RANCANG BANGUN KOTAK PENYIMPAN IKAN BERINSULASI UNTUK MEMPERTAHANKAN KUALITAS IKAN DENGAN PROSES PENDINGINAN SERTA APLIKASINYA PADA IKAN TONGKOL (AUXIS THAZARD) Margaretha Tuti Susanti *), Parhimpunan Purba **) Abstract Fish Cooler Box Have Designed With Measurement 50 X 70 X 40 Cm, with layers box wall and the part from out box : fiber glass, strerofoam wood and fiber glass. The boxes will be aplicate for tongkol fish (Auxis thazard) preservation. Variation that done in this research is comparation between ice and fish.to preservation times. Parameter that measured are fish quality like : fat degradation with TMA method, protein degradation with TVB method, rotten with TMAO method, and organoleptic test like : smell, appearence, texture. Result of this research with that parameter tests are : comparation between ice and fish 2:1, but with comparation 1:1 fish quality is still good for consumption Key words : coolbox with insulation- fish preservation with low temperature Pendahuluan Ikan dan hasil-hasil perikanan lainnya merupakan highly perisable food, maka nilai pasar hasil awetan dan olahannya ditentukan oleh derajad kesegaran dan daya awetnya (Buckle, et al, 1983, dalam Hadiwiyoto,1993). Salah satu hal untuk mengatasi hal tersebut adalah metode pengawetan.(Hudaya dan Darajad, 1982). Kerusakan Produk Laut Salah satu faktor penentu kualitas ikan ialah kesegarannya. Pada produksi hasil laut perubahan kualitas dari segi rasa, bau, tekstur, dan warna dapat terjadi akibat pertumbuhan bakteri. Perubahan kualitas tersebut kecepatannya tergantung dari kadar bakteri awal, kondisi penyimpanan, suhu, kelembaban dan tekanan atmosfir. Produk hasil laut bersifat lebih mudah terdekomposisi dibandingkan produk berprotein tinggi lainnya. Hal disebabkan karena : 1. Beberapa produk hasil laut mengandung kadar osmoregulator tinggi dalam bentuk non protein nitrogen seperti trimetil amin, urea, asam amino dan lain sebagainya yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri 2. Produksi hasil laut dipanen dari air yang dingin sehingga flora bakteri tidak mudah dihambat oleh perlakuan suhu dingin dibanding flora hewan atau tanaman. Keamanan produksi hasil laut terutama tergantung dari kemungkinan tercemar mikrobia patogen, atau disebabkan oleh histamin akibat proses penanganan yang kurang tepat. Masalah penyediaan ikan yang berkualitas tinggi baik untuk konsumsi langsung maupun untuk bahan baku industri semakin mendesak dewasa ini (Anggarwati, 1988). Pendinginan atau chilling ikan secara seder*)
Staf Pengajar Jurusan D III Teknik Kimia Fakultas Teknik Undip **) Staf Pengajar Jurusan D III Teknik Sipil Fakultas Teknik Undip TEKNIK – Vol. 29 No. 2 Tahun 2008, ISSN 0852-1697
hana murah serta praktis dapat dilakukan dengan menggunakan es saja. Hanya penerapannya sering tidak efisien. Faktor penyebabnya antara lain suhu udara yang panas di daerah tropis seperti Indonesia dapat mengakibatkan es cepat mencair (Moeljanto, 1982). Untuk mempertahankan ikan yang telah didinginkan agar suhunya tetap rendah, perlu suatu wadah yang dapat menahan terobosan panas dari luar (Margaretha, 2000). Hal ini mengingat tempat berjualan para pedagang yang tidak tetap dan tanpa terlindungi dari sengatan terik matahari. Mengingat hal-hal diatas perlu diteliti dan dibuat kotak ikan berinsulasi untuk pengawetan ikan pada suhu rendah. Kotak dapat dibuat dari kayu yang diinsulasi dengan stereofoam dan fiberglass Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Merancang dan membangun kotak pendingin ikan berinsulasi 2. Meningkatkan mutu/kualitas ikan dengan menggunakan suhu rendah 3. Mengaplikasikan kotak pendingin berinsulasi pada ikan tongkol (auxis thazard) Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan disosialisasilkan untuk memperbaiki sistim pengawetan ikan tradisional dengan proses pendinginan, sehingga diharapkan dapat bermakna menjaga kesehatan masyarakat. Perumusan Masalah Proses pengawetan ikan dengan menggunakan suhu rendah merupakan suatu usaha untuk meningkatkan keamanan pangan, oleh karena itu perlu dirancang alat pengawet ikan pada suhu rendah yang terdiri dari, kotak kayu berinsulasi stereofoam dan fiberglass serta mengaplikasikannya pada ikan tongkol (auxis thazard) Alat ini mempunyai keuntungan jangka pendek : memperpanjang umur simpan ikan, dan memperbaiki kualitas ikan, jangka panjang yakni, meningkatkan hygiene dan keamanan ikan untuk dikonsumsi
143
Mengingat hal-hal diatas maka perlu diteliti rancang bangun kotak penyimpan berinsulasi untuk pendinginan ikan agar kualitas, hygiene dan keamanan pangan dapat terpenuhi.
1. 2. 3.
Metodologi Penelitian Alat dan bahan yang digunakan untuk merancang kotak pendingin berinsulasi : Kayu, stereofom, fiberglass, paku rivet, lem Tahapan peneltian
Membuat kotak pendingin berinsulasi dengan kapasitas 15 Kilogram Mengaplikasikan kotak pendingin berinsulasi pada ikan tongkol Optimasi jumlah es dan lama waktu penyimpanan terhadap tingkat kerusakan ikan.
Cara penelitian Cara penelitian dapat dilihat pada gambar 1 berikut
IKAN TONGKOL Perlakuan pendahuluan, pencucian RANCANG BANGUN KOTAK PENDINGIN
BERINSULASI
PENDINGINAN IKAN, DG KOTAK BERINSULASI, DISIMPAN PADA, 0,6, 12, 24, 30, 36, 42, 48 jam
Variasi perbandingan Jumlah es dan jumlah bahan
Analisa kerusakan lemak, kerusakan protein, kebusukan, total mikroba dan uji organoleptik meliputi : bau, kenampakan dan tekstur Gambar 1 : diagram alir penelitian
Hasil Dan Pembahasan Hasil penelitian meliputi : 1. Rancang bangun kotak pendingin ikan 2. Aplikasi kotak pendingin untuk mendinginkan ikan tongkol 3. Optimasi jumlah es dan lama waktu penyimpanan terhadap tingkat kerusakan ikan. Rancang bangun kotak pendingin ikan Telah dirancang kotak pendingin ikan dengan ukuran 70 cm x 50 cm x 40 cm dengan kapasitas 15 kilogram
Adapun dinding kotak pendingin terdiri dari 4 lapis, berturut-turut dari luar : serat gelas, kayu, sterofoam, serat gelas transparan. Adapun gambar selengkapnya pada lampiran Aplikasi kotak pendingin untuk mendinginkan ikan tongkol Ikan tongkol disusun secara berlapis-lapis dengan bergantian dengan es, adapun jumlah es yang digunakan untuk mengukur kualitas ikan diuji dengan perbandingan jumlah es dan ikan sebagai berikut :
Tabel 1 : Kualitas ikan dengan perbandingan ikan dan es 1:1 Lama NILAI TOTAL Penyimpanan TBA NILAI TVB NILAI TMA MIKROBA (JAM) 0 6 12 18 24 30 36 42 48
mg/kg 0,03 0,03 0,033 0,035 0,0035 0,04 0,042 0,043 0,043
mg N/100gr 4,1 4,11 4,14 4,14 4,16 4,18 4,18 4,2 4,2
TEKNIK – Vol. 29 No. 2 Tahun 2008, ISSN 0852-1697
(% mgr N) 5,7 5,74 5,76 6,78 5,78 5,79 5,83 5,89 6,01
CFU (10 6) 3,2 2,8 2,8 2,4 2,4 2,6 2,6 2,8 2,6
144
Tabel 2 Kualitas ikan dengan perbandingan ikan dan es 1:2 Lama Penyimpanan (JAM) 0 6 12 18 24 30 36 42 48
NILAI TBA mg/kg 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,03 0,032 0,032 0,032
NILAI TVB mg N/100gr 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1 4,12 4,12
TOTAL MIKROBA CFU (10 6) 3,2 2,8 2,8 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4 2,4
NILAI TMA (% mgr N) 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,7 5,72 5,72
Tabel 3 Kualitas ikan dengan perbandingan ikan dan es 2:1 Lama Penyimpanan (JAM)
NILAI TBA mg/kg
NILAI TVB mg N/100gr
NILAI TMA (% mgr N)
TOTAL MIKROBA CFU (10 6)
0 6 12 18 24 30 36 42 48
0,03 0,03 0,033 0,035 0,036 0,045 0,05 0,057 0,06
4,1 4,11 4,14 4,14 4,21 4,56 4,61 4,8 5,2
5,7 5,74 5,76 6,78 6,1 6,15 6,25 6,82 7,01
3,2 2,8 2,8 2,4 2,4 2,9 3,2 3,4 3,6
Kerusakan lemak pada ikan dapat digambarkan dengan grafik berikut : Nilai standar TBA untuk ikan yang masih dapat dikonsumsi adalah 3-4 mg/100gr (Gokalp,1883) Untuk ikan yang diuji dengan 3 variasi diatas semuanya masih memenuhi standar. Pada grafik berikut terlihat bahwa laju kerusakan lemak terhadap waktu dapat dihambat dengan baik pada perbandingan ikan dan es 1 :2, dan pada perbandingan ikan dan es 2 :1 laju kerusakan lemak semakin cepat.
Laju kerusakan protein yang dinyatakan dengan angka TVB menunjukkan bahwa pendinginan dengan perbandingan ikan dan es 2 : 1 memberikan laju yang paling cepat, hal ini seperti terlihat pada gambar 2 Harga TVB untuk ikan yang masih layak dikonsumsi adalah 30 mg N/100 gr bahan ( Bender,1992)) Pada penelitian ini ikan yang didinginkan dengan perbandingan 2:1 untuk ratio es ikan, memberikan nilai TVB tertinggi adalah 5,2, pada umur simpan 48 jam
0.05
6
0.04
5
0.03
4
Angka TVB
Angka TBA (Thiobarbituric acid)
0.06
0.02 0.01
3 2 1
0 0
6
12
0
18
es/ikan'1:2 24
30
Waktu Simpan (jam)
36
es/ikan '2:1 42
48
Gambar 2 : Angka TBA terhadap waktu simpan
TEKNIK – Vol. 29 No. 2 Tahun 2008, ISSN 0852-1697
0
6
12
18
24
Waktu simpan (jam)
30
es/ikan'1/2 es/ikan '2/1 es/ilkan '1/1 36
42
48
Gambar 3 : Nilai TVB terhadap waktu simpan
145
Untuk indeks kesegaran ikan diuji dengan angka TMA, dan memberikan hasil berikut : Nilai kesegaran dari ikan diuji dengan angka TMA, untuk penelitian ini angka TMA tertinggi adalah 7,01 % mgr N pada waktu simpan 48 jam dengan ratio es ikan ½, sedang standar untuk kesegaran ikan yang masih layak dikonsumsi adalah 17,48- 19,57 % mgr N (Sin.G.M., 1978) Pada pengujian jumlah mikroorganisme yang diuji dengan metoda CFU menunjukkan hasil seperti berikut :
Pada penelitian ini untuk ratio ikan /es 2 :1 memberikan laju pertumbuhan yang paling besar dengan harga tertinggi pada umur simpan 48 jam sebesar 3,6x10 6 Pada jam ke 18-24, memberikan hasil terbaik dengan total mikroorganisme sebesar 2,4x 10 6 Pengujian Organoleptik Uji organoleptik menggunakan 30 panelis dengan menggunakan metode skor tes (Love .J,1988), Hasilnya adalah sebagai berikut :
Tabel 4 : Uji organoleptik untuk bau, kenampakan dan tekstur pada beberapa ratio ikan dan es yang digunakan Lama Penyimpanan (JAM) 0 6 12 18 24 30 36 42 48
BAU Perbandingan ikan dan es 1/1 1/2 2/1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1,2 1,1 1 1,2 1,1 1 1,4 1,2 1,1 1,6 1,2 1,1 1,6
Keterangan Untuk kenampakan dan bau 1 = normal 2 = kurang segar 3 = Tidak segar 4 = Sangat tidak segar Untuk tekstur 1 = normal/kenyal 2 = kurang kenyal 3 = tidak kenyal 4 = sangat tidak kenyal Untuk perbandingan ratio ikan es ½, bau normal sampai waktu simpan 36 jam, dan berubah setelah waktu simpan mencapai 42 jam, sedang untuk ratio ikan es 1/1 bau mulai kurang segar pada masa simpan 30 jam, sedang untuk ratio ikan/es 2/1, bau menjadi kurang segar pada masa simpan 24 jam Untuk kenampakan pada ratio ikan es ½, kenampakan normal sampai waktu simpan 48 jam, sedang pada ratio ikan es 1/1, kenamapakan menjadi kurang segar pada waktu simpan 36 jam, sedang untuk ratio ikan es 2/1 menjadi kurang segar mulai waktu simpan 24 jam.
TEKNIK – Vol. 29 No. 2 Tahun 2008, ISSN 0852-1697
KENAMPAKAN Perbandingan ikan dan es 1/1 1/2 2/1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1,4 1 1 1,4 1,1 1 1,5 1,1 1 1,6 1,1 1 1,6
TEKSTUR Perbandingan ikan dan es 1/1 1/2 2/1 1 1 1 1 1 1,1 1 1 1,2 1 1 1,4 1 1 2 1 1 2,1 1 1 2,2 1 1 2,2 1 1 2,4
Hasil pengawetan dengan ratio ikan es 1/1 dan 1/2 memberikan hasil tekstur yang normal sampai waktu simpan 48 jam, sedang pada ratio ikan es 2/1 mulai jam ke 24 sudah menunjukkan kurang segar sampai mendekati tidak segar. Kesimpulan 1. Kotak pendingin berinsulasi dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan ikan dengan menggunakan suhu rendah. 2. Perbandingan antara es dan ikan 2 :1 memberikan kualitas hasil awetan yang terbaik 3. Ikan tongkol (Auxis thazard) yang diawetkan dengan kotak pendingin selama 48 jam masih layak untuk dikonsumsi Saran Kotak pendingin berinsulasi perlu disosialisasikan untuk pedagang ikan, untuk mempertahankan kualitas ikan yang dijual Ucapan Terimakasih Terimakasih diucapkan kepada 1. Ketua Lembaga Penelitian Undip yang telah memberi kesempatan dan dana sehingga penelitian ini dapat selesai.
146
2.
3.
Dekan Fakultas Teknik Undip yang telah memberikan fasilitas laboratorium, sehingga penelitian ini bisa selesai Mahasiswa dilingkungan PSD-III T.Kimia yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini sampai selesai.
13. Siu, G.M. and H.H. Draper. 1978. A Survey of The Malonaldehyde Content of Retail Meats and Fish. J. Food Sci. 43:1147-1149 14. Tabarani Rab, 1997, Teknologi Hasil Perairan, Panca Abdi Pakanbaru
Daftar Pustaka 1. Anonim, 1995. Kumpulan Standar Mutu Hasil Perikanan. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu Perikanan Direktorat Jendral Perikanan Direktorat Jendreral Perikanan, Jakarta 2. Anggawati, A.M., Penanganan Ikan Segar. Dalam Suparno, S. Nasran dan Bender,A.E., 1992, Processing damage to protein food, J.food technl.7,239-250 3. Bourgeouis, 1995, Micribiological Control for foods ang Agricultural products, VCH Publisher Inc., United states of America 4. Cuppet, S.L.; J.I. Gray; A.M. Booren; J.F. Price and M.A. Stachiw. 1989. Effect of Processing Variables on Lipid Stability in Smoked Great Lake Whitefish. J. Food Sci. 54(1):52-54. 5. Faraouk, M.M.; J.F. Price and A.M. Salih. 1991. Effect of Fe2+, Salt, Cooking and Shredded Coffi on Thiobarbituric Acid (TBA) Numbers in Ground Beef. J.Food Sci. 56(1):172-174. 6. Gokalp, H.Y.; H.W.Ockerman; R.F. Plimpton and W.J.Harper. 1983. Fatty Acid of Neutral and Phospholipids, Rancidity Scores and TBA Values as Influenced by Packaging and Storage. J. Food Sci. 48:829-834. 7. Hudaya, S. Dan S.S. Daradjat. 1982. Dasar dasar Pengawetan Jilid II. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Menengah Kejuruan. Jakarta 155 halaman. 8. Ilyas, S., 1983. Teknologi Refigerasi Hasil Perikanan. Jilid I. Teknik Pendinginan Ikan, Paripurna Jakarta 9. Josepshon, D.B.; R.C. Lindsay and D.A. Stuiber. 1985. Effect of Handling and Packaging on The Quality Frozen Whitefish.J.Food Sci.501-4. 10. Love,J. 1988. Sensory Analysis of Warmed Over Flavour in Meat. Food Technol 426(140-143) 11. Nakayama, T. And M. Yamamoto. 1997. Physical, Chemical and Sensory Evaluation of Frozen - Stored Deboned (Minced) Fish Flesh. J. Food Sci. 42(4):900-905 12. Hoyland, D.V. and and A.J. Taylor. 1991. A Review of The Methodology of The 2 Thiobarbituric Acid Test. Food Chemistry. 40 : 271 - 291.
TEKNIK – Vol. 29 No. 2 Tahun 2008, ISSN 0852-1697
147
TEKNIK – Vol. 29 No. 2 Tahun 2008, ISSN 0852-1697
148