Mengapa Kita Batuk?
Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks ini melindungi tubuh dari benda-benda asing yang masuk ke saluran napas. Apabila ada sesuatu yang asing di saluran napas maka hal itu dapat terangkat dengan batuk sehingga ini sangat membantu kita untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Namun, bila berlebihan, tentu ini sangat mengganggu. Batuk yang berlebihan ini bermacam-macam penyebabnya. Mulai dari benda asing, kuman, hingga proses alergi. Batuk itu sendiri bisa dibagi dua berdasarkan produktivitas dahaknya, yaitu batuk berdahak maupun batuk kering. Dahak diproduksi oleh kelenjar mukus yang ada di saluran tenggorok. Respons ini muncul ketika ada benda asing sehingga rambut-rambut silia yang ada pada saluran tenggorok dapat membantu benda asing dan mukus terdorong keluar, sekaligus dibantu oleh tekanan dorongan oleh batuk. Bila prosesnya normal maka dahak berhenti Mengapa Kita Batuk ~ 1
diproduksi. Bila masih berlanjut maka harus dipikirkan penyebabnya. Kemungkinan benda asing yang masuk belum berhasil dikeluarkan atau ada mikroorganisme (bakteri atau virus) yang menginfeksi saluran napas atau bisa juga ada reaksi alergi yang terjadi pada saluran napas (biasa terjadi pada asma). Untuk mengetahui penyebab ini maka dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang seperti cek dahak, foto dada, dan lain-lain. Berbeda dengan batuk berdahak, batuk kering jarang disebabkan oleh adanya benda asing dalam saluran napas. Batuk kering sering diakibatkan proses alergi atau bisa juga karena ambang rangsang batuk yang terlalu rendah sehingga bila ada stimulus atau rangsangan sedikit saja dapat mencetuskan batuk. Untuk mengatasi batuk harus diketahui terlebih dahulu penyebabnya. Bila penyebabnya adalah infeksi maka harus diberikan antibiotik yang sesuai. Bila penyebab adalah proses alergi maka antialergi-lah yang diberikan. Sedangkan, untuk gejalanya boleh diberikan obat batuk ekspektoran untuk yang berdahak atau antitusif untuk yang kering. Perlu dicatat bahwa obat batuk berdahak bukan untuk menghilangkan batuknya, melainkan untuk membantu pengeluaran dahak. Hal ini sering disalahpahami oleh pasien. Pasien merasa dahaknya semakin banyak keluar ketika meminum obat ekspektoran.
2 ~ dr. Samuel Pola Karta Sembiring
Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang angka kasusnya cukup tinggi di Indonesia. Bila dibandingkan dengan negara lain, Indonesia termasuk negara yang memiliki banyak penderita tuberkulosis. Kebanyakan kasus ini terjadi pada negara-negara yang berkembang serta negara yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi.1 Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri atau kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini mudah menular lewat udara sehingga penyakit ini sering dikaitkan dengan penyakit paru walaupun sebenarnya kuman ini tidak hanya menyerang paru-paru saja. Kuman yang masuk ke dalam saluran pernapasan tidak langsung menginfeksi individu tersebut. Ada berbagai proses yang terjadi. Tubuh yang memiliki kekebalan atau imunitas yang baik tentu dapat menghalangi perkembangan si kuman. Sebaliknya, bila kekebalan tubuh rendah maka si kuman akan berkembang serta menyerang organ target (dalam hal ini paru-paru).1 Tidak semua orang yang memiliki kontak erat dengan penderita tuberkulosis akan mengidap tuberkulosis paru. Mengapa Kita Batuk ~ 3
Seperti yang telah dijelaskan, bila seseorang yang memiliki imunitas yang kompeten tidak akan mengalami gejala tuberkulosis. Menurut referensi, sekitar 2/ 3 penduduk Indonesia terinfeksi tuberculosis, teetapi dalam fase laten artinya tidak sakit tuberkulosis. Bila sewaktu-waktu seseorang dengan tuberkulosis pasif atau dalam fase laten ini mengalami penurunan kekebalan tubuh (misalnya terkena HIV/AIDS) maka akan muncul gejala-gejala penyakit tuberkulosis. Dengan kata lain, orang tersebut menderita tuberkulosis paru aktif. 1, 2 Daerah pemukiman yang memiliki kepadatan penduduk tinggi serta lingkungan yang tidak sehat atau kumuh diyakini sebagai faktor-faktor kuat yang mendukung tingginya kasus tuberkulosis. Mereka yang tinggal satu rumah dengan penderita tuberkulosis memiliki risiko kuat menderita tuberkulosis sehingga sering disimpulkan semakin banyak orang yang tinggal dalam satu rumah, penyebaran tuberkulosis semakin mudah di dalam lingkungan rumah tersebut.1 Mereka yang memiliki derajat sosioekonomi dan pengetahuan yang rendah lebih sering menderita tuberkulosis karena ini besar kaitannya dengan kebersihan diri serta kekebalan tubuh suatu individu. Maka, tidaklah mengherankan bila negara sedang berkembang memiliki angka kasus tuberkulosis yang tinggi. 1 Tidak memadainya organisasi pelayanan tuberkulosis serta pengobatan kasus tuberkulosis masih menjadi masalah yang cukup serius di negara kita. Beberapa tempat pelayanan pengobatan kurang terakses sebagian masyarakat di daerah 4 ~ dr. Samuel Pola Karta Sembiring
perifer. Edukasi pada penderita tuberkulosis pun sering tidak efektif sehingga banyak penderita tuberkulosis tidak melanjutkan obatnya ketika gejala sudah hilang. Pada akhirnya tuberkulosis kambuh kembali karena pengobatan tidak lengkap. Sebagian yang lain menghentikan pengobatannya sendiri karena tidak tahan dengan efek samping obat.1 Hanya sekitar 10% yang terinfeksi tuberkulosis akan menjadi penderita tuberkulosis. Namun, bila seorang dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian tuberkulosis melalui proses reaktifasi. Tuberkulosis umumnya terjadi pada paru (TB paru). Namun, penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat menyebabkan terjadinya tuberkulosis di luar organ paru (TB ekstra paru). Apabila penyebaran secara masif melalui aliran darah dapat menyebabkan semua organ tubuh terkena (TB milier).1 Penyakit Tuberkulosis di Indonesia Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi.3 Pada 2014 ditemukan jumlah kasus baru tuberkulosis (dibuktikan dengan tes sputum) sebanyak 176.677 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru tuberkulosis yang ditemukan pada 2013 yang sebesar 196.310 kasus. Jumlah Mengapa Kita Batuk ~ 5
kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus baru tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.4 Menurut jenis kelamin, kasus tuberkulosis dengan tes sputum positif pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,5 kali dibandingkan kasus pada perempuan. Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Kep. Bangka Belitung, kasus pada laki-laki hampir dua kali lipat dari kasus pada perempuan. Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ketiga di dunia untuk jumlah kasus tuberkulosis setelah India dan China.3 Gejala Penyakit Tuberkulosis Ada beberapa gejala yang umum diderita oleh penderita tuberkulosis, di antaranya5: 1. Batuk. Batuk biasanya kronis dan berdahak. Pada anak, dahak sulit dikeluarkan. Pada sebagian orang dapat terjadi batuk berdarah. 2. Penurunan berat badan. Gejala ini hampir sering ditemui pada penderita tuberkulosis. Anak dengan tuberkulosis terkadang hanya mengalami penurunan berat badan tanpa adanya batuk. 3. Keringat malam 4. Demam. Biasanya ringan dan sering tidak diketahui sebabnya. 5. Lemah dan lesu 6 ~ dr. Samuel Pola Karta Sembiring
Tuberkulosis tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi juga organ lain, termasuk diantaranya tulang, otak, saluran pencernaan, dan sebagainya sehingga gejala yang ditimbulkan cukup beragam bergantung organ yang terinfeksi. Bagaimana Dokter Menegakkan Diagnosis Tuberkulosis? Penegakan diagnosis tuberkulosis pada anak dan dewasa berbeda sehingga untuk menegakkan diagnosis pada anak tidak sama dengan orang dewasa. Pada anak, para dokter menggunakan sistem skoring TB anak. Kriteria pada system skor ini antara lain2: 1. Ada tidaknya riwayat kontak TB. Misalnya ibu si anak ternyata penderita tuberkulosis atau ada penderita tuberkulosis lain yang cukup dekat dan sering kontak dengan si anak. 2. Uji tuberculin. Hasil dibaca 48–72 jam setelah disuntikkan. 3. Ada tidaknya penurunan berat badan. Gejala ini paling sering. Banyak anak penderita tuberkulosis mengalami penurunan berat badan. Sebagian anak lain mungkin tidak mengalami penurunan berat badan, tetapi tidak menunjukkan peningkatan berat badan yang signifikan atau sulit menaikkan berat badan. 4. Adanya demam yang tidak diketahui penyebabnya. 5. Batuk kronik. Gejala ini tidak selalu dijumpai pada semua anak sehingga gejala ini tidak menjadi gejala pasti tuberkulosis pada anak. 6. Pembesaran kelenjar limfe di leher, ketiak, atau lipat paha. Mengapa Kita Batuk ~ 7
7. 8.
Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, jari. Foto toraks.
Anak-anak sulit mengeluarkan dahak sehingga jarang dilakukan tes sputum atau dahak.2 Pemeriksaan tuberkulosis pada orang dewasa meliputi minimal tes dahak/sputum, foto toraks, dan pemeriksaan darah. Tes dahak dilakukan sebanyak tiga kali dengan metode SPS, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu. Apabila salah satu dari ketiga hasil tes ini positif, berarti terbukti adanya infeksi tuberkulosis. Namun, hasil negatif bukan berarti bebas tuberkulosis. Harus dipastikan lagi melalui hasil foto toraks. Bila hasil foto toraks menunjukkan gambaran infeksi tuberkulosis aktif maka si penderita tetap menjalani pengobatan tuberkulosis walau hasil dahak negatif.2,3 Tes tuberkulin tidak dianjurkan pada orang dewasa karena tidak memberikan makna. Sebab pada negara dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi maka hasil tes tuberkulin tidak membantu. Pemeriksaan penunjang lain seperti PCR, pengambilan cairan pleura, histopatologi jaringan, dan pemeriksaan lainnya kurang rutin dilakukan.3 Pengobatan Tuberkulosis Pengobatan kasus baru tuberkulosis biasanya membutuhkan waktu selama enam bulan. Apabila kasusnya berulang, putus obat atau ada faktor penyulit biasanya memakan waktu yang lebih lama lagi. Untuk itu pengobatan tuberkulosis tidak boleh putus walau gejala mungkin sudah hilang.1,2,3 8 ~ dr. Samuel Pola Karta Sembiring
Pada pengobatan kasus baru, fase pengobatan terbagi dua, yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada intensif (biasanya dua bulan), obat yang dikonsumsi memang lebih banyak. Di akhir fase biasanya dilakukan evaluasi dengan tes sputum maupun foto toraks untuk menentukan pengobatan dilanjutkan ke fase lanjutan atau tetap meneruskan fase intensif (biasanya ditambah satu bulan). Metode ini berbedabeda bergantung kasusnya dan faktor penyulit bila ada.2 Bentuk sediaan obat tuberkulosis ini terbagi dua, yaitu KDT atau Kombinasi Dosis Tetap di mana beberapa obat dikombinasi agar penderita tidak perlu mengonsumsi terlalu banyak obat, dan sedangkan bentuk yang lain ialah kombipak, di mana obat-obat antituberkulosis disediakan terpisah.2,3 Saat ini obat-obat antituberkulosis yang ada antara lain isoniazid, rifampicin, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin (injeksi). Apabila obat-obat ini sudah resisten (kebal) maka pengobatan diulang dari awal dengan menggunakan regimen lini kedua, contohnya seperti amikacin, capreomycin, kanamycin (golongan aminoglikosida), levofloxacin, ciprofloxacin, ofloxacin (golongan fluoroquionolon), ethionamid, prothionamid (golongan thionamide), cycloserine, dan lain-lain.5 Untuk mencegah kekebalan atau resistensi ini, penderita sangat dianjurkan untuk tidak menghentikan pengobatannya. Apabila ada efek samping yang timbul, penderita dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter.
Mengapa Kita Batuk ~ 9
Efek Samping Obat Tuberkulosis Kebanyakan penderita tuberkulosis menghentikan pengobatannya karena tidak tahan dengan efek samping yang ditimbulkan OAT (obat anti tuberkulosis) padahal pengobatan tidak boleh distop. OAT baru boleh distop apabila sesuai perintah dokter.2,3 Efek samping yang sering timbul antara lain2,3: - tidak nafsu makan, mual, sakit perut; - nyeri sendi; - kesemutan hingga rasa terbakar pada kaki; - warna kemerahan pada air seni; - gatal dan kemerahan pada kulit; - tuli; - gangguan keseimbangan; - ikterik; - bingung dan muntah-muntah; - gangguan penglihatan; - purpura (bercak merah pada kulit); dan - kejang. Diharapkan segera berkonsultasi dengan dokter bila efek samping obat muncul. Kepustakaan: 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. 2. Tim Penyusunan Standar Pelayanan Primer. 2013. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta. 10 ~ dr. Samuel Pola Karta Sembiring