20
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan April – Juni 2009 di Sungai Metro, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur (Gambar 4). Pemilihan daerah penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perairan Sungai Metro pada saat ini merupakan tempat pembuangan dari aktifitas industri (PG Kebon Agung dan CV Singkong Artha Mas) serta limbah peternakan babi, sehingga menurunkan nilai pemanfaatan airnya. Selain itu, Sungai Metro dijadikan masyarakat di sekitarnya sebagai sarana MCK dan airnya cukup keruh.
Gambar 4 Lokasi penelitian
Penentuan Stasiun Penelitian ini menggunakan metode penelitian expost facto, yaitu suatu metode yang menunjuk kepada perlakuan atau manipulasi variabel (parameter kualitas air) yang telah nyata terjadi di lapangan (fenomena alami) sehingga peneliti tidak perlu memberi perlakuan lagi tetapi tinggal melihat efeknya pada variabel (dalam penelitian ini adalah makrozoobenthos) (Sudjana 1989). Dasar pendekatan sistematik penelitian adalah hubungan kausal tuntas (causal finalis) dari objek yang dinilai, yaitu limbah bahan organik terhadap struktur komunitas makrozoobenthos yang terdapat di setiap stasiun. Sebagai variabel tidak bebas
21
(terikat) dalam penelitian ini adalah kepadatan makrozoobenthos, sedangkan variabel bebas adalah parameter kualitas air. Substrat merupakan faktor kondisional dari terjadinya keterkaitan hubungan antara kedua variabel tersebut. Pengambilan contoh bahan penelitian dilakukan di enam stasiun pengamatan di sepanjang Sungai Metro. Penentuan letak stasiun didasarkan atas : 1) Sistem badan air penerima limbah, 2) Sistem pembuangan dan pengendalian air limbah, 3) Kondisi lingkungan dan tataguna lahan di sekitar badan air penerima maupun pembuangan limbah, 4) Jarak dari pengaruh aliran masuk limbah, 5) Mudahnya medan yang ditempuh agar pelaksanaan pengambilan contoh dapat berjalan dengan lancar. Penentuan stasiun pengambilan contoh seperti disebutkan di atas diharapkan dapat mewakili perairan Sungai Metro. Lokasi setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 5. Tabel 2 Stasiun pengambilan contoh air dan makrozoobenthos di sepanjang Sungai Metro Stasiun Lokasi Deskripsi Area Daerah ini merupakan bagian hulu Desa Guyangan, Sungai Metro. Di daerah ini terdapat 1 Kec. Lowokwaru pemukiman penduduk dan areal pertanian. Di daerah ini terdapat Industri PG Desa Kebon Agung, 2 Kebon Agung dan pemukiman Kec. Pakisaji penduduk. Daerah sekitar stasiun 3 adalah lahan Desa Ngadilangkung, pertanian dan banyak ditumbuhi 3 Kec. Ngajum vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu dan sengon. Di daerah ini terdapat pabrik penggilingan ketela CV Singkong Desa Talangagung, Artha Mas, lahan disekitarnya adalah 4 Kec. Kepanjen lahan pertanian kering dan banyak vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu. Di daerah ini terdapat peternakan babi dan pemukiman penduduk. Lahan Desa Cempokomulyo, 5 disekitar sungai adalah persawahan dan Kec. Kepanjen banyak vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu. Daerah ini merupakan bagian dari hilir Desa Panggungrejo, sungai metro. Lahan disekitarnya 6 Kec. Kepanjen banyak ditumbuhi vegetasi hijau yang didominasi pohon bambu dan mahoni.
22
Gambar 5 Denah lokasi pengambilan sampel Metode Pengambilan dan Penanganan Contoh Makrozoobenthos Pengambilan contoh makrozoobenthos dilakukan pada tiap stasiun sebanyak lima kali ulangan dengan mengikuti arus sungai. Pengambilan contoh dilakukan ±10 hari sekali sebanyak 6 kali berturut-turut. Hal ini lebih didasarkan atas pertimbangan bahwa satu daur perkembangan insekta air (Chironomidae) dari telur menetas sampai dewasa berkisar 30 hari (Suwignyo et al. 2005). Pengambilan contoh makrozoobenthos dilakukan dengan menggunakan surber (ukuran 30 cm x 30 cm). Surber diletakkan dengan bukaan jaring menghadap arah arus yang datang (Gambar 6). Bagian surber yang berupa bingkai diletakkan di dasar
perairan di muka bukaan jaring. Substrat dalam bingkai
diganggu kurang lebih selama 5 menit sehingga biota yang bersembunyi di
23
sekitarnya
akan
hanyut
ke
arah
jaring.
Kemudian
surber
diangkat,
makrozoobenthos yang terbawa di dalam jaring surber diletakkan ke baki kemudian dipisahkan antara serasah dengan makrozoobenthos. Setelah itu contoh yang didapat dimasukan dalam botol contoh yang telah diberi label untuk membedakan tiap stasiun. Contoh makrozoobenthos diawetkan dengan alkohol 96% dan disimpan dalam icebox untuk dibawa ke laboratorium.
Gambar 6 Sketsa penggunaan surber
Sebelum
pencacahan
dan
identifikasi,
contoh
makrozoobenthos
dibersihkan dahulu dari lumpur, sampah dan pasir dengan cara memasukkan contoh ke dalam saringan benthos yang berukuran mata jala (mesh size) sebesar 0,5 mm. Setelah pencucian dengan air untuk menghilangkan lumpur dan sampah kemudian dilakukan penyortiran makrozoobenthos. Penyortiran dilakukan di laboratorium dengan menggunakan mikroskop bedah. Makrozoobenthos yang terlihat di mikroskop diambil dengan pinset dan pipet kemudian disimpan pada botol yang berisi larutan alkohol 96%. Setelah itu, diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop majemuk perbesaran hingga 40 x 10. Identifikasi menggunakan buku identifikasi dari Edmonson (1959), Quigley (1977), Pennak (1978) dan Mc Caffery (1981).
24
Parameter Fisika Kimia Air Pengambilan contoh air dilakukan pada waktu yang sama dengan pengambilan
contoh
makrozoobenthos.
Pada
setiap
stasiun
dilakukan
pengambilan contoh air sebanyak satu kali tanpa adanya pengulangan. Contoh air diambil pada lapisan permukaan air atau kedalaman ± 30 cm di tiap stasiun sebanyak 2 liter. Contoh air yang diambil kemudian dimasukkan ke dalam botol contoh dan diberi label. Pada label dicantumkan keterangan mengenai lokasi pengambilan, tanggal serta jam pengambilan dan kondisi cuaca. Contoh air kemudian dimasukkan ke dalam icebox untuk dibawa ke laboratorium guna dianalisis. Beberapa parameter pengukurannya dilakukan secara in situ (dianalisis di lapangan), sedangkan lainnya secara ex situ (dianalisis di laboratorium). Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Ilmu-Ilmu Perairan dan Bioteknologi Kelautan FPIK Unibraw, Malang. Parameter fisika-kimia air yang diukur serta metode yang digunakan disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3 Parameter dan metode pengukuran fisika kimia air Parameter Fisika : - Lebar Sungai - Kedalaman - Kecepatan Arus - Suhu air - Kekeruhan - Tipe Substrat Kimia : - pH air - Kesadahan - DO - BOD 5 - COD - Amonia (NH3)
Satuan
Alat/Bahan/Metode
Keterangan
m cm m/dt o C FTU -
Tali berskala/Visual Tongkat berskala/Visual Benda terapung/Visual Termometer/Pemuaian Spektrofotometer/Spectrofotometric Visual
In situ In situ In situ In situ Ex situ In situ
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
pH meter/Digital analyzer Peralatan titrasi/Titimetrik Peralatan titrasi/ Titimetrik-Winkler Peralatan titrasi/ Titimetrik-Winkler Spektrofotometer/Spectrofotometric Spektrofotometer/Spectrofotometric
In situ Ex situ In situ Ex situ Ex situ Ex situ
25
Analisis Data Analisis Struktur Komunitas Makrozoobenthos 1. Kepadatan Makrozoobenthos Kepadatan jenis makozoobenthos didefinisikan sebagai jumlah individu satu jenis per stasiun, biasanya dalam satuan meter persegi. Dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut : Ki = (ai/b) x 10.000 Keterangan : Ki
: Kepadatan makrozoobenthos jenis ke-i (individu/m2)
ai
: Jumlah individu makrozoobenthos jenis ke-i pada setiap bukaan surber
b
: luas bukaan surber (30 x 30) cm2
10.000 : Nilai konversi dari cm2 ke m2
2. Uji Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis Untuk menentukan adanya perbedaan kepadatan antar stasiun pengamatan digunakan uji non parametrik Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis dengan menggunakan software Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 13.0. Uji statistik non parametrik adalah suatu uji statistik yang belum diketahui sebaran datanya dan tidak perlu harus berdistribusi normal. Uji Mann-Whitney digunakan untuk menetapkan apakah nilai variabel tertentu berbeda diantara dua kelompok sedangkan uji Kruskal-Wallis digunakan untuk menetapkan apakah nilai variabel tertentu berbeda diantara beberapa kelompok. Dengan hipotesis : H0
: Antar stasiun adalah sama
H1
: Antar stasiun tidak sama
Dasar pengambilan keputusan : Berdasarkan nilai probabilitas dengan selang kepercayaan 80% 1. Jika p > 0,20 maka H0 diterima 2. Jika p < 0,20 maka H0 ditolak
26
3. Indeks Keanekaragaman (H’) Indeks keanekaragaman atau indeks Shannon-Wiener digunakan untuk menunjukkan keanekaragaman makrozoobenthos yang ada di suatu komunitas perairan. Untuk mengetahui indeks keanekaragaman suatu komunitas dapat digunakan rumus di bawah ini (Krebs 1989) : s
H ' = - ∑ Pi log 2 Pi ; Pi = i =1
ni N
Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener Pi
= Proporsi jenis ke-i terhadap jumlah total
S
= Jumlah total spesies di dalam komunitas
N
= Jumlah total individu
n
= Jumlah individu tiap jenis ke-i
4. Indeks Keseragaman (E) Keseragaman adalah komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas (Krebs 1989). Hal ini didapat dengan cara membandingkan indeks keanekaragaman dengan nilai keanekaragaman maksimumnya, yaitu :
E=
H' ; H' max
H max = log2 S
Keterangan : E
= Indeks keseragaman
H’
= Indeks keanekaragaman
H’ max = Nilai keanekaragaman maksimum S
= Jumlah spesies Dari perbandingan tersebut maka akan didapat suatu nilai yang besamya
antara 0 dan 1 semakin rendah nilai E akan semakin rendah pula keseragaman populasi spesies, artinya penyebaran jumlah individu setiap spesies tidak merata dan ada kecenderungan satu spesies mendominasi. Semakin besar nilai E maka penyebarannya cenderung merata dan tidak ada spesies yang mendominasi (Krebs 1989).
27
Indeks Biologi 1. LQI (Lincoln Quality Index) Organisme yang ditemukan dan telah diidentifikasi sampai dengan famili, kemudian diberi skor berdasarkan data, kemudian skor itu dijumlahkan seluruhnya dan dari jumlah tersebut didapatkan nilai BMWP (Biological Monitoring Working Party). Nilai BMWP dibagi dengan jumlah taksa untuk mendapatkan nilai ASPT (Average Score Per Taxon). Kalkulasi dari nilai BMWP dan ASPT diberikan penilaian bergantung pada tempat pengambilan sampel, kemudian dilihat nilai X dan Y nya. Nilai X dan Y tersebut dikalkulasikan untuk mengetahui nilai OQR (Overal Quality Rating) dengan formulasi sebagai berikut : OQR = (X+Y)/2 Nilai OQR di gunakan untuk memberikan Indeks Kualitas Lincoln atau Lincoln Quality Indices (LQI) yang terdapat pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai OQR (Overal Quality Ratings) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya Nilai OQR Indeks Interpretasi 6+ A++ kualitas excellent 5,5 A+ kualitas excellent 5 A kualitas excellent 4,5 B kualitas baik 4 C kualitas baik 3,5 D kualitas sedang 3 E kualitas sedang 2,5 F kualitas rendah 2 G kualitas rendah 1,5 H kualitas sangat rendah. 1 I kualitas sangat rendah. Sumber : Mason (1993)
2. FBI (Family Biotic Index) Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan perkalian antara nilai kelimpahan organisme indikator yang ditemukan, berdasarkan famili pada tiap pengamatan dengan skor pada Lampiran 3. Kemudian jumlah total tersebut dibagi dengan jumlah seluruh organisme yang ditemukan kemudian dicocokkan dengan kriteria kualitas yang dapat dilihat dalam Tabel 5.
28
Tabel 5 Penggolongan kriteria kualitas air oleh Hinselhoff (l988) in Hauer dan Lamberti (1996) Indeks Kualitas Air 0-3,75 Excellent 3,76-4,25 Sangat baik 4,26-5,00 Baik 5,01-5,75 Sedang 5,76-6,50 Agak buruk 6,51-7,25 Buruk 7,26-10,00 Sangat buruk 3. Indeks Saprobitas Perbedaan kandungan organik dalam perairan akan dicirikan oleh kehadiran spesies tertentu di perairan tersebut. Tingkat pencemaran yang terjadi dalam suatu perairan dapat dilihat dari Indeks Saprobitas, yaitu dengan menggunakan data parameter biologi (makrozoobenthos). Makrozoobenthos yang telah diidentifikasi dikelompokkan berdasarkan daya toleransinya terhadap bahan pencemar yaitu, kelompok indikator oligosaprobik (intoleran), kelompok indikator ß mesosaprobik, dan a mesosaprobik (fakultatif) dan kelompok indikalor polisaprobik (toleran). Indeks Saprobitas dapat dihitung dengan rumus (Pantle dan Buck 1955 in Persoone dan Pauw 1979) sebagai berikut: Is =
∑ s .h ∑ h
Keterangan : Is
: Indeks Saprobitas
s
: Tingkat saprobitas tiap spesies
h
: Frekuensi kehadiran relatif spesies
Langkah-langkah analisis Indeks Saprobitas adalah sebagai berikut : a. Menentukan nilai s (Tingkat saprobitas makrozoobenthos) Makrozoobenthos
yang
dijumpai
dikelompokkan
jenisnya
berdasarkan
kepekaannya terhadap polusi organik. Apabila organisme tersebut termasuk dalam organisme sensitif maka organisme tersebut mempunyai nilai s : 1 (oligosaprobik), bila organisme intermidiate atau fakultatif mempunyai nilai s :
29
2 (ß mesosaprobik) atau nilai s : 3 (a mesosaprobik) dan bila toleran mempunyai nilai s : 4 (polisaprobik). Tabel 6 Tingkat saprobitas makrozoobenthos (s) Tingkat Saprobitas (s) 1 2 3 4
Jenis makrozoobenthos Indikator oligosaprobik Indikator ß mesosaprobik Indikalor a mesosaprobik Indikator polisaprobik
b. Menentukan nilai h Dari data pada setiap stasiun dilakukan perhitungan jumlah individu rata-rata tiap pengamatan. Untuk genus atau spesies yang jarang ditemukan (<2 individu) diberi bobot 1, untuk genus atau spesies yang cukup sering ditemukan (2-4 individu) diberi bobot 3 dan untuk genus atau spesies yang sering ditemukan (>4 individu) diberi bobot 5. Kisaran nilai h dan keterangan dapat dilihat di Tabel 7. Tabel 7 Nilai h berkisar antara 1 - 5 dan interpretasi h 1 3 5
Keterangan Spesies jarang ditemukan Spesies cukup sering ditemukan Spesies sering ditemukan
c. Setelah proses perhitungan diatas nilai s dan h tersebut dimasukan kedalam rumus Is untuk semua organisme yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan. Dengan demikian status perairan dapat diduga dengan melihat nilai indeks saprobitasnya (Is), kisaran nilai indeks saprobitas dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Nilai indeks saprobitas (Is) dan interpretasi Is 1,0 - 1,5 1,5 - 2,5 2,5 - 3,5 3,5 - 4,5
Tingkat Pencemaran Sangat ringan Ringan Sedang Berat
30
4. SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level) SIGNAL makrozoobenthos,
2
merupakan
dikembangkan
indeks
biotik
pertamakali
di
yang
sederhana
Australia
untuk
bagian timur
khususnya sistem Sungai Hawkesbury-Nepean (Chessman 2003). Adapun langkah-langkah dalam perhitungan SIGNAL 2 adalah sebagai berikut : 1. Organisme yang ditemukan dan sudah diidentifikasi sampai tingkat famili atau tingkat ordo diberi nilai -l 10 berdasarkan penetapan nilai SIGNAL 2. Skor untuk penetapan nilai SIGNAL 2 ada di Lampiran 4. Dalam penelitian ini pemberian nilai skor berdasarkan hasil jumlah famili rata-rata dari 6 stasiun dengan enam kali ulangan. 2. Penentuan faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan pada tiap famili atau ordo. Nilai faktor pembobotan untuk jumlah famili yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 9. Dalam penelitian ini jumlah famili ratarata yang nilainya < l tidak diberi skor dan faktor pembobotan. 3. Nilai faktor pembobotan yang telah dihitung dikalikan dengan skor dari tiap famili yang ditemukan, kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan secara keseluruhan. 4. Hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan jumlah total faktor pembobotan, dan didapatkan nilai SIGNAL 2 yang biasanya berkisar antara 3-7 (Chessman 2003). 5. Nilai SIGNAL 2 didapatkan dan diplotkan dalam grafik yang dihubungkan dengan jumlah famili yang ditemukan. Contoh grafik dapat dilihat pada Gambar 7. 6. Dari grafik tersebut diperkirakan keberadaan dari nilai SIGNAL 2 tersebut dalam suatu kuadran. Penentuan kuadran berdasarkan pada keadaan geografis dari tempat pengambilan sampel makrozoobenthos. Dari kuadran yang diperoleh dapat diketahui kriteria lingkungan.
31
Tabel 9 Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan Jumlah individu pada tiap famili 1-2 3-5 6- l0 11-20 > 20
Faktor pembobotan 1 2 3 4 5
Sumber : Chessman (2003)
Gambar 7 Contoh grafik dan kuadaran untuk nilai SIGNAL 2 Menurut Chessman (2003), interpretasi dari kuadaran yaitu sebagai berikut: a. Kuadran 1 sering mengindikasikan habitat yang baik. b. Kuadran 2 sering mengindikasikan salinitas dan tingkat nutrien yang tinggi (mungkin alami). c. Kuadran 3 sering mengindikasikan polusi racun atau kondisi perairan yang buruk (atau sampling yang kurang teliti). d. Kuadran 4 sering mengindikasikan adanya polusi rumah tangga, industri, atau pertanian atau efek drainase dari suatu bendungan.
Analisis Parameter Fisika Kimia Perairan Parameter fisika-kimia perairan yang terukur dianalisa secara deskriptif yaitu membandingkan parameter kualitas air dengan baku mutu air menurut PP. RI. No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air kelas III yaitu air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan dan air untuk pertanaman. Analisis
32
parameter kualitas air dikaji dengan pola perbandingan (comparison). Data yang sudah diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Tahapan analisa kualitas air secara deskriptif adalah sebagai berikut: 1. Mencari rata-rata dari masing-masing parameter pada setiap stasiun. 2. Menyajikan data dalam bentuk grafik untuk distribusi secara spasial. 3. Membandingkan data dengan baku mutu kualitas perairan dan literatur yang ada untuk melihat kualitas perairan.
Analisis Pengelompokan Komunitas dan Habitat Makrozoobenthos Analisis statistik multivariat Correspondence Analysis (CA) disebut juga Analisis
faktorial
koresponden
diterapkan
guna
mengetahui
adanya
pengelompokan komunitas makrozoobenthos pada setiap stasiun pengamatan. Analisis faktorial koresponden adalah suatu metode statistik yang bertujuan untuk mencari hubungan yang erat antara modalitas dari dua karakter/variabel pada variabel matriks data kontigensi serta mencari hubungan yang erat antara seluruh modalitas karakter dan kemiripan antara individu berdasarkan konfigurasi jawabannya pada matriks data (Bengen 2000). Untuk membandingkan 2 objek, maka perlu diberikan suatu pengukuran yang dapat mengkarakteristikan kemiripan atau ketidakmiripan. Dalam hal ini Analisis faktorial koresponden menggunakan jarak khi-kuadrat. Jarak khi kuadrat diformulasikan sebagai berikut: 2 d (i, i' ) = ∑ [( X ij / X i − X i ' j / X i ' )]
Keterangan: Xi
= Jumlah baris i untuk semua kolom
Xij
= Jumlah kolom j untuk semua baris
Pada matriks data, terdiri dari baris-i (genera makrozoobenthos) dan kolom-j (stasiun pengamatan), dimana pada baris ke-i dan kolom ke-j ditemukan kelimpahan makrozoobenthos. Principal Components Analysis (PCA) disebut juga analisis komponen utama merupakan teknik ordinasi langsung yang telah secara luas digunakan dalam model ekologi guna karakterisasi hubungan diantara variabel lingkungan yang mempengaruhi spesies dan lokasi sampling. Analisis komponen utama
33
merupakan metode statistik deskriptif yang memberikan gambaran lebih mudah dibaca atau diinterpretasikan dalam bentuk grafik, informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data. Matriks data yang dimaksud terdiri dari stasiun pengamatan sebagai individu statistik (baris) dan parameter fisika kimia air sebagai variabel kuantitatif (kolom). Tujuan utama penggunaan analisis komponen utama antara lain untuk mempelajari suatu matriks data dari sudut pandang kemiripan antara individu (stasiun) dan hubungannya dengan variabel lingkungan serta menghasilkan suatu representasi grafik yang memudahkan interpretasi (Bengen 2000). Pada Analisis komponen utama digunakan jarak Euclidean yang didasarkan pada rumus dibawah ini:
d (i, i ') = 2
p
∑(X
ij
− X i' ) 2
j =1
Keterangan: d2(i,i’) = 2 baris i & i’ = indeks untuk baris, dari baris ke-i sampai dengan ke-i’ j
= indeks untuk kolom Semakin kecil jarak Euclidean antar stasiun pengamatan, maka semakin
mirip karakteristik antara stasiun tersebut. Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Multivariate Statistical Package (MVSP) versi 3.1.
Analisis Keterkaitan Makrozoobenthos dan Parameter Kualitas Air 1. Koefisien Korelasi Pearson Untuk korelasi antara makrozoobenthos dan parameter kualitas air digunakan analisis Pearson Correlation Coefficient (Koefisien Korelasi Pearson). Dimana analisis ini digunakan untuk mengetahui
bagaimana hubungan
makrozoobenthos dengan parameter kualitas air, apakah kuat atau lemah. Menurut Hasan (2008), koefisien korelasi Pearson (r) diinterpretasikan sebagai berikut: r:0
= tidak ada korelasi;
0 < r < 0,20
= korelasi sangat lemah
0,20 < r < 0,40
= korelasi lemah;
0,40 < r < 0,70 = korelasi cukup
0,70 < r < 0,90
= korelasi kuat;
r:1
= korelasi sempurna
34
Formulasi koefisien korelasi Pearson adalah: r=
((n∑ X
n ∑ XY − (∑ X )(∑ Y ) 2
2 2 − ( ∑ X ) )( n∑ Y − (∑ Y ) ) 2
)
Keterangan : r
= Korelasi antara makrozoobenthos dengan kualitas air
X = Parameter makrozoobenthos Y = Parameter kualitas air n
= Jumlah data
2. Uji lanjut LSD (Least Significant Difference) Uji lanjut LS D ini disebut juga uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) (Matjik dan Sumertajaya 2002), digunakan untuk menguji perlakuan secara berpasang-pasangan. Hipotesis dari perbandingan metode ini adalah: H0 : µi = µi'; H1 : µi ? µi'
1 1 LSD = t (α , dbs ) KTS ( + ) 2 TA TB Keterangan : LSD a
: uji lanjut
t( /2)
: nilai selang kepercayaan (95%)
dbs
: derajat bebas sisa
TA,TB : Nilai yang ingin di uji KTS
: Kuadrat tengah sisa
3. Regresi Linier Berganda Untuk mengetahui hubungan fungsional antara kadar bahan organik yang dinyatakan dalam nilai DO, BOD dan COD dengan kepadatan makrozoobenthos, maka dilakukan analisis keeratan hubungan dalam bentuk model regresi berganda. Model hubungan fungsional tersebut disajikan sebagai: YMZB : f(DO, BOD, COD)
35
atau dengan persamaan regresi berganda sebagai berikut: YMZB : ßo ± ß1 X1 ± ß2 X2 ± ß3 X3 + e dengan: YMZB : Kepadatan makrozoobenthos X1
: DO perairan
X2
: BOD perairan
X3
: COD perairan
ßo
: Intersep
ß1-n
: Koefisien regresi parsial dari parameter ke-i sampai ke-n
e
: Nilai kesalahan/error Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui besarnya
peranan dari peubah X terhadap Y. Nilai R2 berkisar antara 0 - l. Apabila nilainya lebih besar dari 0,6 (60%) atau mendekati l, maka dapat diartikan bahwa X memiliki peranan yang besar terhadap Y. Besarnya pengaruh dari peubah bebas dapat dilihat dari nilai koefisien regresi (ß) dari masing-masing parameter peubah bebas tersebut. Koefisien tersebut digunakan untuk mengukur kenaikan atau penurunan peubah tak bebas (kepadatan makrozoobenthos) sebagai akibat dar i perubahan nilai peubah bebas. Penghitungan koefisien korelasi Pearson, uji lanjut LSD, uji regresi linier berganda dilakukan menggunakan software SPSS (Statistical Program for Social Science) versi 13.0.