PENGGUNAAN METODE LATERAL THINKING UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS MAHASISWA DALAM PENCIPTAAN KARYA DESAIN Margana* Program Pendidikan Seni Rupa, FKIP Universitas Sebelas Maret
Abstract: This research aims at: (1) improving teaching learning process quality of Advanced Visual Communication Design I by motivating students to be more active in digging creativity of creating Visual Communication Design Works (VCD), (2) improving students’ creativity in creating innovative Visual Communication Design Works, (3) improving lecturer’s motivation and ability in conducting process and result evaluation in Advanced Visual Communication Design I teaching learning process. This research constitutes Classroom Action Research which is done at Art Department, FKIP UNS. Be subjects were the sixth sememester students. This research consists of 3 cycles in which each cycle consists of (1) planning, (2) implementing, (3) observing and interpreting, (4) analyzing and reflecting. The results of this research show that students are able to create Visual Communication Design Work and develop it to be creative work. The improvement of the shudents’ activity (75%) in teaching learning process can be seen from the more number of the students who convey their ideas in creating works interactively. The improvement of doing exploration (70%) can be seen from the more number of the students in finding techniques, media, and innovations in creating VCDW. The improvement of the motivation to out from the old convention of VCDW (75%) can be seen from the more number of ideas in creating works individually. The improvement of student’s confidence (75%) can be seen from the more number of students’ works which are innovative, new, and fresh. Kata kunci: metode lateral thinking, kreativitas, penciptaan, karya desain, desain komunikasi visual
PENDAHULUAN Prodi Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS sebagai lembaga pendidikan tinggi di bidang kependidikan mengonsentrasikan lulusannya agar memiliki kompetensi sebagai pendidik seni rupa yang profesional. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, disusunlah kurikulum yang mencakup ilmu pendidikan dan pengetahuan seni rupa yang meliputi apresiasi dan kreasi. Karena adanya tuntutan sesuai dengan kebutuhan pengguna dan untuk membekali kemam-
puan skill mahasiswa dalam berkreasi seni maka seluruh pengetahuan keterampilan seni rupa yang terdiri dari beberapa cabang dipelajari. Adapun cabang seni rupa tersebut, yaitu Seni Rupa Terapan yang meliputi Seni Lukis, Seni Grafis, Seni Patung dan juga cabang Seni Rupa Terapan yang meIiputi Kriya dan Desain Komunikasi Visual. Pembelajaran materi perkuIiahan dari cabang-cabang seni rupa tersebut diimplementasikan ke dalam mata kuliah berjenjang dan dibagi menjadi tingkatan.
*Alamat korespondensi: Jalan Cempaka 6 Pokoh, Wonogiri, Telp. (0273) 323712, HP 085293934845
70
Untuk mendapatkan kompetensi yang diharapkan dari beberapa mata kuliah tersebut disudah silabi dengan standar kompetensi yang berbeda dari setiap jenjangnya. Sebagai contoh dapat dilihat pada cabang Desain Komunikasi Visual. Dalam kurikulum Prodi Pendidikan Seni Rupa, mata kuliah Desain Komunikasi Visual (DKV) ini dibagi menjadi tiga jenjang, yaitu DKV Dasar. DKV Lanjut I dan DKV Lanjut II. Dalam DKV Dasar diharapkan mahasiswa mempunyai kompetensi mampu menguasai bahan, alat, dan teknik. Mata kuliah DKV Lanjut I mempunyai standar kompetensi kemampuan melakukan eksplorasi agar dapat menciptakan karya yang inovatif, sedangkan mata kuIiah DKV Lanjut II memfokuskan pada kemampuan membuat karya DKV secara konseptual. Meskipun silabi sudah dibuat dengan fokus yang berbeda dari setiap jenjangnya, namun dalam pelaksanaan masih terdapat beberapa kendala terkait dengan proses pembelajaran maupun hasil yang diharapkan. Di dalam silabi mata kuliah DKV Lanjut I mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi mampu melakukan eksplorasi teknis dan media dalam membuat karya DKV serta mampu menciptakan karya DKV yang inovatif standar kompetensi yang disyaratkan dalam silabi tersebut belum sepenuhnya dapat terlaksana dengan baik. Hal ini terjadi karena tidak adanya satu pemahaman yang luas dalam diri mahasiswa terkait dengan proses penciptaan karya DKV. Secara umum mahasiswa masih terkungkung oleh pola-pola tren desain yang sudah ada. Seperti adanya kecenderungan untuk mengikuti gaya-gaya desain sebelumnya secara linear. Hal ini mengakibatkan gagasan individu yang sebenarnya menjadi potensi kreatif yang unik dan lain justru tidak muncul. Dengan perkembangan teknologi yang ada sekarang ini, seperti komputer dan perangkatnya telah memberi kontribusi yang cukup besar bagi perkembangan Desain Komunikasi Visual. Berbagai fasilitas software grafis untuk pendukung pembuatan karya Desain Komunikasi Visual telah Margana, Penggunaan Metode Lateral Thinking ...
tersedia. Bagi perancang grafis, adanya software tersebut hanyalah merupakan sebuah alat untuk memudahkan pekerjaannya. Hal yang lebih penting untuk dikuasai adalah bagaimana menggali kreativitasnya sehingga tidak tergantung pada fasilitas yang disediakan dalam software. Salah satu fasilitas yang disediakan dalam software grafis adalah adanya berbagai jenis font/ huruf dengan berbagai bentuk dan gaya. Berbagai jenis variasi huruf tersebut sangat membantu dan memudahkan dalam membuat perancangan grafis. Dalam mata kuliah DKV Lanjut I, perangkat komputer dengan software grafis merupakan elemen pendukung untuk menciptakan karya-karya DKV. Namun dalam pelaksanaan perkuIiahan terjadi masalah pada mahasiswa, yang menyikapi penggunaan perangkat komputer grafis tersebut dengan tidak tepat. Mahasiswa kurang menyelami dengan baik sehingga berbagai perangkat tersebut justru memanjakan dan membelenggu kreativitasnya. Pada penciptaan karya DKV, mahasiswa cenderung berpikir linear dan terpaku pada fasilitas software yang telah disediakan di komputer. Mahasiswa kurang melakukan eksplorasi dalam menciptakan bentuk visual yang sebenarnya jika dilakukan justru memunculkan karakter individu dan gaya desain yang beda dengan lainnya. Dilihat dari karya-karya DKV yang diciptakan, mahasiswa cederung secara instan menggunakan fasilitas software yang berupa efek-efek, warna maupun font/huruf yang sudah tersedia tanpa memahami karakternya dan kurang melakukan eksplorasi teknis atau visual. Dengan demikian mahasiswa tidak dapat menggali potensi kreatif individu yang dimilikinya dan pesan komunikasi yang diciptakan melalui DKV kurang tepat. Pandangan lain mengakibatkan tidak muncuhya karya-karya DKV inovatif dari mahasiswa semester VI Prodi Pendidikan Seni Rupa. Hal ini menyebabkan pemahaman sempit pada mahasiswa Seni Rupa FKIP UNS bahwa mereka sebagai calon guru dan bukan sebagai calon desainer sehingga ada kesan membuat karya DKV 71
inovatif bukanlah sebuah tuntutan mutlak. Ada anggapan bahwa untuk menciptakan karya yang kreatif adalah tugas mahasiswa seni rupa nonkependidikan (murni) yang mengorientasikan pendidikannya untuk menjadi praktisi seni. Pandangan seperti ini tentu tidak dapat dibenarkan karena mahasiswa Pendidikan Seni Rupa sebagai calon guru (pendidik) justru harus selalu berpikir dan berkarya krreatif sehingga kelak mampu membimbing dan menumbuhkan kreativitas pada murid-muridnya. Pandangan yang salah tentang penciptaan karya DKV tersebut tampaknya cukup menggejala di kalangan mahasiswa semester VI Prodi Seni Rupa FKIP UNS. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya rasa percaya diri mahasiswa untuk mengungkapkan gagasannya dalam menciptakan karya DKV. Mahasiswa cenderung mengambil sikap aman dan tidak berani melakukan sesuatu di luar kemapanan dalam proses penciptaan karya DKV. Hal ini terjadi karena tidak adanya kompetisi yang hangat di kalangan mahasiswa, sehingga terkesan mahasiswa hanya sekedar membuat karya untuk mendapatkan predikat kelulusan. Melihat hal tersebut, eksplorasi teknik dan media untuk membuat karya inovatif seperti yang disyaratkan dalam silabi sebagai standar kompetensi masih jauh dari harapan. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu adanya upaya mencermati kembali cara pandang masing-masing mahasiswa dalam menyikapi kemajemukan yang ada. Pikiran manusia memang sering mengalir seperti air di sungai yang lurus menuju muara, namun kita tidak pernah membayangkan bahwa sebenamya aliran sungai tersebut dapat membuat anak sungai yang banyak, sehingga akan didapatkan muara-muara yang berbeda. Dengan Iogika seperti ini, otak manusia sebenarya mempunyai potensi untuk dibuat konstruksi beberapa jalur yang cabang, sehingga paradigma dalam menentukan segala sesuatu akan menjadi beragam dan tidak linier. Untuk menjalankannya diperlukan metode atau strategi mengguncang pola pikir dan persepsi lama yang linier dalam
menghadapi persoalan, yaitu dengan metode lateral thinking. Lateral thinking menekankan pada pencarian berbagai pendekatan dan cara pandang yang berbeda terhadap sesuatu. Hal ini untuk memandang sesuatu yang baru dari berbagai macam persoalan yang dihadapi serta untuk mencoba mempersepsi konsep yang berbeda dalam menangkap sesuatu yang baru yang semula tidak diperhatikan pada metode atau cara yang biasanya. Kemudian, hasil persepsi yang baru tersebut dimunculkan kepermukaan. Lateral thinking merupakan upaya mengubah persepsi manusia terhadap objek atau persoalan. Dalam pemahaman ini lateral thinking harus berhubungan dengan eksplorasi, seperti halnya persepsi. Dengan eksplorasi dapat ditemukan banyak cara pandang dan dalam kerangka persepsi tersebut semua cara pandaag itu benar. Lateral thinking berkaitan erat dengan kemungkinan-kemungkinan dan kita membuat kemungkinan-kemungkinan itu menjadi susunan berlapis yang pada akhirnya akan sampai pada gambaran yang berguna antara satu dengan yang lainnya. Dalam lateral thinking tidak ada batas-batas benar atau salah secara jelas. Terdapat dua pengertian di dalam istilah lateral thinking, yaitu spesifik dan general. Spesifik yaitu adanya satu rangkaian cara-cara sistematis yang digunakan untuk mengubah konsep-konsep dan persepsi-persepsi baru. Sedangkan general yaitu mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan dan pendekatan-pendekatan jamak dari pada mengupayakan satu pendekatan tunggaI (Marianto, 2006: 122). Implikasi dari uraian di atas adalah perlu dilakukan upaya (penelitian) untuk meningkatkan kreativitas ide mahasiswa dalam penciptaan karya DKV meIalui metode lateral thinking. Dengan demikian, penelitian tentang penggunaan metode lateral thinking untuk meningkatkan kreativitas ide penciptaan ini merupakan satu upaya mengefektifkan pembelajaran DKV Lanjut I pada mahasiswa Semester VI Pendidikan Seni Rupa FKlP UNS agar dapat menciptakan karya DKV inovatif. Namun demikian, pe-
72
PAEDAGOGIA, Jilid 13, Nomor 1, Februari 2010, halaman 70 - 83
nelitian ini juga didasari oleh alasan: (1) pemahaman pentingnya mengoptimakan kreativitas ide penciptaan agar dapat menumbuhkan rasa percaya diri sehingga mahasiswa akan memiliki potensi lebih dan tidak minder sebagai mahasiswa Seni Rupa FKIP, (2) berbagai upaya untuk menumbuhkan kreativitas dalam penciptaan karya DKV harus seIaIu diadakan agar mahsiswa dapat menciptakan karya-karya inovatif sehingga dapat memmerikan kontribusi pada peta perkembangan DKV di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: (1) mahasiswa telah mempersepsikan proses kreatif dalam penciptaan karya DKV, sehingga tidak berani melakukan perubahan; (2) kesalahan dalam memahami kreativitas penciptaan DKV terjadi karena mahasiswa berpikir secara linier; (3) dengan berpikir secara linear, mahasiswa kesulitan untuk memuncuikan karya-karya DKV yang inovatif; dan (4) karena tidak dapat menciptakan karya DKV inovatif, maka mahasiswa tidak memiliki rasa percaya diri. Salah satu cara untuk memecahkan masalah-masalah di atas adalah dengan meningkatkan kreativitas ide penciptaan melalui penerapan strategi yang dapat mengguncang poIa pikir dan persepsi lama yang linear dengan metode lateral thinking. Adapun strategi penerapannya dengan mengadakan penelitian tindakan kelas karena strategi penelitian ini merupakan cara yang tepat untuk memperbaiki kualitas pembelajaran bagi kondisi yang spesifik. Oleh karena itu, masalah penelititan ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah penggunaan metode lateral thinking dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa dalam penciptaan karya desain pada mata kuliah DKV Lanjut I semester VI Prodi Pendidikan Seni Rupa FKlP UNS ?. Selaras dengan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai atau diharapkan pada kegiatan penelitian ini adalah untuk meningkatkan: (1) kualitas pembelajaran DKV Lanjut I, dalam arti adanya motivasi mahasiswa untuk lebih aktif menggali kreativitas Margana, Penggunaan Metode Lateral Thinking ...
ide penciptaan karya DKV; (2) kreativitas mahasiswa dalam menciptakan karya DKV yang inovatif; dan (3) meningkatkan motivasi dan kemampuan dosen untuk melakukan evaIuasi proses dan hasil dalam pembelajaran DKV Lanjut I. Lateral thinking merupakan pelengkap untuk berpikir linear atau vertikal. Dengan berpikir linear, kita mengambil posisi sebagai suatu basis dan pada basis itulah kita membangun sesuatu. Langkah selanjutnya tergantung posisi saat berada dalam momen tersebut, dan secara logis berkaitan dengan tempat saat berada pada momen tersebut. Ini menyiratkan pembuatan sesuatu dari suatu basis, dan menggaIi Iubang yag sama lebih dalam pada basis yang sama. Berbeda dari cara berpikir linear, dengan lateral thinking pikiran kita dapat bergerak ke samping guna mencoba-coba persepsi yang berbeda dan membangkitkan konsep-konsep yang berbeda pula, serta memperoleh celah-celah masuk yang berbeda. Dengan lateral thinking kita dapat menggunakan berbagai cara, termasuk provokasi untuk mengeluarkan diri kita dari alur pikir biasa yang sudah lazim dilakukan. Lateral thinking adaIah poIa berpikir logis konvensional yang selama ini kita kenal dan umum dipakai. Pola berpikir ini dilakukan secara tahap demi tahap berdasarkan fakta yang ada, untuk mencari berbagai alternatif pemecahan masalah, dan akhirnya memilih alternatif yang paling mungkin menurut logika normal. Pola lateral thmnking tetap menggunakan berbagai fakta yang ada, menentukan hasil akhir apa yang diinginkan dan kemudian secara kreatif mencari alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang yang paling mungkin mendukung hasil akhir tersebut. Fungsi lateral thinking adalah berkaitan dengan upaya meninjau kembali pola pandang kita dalam mengorganisasikan informasi. Lateral thinking adaIah upaya mengubah persepsi kita terhadap suatu objek atau permasalahan. Dengan lateral thinking kita mencari berbagai cara pandang terhadap suatu permasalahan Semua 73
cara pandang itu benar dan dapat ko-eksis. Setiap cara pandang yang ada itu tidak bermula dari cara pandang lain, tetapi dihasilkan secara sendiri-sendiri dan mandiri. Dalam pemahaman ini lateral thznking harus berhubungan dengan eksplorasi sebagaimana persepsi harus berhubungan dengan eksplorasi. Jika kita berjalan mengelilingi sebuah bangunan dan memotretnya dari berbagai sudut pandang, maka semua sudut pandang ini setara dan mengandung potensi sendiri-sendiri. Lateral thinking seperti halnya persepsi berhubungan erat dengan kemungkinan-kemungkinan dan apa yang mungkin. Kita membuat lapisan-lapisan dari apa yang mungkin dan pada akhirnya sampai pada suatu gambaran yang berguna. Lateral thinking secara langsung berhubungan dengan pengubahan atau pencarian konsepkonsep dan persepsi-persepsi yang beragam. Dalam cara-cara tertentu pengubahan persepsi-persepsi dan konsep-konsep adalah basis kreativitas yang melibatkan ideide baru (Marianto, 2006: 120-123). Lateral thinking berhubungan erat dengan kreativitas. Jika kreativitas sering dimaknai suatu hasil maka lateral thinkmg merupakan deskripsi suatu proses. Kreativitas dihargai sebagai unsur esensiaI bagi terjadinya perubahan dan kemajuan. Agar mampu mengoptimalkan kreativitas, maka kita harus menganggapnya sebagai suatu cara untuk menggunakan pikiran dan mengolah informasi. Lateral thinking berkaitan dengan pembangkitan gagasan baru. Lateral thinking juga mempunyai peranan dalam melepaskan diri dari belenggu konsepsi gagasan yang lama. Peranan ini menghasilkan sikap dan pendekatan untuk mengamati masalah dengan cara yang berbeda. Pembebasan dari gagasan lama dan rangsangan terhadap gagasan baru merupakan aspek kembar dari lateral thinking (Born, 1991 : 11-12). Dalam mencipta karya seni, pemikiran kreatif selalu menjadi pemicunya, hal ini penting untuk melihat subjek dari berbagai cara pandang yang dapat dipakai untuk mencapai lompatan-lompatan pikiran
yang tidak linier. Pemikiran kreatif adalah kemampuan mmcuraw budi pikiran terhadap masalah yang ingin dipecahkan dengan cara yang di luar dari keumuman atau kemampuan merumuskan penggabunganpenggabungan baru dari dan atau lebih konsep yang telah ada dalam pemikiran (The Liang Gie, 2003: 20-21). Salah satu cara dalam mencapai lompatan-lompatan pikiran tersebut di antaranya dengan brainstorming. IstiIah brainstorming dalam keseharian sering kita dengar, apalagi di lingkungan kerja kelompok. Namun sebelumnya perlu kita ketahui apa dan bagaimana brainstorming itu sebenarnya?. Brainstorming sering dilakukan oleh kelompok atau kumpulan orang yang menginginkan adanya sebuah perubahan ke depan. Hal ini biasanya berkaitan dengan usaha penemuan berbagai program, kegiatan, peluang persoalan, solusi dan seluruh halhal yang mendukung adanya perubahan. Dengan brainstorming seorang individu atau kelompok akan membangkitkan atau memunculkan ide-ide yang segar atau pun liar kemudian dipilih beberapa yang terbaik seIanjutnya diambiI satu untuk diaktualkan atau diwujudkan. Metode brainstorming dapat membuat bypass (jalan pintas) antara otak dengan bahasa yang akan disampaikan (Marianto, 2666: 62). Untuk bisa berjalan optimal, Mapes (2003) menyampaikan tentang pedoman melakukan brainstorming dengan baik dan produktif sebagai berikut: (1) menuangkan ide sebanyak-banyaknya karena tujuan fase pertama sesi brainstorming adalah membentuk gagasaa sebanyak-banyaknya dalam waktu yang ditetapkan, (2) jangan memberikan kritik dan penilaian, karena jika memberikan penilaian dapat memojokkan semangat kreatif. Penilaian menciptakan rasa pesimis, sehingga kreativitas justru tidak muncul, (3) bergerak bebas, betapapun anehnya sebuah gagasan, kita harus mengekspresikannya, (4) kita dapat membonceng gagasan orang lain atau saling melengkapinya, (5) ciptakan suasana yang menyenangkan karena hasil penelitian menunjukkan bahwa kegembiraan dan humor me-
74
PAEDAGOGIA, Jilid 13, Nomor 1, Februari 2010, halaman 70 - 83
ningkatkan proses kreatif, menstimulasi gagasan, mempercepat pemecahan masalah, meningkatkan pembelajaran, dan secara umum membuat hidup lebih menarik, dan (6) beristirahat dalam berbagai kegiatan. Pelaksanaan brainstorming dapat berjalan optimal jika dilakukan dengan berpikir secara lateral (lateral thinking). Hal ini juga disampaikan oleh Wahida (2008: 35), dalam strategi brainstorming untuk menggali kreativitas bentuk-bentuk visual, mahasiswa diberi tugas menuangkan ide sebanyak-banyaknya pada sebuah kertas gambar. Tujuan fase pertama sesi brainstorming ini untuk membentuk gagasan sebanyakbanyaknya dalam waktu yang ditetapkan seIama 30 menit. Dalam hal ini mahasiswa diberi kebebasan untuk menuangkan semua gagasannya dalam bentuk verbal maupun visual dari yang sepele, aneh, bahkan absurd kemudian diekspresikan. Suasana pada sesi brainstorming ini dibuat menyenangkan seperti memutar musik dan mengatur posisi tempat duduk yang bebas sesuai keinginan mahasiswa. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar ide dapat mengalir dengan deras dan tidak kaku. Dengan kondisi yang menyenangkan tersebut ternyata dapat memudahkan eksplorasi menstimulasi gagasan, dan mempercepat pemecahan masalah penggalian ide. Pada sesi ini, mahasiswa merasakan pencarian ide yang rileks dan tanpa beban. Selanjutnya, setelah semua ide terjaring kemudian mahasiswa diberikan waktu untuk istirahat. Setelah masa isitrahat dianggap cukup, kemudian masing-masing mahasiswa diperintahkan untuk mengelompokkan seluruh idenya yang sudah terjaring menjadi beberapa kategori dan akhirnya memilih satu ide yang dianggap paling optimal serta memungkinkan untuk dijadikan sebuah karya. Ide yang dianggap optimal tersebut kemudian lebih dikonkretkan lagi dengan mengidentifikasi beberapa referensi visual yang diperIukan dan mendukung ide. Hal ini dilakukan untuk lebih memudahkan dalam proses visuaIisasi ide. Dari hasil brainstorming ini dapat diketahui bahwa mahasiswa merasa menikmati proses penMargana, Penggunaan Metode Lateral Thinking ...
carian ide tersebut dan tidak terpaku pada satu cara pandang. Semantic interpretation merupakan satu pendekatan berkarya seni yang cukup baik. Semantic merupakan ilmu yang mempelajari arti kata, sedangkan semantic interpretation berarti menafsirkan menurut arti kata. Melalui pendekatan ini setidaknya akan membantu kreator menyampaikan ide visualnya dengan baik, karena penciptaan wujud digiring dengan cara mencari, menemukan, dan mengenali tanda-tanda yang bersifat universal dari ide/gagasan tersebut. Penemuan tanda-tanda universal dari ide yang akan disampaikan merupakan dasar pijakan untuk membuat bentuk-bentuk yang lebih objektif meskipun disampaikan secara subjektif. Karena karakter, pengalaman estetik dan artistik, dan intelektual kreator akan menampakkan subjektifitas yang cukup tinggi. Strategi semantic interpretation cukup membantu untuk merealisasikan ide dan mudah dilakukan. Berikut contoh menggunakan pendekatan semantic interpretation untuk membuat teks melalui bahasa visual grafis. Dalam membuat teks grafis tentang beberapa kata sifat, langkah pertama yang dilakukan adalah mengenali kata sifat tersebut dari katanya. MisaInya jika kata tersebut mencerminkan sifat kelembutan, keanggunan, keluwesan, kecantikan maka jelaslah dapat kita tangkap ikon apa yang harus sampaikan. Pada garis misalnya, dapat teridenfifikasi garis lengkung, tebal tipis, dan bentuk yang langsing. Setelah karakter garis teridentifikasi, maka kita dapat membuat karakter font/huruf kemudian merangkainya menjadi kata sifat yang diinginkan. Untuk lebih menampakkan karakter kata sifat tersebut, maka warna dan tekstur juga diidentifikasi, setelah itu mengaplikasikannya pada bidang rangkaian bentuk font yang tercipta. Proses tersebut diterapkan pada seluruh kata sifat yang dibuat. Dengan demikian visualisasi teks dapat meyakinkan audience karena sesuai dengan pemahaman karakter yang Iebih bersifat universal dan objektif. 75
Seperti diungkapkan Yuliastuti & Wahida (2008: 20), untuk membuat bentuk huruf yang berkarakter kaku, dapat dilakukan dengan pendekatan semantic interpretation yang diawali dari proses brainstorming dengan mengacu pada konsep kafa “kuat”, “tegas” atau “keras”. Kunci keberhasilan brainstorming ini adalah berpikir secara lateral (lateral thinking) sehingga seluruh referensi yang berhubungan dengan kata “kuat”, “tegas” atau “keras” dapat ditangkap. Bentuk-bentuk visual yang mendukung sebagai referensi seperti konstruksi bangunan, baja, balok kayu, dan semua bentuk visual yang muncul dan mempunyai karakter kuat dijadikan data kemudian diseleksi bentuk-bentuk yang paling menarik untuk divisualkan menjadi bentuk huruf. Dari arti kata “kuat”, “tegas” atau “keras” tersebut kemudian diidentifikasi higga akhirnya diperoleh tanda-tanda visual seperti bentuk yang kaku, bersudut, garis tegas, lurus, tiga dimensi, tekstur kasar dan dibuat tangkai huruf untuk menambah kesan kokoh. Tangram telah membuktikan sebagai permainan sederhana tetapi mampu membuka ruang kreatif yang luar biasa. Tangram merupakan bentuk dari tujuh bangun geometris hasil dari pemotongan sebuah bujur sangkar. Bujur sangkar tersebut dibagi menjadi tujuh bagian, yaitu 5 buah segitiga, 1 buah jajaran genjang dan 1 buah bujur sangkar. Dengan tujuh bangun geometris tersebut kita dapat menyusunnya menjadi bentuk apa saja, sesuai dengan imajinasi tentang objek yang tak terbatas. (Elffers, 1978: 9). Adapun strategi untuk membangkitkan kreativitas dalam permainan ini ada dua yaitu: (1) sebelum menyusun bangun-bangun tersebut kita sudah mempunyai imajinasi tentang sesuatu apa yang akan dibuat, seperti membayangkan bentuk figur manusia, binatang, tumbuhan, atau benda lainnya, (2) Bangun-bangun geometris tersebut dapat disusun tanpa didahului imajinasi, artinya kita akan menemukan bentuk-bentuk yang tidak diduga setelah menyusunnya. Kedua cara tersebut di atas sama-sama
memberikan kemudahan dalam membuat bentuk dengan susunan bangun-bangun tangram. Adapun manfaat yang diperoleh dari menjalankan permainan tangram ini adalah: (1) pengguna permainan akan mempunyai pemahaman bahwa dari yang sederhana dapat dijadikan sesuatu yang kompleks, (2) dari hal-hal yang sederhana tersebut, ketika dibuat dengan sejumlah bentuk yang berbeda pun tetap masih menampakkan bentuk-bentuk yang sederhana, (3) permainan tangram dapat melatih daya imajinasi untuk membuat bentuk dan melatih kepekaan visual serta asosiatif serta kemampuan motorik bagi penggunanya, (4) permainan ini dapat digunakan untuk mengetahui kecenderungan/interes seseorang setelah menciptakan bentuk-bentuk. Ini terlihat dari bentuk-bentuk yang diciptakan, misalnya figur orang lari, silat, tari, bentuk hewan, tumbuhan, mobil, kapal, pesawat (Marianto, 2006: I91).
76
PAEDAGOGIA, Jilid 13, Nomor 1, Februari 2010, halaman 70 - 83
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS. Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa semester VI yang banyak mengalami kesulitan dalam melakukan eksplorasi untuk menggali kreativitas terkait dengan penciptaan karya DKV. Pembelajaran mata kuliah DKV Lanjut I diselenggarakan di Studio Gambar, di dalamnya tersedia 30 buah meja gambar yang dapat digunakan untuk pengerjaan sketsa dan ekplorasi visual dan untuk finalisasi desain dilakukan di Lab Komputer yang di dalamnya tersedia 15 unit komputer, 1 unit scanner, 1 unit printer laser jet, dan 1 unit printer ploter. Selain itu tersedia pula LCD Projector yang dapat digunakan sebagai aIat pembelajaran. Jangka waktu penelitian secara keseluruhan dilaksanakan selama 6 bulan mulai dari bulan Mei sampai dengan Oktober 2009 Adapun pelaksanaan tindakan dilakukan seIama 8 minggu pada bulan Juni, Juli, danAgustus.
Tahap Persiapan Tindakan, meliputi kegiatan: (1) menjajaki pengetahan mahasiswa tentang perkembangan DKV terkini dengan meIakukan interview, (2) mengidentifikasi kesulitan mahasiswa dalam melakukan eksplorasi dan mengungkapkan kreativitasnya, (3) membenahi kesulitan mahasiswa dengan menyusun strategi pembelajaran yang didasarkan pada paradigma lateral thinking. Cara yang diterapkan dalam paradigma lateral thinking ini meliputi brainstorming, semantic interpretation dan permainan tangram, (4) mengadakan focus group discussion dengan dosen-dosen DKV dari lembaga lain untuk mendapatkan berbagai pertimbangan dan masukan mengenai pengembangan kreativitas, (5) melakukan revisi pemakaian cara meningkatkan kreativitas dalam penciptaan karya DKV berdasarkan masukan dan hasil diskusi, (6) menyusun kuesioner tentang persepsi mahasiswa terhadap penerapan metode lateral thinking, dan (7) menyusun instrumen penelitian berupa pedoman observasi dan wawancara. Tahap Aplikasi Tindakan, dalam pelaksanaan PTK ini, mekanisme kerjanya diwujudkan dalam bentuk siklus (direncanakan 3 siklus), yang setiap siklusnya tercakup 4 kegiatan, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, dan interpretasi, (4) analisis dan refleksi (Mc Niff, 1992: 2224). Yang menjadi tolok ukur keberhasilan setiap siklus adaIah tercapainya indikatorindikator (1) adanya peningkatm keberanian mahasiswa dafam mengungkapkan gagasannya yang bersifat individu, (2) adanya peningkatan eksplorasi dalam menggali berbagai kemungkinan teknis, media dan bentuk dalam penciptaan karya DKV, (3) adanya peningkatan keberanian mahasiswa menerobos konvensi-konvensi lama atau tren gaya dalam DKV, (4) adanya peningkatan rasa percaya diri mahasiswa terhadap kemampuannya menciptakan karya DKV. Kaitan logis antara ketercapaian indikator dengan keberhasilan penelitian ini adalah semakin tinggi ketercapaian indikator berarti semakin tinggi tingkat kesesuaian penerapan metode lateral thinking sebagai salah Margana, Penggunaan Metode Lateral Thinking ...
satu cara untuk meningkatkan kreativitas. 1. Rancangan Siklus I Tahap Perencanaan mencakup kegiatan: (1) Dosen merancang skenario pembelajaran DKV Lanjut I dengan langkahlangkah sebagai berikut: (a) Dosen memberikan apersepsi dengan menggali pengalaman mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan masalah DKV, (b) Dosen memberi materi pelajaran dengan memberikan contoh-contoh karya DKV dari berbagai periode zaman serta menyampaikan konsep penciptaan yang melatar belakangi lahirnya karya-karya tersebut, (c) Dosen menjelaskan paradigma lateral thinking dengan menggunakan pendekatan brainstorming, semantic interpretation dan permainan tangram, (d) Mahasiswa melakukan eksplorasi ide, teknis dan media dalam menciptakan karya DKV dengan menggunakan berbagai pendekatan yang teIah disampaikan, (e) Dosen bersama mahasiswa membahas hasil ekspIorasi yang telah dilakukan mahasiswa, (f) Pengumpulan karya DKV mahasiswa untuk dievaluasi dan dianaIisis sebagai bagian pertimbangan tingkat keberhasilan siklus 1; (2) Dosen menyusun rencana program pembelajaran (RPP) untuk 8 minggu atau setengah semester; dan (3) Dosen membuat media pembelajaran yang memuat contoh-contoh. karya DKV yang inovatif proses kreatif yang dilakukan oleh desainer, konsep penciptaan karya DKV serta media lain yang dapat menunjang materi pembelajaran. Tahap Pelaksanaan dilakukan dengan mengadakan pembelajaran (3 kali tatap muka yang masing-masing 3 x 50 menit) sesuai dengan skenario dan RPP mata kuliah DKV Lanjut I dengan menggunakan metode yang telah disusun oleh peneliti. Pada siklus I ini pembelajaran dilakukan oleh dosen pengampu, sedangkan peneliti melakukan observasi terhadap proses pembelajaran dan wawancara kepada mahasiswa setelah pembelajaran berakhir. Tahap Observasi dilakukan oleh peneliti dengan mengamati proses pembelajaran (aktivitas dosen dan mahasiswa). Observasi diarahkan pada poin-poin dalam 77
pedoman yang telah disiapkan. Selain itu untuk memperoleh data yang akurat, peneliti juga melakukan wawancara dengan para mahasiswa mengenai poin-poin tertentu. Tahap Analisis dan Refleksi, dilakukan oleh peneliti dan dosen pengampu dengan cara menganalisis hasil karya mahasiswa, hasil observasi, dan wawancara. Dengan demikian analisis dilakukan terhadap proses dan hasiI pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis tersebut akan diperoleh kesimpulan bagian atau metode yang perIu diperbaiki atau disempurnakan dan bagian yang teIah memenuhi target. Kualitas proses pembelajaran dinyatakan mengalami perbaikan apabila semakin banyak mahasiswa yang menunjukkan semangat dan ketertarikan untuk melakukan eksplorasi kreatif (pada tindakan terakhir minimal mencapai 70% mahasiswa). Adapun ukuran ketercapaian indikator penelitian dikaitkan dengan jawaban dan pertanyaan: (1) Sudah adakah peningkatan keaktifan mahasiswa dalam menerima materi perkuliahan (konsep-konsep penciptaaan karya DKV)? Peningkatan keaktifan mahasiswa dalam menerima materi perkuliahan ditandai dengan semakin banyaknya mahasiswa yang menyampaikan gagasan penciptaan karyanya secara interaktif dalam perkuliahan; (2) Sudah adakah peningkatan motivasi mahasiswa untuk melakukan eksplorasi dalam penciptaan karya DKV? Peningkatan motivasi dalam eksplorasi ditandai oleh semakin banyaknya mahasiswa yang menemukan teknik, media dan bentuk baru daIam menciptakan karya DKV; (3) Sudah adakah peningkatan motivasi mahasiswa untuk menerobos dan keluar dari konvensi-konvensi lama atau tren dalam DKV? Peningkatan motivasi untuk keluar dari konvensi-konvensi lama dan tren ditandai oleh semakin banyaknya ide penciptaan yang bersifat individu, sehingga keberagaman karya lebih tampak; dan (4) Sudah adakah peningkatan rasa percaya diri mahasiswa terhadap kemampuannya menciptakan karya DKV? Peningkatan rasa percaya diri mahasiswa ditandai oleh semakh banyaknya karya mahasiswa yang inovatif, baru, dan segar.
Pada tindakan (siklus) terakhir, jumlah masing-masing indikator harus mencapai minimal 70% dari jumlah mahasiswa yang mengikuti mata kuliah DKV Lanjut I. Dengan demikian tujuan peneIitian dinyatakan tercapai jika ketiga indikator tersebut telah mencapai minimaI 70 %. 2. Rancangan SikIus 2 dan 3 Pada siktus 2 dan 3 perencanaan tindakan dikaitkan dengan hasil yang telah dicapai pada tindakan dalam siklus I sebagai upaya perbaikan dari sikIus tersebut dengan materi pembelajaran sesuai kurikulum sehingga pelaksanaan penelitian ini tidak mengganggu jadwal perkuliahan. Karena tujuannya meningkatkan kreativitas ide penciptaan karya DKV, maka sebelum melaksanakan siklus ke-2, strategi pembelajaran yang diterapkan pada siklus 1 jika dinilai belum efektif, maka perlu diadakan revisi untuk diberikan lagi kepada mahasiswa. Demikian halnya dengan siklus 3 yang perbaikan tindakannya dikaitkan dengan tindakan pada siklus 2 dan seterusnya, termasuk perwujudan tahap pelaksanaan, observasi dan interpretasi, serta analisis dan refleksi yang juga mengacu pada siklus sebelumnya.
78
PAEDAGOGIA, Jilid 13, Nomor 1, Februari 2010, halaman 70 - 83
HASILDAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Siklus I Tahap pelaksanaan tindakan berupa pembelajaran kreativitas mencipta karya desain kemasan dengan pendekatan lateral thinking, ddilakukan dalam waktu 3 kali tatap muka yang setiap tatap muka menggunakan waktu 3 x 50 menit. Pada pertemuan pertama diawali dengan pemberian apersepsi berupa tanya-jawab tentang karya DKV berupa desain kemasan (packaging). Setelah melakukan apersepsi, kemudian dosen memberikan contoh-contoh packaging berbagai produk komersil, seperti makanan, minuman, dan kosmetik. Dari contoh-contoh tersebut, selanjutnya mahasiswa diminta untuk mengamati desain kemasan tersebut ini berbagai aspek, seperti bahan, konstruksi, patern, tipografi, ilustrasi, warna, layout maupun desain secara keluruhan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dapat dikemukakan hal-hal berikut: (1) mahasiswa yang kurang aktif menerima materi perkuliahan (konsep-konsep penciptaan karya DKV dalam hal ini packaging) sejumlah 60%. Pada umumnya mahasiswa masih kurang berani mengungkapkan gagasannya dalam mencipta karya desain; (2) SejumIah 50 % mahasiswa belum melakkan eksplorasi dalam penciptaan karya DKV (packaging). Hal ini ditunjukkan oleh karya-karya yang hanya baik pada bentuk globalnya tanpa mempertimbangkan aspek visual lainnya, tetapi ada pula yang mampu membuat bentuk global berikut tipografi, ilustrasi, warna dengan pertimbangan komposisi yang baik; (3) Sejumlah 40 % mahasiswa belum bisa keluar dari tren dalam melakukan eksplorasi ide, teknis maupun visuliisasi, umumnya mahasiswa masih terjebak pada bentuk-bentuk desain yaag sudah beredar di pasaran; dan (4) Sejumlah 55% mahasiswa belum merasa percaya diri terhadap kemampuannya menciptakan karya DKV. Berdasarkan dengan hasil observasi peneliti berupaya menggali faktor penyebab fenomena tersebut, kemudian melakukan refleksi. Adapun hasilnya sebagai berikut: (1) Mahasiswa belum berani mengungkapkan gagasannya dalam mencipta karya desain karena kurang memahami konsep-konsep DKV. Hal ini akan diperbaiki dengan menerangkan dan memberi contoh yang lebih tepat pada pembelajaran berikutnya, (2) Mahasiswa belum melakukan eksplorasi secara maksimal karena kurang memahami konsep lateral thinking. Hal ini ini diperbaiki dengan menerangkan konsep lateral thinking dan memberi contoh karya yang Iebih tepat pada pembelajaran berikutnya, (3) Mahasiswa belum bisa keluar dari tren desain yang sudah ada dipasaran karena minimnya referensi dan kurangnya keberanian mencoba kemungkinan baru. Hal ini akan diperbaiki dengan memberi contoh referensi karya DKV yang beragam serta memberikan suasana pembelajaran yang lebih bebas pada pembelajaran berikutnya, (4) MaMargana, Penggunaan Metode Lateral Thinking ...
hasiswa belum merasa percaya diri terhadap kemampuannya mencipta karya desain karena melihat karya yang diciptakannya kurang kreatif. Hal ini akan diperbaiki dengan memberi motivasi dan latihan-latihan yang menyenangkan pada pembelajaran berikutnya. 2. PeIaksanaan Siklus II Tahap pelaksanaan tindakan yang berupa pembelajaran kreativitas mencipta karya desain poster dengan pendekatan lateral thinking dilakukan dalam waktu 2 kali tatap muka yang setiap tatap muka menggunakan waktu 3 x 50 menit. Pada pertemuan pertama diawali dengan pemberian apersepsi berupa tanya jawab tentang karya DKV berupa desain poster. Setelah melakukan apersepsi, kemudian dosen memberikan contob-contoh poster berbagai produk komersi1 maupun produk layanan masyarakat. Dari contoh-contoh yang diberikan, selanjutnya mahasiswa diminta untuk mengamati desain poster tersebut dari berbagai aspek seperti tipografi, ilustrasi, warna, copywriting, layout maupun desain secara keseluruhan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dapat dikemukakan hal-hal berikut ini: (1) Sebanyak 30% mahasiswa belum aktif menerima materi perkuliahan (konsep-konsep penciptaan desain poster) umumnya mahasiswa masih kurang berani mengungkapkan gagasannya dalam mencipta karya desain, (2) Sebanyak 40% mahasiswa belum melakukan eksplorasi dalam penciptaan desain poster. Hal ini ditunjukkan oleh karya-karya yang hanya baik pada bentuk globalnya saja tanpa mempertimbangkan aspek visual lainnya, tetetapi ada pula yang mampu membuat bentuk global berikut tipografi, ilustrasi, warna, dan pertimbangan komposisi yang baik, (3) Sebanyak 30% mahasiswa belum bisa keluar dari tren dalam melakukan eksplrasi ide, teknis maupun visualisasi, umumnya mahisiswa masih terjebak pada bentuk-bentuk desain poster yang sudah beredar di pasaran, dan (4) Sebanyak 30% mahasiswa belum merasa percaya diri 79
3. Pelaksanaan Siklus III Tahap pelaksanaan tindakan yang berupa pembelajaran kreativitas mencipta karya desain logo dan maskot dengan pendekatan lateral thinking dilakukan dalam waktu 1 kali dengan waktu 3 x 50 menit. Pertemuan diawali dengan pemberian apersepsi berupa tanya-jawab tentang karya DKV berupa desain logo dan maskot. Setelah melakukan apersepsi, kemudian dosen memberikan contoh-contoh desain logo dan maskot dari berbagai instansi maupun event. Dari contoh-contoh yang diberikan, selanjutnya mahasiswa diminta untuk mengamati desain logo tersebut dari berbagai aspek, seperti tipografi, warna, komposisi maupun simbol-simbol visual desain secara keseluruhan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan pada siklus ketiga dapat dikemukakan halhal berikut ini: (1) SejumIah 25% mahasiswa belum aktif menerima materi perkuliahan (konsep-konsep penciptaan karya DKV dalam membuat Iogo atau maskot. Pada umumnya mahasiswa masih kurang berani mengungkapkan gagasannya dalam mencipta karya desain, (2) Sejumlah 30% mahasiswa belum melakukan eksplorasi dalam
penciptaan karya logo atau maskot, hal ini ditunjukkan oIeh karya-karya yang hanya baik pada bentuk globalnya tetapi aspek visuaI lainnya kurang namun ada pula yang mampu membuat bentuk gIobd berikut tipogafi, ilustrasi, warna, dan pertimbangan komposisi yang baik, (3) Sejumlah 25% mahasiswa belum bisa keluar dari tren dalam melakukan eksplorasi ide, teknis maupun visualisasi umumnya mahasiswa masih terjebak pada bentuk-bentuk desain logo atau maskot yang sudah beredar di pasaran, dan (4) SejumIah 25% mahasiswa belum merasa percaya diri terhadap kemmpuannya menciptakan karya desain logo atau maskot. Berkaitan dengan hasil observasi, peneliti berupaya menggaIi faktor penyebab fenomena tersebut, kemudian melakukan refleksi Adapun hasilnya sebagai berikut: (1) Mahasiswa belum berani mengungkapkan gagasannya dalam mencipta karya desain karena kurang memahami konsep-konsep penciptaan desain logo atau maskot, (2) Mahasiswa belum melakukan eksplorasi secara maksimal karena kurang memahami konsep lateral thinking untuk mencari dan mengkaji sumber penciptaan, (3) Mahasiswa belum bisa keluar dari tren desain logo atau maskot yang sudah ada dipasaran karena minimnya referensi dan takut salah untuk mencoba hal-hal baru, (4) Mahasiswa belum percaya diri terhadap kemampuannya mencipta karya desain logo atau maskot karena merasa karya yang diciptakannya kurang kreatif. Setelah tindakan demi tindakan dilakukan sesuai dengan prosedur penilitian yang ada dapat dikemukakan hasiInya. Hasil penelitian pada dasarnya merupakan jawaban atas permasalahan yang telah dikemukakan. Sebagaimana telah dipaparkan pada bab I bahwa permasalahan pokok penelitian ini adalah kurangnya kreativitas mahasiswa dalam membuat karya DKV. Kekurangan atau keIemahan mahasiswa itu meliputi: (1) kesalahan daIam mempersepsikan proses kreatif penciptaan karya DKV, (2) kesulitan untuk memunculkan karyakarya DKV yang inovatif, (3) tidak memi-
80
PAEDAGOGIA, Jilid 13, Nomor 1, Februari 2010, halaman 70 - 83
terhadap kemampuannya menciptakan desain poster. Berkaitan dengan hasil observasi, peneliti berupaya menggali faktor penyebab fenomena tersebut, kemudian melakukan refleksi. Adapun hasilnya sebagai berikut: (1) Mahasiswa masih beIum jelas memahami konsep-konsep penciptaan poster, (2) Mahasiswa belum melakukan eksplorasi secara maksimal karena kurang memahami konsep lateral thinking khususnya dalam brainstorming, (3) Mahasiswa belum bisa keluar dari tren desain karena masih banyak terpengaruh referansi yang ada dan kurangnya keberanian mencoba kemungkinan baru, (4) Mahasiswa belum memiliki rasa percaya diri terhadap kemampuannya mencipta karya desain poster karena menganggap karya yang diciptakannya masih kurang kreatif.
liki rasa percaya diri. Kurangnya kreativitas mahasiswa tersebut disebabkan oleh (1) cara pandang yang sempit dalam menghadapi berbagai permasalahan DKV dan (2) kurangnya motivasi mahasiswa dalam membuat karya DKV. Pada setiap siklus tindakan telah dikemukakan tahapan hasil penelitian. Uraian berikut ini mengetengahkan hasil penelitian secara lebih ringkas. Sesuai dengan permasalahan kurangnya kreativitas mahasiswa dalam membuat karya DKV dan faktor-faktor penyebabnya, di bawah hi dikemukakan hasil penelitian yang mencakup: (1) motivasi mahasiswa dalam menggali kreativitas ide penciptaan karya DKV, dan (2) kreativitas mahasiswa dalam menciptakan karya DKV yang inovatif . Setelah dilakukan tindakan penelitian, motivasi mahasiswa dalam membuat karya DKV meningkat. Peningkatan motivasi itu terlihat pada (1) meningkatnya aktivitas mahasiswa untuk mencari sumber penciptaan guna mendukung karya desain yang akan dibuat, (2) meningkatnya kesadaran mahasiswa dalam melakukan eksplorasi dengan menciptakan alternatif-alternatif desain, (3) mahasiswa yang meIakukan aktivitas mendesain di luar tugas kuliah semakin banyak. Berdasarkan hasil karya DKV yang diciptakan sebelum tindakan penelitian dapat diketahui bahwa (1) mahasiswa cenderung secara instan menggunakan fasilitas software yang berupa efek-efek, warna maupun font/huruf yang sudah tersedia tanpa memahami karakternya dan kurang melakukan eksplorasi teknis atau visual, (2) mahasiswa masih terkungkung oIeh polapola tren desain yang sudah ada. Sementara itu, dari hasil karya DKV yang dibuat setelah tindakan penelitian dapat diketahui bahwa: (1) mahasiswa lebih bebas menuangkan ide dan tidak terbelenggu oleh tren atau gaya desain yang telah ada, (2) mahasiswa lebih mudah menggali ide-ide yang baru dan segar, (3) mahasiswa dapat membuat karya yang inovatif. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penelitian tindakan kelas terhadap kreativitas Margana, Penggunaan Metode Lateral Thinking ...
mahasiswa dalam membuat karya DKV. Dengan perkataan lain, kreativitas ide penciptaan karya desain mahasiswa meningkat. Melihat pencapaian indikator-indikator penelitian antarsiklus dapat dinyatakan bahwa penapan merode lateral thinking dapat meningkatkan kreativitas ide penciptaan karya desain komunikasi visual para mahasiswa semester VI Prodi Pendidikan Seni Rupa FKIP. Dengan kata lain, kreativitas yang dilakukan dengan pendekatan brainstorming, semantic interpretation, dan permainan tangram menghasilkan karya DKV yang inovatif. Ini menunjukkan berbagai pendekatan berkreasi tersebut berpengaruh terhadap karya yang dihasilkan. Fenomena tersebut dapat dibenarkan jika dikaitkan dengan pemikiran Marianto (2006: 66) yang menyampaikan bahwa penerapan brainstorming dalam berkarya seni dapat membuka cara pandang yang sangat demokratis tanpa pretensi ap pun terhadap setiap ide yang mengalir dan dapat terus memasuki ruang-ruang imajinatif yang tidak pernah terpikirkan sebelumya. Dengan demikian sumber-sumber yang sangat kaya dan beragam tersebut dapat mengilhami berbagai hal seperti teknik, bentuk, ekspresi, visualisasi atau hal-hal yang lebih substansial. Jikt dikaitkan dengan teori semantic interpretation hasil penelitian di atas juga sejalan dengan penelitian Yuliastuti & Wahida (2008: 20) bahwa dengan pendekatan semantic interpretation mahasiswa dapat menciptakan bentuk-bentuk huruf sendiri sesuai dengan karakter produk desain yang dibuat. Hasil penelitian di atas juga sejalan dengan prinsip-prinsip yang dilakukan dalam menjalankan permainan tangram, yaitu dengan bermain dan menikmati permainan pada saat menyusun bangun-bangun tangram, maka seorang pemain mendapatkan berbagai kemungkinan bentuk yang bervariasi dan ruang-ruang imajinatif akan terbuka luas hingga menemukan kreativitas yang luar biasa. Sementara itu, berkenaan dengan upaya meningkatkan motivasi mahasiswa agar lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran Desain Komunikasi VisuaI khusus81
nya kreativitas mencipta, dosen senantiasa berupaya mengefektifkan pengelolaan kelas dengan membongkar cara pandang mahasiswa melalui lateral thinking. Upaya ini dapat dikatakan berhasil, karena partisipasi mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan semakin meningkat. Hal itu antara lain terlihat pada semakin seringnya mahasiswa bertanya pada dosen. Mahasiswa semakin aktif dan dinamis dalam kegiatan pembahasan hasil karya desain yang diciptakannya. Kedinamisan itu terlihat bukan saja dari adanya interaksi antara mahasiswa dan dosen, tetapi juga antarmahasiswa. Selain terlihat pada aspek proses sebagaimana digambarkan di atas, peningkatan mahasiswa juga nyata sekali tampak pada peningkatan aktivitas mereka dalam eksplorasi desain. Peningkatan motivasi dan kinerja mahasiswa tersebut dapat diwujudkan karena dosen berusaha untuk memberi perhatian dan menunjukkan sikap tanggapnya kepada mahasiswa. Dosen terus berupaya memberi penguatan kepada mahasiswa. Dosen senantiasa berupaya menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal. Penerapan metode lateral thinking melalui pendekatan brainstorming, semantic interpretation, dan tangram daiam penciptaan DKV memberikan dampak positif terhadap hasil karya DKV yang diciptakan. Melalui berbagai pendekatan tersebut, mahasiswa lebih bebas menuangkan ide dan tidak terbelenggu oIeh tren atau gaya desain ymg telah ada di pasaran. Mahasiswa lebih bebas melakukan eksplorasi desain. Penerapan berbagai metode tersebut juga tepat jika dikaitkan dengan standar kompetensi mata kuliah DKV Lanjut I Prodi Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS yang mensyaratkan kompetensi mahasiswa mampu melakukan eksplorasi melalui bahan, media, dan alat untuk menciptakan karya DKV yang inovatif. Dalam hal ini mahasiswa lebih mudah menggali ide-ide yang baru dan segar dan dapat membuat karya yang inovatif. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penelitian
82
tindakan kelas terhdap kreativitas mahasiswa dalam membuat karya DKV. Dengan perkataan lain, kreativitas ide penciptaan kaya desain mahasiswa meningkat. KESIMPULAN DAN SARAN Penerapan metode lateral thinking melalui pendekatan brainstorming, semantic interpretation, dan tangram dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa dalam menciptakan karya DKV pada mata kuliah DKV Lanjut I. Peningkatan ini dapat dilihat pada beberapa hal sebagai berikut: (1) peningkatan keaktifan mahasiswa dalam menerima materi perkuliahan tentang konsepkonsep penciptaan karya desain komunikasi visual ini ditunjukkan dari meningkatnya persentase jumlah mahasiswa yang memenuhi kriteria pada indikator tersebut, baik dari siklus I ke siklus I1 maupun dari siklus II ke siklus III. Peningkatan keaktifan menerima materi perkuliahan mengindikasikan adanya peningkatan kualitas proses pembelajaran, (2) peningkatan pembelajaran juga dapat ditunjukkan dari adanya peningkatan persentase mahasiswa yang termotivasi untuk melakukan eksplorasi dalam mencipta karya desain dan keluar dari tren desain yang ada. Bahkan dilihat dari data dokumen karya yang diciptakan, dapat dinyatakan bahwa sejak siklus I motivasi mahasiswa untuk melakukan eksplorasi dan keluar dari tren desain yang ada dalam penciptaan karya DKV, lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelumnya. Hendaknya pembelajaran DKV Lanjut I tidak dilakukan dengan pendekatan tradisional, yaitu memberi tugas berkarya langsung jadi atau pendekatan yang berorientasi pada produk karena hasil yang dicapai tidak akan optimal. Akan tetapi, metode yang perlu dilakukan penerapannya adalah lateral thinking (berpikir lateral) karena metode ini terbukti mampu membongkar cara pandang dan menjadikan berpikir kreatif.
PAEDAGOGIA, Jilid 13, Nomor 1, Februari 2010, halaman 70 - 83
DAFTAR PUSTAKA Bono, Edward De. (1991), Lateral Thinking. Berpikir Lateral. Jakarta: Erlangga,. Ellfers, Joost. (1978). Tangram The Ancient Chinese Shapes Game. New York: Penguin Book. Mapes, James J. (2003). Quantum Leap Thinking. (Diterjemahkan oleh Basuki Heri Winarno). Surabaya: Ikon Teralitera. Marianto, M. Dwi. (2006). Quantum Seni. Semarang: Dahara Prize. Mc Nift, Jean. (1992). Action Research: Principles and Practise. London: Routledge. The Liang Gie. (2003). Filsafat Seni: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: PUBIB. Wahida, Adam. (2008). “Penerapan Metode Berpikir Lateral untuk Meningkatkan Kreativitas Ide Penciptaan Seni Lukis pada Mahasiswa Semester VI Prodi Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS”. Laporan Penelitian PHKA2 PSR JPBS, FKIP UNS. Yuliastuti, MYN. & Wahida, Adam. (2008). “Pendekatan Semantic Interpretation untuk Meningkatkan Kreativitas Mempelajari Typography dalam Mata Kuliah Desain Komunikasi Visual Dasar pada Mahasiswa Semester VI Prodi Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS”. Laporan Penelitian DIPAPNBP FKIP UNS.
Margana, Penggunaan Metode Lateral Thinking ...
83