MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI
MEMAHAMI
UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi Penyusun Komisi Pemberantasan Korupsi Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia Diterbitkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Agustus 2006 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Memahami untuk membasmi : buku saku untuk memahami tindak pidana korupsi / penyusun Komisi Pemberantasan Korupsi. – Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006. 116 hlm. ; 15 cm ISBN 979-15134-0-6 1. Korupsi (Dalam politik) – Aspek hukum. I. Komisi Pemberantasan Korupsi. 345.023 23
www.kpk.go.id Jl. Veteran III No. 2, Jakarta 10110, Indonesia Telp. (021) 385 7579 Fax. (021) 384 6122 Email.
[email protected] Jl. Ir. H. Juanda No. 36, Jakarta 10110, Indonesia Telp. (021) 352 2546-50 Fax. (021) 352 2625
DAFTAR ISI Kata Pengantar
1
Apa yang Dimaksud dengan Korupsi?
3
Tindak Pidana Korupsi - Korupsi yang terkait dengan Kerugian Keuangan Negara - Korupsi yang terkait dengan Suap-Menyuap - Korupsi yang terkait dengan Penggelapan dalam Jabatan - Korupsi yang terkait dengan Perbuatan Pemerasan - Korupsi yang terkait dengan Perbuatan Curang - Korupsi yang terkait dengan Benturan Kepentingan dalam Pengadaan - Korupsi yang terkait dengan Gratifikasi
6 8 14 40 52 60 74 78
Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi
82
Pasal-pasal tentang Tindak Pidana Korupsi
96
Pasal-pasal tentang Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi
108
Ada Korupsi, Laporkan!
114
KATA PENGANTAR Pada tahun 2005, menurut data Pacific Economic and Risk Consultancy, Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara terkorup di Asia. Jika dilihat dalam kenyataan sehari-hari korupsi hampir terjadi di setiap tingkatan dan aspek kehidupan masyarakat. Mulai dari mengurus Ijin Mendirikan Bangunan, proyek pengadaan di instansi pemerintah sampai proses penegakan hukum. Tanpa disadari, korupsi muncul dari kebiasaan yang dianggap lumrah dan wajar oleh masyarakat umum. Seperti memberi hadiah kepada pejabat/pegawai negeri atau keluarganya sebagai imbal jasa sebuah pelayanan. Kebiasaan itu dipandang lumrah dilakukan sebagai bagian dari budaya ketimuran. Kebiasaan koruptif ini lama-lama menjadi bibit-bibit korupsi yang nyata. Kebiasaan berperilaku koruptif yang terus berlangsung di kalangan masyarakat salah satunya disebabkan karena masih sangat kurangnya pemahaman mereka terhadap pengertian korupsi. Selama ini, kosa kata korupsi sudah populer di Indonesia. Hampir semua orang pernah mendengar kata korupsi. Dari mulai rakyat di pedalaman, mahasiswa, pegawai negeri, orang swasta, aparat penegak hukum sampai pejabat negara. Namun jika ditanyakan kepada mereka apa itu korupsi, jenis perbuatan apa saja yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi? Hampir dipastikan sangat sedikit yang dapat menjawab secara benar tentang bentuk/jenis korupsi sebagaimana dimaksud oleh undang-undang. Pengertian korupsi sebenarnya telah dimuat secara tegas untuk pertama kalinya di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagian besar pengertian korupsi di dalam undang-undang tersebut dirujuk dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lahir sebelum negara ini merdeka. Selanjutnya, rumusan-rumusan korupsi tersebut dimuat lagi di dalam Undang-Undang Nomor 31 1
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Tahun 1999 yang kemudian dipertegas lagi di dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001. Namun, sampai dengan saat ini pemahaman masyarakat terhadap pengertian korupsi masih sangat kurang. Menjadi lebih memahami pengertian korupsi juga bukan sesuatu hal yang mudah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi, kebiasaan berperilaku koruptif yang selama ini dianggap sebagai hal yang wajar dan lumrah dapat dinyatakan sebagai tindak pidana korupsi. Seperti pemberian gratifikasi (pemberian hadiah) kepada penyelenggara negara dan berhubungan dengan jabatannya, jika tidak dilaporkan ke KPK dapat menjadi salah satu bentuk tindak pidana korupsi. Mengetahui bentuk/jenis perbuatan yang bisa dikategorikan sebagai korupsi adalah upaya dini untuk mencegah agar seseorang tidak melakukan korupsi. Buku ini sengaja diterbitkan dengan tujuan agar masyarakat dapat memahami dengan lebih mudah dan lebih tepat tentang bentuk/jenis korupsi sebagaimana dimaksud oleh undang-undang. Format buku ini dibuat dalam bentuk Buku Saku agar mudah dibawa sehingga setiap saat kita semua bisa memahami perbuatan yang harus kita hindari, yaitu korupsi. Salam Anti Korupsi. Pimpinan KPK
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
2
APA YANG DIMAKSUD DENGAN KORUPSI? Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut perinciannya adalah sebagai berikut: 1) Pasal 2; 2) Pasal 3; 3) Pasal 5 ayat (1) huruf a; 4) Pasal 5 ayat (1) huruf b; 5) Pasal 5 ayat (2); 6) Pasal 6 ayat (1) huruf a; 7) Pasal 6 ayat (1) huruf b; 8) Pasal 6 ayat (2); 9) Pasal 7 ayat (1) huruf a; 10) Pasal 7 ayat (1) huruf b; 11) Pasal 7 ayat (1) huruf c; 12) Pasal 7 ayat (1) huruf d; 13) Pasal 7 ayat (2); 14) Pasal 8; 15) Pasal 9; 16) Pasal 10 huruf a; 17) Pasal 10 huruf b; 18) Pasal 10 huruf c; 19) Pasal 11; 20) Pasal 12 huruf a; 21) Pasal 12 huruf b; 22) Pasal 12 huruf c; 3
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
23) 24) 25) 26) 27) 28) 29) 30)
Pasal 12 huruf d; Pasal 12 huruf e; Pasal 12 huruf f; Pasal 12 huruf g; Pasal 12 huruf h; Pasal 12 huruf i; Pasal 12 B jo. Pasal 12 C; dan Pasal 13.
Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Kerugian keuangan negara: - Pasal 2 - Pasal 3 2. Suap-menyuap: - Pasal 5 ayat (1) huruf a - Pasal 5 ayat (1) huruf b - Pasal 13 - Pasal 5 ayat (2) - Pasal 12 huruf a - Pasal 12 huruf b - Pasal 11 - Pasal 6 ayat (1) huruf a - Pasal 6 ayat (1) huruf b - Pasal 6 ayat (2) - Pasal 12 huruf c - Pasal 12 huruf d 3. Penggelapan dalam jabatan: - Pasal 8 - Pasal 9 - Pasal 10 huruf a - Pasal 10 huruf b - Pasal 10 huruf c 4. Pemerasan: - Pasal 12 huruf e - Pasal 12 huruf g - Pasal 12 huruf f
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
4
5. Perbuatan curang: - Pasal 7 ayat (1) huruf a - Pasal 7 ayat (1) huruf b - Pasal 7 ayat (1) huruf c - Pasal 7 ayat (1) huruf d - Pasal 7 ayat (2) - Pasal 12 huruf h 6. Benturan kepentingan dalam pengadaan: - Pasal 12 huruf i 7. Gratifikasi: - Pasal 12 B jo. Pasal 12 C Selain definisi tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan di atas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jenis tindak pidana lain itu tertuang pada Pasal 21, 22, 23, dan 24 Bab III UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi terdiri atas: 1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi: - Pasal 21 2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar: - Pasal 22 jo. Pasal 28 3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka - Pasal 22 jo. Pasal 29 4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu: - Pasal 22 jo. Pasal 35 5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu: - Pasal 22 jo. Pasal 36 6. Saksi yang membuka identitas pelapor: - Pasal 24 jo. Pasal 31
5
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
TINDAK PIDANA KORUPSI
7
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
KORUPSI YANG TERKAIT DENGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA Pasal 2 Pasal 3
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
8
MELAWAN HUKUM UNTUK MEMPERKAYA DIRI DAN DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada masuknya kata “dapat” sebelum unsur “merugikan keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk yang paling banyak digunakan untuk memidana koruptor. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Setiap orang; 2. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi; 3. Dengan cara melawan hukum; 4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. 9
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
10
MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN UNTUK MENGUNTUNGKAN DIRI SENDIRI DAN DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi yang ada pada Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan terletak pada masuknya kata “dapat” sebelum unsur “merugikan keuangan/perekonomian negara” pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat ini, pasal ini termasuk yang paling banyak digunakan untuk memidana koruptor. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Setiap orang; 2. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi; 3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana 4. Yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan; 5. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 11
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
12
13
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
KORUPSI YANG TERKAIT DENGAN SUAP - MENYUAP Pasal 5 ayat (1) huruf Pasal 5 ayat (1) huruf Pasal 13 Pasal 5 ayat (2) Pasal 12 huruf a Pasal 12 huruf b Pasal 11 Pasal 6 ayat (1) huruf Pasal 6 ayat (1) huruf Pasal 6 ayat (2) Pasal 12 huruf c Pasal 12 huruf d
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
a b
a b
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
14
MENYUAP PEGAWAI NEGERI ADALAH KORUPSI
[1]
Rumusan korupsi pada Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 209 ayat (1) angka 1 KUHP, yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Setiap orang; 2. Memberi sesuatu atau menjanjikan sesuatu; 3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara; 4. Dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya sehing ga bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. .... 15
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
16
MENYUAP PEGAWAI NEGERI ADALAH KORUPSI
[2]
Rumusan korupsi pada Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 209 ayat (1) angka 2 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 5 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Setiap orang; 2. Memberi sesuatu; 3. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara; 4. Karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Pasal 5 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. ..... b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. 17
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
18
MEMBERI HADIAH KEPADA PEGAWAI NEGERI KARENA JABATANNYA ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 berasal dari Pasal 1 ayat (1) huruf d UU No. 3 Tahun 1971 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian diubah rumusannya pada UU No. 31 Tahun 1999. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Setiap orang; 2. Memberi hadiah atau janji; 3. Kepada pegawai negeri; 4. Dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.
Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 19
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
20
PEGAWAI NEGERI MENERIMA SUAP ADALAH KORUPSI [1] Rumusan korupsi pada Pasal 5 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 adalah rumusan tindak pidana korupsi baru yang dibuat pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Menerima pemberian atau janji ; 3. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b.
Pasal 5 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. ... b. ... (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 21
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
22
PEGAWAI NEGERI MENERIMA SUAP ADALAH KORUPSI [2] Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf a UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 419 angka 1 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Menerima hadiah atau janji; 3. Diketahuinya bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; 4. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkannya agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b. ... 23
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
24
PEGAWAI NEGERI MENERIMA SUAP ADALAH KORUPSI [3] Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf b UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 419 angka 2 KUHP, yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Menerima hadiah; 3. Diketahuinya bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; 4. Patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Pasal 12 huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) a. .... b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; c. ... 25
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
26
PEGAWAI NEGERI MENERIMA HADIAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN JABATANNYA ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 418 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Menerima hadiah atau janji; 3. Diketahuinya; 4. Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya dan menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. 27
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
28
MENYUAP HAKIM ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 210 ayat (1) angka 1 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 6 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Setiap orang; 2. Memberi atau menjanjikan sesuatu; 3. Kepada hakim; 4. Dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau b. .... 29
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
30
MENYUAP ADVOKAT ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 210 ayat (1) angka 2 KUHP, yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 6 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Setiap orang; 2. Memberi atau menjanjikan sesuatu; 3. Kepada advokat yang menghadiri sidang pengadilan; 4. Dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
Pasal 6 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. ... b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. 31
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
32
HAKIM & ADVOKAT MENERIMA SUAP ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi yang ada pada Pasal 6 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 420 ayat (1) angka 1 dan angka 2 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 6 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Hakim atau advokat; 2. Yang menerima pemberian atau janji; 3. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a atau huruf b.
Pasal 6 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : (2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 33
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
34
HAKIM MENERIMA SUAP ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf c UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 420 ayat (1) angka 1 KUHP, yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Hakim; 2. Menerima hadiah atau janji; 3. Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.
Pasal 12 huruf c UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) b. ... c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; d. ... 35
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
36
ADVOKAT MENERIMA SUAP ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf d UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 420 ayat (1) angka 2 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Advokat yang menghadiri sidang di pengadilan; 2. Menerima hadiah atau janji; 3. Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
Pasal 12 huruf d UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) c. ..... d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili; e. .... 37
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
38
39
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
KORUPSI YANG TERKAIT DENGAN PENGGELAPAN DALAM JABATAN Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 huruf a Pasal 10 huruf b Pasal 10 huruf c
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
40
PEGAWAI NEGERI MENGGELAPKAN UANG ATAU MEMBIARKAN PENGGELAPAN ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 8 UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 415 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terusmenerus atau untuk sementara waktu; 2. Dengan sengaja; 3. Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu dalam melakukan perbuatan itu; 4. Uang atau surat berharga; 5. Yang disimpan karena jabatannya.
Pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. 41
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
42
PEGAWAI NEGERI MEMALSUKAN BUKU UNTUK PEMERIKSAAN ADMINISTRASI ADALAH KORUPSI Pasal 9 UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 416 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terusmenerus atau untuk sementara waktu; 2. Dengan sengaja; 3. Memalsu; 4. Buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. 43
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
44
PEGAWAI NEGERI MERUSAKKAN BUKTI ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 10 huruf a UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 417 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 10 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu; 2. Dengan sengaja; 3. Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai; 4. Barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang; 5. Yang dikuasainya karena jabatan.
Pasal 10 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau b. ... 45
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
46
PEGAWAI NEGERI MEMBIARKAN ORANG LAIN MERUSAKKAN BUKTI ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 10 huruf b UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 417 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 10 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terusmenerus atau untuk sementara waktu; 2. Dengan sengaja; 3. Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai; 4. Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut pada Pasal 10 huruf a.
Pasal 10 huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: a. ... b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau c. ... 47
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
48
PEGAWAI NEGERI MEMBANTU ORANG LAIN MERUSAKKAN BUKTI ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 10 huruf c UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 417 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 10 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terusmenerus atau untuk sementara waktu; 2. Dengan sengaja; 3. Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai; 4. Barang, akta, surat, atau daftar sebagaimana disebut pada Pasal 10 huruf a.
Pasal 10 huruf c UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: b. ... c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut. 49
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
50
51
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
KORUPSI YANG TERKAIT DENGAN PERBUATAN PEMERASAN Pasal 12 huruf e Pasal 12 huruf g Pasal 12 huruf f
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
52
PEGAWAI NEGERI MEMERAS ADALAH KORUPSI
[1]
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain; 3. Secara melawan hukum; 4. Memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya; 5. Menyalahgunakan kekuasaan.
Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): d. ... e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; f. ... 53
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
54
PEGAWAI NEGERI MEMERAS ADALAH KORUPSI
[2]
Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf g UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 425 angka 2 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Pada waktu menjalankan tugas; 3. Meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang; 4. Seolah-olah merupakan utang kepada dirinya; 5. Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
Pasal 12 huruf g UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): f. .... g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; h. .... 55
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
56
PEGAWAI NEGERI MEMERAS PEGAWAI NEGERI YANG LAIN ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf f UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 425 angka 1 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Pada waktu menjalankan tugas; 3. Meminta, menerima, atau memotong pembayaran; 4. Kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum; 5. Seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum mempunyai utang kepadanya; 6. Diketahuinya bahwa hal tersebut bukan merupakan utang.
Pasal 12 huruf f UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) e. ..... f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; g. .... 57
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
58
59
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
KORUPSI YANG TERKAIT DENGAN PERBUATAN CURANG Pasal 7 ayat (1) huruf Pasal 7 ayat (1) huruf Pasal 7 ayat (1) huruf Pasal 7 ayat (1) huruf Pasal 7 ayat (2) Pasal 12 huruf h
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
a b c d
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
60
PEMBORONG BERBUAT CURANG ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf a UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 387 ayat (1) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pemborong, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan; 2. Melakukan perbuatan curang; 3. Pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan; 4. Yang dapat membahayakan keamanan orang atau keamanan barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang.
Pasal 7 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah): a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; b. .... 61
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
62
PENGAWAS PROYEK MEMBIARKAN PERBUATAN CURANG ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 387 ayat (2) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pengawas bangunan atau pengawas penyerahan bahan bangunan; 2. Membiarkan dilakukannya perbuatan curang pada waktu membuat bangunan atau menyerahkan bahan bangunan; 3. Dilakukan dengan sengaja; 4. Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf a.
Pasal 7 ayat (1) huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah): a. ..... b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. .... 63
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
64
REKANAN TNI/POLRI BERBUAT CURANG ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf c UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 388 ayat (1) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian diubah/dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Setiap orang; 2. Melakukan perbuatan curang; 3. Pada waktu menyerahkan barang keperluan TNI dan atau Kepolisian Negara RI; 4. Dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
Pasal 7 ayat (1) huruf c UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 :
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh Juta rupiah): b. ..... c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau d. ..... 65
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
66
PENGAWAS REKANAN TNI/POLRI MEMBIARKAN PERBUATAN CURANG ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (1) huruf d UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 388 ayat (2) KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 7 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian diubah/dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI dan atau Kepolisian Negara RI; 2. Membiarkan perbuatan curang (sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf c); 3. Dilakukan dengan sengaja.
Pasal 7 ayat (1) huruf d UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 :
(1)
67
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah): c. ..... d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c. Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
68
PENERIMA BARANG TNI/POLRI MEMBIARKAN PERBUATAN CURANG ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 7 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2001 adalah rumusan tindak pidana korupsi baru yang dibuat pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan TNI dan atau Kepolisian Negara RI; 2. Membiarkan perbuatan curang; 3. Sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) huruf a atau huruf c.
Pasal 7 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : (2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 69
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
70
PEGAWAI NEGERI MENYEROBOT TANAH NEGARA SEHINGGA MERUGIKAN ORANG LAIN ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf h UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 425 angka 3 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Pada waktu menjalankan tugas menggunakan tanah negara yang di atasnya ada hak pakai; 3. Seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 4. Telah merugikan yang berhak; 5. Diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12 huruf h UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah): g. .... h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau i. .... 71
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
72
73
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
KORUPSI YANG TERKAIT DENGAN
BENTURAN KEPENTINGAN DALAM PENGADAAN Pasal 12 huruf i
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
74
PEGAWAI NEGERI TURUT SERTA DALAM PENGADAAN YANG DIURUSNYA ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf i UU No. 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 435 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU No. 3 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Dengan sengaja; 3. Langsung atau tidak langsung turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan; 4. Pada saat dilakukan perbuatan untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
Pasal 12 huruf i UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) h. ..... i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. 75
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
76
77
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
KORUPSI YANG TERKAIT DENGAN GRATIFIKASI Pasal 12 B jo. Pasal 12 C
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
78
PEGAWAI NEGERI MENERIMA GRATIFIKASI DAN TIDAK LAPOR KPK ADALAH KORUPSI Rumusan korupsi pada Pasal 12 B UU No. 20 Tahun 2001 adalah rumusan tindak pidana korupsi baru yang dibuat pada UU No. 20 Tahun 2001. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Pegawai negeri atau penyelenggara negara; 2. Menerima gratifikasi; 3. Yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya; 4. Penerimaan gratifikasi tersebut tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi. Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. (2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 12 C UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. (3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. (4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
79
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
80
81
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI
MERINTANGI PROSES PEMERIKSAAN PERKARA KORUPSI Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 21 merupakan bentuk pemidanaan yang dimuat pada UU No. 31 Tahun 1999. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk tindak pidana menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Setiap orang; 2. Dengan sengaja; 3. Mencegah, merintangi atau menggagalkan; 4. Secara langsung atau tidak langsung; 5. Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi.
Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). 83
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
84
TERSANGKA TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN MENGENAI KEKAYAANNYA Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 28 UU No. 31 Tahun 1999. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk tindak pidana menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Tersangka; 2. Dengan sengaja; 3. Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu; 4. Tentang keterangan harta bendanya atau harta benda isteri/suaminya atau harta benda anaknya atau harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui atau patut diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka.
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Pasal 28 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberi keterangan terhadap seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka. 85
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
86
BANK YANG TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN REKENING TERSANGKA Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 29 UU No. 31 Tahun 1999. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk tindak pidana menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Orang yang ditugaskan oleh Bank; 2. Dengan sengaja; 3. Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Pasal 29 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : (1) Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa. (2) Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (3) Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap. (4) Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi. (5) Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup, atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim, bank pada hari itu juga mencabut pemblokiran. 87
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
88
SAKSI ATAU AHLI YANG TIDAK MEMBERI KETERANGAN ATAU MEMBERI KETERANGAN PALSU Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 ini harus dikaitkan dengan Pasal 35 UU No. 31 Tahun 1999. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk tindak pidana menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Saksi atau ahli; 2. Dengan sengaja; 3. Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang isinya palsu.
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 : Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Pasal 35 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: (1) Setiap orang wajib memberikan keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami, anak dan cucu dari terdakwa. (2) Orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diperiksa sebagai saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa. (3) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), mereka dapat memberikan keterangan sebagai saksi tanpa disumpah. 89
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
90
ORANG YANG MEMEGANG RAHASIA JABATAN TIDAK MEMBERIKAN KETERANGAN ATAU MEMBERI KETERANGAN PALSU Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 36 UU No. 31 Tahun 1999. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk tindak pidana menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Orang yang karena pekerjaan, harkat, martabat, atau jabatannya yang diwajibkan menyimpan rahasia; 2. Dengan sengaja; 3. Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang isinya palsu.
Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36, yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Pasal 36 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: Kewajiban memberikan kesaksian sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 35 berlaku juga terhadap mereka yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali petugas agama yang menurut keyakinannya harus menyimpan rahasia. 91
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
92
SAKSI YANG MEMBUKA IDENTITAS PELAPOR Rumusan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi pada Pasal 24 UU No. 31 Tahun 1999 ini harus dikaitkan dengan Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999. Untuk menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk tindak pidana menurut Pasal ini, harus memenuhi unsur-unsur: 1. Saksi; 2. Menyebut nama atau alamat pelapor atau hal-hal lain yang memungkinkan diketahuinya identitas pelapor.
Pasal 24 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (Seratus lima puluh juta rupiah). Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001: (1) Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor. (2) Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan kepada saksi dan orang lain tersebut. 93
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
CATATAN:
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
94
95
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
PASAL-PASAL TENTANG
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UU NO 31 TAHUN 1999 JO. UU NO 20 TAHUN 2001
BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI UU NO 31 TAHUN 1999 JO. UU NO 20 TAHUN 2001 Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Pasal 3 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 5 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai 97
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada peg awai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. (2) Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 6 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menur ut ketentuan peraturan per undangundang an ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (2) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
98
Pasal 7 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah): a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c. (2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). Pasal 8 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan 99
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. Pasal 9 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Pasal 10 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: a. meng gelapkan, menghancurkan, mer usakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau b. m e m b i a r k a n o r a n g l a i n m e n g h i l a n g k a n , menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
100
Pasal 11 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. Pasal 12 Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) a. peg awai negeri atau penyeleng g ara neg ara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b. peg awai negeri atau penyeleng g ara neg ara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau d i s e b a b k a n k a r e n a t e l a h m e l a k u k a n a ta u t i d a k melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengar uhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; d. s e s e o r a n g y a n g m e n u r u t k e t e n t u a n p e r a t u r a n perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah 101
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
e.
f.
g.
h.
i.
atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili; pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, m e m b ay a r, a t a u m e n e r i m a p e m b ay a r a n d e n g a n potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima peker jaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentang an deng an peraturan perundang-undangan; atau pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
102
Pasal 12 B (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. (2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 12 C (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi terebut diterima. (3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. (4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam UndangUndang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 103
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 13 Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap, melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 2 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Catatan: Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 Juli 2006 MENGADILI: - .... - Menyatakan Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
104
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150) sepanjang frasa yang berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘secara melawan hukum’ dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana” tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; ....
-
Ayat (2) Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi. Pasal 3 Kata “dapat” dalam ketentuan ini diartikan sama dengan penjelasan Pasal 2. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan "penyelenggara negara" dalam Pasal ini adalah penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Pengertian "penyelenggara negara" tersebut berlaku 105
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
pula untuk pasal-pasal berikutnya dalam Undang-undang ini. Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Yang dimaksud dengan “advokat” adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
106
Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Pasal 12 B Ayat (1) Yang dimaksud dengan “gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 12 C Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas
107
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
PASAL-PASAL TENTANG
TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DALAM UU NO 31 TAHUN 1999 JO. UU NO 20 TAHUN 2001
BAB III TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU NO 31 TAHUN 1999 JO. UU NO 20 TAHUN 2001 Pasal 21 Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Pasal 22 Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp150.000.000.00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000.00 (enam ratus juta rupiah). Pasal 23 Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429, atau Pasal 430 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Pasal 24 Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) 109
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
tahun dan atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) Pasal 28 Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka. Pasal 29 (1) Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa. (2) Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap. (4) Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi. (5) Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup, atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim, bank pada hari itu juga mencabut pemblokiran. Pasal 31 (1) Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor.
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
110
(2) Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan kepada saksi dan orang lain tersebut. Pasal 35 (1) Setiap orang wajib memberi keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, istri atau suami, anak dan cucu dari terdakwa. (2) Orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat diperiksa sebagai saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa. (3) Tanpa persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), mereka dapat memberikan keterangan sebagai saksi tanpa disumpah. Pasal 36 Kewajiban memberikan kesaksian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 berlaku juga terhadap mereka yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali petugas agama yang menurut keyakinannya harus menyimpan rahasia.
PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas 111
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Ayat (1) Ketentuan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas penyidikan penuntutan, pemberantasan tindak pidana korupsi dengan tetap memperhatikan koordinasi lintas sektoral dengan instansi terkait. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan “rekening simpanan” adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, termasuk penitipan (custodian) dan penyimpanan barang atau surat berharga (safe deposit box). Rekening simpanan yang diblokir adalah termasuk bunga, deviden, bunga obligasi, atau keuntungan lain yang diperoleh dari simpanan tersebut. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pelapor” dalam ketentuan ini adalah orang yang memberi informasi kepada penegak hukum mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
112
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Yang dimaksud dengan “petugas agama” dalam Pasal ini adalah hanya petugas agama Katholik yang dimintakan bantuan kejiwaan, yang dipercayakan untuk menyimpan rahasia.
113
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
ADA KORUPSI, LAPORKAN!
ADA KORUPSI, LAPORKAN! Sekarang, Anda telah mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan korupsi. Kemudian, apabila Anda sudah mengetahui dan mengerti tentang korupsi, lalu kemana dan bagaimana Anda melapor apabila ada korupsi disekitar Anda? Untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan pengaduan/ laporan Anda, yang perlu diperhatikan ketika melaporkan sebuah dugaan korupsi, adalah: 1. Uraikan kejadiannya. Uraikan sedetail mungkin kejadian yang Anda curigai sebagai bentuk perbuatan korupsi. Sebaiknya, uraian dibatasi pada hal-hal yang berdasarkan fakta dan kejadian nyata, hindari hal-hal yang berdasarkan perasaan kebencian, permusuhan atau fitnah. Usahakan keseluruhan uraian dapat menggambarkan SIABIDIBA (siapa, apa, bilamana, di mana, bagaimana) dari kejadian yang dilaporkan. 2. Pilih pasal-pasal yang sesuai. Kemudian cocokkan dengan pasal-pasal yang ada di buku ini, kira-kira pasalpasal mana yang sesuai untuk kejadian tersebut (dapat lebih dari satu pasal) . 3. Penuhi unsur-unsur tindak pidana. Lihat unsur-unsur tindak pidana yang ada di dalam pasal yang sesuai, kemudian pastikan bahwa informasi dalam uraian yang Anda buat dapat memenuhi unsur-unsur dalam pasal tersebut. Semaksimal mungkin dapatkan informasi mengenai setiap unsur yang ada. Apabila terdapat unsur yang tidak bisa anda lengkapi uraiannya, maka jelaskan bahwa unsur tersebut belum dapat dilengkapi. 4. Sertakan bukti awal, bila ada. Apabila ada copy dokumen atau barang lain yang memperkuat uraian kejadian di atas agar disertakan dalam pengaduan/laporan ke KPK. 115
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
5. Sertakan identitas Anda, bila tidak keberatan. Akan sangat baik apabila Anda menyertakan identitas dan alamat atau nomor telepon Anda, sehingga bila KPK masih membutuhkan keterangan tambahan maka Anda akan mudah untuk dihubungi oleh KPK. 6. Kirimkan ke KPK. Apabila urutan 1 s.d 5 telah Anda lakukan maka pengaduan/laporan Anda siap untuk disampaikan kepada KPK. Fokuskan pengaduan/laporan Anda pada korupsi kelas kakap (big fish), bukan yang kelas teri. Pengertian kelas kakap adalah: - Melibatkan orang level tinggi atau yang memiliki pengaruh besar; - Terkait dengan aspek yang strategis/menyangkut hajat hidup orang banyak; atau - Menyangkut nilai uang yang besar.
PENGADUAN DAPAT DISAMPAIKAN MELALUI Surat: Kotak Pos 575, Jakarta 10120 Email:
[email protected] Telepon: (021) 2350 8389 Fax: (021) 352 2623 SMS: 0811 959 575 (0811 959 KPK) 0855 8 575 575 (0855 8 KPKKPK)
KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi
Buku Saku untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi
116
MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI
Apa yang Dimaksud dengan Korupsi? Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasalpasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Kerugian keuangan negara 2. Suap-menyuap 3. Penggelapan dalam jabatan 4. Pemerasan 5. Perbuatan curang 7. Benturan kepentingan dalam pengadaan 8. Gratifikasi Selain bentuk/ jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan di atas, masih ada tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang pada UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu adalah: 1. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi 2. Tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar 3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka 4. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu 5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu 6. Saksi yang membuka identitas pelapor
Uni Eropa