e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014)
MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK MENINGKATKAN KOGNITIF ANAK KELOMPOK B TK KUMARA JAYA DENPASAR Ni Luh Ayu Cahyani1, MG Rini Kristiantari2, I.B. Surya Manuaba3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak dengan menerapkan model pembelajaran Quantum melalui permainan tradisional di kelompok B TK Kumara Jaya Denpasar pada semester genap tahun pelajaran 2013/2014.. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah 17 orang anak TK pada kelompok B semester II tahun ajaran 2013/2014. Data penelitian tentang kemampuan kognitif dikumpulkan dengan metode observasi menggunakan instrumen berupa format lembar observasi. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif, dengan membandingkan hasil penelitian pada siklus I dan siklus II. Hasil analisis data menunjukkan peningkatan kognitif anak kelompok B1 di TK Kumara Jaya Denpasar pada semester II tahun pelajaran 2013/2014 setelah diterapkan model pembelajaran Quantum melalui permainan tradisional. Ini dibuktikan dengan hasil pada siklus I sebesar 57,70% pada kategori rendah, ternyata meningkat menjadi 94,03% pada siklus II dengan kategori sangat tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan presentase kognitif anak sebesar 36,33 % dengan menerapkan model pembelajaran Quantum pada anak kelompok B semester II TK Kumara Jaya Denpasar. Kata-kata kunci: model pembelajaran Quantum, permainan tradisional, kognitif.
Abstract This research aims to increase cognitive abilities of children in the group B of TK Kumara Jaya Denpasar by implementating Quantum teaching through traditional game in group B of TK Kumara Jaya Denpasar, on second half period, academic year 2013/2014. This research is an action research or classroom action research that implemented in two cycles. Subjects in this research were 17 children in B1 group of TK Kumara Jaya Denpasar, on academic year 2013/2014. Data of cognitive abilities collected using observation methods, by an instrument called observation sheet. The collected atas were being analyzed by using descriptive statistical analysis quantitative. Data analyzing were done by comparing the results of the first cycle and second cycle. The result of data analyzing shows that there is an increasement of cognitive abilities of B1 group children in second half period on academic years 2013/2014 after implementating Quantum learning by using
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) traditional games. In the first cycle, the result of cognitive ability is at 57,70% on very low category. While in the second cycle, the result of cognitive abilities is at 94,03% onvery high category. It can be concluded that there is an increasement of cognitive abilities about 36,33% by applying Quantum learning by using traditional games to the B group children in second half periodof TK Kumara Jaya Denpasar. Keywords: Quantum learning, traditional games, cognitive
PENDAHULUAN Orangtua selalu menginginkan hal terbaik untuk anaknya. Satu di antaranya adalah pendidikan yang diharapkan menjadi bekal hidup seorang anak. Untuk mempersiapkan fisik, mental dan intelegensi anak dengan sebaik-baiknya, salah satu upaya yang dilakukan para orangtua adalah memberikan pendidikan anak sejak usia dini. Anak sebagai generasi penerus memerlukan stimulus yang akan mempengaruhi seberapa optimal kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa depan, terlebih lagi anak pada fase usia dini. Sesuai dengan pasal 28 Undangundang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 ayat 1, anak usia dini merupakan anak pada usia yang memiliki rentangan waktu sejak lahir hingga usia 6 tahun. Berk (dalam Sujiono, 2009) menyatakan bahwa pada masa anak usia dini, proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia. Pada usia dini, anak memiliki potensi yang pesat dalam hal perkembangan otaknya, atau lebih dikenal dengan istilah Golden Age. Pada masa anak usia dini adalah saat yang tepat untuk memulai pendidikan, karena anak akan mampu menyerapnya dengan baik. Guna mengoptimalkan potensi anak pada masa itu, diperlukan lembaga pendidikan yang tepat dan berkompeten. Sujiono (2009:21) menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dapat dilakukan dalam bentuk formal, nonformal, dan informal. Penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur formal adalah Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfhal (RA) dan lembaga sejenis. Penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini pada jalur non formal
diselenggarakan oleh masyarakat atas kebutuhan dari masyarakat itu sendiri, khususnya bagi anak-anak yang dengan keterbatasannya tidak terlayani di pendidikan formal (TK atau RA). Pendidikan di jalur informal dilakukan oleh keluarga atau lingkungan. Pendidikan informal bertujuan memberikan keyakinan agama, menanamkan nilai budaya, nilai moral, etika dan kepribadian, estetika, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional. Pada pendidikan anak usia dini di TK, anak akan diberikan rangkaian aktivitas yang diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dasarnya. Seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 58 Tahun 2009, ada lima aspek perkembangan dalam pendidikan anak usia dini yaitu aspek fisik motorik (FM), nilai agama dan moral (NAM), sosial emosional dan kemandirian (SEK), bahasa (B), dan kognitif (K). Program pembelajaran di TK dilaksanakan berdasarkan prinsip belajar sambil bermain dan bermain seraya belajar. Bermain akan menghubungkan anak dengan dunia sosialnya. Bandura mengemukakan bahwa “dalam situasi sosial, anak dapat belajar lebih cepat hanya dengan mengamati perilaku orang lain, melibatkan unsur panca indra, kognitif dan emosinya” (Mutiah, 2010:11). Anak-anak dapat mengambil kesempatan untuk belajar mengenai dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Dalam Pedoman Pembelajaran di Taman Kanak-kanak (2005) dijelaskan bahwa bermain merupakan cara yang paling baik untuk mengembangkan kemampuan sesuai kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Prinsip pembelajaran TK yang seharusnya berorientasi pada perkembangan anak, kini harus mengalami sedikit pergeseran. Orang tua cenderung menuntut agar pendidikan di TK lebih memprioritaskan persiapan anak secara akademis menuju tingkat pendidikan selanjutnya yaitu sekolah dasar (SD), yang notabene memprioritaskan penerimaan siswa baru yang sudah mampu baca, tulis, dan hitung (calistung). Tuntutan orang tua membuat pihak sekolah TK mau tidak mau mengurangi kegiatan bermain, dan lebih fokus pada pemberian materi yang lebih mendalam mengenai konsep bilangan, lambang bilangan dan huruf. Pada saat melakukan observasi langsung, proses pembelajaran dalam mengembangkan kemampuan kognitif khususnya dalam mengenalkan konsep bilangan, lambing bilangan, dan huruf, pada anak di TK Kumara Jaya Denpasar di peroleh beberapa informasi yaitu: 1) kemampuan anak memahami bilangan dan huruf masih belum maksimal, 2) Ketersediaan media dan suasana belajar yang monoton, membuat pembelajaran tidak berjalan efektif dan menyenangkan, 3) kondisi anak yang kurang berkonsentrasi dan terlihat jenuh pada saat penyampaian materi bilangan, lambang bilangan, dan huruf. Anak terlihat lebih antusias pada kegiatan yang melibatkan fisik. Dampak dari proses pembelajaran tersebut yaitu, hasil belajar dalam mengembangkan kemampuan kognitif anak kelompok B masih rendah, dan situasi kelas menjadi kurang kondusif. Atas dasar temuan tersebut, diadakan diskusi dengan guru-guru di TK Kumara Jaya Denpasar guna meningkatkan kemampuan kognitif anak mengenai bilangan, lambang bilangan, dan huruf dengan mengangkat lagi kegiatan pokok yang menjadi inti dari pendidikan anak usia dini (PAUD) yaitu bermain. Di dalam kegiatan bermain tersebut bisa diselipkan materi-materi mengenai bilangan, lambang bilangan, dan huruf, yang berkaitan dengan persiapan anak dalam baca, tulis, dan hitung (calistung) di jenjang pendidikan selanjutnya.
Maka dari itu, guru harus aktif dan kreatif di dalam menyusun rencana kegiatan harian (RKH), rencana kegiatan mingguan (RKM) dan menentukan model pembelajaran untuk diimplementasikan pada saat pembelajaran. Untuk memaksimalkan belajar anak, guru seharusnya memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan dan materi pengajaran, dan tidak menyimpang dari prinsip PAUD atau TK itu sendiri. Model pembelajaran yang dipilih haruslah model pembelajaran yang menyenangkan, dan bias menimbulkan rasa ingin tahu anak. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dapat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami anak dan cenderung monoton, sehingga anak kurang termotivasi untuk belajar dan dapat berdampak pada kemampuan kognitif yang dicapai anak kurang memuaskan. Untuk mengatasi masalah ini, dapat diupayakan dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif yang mampu mengaplikasikan teknik-teknik kelas praktis dan dapat digunakan oleh guru untuk menggubah suasana kelas menjadi lebih meriah dan menyenangkan. Hal terebut dapat direalisasikan dengan melakukan penerapan model pembelajaran Quantum menggunakan permainan tradisional untuk meningkatkan kognitif anak kelompok B TK Kumara Jaya Denpasar. DePorter (2010) menyatakan bahwa model pembelajaran Quantum adalah penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar, yang mencakup unsurunsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan anak. Suyatno (2009) menjelaskan pada tahun 1940, Freire sudah memaparkan konsep pendidikan seperti itu. Pada tahun 1954, Goorge Lozanov, melalui penelitian bahasa menemukan bahwa belajar dapat menghasilkan sesuatu secara cepat jika berada dalam kondisi antara sadar dan tidak sadar. Interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah anak menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi diri mereka dan orang lain. Suatu interaksi antara guru dan anak, yang biasa disebut dengan proses belajar
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) mengajar (PBM) bukanlah hal yang sepele. Lozanov (dalam DePorter, 2010:32), mengemukakan bahwa proses belajar mengajar adalah fenomena yang kompleks. Segala sesuatunya, baik kata, pikiran, tindakan, maupun asosiasi, dan sejauh mana seorang pendidik menggubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajaran, sejauh itu pula proses belajar berlangsung. Model Quantum dimulai dari SuperCamp, sebuah program percepatan berupa Quantum Learning yang ditawarkan Learning Forum, yaitu sebuah perusahaan pendidikan internasional yang menekankan perkembangan keterampilan akademis dan keterampilan pribadi. Model Quantum diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intelligence (Gardner), Neuro-Linguistic Programming (Ginder & Bandler), Experiental Learning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning ( Johnson &Johnson), dan Element of Effective Instruction (Hunter), dimana menghasilkan sebuah pendekatan belajar yang segar,mengalir, dan praktis. Model pembelajaran ini bersandar pada konsep Bawalah Dunia Mereka Ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka. Konsep ini mengingatkan kita pada pentingnya memasuki dunia anak sebagai langkah pertama. Untuk mendapat hak mengajar, guru harus membangun jembatan memasuki kehidupan anak. Dengan kata lain, belajar sebagai kegiatan yang full contact adalah kegiatan yang melibatkan semua aspek kepribadian manusia, yaitu pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh, di samping pengetahuan, sikap, dan keyakinan sebelumnya serta persepsi masa mendatang. Jadi, memasuki dahulu dunia anak sangat penting, karena tindakan ini akan memberi izin kepada guru untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Hal ini dapat dilakukan dengan mengaitkan apa yang diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan anak. Model pembelajaran Quantum menggunakan suatu kerangka rancangan
belajar yang disebut TANDUR. TANDUR adalah singkatan dari Tumbuhkan, Alami, Namai, Demontrasikan, Ulangi, dan Rayakan. Tumbuhkan adalah tahap untuk mulai menumbuhkan minat anak dengan memulainya melalui sebuah pertanyaan ‘Apakah manfaatnya bagiku?’ sebelum memulai kegiatan pembelajaran. Alami atau tahap guru menciptakan atau mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua anak. Namai atau menyediakan kata kunci untuk anak. Hal ini penting untuk membantu anak mengingat. Beri makna pada setiap kegiatan yang dilakukan bersama anak, sekaligus bantu anak menamai peristiwa atau benda yang ditemui. Selain meningkatkan daya ingat anak, juga dapat menambah perbendaharaan kata anak. Demonstrasikan adalah tahap guru menyediakan kesempatan bagi anak untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. Ulangi berarti guru memberi penguatan materi pada anak, sehingga guru dapat membantu anak untuk memahami materi secara mendalam, dan Rayakan adalah pemberian pengakuan berupa apresiasi kepada anak. Hal ini dapat membuat anak merasa dihargai, sekaligus memotivasinya untuk bisa belajar lebih giat lagi. DePorter (2010) menerangkan bahwa model pembelajaran Quantum memiliki lima prinsip, dimana prinsipprinsip ini mempengaruhi aspek dalam model Quantum. Prinsip-prinsip tersebut adalah: 1) Segalanya berbicara. Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru, dari kertas yang dibagikan, hingga rancangan kegiatan yang disusun, semuanya mengirim pesan tentang belajar. 2) Segalanya bertujuan. Semua yang terjadi saat pembelajaran berlangsung memiliki tujuan. 3) Pengalaman sebelum pemberian nama. Otak kita berkembang pesat dengan adanya rangsangan kompleks, yang akan menggerakkan curiousity (rasa ingin tahu). Oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk apa yang mereka pelajari. 4) Akui setiap usaha. Belajar mengandung risiko. Belajar berarti melangkah keluar dari
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) kenyamanan, dimana kita berhadapan dengan sesuatu yang belum kita ketahui, tapi harus kita mengerti.Pada saat anak mengambil langkah ini, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. 5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Model pembelajaran Quantum hampir sama dengan sebuah simfoni, dimana ada banyak unsur yang menjadi faktor pengalaman musik. Menurut DePorter (2010) dalam model Quantum, unsur-unsur di dalamnya dibagi menjadi dua kategori yaitu konteks (context) dan isi (content). Konteks adalah latar untuk pengalaman sebagai seorang guru, meliputi lingkungan (ruang kelas), suasana (semangat guru dan anak-anak), landasan, dan rancangan.Sementara isi adalah bagaimana seorang guru menyajikan materi dan memfasilitasi anak, serta menggali potensi, minat dan bakat anak. Berdasarkan pendapat di atas, secara sederhana dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Quantum adalah model pembelajaran yang mampu menciptakan suasana pembelajaran yang bergairah dan menyenangkan, dilaksanakan secara bertahap, dan tidak menyimpang dari dunia dan kebutuhan anak. Dalam pembelajaran dengan model pembelajaran Quantum, anak akan merasa lebih nyaman karena mengingat karakteristik anak TK yang masih suka bermain. Dengan menggunakan model Quantum, pembelajaran menjadi kondusif dan anak mampu memahami materi pelajaran yang diajarkan. Selain penggunaan model pembelajaran yang tepat, penentuan kegiatan juga sangat penting. Salah satu kegiatan yang mampu meningkatkan kognitif anak adalah bermain permainan tradisional. Danandjaja (dalam Achroni, 2012) menyatakan permainan tradisional sebagai salah satu bentuk permainan anak-anak yang beredar secara lisan dan kolektif, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun, serta memiliki banyak variasi. Achroni (2012) menjelaskan
bahwa bermain memberi banyak manfaat untuk anak, seperti mampu mengembangkan kecerdasan intelektual anak, mengembangkan kemampuan motorik halus dan kasar anak, meningkatkan kemampuan anak untuk berkonsentrasi, dan memecahkan masalah, dan untuk kesehatan. Achroni (2012) menerangkan beberapa bentukbentuk permainan tradisional yang biasa dimainkan anak-anak di Indonesia antara lain: a) Engklek/Dengkleng b) Curik-curik/Ular Naga c) Congklak d) Meong-meong e) Gobak Sodor/Megala-gala f) Balap Karung g) Petak Umpet h) Lompat Tali i) Kelereng/Guli h) Enggrang/Tajog Kau Ada juga permainan tradisional lain seperti: Alat musik dengan pelepah pisang, marakas, Telepon bambu, Perahu Kertas, Layang-layang, dan Gasing. Dalam penelitian tindakan kelas pada anak kelompok B TK Kumara Jaya Denpasar semester II tahun 2013/2014, dilaksanakan empat macam permainan tradisional yang telah dimodifikasi, antara lain: (a) Engklek/Dengkleng Permainan ini dapat dimainkan di pelataran tanah, semen, atau aspal.Sebelum memulai permainan, terlebih dahulu harus digambar bidang atau arena yang digunakan untuk permainan ini.Jumlah pemain tidak dibatasi.Setiap pemain harus memiliki gacuk atau pecahan ubin/genteng, yang nantinya dilemparkan ke salah satu bidang yang telah dibuat. Permainan engklek ini bermanfaat bagi anak, diantaranya dapat memberi kegembiraan, menyehatkan fisik, melatih keseimbangan tubuh, mengajarkan kedisiplinan untuk mematuhi aturan, mengembangkan kemampuan bersosialisasi, mengembangkan kecerdasan anak dengan menghitung dan menentukan langkah yang harus dilewati.
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) Engklek modifikasi dalam penelitian ini tidak menggunakan gacuk. Anak melompat melewati bidang engklek, sambuil menghitung jumlah bidang. Di gawang atau bidang besar, telah disediakan potongan huruf dan angka yang harus disusun atau dipasangkan oleh anak. (b) Lompat tali Lompat tali dimainkan secara bersama-sama oleh 3-10 anak menggunakan untaian karet gelang sederhana yang panjangnya mencapai 34 meter, dimana anak harus melompati tali tanpa menyentuhnya. Permainan ini dapat melatih semangat anak, kecermatan, motorik kasar, keberanian, dan sportivitas anak. Lompat tali modifikasi dalam penelitian ini menggunakan dua buah tali karet yang dikaitkan pada ketinggian yang berbeda. Anak harus melompat melewati dua buah tali kemudian melakukan perintah atau tugas yang diberikan. (c) Congklak Peralatan yang digunakan pada permainan ini terdiri dari papan congklak dan biji-biji congklak. Untuk bijinya, dapat digunakan biji buah, kerikil, atau cangkang kerang. Congklak modifikasi pada penelitian ini menggunakan beberapa potongan huruf atau angka. Anak mengambil undian, kemudian mengerjakan perintah sesuai lubang congklak yang didapatkan. (d) Enggrang/Tajog Kau. Enggrang atau tajog adalah salah satu jenis kesenian yang akhirnya menjadi permainan tradisional Indonesia yang mendapat pengaruh dari budaya China. Enggrang sendiri diberi makna bamboo atau kayu yang diberi pijakan untuk kaki agar kaki leluasa bergerak berjalan. Enggrang juga telah berkembang, tidak hanya menggunakan bambu, tapi menggunakan kau atau batok kelapa. Enggrang ini disebut Tajog Kau, yang nantinya kaki akan berpijak pada batok kelapa sembari menjepit tali yang menghubungkan batok kelapa tersebut.
Tajog Kau modifikasi pada penelitian ini mengharuskan anak berjalan dengan tajog kau di atas angka dan huruf yang ditentukan sesuai perintah. Penerapan model pembelajaran Quantum menggunakan permainan tradisional ini berfokus pada usaha peningkatan kognitif anak. Perkembangan berpikir anak-anak usia taman kanak-kanak atau prasekolah sangat pesat. Anak-anak memberi makna pada pengalaman yang diserap dari lingkungan sekitarnya, untuk kemudian mengungkapkannya kembali dengan cara khas anak. Menurut Berk ( dalam Sujiono, 2009:6), pada masa anak usia dini, proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia. Maka dari itu, adalah saat yang tepat untuk memberi pendidikan pada masa ini, karena anak akan mampu menyerapnya dengan optimal. Perkembangan kognitif menjadi sangat penting manakala anak akan dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang menuntut kemampuan berfikir. Menurut Drever (dalam Hadis, 1996:49) disebutkan bahwa “Kognisi adalah istilah umum yang mencakup segenap model pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran”. Anak, pada usia dini, berada dalam masa keemasan sehingga dalam perkembangan anak perlu diperhatikan dengan maksimal dan mengembangkannya secara optimal melalui berbagai aktivitas yang dapat menstimulasi daya kognisinya. Montessori (dalam Sujiono, 2009:54) menyatakan bahwa “masa ini merupakan periode sensitif (sensitive periods), selama masa inilah anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya”. Selanjutnya Montessori menyatakan bahwa usia keemasan merupakan usia dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya, baik yang disengaja maupun tidak. Masalah ini sering menjadi pertimbangan mendasar di dalam membelajarkan mereka, khususnya yang
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) menyangkut isi atau kurikulum yang akan dipelajarinya. Kognitif atau sering disebut kognisi mempunyai pengertian yang luas mengenai berfikir dan mengamati. Gunarsa (dalam Dewi, 2005) menyatakan kognisi mencakup aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu. Dalam Pedoman Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak (2005) dijelaskan bahwa pengembangan kognitif bertujuan agar anak mampu mengolah perolehan belajarnya, menemukan alternatif pemecahan masalah, mengembangkan kemampuan logika matematika, pengetahuan ruang dan waktu, kemampuan memilah dan mengelompokkan, dan persiapan pengembangan kemampuan berpikir teliti. Departemen Pendidikan Nasional (2005) juga menjelaskan kemampuan kognitif anak sebagai kemampuan berpikir logis, kritis, memberi alasan, memecahkan masalah, dan menemukan hubungan sebab akibat. Bila disimpulkan maka kognisi dapat dipandang sebagai kemampuan yang mencakup segala bentuk pengenalan, kesadaran, pengertian yang bersifat mental pada diri individu yang digunakan dalam interaksinya antara kemampuan potensial dengan lingkungan seperti: dalam aktivitas mengamati, menafsirkan memperkirakan, mengingat, menilai dan lain-lain. Perwujudan fungsi kognitif dapat dilihat dari fungsi mental anak meliputi persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah. Piaget (dalam Sujiono, 2009:120121), meyakini bahwa perkembangan kognitif dibagi dalam empat fase antara lain ; Tahap Sensorimotor (0 - 2 tahun), mulai pada masa bayi ketika ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam mengenal lingkungannya. Pada masa ini biasanya bayi keberadaannya masih terikat kepada orang lain bahkan tidak berdaya, akan tetapi alat-alat inderanya sudah dapat berfungsi. Tindakannya berawal dari respon refleks, kemudian berkembang membentuk representasi mental. Anak dapat menirukan tindakan masa lalu orang lain, dan merancang kesadaran baru untuk memecahkan masalah
dengan menggabungkan secara mental skema dan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya. Dilanjutkan dengan Tahap Praoperasional (2 - 7 tahun), di saat anak belum memahami pengertian operasional yaitu proses interaksi suatu aktivitas mental, dimana prosesnya bisa kembali pada titik awal berfikir secara logis. Manipulasi simbol merupakan karakteristik esensial dari tahapan ini. Hal ini sering dimanefestasikan dalam peniruan tertunda, tetapi perkembangan bahasanya sudah sangat pesat, kemampuan anak menggunakan gambar simbolik dalam berfikir, memecahkan masalah, dan aktivitas bermain kreatif akan meningkat lebih jauh dalam beberapa tahun berikutnya. Tahap selanjutnya adalah tahap Operasional Konkrit (7 - 11 Tahun). Tahap operasional konkrit dapat digambarkan pada terjadinya perubahan positif ciri-ciri negatif tahap praoperasional, seperti dalam cara berfikir egosentris pada tahap operasional konkrit menjadi berkurang, ditandainya oleh desentrasi yang benar, artinya anak mampu memperlihatkan lebih dari satu dimensi secara serempak dan juga untuk menghubungkan dimensidimensi itu satu sama lain. Walaupun pada anak-anak ini lebih pesat melampaui anak-anak praoperasional dalam penalaran, pemecahan masalah dan logika. Pemikiran mereka masih terbatas pada operasi konkrit. Pada tahap ini anak dapat mengkonservasi kualitas serta dapat mengurutkan dan mengklasifikasikan obyek secara nyata. Tetapi mereka belum dapat bernalar mengenai abstraksi, proposisi hipotesis. Jadi, mereka mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah secara verbal yang sifatnya abstrak. Pemahaman terakhir ini baru dicapai pada tahap oprasional formal. Tahap terakhir dari perkembangan kognitif adalah tahap operasional Formal ( 11 - 16 tahun). Pada tahap operasional formal anak tidak lagi terbatas pada apa yang dilihat atau didengar ataupun pada masalah yang dekat, tetapi sudah dapat membayangkan masalah dalam fikiran dan pengembangan hipotesis secara logis. Perkembangan lain pada tahap ini
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) ialah kemampuannya untuk berfikir secara sistematis, dapat memikirkan kemungkinan-kemungkinan secara teratur atau sistematis untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini anak dapat memprediksi berbagai kemungkinan yang terjadi atas suatu peristiwa. Misalnya ketika mengendarai sebuah mobil dan tiba-tiba mobil mogok, maka anak akan menduga mungkin bensinnya habis, dan sebab lain yang memungkinkan memberikan dasar atas pemikiran terjadinya mobil mogok. Perkembangan kognitif pada tahapan ini mencapai tingkat perkembangan tertinggi dari tahapan yang dijelaskan Piaget. Anak TK berada pada tahap praoperasional. Pada tahap ini, anak mengalami kecenderungan peningkatan dalam kemampuan bahasa, penggunaan gambar simbolik dalam berpikir, memecahkan masalah, dan aktivitas bermain kreatif. Untuk memaksimalkan perkembangan kognitif anak, diperlukan perhatian yang besar terhadap faktorfaktor yang diduga mampu mempengaruhi perkembangan kognitif. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan kognitif anak adalah faktor pembentukan serta faktor minat dan bakat. Pembentukan dapat terjadi melalui pembentukan sengaja melalui pembelajaran di sekolah formal dan pembentukan tidak sengaja sebagai pengaruh dari alam sekitar. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan kognitif anak adalah model pembelajaran Quantum. Secara langsung model ini menuntut seorang guru untuk merancang kegiatan berdasarkan dunia dan kemampuan anak. Bagi anak, bermain adalah dunianya. Maka dari itu, akan sangat menyenangkan apabila kegiatan bermain dapat dilakukan bersama anak dalam pembelajaran sambil anak belajar sesuatu dan mengembangkan kognitifnya, khususnya mengenai konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf . Konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf yang memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi untuk dipahami oleh anak usia dini bila dipelajari hanya dengan penjelasan biasa
saja. Sehubungan dengan hal tersebut, pembelajaran melalui kegiatan bermain akan membantu memaksimalkan pemahaman anak tentang konsep ini. Dalam pembelajaran TK, permainan yang dibutuhkan adalah permainan bersifat kolektif mengingat anak pada usia TK masih perlu belajar bersosialisasi dengan lingkungannya. Bermain permainan tradisional adalah salah satu cara yang tepat agar anak bisa bermain dan bersosialisasi dengan guru, temanteman, dan lingkungannya. Permainan tradisional dapat dimainkan secara bersama-sama atau kolektif, fleksibel, dan mudah disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Permainan ini menggunakan bahan dan materi dari alam dan dari tubuh anak itu sendiri, sehingga dapat diarahkan sebagai ilustrasi dalam pembelajaran untuk meningkatkan kognitif anak dalam konsep bilangan, lambang bilangan dan huruf. Berdasarkan paparan di atas, dipandang perlu untuk membuktikan secara empirik melalui suatu penelitian tentang model pembelajaran Quantum melalui permainan tradisional yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak. Untuk itulah pada kesempatan ini dirancang sebuah penelitian tindakan kelas (PTK) yang berjudul “penerapan model pembelajaran Quantum melalui permainan tradisional untuk meningkatkan kognitif anak kelompok B TK Kumara Jaya Denpasar” METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research. Tempat pelaksanaan penelitian ini di kelompok B1 TK Kumara Jaya, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali, pada semester II tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini dilaksanakan secara bersiklus, masing-masing siklus terdiri atas (1) perencanaan, (2) tindakan/observasi dan (3) refleksi. Kriteria keberhasilan pada penelitian ini adalah apabila presentase peningkatan kognitif anak sudah mencapai kategori tinggi. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) metode observasi. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi. Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, maka dilakukan analisis data dengan menggunakan analisis statistik deskriptif kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Data kemampuan kognitif pada kegiatan mengenal konsep bilangan yang diperoleh anak disajikan dalam bentuk tabel distribusi, menghitung mean (M), median (Md), modus (Mo), grafik polygon dan membandingkan rata-rata atau mean dengan model Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Nilai rata-rata yang didapat pada siklus I sebesar 57,70. Untuk menentukan tingkat kognitif anak dapat dihitung dengan membandingkan rata-rata persen (M%) dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima sebesar 57,70% yang berada pada kriteria rendah. Selanjutnya nilai rata-rata yang didapat pada siklus II sebesar 94,03. Untuk menentukan tingkat kognitif anak dapat dihitung dengan membandingkan rata-rata persen (M%) dengan criteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima sebesar 94,03% yang berada pada kriteria tinggi. Penyajian hasil penelitian di atas memberikan gambaran bahwa dengan penerapan model pembelajaran Quantum menggunakan permainan tradisional ternyata dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak. Hal ini dapat dilihat dari analisis mengenai kemampuan kognitif anak dapat diuraikan sebagai berikut. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif diperoleh rata-rata persentase kemampuan kognitif anak kelompok B semester II di TK Kumara Jaya Kecamatan Denpasar Selatan pada siklus I sebesar 57,70% dan rata-rata persentase kemampuan kognitif pada anak kelompok B semester II di TK Kumara Jaya Kecamatan Denpasar Selatan pada siklus II sebesar 94,03%, ini menunjukkan adanya peningkatan ratarata persentase sebesar 36,33% dengan kategori sangat tinggi. Peningkatan ini mencerminkan bahwa penerapan model
pembelajaran Quantum dalam proses kegiatan pembelajaran perlu dilanjutkan dalam pembelajaran selanjutnya. Penerapan model pembelajaran Quantum dengan konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan) dilakukan dalam beberapa proses kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak. Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran ini anak diberikan pemahaman tentang manfaat kegiatan yang dilakukan terlebih dahulu, kemudian mengalaminya langsung, dan merayakan segala usaha anak setelah kegiatan. Keberhasilan dalam penelitian ini sesuai dengan kajian-kajian teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian ini. Model pembelajaran Quantum merupakan suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak belajar dengan cara menyenangkan dan tanpa menyimpang dari konsep pendidikan anak pada usia TK. Penerapan model pembelajaran Quantum dengan konsep TANDUR (Tumbuhkan, Alami, Namai, Demonstrasikan, Ulangi, Rayakan) dalam penelitian ini mempergunakan permainan tradisional, yang dapat merangsang kognitif anak mengenai konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf. Permainan adalah kegiatan yang menyenangkan untuk anak. Anak akan lebih mudah memahami materi dan cenderung tidak menyadari bahwa anak sedang belajar. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian tersebut ini berarti bahwa dengan penerapan model pembelajaran Quantum melalui permainan tradisional dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak pada kelompok B semester II TK Kumara Jaya Denpasar, dan oleh karenanya model pembelajaran yang demikian sangat perlu dilakukan secara intensif dan berkelanjutan. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil perbaikan pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran Quantum menggunakan permainan tradisional dapat
e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014) meningkatkan kemampuan kognitif anak kelompok B semester II TK Kumara Jaya Denpasar. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan rata-rata persentase (M%) dalam penerapan model Quantum menggunakan permainan tradisional yang dilihat dari adanya peningkatan kemampuan kognitif pada setiap siklus. Berdasarkan pelaksanaan pembelajaran siklus I, dapat diketahui pencapaian kemampuan kognitif sebesar 57,70% menjadi sebesar 94,03% pada siklus II yang berada pada kategori sangat tinggi. Berdasarkan simpulan tersebut adapun saran yang ingin peneliti sampaikan yaitu kepada guru, disarankan lebih kreatif, inovatif dan aktif dalam menyelenggarakan pembelajaran dan memilih model pembelajaran yang tepat seperti model pembelajaran Quantum melalui permainan tradisional untuk meningkatkan kognitif anak. Kepada kepala sekolah disarankan merekomendasikan model pembelajaran Quantum menggunakan permainan tradisional pada guru-guru untuk meningkatkan kognitif anak. Kepada peneliti lain hendaknya dapat melaksanakan PTK dengan berbagai model pembelajaran lain yang belum sepenuhnya dapat terjangkau dalam penelitian ini, dengan adanya penelitian ini dapat dijadikan sebagai pembanding dalam melakukan suatu penelitian berikutnya.
DAFTAR RUJUKAN Achroni, Keen. 2012. Mengoptimalkan Tumbuh Kembang Anak Melalui Permainan Tradisional. Jogjakarta:Javalitera Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Pedoman Pembelajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta:Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah DePorter, Bobbi. 2010.Quantum Teaching “Mempraktikkan Quantum Learning di RuangRuang Kelas”. Bandung: Kaifa Dewi, Rosmala. 2005. Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Hadis, Fawzia Aswin, 1996. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru
Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta:Kencana
Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:Indeks Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Jakarta:Mamesdia Buana Pustaka