Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 2 No. 2 ISSN 2338 3240
Model Pembelajaran Guided Discovery dan Direct Instruction Berbasis Keterampilan Proses Sains Siswa SMA Negeri 4 Palu Dian Yurahly, I Wayan Darmadi, dan Darsikin email:
[email protected] Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan MIPA, Universitas Tadulako Jl. Soekarno Hatta KM.9, Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu – Sulawesi Tengah Abstrak-Telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa yang mengikuti model pembelajaran guided discovery berbasis keterampilan proses sains dan direct instruction berbasis keterampilan proses sains. Jenis penelitian ini merupakan eksperimen kuasi dengan desain nonequivalent pretest-posttest group design. Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri 4 Palu. Teknik sampling dalam penelitian menggunakan purposive sampling dengan sampel penelitian adalah kelas X MIA 6 sebagai kelompok eksperimen dan kelas X MIA 2 sebagai kelompok kontrol. Instrumen hasil belajar fisika berupa tes pilihan ganda yang telah divalidasi melalui validitas ahli dan validitas tes. Tes hasil belajar fisika yang diperoleh menunjukkan bahwa skor rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi 6,7% dari kelas kontrol. Uji hipotesis uji t (dua pihak), diperoleh thitung = 2,49 dan ttabel(0,975)(52) = 2,00 pada taraf nyata = 0,05 dengan kriteria penerimaan Ho adalah jika -t(1-0.5 α ) < t < t(1-0.5 α ) dan terima H1 dalam hal lain, berdasarkan hasil uji hipotesis diperoleh bahwa harga thit tidak berada di dalam daerah penerimaan H0 sehingga H1 di terima pada taraf nyata α = 0,05. Disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa yang mengikuti model pembelajaran guided discovery dan siswa yang mengikuti model pembelajaran direct instruction dengan berbasis keterampilan proses sains. Kata Kunci: Model Pembelajaran Guided Discovery, Model Pembelajaran Direct Instruction, Keterampilan Proses Sains, Hasil Belajar Fisika
I. PENDAHULUAN Peranan pendidikan merupakan salah satu faktor penentu bagi hasil dan produktivitas seseorang. Hal ini berarti kualitas pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan seseorang dalam mencapai kesuksesannya. Tentunya kualitas pendidikan ini tidak terlepas dari peran utama guru yang dituntut untuk mewujudkan hasil belajar yang baik dan membanggakan untuk siswa-siswanya. Salah satu cara yang tepat yang dapat dilakukan oleh guru yaitu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi kelas, tujuan pembelajaran maupun materi yang hendak diajarkan [1]. Beragam model pembelajaran yang dapat digunakan untuk menghasilkan proses belajar mengajar yang lebih berkualitas, tentunya dengan pemilihan model pembelajaran yang tidak sembarangan. Namun yang menjadi permasalahan adalah dibeberapa sekolah umumnya masih menggunakan model pembelajaran yang kurang tepat khususnya pada pembelajaran fisika yang tampaknya lebih banyak dirancang dengan metode ceramah atau model pembelajaran tradisional. Dengan metode ceramah guru terkesan monoton dalam penyampaian materi dan kurang mendapatkan respon yang positif dari siswa. Kurang tepatnya
model pembelajaran yang digunakan tersebut pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar fisika siswa. Seperti yang ditunjukkan pada tabel 1. TABEL 1. NILAI ULANGAN HARIAN FISIKA KELAS X SMA NEGERI 4 PALU SEMESTER GANJIL 2012/2013 X X X X X X X
Kelas MIA I MIA II MIA III MIA IV MIA V MIA VI MIA VII
Nilai 65,83 55,85 60,92 61,58 70,62 59,94 69,33
Kemunculan kurikulum 2013 juga menjadi salah satu permasalahan yang ada. Pada kurikulum ini, model pembelajaran yang diterapkan berbeda dengan model pembelajaran pada kurikulum sebelumnya. Guru sebagai pelaksana utama pembelajaran harus memahami dan menguasai model pembelajaran yang digunakan dengan melakukan perubahan dan mengembangan keterampilan mengajar, hal ini dikarenakan model pembelajaran merupakan salah satu kunci terlaksananya proses pembelajaran di kelas dan agar proses pembelajaran dapat lebih berbobot dan bermakna. Guru haruslah telah meninggalkan pembelajaran tradisional
43
dan menerapkan model pembelajaran yang baik sehingga suasana kelas menjadi hidup. Siswa sebagai komponen yang diberi perlakuan, mampu untuk melakukan aktifitas belajar dengan senang, riang dan gembira tanpa meninggalkan arti keseriusan pembelajaran. Siswa mengikuti pembelajaran tanpa tekanan dan juga tanpa paksaan. Pembelajaran menjadi lebih menarik bagi siswa khususnya dan bagi sekolah pada umumnya sehingga tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dari setiap kompetensi dasar bisa tercapai dan siswa mampu melakukan pembelajaran dengan tuntas. Salah satu model pembelajaran yang tepat yang kiranya mampu menyelesaikan permasalahan tersebut ialah model pembelajaran guided discovery dengan berbasis keterampilan proses sains. Model pembelajaran guided discovery merupakan pengembangan dari model pembelajaran discovery learning yang juga merupakan salah satu alternatif model pembelajaran. Menurut Sund dalam Suryosubroto [1], discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental itu misalnya: mengamati, menggolonggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Penelitian mengenai model pembelajaran guided discovery dan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains telah banyak dilakukan. Menurut Zulhelmi [2] pembelajaran guided discovery memberikan peluang bagi aktifitas kelas yang berpusat pada siswa (Student Centered) dan memungkinkan siswa belajar memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tidak hanya menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar. Menurutnya keuntungan yang diperoleh siswa dari model pembelajaran ini ialah dapat memacu keingintahuan dan belajar mandiri dalam pemecahan masalah. Sedangkan menurut Haryono [3] penerapan model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains secara nyata mampu meningkatkan pencapaian hasil belajar sains siswa, terutama dalam hal penguasaan keterampilan proses sains. Melalui proses pembelajaran yang mengitegrasikan keterampilan proses sains dalam suatu rangkaian proses pembelajaran, memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang beragam dan relatif lebih bermakna. Model pembelajaran guided discovery berbasis keterampilan proses sains dirasa pas sebab dalam proses pembelajarannya guru
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 2 No. 2 ISSN 2338 3240 ditempatkan sebagai fasilisator dengan menciptakan proses belajar aktif, kreatif dan menyenangkan. Dalam model pembelajaran ini siswa diajak untuk dapat menemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan materi pelajaran sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, selain itu dengan merasakan jerih payah penyelidikannya, siswa jadi lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk terus belajar. Model pembelajaran ini juga disesuaikan dengan situasi maupun kondisi di sekolah, dalam hal ini penelitian dilakukan di SMA Negeri 4 Palu, dimana sekolah tersebut telah menggunakan kurikulum 2013 dengan fasilitas yang memadai sehingga mendukung untuk dilakukannya berbagai macam eksperimen yang tidak hanya menunjang aspek pengetahuan saja tetapi juga diseimbangkan dengan aspek kompetensi sikap dan keterampilan proses. Seperti yang diketahui, pelajaran fisika merupakan kategori pelajaran sains yang menuntut terhadap eksperimen untuk memahaminya. Berkenaan dengan masalah tersebut, model pembelajaran guided discovery berbasis keterampilan proses sains diharapkan dapat menjadi alternatif. Secara lebih rinci model ini lebih menekankan pada proses pencarian pengetahuan dari pada pemberian pengetahuan, siswa dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian siswa diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta atau membangun konsep-konsep yang diperlukannya. Siswa tetap memiliki porsi besar dalam proses penyelenggaraan kegiatan pembelajaran maupun didorong untuk melakukan kegiatan eksperimen, sedemikian hingga pada akhirnya siswa dapat menemukan sesuatu atau hasil yang diharapkan. II. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen kuasi. Adapun populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Jurusan MIA (Matematika dan Ilmu Alam) SMA Negeri 4 Palu tahun ajaran 2013/2014 yang tersebar dalam 7 kelas. Kelas X MIA 6 sebagai kelas eksperimen yang siswanya mengikuti model pembelajaran guided discovery berbasis keterampilan proses sains dan kelas X MIA 2 sebagai kelas kontrol yang siswanya mengikuti model pembelajaran direct instruction berbasis keterampilan proses sains.
44
Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu dari guru mata pelajaran fisika di sekolah tersebut. Kedua kelas yang dipilih merupakan kelas yang diajar oleh guru yang sama. Adapun desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent pretest-posttest group design. Desain ini digunakan untuk kelompok yang telah ada sebelumnya dan pengambilan kelompoknya dilakukan tidak secara acak (random) [4]. Data yang diambil dari penelitian ini yaitu tes hasil belajar fisika pada materi elastisitas zat padat berupa tes pilihan ganda yang diberikan pada awal dan akhir perlakuan. Desain penelitian yang digunakan seperti pada Tabel 2. TABEL 2. NONEQUIVALENT PRETEST-POSTTEST GROUP DESIGN, [4] Kelas Pretest Perlakuan Posttest Kelas Eksperimen O1 X O2 (KE) Kelas Kontrol (KK) O1 O2
Keterangan: KE: Kelas Eksperimen KK: Kelas Kontrol O1: Pretest (digunakan tes yang sama) O2: Posttest (digunakan tes yang sama) X : Model pembelajaran guided discovery berbasis keterampilan proses sains Teknik analisis data pada penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu, teknik analisis instumen yang meliputi uji validitas tes, uji tingkat kesukaran, uji daya pembeda dan uji reliabilitas item, sedangkan tahap kedua yaitu analisis data hasil penelitian diolah dengan menggunakan teknik statistik meliputi uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesisi. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada tujuan untuk mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar fisika antara model pembelajaran guided discovery berbasis keterampilan proses sains dengan model pembelajaran direct instruction yang juga berbasis keterampilan proses sains Adapun sekolah tempat penelitian telah
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 2 No. 2 ISSN 2338 3240 menggunakan kurikulum 2013. Pada awal penelitian kedua kelas terlebih dahulu diberikan pretest. Data pretest digunakan untuk mengetahui bahwa kedua data berasal dari varians yang sama (homogen) atau memiliki kemampuan yang sama. Hasil data pengujian dilakukan menggunakan bantuan Microsoft Exel 2010. Skor hasil belajar fisika siswa diperoleh dari pretest dan posttest yang dilakukan pada masing-masing kelas yaitu eksperimen dan kontrol, skor maksimal yang dapat diperoleh yaitu 22, sedangkan skor minimum dan maksimum yang diperoleh siswa saat pretest posttest terlihat pada Tabel 3. TABEL 3. SKOR HASIL BELAJAR FISIKA PADA PRETEST DAN POSTTEST
Skor Minimum Maksimum Rata-rata
Kelas Eksp. 2 10 5,9
Pretest Kelas Kont. 1 9 5,4
Posttest Kelas Kelas Eksp. Kont. 7 7 19 18 14,3 12,5
Skor rata-rata pada kelas eksperimen lebih tinggi 1,3 atau 6,7% dari skor rata-rata kelas kontrol. Perolehan skor rata-rata hasil belajar pretest, posttest kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada gambar 1.
14.3 12.5
kelompok eksperimen 5.9
5.4
kelompok kontrol pretest
posttest
GAMBAR 1. PERBANDINGAN SKOR RATA-RATA HASIL BELAJAR PRETEST, POSTTEST KELOMPOK EKSPERIMEN DAN KONTROL
Hasil pengolahan data tersebut selanjutnya digunakan untuk menganalisis data melalui uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis. Hasil uji normalitas posttest kelas eksperimen adalah hitung = 5,03 dan tabel = 5,99 sedangkan kelas kontrol adalah hitung = 4,79 dan tabel = 7,81. Syarat bahwa data terdistribusi normal adalah < hitung tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa data kelas
45
eksperimen dan kelas kontrol terdistribusi normal. Perolehan uji homogenitas posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol pada taraf signifikansi = 0,05 adalah F hitung = 1,03 dan F tabel = 1,88. Syarat data bersifat homogen adalah F hitung < F tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa data kedua kelas berasal dari varians yang sama (homogen). Pengujian hipotesis menggunakan uji-t (uji dua pihak). Kriteria penerimaan yakni H0 diterima jika -t(1-0.5 α ) < t < t(1-0.5 α ) pada taraf nyata α = 0,05 dan dk = n1 + n2 – 2 = 27 + 27 – 2 = 52. Berdasarkan daftar tabel distribusi t diperoleh harga ttabel(0,975)(52) = 2,00 sedangkan thit = 2,49. Hal ini berarti harga thit tidak berada di dalam daerah penerimaan H0 sehingga H1 di tetima pada taraf nyata α = 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa yang mengikuti model pembelajaran guided discovery berbasis keterampilan proses sains dengan siswa yang mendapatkan model pembelajaran direct instruction berbasis keterampilan proses sains Perbedaan hasil belajar kedua kelas tersebut juga dipengaruhi oleh tahapan pembelajaran yang berbeda antara model pembelajaran guided discovery dan direct instruction. Secara singkat, tahapan pada model pembelajaran guided discovery yang pertama mengorganisasikan siswa untuk belajar, dimana guru akan memberikan suatu permasalahan yang harus dijawab melalui suatu percobaan dengan cara siswa menemukan sendiri percobaan apa yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut tentunya dengan arahan-arahan dari guru. tahapan selanjutnya yaitu memberi bantuan atau bimbingan dalam penyelidikan kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator, membimbing dan memotivasi siswa untuk menjawab permasalahan tersebut dengan benar. Nantinya jawaban yang diperoleh siswa akan dipresentasikan sekaligus mengklarifikasi miskonsepsi atau kesalahan-kesalahan yang ada. Dengan demikian melalui proses tersebut siswa telah menemukan secara mandiri jawaban dari permasalahan yang diberikan melalui suatu eksperimen dan bimbingan dari
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 2 No. 2 ISSN 2338 3240 guru. Berbeda dengan tahapan model pembelajaran guided discovery, pada model pembelajaran direct instruction guru terlebih dahulu menjelaskan mengenai materi elastisitas zat padat lalu membimbing siswa untuk melakukan suatu percobaan dan memberikan beberapa pertanyaan Diakhir penelitian, siswa kemudian melaksanakan posttest. Analisis data posttest dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar fisika setelah diberikan materi pembelajaran elastisitas zat padat antara kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran guided discovery berbasis keterampilan proses sains (KPS) dan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran direct instruction yaitu yang juga berbasis KPS. Analisis data posttest ini dilakukan dengan menggunakan uji hipotesis sehingga dari data posttest yang ada diperoleh bahwa H1 diterima sedangkan H0 ditolak atau terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa yang mendapatkan model pembelejaran guided discovery berbasis keterampilan proses sains dengan siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional. Hal ini didukung oleh keunggulan model pembelajaran guided discovery berbasis KPS yang dirasakan peneliti saat melakukan penelitian diantaranya hampir seluruh siswa menguasai materi yang diajarkan dengan kekuatan konsep yang lebih kuat dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, para siswa juga terlihat antusias saat proses pembelajaran berlangsung sehingga kelas menjadi lebih hidup dan guru tidak terkesan monoton dalam proses belajar mengajar. Pernyataan tersebut juga didukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya antara lain, Choirunnisa [5] dalam penelitiannya yaitu pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing dengan mengintegrasikan keterampilan proses sains terhadap hasil belajar yang berhasil menunjukkan bahwa hasil belajar ranah kognitif siswa di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan kelas kontrol dan pembelajaran penemuan terbimbing atau guided discovery juga berpengaruh positif terhadap hasil belajar aspek psikomotor dan afektif. Zulhelmi [1]
46
yang menilai psikomotor siswa melalui penerapan penemuan terbimbing memperlihatkan daya serap siswa terhadap pembelajaran termasuk dalam kategori amat baik. Sedangkan mengenai keterampilan proses sains (KPS) juga telah diteliti oleh Haryono [3] yang dalam penelitiannya tersebut mengemukakan bahwa model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains secara signifikan efektif untuk meningkatkan kemampuan proses sains siswa. Namun selain keunggulan tersebut, menggunakan model pembelajaran guided discovery berbasis keterampilan proses sains juga tidaklah mudah. Dari hasil penilaian akhir, skor rata-rata kelas eksperimen tidak mengalami perbedaan yang signifikan dengan kelas kontrol. Selain kedua kelas menggunakan model pembelajaran yang berbasis sama yaitu keterampilan proses sains beberapa hal yang juga menghambat peneliti saat proses penelitian yaitu efisiensi waktu yang sangat perlu diperhatikan sebab model pembelajaran ini banyak menyita waktu dan juga kesiapan diri (guru) yang harus sangat matang untuk menjadi fasilitator maupun motivator yang baik.
Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako (JPFT) Vol. 2 No. 2 ISSN 2338 3240 DAFTAR PUSTAKA [1] Suryosubroto, B. (2009). Proses belajar mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta [2] Zuhelmi. (2009). Penilaian Psikomotor dan Respon Siswa dalam Pembelajaran Sains Fisika melalui Penerapan Penemuan Terbimbing [online], Vol. 3 (2), 5halaman. Tersedia: http://ejournal.unri .ac.id/index.php/JGS/Article/download/300/294. [9 Oktober 2012] [3]
Haryono. (2006). Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sain [online], Vol.7, 13halaman. Tersedia: http://ejournal.unesa.ai.id/article/7364/74/article.p df [1 September 2013]
[4]
Sugiyono. (2010). Metode Bandung: PT. Alfabeta
Penelitian
Pendidikan.
[5] Choirunnisa. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Dengan Mengintegrasikan Keterampilan Proses Sains Terhadap Hasil Belajar Siswa SMP Negeri 1 Kamal [online], Vol. 03, 5halaman. Tersedia: http://ejournal.unesa.ac.id/article/9758/32/article. pdf. [10 Juni 2014]
IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data baik dari hasil posttest maupun uji statistik disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata hasil belajar fisika siswa yang mengikuti model pembelajaran guided discovery dan siswa yang mengikuti model pembelajaran direct instruction dengan berbasis keterampilan proses sains pada kelas X SMA Negeri 4 Palu. Kriteria penerimaan Ho adalah jika -t(1-0.5 α ) < t < t(1-0.5 α ). Berdasarkan daftar tabel distribusi t diperoleh harga ttabel= 2,00 sedangkan thit = 2,49. Hasil uji hipotesis memperlihatkan bahwa harga thit tidak berada di dalam daerah penerimaan H0 sehingga H1 diterima pada taraf nyata α = 0,05.
47