak berkebutuhan khusus: a) Terhindar dari label negatif. Hal ini karena anak-anak difabel bisa bersosialisasi secara luas di sekolah umum
yang
mempunyai tingkat keragaman yang berbeda-beda. b) Memiliki kesamaan menyesuaikan diri. Dengan bersekolah di sekolah umum, siswa difabel mempunyai kesempatan untuk bersosialisasi dengan civitas akademika sekolah secara lebih luas, dan mempuyai lebih banyak teman. Dengan demikian, kesempatan untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat lebih optimal, dan
mempunyai tingkat kematangan
sosial yang lebih baik dari pada bersekolah di sekolah ekslusi.30 2) Bagi anak tanpa kebutuhan khusus: a) Belajar mengenai keterbatasan tertentu. Ketika siswa belajar bersama dengan temannya yang mempunyai kemampuan berbeda, ia akan belajar tentang orang lain. Ia akan mempunyai pandangan bahwa setiap orang mempunyai kelebihan dan
29
Munawir Yusuf., Perguruan tinggi Inklusi (Ramah Terhadap Pembelajaran). Makalah 2007. hal. 2. 30 Hasil wawancara dengan Drs. Suprapto Raharjo, Wakil Kepala Bidang Kesiswaan MAN Maguwoharjo, tanggal 9 Oktober 2009
16
kekurangan, yang dari sana, ia akan belajar memahami bagaimana bersikap dan berteman dengan orang difabel. Kemampuan dan pengalalan seperti ini sulit didapatkan oleh siswa yang bersekolah reguler yang tidak mengembangkan pendidikan inklusi. b) Dapat mengembangkan normal
akan
keterampilan sosial. Siswa yang
mengembangkan
pengetahuan
dan
pengalamannya bersekolah bersama difabel dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan sekolah yang inklusif secara langsung maupun tidak langsung memberikan pendidikan kepada siswa bagaimana ia berinteraksi, bersikap, dan bertingkah laku dengan masyarakat yang sangat heterogen. Munculnya sekolah inklusi juga karena memiliki beberapa keistimewaan antara lain : a) Keberadaan anak cacat diakui sejajar dengan anak normal; b) Lingkungan mengajarkan kebersamaan dan menghilangkan diskriminasi; c) Memberi kesan pada orang tua dan masyarakat bahwa anak cacat pun mampu seperti anak pada umumnya; d) Anak yang berkelainan akan belajar meerima dirinya sebagaimana adanya dan juga tidak menkadi asing lagi di lingkungannya; e) Aktivitas yang mungkin dapat diikuti anak cacat ada kesempatan untk berpartisipasi sehingga dapat menunjukkan
17
kemampuannya di lingkungan anak normal; f) Membutuhkan pegangan diri yaitu dengan belajar secara kompetitif, eksistensi anak caat akan teruji dalam persaingan secara sehat dengan anak pada umumnya.31 Menurut Amin Abdullah, setidaknya ada tiga perbedaan mendasar antara pendidikan inklusi dan pendidikan eksklusi, yang dapat dipetakan dalam tabel berikut yakni:32 Tabel I. Perbedaan pendidikan inklusi dan eksklusi No
Ekslusi
Inklusi
1
Authoritarian
Partisipasi demokratis
2
Pemisahan siswa
Sistem identifikasi
3
Standarisasi
Bentuk pembelajaran individual
2. Konsep Pendidikan Inklusi Di dalam pendidikan inklusi, ada kredo atau prinsip pendidikan inklusi, yakni ” selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.”33 Selama ini, pandangan yang beredar di masyarakat menyatakan bahwa pendidikan untuk anak “cacat”
adalah
SLB. Hal ini agar mereka dapat dididik di lingkungan yang tidak
31
Sukadari, Peran Pendidikan Inklusi, dalam http://www.madina-sk.com/index Desember. 2008. 32 Amin Abdullah, Intersubjektive Religious Approach Contribution To The Dissemination Of Inclusive Education (Special Reference To Ethnic And Religious Minority). Paper. Disampaikan dalam acara Inclusive Education: Major Policy Issues In The Asia And Pacific Region. Bali, 29-31 Mei 2008 33 M. Eksan, Pendidikan Inklusi Bukan Sekolah Pijat, dalam http://eksan.web.id Desember 2008.
18
tercampur dan bisa berkonsentrasi pada mereka. Namun sistem ini memiliki beberapa kekurangan, terutama untuk proses sosialisasi mereka. Dominasi sistem pendidikan yang eksklusi tidak hanya berdampak negatif bagi anak-anak yang kurang beruntung tersebut namun juga menjadi beban bagi masyarakat, karena mereka yang tidak berpendidikan dan terasing menjadi semakin terpinggirkan selain kemungkinan tersiasianya potensi masyarakat. Eksklusivitas menutup pintu kesempatan bagi anak untuk memperoleh pendidikan. Karenanya, sistem pendidikan inklusi bertujuan untuk menekan dampak tersebut dengan memberikan lebih banyak kesempatan kepada anak dengan kebutuhan khusus, betapa pun kurang beruntungnya mereka, dan dengan meningkatkan kemandirian dan partisipasi individu dalam masyarakat. 34 Dalam menjadikan sekolah inklusi, perlu ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Tahapan - tahapan tersebut antara lain: a. Sosialisasi Fungsi sosialisasi sangat penting untuk membangun prakondisi lingkungan sekolah dan juga kesiapan mental baik bagi siswa maupun para guru.35 Sosialisasi pendidikan inklusi dimaksudkan untuk memberikan gambaran secara umum tentang maksud dan tujuan pendidikan inklusi kepada tenaga pengajar, siswa, dan orang tua.36
34
http://www.ditplb.or.id/2006/index.php. diakses pada tanggal 12 Desember 2008 Hasil wawancara dengan Bp. Marijo, S.Pd., pada tanggal 5 September 2009 36 http://www.pusdakota.org/artikel_dilema.html. diakses pada tanggal 12 Desember 2008 35
19
b. Persiapan Sumber Daya (preparing resources) Persiapan sumber daya di sini adalah yang menyangkut kesiapan peralatan peraga untuk simulasi dan kesiapan ketrampilan tenaga pelaksana pendidikan. Kelengkapan peraga untuk pendidikan inklusi memang lebih kompleks dibanding dengan alat peraga ajar yang umum digunakan. Sehingga dituntut kreatifitas dari guru untuk melakukan simulasi proses belajar mengajar. Sementara persiapan tenaga pelaksana pendidikan adalah dengan melakukan pelatihan (training) tentang beberapa metode pelaksanaan pendidikan inklusi kepada para guru. c. Uji coba (try out) Metode Pembelajaran (uji publik). Uji coba
dan uji publik ini terkait dengan pengembangan
kurikulum yang dilakukan. Sebelum ditetapkan menjadi kurikulum, rancangan kurikulum yang ada diujipublikkan kepada seluruh unsur stakeholders, mulai dari guru, komite, dan siswa. 3. Pendidikan Inklusi dalam Pandangan Islam Di dalam Islam, pandangan terhadap kecacatan adalah hal yang sudah bersifat final, dalam arti bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan persepsi di dalam memandang seseorang dari anggota tubuh.
Dalam
Islam, kemuliaan dan keutaman seseorang tidak didasarkan pada suku, warna kulit, maupun postur tubuh, namun lebih kepada akhlak dan ketakwaannya kepada Allah SWT.
20
Islam mengajarkan bahwa semua orang adalah sama, mempunyai hak dan kewajiban yang sama, baik di hadapan hukum, masyarakat, dan di hadapan Tuhan. Islam juga mengajarkan bahwa semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran tanpa memandang pangkat, golongan, kecacatan seseorang maupun hal-hal yang lain. Islam melarang keras melakukan diskriminasi dalam hal pendidikan. Allah berfirman di dalam Qur’an surat ‘Abasa: 1-10:
*
) (
'
&%
$
#
!"
,
"
+
Artinya: 1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, 2. Karena Telah datang seorang buta kepadanya 3. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), 4. Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya? 5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup 6. Maka kamu melayaninya. 7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman). 8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), 9. Sedang ia takut kepada (Allah), 10. Maka kamu mengabaikannya.37
37
Al-Qur’an dan terjemahnya. Departemen Agama RI. Jakarta: 1971, hal. 1014.
21
Ayat di atas merupakan dasar pendidikan inklusi di dalam Islam, dan konsep inklusi yang terjadi hari ini adalah sama dengan konsep tersebut di atas. Ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa yang menimpa Ibnu Ummi Maktum, seorang tuna netra yang ingin belajar Al-Qur’an kepada Nabi, namun beliau memalingkan mukanya karena beliau sedang berbicara di depan para pembesar Qurays seperti Abu Jahal.38 Ayat di atas mengajarkan kita untuk tidak menolak siapa saja yang datang untuk belajar. Pembatasan kesempatan kepada seseorang untuk menuntut ilmu yang menjadi haknya berarti mengingkari ajaran Islam.39 Melalui analisis komparatif, didapat lima titik singgung antara pendidikan Islam dan pendidikan inklusi, yakni: a. Pendidikan sebagai kewajiban/hak; b. Prinsip pendidikan untuk semua; c. Prinsip non-segregasi; d. Perspektif holistik dalam memandang peserta didik; e. Cara memandang hambatan yang lebih berorientasi pada faktor eksternal, terutama lingkungan pendidikan.40
38
Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir nurul Qur’an Jild 19. Terj. Rudi Mulyono. Jakarta: Penerbit Al-huda. 2006. hal. 207. 39 Ibid, hal. 209 40 M.A. Fattah Santoso. Sekolah Syariah Dan Pendidikan Inklusi. makalah Seminar Nasional dan Peluncuran “Kurikulum Sekolah Syariah dan Panduan Implementasi Pendidikan Inklusi UNESCO” yang diselenggarakan oleh Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah dengan dukungan Braillo, IDP-Norwegia dan SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta, di UNS, 11 Juni 2005.
22
4. Komponen Pendidikan Inklusi Mutu pendidikan (lulusan) dipengaruhi oleh mutu proses belajarmengajar; sementara itu, mutu proses belajar-mengajar ditentukan oleh berbagai faktor (komponen) yang saling terkait satu sama lain, yaitu: a. Input siswa, b. Kurikulum (bahan ajar), c. Tenaga kependidikan (guru/instruktur/ pelatih), d. Sarana-prasarana, e. Dana, f. Manajemen (pengelolaan), dan g. Lingkungan (sekolah, masyarakat, dan keluarga),41 5. Model Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi memiliki beberapa model, yakni: a. Kelas reguler (inklusi penuh) Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama, atau dengan pengembangan yang dapat dilakukan oleh masing-masing sekolah. b. Kelas reguler dengan cluster Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
41
http://www.ditplb.or.id/2006/index.php. diakses tanggal 12 Desember 2008
23
c. Kelas reguler dengan pull out Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. d. Kelas reguler dengan cluster dan pull out Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus. e. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler. f. Kelas khusus penuh Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler. Dengan demikian, pendidikan inklusif tidak mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh), karena sebagian anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi berhubung gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa),
24
dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB). Setiap sekolah inklusi dapat memilih model mana yang akan diterapkan, terutama bergantung kepada: a. Jumlah anak berkelainan yang akan dilayani, b. Jenis kelainan masing-masing anak, c. Gradasi (tingkat) kelainan anak, d. Ketersediaan dan kesiapan tenaga kependidikan, serta e. Sarana-prasarana yang tersedia.42
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan di lapangan, seperti di lingkungan masyarakat, lembaga-lembaga dan organisasi kemasyarakatan dan lembaga pemerintahan.43 Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif interaktif, yakni studi mendalam dengan menggunankan teknik pengumpulan data langsung
dari
orang
dalam
lingkungan
alamiahnya.
Peneliti
menginterpretasikan fenomena-fenomena bagaimana orang mencari makna daripadanya.44 penelitian ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, 42
http://www.ditplb.or.id/2006/index.php. diakses tanggal 12 Desember 2008 Sarjono, dkk. Panduan Penulisan Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2008. 44 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya: 2006), hal. 61. 43
25
persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.45 Di samping itu data yang ada dinyatakan dalam keadaan sewajarnya46 dengan tidak mengubah dalam bentuk simbol ataupun bilangan karena metode penelitian kualitatif ini tidak menggunakan data statistik.47 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan psikopedagogik, karena mendeskripsikan sesuatu yang berhubungan dengan pola pendidikan dan pengajaran pada anak yang bersifat heterogen dan mempunyai latar belakang kemampuan fisik dan
mental yang berbeda-beda. Psikologi
pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang belajar, pertumbuhan, dan kematangan individu serta penerapan prinsip-prinsip ilmiah terhadap reaksi manusia yang nantinya mempengaruhi proses mengajar dan belajar.48 3. Subjek Penelitian Penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan teknik populasi. Subjek informannya ialah orang-orang yang mengetahui, berkaitan, dan menjadi pelaku dari suatu kegiatan yang diharapkan dapat memberi informasi.49
45 46
Ibid, hal. 60. Darari Nawawi, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996),
hal. 174. 47
Ronny Koantur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM, 2004), hal. 24. 48 Sri Esti W. D., Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2006), hal. 2. 49 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek, Edisi V (Jakarta: Rineka Cipta,2002), hal. 102.
26
Adapun subjek penelitian ini adalah: a. Kepala Madrasah Aliyah Negeri Maguwoharjo Yogyakarta, sebagai pimpinan dan pengambil kebijakan madrasah b. Wakil kepala madrasah bidang kurikulum c. Manajer Pendidikan Inklusi MAN Maguwoharjo d. Guru Pembimbing Khusus e. Siswa-siswi difabel MAN Maguwoharjo 4. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data ialah cara-cara yang ditempuh peneliti untuk mendapatkan data-data dan fakta yang terjadi dan terdapat pada objek dan subjek penelitian. Adapun metode yang digunakan penulis adalah sebagai berikut : a. Observasi Metode observasi adalah suatu cara untuk menghimpun bahanbahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomenafenomena yang sering dijadikan sasaran pengamatan.50 Pengamatan tersebut bisa berkenaan dengan cara guru mengajar, siswa belajar, kepala sekolah sedang memberikan pengarahan, dan lain sebaginya.51 Dalam penelitian ini, hal-hal yang akan diobservasi adalah kegiatan belajar-mengajar di kelas, interaksi sosial siswa difabel dengan siswa lainnya di sekolah, dan sistem penataan kelas. 50
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 76. 51 Nana Shaodih, Metode Penelitian…, hal. 220.
27
b. Wawancara Wawancara sering disebut juga dengan interview, yaitu dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Interview yang digunakan dalam metode ini adalah interview
terpimpin
di
mana
pewawancara
terlebih
dahulu
mempersiapkan kuesioner yang akan diajukan kepada informan (interview guide), tetapi penyampaian pertanyaan bisa secara bebas.52 Metode ini digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data mengenai pendidikan inklusi dari informan utama dan informan pendukung. Dalam penelitian ini, hal-hal yang akan diwawancarakan meliputi: kepemimpinan kepala madrasah di sekolah inklusi, kurikulum madrasah, penetapan guru ajar di kelas, evaluasi hasil belajar siswa difabel, administasi sekolah, dan pandangan siswa difabel bersekolah di sekolah inklusi. c. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, maupun elektronik.53 Dokumen-dokumen yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini antara lain: dokumen sejarah madrasah, dokumen siswa-siswi, ketatausahaan, data siswa difabel, data tenaga pendidik dan 52
Dudung Abdurrahman, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: Galang Press,, 2000), hal. 63. 53 Nana Shaodih, Metode Penelitian…, hal. 220.
28
kependidikan, data Guru Pembimbing Khusus (GPK), dan
data-data
lain yang menunjang penelitian ini. 5. Metode Analisis Data Karena penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan psikopedagogik, maka data kualitatif ini dianalisis menggunakan deskriptif analitik. Analisis induktif adalah pemikiran yang berangkat dari faktafakta yang khusus kemudian dari fakta itu ditarik kesimpulan. Dalam hal ini, analisis induktif adalah menginterpretasikan data hasil dokumentasi, wawancara, serta observasi yang dilakukan dalam penelitian. Untuk memperoleh keabsahan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik trianggulasi. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu54. Halhal yang dilakukan dalam triangulasi data ialah55 : a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara b. Membandingkan data hasil wawancara antara satu sumber dengan sumber yang lain c. Membandingkan hasil wawancara dengan analisis dokumentasi yang berkaitan
54
Ibid, hal. 289. Lexi Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya,, 2002), hal. 178. 55
29
G. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan skripsi ini dibagi ke dalam tiga bagian, yakni bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri atas halaman judul, halaman surat pernyataan, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, halaman abstrak, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lampiran. Bagian kedua, yang merupakan bagian inti berisi uraian dimulai dari bagian pendahuluan sampai bagian penutup yang tertuang dalam bab-bab sebagai satu kesatuan. Dalam skripsi ini, penulis menuangkan hasil penelitian ke dalam empat bab. Dalam setiap bab, dibagi lagi ke dalam sub-sub bab yang berfungsi menjelaskan pokok bahasan dari bab yang bersangkutan. Bab I berisi gambaran umum penulisan skripsi yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB II berisi gambaran umum MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta. Pembahasan pada bagian ini difokuskan pada letak geografis, sejarah dan perkembangan madrasah, visi misi dan tujuan madrasah, struktur organisasi madrasah, keadaan guru, siswa dan karyawan, serta keadaan sarana prasarana madrasah. Berbagai gambaran tersebut dikemukakan terlebih dahulu sebelum membahas tentang model pendidikan inklusi yang akan dibahas dalam bab selanjutnya. Setelah penulis membahas gambaran umum lembaga yang diteliti, yang dalam hal ini adalah MAN
Maguwoharjo, penulis membahas dan
30
menganalisis model pendidikan inklusi yang dilaksanakan di MAN Maguwoharjo. Bagian ini memfokuskan pada tahapan-tahapan menuju pembelajaran inklusif, pengembangan kurikululm pendidikan inklusi, model pembelajaran inklusi, dan faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta. Adapun bagian akhir dari bagian inti skripsi adalah BAB IV, yang disebut penutup. Bagian ini memuat simpulan, saran-saran, dan diakhiri dengan kata penutup Pada bagian akhir dari skripsi ini, terdiri atas daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang terkait dengan penelitian ini.
31
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dalam proses menuju pembelajaran inklusif, MAN Maguwoharjo melangkah dengan berproses secara bertahap. Tahap-tahap pelaksanaan pendidikan inklusi tersebut terdiri atas sosialisasi, persiapan sumber daya dan need assessment, uji coba kurikulum dan metode pembelajaran. 2. Kurikulum yang digunakan di MAN Maguwoharjo menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dengan penyusunan yang didasarkan pada kekhususan madrasah, serta mendasarkan diri pada konsep awal madrasah sebagai sekolah berbasis inklusi. 3. Pengajaran kepada siswa difabel dilakukan bersamaan dengan siswa normal dalam satu kelas dengan model inklusi penuh, dengan penambahan dan penyediaan Guru Pembimbing Khusus (GPK) yang bertugas sebagai konsultan bagi guru mata pelajaran dan siswa difabel. 4. Prestasi akademik dan nonakademik siswa difabel cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan tingginya persentase siswa difabel yang lulus dalam setiap angkatan. Siswa difabel dapat mengikuti pembelajaran di Madrasah dengan baik. Hal ini di samping sekolah mempunyai guru inklusi dan guru pembimbing khusus, juga adanya dukungan dari berbagai pihak yang
mendukung terselenggaranya pendidikan inklusi. Hanya saja masih terdapat hambatan-hambatan dalam pembelaran inklusi seperti biaya inklusi yang mahal, langkanya peralatan bagi siswa difabel, dan tumbuhnya paradigma masyarakat tentang pentingnya pendidikan berbasis inklusi.
B. Saran-saran 1. Bagi Madrasah a. Hendaknya lebih meningkatkan kerja sama dengan pihak lain, di lingkungan pemerintah maupun di luar pemerintah, baik secara formal maupun non formal agar pelaksanaan pendidikan inklusif dapat berjalan dengan lebih baik. b. Perlu peningkatan kemampuan serta profesionalitas tenaga pendidik dan kependidikan untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan inklusif. c. Mengadakan
training
pembelajaran
kelas
inklusi
secara
berkesinambungan. d. Memaksimalkan fungsi dan peran Guru Pembimbing Khusus (GPK) secara lebih maksimal agar pelayana kepada siswa difabel lebih baik dan optimal. e. Pengadaan sarana dan prasaranan sekolah hendaknya melalui skala prioritas, agar apa yang benar-benar dibutuhkan bisa dilayani secara maksimal.
81
f. Melakukan sosialisasi pendidikan inklusi secara lebih luas, dengan penyebaran pamflet maupun mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan inklusi untuk lebih memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pendidikan inklusi. 2. Bagi Peneliti a. Untuk meneliti lebih lanjut tentang pendidikan inklusi dalam lingkup yang lebih luas, mulai dari tataran teoritis hingga tataran praktis guna meningkatkan pemahaman kita tentang pendidikan inklusif.
3. Bagi Universitas a. Melaksanakan tri darma pendidikan tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian secara lebih luas, di antaranya dengan mengadakan penelitian pendidikan inklusif secara mendalam dan menyebarluaskannya lewat media, baik cetak maupun elektronik. b. Mengirimkan
mahasiswa
difabel
maupun
tenaga
ahli
untuk
melaksanakan PPL, KKN, ataupun pengabdian dan pelayanan peningkatan mutu pendidikan inklusi ke sekolah-sekolah inklusi untuk memberikan nuansa baru kepada para peserta didik, bahwa difabilitas bukan merupakan alasan untuk tidak meraih prestasi, dan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
82
C. Kata Penutup Akhirnya dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan meski jauh dari kesempurnaan, karena hanya sebatas inilah daya dan kemampuan penulis sehingga hasilnya seperti yang ada pada sekarang ini. Penulis juga menyadari bahwa penulis sebagai manusia biasa tidak luput dari kekurangan dan kekhilafan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan tegur sapa dari semua pihak yang bersifat membangun demi menuju kesempurnaan, masukan yang berupa kritik atau saran yang kontruktif guna perbaikan skripsi ini. Sebagai akhir kata penulis berharap semoga skipsi yang sederhana ini bermanfaat bagi diri penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin, ya Robbal ‘Alamin.
Yogyakarta, 15 Oktober 2009 Penulis
( Amir Ma’ruf)
83
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan. Bandung: Refika Aditama. 2007 Abdullah, Amin, intersubjektive religious approach contribution to the dissemination of inclusive education (special reference to ethnic and religious minority). Paper. Bali: Inclusive Education; Major Policy Issues in the Asia and Pacific Region. 2008 Departemen Agama RI, Agama RI, 1971
Al-Qur’an dan Terjemahnya.
Jakarta: Departemen
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitia Pendekatan Praktek. Edisi V Jakarta: Rineka Cipta, 2002 Buletin Solider, SIGAB. Volume 1 Maret-Juni 2008. Yogyakarta. SIGAB. 2008 Cornelis Lay, dkk. Komnas HAM 1998-2001: Pergulatan dalam Transisi Politik. Yogyakarta. UGM: 2001 Darari Nawawi, Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press: 1996 Dudung Abdurrahman, Pengantar Metode Penelitian (Yogyakarta: Galang Press, 2000 http://eksan.web.id Http://sma4banjarbaru.sch.id/index.php/Info_Akademik/Program_Inklusi_di_ SMAN_4.html http://www.ditplb.or.id/2006/index.php http://www.madina-sk.com/index Husaini Usman, Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara, 1996 Isnaini Nurul Khoeriyah, “Metode dan Masalah yang dihadapi dalam Pengajaran Kimia bagi siswa Tunanetra (Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta” Skripsi. Program Studi Tadris Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2004
Jalaludin Rahmat, Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005 Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Cacat. 2006 Lexi Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002 M.A. Fattah Santoso. Sekolah Syariah Dan Pendidikan Inklusi. Makalah. Seminar Nasional dan Peluncuran “Kurikulum Sekolah Syariah dan Panduan Implementasi Pendidikan Inklusi UNESCO” yang diselenggarakan oleh Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah dengan dukungan Braillo, IDP-Norwegia dan SD Muhammadiyah Program Khusus Surakarta. 2005 Muhammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi Aksara, 2006 Munawir Yusuf, Perguruan tinggi Inklusi (Ramah Terhadap Pembelajaran). Makalah 2007 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya: 2006 _______, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2009 PSLD UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Profil PSLD UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yogyakarta: PSLD, 2006 Ronny Koantur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM, 2004 Sarjono, dkk. Panduan Penulisan Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2008 Sedia Adi Purwanta, Pendidikan Inklusi; Ideologisasi dan Sosialisasi. Makalah. 2007 Smith, David, Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua. Terj. Baihaqi. Bandung: Penerbit Nuansa. 2006 Sudijono Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
85
Sue Stubs, Pendidikan Inklusif Ketika Hanya Ada Sedikit Sumber, terj. Susi Septaviana, Oslo: The Atlas Alliance, 2002 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Cemerlang, 2003 Yuliatiningsih, Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi Siwa Tuna Netra di MAN Maguwharjo.” Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2004.
86
Lampiran I
PEDOMAN PENGUMPULAN DATA
A. PEDOMAN OBSERVASI 1. Letak geografis dan monografi MAN Maguwoharjo 2. Sejarah Berdiri 3. Struktur organisasi MAN Maguwoharjo 4. Visi, Misi dan Tujuan Madrasah 5. Kondisi Fisik dan Non Fisik Madrasah 6. Struktur Organisasi Madarasah
B. PEDOMAN WAWANCARA 1. Manager Pendidikan Inklusi MAN Maguwoharjo a. sejak kapan bapak diangkat menjadi manajer pendidikan inklusi? b. Apa makna pendidikan inklusi menurut bapak? c. Bagaimana efektifitas pendidikan inklusi menurut bapak? d. Dalam perkembangan peserta didik secara akademik dan psikologis, mana yang lebih efektif, pendidikan ekslusi atau pendidikan inklusi? e. Terkait dengan teori-teori sekolah inklusi, model inklusi seperti apa yang dikembangkan oleh MAN Maguwoharjo? f. Apa implikasi model inklusi terhadap kegiatan belajar mengajar? g. Bagaimana penyiapan kurikulumnya? h. Apa yang harus disiapkan sekolah di dalam pelaksanaan pendidikan inklusi? i. Kemampuan seperti apa yang harus dimiliki seorang guru dalam mengajar sebuah kelas inklusi? j. Sarana-prasarana apa saja yang diperlukan di dalam kegiatan belajar mengajar di kelas inklusi? 87
k. Dari sarana-prasarana yang diperlukan itu, apa saja yang sudah dimiliki madrasah? l. Bagaimana respon civitas akademika MAN Maguwoharjo terhadap pendidikan inklusi? m. Apa saja faktor pendukung pendidikan inklusi di madrasah ini? n. Apa saja faktor penghambat pendidikan inklusi di madrasah ini?
2. Kepala MAN Maguwoharjo a. Apa makna pendidikan inklusi menurut bapak? b. Apa perbedaan yang sangat mendasar dalam manajerial madrasah biasa dengan madrasah inklusi? c. Bagaimana manajerial madrasah dalam melaksanakan pendidikan inklusi? d. Faktor-faktor apa saja yang mendorong madrasah melaksanakan sistem pendidikan inklusi? e. Apa yang bapak lakukan untuk memajukan pendidikan inklusi di madrasah ini dengan terbatasnya sumber daya madrasah dalam pelaksanaan pendidikan inklusi? f. Apa kebijakan yang dikeluarkan madrasah untuk menyamakan atau menyeimbangkan hasil pendidikan antara siswa difabel dengan siswa normal lainnya?
3. Guru Pembimbing Khusus a. Apa latar belakang pendidikan anda? b. Sejak kapan menjadi GPK? c. Berdinas di mana anda sekarang? d. Sebelum menjadi GPK di sini, anda menjadi GPK di mana? e. Apa saja kelebihan pendidikan inklusi menurut anda? f. Apa saja kekurangan pendidikan inklusi? g. Apa saja yang harus dilakukan oleh pendidikan inklusi di Indonesia? 88
h. Apa saja yang harus dilakukan oleh pendidikan inklusi di MAN Maguwoharjo? i. Apa saja tugas anda sebagai GPK? j. Kapan sebaiknya seorang anak difabel dimasukkan ke dalam sekolah inklusi? Mengapa demikian? k. Adakah kesulitan yang anda alami selama bertugas sebagai GPK di sini? l. Apakah anda ikut masuk ke dalam kelas, atau hanya menunggu ada guru dan siswa yang berkonsultasi? m. Mata pelajaran apa yang paling sering dikonsultasikan dengan anda? n. Bagaimana kesan anda terhadap siswa difabel yang bersekolah di sekolah di sini? o. Bagaimana keadaan pertemanan siswa difabel dengan siswa normal?
4. Siswa Difabel MAN Maguwoharjo a. Siapa nama anda? b. Kelas berapa anda sekarang? c. Dari mana anda berasal? d. Sebelum sekolah di MAN, anda sekolah di mana saja? e. Apa yang mendorong anda untuk masuk ke madrasah ini? f. Bagaimana iklim di sekolah ini? g. Apakah ada perbedaan antara sekolah di SLB dengan di sekolah inklusi? Apa perbedaan itu? h. Bagaimana perlakuan guru dan teman-teman di sekolah? i. Mata pelajaran apa yang paling sulit untuk dikuasai? j. Ketika anda sulit untuk menguasai sebuah materi, bagaimana guru anda membantu anda keluar dari masalah? k. Apa saja kelebihan sekolah inklusi dibanding sekolah SLB? l. Apa kekurangan dan kelemahan sekolah inklusi?
89
Lampiran V DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi Nama
: Amir Ma’ruf
Tempat/Tanggal Lahir
: Cilacap, 12 Desember 1984
Alamat Yogya
: Griya Nusakambangan, Jongkang, Sleman
Alamat Rumah
: Jl. Ahmad Yani No. 38 Rt/Rw 003/005, Cipari, Cipari, Cilacap, Jawa Tengah
Nama Orang Tua
:
Ayah
: Saifuddin
Ibu
: Siti Ngatiyah
Riwayat Pendidikan 1. MI Salafiyah Cipari, lulus tahun 1997 2. MTsN Majenang, lulus tahun 2000 3. MAN Majenang, lulus tahun 2004 4. Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, masuk tahun 2004 5. PP Al-Ikhlas, Majenang Cilacap, tahun 1997-2004
Pengalaman Organisasi 1. Sekretaris Umum PP Al-Ikhlas, Pahonjean Majenang Cilacap, 2000-2002 2. Bendahara BP 3 Madrasah Diniyah PP. Al-Ikhlas Majenang, 2002-2004 3. Ketua Umum HIMMAH SUCI, tahun 2007-2008 4. Anggota Dewan Pertimbangan Organisasi HIMMAH SUCI, tahun 20082009 5. Koordinator Relawan Pusat Studi dan Layanan Difabel (PSLD) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 2007-2008 6. Al-Hawari DPD ITMI (Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia) Kabupaten Sleman, tahun 2005-2009. 95
Lampiran VI Catatan Lapangan 1 Metode Pengumpulan Data : Wawancara dan Observasi
Hari
: Selasa, 25 Agustus 2009
Waktu
: Pukul 09:30 WIB
Lokasi
: Ruang Wakil Kepala Madrasah
Sumber Data : Bapak Drs. H. Abdul Hadi
Deskripsi Data : Informan adalah wakil kepala Madrasah Aliyah Negeri Maguwoharjo Yogyakarta. Di samping itu, beliau juga menjabat sebagai manajer pendidikan inklusi MAN Maguwoharjo. Tugas manajer inklusi adalah sebagai koordinator dan penanggung jawab jalannya pendidikan di MAN Maguwoharjo sebagai madrasah inklusi. Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa pendidikan inklusi di MAN Maguwoharjo telah berjalan sejak madrasah ini berdiri, yakni tahun 1967. Madrasah ini dulunya bernama PGA LB A, yang mendidik siswanya menjadi guru agama di sekolah luar biasa. Jadi para siswa dididik berbagai keilmuan tentang pendidikan luar biasa, mulai dari latin braille, arab braille, orientasi dan mobilitas, pengajaran bagi anak tunanetra, dan lain sebagainya. Sebagai manajer, beliau bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan inklusi, mulai dari pengadaan sarana prasarana, peningkatan kemampuan guru, hingga kerja sama dengan lembaga-lembaga yang terkait dengan pendidikan inklusi. Kurikulum pendidikan di MAN Maguwoharjo secara umum sama dengan kurikulum yang digunakan di madrasah yang lain, yakni menggunakan kurikulum Departemen Agama. Untuk siswa difabel, diberlakukan pengajaran yang sama dengan yang lain, atau dengan sistem inklusi penuh.
96
_______________ Interpretasi : Madrasah Aliyah Negeri Maguwoharjo Yogyakarta sebagai madrasah inklusi yang pertama di Indonesia, mempunyai kebijakan dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yakni pendidikan inklusi penuh, yang memberlakukan proses belajar mengajar di satu tempat dan waktu antara siswa normal dan siswa difabel dengan materi yang sama. Secara manajerial, pendidikan inklusi MAN Maguwoharjo berada di bawah manajer inklusi, yakni Drs. H. Abdul Hadi, M.Pd, dengan dibantu oleh seorang Guru Pembimbing Khusus.
97
Lampiran VII Catatan Lapangan 2 Metode Pengumpulan Data : Wawancara dan Observasi
Hari
: Kamis, 27 Agustus 2009
Waktu
: Pukul 10:30 WIB
Lokasi
: Ruang Perpustakaan
Sumber Data : Bapak Marijo, S.Pd.
Deskripsi Data : Informan adalah guru bidang studi sosiologi, dan pengelola perpustakaan MAN Maguwoharjo. Bapak Marijo adalah seorang lulusan PGA LB A, yang sekarang menjadi MAN Maguwoharjo ini. Sebelum mengabdi di madrasah, beliau bertugas di SLB Wiyata Guna Bandung, Jl. Padjadjaran 55 Bandung. Ketika guru inklusi di MAN pensiun, beliau ditarik ke madrasah dan mutasi. Sebagai seorang guru yang sudah berpengalaman di bidang pendidikan inklusi, beliau sangat faham betapa pentingnya pendidikan inklusi. Menurut beliau, sekolah inklusi adalah sebuah alternatif bagi pendidikan difabel. Hal ini karena mereka akan mendapatkan pengalaman yang lain dengan sekolah di SLB. Beliau berpendapat, seorang anak difabel sebaiknya disekolahkan di sekolah inklusi sejak kecil, yakni TK atau Playgroup. Permasalahnnya, tidak semua sekolah di Indonesia mampu menjadi sekolah inklusi. Hal ini terkait dengan cara pandang masyarakat, kemampuan tenaga pendidik, sarana dan prasarana yang belum menjamah seluruh wilayah, dan berbagai permasalah lain. Namun bagi beliau, semua permasalahan tersebut dapat diminimalisir dengan kemauan dari semua elemen bangsa untuk menginklusikan pendidikan. Perbedaan yang sangat mendasar antara sekolah inklusi dengan sekolah khusus (SLB) adalah pada proses belajar mengajar, yang nantinya akan sangat berpengaruh pada kehidupan siswa di masa yang akan datang. Sekolah inklusi 98
tidak membedakan anak yang normal atau berkebutuhan khusus. Semua dianggap sama. Di samping itu, proses
sosialisasi di sekolah inklusi jauh lebih luas
dibanding di SLB. Mereka mempunyai teman yang banyak, dan anak-anak normal dapat belajar dari mereka, bahwa semua orang dapat mengikuti pendidikan di manapun tanpa memandang dari kecacatan tubuh seseorang. _____________ Interpretasi : Pendidikan inklusi menguntungkan semua pihak, mulai dari siswa difabel, siswa normal, orang tua, guru, masyarakat, dan pemerintah. Seorang anak sebaiknya dimasukkan ke dalam sekolah inklusi sejak TK, atau Play Gorup, agar anak dapat belajar bersosialisasi dengan luas. Namun yang menjadi kendala adalah
belum
banyak
lembaga
pendidikan
yang
mau
dan
mampu
menyelenggarakan pendidikan inklusi, di samping paradigma pendidikan segregasi yang masih kental di masyarakat.
99
Lampiran VIII Catatan Lapangan 3 Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Hari
: Sabtu, 3 Oktober 2009
Waktu
: Pukul 11.00 WIB
Lokasi
: Ruang Guru
Sumber Data : Bapak Haminarto
Deskripsi Data : Informan adalah seorang guru pembimbing khusus (GPK) di MAN Maguwoharjo. Sehari-hari beliau mengabdi sebagai guru SLB di Tempel. Beliau bertugas di MAN sejak setahun yang lalu. Beliau adalah adik angkatan Bp. Marijo, S.Pd., dan sekarang sedang menempuh gelar pendidikan stara satu di PLB UNY. Menurut informan, kesulitan terbesar pendidikan inklusi di Indonesia saat ini adalah menghadapi pandangan dan pola berfikir masyarakat tentang pendidikan bagi anak cacat. Masyarakat masih memandang bahwa anak cacat tidak bisa bersekolah di sekolah umum. Di samping itu, masih banyak orang tua yang memiliki anak cacat bahwa anak mereka yang cacat adalah beban bagi mereka, sehingga banyak anak-anak cacat kurang diperhatikan oleh orang tuanya, atau sebaliknya orang tuanya akan overprotective, sehingga mereka menjadi kurang berkembang. Menurut informan, untuk saat ini, waktu yang tepat untuk menyekolahkan anak difabel ke sekolah inklusi adalah di sekolah lanjutan. Sekolah dasar di Indonesia belum mampu untuk mengembangkan pendidikan inklusi. Hal ini terkait beberapa hal, di antaranya sumber daya manusia yang sangat kurang. Tidak semua daerah mempunyai tenaga pendidik yang paham tentang pendidikan inklusi. Di samping itu, guru pembimbing khusus masih jarang, dan guru PLB 100
yang ada biasanya sulit untuk menyediakan diri menjadi guru pembimbing khusus. Hal ini karena menjadi guru pembimbing khusus membutuhkan tenaga ekstra. Ketika ujian atau ulangan harian, GPK harus membraillekan soal dan jawaban sejumlah mata pelajaran yang ada dan jumlah siswa difabel tunanetra yang ada. Selain itu, seorang guru pembimbing khusus dituntut mempunyai kesabaran ekstra, terkait dengan berbagai kondisi siswa difabel di sekolah inklusi. _____________ Interpretasi : Pendidikan inklusi di Indonesia belum mengalami perkembangan yang menggembirakan. Ini dapat dilihat dari gejala sosial yang ada, mulai dari pandangna masyarakat, sampai pada fakta sejumlah sekolah belum mampu menyelenggarakan pendidikan inklusi. Selain jumlah sumber daya manusia yang langka, jumlah GPK yang terbatas, juga keengganan guru yang memenuhi kualifiaksi menjadi GPK untuk menjadi seorang guru GPK, sehingga saat ini belum memungkinkan untuk membuka sekolah inklusi di tingkatan SD sercara optimal, walaupun saat ini sudah ada SD yang menyelenggarakan sekolah inklusi.
101
Lampiran IX Catatan Lapangan 4 Metode Pengumpulan Data : Wawancara
Hari
: Rabu, 7 Oktober 2009
Waktu
: Pukul 14.30 WIB
Lokasi
: Rumah Kos
Sumber Data : Maryono
Deskripsi Data : Responden adalah siswa difabel tunanetra MAN Maguwoharjo kelas X. Ia berasal dari Bantul. Ia bersekolah di SDLB Trimulyo Jetis Bantul, kemudian melanjutkan di MTsLB Yaketunis Yogyakarta. Setelah lulus MTs, ia melanjutkan di MAN Maguwoharjo. Ia menilai lingkungan sekolah cocok untuk siswa difabel seperti dirinya. Responden merasa bersyukur dapat merasakan sekolah inklusi, sebab ia sudah Sembilan tahun bersekolah di SLB, dan tinggal di asrama. Kadang responden
merasa kesulitan untuk mengimbangi kemampuan
teman-temannya dalam menguasai dan memahami pelajaran. Ia terbiasa denga metode mengajar gurunya di SLB yang begitu memperhatikan siswa-siswinya. Namun ia enggan untuk bertanya kepada guru pembimbingnya, karena ia juga tidak bisa menemui guru pembimbing di sekolah setiap hari. Responden merasa kedekatannya dengan GPK sangat kurang. Ia lebih banyak bertanya kepada teman sebangkunya. Ketika ada pekerjaan rumah, ia meminta dibacakan ibu kosnya, atau temannya yang sering bermain di kos. Akan tetapi ketika tidak ada yang membacakan, terpaksa ia tidak mengerjakan PR. Untuk metode pembelajaran guru, ia berpendapat bahwa sudah banyak guru MAN yang mampu mengajar para tunanetra dengan baik, walaupun masih terdapat guru yang belum mampu. Tapi ia berpendapat secara umum sudah baik.
102
_____________ Interpretasi : Kepuasan batin responden ialah dia bisa bersekolah di sekola inklusi dan belajar bersama dengan siswa siswi lain yang normal dan ia anggap mempunyai kemampuan di atas dirinya.
103