ISBN 978-602-70471-2-9
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MANAJEMEN PROGRAM KERJA ILMIAH SEBAGAI SALAH SATU SOLUSI PEMBELAJARAN TERBARUKAN ABAD 21 Acep Saepul Rahmat1), Erick Burhaein2), Johan Nur Cahyo3) 1 Universitas Negeri Jakarta
[email protected] /
[email protected] 2 Universitas Negeri Yogyakarta
[email protected] 3 Universitas Negeri Malang
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas mengenai desain terhadap program kelas Sekolah Dasar yang mengedepankan aspek pembelajaran bermakna dan berpusat pada siswa, sesuai dengan yang diamanatkan dalam kurikulum 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan desain penelitian Nonequivalent Control Group. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Karamatjaya sebagai kelas eksperimen penerapan scientific program dan siswa kelas IV SD Negeri Cisolok sebagai pembanding dan kelas kontrol scientific programs.. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan observasi. Temuan penelitian menunjukan bahwa hasil belajar kognitif siswa rata-rata sebesar 5,68 untuk kelas kontrol dan 7,51 untuk kelas eksperimen. Hasil belajar efektif dan psikomotor dengan rentang nilai (0-4 ), menunjukan bahwa hasil belajar afektif rata-rata yang diperoleh siswa kelas kontrol sebesar 1,77 dan 2,71 untuk kelas eksperimen. Hasil belajar psikomotorik siswa untuk kelas kontrol rata-rata sebesar 1,88 dan 2,86 untuk kelas eksperimen. Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil analisis, disimpulkan Hasil belajar siswa kelas eksperimen setelah perlakuan (posttest) yang menerapan Scientific Learning Programs lebih baik daripada hasil belajar siswa kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional, terlihat jelas perbedaan kompetensi pada keterampilan yang dimiliki siswa anatara yang menerapkan Scientific Learning Programs dan tidak. Kata kunci: scientific learning programs, kelas eksperimen, kelas kontrol, aktivitas belajar.
pemberian pengetahuan, penanaman sikap
PENGANTAR Paradigma
pembelajaran
menurut
dan keterampilan, serta untuk memberikan
UNESCO akan menciptakan proses belajar-
pengalaman
mengajar yang efektif, yaitu : belajar
meningkatkan
mengetahui (learning to know), belajar
berwawasan yang luas dan memiliki sikap
bekerja (learning to do), belajar hidup
yang mulia.
bersama (learning to live together), dan
baru
bagi
siswa
kemampuan
guna berfikir,
Pada tingkatan sekolah dasar, metode
belajar menjadi diri sendiri (learning to be).
pembelajaran
Secara umum, pembelajaran merupakan
memudahkan proses pembelajaran, serta
proses membelajarkan siswa, dalam rangka
bertujuan untuk menarik perhatian siswa
26
digunakan
guru
untuk
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
dalam proses belajar. Siswa sekolah dasar
yang ditemukan berdasarkan kenyataan apa
pada
yang mereka lihat dan rasakan. Pada era
dasarnya
pembelajaran
menginginkan
yang bersifat
proses
operasional
teknologi
dan
pembaharuan
konkrit dan melibatkan dirinya dalam proses
pembelajaran,
pembelajaran. Artinya metode pembelajaran
mengajar dengan menggunakan metode
yang digunakan guru harus melibatkan
yang konvensional.
siswa.
dijadikan sebagai metode andalan dalam
Pada prinsipnya, proses pembelajaran yang melibatkan pengalaman siswa serta
masih
ada
metode
guru
yang
Metode ceramah
proses pembelajaran. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Susanto ( 2013: 155 )
memberikan pembelajaran yang nyata, dapat memberikan peranan terhadap daya ingat dan kemampuan memahami yang kuat terhadap sesuatu yang dialami. Proses pembelajaran yang melibatkan siswa dalam belajar
akan
mampu
meningkatkan
kreatifitas dan kemampuan berfikir untuk melakukan
tindakan
dan
upaya
memecahkan apa yang dihadapi di lapangan.
“Dalam kenyataannya masih banyak guru yang melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Dalam situasi demikian, maka peran guru dan buku-buku teks masih merupakan sumber belajar yang utama. Cara- cara seperti ini cenderung membuat siswa lebih apatis, baik terhadap mata pelajaran itu sendiri maupun terhadap gejala-gejala sosial yang terjadi di dalam masyarakat.”
Selain dari itu, proses pembelajaran yang demikian, akan meningkatkan rasa solid antar
siswa,
kerjasama,
kedisiplinan,
mandiri dan kompak. Siswa disamping akan mempunyai karakter yang baik, juga akan mempunyai
suatu
pengalaman
yang
berharga yang akan terus diingatnya. Pada hakikatnya, semakin konkrit suatu pembelajaran maka akan lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami oleh para siswa, siswa akan mudah memahami suatu materi
yang
mereka
sendiri
temukan.
Pemahaman siswa akan lebih banyak jika siswa sendiri yang menemukan, serta apa
Fakta
di
lapangan
membuktikan
bahwa masih proses pembelajaran yang berorientasi pada guru, padahal dasar dan tuntunan
kompetensi
saat
ini
lebih
mengedepankan pada pembelajaran yang berorientasi pada proses, disertai dengan aktivitas siswa, kreatifitas siswa dan sikap kritis yang dimiliki oleh siswa. Dalam hal ini menuntut adanya pembelajaran yang konkrit terhadap siswa. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Edgar Dale (dalam Sagala, 2008:47) mengenai teori kerucut pengalaman
Edgar
Dale
sebagaimana
tampak dalam gambar 1 berikut : 27
ISBN 978-602-70471-2-9
siswa nyaman dan senang dalam proses pembelajaran, serta dapat membuat siswa aktif. Kesenangan siswa dalam belajar akan berpengaruh
pada
hasil
pembelajaran.
Berdasarkan beberapa teori dan temuan masalah
maka
perlulah
adanya
suatu
pemahaman bagi para calon guru dan guru akan
pentingnya
pembaharuan
inovasi
pembelajaran yang sejalan dengan tuntutan standar nasional pendidikan dan acuan Gambar. 1 Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Dari gambar 1 di atas, dapat diartikan bahwa semakin siswa terlibat langsung dalam
proses
pembelajaran
maka
pembelajaran akan semakin konkrit, serta pemahaman siswa akan lebih banyak. Berdasarkan pada pendapat para ahli diatas maka perlu adanya suatu rancangan atau program
yang
meningkatkan
tepat
guna
untuk
kualitas
dan
mutu
pembelajaran di kelas. Meningkatkan
menyediakan
dan
mutu
berbagai
media
pembelajaran di kelas, alat-alat canggih di kelas, namun yang terpenting adalah bentuk pelaksanaan berbagai implementasi model, metode
dan
media
di
dalam
proses
pembelajaran. Perlu adanya rancangan guru yang
tepat
guna
untuk
meningkatkan
kualitas dan proses pembelajaran. Metode pembelajaran di sekolah dasar seyogyanya harus dapat membuat para 28
mengedepankan keterampilan
aspek
proses.
afektif
Oleh
dan
karena
itu
pembaharuan dan pengembangan inovasi pembelajaran
perlulah
keyakinan
didasari
dengan
bahwasanya
kualitas
pembelajaran akan berkembang dan lebih baik
apabila
dijalankan
dengan
pembaharuan dan selaras dengan tuntutan zaman pula. Keterampilan guru dalam melaksanakan
kualitas
pembelajaran tidak hanya dilakukan dengan cara
kurikulum nasional, yang pada era ini
pembelajaran
harus
dikembangan dengan berbagai upaya yang sejalan dengan tuntutan global, supaya kelak apa yang dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran diingat siswa dan dijadikan bekal
untuk
hidup
kedepanya
untuk
mempersiapkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi dan luas. Menurut
Anton
M.
Mulyono
(2001:26) Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. dilakukan
Jadi atau
segala
sesuatu
yang
kegiatan-kegiatan
yang
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
terjadi
baik
fisik
maupun
non-fisik,
M.Mulyono
(2001:29)
mengungkapkan
merupakan suatu aktifitas.. Aktivitas siswa
bahwa “aktivitas belajar meliputi unsur-
merupakan suatu kegiatan atau perilaku
unsur Kerjasama, Santun, Tanggungjawab,
yang terjadi selama proses pembelajaran
Jujur,Disiplin,Patuh, Toleransi, Ketelitian,
baik antara siswa, guru , siswa dengan guru,
Percaya diri, dan Keberanian)”. Dalam hal
dan siswa dengan siswa.
ini aktivitas belajar menunjukan adanya
Aktivitas
belajar
M.
substansi ranah yang diharapkan sesuai
Mulyono (2001:28) mengungkapkan bahwa
dengan kurikulum dan tuntutan zaman
“aktivitas
berdasarkan karakter yang diharapkan oleh
belajar
menurut
merupakan
suatu
serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
tujuan pendidikan nasional.
siswa dan guru pada proses pembelajaran
Kelas percontohan bermula dari
berlangsung”. Aktivitas belajar meliputi
adanya
segala kegiatan yang terjadi dalam proses
percontohan yang diselenggarakan oleh
pembelajaran baik interaksi antara siswa,
setiap
guru, dan
keduanya.
universitas
pendidikan/eks
aktifitas
belajar,
dasasarnya
sekolah
Pada hakikatnya meliputi
aspek
formula
sekolah
lembaga/instansi
berbasis
sekolah IKIP.
binaan Pada
percontohan
psikomotorik, afektif, dan kognitif. Ketiga
dilatarbelakangi dengan adanya kebutuhan
ranah dalam proses kegiatan pembelajaran
lapangan akan penerapan berbagai model,
selalu terkait dan saling berkesinambungan.
teori pembelajaran, teknik, metode dan
Slameto (2013:138) mengungkapkan
media pembelajaran.
bahwa aktivitas belajar di dalamnya adalah
Kelas percontohan berakar pada
proses kejadian dalam pembelajaran yang
kebutuhan sekolah khususnya sekolah yang
meliputi
dalam konteks sarana dan prasarana masih
ranah
kognitif,
afektif,
dan
psikomotorik. Berdasarkan pendapat di atas
belum
menunjukkan
mengesampingkan
bahwa
aktivitas
belajar
memungkinkan,
namun
tujuan
dasarnya
sekolah
merupakan suatu kegiatan atau kejadian
percontohan.
yang terjadi pada proses pembelajaran baik
percontohan berupa meningkatkan kualitas
dari segi interaksi, kerja sama, respon,
dan mutu pembelajaran dalam suatu kelas
ketertarikan, minat, toleransi, tanggung
yang nantinya akan menjadi pedoman bagi
jawab, dan hal yang berhubungan dengan
kelas-kelas yang lain dalam penerapan
substansi ketiga ranah.
berbagai teori dan metode pembelajaran.
Hal ini sesuai
Pada
dari
tanpa
kelas
dengan pendapat yang dikemukakan oleh
29
ISBN 978-602-70471-2-9
Pada
hakikatnya
percontohan
merupakan
kelas
2006 tentang Standar Kualifikasi Lulusan;
program
5) Permendiknas Nomor Nomor 41 Tahun
pembelajarannya
2007 tentang Standar Proses. Selain dari
berorientasi pada penerapan, uji coba dan
dasar hukum yang telah ditetapkan, rumusan
pengembangan media, metode, model dan
program yang tepat pula perlu dibuat dan di
inovasi pembelajaran. Dengan program ini
konsultasikan kepada tim KKG Gugus
dimungkinkan akan memberikan peluang
sampai pada dinas pendidikan terkait untuk
kepada
tembusan.
kelas
yang
para
proses
guru
konsep suatu
untuk
memberikan
Hal
ini
demi
pelaksanaan
kelas
kontribusi bagi peningkatan kualifikasi dari
terjaminnya
segi penelitian. Proses pembuatan PTK di
percontohan dilingkungan lembaga, yang
SD akan lebih mudah jika program kelas ini
diakui dan diketahui oleh dinas pendidikan
diimplementasikan.
terkait.
Pelaksanaan
kelas
percontohan,
proses
dilakukan
Adapun tujuan pelaksanaan program
tidak semudah yang diperkirakan, pada
kelas
tahap pertama perlunya adanya dasar hukum
penjabaran beriku: 1) Menerapkan berbagai
yang kuat akan terlaksanya program tersebut,
teori dan metode pembelajaran guna untuk
agar pelakasanaannya relevan dengan tujuan
meningkatkan
standar nasional pendidikan. Berdasarkan
menjadi bermakna dan mudah untuk diingat
hal tersebut dasar hukum yang ditetapkan
dan diserap siswa; 2) Melakukan uji coba
dalam
kelas
penelitian penerapan berbagai metode dan
relevansi
media pembelajaran guna untuk melakukan
pelaksanaan
percontohan
didasarkan
program atas
percontohan
dirumuskan
kualitas
tindakan
daerah serta berdasar pada standar national
peningkatan
pendidikan. Adapun dasar yang kuat akan
diharapkan;
dijalankannya program ini adalah adalah
pembelajaran sebagai salah satu upaya
sebagai berikut: 1) Undang-undang Nomor
pengembangan proses pembelajaran yang
20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
berkelanjutan; 4) Penyediaan layanan dan
Nasional; 2) Peraturan Pemerintah Nomor
mewujudkan siswa yang kreatif, mandiri
19 tahun 2005, tentang Standar Nasional
dan kompetitif pada ruang lingkup bidang
Pendidikan
tertentu; 5) Mencetak siswa-Siswi yang
Tahun 2006 tentang Standar Isi;
4)
Permendiknas Nomor Nomor 23 Tahun
30
berkompeten,
proses 3)
dan
pembelajaran
kurikulum nasional, kebijakan nasional dan
3) Permendiknas Nomor 22
reflektif
pada
inovatif
dan
hasil
Menerapkan
terampil
dan
dalam yang teori
mampu
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
bertindak secara mandiri, santun, jujur dan
reflektif
berakhlaq mulia.
dianggap sulit untuk dilakukan.
Dalam
mengimplementasikan
bagi
program-program
yang
Pada hakikatnya program kelas
program kelas percontohan, yang harus
percontohan
diperhatikan
adalah:
managemen kelas yang bertujuan untuk
kesiapan wali kelas dalam men design kelas,
meningkatkan proses pembelajaran yang
persiapan ajuan program yang akan di
aktif, kreatif dan menyenangkan.
dan
dipersiapkan
ini
adalah
suatu
design
implementasikan,
pembuatan
kerangka
Suatu program tidak akan berjalan
dasar
pemetaan
program,
tanpa adanya rancangan yang kuat akan
hukum,
penyusunan
program,
pembahasan program
sampai
pada
ditingkat
sekolah
indikator capaian program yang ditentukan. Berikut merupakan sampel dari
indikator
dengan kesepakatan bersama seluruh dewan
capaian program kelas percontohan di SD
sekolah dan warga sekolah.setelah draft
Negeri Karamatjaya, yang telah disepakati
program
yakni
mulai dari pihak sekolah, UPTD Pendidikan
menyampaikan program tersebut kepada
dan Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota
forum KKG tingkat gugus dan kecamatan.
terkait dinyatakan dalam gambar 2 berikut.
Hal
disepakati
ini
bersama,
dilakukan
untuk
memberikan
Tabel 1. Indikator CP
informasi kepada seluruh pihak guru yang terkait,
agar
supaya
kedepanya
dapat
berpartisipasi memberikan dukungan dan partisipasi
dalam
mengimplementasikan
program-program yang telah disepakati bersama. Setelah semua pihak memberikan kesepakatan untuk itu barulah sekolah yang menerapkan program ini melakukan uji coba berkelanjutan Apabila
pada
program
satu
tahun
yang
ajaran.
diberikan
memberikan dampak positif bagi siswa dan sekolah maka lakukanlah pengembangan lebih jauh, namun jika terjadi hal yang kurang dimungkinkan, maka pada tahun ajaran
selanjutnya
melakukan
tindakan
31
ISBN 978-602-70471-2-9
Setiap pelaksanaan program perlu adanya evaluasi program, untu melihat
terdiri dari tes, lembar angket, dan lembar observasi.
sejauhmana keterlaksanaan program serta kebaerhasilan program yang berindikasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
pada keterampilan dan prestasi yang diraih oleh
siswa.
Pada
evaluasi
program
Untuk mengetahui secara lebih jelas mengenai
perbandingan
hasil
belajar
dilakukan dengan cara seksama dan di
kognitif awal kedua kelompok berdasarkan
evaluasi oleh kepala sekolah, Ketua Gugus
kategori,Kelas
KKG,
Kepala Dinas UPTD Pendidikan
Eksperimen) dan /Kelas Kontrol dengan
Kecamatan bahkan oleh Dinas Pendidikan
jumlah siswa keduanya adalah 30 orang
Kabupaten terkait. Semuanya terlampir
disajikan dalam grafik pada gambar 3
dalam satu berkas laporan pertahun. Hal ini
berikut.
guna untuk menentukan efektif tidaknya suatu program di sekolah.
Percontohan
12 10 Sangat Tinggi
8
Tinggi
METODE PENELITIAN Pendekatan
yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan
metode
eksperimental.
penelitian
Adapun
(Kelas
populasi
quasi dalam
6
Sedang
4
Rendah
2
Sangat Rendah
0 Kelas Percontohan Kelas Kontrol
penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Karamatjaya dan siswa kelas IV SD Negeri Cisolok Kecamatan Cigalontang Kabupaten
Tasikmalaya
dengan
teknik
Gambar. 3 Perbedaan awal kompetensi siswa dengan Scientific Learning Programs dan konvensional
Secara
eksplisit
kedua
kelompok
sampel yang digunakan adalah teknik
memiliki skor rata-rata yang tidak jauh
sampel jenuh. Sampel berjumlah 60 siswa
berbeda yakni dengan selisih skor sebesar
dengan rincian 30 siswa kelas IV SD Negeri
0,194. Selisih skor ini menjadi dasar untuk
Karamatjaya sebagai kelompok Eksperimen
melakukan
dan 30 siswa kelas IV SD Negeri Cisolok
selanjutnya. Dengan melihat bahwa kedua
sebagai kelompok kontrol. Adapun desain
kelompok tidak jauh berbeda, hasil yang
yang
didapat
digunakan
adalah
Nonequivalent
Control Group Design. Instrumen penelitian
32
penelitian
setelah
siswa
dalam
tahap
mendapatkan
perlakuan dalam tahap selanjutnya akan
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
lebih tepat dan sesuai. Akan tetapi meskipun
prasyarat dapat dilanjutkan. Uji prasyarat
secara eksplisit kedua kelompok tidak jauh
yang dilaksanakan selanjutnya adalah uji
berbeda,
homogenitas varians kedua kelompok.
diperlukan
pengujian
secara
kuantitatif untuk menghasilkan hipotesis
Hasil dari uji homogenitas varians
terhadap pretest yang telah diberikan.
dengan menggunakan uji Levene dengan
Pengujian
mengetahui
software software SPSS 16.0 for Windows
perbedaan secara signifikan hasil belajar
diperoleh nilai signifikansi pengujian pretest
siswa awal siswa antar kedua kelompok.
gabungan
Pengujian yang dilakukan menggunakan uji
gabungan sebesar 0,506. Pada signifikasi
perbedaan
pretest gabungan sebesar 0,172 dan posttest
didahului
dilakukan
untuk
rata-rata dengan
yang uji
sebelumnya
sebesar
1,912
dan
posttest
prasyarat
untuk
gabungan 0,480. Nilai signifikansi tersebut
statistik
yang
lebih besar dari 0,05. Berdasarkan hasil
bahwa
pengujian tersebut maka Ho diterima atau Ha
signifikasi skor pretest kelompok kelas
ditolak. Pretest :0,172≥0,05 : variasi data
kontrol dan kelompok kelas eksperimen
homogen. Posttest :0,480 ≥ 0,05 : variasi
terdapat perbedaan. Untuk kelas kontrol
data homogen.Dengan demikian, variansi
signifikasi uji normalitasnya sebesar 0,145,
kedua kelompok adalah sama atau homogen.
menentukan
jenis
digunakan.
Didapatkan
sedangkan
hasil
uji
uji
data
normalitas
untuk
kelompok eksperimen sebesar 0,262.
Posttest
yang
menggunakan
soal
pilihan ganda diberikan kepada siswa kelas
Berdasarkan uji normalitas tabel
eksperimen setelah mendapatkan perlakuan
1diatas,nilai signifikansi tersebut lebih besar
dan kelas kontrol. Posttest dilakukan untuk
dari 0,05. Pada kelas kontrol menunjukan
mengetahui sejauh mana perlakuan yang
angka 0,145 > α, sehingga Ho diterima dan
dilakukan
Ha ditolak, begitu pula dengan hasil uji
belajar kognitif . Seperti halnya pretest,
normalitas untuk kelas
eksperimen yang
posttest diberikan kepada 60 siswa dengan
menunjukan data angka 0,262> α, sehingga
rincian 30 siswa berasal dari SD Negeri
Ho diterima dan Ha ditolak,Dari hasil uji
Cisolok sebagai kelompok kontrol dan 30
yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
siswa berasal dari SD Negeri Karamatjaya
data kelompok eksperimen berasal dari
sebagai kelompok eksperimen ( Kelas
kelas yang berdistribusi normal. Dengan
Percontohan ). Dalam pembahasan ini, hasil
melihat bahwa kedua kelompok berasal dari
belajar kognitif akhir diartikan sebagai hasil
kelas
belajar siswa pada aspek kognitif setelah
yang
berdistribusi
normal,
uji
berpengaruh
terhadap
hasil
33
ISBN 978-602-70471-2-9
adanya
perlakuan
Scientific
Learning
dibandingkan dengan signifikasi persentase
Programs pada kelas eksperimen, dan
data kelas eksperimen jauh lebih besar
pembelajaran
dibandingkan dengan kelas kontrol. Kelas
konvensional
pada
kelas
kontrol.
kontrol masih ditemukan hasil belajar
Berdasarkan data persentase hasil
kognitif siswa yang tergolong kategori
posttest terhadap hasil belajar kognitif siswa
rendah dan sangat rendah, sedangkan pada
dalam penyelesaian soal pilihan ganda yang
kelas eksperimen berada pada hasil belajar
disajikan dapat diketahui distribusi kategori
kategori sedang, tinggi dan sangat tinggi. Ini
siswa cukup bervariasi. Pada kategori sangat
membuktikan
tinggi,
penerapan Scientific Learning Programs,
kelompok
eksperimen
memiliki
setelah
hasil
kontrol.
kelas
meningkat. Peneliti menemukan bahwa
persentase
dalam pertemuan yang sangat singkat dalam
sebesar 50% dan kelas kontrol sebesar
satu kali pertemuan dengan alokasi waktu 6
66,7%.
x 35 menit, kelompok eksperimen yang
eksperimen
kategori
diperoleh
tinggi
data
Selanjutnya pada kategori sedang kelas
eksperimen
siswa
semakin
mendapatkan perlakuan Scientific Learning
persentase
Programs jauh lebih meningkat hasil belajar
sebesar 10% dan 10% pada kelas kontrol.
kognitifnya bila dibandingkan dengan hasil
Pada kategori rendah dan sangat rendah,
belajar
kelas eksperimen,3,3% dan kelas kontrol
konvensional (biasa). Untuk mengetahui
13,3%.
secara lebih jelas mengenai perbandingan
Dari
memiliki
kognitif
adanya
persentase 36,7% dan 10% untuk kelas Pada
belajar
bahwa
pembelajaran
hasil belajar kognitif akhir (Posttest) kedua
penyebaran kategorisasi siswa lebih variatif.
kelompok didasarkan atas kategori disajikan
Selain dari pada itu, dapat diketahui bahwa
pada grafik dalam gambar 4 berikut.
mengalami
besar
posttest
pada
tersebut,
sebagian
hasil
kognitif
hasil
kenaikan
belajar setelah
kognitif siswa
mendapatkan pembelajaran, terlebih untu kelas eksperimen yang didapatkan data
15 10
Sangat Tinggi
5 0
Tinggi
mengalami kenaikan yang signifikan, serta memperoleh prosentasi yang lebih daripada kelas
kontrol.
Kelas
kontrol
memang
mengalami kenaikan pula, namun apabila
34
Gambar. 4 Perbedaan akhir kompetensi siswa dengan Scientific Learning Programs dan konvensional
Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa
Selain daripada itu, mengenai nilai
Berjumlah
setelah Learning
eksperimen dan kelompok kontrol, rata-rata
Programs maka aktivitas siswa
menjadi
hitung ( ) untuk kelompok eksperimen lebih
89,28.
besar
kelompok
menunjukan prosentase 60,71 dan setelah
kontrol. Kelompok eksperimen memiliki
menggunakan media menjadi 82,14%, pada
skor sebesar 7,511 dengan simpangan baku
aspek Kerjasama awalnya 64,28 dan setelah
(s) sebesar 338 dan kelompok kontrol
diimplementasikan
memiliki
5,6889 dengan
Programs
simpangan baku (s) sebesar 256 Selisih skor
Interaksi,
rata-rata yang lebih besar menunjukkan
64,28 % dan setelah dilaksankan Scientific
secara eksplisit adanya peningkatan yang
Learning Programs menjadi 92,85%, pada
lebih signifikan dari kelompok eksperimen.
aspek Responsibility sebelum 64,28 % dan
Selain itu, kelompok eksperimen memiliki
sesudah
skor terkecil yakni 9 dan skor terbesar yakni
Ketertarikan Siswa pada Mata Pelajaran
15. Sedangkan kelompok kontrol memiliki
awal
skor terkecil yakni 3 dan skor terbesar yakni
setelahnya menjadi 92,85%, pada aspek
12.
Kinerja Siswa awal pelaksanaan awalnya
dibandingkan
) antar kelompok
dengan
skor sebesar
Adapun aspek psikomotorik yang
penerapan
dan
Scientific
rata-rata hitung (
adanya
60,71%
Kondisi
Siswa
pada
Scientific
awal
Learning
menjadi 92,85%, pada aspek prosentase
menjadi
dengan
awal
92,85%,
prosentase
menunjukan
pada
aspek
60,71%
dan
berkisar 60,71% dan setelah pelaksanaan
ditekankan pada pebelitian ini diperoleh
Scientific
Learning
data sebelum adanya perlakuan rata- rata
92,85%. Pada umumnya, data membuktikan
aktivitas siswa pada proses pembelajaran
rata-rata
adalah dinyatakan pada gambar 5 berikut.
sesudah
aktivitas
Programs
siswa
mengalami
sebesar
sebelum
signifikasi
dan dan
peningkatan yang baik, yankni dari rata-rata 100 80 60 40 20 0
aktivitas
baca
90,81%. Hal
siswa ini
62,24%
menjadi
membuktikan bahwa
SEBELUM
pendapat para ahli yang menyatakan bahwa
SESUDAH
metode dan media pembelajaran dapat mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar siswa,
sudah
terbukti,
dengan
hasil
pembuktian data kuantitatif dan kualitatif Gambar 5 Peningkatan Aktivitas Belajar membaca siswa pada aspek psikomotorik pada proses pembelajaran
berdasarkan
intrumen
penelitian
dan
35
ISBN 978-602-70471-2-9
validasi instrumen oleh Kepala Sekolah, pakar pendidikan ( pengawas sekolah ) dan teman sejawat. SIMPULAN Berdasarkan
hasil
analisis
dan
pembahasan terhadap penerapan Program kelas percontohan di kelas IV SD Negeri Karamatjaya dan kelas kontrol di kelas IV SD
Negeri
Kecamatan
Cisolok
ruang
Cigalontang
lingkup Kabupaten
Tasikmalaya diperoleh simpulan: Hasil belajar awal sebelum perlakuan (pretest) hasil belajar kognitif, afektif dan psikomorik siswa awal sama. Hasil belajar siswa kelas eksperimen setelah perlakuan (posttest)
yang
menerapan
Scientific
Learning Programs lebih baik daripada hasil belajar siswa kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Di samping itu terlihat jelas perbedaan kompetensi pada keterampilan yang dimiliki siswa antara yang menerapkan Scientific Learning Programs dan tidak. Siswa yang menerapkan Scientific Learning Programs sudah
terbiasa
melakukan
sesuatu
berdasarkan proses, unjuk kerja, hasil karya produk, project based learning, dan uji coba lapangan berdasarkan
acuan kurikulum
2013 berbasis scientific. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian: suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
36
BSNP.
(2006). Panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Jakarta: BSNP. Depertemen Pendidikan Nasional. (2001). Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah. Buku 1 Jakarta: Depdikas. Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk SD/MI. Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional. (2013). Kurikulum 2013 untuk SD/MI. Jakarta: Depdiknas. Ibrahim, M dan Nur, M. (2005). Pengajaran berdasarkan masalah. Universitas Surabaya PRESS. Mulyono, Anton M.(2001). Aktivitas belajar. Bandung: Grafindo Priyatno, D. (2009). 5 jam belajar olah data dengan SPSS 17. Yogyakarta: ANDI. Sagala, S. (2008). Konsep dan makna pembelajaran. Bandung. Al Fabeta. ------------. (2012). Konsep dan makna pembelajaran. Bandung. Al Fabeta. Slameto. (2013). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta. Rineka Cipta. Sudjana, N. (2005). Dasar-dasar proses belajar mengajar. Bandung: Sinar baru Algensindo. Susanto, A. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:Kencana