MELAYANI TUHAN DENGAN TULUS! Baca:
1 Tesalonika 2:1-12
“juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasulrasul Kristus.” 1 Tesalonika 2:6 Kata ‘pelayanan’ tidaklah asing di telinga setiap orang Kristen, bahkan hampir semua anak Tuhan kini sudah terlibat dalam pelayanan, tidak hanya melayani di gereja di mana mereka berjemaat, namun kini sudah melangkah ke luar menjangkau jiwa-jiwa yang tinggal di daerah-daerah: desa terpencil, lereng pegunungan atau pedalaman. Pertanyaannya: apa yang menjadi motivasi kita sehingga kita rela berjerih lelah untuk pekerjaan Tuhan? Melalui renungan ini kita diingatkan tentang motivasi kita dalam pelayanan, jangan sampai ada ambisi pribadi atau tendensi mencari pujian, hormat, popularitas, keuntungan untuk diri sendiri. Jangan pula kita mengerjakan tugas pelayanan ini hanya sebatas aktivitas rohani atau rutinitas belaka. Mari kita belajar dan meneladani Rasul Paulus. Melalui suratnya kepada jemaat di Tesalonika, Rasul Paulus menegaskan keberadaannya dalam melayani Tuhan. ia menekankan kembali perihal motivasinya dalam melayani, “…karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.” (ayat 4). Jangan sampai kita melayani Tuhan hanya karena sungkan dengan bapak gembala atau hanya untuk menyenangkan manusia sehingga kita selalu bermulut manis atau berkata yang muluk-muluk. Apa yang dilakukan Paulus?” “…kami tidak pernah bermulut manis-hal itu kamu ketahui-dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi-Allah adalah saksi-” (ayat 5). Hal ini jelas menunjukkan bahwa Rasul Paulus memiliki motivasi yang tulus dalam melayani: tidak mempunyai maksud yang tidak murni, tidak ada tipu daya, bukan untuk menyukakan manusia. Mari harus berhati-hati dalam pelayanan, jangan sampai kita menyampaikan kebenaran Injil tapi kita memiliki motivasi atau ambisi yang tidak benar, “Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia.” (Kisah 24:16). Dipercaya Tuhan untuk dapat melayaniNya dalam anugerah, maka segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan saja. “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.”
Yohanes 3:30
Disadur dari Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2012 –
Kritik Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencanaAmsal 24:16 Suatu kali seorang pemusik muda mengadakan konser perdana, namun setelah konser ia dicela habis-habisan oleh banyak kritikus. Rasa depresi segera melanda pemuda itu. Hingga Jean Sibelius, komposer Finlandia yang terkenal menghiburnya. “Ingat Nak, tidak ada satupun kota di seluruh dunia yang mendirikan patung penghargaan untuk kritikus.” Mungkin kita juga pernah dicela dan dikritik oleh orang di sekitar kita. Apapun yang kita perbuat, sang kritikus siap “bernyanyi” dengan nada-nada sumbang. Tapi saya teringat pada Elvis Presley yang pernah dipecat oleh manajer Grand Ole Opry dengan komentar, “Kamu tidak terkenal, Nak. Sebaiknya kamu kembali menjadi supir truk.” Clint Eastwood juga pernah dipecat dari Universal Pictures hanya karena giginya cuwil. Decca Records pernah menolak 4 pemuda yang gugup ketika bermain untuk rekaman pertamanya. Mereka berkata, “Kami tidak suka mereka. Kelompok gitaris tidak begitu populer.” Keempat pemuda itu adalah The Beatles. Itulah contoh dari orang-orang yang pernah dikritik, dicela bahkan ditolak. Tetapi dari kritik itu, mereka bangkit sehingga hari ini, kita pasti mengenal nama-nama di atas sebagai legenda dalam bidangnya. Mungkin saat ini sebagai karyawan atau usahawan yang baru dalam perintisan, Anda sudah mendapat kritikan. Satu yang bisa saya tulis untuk Anda, “Teruslah maju mencari peluang!” Percayalah Allah sedang mengerjakan rencana hebat untuk pekerjaan Anda. Saatnya kita melihat kritik sebagai dorongan orang lain agar kita tetap bersemangat dan mengembangkan potensi diri. Dari kritikan kita bisa melihat kelemahankelemahan yang mungkin belum kita sadari. Kritik juga melatih
kita menjadi bermental unggul. Jangan lupa juga, seorang tokoh terbesar pun lahir di antara kritikan dan cemooh. Dialah Yesus yang kini telah menebus dosa kita. Ia-lah yang akan menjadi pelatih mental kita agar dapat menggunakan kritik sebagai pemacu untuk meraih kesuksesan. Kritikan adalah satu rahasia kesuksesan. Jangan bunuh suara-suara kritik tetapi peliharalah demi keberhasilan pekerjaan Anda. Tetaplah optimis! Kritik bisa membuat kita melihat kelemahan yang sering belum kita sadari.
Kerendahan Hati: Melepaskan Hak
Belajar
“Orang yang rendah hati akan makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-muji Dia; biarlah hatimu hidup untuk selamanya!” Mazmur 22:27 Daud memiliki hati yang luar biasa. Dia dikenal sebagai orang yang berkenan di hadapan Allah. Hanya dua tokoh di Alkitab yang disebut sebagai yang berkenan di hadapan Allah Bapa, yaitu Daud dan Tuhan Yesus sendiri. Berbagai masalah dilalui oleh Daud dengan penuh penderitaan tetapi juga selalu penuh dengan kemenangan. Kuncinya ada di kerendahan hati yang Daud miliki. Kerendahan hati membuat Tuhan berkenan kepada kita. Dia melihat orang-orang yang rendah hati dan mencurahkan berkatNya bagi mereka. Ada beberapa kejadian yang menimpa Daud, dimana dia menunjukkan kerendahan hatinya dalam masalah yang dia hadapi. Mari kita lihat kisahnya. “Lalu datanglah seseorang mengabarkan kepada Daud, katanya:
“Hati orang Israel telah condong kepada Absalom.” Kemudian berbicaralah Daud kepada semua pegawainya yang ada bersama-sama dengan dia di Yerusalem: “Bersiaplah, marilah kita melarikan diri, sebab jangan-jangan kita tidak akan luput dari pada Absalom. Pergilah dengan segera, supaya ia jangan dapat lekas menyusul kita, dan mendatangkan celaka atas kita dan memukul kota ini dengan mata pedang!” ” 2 Samuel 15:13-14 Absalom melakukan kudeta kepada Daud yang pada saat itu duduk sebagai raja. Sebagai raja, Daud tidak menggunakan kekuasaannya, kekuatannya, massa-nya dan semua sumber daya yang dia miliki untuk melawan, mengalahkan dan menangkap Absalom. Daud bisa saja menang jika dia menggunakan seluruh kekuatan yang dia miliki saat itu. Tetapi Daud justru menyingkir dan “mengalah” dari Absalom. Melihat rajanya menyingkir dari kota, para imam Lewi juga turut serta pergi dengan Raja Daud sambil membawa tabut Allah. Tetapi Daud justru menyuruh mereka untuk kembali ke kota.
“Lalu berkatalah raja kepada Zadok: “Bawalah tabut Allah itu kembali ke kota; jika aku mendapat kasih karunia di mata TUHAN, maka Ia akan mengizinkan aku kembali, sehingga aku akan melihatnya lagi, juga tempat kediamannya. Tetapi jika Ia berfirman, begini: Aku tidak berkenan kepadamu, maka aku bersedia, biarlah dilakukan-Nya kepadaku apa yang baik di mata-Nya.” ” 2 Samuel 15:25-26 Daud tidak memaksakan kehendaknya sendiri agar apa yang dia miliki dapat tetap terus berada di dekatnya. Daud tidak merasa bahwa dia memiliki hak untuk membawa tabut Allah ikut beserta dengan dia. Daud menyadari bahwa segala yang terjadi adalah dengan seijin Tuhan. Hingga dia sanggup berkata bahwa jika Tuhan mengijinkan dia kembali, maka dia pasti akan kembali dan melihat tabut Allah kembali. Bahkan dia juga sanggup berkata bahwa jika
Tuhan tidak mengijinkan dia kembali, maka itulah yang terbaik Tuhan berikan baginya. Sungguh luar biasa sikap yang ditunjukkan oleh Daud. Seberapa banyak dari kita yang selalu ingin memaksakan kehendak kita begitu kita tidak memperoleh apa yang kita inginkan. Apalagi jika hal itu sudah lama kita impi-impikan dan kita rindukan. Sebagian dari kita pasti tidak mau melepaskan apa yang seharusnya menjadi hak kita. Tetapi Daud mengajarkan kita untuk melepaskan apa yang sebenarnya menjadi hak kita. Memang tidak mudah untuk melepaskan apa yang seharusnya menjadi hak kita, apa yang seharusnya kita peroleh dan apa yang seharusnya kita raih. Tetapi ada saat-saat tertentu yang memang Tuhan ijinkan agar kita dapat belajar bahwa kerendahan hati jauh lebih penting dari segala apa yang kita inginkan di dunia ini. Mari kita lihat satu kejadian lagi tidak lama setelah apa yang Daud alami di atas. “Ketika raja Daud telah sampai ke Bahurim, keluarlah dari sana seorang dari kaum keluarga Saul; ia bernama Simei bin Gera. Sambil mendekati raja, ia terus-menerus mengutuk. le=”line-height: 20px;”>Daud dan semua pegawai raja Daud dilemparinya dengan batu, walaupun segenap tentara dan semua pahlawan berjalan di kiri kanannya.” 2 Samuel 16:5-6 “Lalu berkatalah Abisai, anak Zeruya, kepada raja: “Mengapa anjing mati ini mengutuki tuanku raja? Izinkanlah aku menyeberang dan memenggal kepalanya.” Tetapi kata raja: “Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?” Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: “Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya
demikian. Mungkin TUHAN akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk orang itu pada hari ini.” ” 2 Samuel 16:9-12 Mengagumkan sekali sikap yang ditunjukkan oleh Daud pada saat ada orang yang mengutuki dan melempari dia dengan batu. Jika hal ini terjadi pada jaman sekarang dimana ada orang yang menghina secara langsung pemimpin negara dan melemparinya dengan benda-benda keras, kita tentu sudah dapat membayangkan apa yang akan terjadi dengan orang tersebut. Tetapi sekali lagi Daud menunjukkan bahwa dia tidak menggunakan kekuasaannya, posisinya dan haknya sebagai raja untuk menangkap, menghukum atau bahkan menghabisi nyawa orang tersebut. Daud mengerti bahwa tidak ada segala sesuatu yang terjadi tanpa kendali dari Tuhan. Semua yang terjadi adalah seijin Tuhan. Mari kita belajar dari kerendahan hati yang dimiliki oleh Daud. Tidak seharusnya kita mengeraskan hati kita jika ada hal yang terjadi di luar kehendak kita. Belajarlah untuk mengucap syukur untuk keadaan apapun yang terjadi dalam hidup kita. Ketahuilah bahwa ketika kita tertindas dan kita merespon dengan segala kerendahan hati, maka Tuhan akan melihat keberadaan kita. “Sebab beginilah firman Yang Mahatinggi dan Yang Mahamulia, yang bersemayam untuk selamanya dan Yang Mahakudus nama-Nya: “Aku bersemayam di tempat tinggi dan di tempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati, untuk menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati dan untuk menghidupkan hati orang-orang yang remuk.” Yesaya 57:15 Jagalah hati kita untuk tidak cepat bereaksi ketika menghadapi hal-hal yang tidak kita inginkan. Mintalah kekuatan dari Tuhan dan damai sejahteraNya agar tetap melingkupi hidup kita. Dia yang adalah sumber dari segala yang ada di dunia ini akan
memberikan kita kedamaian dan kekuatan untuk menghadapi halhal yang jauh di luar kekuatan kita. Just let it go, surrender to God. Haleluya! Sumber : http://www.pelitahidup.com/2012/03/07/kerendahan-hati-belaja r-melepaskan-hak
MENJABARKAN PEMBANGUNAN JEMAAT
TRILOGI
5-11 Januari 2014 TEMA BULANAN: “Menghadirkan Kerajaan Allah” TEMA MINGGUAN: “Mulailah dengan kebersamaan ” Bahan Alkitab: Mazmur. 133:1-3; IKorintus. 3:1-9 ALASAN PEMILIHAN TEMA Jemaat sebagai orang percaya yang menampakkan persekutuannya dalam kehidupan bergereja dan berjemaat, merupakan kawan sekerja Allah di dunia ini untuk meng¬hadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah melalui pelayanannya dan melalui seluruh aktivitas kehidupannya. Inilah yang sebenarnya merupakan pengertian dari unsur koinonia yang merupakan salah satu dari vvujud dan hakikat Gereja. Persekutuan ini memerlukan suatu suasana yang pada satu pihak di dalamnya tidak ada iri hati, perselisihan, dendam, mencari keuntungan sendiri, mengorbankan orang lain untuk keuntungan diri sendiri dan lain sebagainya, tetapi pada pihak lain memerlukaan adanya kesadaran betapa banyaknya talenta dan karunia yang diberikan kepada masingmasing yang harus digunakan semaksimal mungkin bukan hanya untuk kepentingan dan keperluan kita sebagai manusia tetapi yang terutama adalah bagaimana menggunakannya untuk kemuliaan dan kebesaran nama Tuhan Allah (band. Ibr. 10:24-25). Di dalam persekutuan dan kebersa-maan ini, haruslah nampak persekutuan antara Allah dan manusia sebagaimana yang telah dipulihkan oleh Yesus Kristus sendiri melalui kelahiran-Nya sebagai Putra
Natal. Persekutuan inilah yang harus menjadi dasar dan motivasi bagaimana orang- orang percaya, warga gereja, untuk hidup bersama sebagai satu umat Tuhan, sekaligus bagaimana sebagai umat Tuhan, untuk dapat hidup bersama dengan semua orang lain dari berbagai latar belakang ras, agama, suku, bahasa dan bangsa. Cara hidup seperti nilah yang menunjukkan bahwa sebagai Gereja kita telah berada pada tingkat kedewasaan dan sementara menjadi jemaat yang Mandiri, inklusif dan missioner. Di situ akan nampak kualitas kita sebagai umat Tuhan yang dapat menjadi berkat bagi orang lain dengan mengelola dan memanfaatkan semua talenta dan berbagai karunia yang yang Tuhan telah karu-niakan kepada kita. Sebab ke sanalah Tuhan memerintahkan berkat, kehidupan sampai selama-lamanya. Inilah lukisan tentang suasana Kerajaan Allah yang seyogianyalah telah dapat dirasakan pada masa kini melalui kehadiran Gereja sebagai rekan sekerja Allah sebagaimana yang menjadi isi doa Tuhan Yesus dalam Yohanes pasal 17. PEMBAHASAN TEMATIS Pembahasan Teks Alkitab (Exegese) Pesan tentang persukutuan dan hidup bersama dalam kasih terdapat dalam banyak bagian Alkitab. Malah pesan ini menggambarkan bahwa kehidupaan persukutuan itu merupakan gambaran untuk hidup dalam kerajaan Allah yang menjadi tujuan hidup bagi semua orang percaya. Ketika sebagai umat Allah orang Israel telah berada dalam keadaan yang terpecah-pecah dan hidup saling bermusuhan, maka Daud meng- ungkapkan Mazmur 133. Mazmur ini menggunakan kiasan yang bersifat ekologis (ay. 2 dan 3) untuk memberi makna pada indahnya hidup bersama dalam persaudaraan yang berdasarkan kasih (Allah). Pemaz- mur menggambarkan keindahan persekutuan ini se¬perti acara penahbisan Harun di Keluaran 29 (Mzm. 133:2). Dalam upacara itu, Harun diurapi minyak sebagai tanda pemberian jabatan imam. Urapan itu memberikan Harun wewenang untuk menjadi pengan- tara Israel dengan Allah. Urapan yang mengalir dari janggut ke jubah Harun melambangkan efek pelayanan keimaman yang mempersatukan umat Tuhan. Dalam tradisi Perjanjian Lama, minyak dipakai untuk sesuatu yang bernilai sakral, kudus, misalnya mengurapi imam. Selain itu, minyak juga melambangkan kesukaan. Arti- nya, kerukunan dan persatuan menjaga kekudusan jemaat dan kesukaan mengalir rata ke semua pihak. Persatuan
itu sendiri mendatangkan sukacita. Ke- indahan ini bak embun yang turun dari gunung Hermon (wilayah kerajaan utara) ke Sion (wilayah kerajaan selatan) (3a). Embun melambangkan penyegaran kehidupan. Berkat dan kehidupan sebagai dampak positif kerukunan akan terpancar dan dialami oleh mereka yang hidup dalam kerukunan. Persekutuan ini adalah berkat bagi umat Tuhan. Dan pada gilirannya dapat menjadi berkat bagi semua orang. Dalam Perjanjian Baru, khusunya dalam konteks jemaat Korintus, Paulus mengatakan bahwa dengan adanya perpecahan, iri hati, dan perselisihan yang terjadi di antara mereka (IKor. 3:3), mereka justru tampak “belum dewasa” (IKor. 3:1; Yun.: nepios, juga: “bayi”). Itu berarti mereka tidak memperlihatkan kehidupan persekutuan sebagai umat Allah yang sesungguhnya dan dengan demikian tidak mewujud- kan hidup bersama dalam kasih Allah. Paulus menye- but mereka seperti “manusia duniawi” (IKor. 3:1; Yun.: sarkinos); bahkan mereka adalah “manusia duniawi” (IKor. 3:3; Yun.: sarkikos). Dari perbedaan istilah yang digunakan, jelas bahwa jemaat Korintus tidak masuk kategori “manusia duniawi” di IKor. 2:1; yang tidak mengenal Allah. Paulus menggunakan kata-kata di atas dalam nada ironi, agar jemaat Korintus sadar akan adanya kerancuan dalam diri mereka: mereka rohani dan “matang” (IKor. 2:6; Yun.: teleios, juga: “dewasa”) karena telah menerima Roh dan hikmat Allah (IKor. 2:10,12), tetapi seperti bayi dan menjadi manusia duniawi karena hidup seperti manusia biasa yang belum menerima Roh (IKor. 2:4). Sadar, bertobat, dan setia kepada jati diri kristiani, ini sebenarnya yang menjadi maksud Paulus bagi mereka. Ironi ini makin kentara ketika nyata bahwa bukti keduniawian jemaat Korintus adaiah perpecahan ka- rena prokontra mengenai para hamba Tuhan (IKor. 2:5-8). Mereka duniawi dalam tindakan mereka untuk urusan hal “rohani”: membela hamba Tuhan favorit. Untuk meluruskan ini, Paulus menggunakan metafora pertanian milik seorang tuan tanah. Paulus, Apolos dan rekan-rekannya hanyalah “anak buah” Allah Sang Pemilik (IKor. 2:5,8,9). Sebagai manusia rohani, jemaat Korintus seharusnya mengerti untuk hanya bermegah di dalam Tuhan (IKor. 1:31), bukan dengan konyol bermegah dalam para hamba. Sebab, yang terpenting dalam pertumbuhan jemaat hanyalah Allah sendiri (IKor. 1:8). Sebab hanyalah persekutuan yang telah
dewasa dan matang dalam iman yang mampu menghadirkan tandatanda kerajaan Allah dalam kehidupannya sekarang ini. Makna dan Implikasi Finnan Dengan adanya perpecahan yang disebabkan oleh iri hati dan perselisihan menunjukan bahwa kehidupan jemaat selaku warga gereja masih bersifat manusiawi dan duniawi. Karena dengan adanya perpecahan semacam itu jemaat akan terjebak pada kehidupan yang terkotak-kotak yang menempatkan kepelbagaian dan keragaman bukan sebagai suatu kekayaan yang membawa berkat tetapi dilihat ancaman yang lebih mempertajam perbedaan. Keterkotak-kotakan dalam jemaat dan masyarakat bukan hanya disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan yang bersifat umum seperti, suku, warna kulit, bahasa, budaya dan lain sebagainya, tetapi juga justru disebabkan oleh perbedaan mengenai figur pemimpin yang ada dalam jemaat, kelompok partai politik yang berbeda dan bagaimana menentukan prioritas dalam melaksanakan program pelayanan. Situasi dan kondisi semacam inilah yang jika terjadi dalam kehidupan berjemaat harus memerlukan solusi pemecahannya, di mana dasar dari solusi ini adalah firman Allah, terutama yang dipesankan oleh Mazmur 133 dan 1 Korintus 3:1-9 seperti: Diam bersama dengan rukun dengan menjunjung tinggi otoritas pelayanan keimaman. Otoritas pela¬yanan keimaman inilah yang “menjelma” dalam pelayanan Gereja dan melalui otoritas inilah para pelayan memiliki “wewenang” secara spiritual untuk mempersatukan umat/jemaat. Dengan de- mikian setiap pelayan khusus harus menjadi pelopor dalam jemaat untuk kehidupan bersama dengan rukun yang penuh kasih. Diam bersama dengan rukun sebagai umat Allah adalah terciptanya suasana sakral dan kudus yang di dalamnya selalu teralami suasana senang, gem- bira dan sukacita. Itu berarti diam bersama dengan rukun bagi umat Allah bukan didasarkan pada hal- hal yang lahiriah, dunia dan manusiawi, tetapi harus bersifat rohani, spiritual dan alkitabaiah. Diam bersama dengan rukun ”seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion”. Pada satu pihak hal ini mengambarkan suasana yang tidak mungkin karena gunung Hermon berada jauh di sebelah utara dan gunung Sion berada di sebelah selatan. Tetapi bagi manusia mustahil namun bagi Allah Tidak. Tapi embun itu sendiri hendak melambangkan penyegaran kehidupan. Bahwa hidup bersama dengan rukun sebagai umat Allah
kehidupan itu selalu terasa segar. Segar secara spiritual tapi juga segar secara ekologis. Hidup bersama sebagai jemaat Tuhan adalah hidup bersama yang di dalamnya tidak ada perpecahan, perselisihan dan iri hati. Karena jika hal-hal ini masih ada maka jemaat itu belum hidup secara rohani tetapi masih hidup secara duniawi bukan dalam arti beium mengenai Allah tetapi dalam arti belum melakukan kehendak Allah dengan baik dan sempurna. Oleh sebab itu memerlukan kesadaran dan pertobatan. Hidup bersama sebagai jemaat Tuhan tidak bergantung pada salah satu figur pelayan saja dan kemudian membeda-bedakan salah seorang pela- yanan dengan pelayan lainnya, apalagi dengan menjadikan salah seorang pelayan sebagai favorit. Bahwa pelayan itu hanyalah manusia biasa. Karena semua kepelayanan yang berlaku dalam jemaat bukan bergantung kepada siapapun tetapi bergan¬tung kepada Allah. Bukan untuk kemuliaan dan kebesaran siapapun tetapi hanya untuk kemuliaan dan kebesaran riama Tuhan. Bahwa dalam keber- samaan jemaat itu, sebagai manusia rohani, hanya bermegah di dalam Tuhan (IKor 1:31), bukan de¬ngan konyol bermegah dalam para pelayan khusus. Di dalam jemaat yang hidup bersama dengan rukun ke sanalah berkat Tuhan mengalir samapai selama- lamanya. Di dalam Jemaat yang hidup bersama dengan rukun, kematangan dan kedewasaan akan semakin nampak, sehingga akan dapat mengalirkan berkat bagi semua orang dan menghadirkan tandatanda Kerajaan Allah. PERTANYAAN DISKUSI 1. Apakah tanda-tanda perselisihan dan atau kebersamaan dalam persekutuan menurut teks-teks Alkitab ini? 2. Mengapa Jemaat itu harus diam bersama dengan rukun? Berikan alasan-alasannya! 3. Apa dampak dan makna “hidup bersama dengan rukun” di dalam menjalani kehidupan di tahun 2014? Jelaskan! NAS PEMBIMBING: Yohanes 17:21 POKOK-POKOK DOA – Menjauhkan diri dari dari perpecahan, perselisihan dan irihati dan Lain sebagainya. – Mengambil bagian secara aktif dalam pelayanan yang mengusahakan terciptanya jemaat yang hidup bersama dengan rukun berdasarkan kasih. – Mendorong semua usaha GMIM dalam rangka rekon- siliasi UKIT
(kalau masih relevan). – Kiranya Pemilihan BPMW dan BPMS, Anggota DPD, Anggota DPR serta Anggota DPRD tidak akan membawa pada perpecahan tetapi sebaliknya lebih mewujudkan suasana persekutuan dalam jemaat dan masyarakat.
Kedahsyatan Hidup Kita
Firman
dalam
Kedahsyatan dari Firman tuhan tidak perlu diragukan lagi, karena Tuhan selalu membela Firman-Nya dan Dia adalah Tuhan yang Menepati janji-Nya yaitu setiap Firman yang keluar dari mulut Tuhan itu pasti digenapi dalam hidup kita. Di bawah ini adalah cuplikan dari kisah nyata yang di alami oleh orangorang percaya akan kedahsyatan dari Firman Tuhan yaitu Mazmur 91 Pada saat menerima tugas dalam team perdamaian ke suatu negara yang sedang terdapat perang saudara, 5 orang sekawan yang tergabung dalam team ini merupakan orang-orang percaya yang saling menguatkan iman mereka. Pada saat mereka terpilih untuk masuk dalam team tersebut. Bukanlah suatu hal yang mudah untuk menerima tugas yang harus diemban oleh seorang prajurit, karena yang mereka pertaruhkan adalah “nyawa”, karena misi yang mereka emban di pundak mereka adalah sebagai team pasukan perdamaian di suatu negara yang sedang berkecamuk perang. Sebelum berangkat menunaikan tugas mereka, 5 orang ini berkumpul bersama keluarga mereka masing-masing, tentu saja merupakan suatu hal yang sulit saat mereka berkumpul dimana para istri dan anak-anak mereka harus melepas kepergian dari orang yang dicintai untuk menunaikan tugas yang penuh resiko tersebut. Demikian pula dengan 5 orang prajurit yang bersahabat itu. Berkecamuk dalam pikiran mereka “Apakah aku
dapat selamat” dalam tugas ini? “Apakah aku bisa pulang kembali dalam keadaan utuh untuk berjumpa dengan anak dan istriku?” Hal itulah yang terus berkecamuk dalam pikiran mereka. Dalam kecemasan mereka teringatlah salah satu orang akan kotbah dari Hamba Tuhan akan kedahsyatan dari Mazmur 91. Maka diambillah kesepakatan pada malam itu bahwa sejak hari itu mereka “haruslah membaca” Mazmur 91 setiap saat dalam waktu-waktu mereka, baik suami, istri maupun anak-anak mereka dan percaya bahwa Tuhan membela Firman-Nya. Demikianlah mereka terus setiap hari dan setiap ada kesempatan mereka membaca atau melafalkan Mazmur 91 tersebut karena mereka telah menghafalkan keseluruhan dari Mazmur 91 tersebut hingga keberangkatan 5 orang bersahabat yang aadalah para prajurit untuk menunaikan tugas mereka. mereka percaya bahwa mereka akan pulang dengan selamat. Demikianlah 5 orang tersebut saling menguatkan dan mengingatkan akan terus melafalkan mazmur 91 dalam hari-hari tugas mereka. Setiap ada ketakutan pada saat kontak senjata, mereka melafalkan Mazmur 91 tersebut, mereka mengimani setiap ayat-ayat tersebut. Hingga suatu saat pada saat terjadi kontak senjata, salah satu dari 5 orang bersahabat tersebut terkena tembakan tepat di helm nya dan dia terpental beberapa meter dari tempatnya semula….. “wah teman kita mati”, itulah yang terpikir dari 4 orang temannya yang lain. setelah mengangkat teman mereka yang sudah dikira mati tersebut ke tempat yang aman, ternyata teman mereka masih hidup dan sadar kembali, setelah di cek topi helm baja mereka ada suatu keanehan terjadi, “TEMBAKAN” peluru tersebut memang telah menembus helm teman mereka tersebut, tetapi peluru itu tidak mengenai dahinya sama sekali, peluru itu hanya menembus dan kemudian memutar kesamping dari helm tersebut, seolah “Peluru itu diperintahkan oleh kekuatan yang Maha Dahsyat” untuk tidak menyentuh kepala dari prajurit itu. Suatu keanehan tetapi juga merupakan suatu mukjizat yang mereka bawa dalam hidup mereka sampai mereka pulang kembali untuk berkumpul bersama keluarga mereka. Demikianlah mereka pulang dalam keadaan utuh karena Tuhan melindungi mereka,
walaupun maut telah mengintip di depan mereka, tetapi Tuhan telah meluputkannya. —————————— Suatu kisah nyata yang kalau kita membaca dan merenungkan kisah tersebut di atas akan membuat kita tahu bahwa Tuhan selalu membela FirmanNya. Penting bagi kita semua untuk membaca Alkitab setiap hari, bahkan Mazmur 91 ini merupakan ayat favorit saya untuk dibaca setiap hari sebelum kita melakukan aktifitas sehari-hari dan percaya bahwa Tuhan merupakan tempat perlindungan yang nyata seperti disebutkan dalam salah satu ayat tersebut, “Walau seribu orang rebah di sisimu dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu”. (mazmur 91:7) Tuhan selalu beserta kita – Yesaya 41:10 menyatakan : “Janganlah takut sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan-Ku yang membawa kemenangan.” Written by: Johan C on December 30, 2013.Last revision on December 31, 2013